Masa Depan Brand TV Indonesia
Pertanyaan 3.
Branding lebih powerfull dibanding produk karena mempunyai value yang lebih besar menurut Don Tapscot dalam bukunya “Digital Ekonomi 2015”. Uraikan pandangan anda terhadap The Power of Branding dengan melandasi pemikiran anda berdasarkan buku tersebut diatas serta referensi lain.
Jawab 3
Mari kita buka situs atau aplikasi YouTube dan ketik di kotak pencarian merk-merk stasiun televisi yang sudah terkenal di Indonesia. Lihatlah berapa subscriber (pelanggan) yang berlangganan channel stasiun-stasiun televisi tersebut. Hasil penelusuran yang saya lakukan pada 25 Desember 2015 mendapati hasil sebagai berikut:
Tabel 1: Jumlah Subscriber YouTube TV Indonesia
Kanal Youtube Jumlah
Subscriber
1 Netmediatama 482.221
2 Kompas TV 442.443
3 RCTI Official 91.000
4 Berita Satu 55.520
5 MNCTV Official 53.163
6 Indosiar 45.163
7 ANTV 22.803
8 Metro TV News 20.186
9 Trans TV Official 20.063
10 Trans7 Official 2.313
11 iNews TV News 955
Catatan: SCTV dan TVOne belum memiliki kanal resmi di YouTube
Tabel 2: Jumlah Subscriber YouTube Kreator Indonesia content video di Indonesia kalah dibandingkan kreator-kreator video di jagad digital yang muncul 2-3 tahun belakangan.
Saya belum berani mengatakan bahwa merk RCTI kalah populer dibandingkan merk Raditya Dika. Tapi banyaknya jumlah pelanggan tentu berbicara banyak. Dari jumlah pelanggan ini kita juga bisa memperkirakan yang mana di antara keduanya yang mendapatkan revenue lebih banyak dari iklan di YouTube. Dari daftar di atas, Net TV dan Kompas TV, dua televisi yang muncul belakangan, ternyata di jagad YouTube memiliki jumlah pelanggan paling banyak dibandingkan televisi-televisi lain. Andaikata esok hari televisi hanya boleh menyebarluaskan content melalui YouTube, bisa jadi dua televisi baru tersebut yang lebih mampu siap dibandingkan yang lain.
Terlalu dini saat ini menentukan merk (brand) kanal milik stasiun televisi telah kalah bersaing di banding kanal-kanal milik para kreator tersebut. Namun bisa saja dalam beberapa tahun ke depan, merk yang sekarang populer hanya tinggal cerita masa lalu. Seperti ditulis oleh Don Tapscott, penulis buku laris The Digital Economy bahwa di dalam dunia komunikasi instan yang ultra-transparent, setiap langkah dan salah langkah selalu menjadi subyek sorotan. Hal ini menjadikan setiap perusahaan yang memiliki merk atau reputasi yang harus dijaga berada di dalam posisi yang rentan (vulnerable)1.
Tapscott yang ditasbihkan sebagai satu di antara empat pemikir paling berpengaruh di dunia 2015, menyorot tentang bagaimana pengaruh meluasnya keterbukaan (openess)
1 Tapscott, Don, 2010, We need world-wide corporate reporting standards,
yang saat ini menjadi tren global, terhadap aktivitas branding yang dilakukan oleh perusahaan-perusahaan di suluruh dunia.
Branding sendiri dimaknai sebagai proses menciptakan sebuah nama dan gambaran yang unik untuk sebuah produk di dalam pikiran konsumen. Pada umumnya branding dilakukan melalui kampanye periklanan dengan tema yang konsisten. Branding bertujuan memberikan siginifikansi dan pembedaan atas kehadiran sebuah merk di market agar mampu menarik perhatian para konsumen dan mendapatkan loyalitas dari mereka2.
Beberapa analis menyebut bahwa branding yang dilakukan oleh perusahaan-perusahaan sudah tidak terlalu signifikan lagi perannya di era internet dan media sosial seperti sekarang ini. Carl Shapiro dan Hal R. Varian, di dalam buku mereka yang bepengaruh, Information Rules, pada akhir era 90-an meramalkan bahwa peran brand akan mengecil seiring semakin terbukanya akses tehadap segala informasi3.
Mengomentari pendapat ini, Skibated menyatakan ketidaksepakatannya, karena lebih dari sepuluh tahun setelah ramalan Saphiro dan Varian, ternyata masih banyak brands yang semakin menancap di benak khalayak. Sebut saja McDonalds, Apple, dll. Ia menyatakan, yang menjadi judul artikelnya, brands tidak mati, tetapi alat branding tradisional tengah sekarat4.
Mengacu kepada yang ditulis Tapscott, keterbukaan informasi dan pengetahuan akibat booming media sosial telah menghadirkan tantangan lebih berat bagi aktivitas branding. Bagaimanakah tantangan bagi brands industri televisi Indonesia menghadapi perubahan ini?
The Digital Economy
Di dalam bukunya The Digital Economy, Tapscott menyatakan bahwa Internet telah membawa perubahan mendasar terkait cara kita mengatur kapabilitas masyarakat untuk berinovasi, memroduksi barang dan jasa, dan menciptakan kesejahteraan dan public value.
2 Webfinance Inc., 2015, Branding, http://www.businessdictionary.com/definition/branding.html, 25
Desember 2015
3 Skibated, Jens Martin dan Rasmus Bech Hansen, 13 Februari 2014, Brands Aren’t Dead, But Traditional
Branding Tools Are Dying, https://hbr.org/2014/02/the-brand-is-dead-long-live-the-brand/, 25 Desember 2014
Era baru telah menggantikan era kapitalisme, era lama di mana mesin merupakan hal utama di dalam produksi dan aset paling penting adalah aset fisik dan keuangan. Tapscott mengkritisi era ini dengan melontarkan kembali apa yang pernah dilontarkan ekonom peraih Nobel 1991, Ronald Coase di dalam papernya yang terkenal, the Nature of the Firm: "mengapa para kapitalist menjalankan perusahaan-perusahaan mereka sama seperti Joseph Stalin menjalankan perekonomian Uni Soviet?"
Dan kini saat Internet telah menjadi model baru di dalam aktivitas produksi, aset yang paling penting berada di dalam kepala pekerja-pekerja dengan pengetahuan mereka. Sistem kerja yang paling efektif adalah sistem sosial dan kolaborasi. Tapscott menyodorkan konsep digital market sebagai market baru di era digital ekonomi ini. Digital market memiliki karakteristik yang membedakannya dengan physical market, yakni:
- Hambatan fisik bisa dikatakan sudah 'lenyap'
- Perusaahaan dengan produk berbeda atau harga yang lebih baik akan lebih cepat melesat
- Semua perusahaan berada pada titik persimpangan yang sama
- Industri akan tidak dikenali lagi dalam satu decade
The Internetworked Business
Tapscott merumuskan konsep internetworked business sebagai model bisnis baru di era jaringan internet yang memiliki ciri-ciri:
- individu yang berprinsip efektivitas
- struktur tim kerja yang bekerja dalam high-performance
- jaringan clients-servers yang terintegrasi
- jaringan tersebut mampu menjangkau dan melibatkan pelanggan, suppliers,
beberapa kelompok orang, bahkan para pesaing.
- jaringan tersebut memasuki ranah jaringan publik (public Net) yang mengubah
bagaimana produk-produk barang dan jasa diciptakan, dipasarkan, dan didistribusikan.
melanjutkan pembangunan sosial dan usaha meningkatkan kualitas hajat hidup (news system for sustaining social development and improving quality of life).
Cyberspace market
Meskipun branding adalah aktivitas yang secara teknis berbeda dengan marketing5, namun keduanya mendasarkan kepada subyek yang sama yakni pasar. Aktivitas branding sebagaimana marketing harus melihat kepada realitas pasar yang menjadi sasaran. Tapscott, mengutip James Barr and Theodore Barr, merumuskan konsep menguraikan realita baru yang terjadi di dalam apa yang disebut 'cyberspace market', yakni:
- informasi tersebar dan disaring oleh ribuan orang yang memiliki pengetahuan
- tidak ada jeda waktu
- fakta dan kejadian akan dengan cepat diperiksa dan dikonfirmasi
- kredibilitas bisa hilang dalam waktu sekejap
- kesempatan ke dua sulit didapat dan susah memiliki dampak
- tuntutan kesempurnaan pada produk-produk yang paling disorot
- persaingan antar pemain jauh lebih mudah dideteksi
Media sosial dan analisis branding
Pendekatan Tapscott di dalam melihat aktivitas perusahaan pada era ekonomi digital seperti saat ini adalah menggunakan dua kata kunci: jaringan sosial dan kolaborasi. Media sosial yang saat ini tumbuh begitu pesat bagi Tapscott adalah media baru yang sangat berpotensi bagi perusahaan untuk memahami, merancang, mengembangkan, dan mendistribusikan produk-produk dan jasa-jasa. Media sosial adalah media yang tepat untuk membangun jaringan sosial dan berkolaborasi bagi orang-orang maupun perusahaan. Di mata Tapscott, media sosial adalah tempat lahirnya inovasi dan produksi sosial yang tumbuh di luar tembok-tembok perusahaan. Sudah saatnya perusahaan bertransformasi menjadi open platform dan melibatkan diri ke dalam ekosistem bisnis yang baru6.
5 McCulloch, Mark, Branding and marketing: what’s the difference?
http://www.marketingdonut.co.uk/marketing/marketing-strategy/branding/branding-and-marketing-what-s-the-difference-, 25 Desember 2015
Sebuah riset yang dilakukan oleh lembaga di AS, Econsultancy, mencatat bahwa mulai 2015, 71 persen merk-merk di AS berinvestasi secara besar-besaran untuk meraih sebanyak-banyaknya followers dan membangun brand reputation melalui media sosial7. Melihat begitu besarnya pengguna media sosial saat ini, di mana di AS di tahun 2015, lebih dari 70 persen warganya sudah memiliki akun media sosial, dan pada 2018 diyakini bahwa jumlah akun media sosial di seluruh dunia akan mencapai 2,5 miliar orang (pada 2015 tercatat 1,79 miliar)8, maka banyaknya jumlah follower atau subscriber di media sosial dari sebuah brand adalah bukan perkara yang dipandang sebelah mata.
Analisa sosial brand televisi Indonesia
Bagaimana cara mengukur keberhasilan brand di dalam upayanya terlibat di dalam jaringan sosial? Salah satu jawabannya adalah dari berapa banyak orang-orang membicarakan tentang brand tersebut. Di samping itu kekuatan brand bisa diukur selain melalui banyaknya pembicaraan, juga melalui komponen-komponen seperti keluasan jangkauan (reach) dan berapa banyak orang membicarakannya secara positif dan negatif (sentiment). Sebagai gambaran, marilah kita lihat jumlah mentions, brand strenght, sentiment, dan reach dari brands televisi Indonesia di media social melalui alat analisa socialmentions.com selama satu bulan terakhir.
Tabel 3. Hasil anlisis sosial brands televisi Indonesia Socialmention.com selama sebulan terakhir 28 Desember 2015
Televisi Mentions Strength
7 Agius, Aaron, 23 April 2015, The 4 Essentials to Building Your Brand on Social Media,
http://www.entrepreneur.com/article/244677,27 Desember 2015
8 Statista, 2015, Social Netwotks - Statistic and Facts, http://www.statista.com/topics/1164/social-networks/,
Keterangan:
- Mention : jumlah pembicaraan yang menyinggung brand - Strenght : Kemungkinan jumlah pembicaraan akan membesar
- Sentiment : Jumlah yang membicarakan kebaikan merk dibanding yang membicarakan jelek - Reach : Jangkauan pengaruh brand
Kesimpulan