• Tidak ada hasil yang ditemukan

Pengaruh Sistem Kekerabatan Terhadap Pem

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2018

Membagikan "Pengaruh Sistem Kekerabatan Terhadap Pem"

Copied!
15
0
0

Teks penuh

(1)

Makalah Sosiologi

Pengaruh Pilgub Terhadap Sistem

Kekerabatan

Disusun Oleh

Nur Inayah Yushar 50700112014 Ilmu Komunikasi A

ILMU KOMUNIKASI

FAKULTAS DAKWAH DAN KOMUNIKASI

(2)

DAFTAR ISI

Sampul...1

Daftar isi...2

BAB I PENDAHULUAN...3

a. Latar Belakang...3

b. Rumusan Masalah...5

c. Tujuan...5

BAB II PEMBAHASAN...6

a. Manuver yusuf kalla di pilkada SulSel, signal meninggalkan golkar...6

b. Yusuf kalla prediksi pilgub SulSel Satu putaran...7

c. Pelaksanaan pilkada/ pemilukada...8

BAB III PENUTUP...13

a. Kesimpulan...13

b. Saran...13

(3)

BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Sebagaimana diamanatkan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945, wilayah kesatuan Republik Indonesia dibagi atas daerah provinsi dan daerah provinsi dibagi lagi atas daerah kabupaten dan kota, yang masing-masing sebagai daerah otonomi. Sebagai daerah otonomi, daerah provinsi, kabupaten/kota memiliki pemerintahan daerah yang melaksanakan, fungsi-fungsi pemerintahan daerah, yakni Pemerintahan Daerah dan DPRD. Kepala Daerah adalah Kepala Pemerintahan Daerah baik didaerah provinsi, maupun kabupaten/kota yang merupakan lembaga eksekutif di daerah, sedangkan DPRD, merupakan lembaga legislatif di daerah baik di provinsi, maupun kabupaten/kota. Kedua-duanya dinyatakan sebagai unsur penyelenggaraan pemerintahan di daerah (Pasal 40 UU No. 32/2004) .

Sejalan dengan semangat desentralisasi, sejak tahun 2005 Pemilu Kepala Daerah dilaksanakan secara langsung (Pemilukada/Pilkada). Semangat dilaksanakannya pilkada adalah koreksi terhadap system demokrasi tidak langsung (perwakilan) di era sebelumnya, dimana kepala daerah dan wakil kepala daerah dipilih oleh DPRD, menjadi demokrasi yang berakar langsung pada pilihan rakyat (pemilih). Melalui pilkada, masyarakat sebagai pemilih berhak untuk memberikan suaranya secara langsung sesuai dengan kehendak hati nuraninya, tanpa perantara, dalam memilih kepala daerah.

(4)

langsung oleh rakyat, yang diajukan oleh partai politik atau gabungan parpol. Sedangkan didalam perubahan UU No.32 Tahun 2004, yakni UU No.12 Tahun 2008, Pasal 59 ayat 1b, calon kepala daerah dapat juga diajukan dari calon perseorangan yang didukung oleh sejumlah orang. Secara ideal tujuan dari dilakukannya pilkada adalah untuk mempercepat konsolidasi demokrasi di Republik ini. Selain itu juga untuk mempercepat terjadinya good governance karena rakyat bisa terlibat langsung dalam proses pembuatan kebijakan. Hal ini merupakan salah satu bukti dari telah berjalannya program desentralisasi. Daerah telah memiliki otonomi untuk mengatur dirinya sendiri , bahkan otonomi ini telah sampai pada taraf otonomi individu.

Selain semangat tersebut, sejumlah argumentasi dan asumsi yang memperkuat pentingnya pilkada adalah: Pertama, dengan Pilkada dimungkinkan untuk mendapatkan kepala daerah yang memiliki kualitas dan akuntabilitas. Kedua, Pilkada perlu dilakukan untuk menciptakan stabilitas politik dan efektivitas pemerintahan di tingkat lokal. Ketiga, dengan Pilkada terbuka kemungkinan untuk meningkatkan kualitas kepemimpinan nasional karena makin terbuka peluang bagi munculnya pemimpin-pemimpin nasional yang berasal dari bawah dan/atau daerah.

Sejak diberlakukannya UU No.32 Tahun 2004, mengenai Pilkada yang dipilih langsung oleh rakyat, telah banyak menimbulkan persoalan, diantaranya waktu yang sangat panjang, sehingga sangat menguras tenaga dan pikiran, belum lagi biaya yang begitu besar , baik dari segi politik (issue perpecahan internal parpol, issue tentang money politik, issue kecurangan dalam bentuk penggelembungan suara yang melibatkan instansi resmi) , social (issue tentang disintegrasi social walaupun sementara, black campaign dll.) maupun financial. Hal ini kita lihat pada waktu pemilihan kepala daerah di sejumlah daerah seperti di Sulawesi Selatan dan Jawa Timur. Di Sulsel, pemilihan gubernur langsung diselenggarakan sebanyak dua putaran karena ketidakpuasan salah satu calon atas hasil penghitungan suara akhir.

(5)

Harga diri Ketua Partai Daerah yang sering memaksakan diri untuk maju. Di samping tentu saja ada yang mempunyai niat luhur untuk memajukan daerah, sebagai putra daerah. Dalam kerangka motif kekuasaan bisa difahami, karena “politics is the struggle over allocation of values in society”.(Politik merupakan perjuangan untuk memperoleh alokasi kekuasan di dalam masyarakat). Pemenangan perjuangan politik seperti pemilu legislative atau pilkada eksekutif sangat penting untuk mendominasi fungsi-fungsi legislasi, pengawasan budget dan kebijakan dalam proses pemerintahan (the process of government) . Dalam kerangka ini cara-cara “lobbying, pressure, threat, batgaining and compromise” seringkali terkandung di dalamnya. Namun dalam Undang-undang tentang Partai Poltik UU No. 2/2008, yang telah dirubah dengan UU No.2 Tahun 2011, selalu dimunculkan persoalan budaya dan etika politik. Masalah lainnya sistem perekrutan calon KDH (Bupati, Wali kota, Gubernur) bersifat transaksional, dan hanya orang-orang yang mempunyai modal financial besar, serta popularitas tinggi, yang dilirik oleh partai politik, serta beban biaya yang sangat besar untuk memenangkan pilkada/pemilukada, akibatnya tidak dapat dielakan maraknya korupsi di daerah, untuk mengembalikan modal politik sang calon,serta banyak Perda-Perda yang bermasalah,dan memberatkan masyarakat dan iklim investasi.

B. Rumusan masalah

1. Bagaimana Manuver Jusuf Kalla di Pilkada SulSel, Signal Meninggalkan Golkar?

2. Bagaimana Jusuf Kalla Prediksi Pilgub Sulsel Satu Putaran ?

3. Bagaimana pelaksanaan pilgup/ pilkada di Sulawesi selatan ? C. Tujuan

1. Mahasiswa diharapkan mampu mengetahui Manuver Jusuf Kalla di Pilkada SulSel, Signal Meninggalkan Golkar.

(6)

3. Mahasiswa diharapkan mampu mengetahui pelaksanaan pilgup/ pilkada di Sulawesi selatan.

BAB II PEMBAHASAN

A. Manuver Jusuf Kalla di Pilkada SulSel, Signal Meninggalkan Golkar.

Nama besar Jusuf Kalla untuk Indonesia Timur masih terbilang cukup didengar dan punya pengaruh yang kuat. Dalam PILKADA SulSel yang akan berlangsung di bulan Januari 2013, justru membawa sosok figur Jusuf Kalla mengambil andil besar dalam menentukan Pemimpin SulSel kelak.

Mengapa saya katakan demikian ? Pertarungan sosok parpol baik dari Demokrat mau pun dari Golkar ini akan membawa pengaruh di Pemilihan Presiden 2014.Apalagi figur Jusuf Kalla saat ini masih berniat untuk maju bertarung untuk memperebutkan 01 Indonesia.

Dalam berbagai Pilkada baik di Ibukota maupun di daerah, Jusuf Kalla lebih cenderung mengusung kader diluar GOLKAR, padahal Jusuf Kalla sendiri merupakan kader murni Golkar.Manuver Jusuf Kalla tersebut merupakan sikap setelah partai Golkar yang menutup peluangnya sebagai calon Presiden dari partai Golkar tahun 2014 nanti.

Di PILKADA DKI Jakarta, Jusuf Kalla punya andil besar untuk seorang JOKOWI-AHOK, meski tidak secara langsung tetapi saran dan masukan Jusuf Kalla sangat besar pengaruhnya. Begitu juga di PILKADA Sulawesi Selatan yang notabene merupakan basis Jusuf Kalla dari partai Golkar dulu. Tetapi di tanah kelahirannya pun, Jusuf Kalla justru bermanuver mendukung kandidat dari partai Demokrat yakni Ilham Arief Sirajuddin untuk Gubernur Sulawesi Selatan serta Andi Irsan Idris Galigo sebagai calon Bupati Bone di tahun 2013 ini.

(7)

Ratulangi makassar. Dalam pertemuan tersebut, Ilham Arief Sirajuddin banyak berdiskusi tentang perpolitikan di Sulawesi Selatan pasca pendaftaran di KPU SulSel.

Direncanakan pula Jusuf Kalla akan mudik meresmikan sekolah barunya di Kabupaten Bone sekaligus menyempatkan diri menemui putra Idris Galigo yakni Andi Irsan Idris Galigo yang juga maju sebagai Calon Bupati Bone lewat jalur independent.Putra Idris Galigo ini yang dikenal dengan sebutan ACC atau Andi Cicang, merupakan figur kader Golkar murni.Tetapi setelah birokrasi GOLKAR menetapkan figur lain untuk diusung menjadi Calon Bupati, maka ACC menentukan sikap keluar dari Golkar dan mencalonkan diri lewat jalur independent.

Melihat manuver Jusuf Kalla ini, justru mencerminkan bahwa di tahun 2014 kelak, Insya Allah Jusuf Kalla maju sebagai Calon Presiden, tetapi bukan dari partai GOLKAR. Jusuf Kalla telah menyusun strategi dengan atau melalui beberapa PILKADA di tiap-tiap daerah nantinya.

B. Jusuf Kalla Prediksi Pilgub Sulsel Satu Putaran

(8)

Apabila nantinya ada bakal calon yang tidak memenuhi syarat, dipastikan hanya dua pasangan calon akan bertarung. Berarti untuk menang jumlah suara satu calon pasangan harus diatas 50%, dan dia yakin itu bisa dipenuhi salah satu dari dua pasangan calon yang akan bertarung nanti.JK menuturkan bahwa kedua pasangan yang nantinya lolos adalah sama-sama kuat, dan sama-sama memiliki peluang yang cukup besar menang dan menjadi gubernur dan wakil gubernur Sulsel periode 2013-2018."Tetapi siapa pun pasangan yang terpilih nanti, pastilah adalah pasangan yang terbaik. Kalau nantinya ada yang menang, dipastikan hanya menang tipis, karena kedua pasangan sama-sama kuat," tuturnya.

C. Pelaksanaan Pilkada/Pemilukada

Pelaksanaan Pilkada/Pemilukada yang telah berlangsung sejak Juni 2005 s/d saat ini secara umum telah berlangsung secara aman, tertib, dan demokratis dengan tingkat partisipasi yang cukup tinggi. Meskipun demikian dalam penyelenggaraan Pilkada ke depan masih perlu dilakukan berbagai penyempurnaan untuk memperbaiki beberapa kekurangan yang terjadi dalam penyelenggaraan Pilkada, yaitu :

1. Peningkatan akurasi daftar pemilih.

Dari segi regulasi, pengaturan data pemilih yang ada dalam Pasal 70 ayat (1) dan ayat (2) UU No. 32 Tahun 2004 sebetulnya sudah cukup memadai. Kunci penyelesaian dari daftar pemilih yang kurang akurat adalah pelibatan RT/RW secara resmi dan intensif baik dalam up dating data penduduk maupun perbaikan data pemilih.

2. Peningkatan akuntabilitas proses pencalonan.

(9)

3. Masa kampanye yang lebih memadai.

Dari segi regulasi, pengaturan mengenai kampanye yang diatur dalam pasal 75 sampai dengan pasal 85 Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 belum member! waktu yang cukup, yaitu hanya 14 (empat belas) hari, sehingga tidak cukup bagi masyarakat untuk mendapatkan informasi lengkap para calon. Untuk itu perlu pengaturan masa kampanye yang cukup dan peningkatan kualitas kampanye agar dapat mendidik pemilih untuk menilai para calon dari segi program.

4. Peningkatan akuntabilitas penghitungan dan rekapitulasi hasil penghitungan suara.

Dari segi regulasi, pengaturan mengenai penghitungan dan rekapitulasi hasil penghitungan suara sebagaimana yang diatur dalam Pasal 96 s/d Pasal 101 UU No. 32 Tahun 2004 masih mengandung celah terjadi manipulasi pada pembuatan berita acara dan sertifikat penghitungan suara yang tidak sama dengan hasil penghitungan suara yang disaksikan oleh masyaakat, karena tidak semua peserta Pilkada menempatkan saksi di setiap TPS dan keterbatasan jangkauan Panwaslu mengawasi penghitungan suara di setiap TPS. Selain itu pengumuman hasil penghitungan suara yang dipasang di setiap TPS hanya selama TPS ada (tidak lebih dari sehari), sehingga para saksi peserta Pilkada kesulitan untuk mengakses hasil penghitungan suara di setiap TPS. Untuk itu perlu pengaturan yang memungkinkan adanya kontrol dari masyarakat/para saksi calon untuk mengakses hasil penghitungan suara di TPS maupun hasil rekapitulasi hasil penghitungan suara di setiap tingkatan.

5. Peningkatan penyelenggara Pemilu yang adil dan netral

(10)

dalam tugas, dan tidak tidak mudah mengeluarkan statement. Untuk itu dalam revisi UU No. 22 Tahun 2007 tentang Penyelenggara Pemilu perlu penambahan kriteria sikap mental dimaksud dalam system seleksi anggota penyelenggara pemilu.

6. Minimalisasi Putusan MK yang menimbulkan kontroversi di masyarakat.

Meskipun UU No. 32 Tahun 2004 dan UU No. 12 Tahun 2008 telah membatasi kewenangan pengadilan/mahkamah dalam sengketa Pilkada hanya sebatas sengketa hasil penghitungan suara, namun pengadilan sering menabrak aturan tersebut dan menimbulkan kontroversi. Untuk itu dalam revisi Undang-Undang yang terkait dengan Pilkada masalah ini masalah kontroversi putusan Mahkamah Konstitusi perlu dicarikan jalan keluarnya.

7. Putusan-putusan MK yang membatalkan UU No. 32 Tahu 2004 dan UU No. 12 Tahun 2008 terkait dengan pelaksanaan Pilkada.

a. Putusan MK Nomor 072-073/PUU-ii/2004 telah menganulir Pasal-pasal yang ada dalam Undang-Undang No 32 Tahun 2004 sebagai berikut:

1) Pasal 57 ayat (1) sepanjang anaka kalimat "...yang bertanggung jawab kepada DPRD",

2) Pasal 66 ayat (3) huruf e"...meminta pertanggungjawaban pelaksanaan tugas KPUD",

3) Pasal 67 ayat (1) huruf e sepanjang anak kalimat"... kepada DPRD", 4) Pasal 82 ayat (2) Sepanjang anak kalimat "... oleh DPRD".

b. Putusan MK Nomor No 22/PUU-VII/2009 membatalkan Pasal 58 huruf o Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004.

(11)

8. Penyesuaian tata cara pemungutan suara dan penggunaan KTP sebagai kartu pemilih dengan Pemilu DPR, DPD, dan DPRD dan Pemilu Presiden dan Wakil Presiden.

Berkenaan dengan pelaksanaan Pemilu DPR, DPD, dan DPRD serta Pemilu Presiden dan Wakil Presiden tahun 2009 dalam pemberian suara sudah tidak lagi mencoblos tapi menconteng serta penggunaan KTP juga sebagai kartu pemilu, maka untuk tidak menimbulkan kebingungan di masyarakat perlu dilakukan penyerasian. Untuk itu ketentuan dalam UU No. 32 Tahun 2004 terkait dengan tata cara pemberian suara dan penggunaan kartu pemilih dalam pelaksanaan Pilkada perlu disesuaikan dengan pelaksanaan Pemilu DPR, DPD, dan DPRD serta Pemilu Presiden dan Wakil Presiden Tahun 2009.

9. Minimalisasi politisasi birokrasi oleh kepala daerah/wakil kepala daerah incumbent dalam Pilkada.

Dalam rangka menjaga kesetaraan (fairness) dan menjaga netralitas Pegawai Negeri Sipil (PNS) dalam Pilkada, kepala daerah/wakil kepala daerah yang akan mencalonkan diri sebagai kepala daerah dan/atau wakil kepala daerah harus aktif.

10. Penggabungan PILKADA (Pilkada serentak).

Optimasi penggabungan Pilkada di Indonesia yang paling optimal berdasar kriteria kontinuitas jalannya pemerintahan daerah, kesiapan aparat keamanan, dampak isu yang akan muncul terhadap dan efisiensi biaya didapat alternatif yang memiliki skor terbaik, yaitu : "Kepala daerah yang berakhir dalam tahun yang sama dilaksanakan Pilkada secara bersamaan".

11. Peninjauan sistem pemilihan Gubernur.

(12)

pemilihan gubernur secara langsung sudah dapat dipertahankan lagi dan akan lebih efektif jika pemilihannya dilakukan melalui sistem perwakilan.

12. Peninjauan sistem pemilihan wakil kepala daerah.

(13)

BAB IV PENUTUP

A. Kesimpulan

Evaluasi pelaksanaan Pilkada ini dilakukan seoptimal mungkin dalam rangka menyempurnaan pelaksanaan Pilkada yang telah berjalan lebih dari 5 tahun. Hasil evaluasi Pilkada ini diharapkan dapat menjadi bahan acuan dalam rangka penyempurnaan Undang-undang Nomor 32 Tahun 2004 jo Undang-undang Nomor 12 Tahun 2008 tentang Pemerintahan Daerah.

Dinamika politik selama lebih dari sepuluh tahun telah memberikan peran politik local cukup signifikan. Namun penyempurnaan masih harus dilakukan agar pemerintahan daerah sebagai aktualisasi dari dinamika politik lokal semakin menghasilkan kebijakan yang bermanfaat bagi masyarakat. Oleh sebab itu pengaturan suatu struktur atau institusi perlu memperhatikan pertimbangan filosofis, yuridis, sosiologis, politis, dan praktis.

(14)

Yang terlebih penting lagi adalah konsolidasi demokrasi yang harus merupakan konsensus untuk menyempurnakan system demokrasi, khususnya pemahaman “legal system” di atas, baik yang berkaitan dengan substansi, struktur dan budaya hukum, yang penyempurnaannya harus merupakan usaha yang tidak pernah henti (the endless effort).

Daftar Pustaka

Dirjen Otda Depdagri, 2009, Evaluasi Pemilu Kepala Daerah Periode 2005-2008. Sentosa Sembiring. 2009. Himpunan Peraturan Perundang-undangan Republik

Indonesia: Pemerintahan Daerah (Pemda). Bandung: Nuansa Aulia Nugroho Dewanto. 2006. Pancasila dan UUD 1945. Bandung,: Nuansa Aulia.

Pradhanawati, Ari. 2005. Pilkada Langsung: Tradisi Baru Demokrasi Lokal. Surakarta: KOMPIP.

Kaligis,OC. 2009. Perkara-Perkara Politik dan Pilkada di Pengadilan. Bandung: PT. Alumni.

Jurnal Intelijen & Kontra Intelijen, 2008, vol.1 No.25, Center For The Study Of Intelligence And Counterintelligence.

(15)

Referensi

Dokumen terkait

Daerah irigasi dapat diberi nama sesuai dengan nama daerah setempat, atau desa penting di daerah itu, yang biasanya terletak dekat dengan jaringan bangunan utama

kepribadian yang dirancang dan sesuai dengan sifat-sifat karakter yang dimilikinya. Fisiognomi, sebagai studi mendalam pengamatan karakteristik fisik wajah manusia

Hubungan pola asuh orang tua terhadap tingkat prestasi anak retardasi mental ringan di Sekolah Luar Biasa C (SLB-C) Sumber Dharma Malang.. Skripsi (tidak

Sedangkan di MDQ menggunakan metode klasik yakni menambah hafalan, muroja’ah (mengulang hafalan). 2) Integrasi Program Tahfidz Qur’an Markaz Dira>sat Qur’a>niyah dan

Produsen jamu di Kediri berkembang pesat mendorong industri jamu mampu bersaing untuk merebut minat masyarakat.Perusahaan Jamu Parang HusadaKediri dalam persaingan tersebut

Taryana Sunandar, Perkembangan Hukum Perdagangan Internasional dari GATT 1947 Sampai Terbentuknya WTO, Jakarta,1996,h.1.. pendirian ITO mengakibatkan terjadinya kekosongan

The results showed: (1) overall, the professional teachers of vocational schools in Padang had good quali fi cations in pedagogical competence, professional competence,

Parameter yang diamati terdiri atas: (1) aspek teknis usahatani sorgum, yaitu komponen pertumbuhan (tinggi tanaman, jumlah buku, dan berat berangkasan); komponen