• Tidak ada hasil yang ditemukan

ASUHAN KEPERAWATAN PADA PASIEN DENGAN CA

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2018

Membagikan "ASUHAN KEPERAWATAN PADA PASIEN DENGAN CA"

Copied!
31
0
0

Teks penuh

(1)

ASUHAN KEPERAWATAN PADA PASIEN DENGAN CA CERVIX

(KANKER SERVIKS )

ASUHAN KEPERAWATAN PADA PASIEN

DENGAN CA CERVIX (KANKER SERVIKS )

Disusun Oleh :

Hidayatul Mahsunah

PROGRAM S1 KEPERAWATAN

UNIVERSITAS GRESIK

23 JANUARI 2015

KATA PENGANTAR

Alhamdulilla, puji syukur dilafadzkan kehadirat Ilahi ROBBI yang telah memberikan ni’mat dan karunia-NYA sehingga penulis dapat menyelesaikan makalah yang berjudul ” Asuhan keperawatan pada pasien dengan ca.cervix dapat terselesaikan tepat pada waktunya.

Dalam penyusunan makalah ini penulis menyadari masih jauh dari sempurna,untuk itu penulis mengharapkan kritik dan saran yang bersifat membangun. Demi tercapainya tujuan belajar kita. Semoga makalah ini dapat bermanfaat bagi penulis khususnya dan semua teman S1 keperawatan universitas gresik tahun akademik 2014

Gresik, 23Januari 2015 penulis

(2)

HALAMAN JUDUL... i

KATA PENGANTAR... ii

DAFTAR ISI... . iii

BAB I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang ... 04

1.2. Rumusan Masalah ... 06

1.3. Tujuan ... 06

1.4. Manfaat ... 07

BAB II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Definisi Ca.Cervix ..………. 08

2.2. Epidemiologi ……….. 08

2.3 Etiologi Ca.Cervix……… 09

2.4. Patofisiologi Ca.Cervix ……….. 11

2.5. Tanda dan Gejala Ca.Cervix ……….. 12

2.6. Pemeriksaan Penunjang Ca.Cervix ……… 13

2.7. Kriteria Diagnosa Ca.Cervix ……….. 16

2.8. Penatalaksanaan Ca.Cervix……… 17

2.9. Komplikasi ………. 28

2.10. Pencegahan ……… 28

2.11.Prognosis ……….. 30

2.12 WOC ……… 31

BAB III. Asuhan Keperawatan 3.1 Pengkajian ………. 32

3.2 Analisa Data ……….. 34

3.3 Diagnosa Keperawatan ……….. 36

3.4 Rencana Tindakan ………... 37

3.5 Implementasi ………...……….. 42

3.6 Evaluasi ……….. 42

DAFTAR PUSTAK……….. …… 43

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 LATAR BELAKANG

(3)

wanita yang berusia 35 - 55 tahun. Akan tetapi, tidak mustahil wanita yang mudapun dapat menderita penyakit ini, asalkan memiliki faktor risikonya.

Perkembangan neoplasma ganas di serviks tidak menghalangi untuk terjadinya kehamilan. Terdapat kemungkinan 1 di antara 3000 kehamilan bagi seorang wanita penderita kanker serviks. Namun, adanya kanker serviks memberi pengaruh yang tidak baik dalam kehamilan, persalinan, dan nifas. Kanker serviks dapat memicu terjadinya abortus akibat pendarahan dan hambatan dalam pertumbuhan janin karena pertumbuhan neoplasma tersebut. Apabila penyakit ini tidak diobati lebih lanjut, pada kira-kira dua pertiga usia kehamilan penderita menjelang cukup bulan, dapat terjadi kematian janin. (Wiknjosastro, Hanifa. 2005)

Pengaruh kanker serviks pada waktu persalinan, antara lain kekakuan serviks karena jaringan kanker yang terbentuk, akan menghambat proses persalinan (khususnya Kala I). Bila tumor yang terbentuk lunak dan hanya terbatas pada sebagian serviks, pembukaan pada waktu persalinan dapat menjadi lengkap dan bayi bisa lahir spontan. Dalam masa nifas, sering terjadi infeksi.

Adapun penyebab pasti terjadinya perubahan sel-sel normal mulut rahim menjadi se-sel yang ganas tidak diketahui secara pasti. Namun, ada beberapa faktor yang dapat mempengaruhi perubahan tersebut, antara lain : hubungan seksual pada usia dini (< 17 tahun), hubungan seksual multi partner, infeksi HPV (Human Papilloma Virus), dan genetik (namun, persentasenya sangat kecil). Ada juga beberapa faktor yang mempengaruhi insiden kanker serviks yaitu : usia, melahirkan lebih dari 3x, personal hygiene, status sosial ekonomi, terpajan virus terutama virus HIV, dan kebiasaan merokok.

Beberapa gejala yang bisa timbul pada penderita kanker serviks, antara lain : keputihan atau keluarnya cairan encer dan berbau busuk dari vagina, pendarahan, hematuria, anemia, kelemahan pada ekstremitas bawah, timbul nyeri panggul (pelvis) atau di perut bagian bawah. Pada stadium lanjut, badan menjadi lebih kurus, edema kaki, timbul iritasi kandung kencing dan rektum, bahkan bisa menyebabkan terbentuknya vesikovaginal atau rektovaginal, hingga timbul gejala-gejala akibat metastasis jauh.

(4)

suatu pemeriksaan sitologi untuk mengetahui adanya keganasan (kanker) dengan mikroskop. Pemeriksaan ini mudah dikerjakan, cepat dan tidak menimbulkan rasa sakit. Dengan adanya upaya deteksi dini ini, diharapkan angka kejadian kanker serviks dapat ditekan pada tahun -tahun berikutnya.

Berdasarkan fenomena di atas, penulis ingin mengkaji lebih lanjut bagaimana asuhan keperawatan pada pasien dengan ca.cerviks

1.2 Rumusan Masalah 1. Apa definisi ca.cervik ?

2. Apa etiologi ca.cervik ?

3. Bagaimana patofisiologi ca.cervik ?

4. Bagaimana tanda dan gejala ca.cervik ?

5. Bagaimana pemeriksaan ca.cervik ?

6. Bagaimana Penatalaksanaan ca.cervik ?

7. Bagaimana WOC ca.cervik ?

8. Bagaimana asuhan keperawatan ca.cervik ?

1.3 Tujuan

1. Mengetahui definisi ca.cervik

2 Mengetahui etiologi ca.cervik

3 Mengetahui patofisiologi ca.cervik

4 Mengetahui tanda dan gejala ca.cervik

5 Mengetahui pemeriksaan ca.cervik

6 Mengetahui Penatalaksanaan ca.cervik

7 Mengetahui WOC ca.cervik

8 Mengetahui asuhan keperawatan ca.cervik

1.4 Manfaat

(5)

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Definisi

Kanker adalah istilah umum yang mencakup setiap pertumbuhan maligna dalam setiap bagian tubuh, pertumbuhan ini tidak bertujuan, bersifat parasit, dan berkembang dengan mengorbankan manusia sebagai hospesnya (Hinchliff, 1999).

Kanker serviks adalah pertumbuhan sel-sel abnormal pada daerah batas antara epitel yang melapisi ektoserviks (porsio) dan endoserviks kanalis serviksalis yang disebut squamo-columnar junction (SCJ) (Wiknjosastro, Hanifa. 2005)

Kanker serviks merupakan sel-sel kanker yang menyerang bagian squamosa columnar junction (SCJ) serviks (Price, Sylvia. 2002)

Kanker serviks merupakan karsinoma ginekologi yang terbanyak diderita (Kapita Selekta Kedokteran Jilid I)

2.2 Epidemiologi / Insiden Kasus

Kanker leher rahim (serviks) atau karsinoma serviks uterus merupakan kanker pembunuh wanita nomor dua di dunia setelah kanker payudara. Setiap tahunnya, terdapat kurang lebih 500 ribu kasus baru kanker leher rahim (cervical cancer), sebanyak 80 persen terjadi pada wanita yang hidup di negara berkembang. Sedikitnya 231.000 wanita di seluruh dunia meninggal akibat kanker leher rahim. Dari jumlah itu, 50% kematian terjadi di negara-negara berkembang. Hal itu terjadi karena pasien datang dalam stadium lanjut.

Di dunia, lebih dari 700 wanita meninggal setiap hari karena kanker serviks. Di Indonesia, kanker serviks menempati urutan pertama kanker pada wanita.Setiap hari di Indonesia ada 40 orang wanita terdiagnosa dan 20 wanita meninggal karena kanker serviks. Kanker serviks merupakan penyakit yang telah diketahui penyebabnya dan telah diketahui perjalanan penyakitnya. Ditambah juga sudah ada metode deteksi dini kanker serviks dan adanya pencegahan dengan vaksinasi, seharusnya angka kejadian dan kematian akibat kanker serviks dapat diturun. Banyaknya kasus kanker serviks di Indonesia disebabkan pengetahuan tentang kanker serviks yang kurang sehingga kesadaran masyarakat untuk deteksi dini pun masih rendah. (sumber : http://healthycaus.blogspot.com)

2.3 Etiologi / Predisposisi

(6)

mitra seks multipel, multi paritas, nutrisi, rokok, dan lain-lain. Karsinoma serviks dapat tumbuh eksofitik maupun endofitik.

Menurut Wiknjosastro Hanifa ada beberapa faktor yang dapat meningkatkan resiko terjadinya kanker serviks, antara lain adalah :

1. Hubungan seks pada usia muda atau pernikahan pada usia muda

Faktor ini merupakan faktor risiko utama. Semakin muda seorang perempuan melakukan hubungan seks, semakin besar risikonya untuk terkena kanker serviks. Berdasarkan penelitian para ahli, perempuan yang melakukan hubungan seks pada usia kurang dari 17 tahun mempunyai resiko 3 kali lebih besar daripada yang menikah pada usia lebih dari 20 tahun.

2. Berganti-ganti pasangan seksual

Perilaku seksual berupa gonta - ganti pasangan seks akan meningkatkan penularan penyakit kelamin. Penyakit yang ditularkan, salah satunya adalah infeksi Human Papilloma Virus (HPV) telah terbukti dapat meningkatkan timbulnya kanker serviks, penis dan vulva. Resiko terkena kanker serviks menjadi 10 kali lipat pada wanita yang mempunyai partner seksual 6 orang atau lebih. Di samping itu, virus herpes simpleks tipe 2 dapat menjadi faktor pendamping.

3. Faktor genetik

Terjadinya mutasi sel pada sel epitel skuamosa serviks yang menyebabkan terjadinya kanker serviks pada wanita dapat diturunkan melalui kombinasi genetik dari orang tua ke anaknya.

4. Kebiasaan merokok

Wanita perokok memiliki risiko 2 kali lebih besar terkena kanker serviks dibandingkan dengan wanita yang tidak merokok. Penelitian menunjukkan, lendir serviks pada wanita perokok mengandung nikotin yang dapat menurunkan daya tahan serviks di samping merupakan ko-karsinogen infeksi virus. Selain itu, rokok mengandung zat benza @ piren yang dapat memicu terbentuknya radikal bebas dalam tubuh yang dapat menjadi mediator terbentuknya displasia sel epitel pada serviks.

5. Defisiensi zat gizi (vitamin A dan C)

Ada beberapa penelitian yang menyimpulkan bahwa defisiensi vitamin C dapat meningkatkan risiko terjadinya displasia ringan dan sedang, serta mungkin juga meningkatkan risiko terjadinya kanker serviks pada wanita yang makanannya rendah beta karoten dan retinol (vitamin A).

(7)

Trauma mekanis yang terjadi pada waktu paritas dapat mempengaruhi timbulnya infeksi, perubahan struktur sel, dan iritasi menahun

7. Gangguan sistem kekebalan

Bisa disebabkan oleh nikotin yang dikandung dalam rokok, dan penyakit yang sifatnya immunosupresan, contohnya : HIV / AIDS

8. Status sosial ekonomi lemah

Umumnya, golongan wanita dengan latar belakang ekonomi lemah tidak mempunyai biaya untuk melakukan pemeriksaan sitologi Pap Smear secara rutin, sehingga upaya deteksi dini tidak dapat dilakukan.

2.4 Patofisiologi

Karsinoma serviks timbul di batas antara epitel yang melapisi ektoserviks (porsio) dan endoserviks kanalis serviks yang disebut sebagai squamo-columnar junction (SCJ). Histologi antara epitel gepeng berlapis (squamous complex) dari portio dengan epitel kuboid/silindris pendek selapis bersilia dari endoserviks kanalis serviks. Pada wanita SCJ ini berada di luar ostius uteri eksternum, sedangkan pada wanita umur > 35 tahun, SCJ berada di dalam kanalis serviks. Tumor dapat tumbuh :

1. Eksofilik mulai dari SCJ ke arah lumen vagina sebagai masa yang mengalami infeksi

sekunder dan nekrosis.

2. Endofilik mulai dari SCJ tumbuh ke dalam stomaserviks dan cenderung untuk mengadakan

infiltrasi menjadi ulkus.

3. Ulseratif mulai dari SCJ dan cenderung merusak struktur jaringan serviks dengan melibatkan

awal fornises vagina untuk menjadi ulkus yang luas.

Serviks normal secara alami mengalami proses metaplasi/erosio akibat saling desak-mendesak kedua jenis epitel yang melapisi. Dengan masuknya mutagen, porsio yang erosif (metaplasia skuamosa) yang semula fisiologik dapat berubah menjadi patologik melalui tingkatan NIS I, II, III dan KIS untuk akhirnya menjadi karsinoma invasif. Sekali menjadi mikroinvasif atau invasif, proses keganasan akan berjalan terus.

Periode laten dari NIS – I s/d KIS 0 tergantung dari daya tahan tubuh penderita. Umumnya fase pra invasif berkisar antara 3 – 20 tahun (rata-rata 5 – 10 tahun). Perubahan epitel displastik serviks secara kontinyu yang masih memungkinkan terjadinya regresi spontan dengan pengobatan / tanpa diobati itu dikenal dengan Unitarian Concept dari Richard. Hispatologik sebagian besar 95-97% berupa epidermoid atau squamos cell carsinoma sisanya adenokarsinoma, clearcell carcinoma/mesonephroid carcinoma dan yang paling jarang adalah sarcoma.

(8)

Pada fase prakanker (tahap displasia), sering tidak ada gejala atau tanda-tanda yang khas. Namun, kadang bisa ditemukan gejala-gejala sebagai berikut :

1. Keputihan atau keluar cairan encer dari vagina. Getah yang keluar dari vagina ini makin lama akan berbau busuk akibat infeksi dan nekrosis jaringan

2. Perdarahan setelah senggama (post coital bleeding) yang kemudian berlanjut menjadi perdarahan yang abnormal

3. Pada fase invasif dapat keluar cairan berwarna kekuning-kuningan dan berbau busuk. 4. Bisa terjadi hematuria karena infiltrasi kanker pada traktus urinarius

5. Timbul gejala-gejala anemia bila terjadi perdarahan kronis. 6. Kelemahan pada ekstremitas bawah

7. Timbul nyeri panggul (pelvis) atau di perut bagian bawah bila ada radang panggul. Bila nyeri terjadi di daerah pinggang ke bawah, kemungkinan terjadi infiltrasi kanker pada serabut saraf lumbosakral.

8. Pada stadium lanjut, badan menjadi kurus kering karena kurang gizi, edema kaki, timbul iritasi kandung kencing dan poros usus besar bagian bawah (rektum), terbentuknya fistel vesikovaginal atau rektovaginal, atau timbul gejala-gejala akibat metastasis jauh.

2.6 Pemeriksaan Penunjang

a. Pemeriksaan Sitologi Pap Smear

Salah satu pemeriksaan sitologi yang bisa dilakukan adalah pap smear. Pap smear merupakan salah satu cara deteksi dini kanker leher rahim. Test ini mendeteksi adanya perubahan-perubahan sel leher rahim yang abnormal, yaitu suatu pemeriksaan dengan mengambil cairan pada laher rahim dengan spatula kemudian dilakukan pemeriksaan dengan mikroskop.

Saat ini telah ada teknik thin prep (liquid base cytology) adalah metoda pap smear yang dimodifikasi yaitu sel usapan serviks dikumpulkan dalam cairan dengan tujuan untuk menghilangkan kotoran, darah, lendir serta memperbanyak sel serviks yang dikumpulkan sehingga akan meningkatkan sensitivitas. Pengambilan sampel dilakukan dengan mengunakan semacam sikat (brush) kemudian sikat dimasukkan ke dalam cairan dan disentrifuge, sel yang terkumpul diperiksa dengan mikroskop.

Pap smear hanyalah sebatas skrining, bukan diagnosis adanya kanker serviks. Jika ditemukan hasil pap smear yang abnormal, maka dilakukan pemeriksaan standar berupa kolposkopi. Penanganan kanker serviks dilakukan sesuai stadium penyakit dan gambaran histopatologimnya. Sensitifitas pap smear yang dilakukan setiap tahun mencapai 90%.

(9)

Pemeriksaan dengan pembesaran (seperti mikroskop) yang digunakan untuk mengamati secara langsung permukaan serviks dan bagian serviks yang abnormal. Dengan kolposkopi akan tampak jelas lesi pada permukaaan serviks, kemudian dilakukan biopsi pada lesi-lesi tersebut.

c. IVA (Inspeksi Visual Asam Asetat)

IVA merupakan tes alternatif skrining untuk kanker serviks. Tes sangat mudah dan praktis dilaksanakan, sehingga tenaga kesehatan non dokter ginekologi, bidan praktek dan lain-lain. Prosedur pemeriksaannya sangat sederhana, permukaan serviks/leher rahim diolesi dengan asam asetat, akan tampak bercak-bercak putih pada permukaan serviks yang tidak normal.

d. Serviksografi

Servikografi terdiri dari kamera 35 mm dengan lensa 100 mm dan lensa ekstensi 50 mm. Fotografi diambil oleh tenaga kesehatan dan slide (servikogram) dibaca oleh yang mahir dengan kolposkop. Disebut negatif atau curiga jika tampak kelainan abnormal, tidak memuaskan jika SSK tidak tampak seluruhnya dan disebut defek secara teknik jika servikogram tidak dapat dibaca (faktor kamera atau flash).

Kerusakan (defect) secara teknik pada servikogram kurang dari 3%. Servikografi dapat dikembangkan sebagai skrining kolposkopi. Kombinasi servikografi dan kolposkopi dengan sitologi mempunyai sensitivitas masing 83% dan 98% sedang spesifisitas masing-masing 73% dan 99%. Perbedaan ini tidak bermakna. Dengan demikian servikografi dapat di-gunakan sebagai metoda yang baik untuk skrining massal, lebih-lebih di daerah di mana tidak ada seorang spesialis sitologi, maka kombinasi servikogram dan kolposkopi sangat membantu dalam deteksi kanker serviks.

e. Gineskopi

Gineskopi menggunakan teleskop monokuler, ringan dengan pembesaran 2,5 x dapat digunakan untuk meningkatkan skrining dengan sitologi. Biopsi atau pemeriksaan kolposkopi dapat segera disarankan bila tampak daerah berwarna putih dengan pulasan asam asetat. Sensitivitas dan spesifisitas masing-masing 84% dan 87% dan negatif palsu sebanyak 12,6% dan positif palsu 16%. Samsuddin dkk pada tahun 1994 membandingkan pemeriksaan gineskopi dengan pemeriksaan sitologi pada sejumlah 920 pasien dengan hasil sebagai berikut: Sensitivitas 95,8%; spesifisitas 99,7%; predictive positive value 88,5%; negative value 99,9%; positif palsu 11,5%; negatif palsu 4,7% dan akurasi 96,5%. Hasil tersebut memberi peluang digunakannya gineskopi oleh tenaga paramedis / bidan untuk mendeteksi lesi prakanker bila fasilitas pemeriksaan sitologi tidak ada.

(10)

Penanda tumor adalah suatu suatu substansi yang dapat diukur secara kuantitatif dalam kondisi prakanker maupun kanker. Salah satu PT yang dapat digunakan untuk mendeteksi adanya perkembangan kanker serviks adalah CEA (Carcino Embryonic Antigen) dan HCG (Human Chorionic Gonadotropin). Kadar CEA abnormal adalah > 5 µL/ml, sedangkan kadar HCG abnormal adalah > 5ηg/ml. HCG dalam keadaan normal disekresikan oleh jaringan plasenta dan mencapai kadar tertinggi pada usia kehamilan 60 hari. Kedua PT ini dapat dideteksi melalui pemeriksaan darah dan urine.

g. Pemeriksaan darah lengkap

Pemeriksaan ini dilakukan untuk mendeteksi tingkat komplikasi pendarahan yang terjadi pada penderita kanker serviks dengan mengukur kadar hemoglobin, hematokrit, trombosit dan kecepatan pembekuan darah yang berlangsung dalam sel-sel tubuh.

2.7 KRITERIA DIAGNOSIS

Interpretasi sitologi yang dapat menunjang diagnosis kanker serviks :  Hasil pemeriksaan negatif

Tidak ditemukan sel ganas. Ulangi pemeriksaan sitologi dalam 1 tahun lagi.  Inkonklusif

Sediaan tidak memuaskan. Bisa disebabkan fiksasi tidak baik. Tidak ditemukan sel endoserviks, gambaran sel radang yang padat menutupi sel. Ulangi pemeriksaan sitologi setelah dilakukan pengobatan radang dan sebagainya.

Displasia

Terdapat sel - sel diskariotik pada pemeriksaan mikroskopik. Derajat ringan, sedang, sampai karsinoma in situ. Diperlukan konfirmasi dengan kolposkopi dan biopsi. Dilakukan penangan lebih lanjut dan harus diamati minimal 6 bulan berikutnya.

Hasil pemeriksaan positif

Terdapat sel - sel ganas pada lapisan epitel serviks melalui pengamatan mikroskopik. Harus dilakukan biopsi untuk memperkuat diagnosis. Penanganan harus dilakukan di rumah sakit rujukan dengan seorang ahli onkologi.

2.8 Penatalaksanaan

(11)

onkologi) (Wiknjosastro, 1997). Penatalaksanaan yang dilakukan pada klien kanker serviks, tergantung pada stadiumnya. penatalaksanaan medis terbagi menjadi tiga cara yaitu: histerektomi, radiasi dan kemoterapi.

Di bawah ini adalah klasifikasi penatalaksanaan medis secara umum berdasarkan stadium kanker serviks :

STADIUM PENATALAKSANAAN

0

Biopsi kerucut

Histerektomi transvaginal

Ia Biopsi kerucutHisterektomi transvaginal

Ib,Iia

Histerektomi radikal dengan limfadenektomi panggul dan evaluasi kelenjar limfe paraaorta (bila terdapat metastasis dilakukan radioterapi pasca pembedahan

IIb, III, IV Histerektomi transvaginal

IVa, IVb

Radioterapi Radiasi paliatif Kemoterapi

(sumber : Kapita Selekta Kedokteran Jilid 1)

Manajemen Tumor Insitu

Manajemen yang tepat diperlukan pada karsinoma insitu. Biopsi dengan kolposkopi oleh onkologis berpengalaman dibutuhkan untuk mengeksklusi kemungkinan invasi sebelum terapi dilakukan. Pilihan terapi pada pasien dengan tumor insitu beragam bergantung pada usia, kebutuhan fertilitas, dan kondisi medis lainnya. Hal penting yang harus diketahui juga adalah penyebaran penyakitnya harus diidentifikasi dengan baik.

(12)

dilakukan konisasi didapatkan adanya risiko kegagalan 0,9-1,2% untuk terjadinya karsinoma invasif.

Manajemen Mikroinvasif

Diagnosis untuk stadium IA1 dan IA2 hanya dapat ditegakkan setelah biopsicone dengan batas sel-sel normal, trakelektomi, atau histerektomi. Bila biopsi conepositif menunjukkan CIN III atau kanker invasif sebaiknya dilakukan biopsi coneulangan karena kemungkinan stadium penyakitnya lebih tinggi yaitu IB. Kolposkopi dianjurkan untuk menyingkirkan kemungkinan adanya vaginal intraepithelial neoplasia (VAIN) sebelum dilakukan terapi definitif.

Stadium serviks IA1 diterapi dengan histerektomi total baik abdominal maupun vaginal. Apabila ada VAIN maka vagina yang berasosiasi harus ikut diangkat. Pertimbangan fertilitas pada pasien-pasien dengan stadium ini mengarahkan terapi pada hanya biopsi cone diikuti dengan Pap’s smear dengan interval 4 bulan, 10 bulan, dan 12 bulan bila hasilnya negatif. Stadium serviks IA2 berasosiasi dengan penyebaran pada kelenjar limfe sampai dengan 10% sehingga terapinya adalahmodified radical hysterectomy diikuti dengan limfadenektomi. Pada stadium ini bila kepentingan fertilitas masih dipertimbangkan atau tidak ditemukan bukti invasi ke kelenjar limfe maka dapat dilakukan biopsi cone yang luas disertai limfadenektomi laparoskopi atau radikal trakelektomi dengan limfadenektomi laparoskopi. Observasi selanjutnya dilakukan dengan Pap’s smear dengan interval 4 bulan, 10 bulan dan 12 bulan.

Manajemen Karsinoma Invasif Stadium Awal

Pasien-pasien dengan tumor yang tampak harus dilakukan biopsi untuk konfirmasi diagnosis. Apabila ditemukan gejala-gejala yang berhubungan dengan metastasis maka sebaiknya dilakukan pemeriksaan seperti sistoskopi dan sigmoidoskopi. Pemeriksaan foto toraks dan evaluasi fungsi ginjal sangat dianjurkan. Stadium awal karsinoma serviks invasif adalah stadium IB sampai IIA (< 4cm). Stadium ini memiliki prognosis yang baik apabila diterapi dengan operasi atau radioterapi. Angka kesembuhan dapat mencapai 85% sampai 90% pada pasien dengan massa yang kecil. Ukuran tumor merupakan faktor prognostik yang penting untuk kesembuhan atau angka harapan hidup 5 tahunnya.

(13)

dilakukan pemeriksaan patologi anatomi pada jaringan hasil operasi dan bila didapatkan penyebaran pada kelenjar limfe paraaorta atau sekitar pelvis maka dilakukan radiasi pelvis dan paraaorta. Radiasi langsung dilakukan apabila besar massa mencapai lebih dari 4 cm tanpa harus menunggu hasil patologi anatomi kelenjar limfe.

Penelitian kontrol acak menunjukkan bahwa pemberian terapi sisplatin yang bersamaan dengan radioterapi setelah operasi yang memiliki invasi pada kelenjar limfe, parametrium, atau batas-batas operatif menunjukkan keuntungan secara klinis. Penelitian dengan berbagai dosis dan jadwal pemberian sisplatin yang diberikan bersamaan dengan radioterapi menunjukkan penurunan risiko kematian karena kanker serviks sebanyak 30-50%. Risiko juga meningkat apabila didapat ukuran massa yang lebih dari 4 cm walaupun tanpa invasi pada kelenjar-kelenjar limfe,infiltrasi pada kapiler pembuluh darah, invasi di lebih dari 1/3 stroma serviks. Radioterapi pelvis adjuvan akan meningkatkan kekambuhan lokal dan menurunkan angka progresifitas dibandingkan tanpa radioterapi.

Manajemen Karsinoma Invasif Stadium Lanjut

Ukuran tumor primer penting sebagai faktor prognostik dan harus dievaluasi dengan cermat untuk memilih terapi optimal. Angka harapan hidup dan kontrol terhadap rekurensi lokal lebih baik apabila didapatkan infiltrasi satu parametrium dibandingkan kedua parametrium. Pengobatan terpilih adalah radioterapi lengkap, dilanjutkan penyinaran intrakaviter. Terapi variasi yang diberikan biasanya beruapa pemberian kemoterapi seperti sisplatin, paclitaxel, 5-fluorourasil, docetaxel, dan gemcitabine. Pengobatan bersifat paliatif bila stadium mencapai staidum IVB dalam bentuk radiasi paliatif.

Manajemen Nyeri Kanker

Berdasarkan kekuatan obat anti nyeri kanker, dikenal 3 tingkatan obat, yaitu :

1. Nyeri ringan (VAS 1-4) : obat yang dianjurkan antara lain Asetaminofen, OAINS (Obat Anti-Inflamasi Non-Steroid)

2. Nyeri sedang (VAS 5-6) : obat kelompok pertama ditambah kelompok opioid ringan seperti kodein dan tramadol

3. Nyeri berat (VAS 7-10) : obat yang dianjurkan adalah kelompok opioid kuat seperti morfin dan fentanil (sumber : Sjaifoellah Noer. 1996)

Operasi

Operasi bertujuan untuk mengambil atau merusak kanker. Bisa menggunakan bedah mikrografik atau laser. Tujuan utamanya untuk mengangkat keseluruhan tumor / kanker. Pembedahan mikrografik dilaksanakan dengan bedah kimia dimana prosedur pembedahannya mengharuskan pengangkatan tumor lapis demi lapis.

(14)

 Konisasi (cone biopsy): pembuatan sayatan berbentuk kerucut pada serviks dan kanal serviks

untuk diteliti oleh ahli patologi. Digunakan untuk diagnosa ataupun pengobatan pra-kanker serviks

 Cryosurgery: yaitu pengobatan dengan cara membekukan dan menghancurkan jaringan

abnormal (biasanya untuk stadium pra-kanker serviks)

 Bedah laser: untuk memotong jaringan atau permukaan lesi pada kanker serviks

 Loop electrosurgical excision procedure (LEEP): menggunakan arus listrik yang

dilewati pada kawat tipis untuk memotong jaringan abnormal kanker serviks

 Histerektomi adalah suatu tindakan pembedahan yang bertujuan untuk

mengangkat uterus dan serviks (total) ataupun salah satunya (subtotal). Biasanya dilakukan pada stadium klinik IA sampai IIA (klasifikasi FIGO). Umur pasien sebaiknya sebelum menopause, atau bila keadaan umum baik, dapat juga pada pasien yang berumur kurang dari 65 tahun. Pasien juga harus bebas dari penyakit umum (resiko tinggi) seperti: penyakit jantung, ginjal dan hepar. Ada 2 histerektomi :

Total Histerektomi: pengangkatan seluruh rahim dan serviks

Radikal Histerektomi: pengangkatan seluruh rahim dan serviks, indung telur, tuba falopi maupun kelenjar getah bening di dekatnya.

Stadium pra kanker ataupun kanker serviks yang kurang invasif (stadium IA) biasanya diobati dengan histerektomi. Bila pasien masih ingin memiliki anak, metode LEEP atau cone biopsy dapat menjadi pilihan.

Untuk stadium kanker serviks awal IB dan IIA:

 Ukuran tumor lebih kecil dari 4cm: radikal histerektomi ataupun radioterapi dengan/tanpa

kemoterapi.

 Ukuran tumor lebih besar dari 4cm: radioterapi dan kemoterapi berbasis cisplatin,

histerektomi, ataupun kemo berbasis cisplatin yang dilanjutkan dengan histerektomi

(15)

Beberapa hari setelah menjalani histerektomi, penderita bisa mengalami nyeri di perut bagian bawah. Untuk mengatasinya bisa diberikan obat pereda nyeri. Penderita juga mungkin akan mengalami kesulitan dalam berkemih dan buang air besar. Untuk membantu pembuangan air kemih bisa dipasang kateter. Beberapa saat setelah pembedahan, aktivitas penderita harus dibatasi agar penyembuhan berjalan lancar. Aktivitas normal (termasuk hubungan seksual) biasanya bisa kembali dilakukan dalam waktu 4-8 minggu. Setelah menjalani histerektomi, penderita tidak akan mengalami menstruasi lagi. Histerektomi biasanya tidak mempengaruhi gairah seksual dan kemampuan untuk melakukan hubungan seksual. Tetapi banyak penderita yang mengalami gangguan emosional setelah histerektomi. Pandangan penderita terhadap seksualitasnya bisa berubah dan penderita merasakan kehilangan karena dia tidak dapat hamil lagi.

Kemoterapi

Memberikan obat antikanker untuk membunuh sel-sel kanker. Bisa berupa obat yang diminum, dimasukkan bersama cairan intravena, atau injeksi. Contoh obat yang diberikan dalam kemoterapi, misalnya sitostatika.

Kemoterapi adalah penatalaksanaan kanker dengan pemberian obat melalui infus, tablet, atau intramuskuler. (Prayetni, 1997). Obat kemoterapi digunakan utamanya untuk membunuh sel kanker dan menghambat perkembangannya. Tujuan pengobatan kemoterapi tegantung pada jenis kanker dan fasenya saat didiagnosis. Beberapa kanker mempunyai penyembuhan yang dapat diperkirakan atau dapat sembuh dengan pengobatan kemoterapi. Dalam hal lain, pengobatan mungkin hanya diberikan untuk mencegah kanker yang kambuh, ini disebut pengobatan adjuvant. Dalam beberapa kasus, kemoterapi diberikan untuk mengontrol penyakit dalam periode waktu yang lama walaupun tidak mungkin sembuh. Jika kanker menyebar luas dan dalam fase akhir, kemoterapi digunakan sebagai paliatif untuk memberikan kualitas hidup yang lebih baik. Kemoterapi kombinasi telah digunakan untuk penyakit metastase karena terapi dengan agen-agen dosis tunggal belum memberikan keuntungan yang memuaskan. (Gale & Charette, 2000). Contoh obat yang digunakan pada kasus kanker serviks antara lain CAP (Cyclophopamide Adremycin Platamin), PVB (Platamin Veble Bleomycin) dan lain - lain (Prayetni, 1997). Cara pemberian kemoterapi:

1. Ditelan

2. Disuntikkan

3. Diinfus

(16)

adalah : Mitomycin. Paclitaxel, Ifosfamide. Topotecantelah disetujui untuk digunakan bersama dengan cisplastin untuk kanker serviks stage lanjut, dapat digunakan ketika operasi / radiasi tidak dapat dilakukan atau tidak menampakkan hasil; kanker serviks yang timbul kembali / menyebar ke organ lain.

Kemoterapi dapat digunakan sebagai :

1. Terapi utama pada kanker stadium lanjut

2. Terapi adjuvant/tambahan – setelah pembedahan untuk meningkatkan hasil pembedahan

dengan menghancurkan sel kanker yang mungkin tertinggal dan mengurangi resiko kekambuhan kanker.

3. Terapi neoadjuvan – sebelum pembedahan untuk mengurangi ukuran tumor

4. Untuk mengurangi gejala terkait kanker yang menyebabkan ketidaknyamanan dan

memperbaiki kehidupan pasien (stadium lanjut / kanker yang kambuh)

5. Memperpanjang masa hidup pasien (stadium lanjut / kanker yang kambuh)

Efek samping dari kemoterapi adalah :

 Lemas

Timbulnya mendadak atau perlahan dan tidak langsung menghilang saat beristirahat, kadang berlangsung terus sampai akhir pengobatan.

 Mual dan muntah

Mual dan muntah berlangsung singkat atau lama. Dapat diberikan obat anti mual sebelum, selama, dan sesudah pengobatan.

 Gangguan pencernaan

Beberapa obat kemoterapi dapat menyebabkan diare, bahkan ada yang diare sampai dehidrasi berat dan harus dirawat. Kadang sampai terjadi sembelit.

Bila terjadi diare : kurangi makan-makanan yang mengandung serat, buah dan sayur. Harus minum air yang hilang untuk mengatasi kehilangan cairan.

Bila susah BAB : makan-makanan yang berserat, dan jika memungkinkan olahraga.

 Sariawan

 Rambut rontok

Kerontokan rambut bersifat sementara, biasanya terjadi dua atau tiga minggu setelah kemoterapi dimulai. Dapat juga menyebabkan rambut patah didekat kulit kepala. Dapat terjadi seminggu setelah kemoterapi.

 Otot dan saraf

Beberapa obat kemoterapi menyebabkan kesemutan dan mati rasa pada jari tangan dan kaki. Serta kelemahan pada otot kaki.

(17)

Beberapa jenis obat kemoterapi ada yang berpengaruh pada kerja sumsum tulang yang merupakan pabrik pembuat sel darah merah, sehingga jumlah sel darah merah menurun. Yang paling sering adalah penurunan sel darah putih (leukosit). Penurunan sel darah terjadi setiap kemoterapi, dan test darah biasanya dilakukan sebelum kemoterapi berikutnya untuk memastikan jumlah sel darah telah kembali normal. Penurunan jumlah sel darah dapat menyebabkan :

 Mudah terkena infeksi

Hal ini disebabkan oleh penurunan leukosit, karena leukosit adalah sel darah yang memberikan perlindungan infeksi. Ada juga beberapa obat kemoterapi yang menyebabkan peningkatkan leukosit.

 Perdarahan

Keping darah (trombosit) berperan pada proses pembekuan darah, apabila jumlah trombosit rendah dapat menyebabkan pendarahan, ruam, dan bercak merah pada kulit.

 Anemia

Anemia adalah penurunan sel darah merah yang ditandai dengan penurunan Hb (Hemoglobin). Karena Hb letaknya didalam sel darah merah. Penurunan sel darah merah dapat menyebabkan lemah, mudah lelah, tampak pucat.

 Kulit menjadi kering dan berubah warna

Lebih sensitive terhadap sinar matahari.

Kuku tumbuh lebih lambat dan terdapat garis putih melintang.

Elektrokoagulasi

Membakar sel-sel kanker dengan aliran listrik yang telah diatur voltasenya

Radiasi

Terapi ini menggunakan sinar ionisasi (sinar X) untuk merusak sel-sel kanker.

(18)

menganjurkan agar penderita sebisa mungkin tetap aktif. Pada radiasi eksternal, sering terjadi kerontokan rambut di daerah yang disinari dan kulit menjadi merah, kering serta gatal-gatal. Mungkin kulit akan menjadi lebih gelap. Daerah yang disinari sebaiknya mendapatkan udara yang cukup, tetapi harus terlindung dari sinar matahari dan penderita sebaiknya tidak menggunakan pakaian yang bisa mengiritasi daerah yang disinari.

Biasanya, selama menjalani radioterapi penderita tidak boleh melakukan hubungan seksual. Kadang setelah radiasi internal, vagina menjadi lebh sempit dan kurang lentur, sehingga bisa menyebabkan nyeri ketika melakukan hubungan seksual. Untuk mengatasi hal ini, penderita diajari untuk menggunakan dilator dan pelumas dengan bahan dasar air. Pada radioterapi juga bisa timbul diare dan sering berkemih.

2.9 Komplikasi

 Pendarahan  Kematian janin  Infertil

 Obstruksi ureter  Hidronefrosis  Gagal ginjal

 Pembentukan fistula  Anemia

 Infeksi sistemik  Trombositopenia

2.10 Pencegahan

Kanker stadium dini (karsinoma in situ) sangat susah dideteksi karena belum menimbulkan gejala yang khas dan spesifik. Kematian pada kasus kanker serviks terjadi karena sebagian besar penderita yang berobat sudah berada dalam stadium lanjut. Atas dasar itulah, di beberapa negara pemeriksaan sitologi vagina merupakan pemeriksaan rutin yang dilakukan kepada para ibu hamil, yang dilanjutkan dengan pemeriksaan biopsi bila ditemukan hasil yang mencurigakan.

Dengan ditemukannya kanker ini pada stadium dini, kemungkinan janin dapat dipertahankan dan penyakit ini dapat disembuhkan bisa mencapai hampir 100%. Malahan sebenarnya kanker serviks ini sangat bisa dicegah. Menurut ahli obgyn dari New York University Medical Centre , dr. Steven R. Goldstein, kuncinya adalah deteksi dini.

(19)

kanker serviks terjadi pada wanita yang sebelumnya tidak pernah melakukan pemeriksaan pap smear. Padahal jika para wanita mau melakukan pemeriksaan ini, maka penyakit ini suatu hari bisa saja diatasi.

Ada beberapa protokol skrining yang bisa ditetapkan bersama - sama sebagai salah satu upaya deteksi dini terhadap perkembangan kanker serviks, beberapa di antaranya :

1. Skrining awal

Skrining dilakukan sejak seorang wanita telah melakukan hubungan seksual (vaginal intercourse) selama kurang lebih tiga tahun dan umurnya tidak kurang dari 21 tahun saat pemeriksaan. Hal ini didasarkan pada karsinoma serviks berasal lebih banyak dari lesi prekursornya yang berhubungan dengan infeksi HPV onkogenik dari hubungan seksual yang akan berkembang lesinya setelah 3-5 tahun setelah paparan pertama dan biasanya sangat jarang pada wanita di bawah usia 19 tahun.

2. Pemeriksaan DNA HPV

Penelitian dalam skala besar mendapatkan bahwa Pap’s smear negatif disertai DNA HPV yang negatif mengindikasikan tidak akan ada CIN 3 sebanyak hampir 100%. Kombinasi pemeriksaan ini dianjurkan untuk wanita dengan umur diatas 30 tahun karena prevalensi infeksi HPV menurun sejalan dengan waktu. Infeksi HPV pada usia 29 tahun atau lebih dengan ASCUS hanya 31,2% sementara infeksi ini meningkat sampai 65% pada usia 28 tahun atau lebih muda. Walaupun infeksi ini sangat sering pada wanita muda yang aktif secara seksual tetapi nantinya akan mereda seiring dengan waktu. Sehingga, deteksi DNA HPV yang positif yang ditenukan kemudian lebih dianggap sebagai HPV yang persisten. Apabila ini dialami pada wanita dengan usia yang lebih tua maka akan terjadi peningkatan risiko kanker serviks.

3. Skrining dengan Thinrep / liquid-base method

Disarankan untuk wanita di bawah 30 tahun yang berisiko dan dianjurkan untuk melakukan pemeriksaan setiap 1 - 3 tahun.

4. Skrining dihentikan bila usia mencapai 70 tahun atau telah dilakukan 3 kali

pemeriksaan berturut-turut dengan hasil negatif.

2.11 Prognosa

Karsinoma serviks yang tidak diobati atau tidak memberikan respon terhadap pengobatan, 95 % mengalami kematian dalam 2 tahun setelah timbul gejala. Pasien yang menjalani histerektomi dan memiliki risiko tinggi terjadinya rekurensi harus terus diawasi karena lewat deteksi dini, perkembangan kanker seviks dapat diobati dengan radioterapi. Ada beberapa faktor yang menentukan prognosis dalam angka kejadian kanker serviks, antara lain :

 Usia penderita

 Keadaan umum

 Tingkat klinis keganasan

 Ciri - ciri histologik sel kanker

(20)

 Sarana pengobatan yang tersedia

(sumber : Kapita Selekta Kedokteran Jilid 1)

Stadium Penyebaran kanker serviks % Harapan Hidup 5 Tahun

0 Karsinoma insitu 100

I Terbatas pada uterus 85

II Menyerang luar uterus tetapi meluas ke

dinding pelvis 60

III Meluas ke dinding pelvis dan atau sepertiga bawah vagina atau hidronefrosis

33

IV Menyerang mukosa kandung kemih atau rektum atau meluas keluar pelvis sebenarnya

(21)
(22)

BAB III

ASUHAN KEPERAWATAN PADA PASIEN DENGAN CA.CERVIK 3.1 PENGKAJIAN

a. Identitas pasien

b. Riwayat keluarga

c. Status kesehatan

 Status kesehatan saat ini

 Status kesehatan masa lalu

 Riwayat penyakit keluarga

d. Pola fungsi kesehatan Gordon

1. Pemeliharaan dan persepsi kesehatan.

Kanker serviks dapat diakibatkan oleh higiene yang kurang baik pada daerah kewanitaan. Kebiasaan menggunakan bahan pembersih vagina yang mengandung zat – zat kimia juga dapat mempengaruhi terjadinya kanker serviks.

2. Pola istirahat dan tidur.

Pola istirahat dan tidur pasien dapat terganggu akibat dari nyeri akibat progresivitas dari kanker serviks ataupun karena gangguan pada saat kehamilan.gangguan pola tidur juga dapat terjadi akibat dari depresi yang dialami oleh ibu.

3. Pola eliminasi

Dapat terjadi inkontinensia urine akibat dari uterus yang menekan kandung kemih. Dapat pula terjadi disuria serta hematuria. Selain itu biisa juga terjadi inkontinensia alvi akibat dari peningkatan tekanan otot abdominal

4. Pola nutrisi dan metabolik

Asupan nutrisi pada Ibu dengan kanker serviks harus banyak. Kaji jenis makanan yang biasa dimakan oleh Ibu serta pantau berat badan Ibu . Kanker serviks pada Ibu yang sedang hamil juga dapat mengganggu dari perkembangan janin.

(23)

Pada Ibu dengan kanker serviks biasanya terjadi gangguan pada pada panca indra meliputi penglihatan, pendengaran, penciuman, perabaan, pengecap. Bila sudah metastase ke organ tubuh

6. Pola persepsi dan konsep diri

Pasien kadang merasa malu terhadap orang sekitar karena mempunyai penyakit kanker serviks, akibat dari persepsi yang salah dari masyarakat. Dimana salah satu etiologi dari kanker serviks adalah akibat dari sering berganti – ganti pasangan seksual.

7. Pola aktivitas dan latihan.

Kaji apakah penyakit mempengaruhi pola aktivitas dan latihan. Dengan skor kemampuan perawatan diri (0= mandiri, 1= alat bantu, 2= dibantu orang lain, 3= dibantu orang lain dan alat, 4= tergantung total).

8. Pola seksualitas dan reproduksi

Kaji apakah terdapat perubahan pola seksulitas dan reproduksi pasien selama pasien menderita penyakit ini. Pada pola seksualitas pasien akan terganggu akibat dari rasa nyeri yang selalu dirasakan pada saat melakukan hubungan seksual (dispareuni) serta adanya perdarahan setelah berhubungan. Serta keluar cairan encer (keputihan) yang berbau busuk dari vagina.

9. Pola manajemen koping stress

Kaji bagaimana pasien mengatasi masalah-masalahnya. Bagaimana manajemen koping pasien. Apakah pasien dapat menerima kondisinya setelah sakit.

10. Pola peran - hubungan

Bagaimana pola peran hubungan pasien dengan keluarga atau lingkungan sekitarnya. Apakah penyakit ini dapat mempengaruhi pola peran dan hubungannya.

11. Pola keyakinan dan nilai

Kaji apakah penyakit pasien mempengaruhi pola keyakinan dan nilai yang diyakini.

3.2 Analisis data

1. Data subyektif :

 Pasien mengatakan merasa sakit ketika senggama dan terjadi perdarahan setelah senggama

(24)

 Pasien mengatakan merasa lemah pada ekstremitas bawah

 Pasien mengatakan merasa nyeri pada panggul (pelvis) atau di perut bagian bawah

 Pasien mengatakan merasa nyeri ketika buang air kecil dan urine bercampur darah

 Pasien mengatakan nafsu makan berkurang

 Pasien mengatakan merasa tidak bertenaga dan lemas

 Pasien mengatakan kurang mengetahui mengenai kanker serviks

 Pasien mengatakan merasa cemas tentang kondisinya serta kondisinya.

 Pasien mengatakan merasa kurang perhatian dari keluarganya

2. Data obyektif

 TTV tidak dalam batas normal

Dimana batas normal TTV meliputi :

 Nadi : 60-100 x / menit

 Nafas : 16 - 24 x / menit

 Tekanan Darah : 110-140 / 60-90 mmHg

 Suhu : 36,5 0C – 37,5 0C

 Membran mukosa kering

 Turgor kulit buruk akibat perdarahan

 Pengisian kapiler lambat ( tidak kembali dalam < 2-3 detik setelah ditekan )

 Ekspresi wajah pasien pucat

 Pasien tampak lemas

 Warna kulit kebiruan

 Kulit pecah – pecah, rambut rontok, kuku rapuh

 Ekspresi wajah pasien meringis

 Pasien tampak gelisah

 Pasien mengalami kejang

(25)

 Terjadi hematuria

 Terjadi inkontinensia urine

 Terjadi inkontinensia alvi

 Berat badan pasien tidak stabil

 Mual ataupun muntah

 Keluar cairan encer yang berbau busuk dari vagina.

3.3 DIAGNOSA KEPERAWATAN

Diagnosa keperawatan yang muncul :

1. Kekurangan volume cairan b/d kehilangan volume cairan tubuh secara aktif akibat pendarahan

2. Gangguan perfusi jaringan b/d penurunan suplai O2 ke jaringan

3. Nyeri kronis b/d nekrosis jaringan pada serviks akibat penyakit kanker serviks

4. Hipertermi b/d penyakit kanker serviks dan peningkatan aktivitas metabolik

5. Risiko infeksi b/d penyakit kronis (metastase sel kanker)

6. Kerusakan eliminasi urine b/d infiltrasi kanker pada traktus urinarius

7. Ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh b/d peningkatan aktivitas metabolik

terhadap kanker

8. Disfungsi seksual b/d perubahan fungsi tubuh akibat proses penyakit kanker serviks

9. Intoleransi aktivitas b/d produksi energi tubuh menurun

10.Inkontinensia alvi b/d peningkatan tekanan otot abdominal akibat nekrosis jaringan, kerusakan neuromuscular

11. Gangguan mobilitas fisik b/d kerusakan neuromuscular akibat infiltrasi kanker pada serabut

saraf lumbosakral 12. PK Gagal Ginjal

13. Gangguan pola tidur b/d depresi akibat penyakit kanker serviks

14. Kurang pengetahuan b/d kurangnya informasi mengenai proses penyakit kanker serviks,

terapi, dan prognosisnya

15. Ansietas b/d krisis situasional

16. Berduka antisipasi b/d penyakit kronis yang diderita (kanker serviks) dan ancaman kematian

17. Koping keluarga melemah b/d sakit yang berkepanjangan pada anggota keluarga terdekat

18. Defisit perawatan diri b/d kelemahan

19. Risiko cedera pada ibu b/d penurunan jumlah trombosit

20. PK Anemia

21. Mual b/d kemoterapi

22. Kerusakan integritas kulit b/d perubahan status nutrisi dan kemoterapi

23. Gangguan citra tubuh b/d proses penyakit dan kemoterapi

24.HDR b/d bau busuk pada keputihan

(26)

 Dx 1 : Kekurangan volume cairan b/d kehilangan volume cairan tubuh

secara aktif akibat pendarahan

Tujuan : Setelah diberikan asuhan keperawatan selama 5 jam diharapkan keseimbangan volume cairan adekuat

Kriteria Hasil : 1.TTV pasien dalam batas normal, meliputi :

 Nadi normal ( ± 60 - 100 x / menit)

2 Catat kehilangan darah ibu Kehilangan darah ibu secara berlebihan menurunkan perfusi

3 Hindari trauma dan pemberian tekanan berlebihan pada daerah yang mengalami pendarahan

Mengurangi potensial terjadinya peningkatan pendarahan

4 Pantau status sirkulasi dan volume darah kemungkinan menyebabkan hipovolemia atau hipoksia

5 Pantau TTV. Evaluasi nadi perifer, dan pengisian kapiler

Menunjukkan keadekuatan volume sirkulasi

6 Catat respon fisiologis individual pasien terhadap pendarahan, misalnya kelemahan, gelisah, ansietas, pucat, berkeringat / penurunan kesadaran

(27)

mukosa, dan perhatikan keluhan haus pada pasien

derajat kekurangan cairan

8 Kolaborasi :

Berikan cairan IV sesuai indikasi

Penggantian cairan tergantung pada derajat hipovolemia dan lamanya pendarahan (akut / kronis). Cairan IV juga digunakan untuk mengencerkan obat antineoplastik pada penderita kanker.

Transfusi trombosit penting untuk memaksimalkan mekanisme pembekuan darah sehingga pendarahan lanjutan dapat diminimalisir.

10 Kolaborasi :

Awasi pemeriksaan laboratorium, misalnya : Hb, Hct, sel darah merah

Perlu dilakukan untuk menentukan kebutuhan resusitasi cairan dan mengawasi keefektifan terapi

 Dx 2 :Risiko infeksi b/d proses penyakit kronis (metastase sel kanker)

Tujuan :Setelah diberikan asuhan keperawatan selama 3 x 24 jam, pasien tidak mengalami infeksi Kriteria Hasil :1.Tidak tampak tanda - tanda infeksi (kalor, rubor, dolor, tumor, fungsio

3. Nilai WBC (sel darah putih) dari pemeriksaan laboratorium berada dalam batas normal (4 - 9

103/µL)

(28)

4 Pertahankan teknik perawatan aseptik. Hindari / batasi

prosedur invasif Menurunkan risiko kontaminasi ageninfeksius 5 Utamakan personal hygiene Membantu mengurangi pajanan potensial sumber infeksi dan menimalisir paparan pertumbuhan sekunder patogen

6 Kolaborasi :

Awasi hasil laboratorium untuk melihat adanya diferensial atau peningkatan WBC

Mengidentifikasi organisme penyebab dan terapi yang tepat

8 Kolaborasi :

Berikan antibiotik sesuai indikasi Digunakan untuk menghambat perkembanganagen infeksi

 Dx 3 :Perubahan Pola eliminasi urine b/d infiltrasi kanker pada traktus urinarius Tujuan: :Setelah diberikan asuhan keperawatan selama 1 x 24 jam, pola eliminasi urine pasien

kembali normal (adekuat)

Kriteria Hasil :1. Tidak terjadi hematuria

2.Tidak terjadi inkontinensia urine 3.Tidak terjadi disuria

4.Jumlah output urine dalam batas normal ( ± 0,5 - 1 cc / kgBB / jam)

NO INTERVENSI RASIONALISASI

1 Catat keluaran urine, selidiki penurunan / penghentian aliran urine tiba-tiba

Penurunan aliran urine tiba-tiba dapat mengindikasikan adanya obstruksi / disfungsi pada traktus urinarius

2 Kaji pola berkemih (frekuensi dan jumlahnya). Bandingkan haluaran urine dan masukan cairan serta catat berat jenis urine

Identifikasi kerusakan fungsi vesika urinaria akibat metastase sel-sel kanker pada bagian tersebut 3 Observasi dan catat warna urine. Perhatikan ada / tidaknya

hematuria

Penyebaran kanker pada traktus urinarius (salah satunya di vesika urinaria) dapat menyebabkan jaringan di vesika urinaria mengalami nekrosis sehingga urine yang keluar berwarna merah karena bercampur dengan darah

6 Awasi tanda vital. Kaji nadi perifer, turgor kulit, pengisian kapiler, dan membran mukosa

Indikator keseimbangan cairan dan menunjukkan tingkat hidrasi

7 Kolaborasi :

Siapkan untuk tes diagnostik, prosedur penunjang sesuai indikasi

(29)

8 Kolaborasi :

Pantau nilai BUN dan kreatinin

Kadar BUN dan kreatinin yang abnormal dapat menjadi indikator kegagalan fungsi ginjal sebagai akibat komplikasi metastase sel-sel kanker pada traktus urinarius hingga ke organ ginjal.

3.5 Implementasi

Implementasi yang dilakukan sesuai dengan intervensi yang direncanakan.

3.6 Evaluasi

1. Keseimbangan volume cairan

2. Tidak ada tanda – tanda infeksi

3. Pola eliminasi uri ( bak ) normal

4. Nyeri berkurang / hilang / teratasi

5. Nafsu makan meningkat

6. Pengetahuan tentang penyakit kanker meningkat

7. Perhatian keluarga meningkat

8. Turgor kulit normal

9. Cairan yang keluar pervagina tidak berbau busuk

10. Berat badan stabil

11. Pola eliminasi alvi normal sehari sekali dengan konsistensi lembek

12. Mual dan muntah berkurang / hilang

13. Ekspresi wajah klien tenang

14. Pengisian kapiler cepat

15. Kulit lembab, rambut tidak rontok atau sudah tumbuh

(30)

 Wiknjosastro, Hanifa. 2005. Ilmu Kandungan, Edisi Kedua. Jakarta : Yayasan Bina Pustaka Sarwono Prawirohardjo.

 Wiknjosastro, Hanifa. 2005. Ilmu Kebidanan, Edisi Kedua. Jakarta : Yayasan Bina Pustaka Sarwono Prawirohardjo.

 Hamilton, Persis. 1995. Dasar - Dasar Keperawatan Maternitas, Edisi 6. Jakarta : EGC

 Brunner and Suddarth. 1996. Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah, Volume 3. Jakarta : EGC

 Santosa, Budi. 2005. Panduan Diagnosa Keperawatan NANDA. Jakarta : Prima Medika

 Doengoes, Marylynn, dkk. 1999. Rencana Asuhan Keperawatan Edisi 3. Jakarta : EGC

 Price, Sylvia. 2002. Patofisiologi Konsep Klinis Proses - Proses Penyakit, Edisi 6,

Volume 2. Jakarta : EGC

 Guyton and Hall. 2005. Buku Ajar Fisiologi Kedokteran, Edisi 11. Jakarta : EGC

 Corwin, Elizabeth. 1996. Buku Saku Patofisiologi. Jakarta : EGC

 Mansjoer, Arif dkk. 1999. Kapita Selekta Kedokteran, Jilid 1. Jakarta : Media Ausculapius

 Robbins. 1999. Dasar Patologi Penyakit Edisi 5. Jakarta : EGC

 Sjaifoellah Noer. 1996. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam Jilid 2. Jakarta : FKUI

 http://id.wikipedia.org/wiki/kanker_serviks (akses : 8 Oktober 2009)

http://healthycaus.blogspot.com/2009/07/askep-ibu-dengan-gangguan-sistem-reproduksi.html (akses : 10 Oktober 2009)

 http://infokesehatan2009.html (akses 10 Oktober 2009)

 http://www.pikiran-rakyat.com/prprint.php?mib=beritadetail&id=9636(akses : 11 Oktober

2009)

(31)

Referensi

Dokumen terkait

Kompetensi Teknis pengelola PKBM terdiri dari beberapa kompetensi dasar yang harus dimiliki oleh pengelola PKBM yaitu: 1) mampu merencanakan program PLS, 2) mampu

tahapan analisis data yang dalam penelitian tindakan kelas dilakukan sepanjang. waktu, berbeda dengan penelitian kuantitatif yang menganalisis data

Pada har i ini kamis tanggal Tujuh Belas bulan november tahun Dua Ribu Sebelas, dimulai pukul 08.00 W ITA dengan mengambil tempat di Unit Layanan Pengadaan Bar ang/ Jasa

Lulusan Kualitas lulusan Proporsi lulusan Manpower Approach Tujuan Penddkn Kualitas Social Demand Approach. Rate

: Pelaksanaan PPM berupa Pelatihan Penulisan Karya Ilmiah bagi Guru Sekolah Dasar Se Kecamatan Jetis Kabupaten Bantul. I SDN Sumberagung I Jetis

3). Perusahaan yang bersangkutan dan manajemennya atau peserta perorangan, tidak dalam pengawasan pengadilan, tidak bangkrut dan tidak sedang dihentikan kegiatan

Kedua , kepemimpinan sebagai suatu proses seperti yang dikatakan oleh Stoner yang dikutip oleh Handoko (1997:294) bahwa kepemimpinan sebagai suatu proses pengarahan dan

Mata kuliah ini mengajarkan wawasan dan kesadaran mahasiswa sebagai warga negara dalam hidup berbangsa dan bernegara, sehingga selain memiliki sikap dan perilaku yang cinta tanah