ABSTRAK
ANALISIS KETERAMPILAN MENGELOMPOKKAN DAN INFERENSI PADA MATERI KOLOID MENGGUNAKAN MODEL
PEMBELAJARAN PROBLEM SOLVING
Oleh
RATIH PUJI ASTUTI
Penelitian ini bertujuan untuk mendeskripsikan kemampuan mengelompokkan
dan inferensi melalui penerapan model pembelajaran problem solving untuk siswa
kelompok kognitif tinggi sedang dan rendah. Subjek penelitian ini adalah siswa
kelas XI IPA 4 SMA Negeri 3 Bandarlampung yang berjumlah 29 siswa.
Peneli-tian ini mengunakan metode pre-eksperimen dengan desain peneliPeneli-tian one shot
case study. Dengan analisis data yaitu menggunakan analisis deskriptif.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa keterampilan mengelompokkan pada
kelom-pok tinggi 100% siswa berkriteria sangat baik. Pada kelomkelom-pok sedang, 50%
siswa berkriteria sangat baik, 38,89% siswa baik dan 11,11% siswa yang
berkriteria cukup. Pada kelompok rendah 33,33% siswa berkriteria sangat baik,
50% siswa berkriteria baik dan 16,67% siswa berkriteria cukup. Kemampuan
inferensi pada kelompok tinggi 100% siswa berkriteria sangat baik. Pada
kelompok sedang, 44,44% siswa berkriteria sangat baik,16,67% siswa berkriteria
v
DAFTAR ISI
Halaman
DAFTAR TABEL ... viii
DAFTAR GAMBAR ... ix
I. PENDAHULUAN ... 1
A. Latar Belakang... 1
B. Rumusan Masalah ... 5
C. Tujuan Penelitian ... 5
D. Manfaat Penelitian ... 6
E. Ruang Lingkup Penelitian ... 6
II. TINJAUAN PUSTAKA ... 8
A. Teori Konstruktivisme ... 8
B. Model Pembelajaran Problem Solving ... 9
C. Keterampilan Proses Sains... 11
D. Kemampuan Kognitif ... 14
E. Konsep ... 15
F. Kerangka Pemikiran ... 22
G. Anggapan Dasar ... 24
H. Hipotesis Umum ... 24
III. METODOLOGI PENELITIAN ... 25
vi
B Data Penelitian ... 25
C. . Metode dan Desain Penelitian... 25
D. Instrumen Penelitian ... 26
E. Validasi Instrumen Penelitian ... 27
F. Prosedur Pelaksanaan Penelitian ... 28
G. Teknik Pengelompokkan Siswa... 30
H. Teknik Analisis Data... 32
1. Pengolahan data tes tertulis ... 33
2. Pengolahan data kuesioner (angket) ... 34
IV. HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN ... 35
A. Hasil Penelitian ... 35
B. Pembahasan ... 39
1. Model Pembelajaran Problem Solving ... 39
2. Keterampilan Mengelompokan... 50
3. Keterampilan Inferensi... 53
4. Kendala selama penelitian ... 56
V. SIMPULAN DAN SARAN ... 57
A. Simpulan ... 57
B. Saran ... 58
DAFTAR PUSTAKA 59 LAMPIRAN 1. Pemetaan SK / KD ... 64
2. Silabus ... 70
3. RPP ... 79
4. Lembar Kerja Siswa 1 ... 113
vii
6. Lembar Kerja Siswa 3 ... 125
7. Lembar Kerja Siswa 4... 135
8. Soal Pretest... 141
9. Soal Posttest ... 143
10. Kisi-kisi Soal Posttest ... 145
11. Pedoman Penskoran dan Rubrik Penilaian Posttest ... 148
12. Kuesioner (Angket) ... 153
13. Penentuan Kelompok Siswa . ... 154
14. Hasil Pengolahan Data... 156
15. Data kuesioner ... 165
16. Lembar Observasi Siswa... 167
17. Lembar Observasi Guru ... 175
I. PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
IPA berkaitan dengan cara mencari tahu tentang gejala alam secara sistematis,
sehingga IPA bukan hanya penguasaan kumpulan pengetahuan yang berupa
fakta-fakta, konsep-konsep, atau prinsip-prinsip saja tetapi juga merupakan suatu
proses. Salah satu cabang ilmu IPA yaitu ilmu Kimia. Ilmu kimia yang
mempelajari tentang fenomena alam yang berkaitan dengan komposisi materi,
struktur materi, sifat materi, dan energi yang menyertai perubahan materi yang
melibatkan keterampilan dan penalaran. Ada dua hal yang berkaitan dengan
kimia yaitu kimia sebagai produk yang berupa fakta, konsep, prinsip, hukum, dan
teori; kimia sebagai proses atau kerja ilmiah (BSNP, 2009). Oleh sebab itu
pembelajaran kimia harus memperhatikan karakteristik kimia sebagai proses,
produk, dan sikap. Proses tersebut berupa suatu keterampilan yang bersumber dari
kemampuan-kemampuan mendasar yang pada prinsipnya telah ada dalam diri
siswa. Salah satu bentuk dari kemampuan yang dapat diaplikasikan dalam
kehidupan sehari-hari dan harus dimiliki oleh siswa setelah mengalami
KPS adalah keterampilan-keterampilan fisik dan mental untuk menemukan dan
mengembangkan sendiri fakta dan konsep sains serta menumbuhkan dan
mengembangkan sikap dan nilai yang dituntut( Semiawan, 1997). Pembelajaran
dengan keterampilan proses, siswa diajak untuk mengetahui dan memahami
pro-ses suatu produk kimia diperoleh, mulai dari perumusan masalah sampai dengan
membuat kesimpulan. Pembelajaran dengan melatihkan KPS, dapat memberikan
jembatan yang sangat baik bagi siswa untuk lebih memahami konsep-konsep ilmu
sains terutama kimia, karena membuat siswa mampu mengkaitkan fakta-fakta
yang terjadi dengan konsep-konsep yang telah dimiliki.
Hasil observasi dan wawancara dengan guru kelas XI SMA Negeri 3 Bandar
lampung diperoleh bahwa selama ini disekolah tersebut belum pernah diadakan
suatu evaluasi dan analisis mengenai keterampilan proses sains, serta
pembela-jaran kimia yang diadakan pada sekolah tersebut masih menggunakan metode
ceramah yang disertai latihan soal, tanya jawab, dan diskusi kelas. Dalam metode
ini, siswa mendengarkan materi yang disampaikan oleh guru, kemudian siswa
diminta untuk menyelesaikan tugas yang diberikan guru secara bersama-sama
dengan teman sekelas. Dalam berdiskusi masih banyak siswa pasif, sebagian
hanya mengandalkan teman yang berkemampuan kognitif tinggi di kelas dan
sebagian siswa lebih banyak mengobrol selama pembelajaran berlang-sung
khususnya pada materi pokok sistem koloid.
Koloid merupakan salah satu standar kompetensi yang harus dimiliki oleh siswa
kelas XI IPA SMA pada semester genap. Kompetensi dasar yang harus dimiliki
penerapannya dalam kehidupan sehari-hari dan membuat berbagai sistem koloid
dengan bahan-bahan yang ada di lingkungan sekitar. Untuk pencapaian
kompe-tensi dasar tersebut, tentunya diperlukan suatu proses belajar mengajar yang
di-rancang sedemikian rupa sehingga dapat memunculkan karakter sains siswa,
misalnya menemukan fakta-fakta, konsep-konsep dan teori-teori dengan
keterampilan proses dan sikap ilmiah siswa sendiri.
Hasil penelitian yang mengkaji penerapan model pembelajaran, Lidiawati (2011)
yang telah melakukan penelitian pada siswa Kelas XI IPA SMAN 1 Abung
Se-muli TP 2010-2011, menunjukkan bahwa pembelajaran dengan menggunakan
model pembelajaran Problem solving mampu meningkatkan keterampilan
ber-komunikasi dan penguasaan konsep pada materi sistem koloid.
Selain itu, Puspitasari (2010) yang melakukan penelitian pada 38 siswa kelas XI
IPA SMA Muhammdiyah 25 Pamulang menunjukkan bahwa Penguasaan konsep
siswa pada konsesp sistem koloid mengalami peningkatan kemampuan kognitif
dengan kategori baik yang ditunjukan oleh rata-rata nilai kelas pada kelas
ekperimen yaitu sebesar 74,66, lebih unggul dibandingkan dengan kelas kontrol
yaitu dengan nilai rata-rata sebesar 65,50.
Selanjutnya, berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan oleh Tanrere (2008)
menunjukkan bahwa model problem solving secara signifikan dapat membangun
pola belajar siswa dalam pembelajaran kimia. Hasil penelitian yang dilakukan
oleh Dwiyanti (2004) yang menganalisis tentang keterampilan proses sains SMU
praktikum mikro menunjukan bahwa keterampilan proses sains siswa meningkat
dengan baik.
Berdasarkan fakta tersebut, guru perlu menerapkan model pembelajaran yang
mampu meningkatkan keterlibatan siswa dalam proses pembelajaran, melatihkan
KPS kepada siswa dan membantu siswa dalam menemukan konsep sehingga
pe-nguasaan konsep siswa tinggi. Oleh karena itu, untuk memperoleh hasil yang
baik dalam pembelajaran tentunya perlu digunakan teknik pembelajaran yang
sesuai dengan karakteristik siswa dan materi pelajaran yang diajarkan. Ada
berbagai macam model pembelajaran yang dapat dijadikan referensi bagi guru
dalam mengajar. Setiap model pembelajaran tersebut, tentunya mempunyai
kelebihan dan kekurangannya. Salah satu model pembelajaran yang dapat
mem-fasilitasi hal tersebut dan mampu menciptakan KPS siswa saat proses
pembelajar-an adalah model pembelajarpembelajar-an konstruktivisme, salah satunya adalah model
pem-belajaran problem solving.
Model problem solving adalah suatu penyajian materi pelajaran dengan
meng-hadapkan siswa kepada persoalan yang harus dipecahkan atau diselesaikan untuk
mencapai tujuan pembelajaran. Dalam pembelajaran ini, siswa diharuskan
mela-kukan penyelidikan otentik untuk mencari penyelesaian terhadap masalah yang
diberikan. Mereka menganalisis dan mendefinisikan masalah, mengembangkan
hipotesis, mengumpulkan dan menganalisis informasi, membuat referensi dan
merumuskan kesimpulan. Siswa diberi kesempatan untuk mengajukan pertanyaan
dan mencari informasi sebanyak-banyaknya sehingga siswa lebih aktif dalam
Dari uraian di atas, dipandang perlu mengadakan penelitian ini guna mengetahui
bagaimana kemampuan siswa dalam mengelompokan dan menginferensi pada
materi pokok koloid dengan menggunakan penerapan model pembelajaran
problem solving.
Berdasarkan uraian dari latar belakang tersebut, maka dilakukan penelitian yang berjudul “ Analisis Keterampilan Mengelompokkan dan Inferensi pada Materi
Koloid Menggunakan Model Pembelajaran Problem Solving.”
A. Rumusan Masalah
Rumusan masalah pada penelitian ini adalah :
1. Bagaimana keterampilan siswa dalam mengelompokkan pada materi koloid
melalui penerapan model pembelajaran problem solving untuk kelompok
kognitif siswa kategori tinggi, sedang, dan rendah ?
2. Bagaimana keterampilan siswa dalam inferensi pada materi koloid melalui
penerapan model pembelajaran problem solving untuk kelompok kognitif
siswa kategori tinggi, sedang, dan rendah ?
B. Tujuan Penelitian
Berdasarkan rumusan masalah yang telah dipaparkan, secara umum tujuan
penelitian ini adalah :
Mendeskripsikan keterampilan siswa dalam mengelompokkan dan
menginfe-rensi melalui penerapan model pembelajaran problem solving untuk siswa
C. Manfaat Penelitian
Hasil penelitian ini diharapkan dapat bermanfaat bagi berbagai pihak, yaitu:
1. Siswa, melalui penerapan model pembelajaran problem solving dapat
memberikan pengalaman belajar secara langsung kepada siswa dan melatih
keterampilan mengelompokkan dan inferensi pada materi koloid.
2. Guru, yaitu sebagai bahan pertimbangan dalam pemilihan dan penerapan
mo-del pembelajaran yang sesuai dengan materi pembelajaran kimia, terutama
pada materi koloid.
3. Sekolah, yaitu menjadi informasi dan sumbangan pemikiran dalam upaya
meningkatkan mutu pembelajaran kimia di sekolah.
D. Ruang Lingkup Penelitian
Ruang lingkup penelitian pada penelitian ini adalah:
1. Analisis adalah penyelidikan dan penguraian terhadap suatu masalah yang
sebenarnya (Tim Penyusun Kamus, 2003).
2. Pembelajaran pada penelitian ini menggunakan model pembelajaran problem
solving menurut Depdiknas (2008) yang terdiri dari 5 fase. Fase 1,
mengori-entasikan siswa pada masalah. Fase 2, mencari data atau keterangan yang
di-gunakan untuk memecahkan masalah. Fase 3, menetapakan jawaban
sementa-ra dari masalah tersebut. Fase 4, menguji kebenasementa-ran jawaban sementasementa-ra dan
3. Indikator keterampilan mengelompokkan yang diamati dalam penelitian ini
adalah mencari persamaan, mencari perbedaan, membandingkan,
meng-kontraskan, dan mencari dasar penggolongan.
4. Indikator keterampilan inferensi, yang meliputi siswa mampu membuat suatu
kesimpulan tentang suatu benda atau fenomena setelah mengumpulkan,
menginterpretasi data dan informasi. Keterampilan prediksi adalah
keterampilan mengajukan perkiraan tentang sesuatu yang belum terjadi
ber-dasarkan suatu kecenderungan atau pola yang sudah ada.
5. Kemampuan kognitif siswa adalah gambaran tingkat pengetahuan atau
kemampuan siswa yang meliputi kelompok kognitif tinggi, sedang, dan
rendah terhadap suatu materi pembelajaran yang sudah dipelajari dan dapat
digunakan sebagai bekal atau modal untuk memperoleh pengetahuan yang
II. TINJAUAN PUSTAKA
A. Teori Konstruktivisme
Menurut Von Glaserfeld (1989) dalam Pannen, Mustafa, dan Sekarwinahyu
(2001) menyatakan bahwa: “Konstruktivisme merupakan salah satu aliran filsafat
pengetahuan yang menekankan bahwa pengetahuan kita merupakan hasil
kons-truksi (bentukan) kita sendiri”. Konstruktivisme juga menyatakan bahwa semua
pengetahuan yang kita peroleh adalah hasil konstruksi sendiri, maka sangat kecil
kemungkinan adanya transfer pengetahuan dari seseorang kepada yang lain.
Setiap orang membangun pengetahuannya sendiri, sehingga transfer pengetahuan
akan sangat mustahil terjadi. Pengetahuan bukanlah suatu barang yang dapat
ditransfer dari orang yang mempunyai pengetahuan kepada orang yang belum
mempunyai pengetahuan. Bahkan, bila seorang guru bermaksud mentransfer
kon-sep, ide, dan pengertiannya kepada siswa, pemindahan itu harus diinterpretasikan
dan dikonstruksikan oleh siswa itu lewat pengalamannya (Triyanto, 2007).
Menurut Von Glaserfeld (1989) dalam Pannen, Mustafa, dan Sekarwinahyu
(2001), agar siswa mampu mengkonstruksi pengetahuan, maka diperlukan:
1. Kemampuan siswa untuk mengingat dan mengungkapkan kembali penga-laman. Kemampuan untuk mengingat dan mengungkapkan kembali pengalaman sangat penting karena pengetahuan dibentuk berdasarkan interaksi individu siswa dengan pengalaman-pengalaman tersebut. 2. Kemampuan siswa untuk membandingkan, dan mengambil keputusan
membanding-kan sangat penting agar siswa mampu menarik sifat yang lebih umum dari pengalaman-pengalaman khusus serta melihat kesamaan dan perbedaan-nya untuk selanjutperbedaan-nya membuat klasifikasi dan mengkonstruksi pengeta-huannya.
3. Kemampuan siswa untuk lebih menyukai pengalaman yang satu dari yang lain (selective conscience). Melalui “suka dan tidak suka” inilah muncul penilaian siswa terhadap pengalaman, dan menjadi landasan bagi pemben-tukan pengetahuannya.
Prinsip-prinsip konstruktivisme menurut Suparno (1997), antara lain: (1) penge-
tahuan dibangun oleh siswa secara aktif, (2) tekanan dalam proses belajar terletak
pada siswa, (3) mengajar adalah membantu siswa belajar, (4) tekanan dalam
pro-ses belajar lebih pada propro-ses bukan pada hasil akhir, (5) kurikulum menekankan
partisipasi siswa, dan (6) guru adalah fasilitator.
Ciri atau prinsip dalam belajar menurut Suparno (1997) sebagai berikut: 1. Belajar berarti mencari makna. Makna diciptakan oleh siswa dari apa
yang mereka lihat, dengar, rasakan dan alami,
2. Konstruksi makna adalah proses yang terus menerus,
3. Belajar bukanlah kegiatan mengumpulkan fakta, tetapi merupakan pengembangan pemikiran dengan membuat pengertian baru. Belajar bukanlah hasil perkembangan tetapi perkembangan itu sendiri,
4. Hasil belajar dipengaruhi oleh pengalaman subjek belajar dengan dunia fisik dan lingkungannya,
5. Hasil belajar seseorang tergantung pada apa yang telah diketahui, subjek belajar, tujuan, motivasi yang mempengaruhi proses interaksi dengan bahan yang sedang dipelajari.
B. Model Problem Solving
Problem solving adalah suatu proses mental dan intelektual dalam menemukan
suatu masalah dan memecahkannya berdasarkan data dan informasi yang akurat,
sehingga dapat diambil kesimpulan yang tepat dan cermat. Proses problem
solving memberikan kesempatan peserta didik berperan aktif dalam mempelajari,
teori, atau kesimpulan. Dengan kata lain, problem solving menuntut kemampuan
memproses informasi untuk membuat keputusan tertentu (Hidayati, 2006).
Problem solving bukan perbuatan yang sederhana, akan tetapi lebih kompleks
da-ripada yang diduga. Problem solving memerlukan keterampilan berpikir yang
ba-nyak ragamnya termasuk mengamati, melaporkan, mendeskripsi, menganalisis,
mengklasifikasi, menafsirkan, mengkritik, meramalkan, menarik kesimpulan, dan
membuat generalisasi berdasarkan informasi yang dikumpulkan dan diolah.
Un-tuk memecahkan masalah kita harus melokasi informasi, menampilkannya dari
ingatan lalu memprosesnya dengan maksud untuk mencari hubungan, pola, atau
pilihan baru.
Model pembelajaran problem solving merupakan salah satu pembelajaran yang
berlandaskan teori kontruktivisme. Konstruktivisme merupakan salah satu aliran
filsafat pengetahuan yang menekankan bahwa pengetahuan kita merupakan hasil
konstruksi (bentukan) kita sendiri. Konstruktivisme menurut Von Glasersfeld
dalam Pannen, Mustafa, dan Sekarwinahyu (2001) "konstruktivisme juga
menya-takan bahwa semua pengetahuan yang kita peroleh adalah hasil konstruksi sendiri,
maka sangat kecil kemungkinan adanya transfer pengetahuan dari seseorang
kepa-da yang lain”.
Fase-fase model problem solving (Depdiknas, 2008) yaitu meliputi :
1. Ada masalah yang jelas untuk dipecahkan. Masalah ini harus tumbuh dari
2. Mencari data atau keterangan yang dapat digunakan untuk memecahkan
ma-salah tersebut. Misalnya, dengan jalan membaca buku-buku, meneliti,
berta-nya dan lain-lain.
3. Menetapkan jawaban sementara dari masalah tersebut. Dugaan jawaban ini
tentu saja didasarkan kepada data yang telah diperoleh, pada langkah kedua di
atas.
4. Menguji kebenaran jawaban sementara tersebut. Dalam langkah ini siswa
ha-rus beha-rusaha memecahkan masalah sehingga betul-betul yakin bahwa
jawa-ban tersebut itu betul-betul cocok. Apakah sesuai dengan jawajawa-ban sementara
atau sama sekali tidak sesuai. Untuk menguji kebenaran jawaban ini tentu
sa-ja diperlukan model-model lainnya seperti demonstrasi, tugas, diskusi, dan
lain-lain.
5. Menarik kesimpulan. Artinya siswa harus sampai kepada kesimpulan
ter-akhir tentang jawaban dari masalah tadi.
C. Keterampilan Proses Sains
Keterampilan proses sains (KPS) dibutuhkan untuk menggunakan dan memahami
sains ( Hartono, 2007). Untuk dapat memahami hakikat IPA secara utuh, yakni
IPA sebagai proses, produk, dan aplikasi, siswa harus memiliki kemampuan KPS.
Dalam pembelajaran IPA aspek proses perlu ditekankan bukan hanya pada hasil
akhir dan berpikir benar lebih penting dari pada memperoleh jawaban yang benar.
Dengan kata lain bila seseorang telah memiliki KPS, IPA sebagai produk akan
mudah dipahami, bahkan mengaplikasikan dan mengembangkannya. KPS adalah
penting dimiliki guru untuk digunakan sebagai jembatan untuk menyampaikan
pengetahuan/ informasi baru kepada siswa atau mengembangkan pengetahuan /
informasi yang telah dimiliki siswa.
Menurut Semiawan (1997) keterampilan proses sains adalah
keterampilan-keterampilan fisik dan mental untuk menemukan dan mengembangkan sendiri
fakta dan konsep sains serta menumbuhkan dan mengembangkan sikap dan nilai
yang dituntut.
Hartono (2007) mengemukakan bahwa:
Untuk dapat memahami hakikat IPA secara utuh, yakni IPA sebagai proses, produk dan aplikasi, siswa harus memiliki kemampuan KPS. Dalam pembelajaran IPA, aspek proses perlu ditekankan bukan hanya pada hasil akhir dan berpikir benar lebih penting dari pada memperoleh jawaban yang benar. KPS adalah semua keterampilan yang terlibat pada saat berlang-sungnya proses sains. KPS terdiri dari beberapa keterampilan yang satu sama lain berkaitan dan sebagai prasyarat. Namun pada setiap jenis keterampilan proses ada penekanan khusus pada masing-masing jenjang pendidikan.
Penerapan pendekatan pembelajaran keterampilan proses sains memungkinkan
siswa untuk mengembangkan kemampuan-kemampuan yang pada dasarnya
su-dah dimiliki oleh siswa. Hal itu didukung oleh pendapat Arikunto (2004):
Pendekataan berbasis keterampilan proses adalah wawasan atau panutan pengembangan keterampilan-keterampilan intelektual, sosial dan fisik yang bersumber dari kemampuan-kemampuan mendasar yang pada prinsipnya keterampilan-keterampilan intelektual tersebut telah ada pada siswa.
Menurut Esler & Esler (1996) keterampilan proses sains dikelompokkan menjadi:
Tabel 1. Keterampilan Proses Sains
Keterampilan Proses Sains Dasar Keterampilan Proses Sains Terpadu
Mengamati (observasi) Inferensi
Mengelompokkan (klasifikasi) Menafsirkan (interpretasi) Meramalkan (prediksi) Berkomunikasi
Mengajukan pertanyaan Berhipotesis
Penyelidikan
Hartono (2007) menyusun indikator keterampilan proses sains dasar seperti pada Tabel 2:
Tabel 2. Indikator Keterampilan Proses Sains Dasar
Keterampilan
Dasar Indikator
Mengamati (observing)
Mampu menggunakan semua indera (penglihatan, pembau, pendengaran, pengecap, peraba) untuk mengamati, mengidentifikasi, dan menamai sifat benda dan kejadian secara teliti dari hasil
pengamatan. Inferensi
(inferring)
Mampu membuat suatu kesimpulan tentang suatu benda atau fenomena setelah mengumpulkan, menginterpretasi data dan informasi.
Klasifikasi (classifying)
Mampu menentukan perbedaan, mengontraskan ciri-ciri, mencari kesamaan, membandingkan dan menentukan dasar penggolongan terhadap suatu obyek.
Menafsirkan (predicting)
Mampu mengajukan perkiraan tentang sesuatu yang belum terjadi berdasarkan fakta dan yang
menunjukkan suatu, misalkan memprediksi kecenderungan atau pola yang sudah ada menggunakan grafik untuk menginterpolasi dan mengekstrapolasi dugaan.
Meramalkan (prediksi)
Menggunakan pola/pola hasil pengamatan, mengemukakan apa yang mungkin terjadi pada keadaan yang belum diamati.
Berkomunikasi (Communicating)
memberikan/menggambarkan data empiris hasil percobaan atau pengamatan dengan grafik/ tabel/ diagram, menyusun dan menyampaikan laporan secara sistematis, menjelaskan hasil percobaan atau penelitian, membaca grafik/ tabel/ diagram,
mendiskusikan hasil kegiatan suatu masalah atau suatu peristiwa.
Semiawan (Hariwibowo, 2008) mengemukakan empat alasan mengapa
pendekat-an keterampilpendekat-an proses sains harus diwujudkpendekat-an dalam proses pembelajarpendekat-an, yaitu:
a. Dengan kemajuan yang sangat pesat dalam ilmu pengetahuan dan teknologi,
guru tidak mungkin lagi mengajarkan semua fakta dan konsep dari sekian mata
b. Siswa-siswa, khususnya dalam usia perkembangan anak, secara psikologis
lebih mudah memahami konsep,apalagi yang sulit, bila disertai dengan
contoh-contoh konkrit, dialami sendiri, sesuai dengan lingkungan yang dihadapi.
J. Piaget mengatakan bahwa intisari pengetahuan adalah kegiatan atau
aktivitas, baik fisik maupun mental.
c. Ilmu pengetahuan dapat dikatakan bersifat relatif, artinya suatu kebenaran teori
pada suatu saat berikutnya bukan kebenaran lagi, tidak sesuai lagi dengan
situ-asi. Suatu teori bisa gugur bila ditemukan teori-teori yang lebih baru dan lebih
jitu. Jadi, suatu teori masih dapat dipertanyakan dan diperbaiki. Oleh karena
itu, perlu orang-orang yang kritis, mempunyai sikap ilmiah. Wajar kiranya
kalau siswa sejak dini sudah ditanamkan dalam dirinya sikap ilmiah dan sikap
kritis ini. Dengan menggunakan keterampilan proses, maksud tersebut untuk
saat ini pantas diterima.
d. Proses belajar dan pembelajaran bertujuan membentuk manusia yang utuh
artinya cerdas, terampil dan memiliki sikap dan nilai yang diharapkan. Jadi,
pengembangan pengetahuan dan sikap harus menyatu. Dengan keterampilan
memproses ilmu, diharapkan berlanjut kepemilikan sikap dan mental.
D. Kemampuan Kognitif
Kemampuan kognitif merupakan salah satu faktor yang berpengaruh terhadap
hasil belajar siswa. Kemampuan kognitif siswa adalah gambaran tingkat
pengeta-huan atau kemampuan siswa terhadap suatu materi pembelajaran yang sudah
pengetahuan yang lebih luas dan kompleks lagi, maka dapat disebut sebagai
kemampuan kognitif (Winarni, 2006).
Lebih lanjut Nasution (1988) dalam Winarni (2006) mengemukakan bahwa secara
alami dalam satu kelas kemampuan kognitif siswa bervariasi, jika dikelompokkan
menjadi 3 kelompok, maka ada kelompok siswa berkemampuan tinggi, sedang,
dan rendah. Menurut Anderson dan Pearson dalam Winarni (2006), apabila siswa
memiliki tingkat kemampuan kognitif berbeda kemudian diberi pengajaran yang
sama, maka hasil belajar (pemahaman konsep) akan berbeda-beda sesuai dengan
tingkat kemampuannya, karena hasil belajar berhubungan dengan kemampuan
siswa dalam mencari dan memahami materi yang dipelajari.
Herlina (2002) dalam Muniroh, dkk. (2005) menyatakan bahwa siswa
berkemam-puan tinggi adalah sejumlah siswa yang memiliki keadaan awal lebih tinggi dari
rata-rata kelas. Sedangkan siswa yang berkemampuan rendah adalah sejumlah
siswa yang memiliki keadaan awal lebih rendah atau sama dengan rata-rata kelas.
Siswa berkemampuan tinggi memiliki keadaan awal lebih baik daripada siswa
berkemampuan awal rendah. Hal ini menyebabkan siswa berkemampuan tinggi
memiliki rasa percaya diri yang lebih dibandingkan dengan siswa yang
berkemampuan rendah.
E. Konsep
Menurut Dahar (1996), konsep merupakan kategori-kategori yang kita berikan
pada stimulus-stimulus yang ada di lingkungan kita. Konsep-konsep menyediakan
kategori-kategori. Konsep-konsep merupakan dasar bagi proses-proses mental
yang lebih tinggi untuk merumuskan prinsip-prinsip dan generalisasigeneralisasi.
Untuk itu diperlukan suatu analisis konsep yang memungkinkan kita dapat
mendefinisikan konsep, sekaligus menghubungkan dengan konsep-konsep lain
yang berhubungan.
Herron et al. (1977) dalam Saputra (2012) mengemukakan bahwa analisis konsep
merupakan suatu prosedur yang dikembangkan untuk menolong guru dalam
me-rencanakan urutan-urutan pengajaran bagi pencapaian konsep. Prosedur ini telah
digunakan secara luas oleh Markle dan Tieman serta Klausemer dkk. Analisis
konsep dilakukan melalui tujuh langkah, yaitu menentukan nama atau label
konsep, definisi konsep, jenis konsep, atribut kritis, atribut variabel, posisi konsep,
Tabel 3. Analisis konsep materi koloid.
No Label Konsep Definisi Konsep Jenis
Konsep
Atribut Konsep Konsep
Contoh Non
Contoh
Kritis Variabel Superordinat Koordinat Subordinat
(1) (2) (3) (4) (5) (6) (7) (8) (9) (10) (11)
1. Campuran Campuran merupakan zat yang terdiri dari dua atau lebih unsur dengan perbandingan tidak tentu dapat dipisahkan dengan cara fisika.
Konsep konkret
Dua unsur atau lebih dapat dipisahkan secara fisika
Zat terlarut Zat pelarut Ukuran
partikel
Suspensi Larutan koloid
senyawa - Udara Gas O2 , gas
nitrogen
2. Suspensi Suspensi merupakan campuran heterogen yang terdiri dari dua fasa dan dapat dibedakan antara zat terlarut dengan zat pelarut.
Konsep konkret
Suspensi Campuran
heterogen Zat terlarut
dan zat pelarut dapat dibedakan
Partikel zat
sistem dispersi
larutan koloid
- Campuran air denganpasir campuran minyak dengan air Santan, susu
3. Larutan campuran homogen yang terdiri dari satu fasa dan tidak dapat dibedakan antara zat terlarut dengan zat pelarut.
Konsep konkret
larutan campuran
homogen zat terlarut
dan pelarut tidak dapat dibedakan
partikel zat
sistem dispersi
suspensi koloid
Larutan elektrolit dan non elektrolit Larutan
asam basa Larutan gula, larutan garam campuran air dan pasir,camp uran minyak dengan air
4. Koloid Koloid adalah suatu bentuk campuran yang keadaanya terletak antara larutan dan suspensi(campuran kasar) Konsep abstrak contoh konkret
Koloid Campuran
yang terletak antara suspensi dan larutan
Partikel zat
sistem dispersi
larutan suspensi
sol emulsi buih aerosol gel
Susu, santan ,cat ,tinta Campuran air dengan minyak, campuran pasir dengan air
5. Aerosol Aerosol merupakan Konsep aerosol partikel jenis-jenis sol Aerosol Asap, debu Air sungai,
No Label Konsep Definisi Konsep Jenis Konsep
Atribut Konsep Konsep
Contoh Non
Contoh
Kritis Variabel Superordinat Koordinat Subordinat
(1) (2) (3) (4) (5) (6) (7) (8) (9) (10) (11)
jenis koloid dari partikel padat atau cair yang terdispersi dalam gas
abstrak contoh konkret
koloid dari partikel padat/cair yang terdispersi dalam gas
zat koloid emulsi buih gel
padat Aerosol cair
dalam udara Kabut dan
awan
cat
6. sol Sol merupakan jenis koloid dari partikel padat yang terdispersi dalam zat cair
Konsep abstrak contoh konkret
sol
jenis koloid dari partikel padat terdispersi dalam zat cair
partikel zat
jenis-jenis koloid
aerosol emulsi buih gel
Sol cair Sol padat
Sol sabun, sol detergen, sol kanji
Santan, susu, mayonaise
7. Emulsi Emulsi merupakan jenis koloid dari zat cair yang terdispersi dari zat cair lagi
Konsep abstrak contoh konkret
emulsi terdiri dari
fase terdispersi cair dan medium pendispersi cair
partikel zat
jenis-jenis koloid
aerosol sol buih gel
Emulsi padat Emulsi cair
Susu,santan, mutiara, jeli
Kabut, awan
8. Buih Buih merupakan jenis koloid yang terdiri dari gas yang terdispersi dalam zat cair Konsep abstrak contoh konkret buih Terdiri dari
fase terdispersi gas dan medium pendispersi padat/cair Partikel zat
jenis-jenis koloid
aerosol sol emulsi gel
Buih cair Buih padat
Buih sabun, karet busa batu apung
susu, santan, jeli
9. Gel Gel merupakan jenis koloid yang setengah kaku ( antara padat dan cair) Konsep abstrak contoh konkret gel
koloid yang setengah padat dan
partikel zat
jenis-jenis koloid
aerosol sol emulsi buih
No Label Konsep Definisi Konsep Jenis Konsep
Atribut Konsep Konsep
Contoh Non
Contoh
Kritis Variabel Superordinat Koordinat Subordinat
(1) (2) (3) (4) (5) (6) (7) (8) (9) (10) (11)
cair 10. Efek Tyndall Efek Tyandall adalah
tehamburnya berkas cahaya oleh koloid
Konsep abstrak
efek Tyndall terhamburny
a seberkas cahaya oleh partikel koloid
partikel sifat-sifatkoloid
gerak Brown koagulasi adsorpsi
elektrofore-sis dialisis
- Sorot lampu mobil pada malam yang berkabut Pemurnian gula tebu
11. Gerak Brown Gerak Brown yaitu suatu gerak zig-zag partikel koloid yang dapat diamati dengan mikroskop ultra
Konsep abstrak
gerak Brown gerak zig zag yang diamati dengan mikroskop ukktra
partikel sifat-sifat koloid
efek Tyandall koagulasi adsorpsi elektroforesi
s dialisis
- Pengamatan partikel koloid pada susu Sorot lampu mobil pada malam yang berkabut
12. Elektroforesis Pergerakan partikel koloid dalam medan listrik
Konsep abstrak
elektrofore-sis
parikel koloid dalam medan listrik
partikel sifat-sifat koloid
efek Tyandall koagulasi adsorpsi gerak brown dialisis
- Untuk identifikasi DNA dalam mengidentifik asi pelaku kejahatan Pengamata n partikel koloid pada susu
13 Adsorpsi Partikel koloid memiliki kemampuan menyerap berbagai macam zat pada permukaan
Konsep abstrak
Adsorpsi Kemampuan
menyerap berbagai Macam zat pada permukaan
partikel sifat-sifat koloid
efek Tyandall koagulasi elektroforsis gerak brown dialisis
No Label Konsep Definisi Konsep Jenis Konsep
Atribut Konsep Konsep
Contoh Non
Contoh
Kritis Variabel Superordinat Koordinat Subordinat
(1) (2) (3) (4) (5) (6) (7) (8) (9) (10) (11)
14. Koagulasi Koagulasi yaitu peristiwa penggumpalan pada koloid Konsep abstrak Koagulasi Penggumpal
an pada koloid
partikel sifat-sifat koloid
efek Tyandall adsorpsi elektroforsis gerak brown dialisis
- Sol Fe(OH)3 ditetesi larutan NaCl Pemutihan gula tebu
15. Dialisis Dialisis yaitu campuran koloid yang dapat dipisahkan dari ion-ion
Konsep abstrak
Dialisis Campuran
yang dapat dipisahkan oleh ion-ion
partikel sifat-sifat koloid
efek Tyandall adsorpsi elektroforsis gerak brown koagulasi
-
Proses pemisahan hasil-hasil metabolisme dari darah oleh ginjal Sol Fe(OH)3 ditetesi larutan NaCl 16. Koloid liofil
Koloid yang memiliki tarik-menarik yang cukup besar antara zat terdispersi dan medium pendispersi
Konsep konkret
Gaya tarik menarik kuat Zat
terdispersi Hidrofil
Zat pendispersi Konsentrasi Vikositas
Pembuatan koloid (kondensasi dan dispersi)
Sifat-sifat koloid (liofob, liofil, efek tyndall, dll)
Suspemsi Larutan Koloid
Sabun, detergen, agar-agar
Minyak
17. Koloid liofob Koloid yang memiliki tarik-menarik yang lemah antara zat terdispersi dan medium pendispersi
Konsep konkret
Gaya tarik menarik kuat Zat
terdispersi Hidrofil
Zat pendispersi Konsentrasi Vikositas
Pembuatan koloid (kondensasi dan dispersi)
Sifat-sifat koloid (liofob, liofil, efek tyndall, dll)
Suspemsi Larutan Koloid
Sol belerang, sol logam
Kanji, detergen
18. Koloid pelindung
Koloid yang dapat melindungi koloid lain agar tak terkoagulasi
Konsep konkret
Melindungi koloid lain Tidak
terkoagulasi
Suhu Konsentrasi Tekanan
Pembuatan koloid (kon-densasi dan dispersi)
Sifat-sifat koloid (liofob, liofil, efek tyndall, dll)
Suspemsi Larutan Koloid
Gelatin pada es krim, cat
Gelatim pada sol emas
19. Kondensasi Metode kondensasi merupakan suatu
Konsep kongkret
Mengubah partikelkecil
Partikel Pembuatan Koloid
No Label Konsep Definisi Konsep Jenis Konsep
Atribut Konsep Konsep
Contoh Non
Contoh
Kritis Variabel Superordinat Koordinat Subordinat
(1) (2) (3) (4) (5) (6) (7) (8) (9) (10) (11)
metode pembuatan sistem koloid dengan menggumpalkan partikel larutan sejati (atom, ion atau molekul) menjadi partikel berukuran koloid. menjadi partikel berukuran partikel larutan sejati (atom, ion atau molekul) menjadi partikel berukuran koloid. Reduksi Reaksi
Penetralan Pengubahan
Pelarut
hidrolisis FeCl3
Belerang
20. Dispersi Metode dispersi merupakan cara pembuatan koloid dengan menghaluskan partikel suspensi menjadi partikel koloid. Konsep kongkret
Dispersi Mengubah
partikel kasar menjadu partikel berukuran koloid
Partikel Pembuatan Koloid
Kondensasi Peptisasi Busur
Bredig Homogenes
isasi Mekanik
F. Kerangka Berpikir
Dalam pembelajaran, terutama dalam membelajarakan materi koloid, siswa tidak
hanya dituntut untuk banyak mempelajari konsep-konsep, hukum-hukum, serta
prinsip-prinsip kimia. Pembelajaran sains terutama kimia harus memperhatikan
karakteristik kimia yaitu, sebagai proses, produk serta sikap, sehingga guru
seharusnya lebih meberikan pengalaman serta membimbing siswa dalam
menemukan konsep-konsep dan prinsip-prinsip kimia. Dengan begitu terjadi
pembelajaran aktif bagi siswa guna membangun sendiri pengetahuannya.
Model pembelajaran problem solving merupakan salah satu faktor pendukung
untuk pencapaian tujuan pembelajaran yang sangat penting dalam proses
pembelajaran. Kemampuan guru dalam memilih serta menerapkan model
pembelajaran yang tepat akan menentukan sejauh mana siswa dapat
mengem-bangkan keterampilan proses siswa dalam pembelajaran IPA, khususnnya kimia.
Salah satu model pembelajaran yang dapat digunakan untuk meningkatkan
kete-rampilan proses sains adalah problem solving. Problem solving membiasakan
sis-wa untuk mampu memecahkan masalah secara ilmiah, yaitu dengan cara yang
rasional melalui pembuktian secara percobaan.
Fase pertama dalam model pembelajaran problem solving adalah mengidentifikasi
masalah untuk dipecahkan. Masalah ini harus muncul dari siswa sesuai dengan
taraf kemampuannya. Fase kedua adalah mencari data atau keterangan yang dapat
digunakan untuk memecahkan masalah tersebut. Proses pencarian data diperoleh
dengan mengkaji literatur berupa buku pelajaran atau dapat juga memanfaatkan
Hasil yang diperoleh dari fase ini adalah siswa dapat mengembangkan
keteram-pilan proses mengamati, menafsirkan, mengajukan pertanyaan, mengelompokkan
dan penyelidikan. Fase ketiga adalah menetapkan jawaban sementara dari
masa-lah tersebut. Dugaan jawaban ini tentu saja didasarkan pada data yang temasa-lah
dipe-roleh pada langkah kedua. Hasil dari fase ketiga ini adalah siswa dilatih untuk
mengembangkan keterampilan proses memprediksi dan merumuskan hipotesis
atau dugaan sementara. Fase keempat adalah menguji hipotesis yang telah dibuat.
Pengujian hipotesis umumnya dilakukan melalui percobaan. Dari fase ini hasil
yang diperoleh siswa adalah dapat mengembangkan keterampilan proses
menga-mati, berkomunikasi, melakukan percobaan dan penyelidikan serta menggunakan
alat dan bahan. Pada fase ini keaktifan, kreatifitas, dan rasa ingin tahu siswa
sa-ngat diperlukan dalam pembelajaran. Fase terakhir dalam pembelajaran problem
solving adalah menarik kesimpulan. Dari fase ini hasil yang dicapai siswa adalah
dapat mengembangkan keterampilan proses menarik kesimpulan.
Dari uraian di atas terlihat bahwa model pembelajaran problem solving sangat
mendukung siswa untuk mengembangkan keterampilan proses sains yang
dimi-likinya terutama keterampilan mengelompokkan dan menarik kesimpulan
(inferensi) yang sangat relevan dengan langkah ketiga dan langkah kelima model
G. Anggapan Dasar
Anggapan dasar dalam penelitian ini adalah:
1. Siswa kelas XI IPA4 semester genap SMA Negeri 3 Bandar Lampung tahun
pelajaran 2012/2013 yang menjadi subyek penelitian mempunyai kemampuan
akademik yang berbeda.
2. Perbedaan keterampilan mengelompokan dan inferensi siswa dapat
disebab-kan oleh respon yang dilakudisebab-kan dari masing-masing siswa.
H. Hipotesis Umum
Hipotesis umum dalam penelitian ini adalah semakin tinggi tingkat kemampuan
kognitif siswa, maka akan semakin tinggi pula kemampuan siswa dalam
III. METODOLOGI PENELITIAN
A. Subyek Penelitian
Subjek penelitian ini adalah siswa kelas XIA 4 SMA Negeri 3 Bandar Lampung
tahun ajaran 2012/2013 dengan jumlah 29 siswa. Siswa dikelompokkan
berdasar-kan kemampuan kognitifnya ke dalam tiga kelompok yaitu tinggi, sedang, dan
rendah. Penentuan kelompok ini berdasarkan hasil ulangan mata pelajaran kimia
yang telah dilakukan sebelumnya.
B. Data Penelitian
Data yang digunakan dalam penelitian ini adalah berupa data kuantitatif yaitu
berupa data nilai pretest materi Ksp, data nilai posttest sistem koloid berdasarkan
indikator yang harus dicapai, data keterlaksanaan proses pembelajaran koloid
dengan menggunakan model pembelajaran problem solving, dan data lembar
observasi (kinerja guru, dan aktivitas siswa).
C. Metode dan Desain Penelitian
Metode penelitian yang digunakan yaitu metode pre-eksperimen dengan desain
hanya diberi suatu perlakuan kemudian diobservasi. Menurut Creswell (1997),
penelitian dengan desain ini digambarkan sebagai berikut ini:
Keterangan: X = Perlakuan yang diberikan
= Nilai Postes (Sesudah perlakuan)
D. Instrumen Penelitian
Instrumen adalah alat yang berfungsi untuk mempermudah pelaksanaan sesuatu.
Instrumen pengumpulan data merupakan alat yang digunakan oleh pengumpul
data untuk melaksanakan tugasnya mengumpulkan data (Arikunto, 2004).
Instrumen yang digunakan dalam penelitian ini adalah:
1. Silabus dan Rencana Pelaksanaan Pembelajaran (RPP) materi Koloid
2. Lembar Kerja Siswa
LKS yang digunakan pada penelitian ini terdiri dari lima LKS, yaitu LKS 1
mengenai definisi sistem koloid serta penerapannya dalam kehidupan sehari-hari
melalui percobaan, LKS 2 mengenai konsep sifat-sifat sistem koloid dan
aplikasinya dalam kehidupan sehari-hari, LKS 3 mengenai jenis-jenis sistem
kolod yang terbagi menjadi 8 jenis dengan contoh-contoh yang ada dalam
kehidupan sehari-hari melalui percobaan, LKS 4 menggenai sifat-sifat dari sistem
koloid melalui video animasi, LKS 5 mengenai cara pembuatan sistem koloid dan
penerapannya dalam kehidupan sehari-hari. LKS ini digunakan untuk memandu
siswa dalam melaksanakan kegiatan model pembelajaran problem solving, serta
3. Tes tertulis.
Tes tertulis yang digunakan pada penelitian ini berupa soal essay berjumlah 6
soal. Soal essay yang dibuat digunakan untuk mengetahui keterampilan
mengelompokkan dan inferensi siswa pada materi pembelajaran koloid melalui
penerapan model pembelajaran problem solving.
1. Lembar observasi
Lembar observasi terdiri dari lembar aktivitas siswa dan lembar kinerja guru
pada proses pembelajaran. Pengisian lembar observasi dilakukan dengan cara
memberikan check list pada kolom yang telah disediakan.
2. Kuesioner (Angket)
Kuesioner yang digunakan berupa kuesioner tertutup. Pada penelitian ini,
kue-sioner diberikan kepada siswa secara langsung yang berjumlah 7 pertanyaan
untuk memperoleh informasi mengenai keterlaksanaan proses pembelajaran
yang menerapkan model pembelajaran problem solving. Dalam kuesioner ini,
jawaban pertanyaan yang disediakan untuk semua pertanyaan adalah “ Ya atau
Tidak”.
E. Validitas instrumen penelitian
Suatu instrumen dikatakan valid apabila mampu mengukur apa yang diinginkan
dan dapat mengungkap data dari variabel yang diteliti secara tepat. Untuk itu,
perlu dilakukan pengujian terhadap instrumen yang akan digunakan. Pengujian
instrumen penelitian ini menggunakan validitas isi. Adapun pengujian validitas
isi ini dilakukan dengan cara judgment. Dalam hal ini pengujian dilakukan
indikator berbasis keterampilan proses sains, kisi-kisi soal dengan butir-butir
pertanyaan posttest. Bila antara unsur-unsur itu terdapat kesesuaian, maka
instrumen dianggap valid dan dapat digunakan untuk mengumpulkan data sesuai
kepentingan penelitian yang bersangkutan.
Dalam mekanisme kerjanya, cara judgment memerlukan ketelitian dan keahlian
penilai. Untuk itu peneliti meminta ahli untuk melakukannya. Dalam hal ini
peneliti meminta bantuan Ibu Dra. Ila Rosilawati, M.Si dan Dr.Ratu Beta
Rudibyani, M.Si sebagai dosen pembimbing penelitian.
F. Prosedur Pelaksanaan Penelitian
Adapun prosedur penelitian yang dilakukan dalam penelitian ini adalah:
1. Observasi pendahuluan
Pelaksanaan observasi sebelum dilakukan penelitian, yaitu :
a. Melakukan observasi ke sekolah yang ditentukan untuk pelaksanaan penelitian
dengan tujuan untuk mendapatkan informasi mengenai data siswa, karakteristik
siswa, metode pembelajaran yang diterapkan guru bidang studi kimia dalam
mengajar, dan sarana pendukung pelaksanaan penelitian.
b. Meminta bantuan guru bidang studi untuk menentukan kelas yang digunakan
sebagai subyek utama penelitian, dimana penentuan didasarkan dengan
karakteriktik siswa dan pertimbangan guru bidang studi kimia.
2. Pelaksanaan penelitian
a. Tahap persiapan
1) Menyusun instrumen penelitian yang akan digunakan selama proses penelitian.
2) Meminta data nama dan nilai siswa pada materi sebelumnya untuk
mengelom-pokkan siswa kedalam kelompok tinggi, sedang, dan rendah.
b. Tahap pelaksanaan proses pembelajaran
1) Pelaksanaan penelitian yang dilakukan dikelas XI IPA4 yang menjadi subyek
penelitian melalui penerapan model pembelajaran, yaitu dengan model
pembelajaran problem solving
2) Memberikan tes tertulis berupa posttest.
3) Memberikan angket kepada siswa setelah pembelajaran mengenai materi yang
diajarkan, yaitu materi koloid.
c. Tahap Akhir
1) Menganalisis jawaban tes tertulis berupa posttest siswa dan jawaban angket
untuk memperoleh informasi mengenai keterampilan mengelompokkan dan
inferensi siswa.
2) Melakukan pembahasan terhadap hasil penelitian yang diperoleh setelah
menganalisis.
3) Tahap penarikan kesimpulan.
Prosedur pelaksanaan penelitian tersebut dapat digambarkan dalam bentuk bagan
Gambar 1. Bagan Alur pelaksanaan Penelitian
G. Teknik Pengelompokan Siswa
a. Membuat daftar distribudi frekuensi
a. Menentukan rentang kelas (R)
b. Menentukan banyak kelas (k)
Tahap persiapan
Tahap Pelaksanaan
Tahap Akhir
Pembuatan Instrumen Penelitian
Validasi Instrumen Penelitian
Pengolahan Data
Analisis Data
Hasil dan Pembahasan
Kesimpulan
posttest
Angket
Pembelajaran dengan Problem Solving
Perbaikan Perbaikan
R = Data nilai terbesar – Data
Dimana n = banyaknya siswa
c. Menghitung panjang kelas (p)
P = ( )
( )
d. Menentukan ujung bawah kelas interval pertama
b. Menghitung nilai rata-rata siswa dengan menggunakan persamaan:
= ��� �
Keterangan : = Nilai rata-rata siswa
∑ fi.xi = Jumlah frekuensi dikalikan dengan nilai siswa
∑ � = Jumlah frekuensi
c. Menghitung standar deviasi
� = ���
2
−( ���)2
Keterangan : SD = Standar Deviasi
Fxi2 = Jumlah semua frekuensi dikalikan dengan kuadrat nilai
n = Jumlah subyek
d. Mengelompokkan siswa berdasarkan kriteria pengelompokan menurut
[image:40.595.210.433.604.666.2]Sudijono (2008).
Tabel 2. Kriteria pengelompokan siswa
Kriteria pengelompokan Kriteria
Nilai ≥ mean + SD Tinggi Mean –SD ≤ nilai < mean + SD Sedang Nilai < mean – SD Rendah
e. Berdasarkan perhitungan dari poin 1 sampai 4, diperoleh hasil perhitungan
Tabel 3. Pengelompokkan kognitif siswa
Kriteria pengelompokkan Kriteria Kelompok Jumlah
Siswa
Nilai ≥ mean + SD Nilai ≥ 72,6 Tinggi 5 Mean –SD ≤ nilai < mean + SD 63,9 ≤ nilai < 72, 6 Sedang 18
Nilai < mean – SD Nilai < 63,9 Rendah 6
H. Teknik Analisis Data
Data yang diperoleh berupa data ulangan harian pada materi kelarutan dan hasil
kali kelarutan , tes tertulis keterampilan proses sains dan kuesioner (angket).
Data-data tersebut kemudian diolah lebih lanjut. Langkah-langkah yang dilakukan
dalam mengolah data hasil penelitian adalah sebagai berikut:
Langkah-langkah yang dilakukan dalam mengolah data hasil penelitian adalah
sebagai berikut:
1. Tes tertulis
a. Memberi skor pada setiap jawaban siswa pada tes tertulis berbentuk pilihan
jamak dan uraian berdasarkan pedoman jawaban yang telah dibuat.
b. Mengelompokkan skor yang didapat setiap siswa sesuai dengan indikator
keterampilan mengelompokkan dan inferensi.
c. Menjumlahkan skor yang didapat setiap siswa sesuai dengan indikator
kete-rampilan mengelompokkan dan inferensi.
d. Mengubah skor menjadi nilai, dengan menggunakan persamaan:
� � = �
e. Menghitung rata-rata nilai siswa pada setiap kelompok tinggi, sedang, dan
rendah untuk keterampilan mengelompokkan dan inferensi dengan
menggunakan persamaan:
− � � � = � � � � � �
� � � �
f. Menentukan kriteria kemampuan siswa pada keterampilan
[image:42.595.241.386.298.400.2]mengelompokkan dan inferensi siswa berdasarkan Tabel 4.
Tabel 4. Kriteria tingkat kemampuan siswa
Nilai Kriteria
81-100 61-80 41-60 21-40 0-20
Sangat baik Baik Cukup Kurang Kurang sekali (Arikunto, 2010)
g. Menentukan kriteria nilai rata-rata siswa pada keterampilan
mengelompokkan dan Inferensi untuk kelompok tinggi, sedang, dan rendah
berdasarkan Tabel 3.
h. Menentukan jumlah siswa pada kelompok tinggi, sedang dan rendah untuk
setiap tingkat kemampuan.
i. Menentukan persentase siswa pada kelompok tinggi, sedang dan rendah
untuk setiap tingkat kemampuan untuk menggunakan rumus di bawah ini:
% �= 100%
Keterangan : % = Persentase siswa
A = Siswa setiap tingkat kemampuan masing-masing
kelompok
2. Pengolahan data kuesioner
Analisis data kuesioner dilakukan dengan cara berikut:
a. Memberikan skor untuk setiap nomor sesuai kriteria berikut ini:
1) Pilihan jawaban “Ya” diberi skor 1
2) Pilihan jawaban “Tidak” diberi skor 0
b. Menjumlahkan skor yang diperoleh dari jawaban seluruh siswa pada setiap
pertanyaan
c. Menentukan persentase jawaban dari skor yang didapat pada setiap
pertanyaan dengan menggunakan persamaan menurut Sudjana (2002)
%�� = 100%
Keterangan:
%Xin = Persentase jawaban angket-i ∑S = Jumlah skor jawaban
Smaks = Skor maksimum yang diharapkan
d. Menafsirkan persentase angket secara keseluruhan dengan menggunakan
[image:43.595.156.412.611.730.2]tafsiran Koentjaraningrat (1990).
Tabel 7. Hubungan antara presentase dengan tafsiran
Presentase Tafsiran
0% Tidak ada
1%-25% Sebagian kecil
26%-49% Hamper separuhnya
50% Separuhnya
51%-75% Sebagian besar
76%-99% Hamper seluruhnya
100% Seluruhnya
V. SIMPULAN DAN SARAN
A. Simpulan
Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan, maka dapat disimpulkan bahwa:
1. Keterampilan mengelompokkan pada kelompok tinggi seluruhnya berkriteria
sangat baik dengan persentase siswa sebanyak 100%. Pada kelompok
sedang, 50% siswa memiliki kriteria sangat baik , 38,89% siswa berkriteria
baik dan 11,11% siswa yang bekriteria cukup. Pada kelompok rendah,
33,33% siswa memiliki kriteria sangat baik, 50% siswa berkriteria baik dan
16,67% siswa berkriteria cukup.
2. Keterampilan inferensi pada kelompok tinggi seluruhnya memliki kriteria
yang sangat baik dengan persentase siswa sebanyak 100%. Pada kelompok
sedang 44,44% siswa yang memiliki kriteria yang sangat baik, 10,34% siswa
yang memiliki kriteria baik dan 16,7% siswa yang memiliki kriteria cukup.
Pada kelompok rendah dengan presentase yang sama yaitu 38,89% siswa
B. Saran
Berdasarkan penelitian yang telah dilakukan, maka disarankan bahwa :
1. Bagi calon peneliti lain yang tertarik untuk melakukan penerapan model
pembelajaran problem solving, diharapakan agar memberikan penjelasan
singkat mengenai tahapan-tahapan model pembelajaran sebelum pembelajaran
dimulai agar siswa-siswa yang diberikan pengajaran tidak merasa bingung
dalam proses pembelajaran.
2. Calon peneliti harus lebih memperhatikan pengelolaan waktu dan memiliki
kemampuan untuk membimbing siswa yang hiperaktif agar pembelajaran
Arends, R. I. 2008.Learning to teach. Singapure: Me Graw-Hill book Company.
Arikunto, S. 2004.Penilaian program pendidikan. Bina Aksara. Jakarta.
. 2010.Prosedur Penelitian Suatu Pendekatan Praktik. PT. Rineka Cipta.
Jakarta.
Basori, H. MODEL Kegiatan Laboraturium Berbasis Problem Solving pada Pembelajaran Konsep Cahaya untuk Mengembangkan Keterampilan
Proses Sains.Jurnal Penelitian Pendidikan IPA Volum 5, Nomer 3,3
November 2011.SPs-UPI Bandung. Bandung.
Badan Standar Nasional Pendidikan. 2006. Panduan penyusunan Kurikulum
Tingkat Satuan Pendidikan Jenjang Pendidikan Dasar dan Menengah. BSNP. Jakata.
Conny Semiawan. 1997.Prespektif Pendidikan Anak Berbakat. Jakarta:Grasindo.
Creswell, J. W. 1997. Research Design Qualitative Approaches.
United State Of Amerika: Astrid Virding.
Dahar, R. W. 1986.Teori-Teori Belajar. Erlangga. Jakarta.
Depdiknas. 2008.Rambu-Rambu Pengakuan Pengalaman Kerja dan Hasil
Belajar (PPKHB). Depdiknas. Jakarta.
Esler, W. k. dan Esler, M. K. 1996.Teaching Elementari Science. California Wadsworth.
Gabel D. L,. Sherwood R. D. and Enochs L., (1994), Problem-solving skills of High school chemistry student,J. Res. Sci. Teach.,21, 221-223.
Geby Dwiyanti, (2003), Analisis Keterampilan Proses Sains SMU Kelas III pada
Pembelajaran Kesadaran Air Larutan Penyangga dengan metode Praktikum Skala Mikro, Laporan Penelitian, DUE like, FPMIPA UPI.
Hariwibowo, K., R. Febrianto , A. Rengganis, dan Hera. Makalah
Pembelajaran-Proses: Pendidikan Keterampilan Proses. [online]
Sriwijaya. Palembang.Proceeding of The First International Seminar on Science Education. ISBN: 979-25-0599-7
Hidayanti, M. 2006. ModelProblem Solving Untuk Meningkatkan Hasil Belajar
Kalor dan Perpindahan Pada Siswa MTsN 1 Tanjung Karang. ( Skripsi). Tidak diterbitkan.
Koentjaningrat. 1990.Metode-Metode Penelitian Masyarakat. Gramedia.
Jakarta.
Lidiawati. 2011.Efektivitas Model PembelajaranProblemSolvingDalam
Meningkatkan Keterampilan Mengkomunikasikan dan Penguasaan Konsep Koloid. (Skripsi). Tidak diterbitkan.
Nasution. 2000.Berbagai Pendekatan dalam Proses Belajar Mengajar. Jakarta.
Bumi Aksara.
Panen, P., D. Mustafa, dan M. Sekarwinahyu. 2001.Konstruktivisme dalam
Pembelajaran. Dikti. Jakarta.
Puspitasari, D. Y. 2010. Pengaruh Pembelajaran Kontekstual terhadap Hasil Belajar Kimia pada Konsep Sistem Koploid. Skripsi. UIN Syarief
Hidayatullah. Jakarta.
Purba, M. 2006.Kimia Sajarn ProbMA Kelas XI. Erlangga. Jakarta.
Saputra, A. 2012. Efektivitas Model PembelajaranProblem Solving pada Materi
Pokok Keseimbangan Kimia dalam Meningkatkan Kemampuan Berpikir Krisis Siswa. Skripsi. Universitas Lampung. Bandar Lampung.
Sudbudhy, Endang R dan I M Nuryata. 2010.Pembelajarn Masa Kini
Sekarmita. Jakarta.
Sudjana. 2005. Metoda Statistika. Tarsito. Bandung .
Sudijono, A. 2008.Pengantar Evaluasi Pendidikan. PT. Raja Grafindo Persada.
Jakarta.
Suparno , P. 1997.Filfasat Konstruktivisme dalam Pendidikan. Kanisius.
Yogyakarta.
Tanrere, M. 2008.Enviromental Problem Solving in Learning Chemistry for High