• Tidak ada hasil yang ditemukan

ANALISIS KETERAMPILAN MEMBERIKAN PENJELASAN SEDERHANA PADA MATERI KOLOID MENGGUNAKAN MODEL PEMBELAJARAN PROBLEM SOLVING

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "ANALISIS KETERAMPILAN MEMBERIKAN PENJELASAN SEDERHANA PADA MATERI KOLOID MENGGUNAKAN MODEL PEMBELAJARAN PROBLEM SOLVING"

Copied!
49
0
0

Teks penuh

(1)

ANALISIS KETERAMPILAN MEMBERIKAN PENJELASAN SEDERHANA PADA MATERI KOLOID MENGGUNAKAN MODEL

PEMBELAJARAN PROBLEM SOLVING

Oleh

RIESTANIA FARADILLA

Skripsi

Sebagai Salah Satu Syarat untuk Mencapai Gelar SARJANA PENDIDIKAN

Pada

Program Studi Pendidikan Kimia

Jurusan Pendidikan Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam

FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN UNIVERSITAS LAMPUNG

(2)

ABSTRAK

ANALISIS KETERAMPILAN MEMBERIKAN PENJELASAN SEDERHANA PADA MATERI KOLOID MENGGUNAKAN MODEL

PEMBELAJARAN PROBLEM SOLVING

Oleh

RIESTANIA FARADILLA

Penelitian ini bertujuan untuk mendeskripsikan kemampuan menjawab pertanyaan apa alasan utama anda dan mengapa pada materi koloid menggunakan model pembelajaran problem solving untuk siswa berkemampuan kognitif tinggi, sedang

dan rendah. Subyek penelitian adalah siswa kelas XI IPA5 SMA Negeri 1 Natar

Kabupaten Lampung Selatan tahun ajaran 2012/2013. Metode yang digunakan

pre-eksperimental dengan desain one shot case study. Analisis data menggunakan analisis deskriptif.

Berdasarkan hasil analisis data, dapat ditarik kesimpulan bahwa kemampuan

men-jawab pertanyaan apa alasan utama, untuk kelompok tinggi 60% berkriteria sangat baik, dan 40% berkriteria baik; kelompok sedang 15% berkriteria sangat baik, 40% berkriteria baik, dan 45% berkriteria cukup; kelompok rendah 10%

(3)

Riestania Faradilla

45% berkriteria baik, dan 40% berkriteria cukup; kelompok rendah 40%

ber-kriteria cukup dan 60% berber-kriteria rendah.

(4)
(5)
(6)
(7)

DAFTAR ISI

Halaman

DAFTAR TABEL ... viii

DAFTAR GAMBAR ... ix

I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian ... 1

B. Rumusan Masalah... 4

C. Tujuan Penelitian ... 4

D. Manfaat Penelitian ... 4

E. Ruang Lingkup Penelitian ... 5

II. TINJAUAN PUSTAKA A. Pendekatan Konstruktivisme ... 6

B. Pembelajaran Problem Solving ... 7

C. Keterampilan Berpikir Kritis ... 9

D. Kemampuan Kognitif ... 17

E. Analisis Konsep Koloid ... 18

F. Kerangka Pemikiran ... 24

G. Anggapan Dasar ... 26

H. Hipotesis ... 26

(8)

vi

C. Sumber Data ... 27

D. Instrumen Penelitian ... 28

E. Validitas Instrumen Penelitian... 29

F. Prosedur Pelaksanaan Penelitian ... 29

G. Teknik Pengelompokkan ... 31

H. Analisis Data... 33

1. Pengolahan skor tes tertulis ... 33

2. Pengolahan skor jawaban siswa yang diperoleh dari angket ... 35

IV. HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN A. Hasil Penelitian ... 36

B. Pembahasan ... 39

1. Pembelajaran koloid menggunakan model problem solving ... 40

2. Kemampuan menjawab pertanyaan apa alasan utama anda ... 45

3. Kemampuan menjawab pertanyaan mengapa ... 46

4. Kendala selama penelitian ... 48

V. SIMPULAN DAN SARAN A. Simpulan ... 49

B. Saran ... 49

DAFTAR PUSTAKA LAMPIRAN 1. Pemetaan SK dan KD... 54

2. Silabus ... 58

3. RPP ... 66

4. Lembar Kerja Siswa ... 94

5. Soal Pretes ... 122

6. Jawaban Pretes ... 123

7. Kisi-Kisi Soal Postes ... 125

8. Soal Postes ... 129

9. Rubrik Penskoran Postes ... 131

(9)

vii

11.Data Kuesioner ... 135

12.Penentuan Kelompok Kognitif Siswa Berdasarkan Nilai Pretest Mengenai Materi Hasil Kali Kelarutan ... 137

13.Hasil Tes Tertulis Berbasis Keterampilam Berpikir Kritis ... 139

14.Penentuan Kriteria Tingkat Kemampuan Siswa ... 141

15.Lembar Observasi Guru Mengajar ... 143

16.Lembar Observasi Aktivitas Siswa ... 153

17.Surat Penelitian Pendahuluan ... 163

18.Surat Izin Penelitian ... 164

19.Surat Keterangan Melaksanakan Penelitian ... 165

20.Daftar Hadir Seminar Usul ... 166

(10)

I.PENDAHULUAN

A.Latar Belakang Penelitian

Ilmu kimia merupakan cabang dari IPA. Dalam BSNP (2006) disebutkan dua hal

yang tidak terpisahkan dari ilmu kimia, yaitu kimia sebagai produk temuan ilmuan yang berupa fakta, konsep, prinsip, hukum, dan teori; serta kimia sebagai proses

yang berupa kerja ilmiah. Kerja ilmiah dalam pembelajaran kimia dapat me-numbuhkan kecakapan hidup seperti, keterampilan berpikir, bekerja, dan bersikap ilmiah, serta berkomunikasi.

Pada dasarnya siswa sering menjumpai permasalahan dalam keseharian. Per-masalahan yang makin kompleks pada era globalisasi ini tentu menuntut ke-terampilan siswa dalam berpikir terutama keke-terampilan berpikir kritis.

Ke-terampilan ini dapat dibentuk melalui proses dalam ilmu kimia. Melatihkan ke-terampilan berpikir kritis dapat dilakukan melalui pemberian stimulus yang

me-nuntut seseorang untuk berpikir kritis. Sekolah, lebih khususnya guru memiliki tanggung jawab untuk mengembangkan keterampilan berpikir kritis siswanya. (Wahyuni, 2011).

Hasil observasi dan wawancara dengan guru bidang study di SMA Negeri 1 Natar

(11)

2

siswanya, sehingga belum diketahui seberapa jauh keterampilan berpikir kritis

siswa. Salah satu keterampilan berpikir kritis adalah keterampilan memberikan penjelasan sederhana. Materi kimia di SMA/MA yang mampu melatihkan ke-terampilan ini adalah koloid. Standar Kompetensi dari materi koloid adalah

men-jelaskan sistem dan sifat koloid serta penerapannya dalam kehidupan sehari-hari. Berdasarkan SK ini siswa akan dilatihkan untuk memberikan penjelasan sederhana

dari pertanyaan-pertanyaan yang diberikan oleh guru misalnya, mengapa partikel debu dapat menghamburkan cahaya, mengapa adsorpsi terjadi di permukaan

koloid, dll.

Penelitian oleh Purlistyani (2012) yang berjudul “Keterampilan Berpikir Kritis Siswa Kelas XI Pada Pembelajaran Sifat-Sifat Koloid dengan Metode Discovery-Inquiry”, didapatkan pencapaian siswa pada keterampilan memberikan penjelasan sederhana untuk kelompok tinggi tergolong baik (62,7%) serta kelompok sedang dan rendah tergolong cukup (57,0% dan 48,6%). Penelitian ini membuktikan bahwa pembelajaran koloid dapat melatihkan keterampilan memberikan pen-jelasan sederhana.

(12)

memberikan penjelasan sederhana tergolong dalam kriteria baik (71,9%). Hal ini membuktikan dengan menggunakan model pembelajaran problem solving dapat meningkatkan kemampuan siswa dalam memberikan penjelasan sederhana.

Depdiknas menjabarkan langkah-langkah model pembelajaran problem solving

terdiri dari; orientasi siswa pada masalah, mencari data atau keterangan yang da-pat digunakan untuk memecahkan masalah, menetapkan jawaban sementara dari

masalah tersebut, menguji kebenaran jawaban sementara tersebut, serta menarik kesimpulan. Melalui langkah-langkah ini siswa akan berpikir untuk menyelesai-kan masalah yang diberimenyelesai-kan oleh guru (Nessinta, 2009).

Berdasarkan kemampuan kognitifnya Nasution (2000) mengelompokkan siswa menjadi tiga, yaitu; kemampuan kognitif tinggi, sedang, dan rendah. Gustini menjelaskan bahwa kemampuan kognitif merupakan salah satu faktor yang ber-pengaruh terhadap prestasi belajar siswa. Siswa berkemampuan kognitif tinggi, cenderung memiliki keterampilan berpikir kritis yang tinggi dibandingkan ke-mampuan kognitif sedang dan rendah. Hal ini membuktikan adanya hubungan antara kemampuan kognitif siswa dengan keterampilan berpikir kritisnya (Setiowati, 2013).

Berdasarkan hal-hal yang telah diuraikan, maka dilakukanlah penelitian pada siswa kelas XI IPA5 SMA Negeri 1 Natar dengan judul : “Analisis Kemampuan

(13)

4

B.Rumusan Masalah

Berdasarkan uraian latar belakang di atas, masalah pokok pada penelitian ini

adalah :

1. Bagaimanakah kemampuan siswa SMA Negeri 1 Natar kelas XI IPA5 dalam

menjawab pertanyaan apa alasan utama anda, pada materi koloid mengguna-kan model pembelajaran problem solving untuk siswa kelompok tinggi, sedang dan rendah?

2. Bagaimanakah kemampuan siswa SMA Negeri 1 Natar kelas XI IPA5 dalam

menjawab mengapa, pada materi koloid menggunakan model pembelajaran

problem solving untuk siswa kelompok tinggi, sedang dan rendah?

C.Tujuan Penelitian

Berdasarkan rumusan masalah yang telah dipaparkan, secara umum penelitian ini bertujuan untuk mendeskripsikan tingkat kemampuan menjawab pertanyaan apa alasan utama anda dan mengapa pada materi koloid menggunakan model

pem-belajaran problem solving untuk siswa kelompok tinggi, sedang dan rendah.

D.Manfaat Penelitian

Penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat sebagai berikut: 1. Memberikan infomasi kepada guru kimia SMA Negeri 1 Natar mengenai

tingkat keterampilan siswa dalam memberikan penjelasan sederhana.

(14)

3. Sebagai bahan untuk penelitian lebih lanjut mengenai analisis keterampilan

memberikan penjelasan sederhana.

E.Ruang Lingkup Penelitian

Agar permasalahan yang telah dipaparkan dalam penelitian ini menjadi terarah dan menghindari kajian penelitian yang meluas, maka ruang lingkup masalah yang diteliti yaitu:

1. Analisis adalah penyelidikan dan penguraian terhadap suatu permasalahan (Tim Penyusun kamus, 2006).

2. Keterampilan memberikan penjelasan sederhana merupakan salah satu ke-terampilan berpikir kritis, sub keke-terampilan yang diteliti adalah bertanya dan menjawab pertanyaan mengapa yang berfokus pada indikator menjawab

per-tanyaan apa alasan utama anda dan menjawab perper-tanyaan mengapa.

3. Langkah-langkah dalam model pembelajaran problem solving dijabarkan oleh

Depdiknas terdiri dari; mengorientasikan siswa pada masalah, mencari data atau keterangan yang dapat digunakan untuk memecahkan masalah, menetap-kan jawaban sementara dari masalah tersebut, menguji kebenaran jawaban

sementara tersebut, dan menarik kesimpulan (Nessinta, 2009).

4. Kelompok tinggi, sedang dan rendah merupakan kelompok siswa

(15)

II. TINJAUAN PUSTAKA

A. Pembelajaran Konstruktivisme

Menurut Von Glasersfeld konstruktivisme adalah salah satu filsafat pengetahuan

yang menekankan bahwa pengetahuan kita adalah konstruksi (bentukan) kita sendiri. Pengetahuan bukanlah suatu imitasi dari kenyataan (realitas). Von

Glasersfeld menegaskan bahwa pengetahuan bukanlah suatu tiruan dari kenyata-an. Pengetahuan bukanlah gambaran dari dunia kenyataan yang ada. Tetapi pe-ngetahuan selalu merupakan akibat dari suatu konstruksi kognitif kenyataan

me-lalui kegiatan seseorang (Sardiman, 2007).

Secara sederhana konstruktivisme merupakan konstruksi dari kita yang

menge-tahui sesuatu. Pengetahuan itu bukanlah suatu fakta yang tinggal ditemukan, me-lainkan suatu perumusan yang diciptakan orang yang sedang mempelajarinya. Bettencourt menyimpulkan bahwa konstruktivisme tidak bertujuan mengerti

hakikat realitas, tetapi lebih hendak melihat bagaimana proses kita menjadi tahu tentang sesuatu. (Suparno, 1997)

Menurut Sagala (2010), konstruktivisme merupakan landasan berfikir (filosofi) pendekatan kontekstual, yaitu pengetahuan dibangun sedikit demi sedikit, yang hasilnya diperluas melalui konteks yang terbatas (sempit) dan tidak dengan

(16)

untuk diambil dan diingat. Tetapi manusia harus mengkonstruksi pengetahuan itu

dan memberi makna melalui pengalaman nyata. Siswa perlu dibiasakan untuk memecahkan masalah, menemukan sesuatu yang berguna bagi dirinya, dan ber-gelut dengan ide-ide, yaitu siswa harus mengkonstruksikan pengetahuan dibenak

mereka sendiri. Landasan berfikir konstruktivisme adalah lebih menekankan pada strategi memperoleh dan mengingat pengetahuan.

Prinsip-prinsip konstruktivisme menurut Suparno (1997), antara lain:

1. Pengetahuan dibangun oleh siswa secara aktif; 2. Tekanan dalam proses belajar terletak pada siswa; 3. Mengajar adalah membantu siswa belajar;

4. Tekanan dalam proses belajar lebih pada proses bukan pada hasil akhir;

5. Kurikulum menekankan partisipasi siswa, dan; 6. Guru adalah fasilitator.

B. Pembelajaran Problem Solving

Salah satu pembelajaran konstruktivisme adalah pembelajaran dengan mengguna-kan model problem solving. Problem solving adalah pembelajaran yang menuntut siswa belajar untuk memecahkan masalah baik secara individu maupun kelompok.

Oleh karena itu dalam pembelajaran siswa harus aktif agar dapat memecahkan masalah yang diberikan oleh guru. Masalah pada hakikatnya merupakan bagian

dalam kehidupan manusia. Masalah yang sederhana dapat dijawab melalui proses berpikir yang sederhana, sedangkan masalah yang rumit memerlukan langkah-langkah pemecahan yang rumit pula. Masalah pada hakikatnya adalah suatu

(17)

8

sistematis. Ini berarti, pemecahan suatu masalah menuntut kemampuan tertentu

pada diri individu yang hendak memecahkan masalah tersebut.

Menurut Nasution (2000) mempelajari aturan perlu, terutama untuk memecahkan masalah. Problem solving merupakan perluasan yang wajar dari belajar aturan. Problem solving prosesnya terletak dalam diri siswa. Memecahkan masalah dapat

dipandang sebagai proses dimana siswa menemukan kombinasi aturan-aturan yang telah dipelajarinya lebih dahulu yang digunakan untuk memecahkan masalah

yang baru. Namun memecahkan masalah tidak sekedar menerapkan aturan-aturan yang diketahui, akan tetapi juga menghasilkan pelajaran baru.

Pemecahan masalah adalah suatu proses mental dan intelektual dalam

menemu-kan suatu masalah dan memecahmenemu-kannya berdasarmenemu-kan data dan informasi yang akurat, sehingga dapat diambil kesimpulan yang tepat dan cermat. Proses

pe-mecahan masalah memberikan kesempatan peserta didik berperan aktif dalam mempelajari, mencari, dan menemukan sendiri informasi untuk diolah menjadi konsep, prinsip, teori, atau kesimpulan. Dengan kata lain, pemecahan masalah

menuntut kemampuan memproses informasi untuk membuat keputusan tertentu (Hidayati, 2006).

Langkah-langkah pembelajaran problem solving dijabarkan Depdiknas (Nessinta,

2009), yaitu meliputi :

1. Ada masalah yang jelas untuk dipecahkan;

(18)

3. Menetapkan jawaban sementara dari masalah tersebut. Dugaan jawaban ini tentu saja didasarkan kepada data yang telah diperoleh, pada langkah kedua di atas;

4. Menguji kebenaran jawaban sementara tersebut. Dalam langkah ini siswa harus berusaha memecahkan masalah sehingga betul-betul yakin bahwa jawaban tersebut itu betul-betul cocok. Apakah sesuai dengan jawaban sementara atau sama sekali tidak sesuai. Untuk menguji ke-benaran jawaban ini tentu saja diperlukan metode metode lainnya seperti demonstrasi, tugas, diskusi, dan lain-lain;

5. Menarik kesimpulan. Artinya siswa harus sampai kepada kesimpulan terakhir tentang jawaban dari masalah tadi.

Kelebihan dari pembelajaran problem solving menurut Djamarah dan Zain (2002)

adalah sebagai berikut :

1. Membuat pendidikan di sekolah menjadi lebih relevan dengan ke-hidupan.

2. Membiasakan siswa menghadapi dan memecahkan masalah secara terampil.

3. Model pembelajaran ini merangsang pengembangan kemampuan berpikir siswa secara kreatif dan menyeluruh, karena dalam proses belajarnya siswa banyak menyoroti permasalahan dari berbagai segi dalam rangka mencari pemecahannya.

C. Keterampilan Berpikir Kritis

(19)

mem-10

berikan berbagai kemungkinan-kemungkinan dan mencari jawaban-jawaban yang lebih benar. (Mustaji, tanpa tahun)

Menurut Depdiknas (2008), berpikir adalah menggunakan akal budi untuk mem-pertimbangkan dan memutuskan sesuatu atau menimbang-nimbang dalam ingat-an, sedangkan kritis diartikan sebagai sifat tidak percaya, bersifat selalu menemu-kan kesalahan atau kekeliruan, tajam dalam penganalisaan. Jadi, berpikir kritis dapat diartikan sebagai berpikir yang membutuhkan kecermatan dalam membuat keputusan.

(20)

Ertanti menyatakan bahwa seseorang dapat dikatakan telah berpikir kritis apabila

telah mampu untuk menyelesaikan masalah, membuat keputusan dan belajar konsep-konsep baru melalui kemampuan bernalar dan berpikir reflektif berdasar-kan sesuatu yang diyakini sebagai sesuatu yang benar sehingga dapat membuat

kesimpulan terbaik (Aeniah, 2012).

Terdapat enam komponen atau unsur dari berpikir kritis menurut Ennis yang di-singkat menjadi FRISCO, seperti yang tertera pada Tabel 1.

Tabel 1. Unsur-unsur keterampilan berpikir kritis.

No Unsur Keterangan

1 Focus Memfokuskan pemikiran, menggambarkan poin-poin utama, isu, pertanyaan, ataupermasalahan. Hal-hal pokok dituangkan di dalam argumen dan pada akhirnya didapat kesimpulan dari suatu isu, pertanyaan, atau permasalahan tersebut.

2 Reasoning Ketika suatu argumen dibentuk, maka harus disertai dengan alasan (reasoning). Alasan dari argumen yang diajukan harus dapat mendukung kesimpulan dan pada akhirnya alasan tersebut dapat diterima sebelum membuat keputusan akhir.

3 Inference Ketika alasan yang telah dikemukakan benar, apakah hal ter-sebut dapat diterima dan dapat mendukung kesimpulan 4 Situation Ketika proses berpikir terjadi, hal tersebut dipengaruhi oleh

situasi atau keadaan baik (keadaan lingkungan, fisik, maupun sosial).

5 Clarity Ketika mengungkapkan suatu pikiran atau pendapat, diperlukan kejelasan untuk membuat orang lain memahami apa yang di-ungkapkan

6 Overview Suatu proses untuk meninjau kembali apa yang telah kita temukan, putuskan, pertimbangkan, pelajari, dan simpulkan.

(Saputra, 2012)

Moore dan Parker menyatakan bahwa berpikir kritis memiliki beberapa

karakteristik (Saputra, 2012), yaitu:

(21)

12

4. Menyadari apakah bukti itu terbatas atau luas.

5. Menunjukkan tipuan dan kekurangan dalam suatu argumentasi orang lain.

6. Menunjukkan analisis data atau informasi.

7. Menyadari kesalahan logika dalam suatu argumen.

8. Menggambarkan hubungan antara sumber-sumber data yang terpisah dan informasi.

9. Memperhatikan informasi yang bertentangan, tidak memadai atau ber-makna ganda.

10.Membangun argumen yang meyakinkan. 11.Memilih data penunjang yang paling kuat. 12.Menghindari kesimpulan yang berlebihan.

13.Mengidentifikasi celah-celah dalam bukti dan menyarankan pe-ngumpulan informasi tambahan.

14.Menyadari ketidakjelasan.

15.Mengusulkan pilihan lain dan mempertimbangkannya dalam peng-ambilan keputusan.

16.Mempertimbangkan semua pemangku kepentingan atau sebagiannya dalam pengambilan keputusan.

17.Menyatakan argumen dan kontek untuk apa argumen itu. 18.Menggunakan bukti secara benar.

19.Menyusun argumen secara logis dan kohesif.

20.Menghindari unsur-unsur luar dalam penyusunan argumen.

21.Menunjukkan bukti untuk mendukung argumen yang meyakinkan.

Tabel 2. Keterampilan berpikir kritis menurut Ennis.

Keterampilan berpikir kritis

Sub keterampilan

berpikir kritis Indikator

1. Memberikan penjelasan sederhana

1. Menfokuskan pertanyaan

a. Mengidentifikasi atau merumuskan pertanyaan b.Mengidentifikasi atau

merumuskan kriteria jawaban yang mungkin.

c. Menjaga pikiran terhadap situasi yang sedang dihadapi

2. Menganalisis argumen

a. Mengidentifikasi kesimpulan b.Mengidentifikasi alasan yang

dinyatakan

c. Mengidentifikasi alasan yang tidak dinyatakan

d.Mencari persamaan dan perbedaan

(22)

Tabel 2 (Lanjutan) Keterampilan berpikir kritis

Sub keterampilan

berpikir kritis Indikator

1. Memberikan penjelasan sederhana

2. Menganalisis argumen

f. Mencari struktur dari argumen

g. Meringkas 3. bertanya dan

menjawab pertanyaan klarifikasi dan pertanyaan yang menantang

a. bertanya dan menjawab pertanyaan mengapa? b.Apa alasan utama Anda? c. Apa yang Anda maksud

dengan...?

d.Apa yang menjadi contoh? e. Apa yang bukan menjadi

contoh?

f. Bagaimana mengaplikasikan ke kasus ini?

g. Apa yang menjadi perbedaan? h.Apa faktanya?

i. Apakah ini yang Anda katakan,...?

j. Apakah yang ingin Anda katakan lagi mengenai hal tersebut?

2. Membangun kemampuan dasar

4. Mempertimbangkan apakah sumber dapat dipercaya atau tidak

a. Keahlian

b.Mengurangi konflik yang menarik perhatian

c. Kesepakatan antarsumber d.Reputasi

e. Menggunakan prosedur yang ditetapkan

f. Mengetahui resiko

g. Kemampuan memberikan alasan

h.Kebiasaan berhati-hati 5. Mengobservasi dan

mempertimbangkan hasil observasi

a. Mengurangi menggunakan dugaan

b.Mempersingkat waktu antara observasi dengan laporan c. Laporan yang dilakukan oleh

pengamat

d.Mencatat hal-hal yang diperlukan.

e. Pembuktian

f. Kemungkinan dalam pembuktian

(23)

14

Tabel 2 (Lanjutan) Keterampilan berpikir kritis

Sub keterampilan

berpikir kritis Indikator

2. Membangun Kemampuan dasar

5. Mengobservasi dan mempertimbangkan hasil observasi

h. Kompeten dalam menggunakan teknologi i. Kepuasan pengamat atas

kredibilitas kriteria 3. Menyimpulkan 6. Mendeduksi dan

mempertimbangkan hasil deduksi

a. Kelas logika

b. Mengkondisikan logika c. Menginterpretsi suatu

pernyataan 1) Penyangkalan

2) Kondisi yang dibutuhkan dan secukupnya

3) Kata logika lainnya:

“hanya”,‎“jika‎dan‎hanya‎ jika”.‎“atau”,‎“beberapa”,‎ “kecuali”.‎“tidak‎

keduanya”,‎dll.

7. Menginduksi dan mempertimbangkan hasil induksi

a. Menggeneralisasi

1)Kekhasan dari sebuah data: batasan cakupan data 2)Pengambilan contoh 3)Tabel dan grafik

b.Menyimpulkan kesimpulan yang bersifat penjelasan dan hipotesis

1)Tipe-tipe kesimpulan yang bersifat menjelaskan dan hipotesis:

a) Pernyataan sebab akibat b) Menyatakan hal yang

dapat dipercaya dan sikap orang lain. c) Menginterpretasikan

maksud penulis d) Menyatakan secara

historikal tentang hal-hal yang terjadi

e) Melaporkan definisi f) Menyatakan sesuatu

yang merupakan alasan dan kesimpulan yang tidak tercantum. 2) Menginvestigasi

(24)

Tabel 2 (Lanjutan) Keterampilan berpikir kritis

Sub keterampilan

berpikir kritis Indikator

3. Menyimpulkan 7. Menginduksi dan mempertimbangkan hasil induksi

b) Mencari fakta dan fakta yang berlawanan

c) Mencari penjelasan yang mungkin 2)Kriteria memberikan

anggapan yang tepat. a) Mengemukakan

kesimpulan yang dapat menjelaskan fakta b) Mengemukakan

kesimpulan berdasarkan fakta

c) Alternatif kesimpulan yang tidak sesuai fakta d) Mengemukakan

kesimpulan yang masuk akal

8. Membuat dan mengkaji hasil pertimbangan

a. Latar belakang fakta b. Konsekuensi

c. Menerapkan konsep (prinsip-prinsip, hukum dan asas) d. Mempertimbangkan alternatif e. Menyeimbangkan, menimbang, dan memutuskan 4. Membuat penjelasan lanjut 9. Mendefinisikan istilah dan mempertimbangkan definisi

Ada 3 dimensi:

a.Bentuk: sinonim, klasifikasi, rentang, ekspresi yang sama, cara kerja, contoh dan non contoh

b.Strategi definisi

1)Tindakan: melaporkan maksud, menetapkan maksud, mengungkapkan posisi pada suatu per-masalahan (termasuk rencana dan definisi yang meyakinkan)

2)Mengidentifikasi dan mengendalikan

(25)

16

Tabel 2 (Lanjutan) Keterampilan berpikir kritis

Sub keterampilan

berpikir kritis Indikator

4. Membuat

penjelasan lanjut

9. Mendefinisikan istilah dan

mempertimbangkan definisi

(b) Jenis-jenis respon yang mungkin:

(i) “Definisi‎yang kurang

tepat”‎(respon‎yang‎

sederhana)

(ii) Pengurangan keadaan yang bukan-bukan

“Menurut‎definisi‎

tersebut, ada hasil yang tidak sesuai” (iii)Mempertimbangkan

alternatif interpretasi 3)Mendefinisikan istilah dan

mempertimbangkan definisi konten (isi). 10.Mengidentifikasi

asumsi

a. Alasan yang tidak dinyatakan

b. Asumsi yang dibutuhkan: rekonstruksi argumen 5. Strategi dan taktik 11.Memutuskan suatu

tindakan

a. Mendefinisikan masalah b.Memilih kriteria untuk

mempertimbangkan solusi yang mungkin

c. Merumuskan alternatif solusi

d.Memutuskan hal-hal yang akan dilakukan sementara e. Merivew, memasukkan

sumber ke dalam laporan dan membuat keputusan f. Memonitor pelaksanaan 12.Berinteraksi dengan

orang lain

a. Memberi label b. Strategi logis c. Strategi retorik

d. Mempresentasikan posisi, baik lisan maupun tulisan

(26)

Pada penelitian ini, indikator yang dikembangkan adalah :

Tabel 3. Indikator keterampilan berpikir kritis yang dikembangkan pada penelitian

No Keterampilan Berpikir Kritis

Sub Keterampilan

Berpikir Kritis Indikator 1 Memberikan

penjelasan sederhana

Bertanya dan menjawab pertanyaan klarifikasi dan pertanyaan yang menantang

a. Menjawab pertanyaan mengapa?

b. Apa alasan utama Anda?

D. Kemampuan Kognitif

Kurniawan (2012) mendefinisikan kemampuan sebagai suatu kesanggupan atau

kecakapan seorang individu dalam menguasai suatu keahlian dan digunakan untuk mengerjakan beragam tugas dalam suatu pekerjaan. Sementara kognitif

ber-hubungan dengan atau melibatkan kognisi. Kognisi merupakan kegiatan atau

proses memperoleh pengetahuan (termasuk kesadaran, perasaan, dsb) atau usaha mengenali sesuatu melalui pengalaman sendiri. Sehingga dapat disimpulkan

ke-mampuan kognitif adalah penampilan-penampilan yang dapat diamati sebagai hasil-hasil kegiatan atau proses memperoleh pengetahuan melalui pengalaman sendiri.

Kemampuan kognitif merupakan salah satu faktor yang berpengaruh terhadap

hasil belajar siswa. Kemampuan kognitif siswa adalah gambaran tingkat pengeta-huan atau kemampuan siswa terhadap suatu materi pembelajaran yang sudah

di-pelajari dan dapat digunakan sebagai bekal atau modal untuk memperoleh penge-tahuan yang lebih luas dan kompleks lagi, maka dapat disebut sebagai

(27)

18

Kemampuan kognitif menurut Nasution (2000) dapat meningkatkan prestasi

belajar siswa. Secara alami kemampuan kognitif dalam satu kelas kemampuan kognitif siswa yang bervariasi. Jika dikelompokkan, maka akan terdapat 3 ke-lompok yaitu, keke-lompok siswa berkemampuan tinggi, sedang, dan rendah.

Me-nurut Usman, apabila siswa memiliki tingkat kemampuan kognitif berbeda ke-mudian diberi pengajaran yang sama, maka hasil belajar (pemahaman konsep)

akan berbeda-beda sesuai dengan tingkat kemampuannya, karena hasil belajar berhubungan dengan kemampuan siswa dalam mencari dan memahami materi

yang dipelajari (Winarni, 2006).

Siswa dengan kemampuan tinggi adalah sejumlah siswa yang memiliki keadaan awal lebih tinggi dari rata-rata kelas. Sedangkan siswa yang berkemampuan ren-dah adalah sejumlah siswa yang memiliki keadaan awal lebih renren-dah atau sama

dengan rata-rata kelas. Siswa berkemampuan tinggi memiliki keadaan awal lebih baik daripada siswa berkemampuan awal rendah. Sehingga pada awal pelajaran

siswa berkemampuan tinggi memiliki mental yang lebih dibandingkan dengan siswa yang berkemampuan rendah.

E. Analisis Konsep Koloid

Herron et al. (1977) dalam Saputra (2012) mendefinisikan konsep secara umum

sebagai suatu ide. Menurut Dahar (1996), konsep merupakan kategori-kategori yang kita berikan pada stimulus-stimulus yang ada di lingkungan kita. Sementara Markle dan Tieman (Saputra 2012) mengungkapkan bahwa tidak ada kata yang

(28)

yang dapat memungkinkan untuk mendefinisikan konsep dan menghubungkan

dengan konsep-konsep lain.

Analisis konsep merupakan suatu prosedur yang dikembangkan untuk membantu guru dalam menyusun langkah-langkah pembelajaran sebagai suatu ketecapaian

konsep. Langkah-langkah dalam analisis konsep, yaitu: (1) menentukan nama atau label konsep; (2) definisi konsep; (3) jenis konsep; (4) atribut kritis; (5) atribut variabel; (6) posisi konsep; (7) contoh, dan non contoh.

(29)

Tabel 4. Analisis konsep materi koloid.

No Label Konsep Definisi Konsep Jenis

Konsep

Atribut Konsep Konsep

Contoh Non

Contoh

Kritis Variabel Superordinat Koordinat Subordinat

1. Campuran Campuran merupakan gabungan dari dua senyawa atau lebih dengan perbandingan tak tentu yang tidak dapat dipisahkan secara fisika. Contoh-nya seperti larutan, suspensi, koloid.

Konsep konkret

 Suspensi  Larutan  Koloid

 Zat terlarut  Zat

pelarut  Ukuran

partikel

- -  Suspensi  Larutan  Koloid

Udara Gas O2,

gas Nitrogen

2. Suspensi Suspensi merupakan campuran heterogen yang terdiri dari dua fasa dan dapat di-bedakan antara zat terlarut dengan zat pelarut.

Konsep konkret

 Campuran heterogen  Zat terlarut  Zat pelarut

 Ukuran partikel  Zat

terlarut  Zat

pelarut

 Campuran  larutan  koloid

- Campuran air dengan pasir Santan, susu

3. Larutan Larutan merupakan campuran homogen yang terdiri dari satu fasa dan tidak dapat dibedakan antara zat terlarut dengan zat pelarut.

Konsep konkret

 campuran homogen  Zat terlarut  Zat pelarut

 Ukuran partikel  Zat

terlarut  Zat

pelarut

 Campuran  suspensi  koloid

 Larutan elektrolit dan non elektrolit  Larutan asam

basa Larutan gula, larutan garam campuran air dan pa-sir

4. Koloid Koloid merupakan campuran senyawa yang terdiri dari fase terdispersi dan fase pendispersi dan memiliki sifat-sifat Konsep abstrak contoh konkret

 Fase terdispersi  Fase

pendispersi  Efek Tyndall  Gerak Brown

 Ukuran partikel  Sifat-sifat 

Jenis-jenis

 Campuran  larutan  suspensi

 Efek Tyndall  Gerak Brown  Elektroforesis  Adsorpsi  Dialisis  Koagulasi

(30)

No Label Konsep Definisi Konsep Jenis Konsep

Atribut Konsep Konsep

Contoh Non

Contoh

Kritis Variabel Superordinat Koordinat Subordinat

tertentu seperti Efek Tyndall, Gerak Brown, Elektroforesis, Adsorpsis, Dialisis, Koagulasi, dan terbagi kedalam 4 jenis diantaranya Sol, Emulsi, Buih dan Aerosol. Dapat dibuat dengan 2 cara dispersi dan kondensasi.

 Elektroforesis  Adsorpsi  Dialisis  Koagulasi  Sol  Emulsi  Buih  Aerosol  Cara dispersi  Cara

kondensasi

 sol  emulsi  buih  aerosol

6. Fase Terdispersi

Zat yang

didispersikan dalam medium pendispersi

Konsep

abstrak -

 Zat  Koloid Fase

Pendispersi -

Zat pewarna dalam tinta 7. Fase

Pendispersi

Zat yang berperan mendispersikan zat lain.

Konsep abstrak

-

 Zat  Koloid Fase Terdispersi - Zat pengencer (air) dalam tinta. 8. Efek Tyndall Efek Tyndall adalah

tehamburnya berkas cahaya oleh sistem koloid, dikarenakan ukuran partikelnya

Konsep abstrak

 Penghamburan seberkas cahaya oleh partikel koloid

 Ukuran partikel

 sifat-sifat koloid

 gerak brown  elektroforesis  adsorpsi  dialisis

koagulasi - Sorot lampu mobil pada malam yang berkabut Pemurnian gula tebu

9. Gerak Brown Gerak Brown yaitu suatu gerak zig-zag partikel koloid yang dapat diamati dengan mikroskop ultra

Konsep abstrak

 gerak zig zag partikel koloid

 ukuran partikel

 sifat-sifat koloid

 efek Tyndall  koagulasi  adsorpsi  elektroforesis  dialisis - Pengamatan partikel koloid pada susu Sorot lampu mobil pada malam yang berkabut 10. Elektroforesis Elektroforesis adalah

pergerakan partikel koloid yang

Konsep abstrak

 parikel koloid dalam medan listrik

 Muatan partikel

 sifat-sifat koloid

 efek Tyndall  koagulasi  adsorpsi

- Untuk identifikasi DNA dalam Pengamat-an partikel koloid Tabel 4 (lanjutan)

[image:30.842.73.770.110.515.2]
(31)

22

No Label Konsep Definisi Konsep Jenis

Konsep

Atribut Konsep Konsep

Contoh Non

Contoh

Kritis Variabel Superordinat Koordinat Subordinat

bermuatan dalam medan listrik

 gerak brown  dialisis

meng-identifikasi pelaku kejahatan

pada susu

11. Adsorpsi Partikel koloid memiliki kemampu-an menyerap ber-bagai macam zat pada permukaan Konsep abstrak  Adsorpsi  Kemampuan menyerap ber-bagai macam zat pada per-mukaan

 Muatan partikel

 sifat-sifat koloid

 efek Tyndall  koagulasi 

elektrofore-sis

 gerak brown  dialisis

- Pemurnian gulaPenjern ian air Sorot lampu mobil pada malam yang berkabut 12. Koagulasi Koagulasi yaitu

peristiwa peng-gumpalan pada sistem koloid

Konsep abstrak

 Penggumpalan pada sistem koloid

 Muatan partikel

 sifat-sifat koloid

 efek Tyndall  adsorpsi 

elektrofore-sis

 gerak brown  dialisis

- Sol Fe(OH)3 ditetesi larutan NaCl Pemutihan gula tebu

13. Dialisis Dialisis yaitu campuran koloid yang dapat

dipisahkan dari ion-ion

Konsep abstrak

 Dialisis  Campuran

yang dapat dipisahkan oleh ion-ion

 partikel koloid  ion-ion

penggang gu

 sifat-sifat koloid

 efek Tyndall  adsorpsi 

elektrofore-sis

 gerak brown  koagulasi

- Proses pemisahan hasil-hasil metabolis-me dari darah oleh ginjal Sol Fe(OH)3 ditetesi larutan NaCl

14. Aerosol Aerosol merupakan jenis koloid dengan fase terdispersi padat atau cair dan medium pendispersi gas Konsep abstrak contoh konkret  Fase terdispersi padat atau cair  Medium

pendispersi gas

 Fase zat  jenis-jenis koloid

 sol  emulsi  buih

 Aerosol padat  Aerosol cair

Asap, debu dalam udara, Kabut, dan awan Air sungai, cat

15. Sol Sol merupakan jenis koloid dengan fase terdispersi padat dan

Konsep abstrak contoh

 Fase terdispersi padat

 Fase zat  jenis-jenis koloid

 aerosol  emulsi  buih

 Sol padat  Sol cair

Sol sabun, sol detergen, Santan, susu, mayonaise Tabel 4 (lanjutan)

[image:31.842.79.767.112.515.2]
(32)

No Label Konsep Definisi Konsep Jenis Konsep

Atribut Konsep Konsep

Contoh Non

Contoh

Kritis Variabel Superordinat Koordinat Subordinat

medium pendispersi padat atau cair

konkret  Medium pendispersi padat atau cair

sol kanji

16. Emulsi Emulsi merupakan jenis koloid dengan fase terdispersi cair dan medium pendispersi padat atau cair Konsep abstrak contoh konkret

 emulsi  terdiri dari

fase terdispersi cair dan medium pen-dispersi cair

 fase zat  jenis-jenis koloid

 aerosol  sol  buih

 Emulsi padat  Emulsi cair

Susu, santan, mutiara, jeli Kabut, awan

17. Buih Buih merupakan jenis koloid dengan fase terdispersi gas dan medium pendispersi cair atau padat Konsep abstrak contoh konkret  Fase terdispersi gas  Medium

pendispersi cair atau padat

 Fase zat  jenis-jenis koloid

 aerosol  sol  emulsi

 Buih cair  Buih padat

Buih sabun, karet busa batu apung

susu, santan, jeli

18. Cara Dispersi Cara dispersi yaitu pembuatan koloid dari partikel yang ukurannya lebih besar dari partikel koloid (suspensi)

Konkret  Pembuatan sistem koloid dari partikel yang lebih besar dari koloid.

 Partikel  Cara Pembuatan koloid

 Cara konden-sasi

 Cara dispersi langsung 

Homogen-isasi  Peptisasi  Busur bredig

Pembuatan sol belerang

Pembuat-an sol Fe(OH)3

19. Cara Konden-sasi

Cara pembuatan koloid dari partikel kecil (larutan) menjadi partikel koloid

Konkret  Kondensasi  Pembuatan

koloid dengan cara meng-gumpalkan partikel larutan sejati menjadi partikel koloid

 Partikel  Cara Pembuatan koloid

 Cara konden-sasi

 Reaksi Hidrolisis  Reaksi

Redoks  Pertukaran

ion

Pembuatan sol Fe(OH)3

Pembuatan sol belerang Tabel 4 (lanjutan)

(33)

24

F. Kerangka Pemikiran

Penelitian ini bertujuan untuk mendiskripsikan kemampuan menjawab pertanyaan

apa alasan utama anda dan mengapa menggunakan model pembelajaran problem solving untuk siswa kelompok tinggi, sedang dan rendah. Model pembelajaran Problem Solving melibatkan siswa terhadap permasalahan dalam

pembelajaran-nya. Penerapan model ini akan membuat siswa cenderung aktif melibatkan diri pada proses pembelajaran, sehingga guru tidak mendominasi kelas. Pada proses

pembelajaran siswa dikelompokkan secara heterogen berdasarkan kemampuan kognitifnya. Dalam satu kelompok masing-masing terdiri dari siswa

berke-mampuan kognitif tinggi, sedang, dan rendah.

Tahap pertama, mengorientasikan siswa pada masalah. Tahap ini dimulai dengan menyampaikan tujuan pembelajaran, mengajukan fakta atau fenomena untuk me-munculkan masalah, dan memotivasi siswa untuk terlibat dalam pemecahan

masalah. Pada tahap ini, diharapkan siswa dapat menentukan atau menemukan permasalahan dari fenomena masalah yang telah disampaikan oleh guru.

Tahap kedua yaitu mencari data atau keterangan yang digunakan untuk

memecah-kan masalah. Pada tahap ini, siswa mencari informasi dari sumber (buku, internet, artikel, koran) sebanyak-banyaknya tentang masalah yang sedang dihadapi.

Kemudian, pada tahap ketiga yakni menetapkan jawaban sementara dari per-masalahan yang diberikan, siswa dilatih untuk dapat mengemukakan hipotesis. Pada tahap ini, siswa diberi kesempatan untuk memberikan ide atau pendapat

(34)

Tahap keempat yakni menguji kebenaran dari jawaban sementara. Pada tahap ini siswa melakukan percobaan untuk membuktikan jawaban sementara yang bertuju-an memberi kesempatbertuju-an kepada siswa untuk mengamati fenomena-fenomena yang terjadi dengan memanfaatkan panca indera semaksimal mungkin. Setelah melakukan praktikum, siswa diharapkan dapat mengidentifikasi persamaan atau perbedaan (membandingkan) bermacam-macam campuran, mengontraskan ciri- ciri, serta mengelompokkan atau menggolongkan campuran kedalam larutan, koloid, dan suspensi. Kemudian melakukan diskusi untuk membahas hasil per-cobaan dan menjawab pertanyaan-pertanyaan yang ada dalam LKS. Pada tahap ini, siswa berkemampuan kognitif rendah, akan terbantu dalam memahami materi koloid dengan baik. Melalui diskusi kelompok, kegiatan praktikum, dan LKS ber-basis problem solving, siswa berkemampuan kognitif tinggi, dapat membantu siswa berkemampuan kognitif sedang dan rendah untuk dapat memahami materi koloid dengan baik.

Tahap kelima menarik kesimpulan, artinya siswa harus sampai kepada kesimpulan terakhir tentang jawaban dari masalah awal. Dengan kebebasan untuk mengolah semua informasi yang mereka dapatkan dan mengaitkannya dengan pengetahuan awal yang mereka miliki, proses ini membawa siswa untuk mengembangkan ke-mampuan berpikir dalam menarik sebuah kesimpulan yang diperoleh melalui tahapan pembelajaran ini, yaitu siswa dapat menyimpulkan definisi koloid.

Dengan pemikiran, melalui penerapan model pembelajaran problem solving ini memberikan kesempatan kepada siswa untuk mengembangkan kemampuan yang

(35)

26 memiliki tingkat kemampuan kognitif tinggi akan memiliki kemampuan

menjawab pertanyaan apa alasan utama anda dan mengapa yang baik.

G.Anggapan Dasar

Anggapan dasar dalam penelitian ini adalah siswa kelas XI IPA5 SMA Negeri 1

Natar tahun ajaran 2012/2013 yang menjadi subyek penelitian memiliki ke-mampuan kognitif yang heterogen.

H.Hipotesis

Hipotesis dalam penelitian ini adalah semakin tinggi tingkat kemampuan kognitif

(36)

III. METODOLOGI PENELITIAN

A. Subyek Penelitian

Subyek pada penelitian ini adalah siswa kelas XI IPA5 SMA Negeri 1 Natar

Kabupaten Lampung Selatan tahun ajaran 2012/2013 dengan jumlah siswa 40. Subyek penelitian ini memiliki karakteristik siswa yang heterogen.

B. Metode dan Desain Penelitian

Metode penelitian yang digunakan adalah metode pre-eksperimental dan desain penelitian one shot case study. Pada desain ini hanya diberi suatu perlakuan

kemudian dilakukan observasi. Penggambaran desain menurut Creswell (1997) :

Keterangan: X = Perlakuan yang diberikan; O = Posttest

C. Sumber Data

Data yang digunakan dalam penelitian ini diantaranya data pretest yang digunakan untuk penentuan pengelompokkan siswa berdasarkan kelompok

(37)

28

yang diberikan pembelajaran problem solving, data kuesioner atau keterlaksanaan

proses pembelajaran dengan menggunakan model pembelajaran problem solving

D. Instrumen Penelitian

Instrumen yang digunakan dalam penelitian ini adalah:

1. Silabus dan Rencana Pelaksanaan Pembelajaran (RPP) materi koloid.

2. Lembar Kerja Siswa yang digunakan pada penelitian ini terdiri dari empat, yaitu: LKS 1 mengenai sistem koloid melalui percobaan; LKS 2 jenis-jenis koloid berdasarkan fasa terdispersi dan medium pendispersinya melalui per-cobaan; LKS 3 sifat-sifat koloid melalui media video dan gambar; LKS 4 pembuatan koloid serta penerapan dalam kehidupan sehari-hari melalui per-cobaan.

3. Tes tertulis yang digunakan pada penelitian ini terdapat dua jenis, yaitu

a. Pretest terdiri dari soal essay berjumlah 5 soal materi hasil kali kelarutan. Hasil tes ini digunakan untuk menentukan kelompok kognitif siswa.

b.Posttest terdiri dari soal essay berjumlah 4 soal materi koloid. Hasil tes di-gunakan untuk mengetahui kemampuan menjawab pertanyaan apa alasan utama anda dan mengapa pada pembelajaran sistem koloid melalui

penerap-an model pembelajarpenerap-an problem solving.

4. Lembar observasi yang digunakan ada dua jenis yaitu aktivitas siswa dan

kinerja guru. Lembar observasi berupa check list yang digunakan untuk mem-peroleh informasi mengenai keterlaksanaan proses pembelajaran.

5. Kuesioner digunakan untuk memperoleh informasi dari siswa mengenai

(38)

problem solving. Daftar pertanyaan bersifat tertutup, yaitu alternatif jawaban

telah ditentukan sebelumnya oleh peneliti.

E. Validitas Instrumen Penelitian

Suatu instrumen dikatakan valid apabila mampu mengukur apa yang diinginkan dan dapat mengungkap data dari variabel yang diteliti secara tepat. Oleh karena itu, perlu dilakukan pengujian terhadap instrumen yang akan digunakan.

Peng-ujian instrumen penelitian ini menggunakan validitas isi. Adapun pengPeng-ujian validitas isi ini dilakukan dengan cara judgment. Pengujian dilakukan dengan

menganalisis kesesuaian antara tujuan penelitian, tujuan pengukuran, indikator, kisi-kisi soal dengan butir-butir pertanyaan posttest. Bila antara unsur-unsur ter-sebut terdapat kesesuaian, maka instrumen dianggap valid dan dapat digunakan

untuk mengumpulkan data sesuai kepentingan penelitian yang bersangkutan.

Dalam mekanisme kerjanya, cara judgment memerlukan ketelitian dan keahlian penilai. Untuk itu peneliti meminta ahli untuk melakukannya. Dalam hal ini

pe-neliti meminta bantuan dosen pembimbing pepe-nelitian untuk mengujinya, yaitu Dra. Ila Rosilawati, M.Si. dan Dr. Noor Fadiawati, M.Si..

F. Prosedur Penelitian

Langkah-langkah yang dilakukan dalam penelitian ini adalah: 1. Observasi pendahuluan

(39)

30

b. Mengadakan observasi sekolah tempat penelitian untuk mendapatkan

informasi mengenai data siswa, karakteristik siswa, jadwal, cara mengajar guru kimia di kelas, dan sarana-prasarana yang ada di sekolah yang dapat digunakan sebagai sarana pendukung pelaksanaan penelitian.

c. Menentukan model pembelajaran yang cocok untuk digunakan pada materi pokok koloid berdasarkan kemampuan menjawab pertanyaan apa alasan

utama anda dan menjawab pertanyaan mengapa.

d. Menentukan kelas yang digunakan sebagai subyek penelitian berdasarkan

karakteriktik siswa dan pertimbangan dari guru mata pelajaran kimia. 2. Pelaksanaan penelitian

Prosedur pelaksanaan penelitian ini terdiri dari beberapa tahap yaitu:

a. Tahap persiapan

1) Membuat instrumen penelitian yang akan digunakan untuk

mengumpul-kan data mengenai kemampuan siswa dalam menjawab pertanyaan apa alasan utama anda dan mengapa melalui penerapan model pembelajaran Problem Solving.

2) Melakukan validasi instrumen sebelum digunakan dalam penelitian. b. Tahap pelaksanaan penelitian

1) Melaksanakan proses pembelajaran materi koloid pada subyek penelitian melalui penerapan model pembelajaran Problem Solving.

2) Memberikan posttest kepada subyek penelitian.

(40)

c. Tahap analisis data

1) Menganalisis data berupa jawaban tes tertulis siswa dan jawaban kuesioner (angket) untuk memperoleh informasi mengenai kemampuan siswa dalam menjawab pertanyaan apa alasan utama anda dan mengapa.

2) Melakukan pembahasan terhadap hasil penelitian. 3)Menarik kesimpulan

[image:40.595.117.512.294.595.2]

Alur prosedur penelitian tersebut dapat digambarkan sebagai berikut ini:

Gambar 1. Prosedur pelaksanaan penelitian

G. Teknik Pengelompokkan

Berdasarkan kemampuan kognitifnya, siswa dikelompokkan menjadi tiga, yaitu

kelompok tinggi, sedang, dan rendah. Pengelompokan ini dilakukan dengan Observasi Pendahuluan

Posttest kuesioner Pembelajaran Problem Solving Membuat instrumen penelitian

Validasi instrumen penelitian

Analisis Data

Simpulan Pembahasan

Menentukan Subyek Penelitian

Perbaikan Perbaikan

T

ah

ap

p

er

siap

an

T

ah

ap

p

elak

san

aa

n

T

ah

ap

an

alis

is

d

(41)

32

tahapan membuat daftar distribusi frekuensi, menghitung rata-rata nilai pretest

materi kelarutan dan hasil kali kelarutan, serta standar deviasi. Langkah-langkah dalam mengelompokkan siswa berdasarkan kemampuan kognitif sebagai berikut:

1. Menentukan Rentang (R).

2. Menentukan banyak kelas interval (K), menggunakan rumus:

dimana, n = banyak data

3. Menentukan Panjang Kelas Interval (P)

�= ( )

( )

4. Menentukan rata-rata nilai siswa (Mean) menggunakan rumus:

� = � �

Keterangan: Mx = Mean

∑FiXi = Jumlah frekuensi siswa dikali nilai tengah

Fi = Jumlah frekuensi siswa

5. Menentukan standar deviasi menggunakan rumus:

� = � �

2

� −(

� �

� )2

Keterangan:

SDx = Standar Deviasi

Fi = Jumlah frekuensi siswa

∑FiXi = Jumlah frekuensi siswa dikali nilai tengah

FiXi2 = Jumlah frekuensi siswa dikali kuadrat nilai tengah 6. Menghitung Mean + SD dan Mean – SD

7. Mengelompokkan kemampuan kognitif siswa ke dalam kategori tinggi, sedang dan rendah menurut Sudijono (2008).

R = Data nilai terbesar – Data nilai terkecil

(42)
[image:42.595.193.430.108.188.2]

Tabel 5. Kriteria pengelompokkan siswa.

Kriteria pengelompokkan Kelompok

Nilai‎≥‎mean‎+‎SD Tinggi

Mean –SD‎≤‎nilai‎<‎mean‎+‎SD Sedang Nilai < mean – SD Rendah

(Sudijono, 2008)

Berdasarkan hasil perhitungan pada Lampiran 12, didapatkan jumlah siswa tiap

kelompok kognitif sebagai berikut :

Tabel 6. Jumlah siswa tiap kelompok kognitif.

Kriteria pengelompokkan Kriteria Kelompok Jumlah Siswa

Nilai‎≥‎mean‎+‎SD Nilai‎≥‎71,88 Tinggi 10

Mean –SD‎≤‎nilai‎<‎mean‎+‎SD 46,22 ≤‎Nilai‎<‎71,88 Sedang 20 Nilai < mean – SD Nilai < 46,22 Rendah 10

H. Analisis Data

1. Pengolahan skor tes tertulis

a. Memberi skor setiap jawaban siswa pada tes tertulis berbentuk uraian ber-dasarkan pedoman jawaban yang telah dibuat.

b. Mengelompokkan skor yang didapat setiap siswa sesuai dengan menjawab pertanyaan apa alasan utama anda dan menjawab pertanyaan mengapa.

c. Menjumlahkan skor yang didapat setiap siswa sesuai dengan menjawab per-tanyaan apa alasan utama anda dan menjawab perper-tanyaan mengapa.

d. Mengubah skor menjadi nilai, dengan menggunakan persamaan:

[image:42.595.110.519.309.382.2]
(43)

34

e. Menghitung rata-rata nilai pada setiap kelompok tinggi, sedang, dan rendah

untuk keterampilan menjawab pertanyaan apa alasan utama anda dan men-jawab pertanyaan mengapa, dengan menggunakan persamaan:

− =

[image:43.595.185.441.312.404.2]

f. Menentukan kriteria tingkat kemampuan siswa dalam menjawab pertanyaan apa alasan utama anda dan menjawab pertanyaan mengapa berdasarkan

Tabel 7.

Tabel 7. Kriteria tingkat kemampuan siswa.

(Arikunto,1997)

g. Menentukan jumlah siswa pada kelompok tinggi, sedang dan rendah untuk

setiap kriteria tingkat kemampuan.

h. Menentukan persentase siswa pada kelompok tinggi, sedang dan rendah untuk setiap kriteria tingkat kemampuan dengan menggunakan rumus di

bawah ini:

% � = 100%

Keterangan : %X : Persentase Siswa

A : ∑‎Siswa‎setiap‎tingkat‎kemampuan‎pada‎setiap‎kategori‎

Z : Total siswa masing-masing kelompok

Nilai Kriteria

81 – 100 61 – 80 41 – 60 21 – 40 0 – 20

(44)

2. Pengolahan skor jawaban siswa yang diperoleh dari angket

Analisis data angket dilakukan dengan cara berikut:

a. Memberikan skor untuk setiap nomor sesuai kriteria berikut ini:

1) Pilihan‎jawaban‎“Ya”‎diberi‎skor‎1

2) Pilihan‎jawaban‎“Tidak”‎diberi‎skor‎0

b. Menjumlahkan skor yang diperoleh dari jawaban seluruh siswa pada setiap

pertanyaan.

c. Menentukan persentase jawaban dari skor yang didapat pada setiap

perta-nyaan dengan menggunakan persamaan menurut Sudjana (Surya, 2010) :

%� = 100%

Keterangan:

%Xin = Persentase jawaban angket-i ∑S = Jumlah skor jawaban

Smaks = Skor maksimum yang diharapkan

[image:44.595.186.438.536.654.2]

d. Menafsirkan persentase angket secara keseluruhan dengan menggunakan tafsiran Koentjaraningrat (1990) pada Tabel 8.

Tabel 8. Hubungan antara nilai presentase dengan tafsiran.

Presentase Tafsiran

0% Tidak ada

1%-25% Sebagian kecil

26%-49% Hampir separuhnya

50% Separuhnya

51%-75% Sebagian besar

76%-99% Hampir seluruhnya

(45)

V. SIMPULAN DAN SARAN

A. Simpulan

Berdasarkan hasil analisis data dan pembahasan pada penelitian penerapan model pembelajaran Problem Solving didapatkan simpulan sebagai berikut :

1. Kemampuan menjawab pertanyaan apa alasan utama anda, pada kelompok tinggi 60% berkriteria sangat baik, dan 40% berkriteria baik. Kelompok

sedang, 15% berkriteria sangat baik, 40% berkriteria baik, dan 45% berkriteria cukup. Kelompok rendah 10% berkriteria baik, 60% berkriteria cukup, dan 30% berkriteria kurang.

2. Kemampuan menjawab pertanyaan mengapa, pada kelompok tinggi 60% kriteria sangat baik, dan 40% berkriteria baik. Kelompok sedang 15%

ber-kriteria sangat baik, 45% berber-kriteria baik, dan 40% berber-kriteria kurang. Kelompok rendah 40% berkriteria cukup dan 60% kurang.

Saran

Berdasarkan hasil penelitian yang diperoleh, maka disarankan :

1. Bagi calon peneliti lain agar dapat melakukan uji validitas terhadap soal pretest yang akan digunakan, sehingga dapat digunakan untuk

(46)

2. Menggunakan model pembelajaran problem solving dalam proses belajar

(47)

DAFTAR PUSTAKA

Aeniah, R. 2012. Analisis Keterampilan Berpikir Kritis Siswa Kelas XI pada Pembelajaran Hidrolisis Garam Menggunakan Model Problem Solving. Skripsi. Diakses pada tanggal 28 November 2012 dari

http://repository.upi.edu/operator/upload/s_kim_0807110.pdf

Amelia, D. 2012. Efektivitas Model Pembelajaran Problem Solving Dalam Meningkatkan Keterampilan Inferensi dan Mengkomunikasikan Siswa pada Materi Koloid. Skripsi. Universitas Lampung. Bandar Lampung. Tidak dipublikasikan.

Arikunto, S. 1997. Penilaian Program Pendidikan. Edisi III. Bina Aksara. Jakarta

Badan Standar Nasional Pendidikan. 2006. Panduan Penyusunan Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan Jenjang Pendidikan Dasar dan Menengah. BSNP. Jakarta.

Costa, A.L. 1985. Developing Minds: A Resource Book for Teaching Thinking. ASCD. Alexandria.

Creswell, J. W. 1997. Research Design Qualitative and Quantitative Approaches. Sage Publications. London.

Dahar, R.W. 1996. Teori-teori Belajar. Erlangga. Jakarta.

Departemen Pendidikan Nasional. 2008. Kamus Besar Bahasa Indonesia Pusat Bahasa (Edisi IV). Gramedia Pustaka Utama. Jakarta.

Djamarah dan Zain, A. 2000. Strategi Belajar Mengajar. Rineka Cipta. Jakarta. Ennis, R. 1989. Evaluating Critical Thinking. Midwest Publications. California

Hidayati, M. 2006. Model Problem Solving Untuk Meningkatkan Hasil Belajar Kalor dan Perpindahannya pada Siswa MTsN 1 Tanjung Karang. Skripsi. Universitas Lampung. Bandar Lampung. Tidak dipublikasikan.

(48)

Koentjaraningrat. 1990. Metode-Metode Penelitian Masyarakat. Gramedia. Jakarta

Kurniawan, A.H. 2012. Pengaruh Kemampuan Kognitif Terhadap Kemampuan Psikomotorik Mata Pelajaran Produktif Alat Ukur Siswa Kelas X Jurusan Teknik Kendaraan Ringan Di SMK Muhammadiyah Prambanan. Skripsi, Universitas Negeri Yogyakarta. Diakses pada 30 Juni 2013 dari

http://eprints.uny.ac.id/8549/

Mustaji. Tanpa Tahun. Pengembangan kemampuan berpikir kritis dan kreatif dalam pembelajaran. Teknik Pendidikan Universitas Negeri Surabaya. Diakses pada 20 Juni 2013 dari : http://pasca.tp.ac.id/site/pengembangan-kemampuan-berpikir-kritis-dan-kreatif-dalam-pembelajaran

Nasution. 2000. Berbagai Pendekatan dalam Proses Belajar Mengajar. Jakarta. Bumi Aksara.

Nessinta, N. 2009. Penerapan Metode Problem Solving Pada Materi Pokok Asam Basa Dalam Meningkatkan Hasil Belajar Siswa SMA 10 Bandar Lampung (Skripsi PTK). Universitas Lampung. Bandar Lampung. Tidak dipublikasikan.

Purba, M. 2004. Kimia untuk SMA Kelas XI. Erlangga. Jakarta

Purlistyani, I. 2012. Analisis Keterampilan Berpikir Kritis Siswa Kelas XI Pada Pembelajaran Sifat-Sifat Koloid dengan Metode Discovery-Inquiry. Skripsi. Diakses tanggal 14 Maret 2013 dari

http://repository.upi.edu/operator/upload/s_kim_0807600.pdf

Sagala, S. 2010. Konsep dan Makna Pembelajaran. Alfabeta. Bandung. Saputra, A. 2012. Model Pembelajararn Problem Solving pada Materi Pokok

Kesetimbangan Kimia untuk Meningkatkan Keterampilan Berpikir Kritis Siswa. Skripsi. Universitas Lampung. Bandar Lampung. Tidak

dipublikasikan.

Sardiman. 2007. Interaksi dan Motivasi Belajar Mengajar. Rajawali Pers. Jakarta.

Setiowati. 2013. Analisis Keterampilan Berpikir Kritis Pada Materi Kesetimbangan Kimia Siswa Kelas XI IPA SMA RSBI. Universitas Lampung. Bandar Lampung. Tidak dipubliksaikan.

Slavin, R.E. 2005. Cooperative Learning: Theory, Research, and Practice. Allymand Bacon. London. .

(49)

53

Sulastri. 2012. Efektivitas Model Pembelajaran Berbasis Masalah Pada Materi Reaksi Redoks Dalam Meningkatkan Keterampilan Memberikan Alasan Dan Menarik Kesimpulan Serta Penguasaan Konsep Siswa. Skripsi. Universitas Lampung. Bandar Lampung. Tidak dipublikasikan.

Suparno, P. 1997. Filsafat Konstruktivisme dalam Pendidikan. Kanisius. Yogyakarta.

Surya, B. 2010. Pengembangan Media Animasi Kimia dan LKS Praktikum Berbasis Keterampilan Generik Sains Siswa Kelas XI IPA. Skripsi. Universitas Lampung. Bandar Lampung. Tidak dipublikasikan.

Wahyuni, S. 2011. Mengembangkan Keterampilan Berpikir Kritis Siswa Melalui Pembelajaran IPA Berbasis Problem-Based Learning. Jurnal.

Universitas Terbuka. Diakses tanggal 13 Juni 2013 dari

http://www.pustaka.ut.ac.id/dev25/pdfprosiding2/fmipa201146.pdf‎ Widiyowati, I.I. 2010. Pendekatan Pemecahan Masalah Pada Pembelajaran

Larutan Penyangga Untuk Meningkatkan Keterampilan Berpikir Kritis Siswa SMA. Skripsi. Diakses tanggal 16 Juni 2013 dari :

http://repository.upi.edu/operator/upload/t_kimo7o5688.pdf

Winarni, EW. 2006. Inovasi dalam Pembelajaran IPA. FKIP Press. Bengkulu. Diakses tanggal 2 Maret 2013 dari

http://biolgigeducationresearc.blogspot.com/2009/12/kemampuanakadem ik

Gambar

Tabel 1. Unsur-unsur keterampilan berpikir kritis.
Tabel 2. Keterampilan berpikir kritis menurut Ennis.
Tabel 2 (Lanjutan)
Tabel 2 (Lanjutan)
+7

Referensi

Dokumen terkait

Jenis ini ditemukan di kampus UIN Raden Intan Lampung, pada penelitian yang dilakukan oleh Agus Setiawan mengenai keanekaragaman burung di hutan kota Bandar lampung

Reaksi pencoklatan (Mallard) dan rasemisasi asam amino telah berdampak kepada menurunnya ketersedian lisin pada produk-produk olahan susu. Penurunan ketersediaan lisin pada

dipelajari sehingga hasil belajar siswa meningkat. 3) Dapat meningkatkan keaktifan siswa dalam proses pembelajaran. 4) Menumbuhkan motivasi dan minat siswa untuk mengikuti

 Apa saja yang perlu diteliti lebih lanjut: (1) karena adanya batasan dari penelitian sebelumnya, atau (2) dengan sudut pandang atau aspek peenlitian yang berbeda.

Disebut sebagai negara maritim dengan karakter niaga didasarkan pada alasan bahwa kerajaan ini memiliki enam pelabuhan penting yang berfungsi selain sebagai askses

inididasarkanolehfaktor-faktortertentu.DalamPeraturanPemerintah No.9 Tahun 1975 suatuperceraiandapatdibenarkanapabiladidasarkanatasalasan-alasan yang

Syukur alhamdulillah penulis panjatkan kehadirat Allah SWT yang telah melimpahkan rahmat hidayah-Nya serta memberikan ketabahan, kekuatan, kemudahan dan kedamaian

Pemanfaatan SPYWARE Berbasis Client-Server untuk Monitoring Aktifitas Keyboard Dengan apa yang peneliti ketahui maka dari masalah yang ada peneliti ingin membuat