• Tidak ada hasil yang ditemukan

PDF ini Analisis Risiko Penawaran Underestimate Terhadap Kualitas Proyek Konstruksi Gedung di Kabupaten Pesisir Selatan | Yudelvia | 1 PB

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2018

Membagikan "PDF ini Analisis Risiko Penawaran Underestimate Terhadap Kualitas Proyek Konstruksi Gedung di Kabupaten Pesisir Selatan | Yudelvia | 1 PB"

Copied!
13
0
0

Teks penuh

(1)

Analisis Risiko Penawaran Underestimate Terhadap Kualitas Proyek Konstruksi Gedung di Kabupaten Pesisir Selatan

Fredi Yudelvia

Fakultas Teknik, Program Studi Teknik Sipil, Kekhususan Manajemen Konstruksi, Universitas Bung Hatta E-mail : yudelvia_82@yahoo.com

Abstrak

Didalam proses seleksi kontraktor untuk pelaksanaan proyek konstruksi pada umumnya dilakukan dengan proses tender. Problematika yang timbul adalah jika penawaran underestimate. Agar tidak mengalami kerugian atau untuk mendapatkan suatu nilai keuntungan tertentu, kontraktor melakukan strategi yang salah satunya mengurangi alokasi biaya pelaksanaan di lapangan. Penelitian ini bertujuan untuk mengidentifikasi risiko penawaran underestimate serta menentukan tindakan preventive dan corrective, terhadap kualitas proyek konstruksi gedung di Kabupaten pesisir selatan. Penelitian ini adalah penelitian kuantitatif dengan metode survey. Hasil penelitian mengidentifikasi risiko yang paling dominan adalah biaya untuk ketersediaan material kurang memadai, biaya untuk pelaksanaan metode tidak memadai dan biaya untuk SDM tidak memadai.

Kata Kunci : Penawaran Underestimate, Kualitas Proyek, Manajemen Risiko

Abstract

The contractor selection process for the implementation of construction projects are generally done by tender process. Problem arises if the offer is underestimated. In order not to gain loss or to obtain value of a certain benefit, the contractor applied strategy to reduce the cost allocation for implementation in the field. This research aims to identify underestimate offer risks and determine preventive and corrective actions to the quality of building projects in South pesisir district. This research is a quantitative study with survey method. The research result identified the most dominant risks is the cost of inadequate availability of materials, the cost for Implementation of inadequate methods and costs for human resources inadequate.

Keywords : Bid Underestimate, Project Quality, Risk Management

1. Pendahuluan

Kabupaten Pesisir Selatan merupakan salah satu dari 19 kabupaten / kota di Propinsi sumatra barat, dengan luas wilayah 5.749,89 Km2. Wilayah Kabupaten Pesisir Selatan terletak di bagian selatan Propinsi sumatra barat, memanjang dari utara ke selatan dengan panjang garis pantai 234 Km [1].

Dari data lelang kategori konstruksi gedung di Kabupaten Pesisir Selatan dari Januari 2012 sampai dengan November tahun 2013, lima puluh persen dari kegiatan yang di lelang melakukan

penawaranunderestimate atau praktek banting harga

sampai dengan 22 % turun dari HPS. [2]

Kabupaten Pesisir Selatan termasuk daerah rawan gempa, menurut pusat vulkanologi dan mitigasi bencana departemen energi, merupakan kawasan yang tergolong rawan terjadinya gempa bumi. Menurut Fauzi (2009), dari Pusat Gempa Nasional Badan Meteorologi dan Geofisika mengatakan kerugian akibat gempa bumi tidak langsung disebabkan oleh gempa bumi, namun disebabkan oleh kerentanan bangunan sehingga

terjadi keruntuhan bangunan, kebakaran, tsunami dan tanah longsor. Faktor kerentanan bangunan , faktor

kualitas tanah dan kualitas bangunan adalah faktor

yang sangat menentukan untuk pengkajian resiko gempa bumi dimasa yang akan datang, diharapkan bangunan di daerah sumbar khususnya kabupaten pesisir selatan harus bangunan ramah gempa. [3]

Pertumbuhan dari kompetisi di dalam mutu telah merangsang perluasan strategis bisnis yang meliputi perencanaan dalam mutu dan struktur organisasi yang berkualitas (Blanton A. Godfrey, 1998). [4]

Menteri PU minta kepada panitia tender agar tidak perlu lagi memenangkan tender kepada peserta yang memang wajar dalam penawarannya. Pasalnya, pengalaman membuktikan banyak kontrak-kontrak yang dimenangkan akibat tawaran rendah, namun pada akhirnya hasilnya buruk, jelas Djoko Kirmanto.(

www.pu.go.id ).[5]

(2)

maka kontraktor berkompetisi semata-mata hanya pada harga bidding dan ini akan berpotensi mutu konstruksi akan rendah. [6]

Lembaga Kebijakan Pengadaan Barang/Jasa Pemerintah (LKPP) menilai praktik banting harga dalam tender pengadaan barang dan jasa pemerintah masih tinggi dan berpotensi menurunkan kualitas proyek. Kepala LKPP mengatakan, pemborong dan kontraktor masih ada yang menawar harga tender hingga di bawah 50%. Meskipun penawaran tender yang rendah menguntungkan pemerintah, tetapi praktik banting harga itu dikhawatirkan akan menurunkan kualitas dan mutu barang atau proyek infrastruktur (Bisnis Indonesia, 2008). [7]

Asosiasi Kontraktor Indonesia (AKI) menilai sistem pengadaan barang/jasa pemerintah untuk proyek infrastruktur dengan penawaran harga terendah menjadi pemicu utama rendahnya kualitas konstruksi di Indonesia (Bisnis Indonesia, 2009). [8]

Menurut Stokes, M (1977), Underestimate

terjadi bila suatu organisasi proyek ingin mengerjakan pekerjaan dengan biaya lebih rendah dari pada yang seharusnya, dengan harapan melakukan penawaran rendah mereka akan mendapatkan pekerjaan tersebut dan kemudian menutupi kerugian yang dialaminya dengan mengajukan change order. [9]

Persiapan estimasi biaya sangat penting bagi masing-masing pihak dalam proses pengambilan keputusan. Dimana pada masing-masing tahapan, perkiraan biaya harus didasarkan dengan proyek yang terdahulu. Organisasi owner harus menentukan biaya proyek maksimum dan minimum yang realistis, meliputi biaya disain dan konstruksi. Organisasi konsultan harus menentukan biaya penyelenggaraan tugas disain dan pembuatan dokumen kontrak, serta biaya pemasangan yang yang mungkin menjadi bagian dari proses disain. Organisasi kontraktor konstruksi harus menentukan biaya semua material, tenaga kerja, dan peralatan untuk pelaksanaan proyek (Garold D. Oberlender, 1993). [10]

Didalam proses seleksi kontraktor untuk pelaksanaan proyek konstruksi pada umumnya dilakukan dengan proses tender. Dimana pada akhirnya kontraktor diminta untuk mengajukan penawaran harga. Penawaran harga kontraktor ini bisa terjadi tiga hal antara lain over, sesuai dengan anggaran yang ditetapkan dan under. Problematika yang timbul adalah jika penawaran underestimate .

Maka dalam rangka agar tidak mengalami kerugian atau untuk mendapatkan suatu nilai keuntungan tertentu, kontraktor melakukan strategi yang salah satunya mengurangi alokasi biaya pelaksanaan di lapangan, yang berdampak menurunkan kualitas pelaksanaan proyek.(Darma hendra 2009). [11]

Apabila alokasi biaya dilapangan direduksi akibat penawaran underestimate, maka akan timbul risiko-risiko antara lain seperti mutu material tidak sesuai dengan spesifikasi, menempatkan manajerial yang kurang berpengalaman, metode yang tidak memadai, dan lain sebagainya yang pada akhirnya mengurangi kualitas proyek konstruksi secara keseluruhan. Oleh karena itu diperlukan suatu kajian untuk mengidentifikasi dan menganalisa faktor-faktor risiko yang dominan pada penawaran underestimate , dan bagaimana mengelola risiko agar proyek dapat diselesaikan sesuai dengan spesifikasi yang telah direncanakan.

Untuk memenangkan persaingan, estimasi biaya proyek yang efisien sangat penting bagi kontraktor. Jika estimasi biaya proyek terlalu rendah akan menimbulkan kualitas produk yang tidak sesuai spesifikasi teknis yang diharapkan. Dengan demikian, estimasi biaya harus akurat dengan memperhitungkan risiko-risiko yang akan terjadi dan merupakan dasar untuk pengambilan keputusan pelaksanaan pekerjaan proyek baik bagi owner maupun kontraktor.

Agar tidak mengurangi kualitas proyek yang dikehendaki, karena persaingan penawaran harga yang semakin tinggi, maka ada suatu keterkaitan antara risiko harga penawaran underestimate yang dapat mempengaruhi kualitas proyek konstruksi. Oleh karena itu penulis mencoba untuk mengidentifikasi risiko-risiko yang harus diperhitungkan pada

penawaranunderestimate yang dapat mempengaruhi

kualitas akhir proyek nantinya.

Perumusan masalah adalah untuk membatasi masalah penelitian yang telah ditetapkan. Perumusan masalah juga merupakan inti dari suatu penelitian. Berdasarkan uraian latar belakang dari penelitian ini, sehingga akan mendapatkan suatu rumusan masalah yang akan dijawab dari penelitin ini.

Dalam rangka meningkatkan kualitas proyek konstruksi dan daya saing kontraktor nasional, penelitian ini mempunyai tujuan untuk mengkaji risiko-risiko yang terjadi pada tahap penawaran. Dengan demikian risiko sebagai faktor yang dapat mempengaruhi biaya penawaran dapat diperhitungkan dengan lebih pasti. Sedangkan tujuan yang ingin dicapai dalam penelitian ini adalah : 1. Untuk mengetahui risiko-risiko yang harus

diperhitungkan terhadap penawaran

underestimate yang dapat mempengaruhi kualitas

proyek konstruksi gedung.

2. Untuk menentukan tindakan terhadap risiko penawaran underestimate yang dapat mempengaruhi kualitas proyek konstruksi gedung.

(3)

• Kontrak

Work Breakdown Structures (WBS)

• Time Schedule • Constuction Method • Harga Satuan, dan

Produktifitas sumber

1. Penelitian dilakukan terhadap proyek Konstruksi Gedung yang berada di Kabupaten Pesisir Selatan Propinsi Sumatera Barat.

2. Penelitian difokuskan pada pelaksanaan pengadaan proyek jasa konstruksi pemerintah, yang diikuti oleh kontraktor kualifikasi kecil.

3. Responden penelitian ini adalah Owner, Kontraktor dan Konsultan Supervisi.

2. Tinjauan Pustaka 2.1Estimasi Biaya

Estimasi biaya yang dibahas pada sub bab ini adalah jenis definitif estimate, yaitu estimasi yang paling akurat dan prosesnya memerlukan upaya dan persiapan yang besar. Ditinjau dari segi pembuatannya defenitif estimate ada dua versi, yaitu versi owner dan versi kontraktor.

Defenitif estimate dari versi owner, yang

sering disebut dengan owner estimate, pada umumnya disusun berdasarkan atas data pengalaman masa lalu dan menerapkan konsep evaraging (rata-rata) oleh cost engineer yang bekerja atas perintah

owner (Asiyanto, 2005) [12].

Sedangkan defenif estimate versi kontraktor, nantinya digunakan sebagai bid price (harga penawaran), disusun lebih detail dengan persiapan yang cukup, dan dilakukan oleh cost engineer

berpengalaman, karena mereka akan menghadapi risiko yang tidak kecil. Beberapa kontraktor yang kurang professional, sering melakukan estimasi dengan pendekatan konsep evaraging. Seperti banyak dilakukan oleh pihak owner, dan bahkan banyak menghitung bergantung pada informasi besarnya

owner estimate yang diperoleh, sehingga upaya yang

lebih besar adalah dalam memperoleh informasi

owner estimate tersebut. Sedangkan proses cost

estimatenya berjalan dengan cara mundur. Yaitu

angka angka akhir sudah diperoleh, kemudian baru menjabarkan kepada rinciannya. Namun demikian hal ini terkadang juga bukan kesalahan dari pihak kontraktor, tetapi lebih disebabkan oleh sempitnya waktu yang tersedia untuk proses estimasi (Asiyanto, 2005) [13].

Gambar 2.1. Siklus Definitve Estimate Sumber : Asiyanto, 2005

Asiyanto (2005) mengatakan bahwa proses pembuatan cost estimate sering diulang bila mendapat angka yang kurang diinginkan. Oleh karena itu, prosesnya merupakan suatu siklus yang dapat ditunjukkan seperti Gambar 2.4 [14] :

Gambar 2.2. Siklus Cost Estimate

Sumber : Asiyanto, 2005

2.2Harga Penawaran

Estimasi biaya proyek yang dilakukan oleh para kontraktor dalam melakukan penawaran biasa disebut bid price atau harga penawaran. Pada masa lalu, struktur harga penawaran (bid price ) terdiri dari

• Jumlah biaya (diperoleh dari seluruh item pekerjaan, kuantitasnya dan unit price-nya)

Overhead, keuntungan dan risiko

• Pajak-pajak

• Jumlah penawaran.

Tetapi sekarang ini, overhead, keuntungan dan risiko, tidak lagi ditampilkan dengan berbagai alasan, dan dianggap sudah termasuk dalam unit price

penawaran. Padahal dalam proses cost estimating,

unit price adalah belum termasuk overhead,

keuntungan dan risiko atau yang disebut mark up.

Mark up sendiri memang hanya diputuskan

berdasarkan intuisi bisnis dengan cara menetapkan sejumlah persentase dari direct cost (yang dihitung berdasarkan quantity dan unit price dari pekerjaan).

Dengan demikian dalam proses pembuatan harga penawaran (bid price), terjadi perubahan unit

price, dari direct cost menjadi unit price penawaran,

yang prosesnya ada beberapa cara, tergantung strategi. Proses cost estimate dan unit price tersebut dapat ditunjukkan dengan Gambar 2.5 [15]:

P a j a k

Gambar 2.3. Proses Cost Estimating dan

(4)

Sumber : Asiyanto, 2005

Adapun salah satu strategi harga penawarn untuk menghadapi persaingan yang tinggi antara lain yaitu strategi menentukan besar Mark Up. Yaitu strategi menetapkan unsur biaya tetap perusahaan dan keuntungan yang diperoleh. Perubahan penetapan

mark up, pada dasarnya adalah mengatur besarnya

kedua unsur tersebut, bisa salah satu atau bahkan kedua-duanya.

Proses pengadaan didalam konstruksi telah berjalan dengan kompetitif “low bid”. Ini mempunyai satu peningkatan yang dianjurkan pada desakan pada harga, perkembangan dari sistem konstruksi dan produk untuk menjumpai spesifikasi yang minimum, memaksa kontraktor untuk menghasilkan volume yang lebih besar, dan hal bukan kinerja konstruksi serta proses pengadilan. Proses tawaran rendah telah telah menghasilkan pekerjaan mutu rendah, kondisi kerja yang kurang baik, menghasilkan change orders, claims, proses pengadilan dan peningkatan biaya project

management (Kashiwhgi and Byfield, 2002) [16].

Sebagai contoh, di Denmark satu kontraktor dipilih dengan menolak kedua-duanya paling tinggi dan dua pemohon paling rendah dan dengan memilih yang satu penawaran itu harga terdekat ke rata-rata (Hatush dan Skitmore, 1998) [17]. Di Italia, Portugal dan Korea Selatan hanyalah paling tinggi dan pemohon paling rendah dikeluarkan dan yang satu terdekat ke rata-rata dipilih. Di Perancis, pemohon penawaran yang menawarkan dengan tidak normal murah ditolak (E.K. Zavadaskas and T. Vilutiene, 2006) [18]. Pemilihan kontraktor di Australia adalah berlandaskan kriteria berbeda dan proses diterapkan pada dua langkah: pertama, pengalamannya kontraktor dievaluasi kemudian mendatangi dan meminta penawaran harga (Kashiwhgi dan Byfield, 2002) [19].

Menurut Wei, Han, Yu, & John (2006),

uderestimate adalah metode penghargaan kontrak

untuk proyek konstruksi kepada penawar yang mengajukan harga penawaran terendah. Salah satu kelemahan utama metode ini adalah bahwa pengajuan penawaran yang rendah tidak wajar. Pemberian kontrak untuk penawar yang rendah tidak wajar sering menyebabkan penundaan dan hasil konstruksi berkualitas buruk. Sebagian besar kasus-kasus semacam kontrak berakhir dalam sengketa atau litigasi. Selain itu, statistik, proyek diberikan kepada tawaran terendah lebih cenderung mengalami pertumbuhan biaya berlebihan dibandingkan proyek-proyek yang tawaran diberikan lebih masuk akal [20].

Meskipun administrator proyek proyek-proyek konstruksi publik diperbolehkan untuk menolak tawaran terendah jika harga penawaran

dianggap tidak masuk akal, dalam kenyataannya sangat sedikit tawaran ditolak. Tanpa proses objektif yang dijelaskan dalam dokumen tender untuk mendukung evaluasi tawaran mereka. Penawar yang ditolak mungkin tantangan seperti praktik dengan merujuk ke pengadilan (Wei, Han, Yu, & John , 2006) [21].

Penawaran underestimate bisa terjadi karena ketidaksengajaan maupun disengaja oleh kontraktor. Menurut Wei, Han, Yu, & John (2006) adapun alasan kontraktor sengaja melakukan penawaran

underestimate antara lain sebagai berikut [22]:

1. Karena perekonomian Taiwan mengalami pertumbuhan rendah atau bahkan menurun, kontraktor dapat melakukan tawaran untuk proyek yang menggunakan harga rendah tidak wajar hanya untuk mendapatkan proyek demi kelangsungan hidup perusahaan.

2. Kontraktor mengakui bahwa strategi penawaran

underestimate hanya ditujukan untuk memperoleh

kontrak, meningkatkan volume bisnis perusahaannya, dan dengan demikian mengizinkan dia untuk keuntungan penjualan saham.

Sedangkan menurut Jin, Yujie dan Zhun (2009) adapun alasan kontraktor, suatu proyek harus diupayakan untuk didapatkan antara lain [23]:

1. Apabila perusahaan bekerja saat ini adalah fokus pada penciptaan nama di suatu daerah tertentu, dapat berpartisipasi dalam penawaran walaupun keuntungan proyek yang diharapkan hanya mencapai tingkat keuntungan sedikit.

2. Karena perusahaan memiliki masalah kekurangan dan kebutuhan mendesak untuk mendapatkan proyek pada tahap sekarang.

3. Pada tahap desain yang diperkirakan, jika perusahaan memiliki tugas yang cukup dan bisa memuaskan keuntungan dari proyek yang diharapkan.

4. Pada tahap desain yang diperkirakan, jika perusahaan memiliki tugas yang cukup dan beberapa proyek lain yang lebih menarik.

Dari beberapa hasil penelitian yang telah dilakukan, adapun beberapa strategy yang dilakukan kontraktor pada tahap pelaksanaan terhadap penawaran underestimate, antara lain sebagai berikut 1. Kontraktor utama memanfaatkan dan menekan

harga terhadap subkontraktor kecil. Subkontraktor bersedia bekerja sama karena prospek bisnis yang berulang (Yat, 2009) [24].

2. Mengurangi tenaga kerja, mengurangi gagal bekerja, dan pada akhirnya meminimalkan biaya & waktu (Yat, 2009) [25].

(5)

menutupi kerugian yang dialaminya dengan mengajukan change order (Stokes, M (1977) [26]. 4. Menurut Wei, Han, Yu, & John, (2006)

tawaran rendah yang tidak realistis menyiratkan bahwa pemenang dapat memotong jalan selama konstruksi untuk mempertahankan keuntungan. Yakni, pemenang dapat menjalankan proyek dengan strategy [27]:

- Menggunakan peralatan atau bahan diganti dengan kualitas rendah,

- Membangun kualitas kerja yang buruk, atau

- Tidak cukup mengalokasikan jumlah insinyur dan buruh untuk menghemat biaya.

2.3Proses Pengadaan Pekerjaan Konstruksi

Metoda pemilihan penyedia jasa pemborongan/barang/jasa lainnya di Indonesian ada empat macam antara lain pelelangan umum, pelelangan terbatas, pemilihan langsung, dan penunjukan langsung.

Dalam proses tender/ pengadaan pekerjaan konstruksi gedung di Kabupaten pesisir selatan, pada umumnya dokumen pengadaan disusun berdasarkan Peraturan Presiden No. 54 Tahun 2010 tentang Pengadaan Barang/Jasa Pemerintah yang terakhir diubah dengan Peraturan Presiden No. 70 Tahun 2012 beserta petunjuk teknisnya serta ketentuan teknis operasional pengadaan barang/jasa secara elektronik.

2.4Manajemen Risiko

Risiko sangat terkait dengan ketidakpastian, tetapi ada perbedaan antara ketidakpastian dengan Risiko, menurut Bramantyo (2008) perbedaannya adalah[28]:

• Ketidakpastian (uncertainty) diartikan dengan keadaan dimana ada beberapa kemungkinan kejadian yang akan menyebabkan hasil yang berbeda , Tetapi tingkat kemungkinan atau probabilitas kejadiannya tidak diketahui secara kuantitatif.

• Sedangkan Risiko yang terkait dengan keadaan adanya ketidakpastian dan tingkat ketidakpastiannya terukur secara kuantitatif, apabila kita dapat memperoleh informasi.

Menurut Manduh (2009), dalam manajemen risiko, risiko terbagi menjadi dua bagian yaitu yang terdiri dari :

• Dynamic Risk adalah risiko yang terjadi sehubungan dengan pengambilan keputusan dalam menspesikulasikan (mengangtisiasi) situasi proyek.

• static risk adalah risiko yang akibat keadaan yang tiba-tiba menyebabkan kerugian

Risiko muncul karena ada ketidak pastian. Ketidak pastian itu sendiri ada banyak tingkatan dan karakteristiknya, tingkatan ketidak pastian seperti Menurut Ahmad (2006) Resiko yang diakibatkan oleh static risk, apabila telah teridentifikasi, the risk taker dalam hal ini adalah CM, harus mengevaluasi potensial kerugiannya, dan membuat perhitungan bagaimana cara menanganinya , berberapa alternative sebagai berikut yaitu :[29],Penghapusan, penghindaran, Pencegahan, pengurangan, penyerahan atau penahanan, pengelolaaan.

Alternatif yang dipilih oleh pelaku proyek konstruksi pada tahap konsep mempunyai pengaruh yang terbesar pada lingkup terakhir proyek, kualitas,

waktu dan biaya proyek.

Oleh sebab itu menurut Widemen, (1992) kebutuhan akan suatu proses untuk penilaian realistis dari faktor yang mempengaruhi tahap pemenuhan dari proyek adalah penting [30].

Gambar 2.4: Integrating Risk With Other Project Management Function

Sumber : R. Max Widemen, 1992

Menurut PMBOK (Project Management Institute Body of Knowledge)(2008), Definisi manajemen risiko adalah merupakan proses formal dimana faktor-faktor risiko secara sistematis diidentifikasi, dianalisis, respon, dan dikendalikan. Merupakan suatu metode pengelolaan sistematis yang formal yang berkonsentrasi pada mengidentifikasi dan mengendalikan area atau kejadian-kejadian yang berpotensi untuk menyebabkan terjadinya perubahan yang tidak diinginkan. Di dalam konteks suatu proyek, merupakan suatu seni dan iptek dalam mengidentifikasi, menganalisis, dan merespon terhadap faktor-faktor risiko yang ada selama pelaksanaan suatu proyek. [31]

Enam tahapan dalam manajemen risiko a) Perencanaan Manajemen Risiko b) Identifikasi Risiko

(6)

e) Perencanaan Respon Risiko f) Kontrol dan Monitoring Risiko

Tujuan dari manajemen risiko adalah untuk meningkatkan kinerja proyek

dari awal sampai selesai dengan melakukan identifikasi, evaluasi, dan kontrol yang berhubungan dengan risiko proyek.

Menurut asiyanto (2009), Untuk dapat menghindari risiko usaha yang mungkin terjadi, dengan cara sebaik-baiknya, maka perlu dilakukan kajian secara mendalam agar memperoleh panduan yang tepat, dalam rangka mencari cara bertindak yang tepat setiap risiko yang terindentifikasi dan yang mungkin terjadi. Risiko yang telah dapat terindentifikasi, harus dibuatkan suatu perencanaan bahkan bila perlu dibuat suatu sistim untuk dapat mengurangi menjadi seminimal mungkin sampai pada batas yang dapat diterima. Dalam mengelola risiko diperlukan adanya suatu laporan atau monitoring,untuk dapat mengevaluasi semua peristiwa yang terjadi, untuk dipergunakan sebagai umpan balik, bagi perencanaan atau tindakan berikutnya [32]

Menurut Leo J & Victor ( 2010), Penerapan kerangka kerja manajemen risiko mengambil pola pada manajemen mutu, yaitu siklus PDCA (Plan, Do, Check, Action), Plan adalah perencanaan kerangka kerja manajemen risiko, Do adalah proses penerapan kerja ,Check merupakan proses memantau dan memeriksa dan selanjutnta Action dengan tujuan adalah untuk melakukan perbaikan sesuai dengan hasil Check dan meningkatkan dan memperbaiki rencana awal sesuai kebutuhan yang bersifat dinamis dan sangat tergantung pada hasil monitoring dan review yang dilakukan. [33]

2.5 Kualitas Proyek Konstruksi 2.5.1Konsep Kualitas

Menurut T.E.Lim dan B.c.Niem (1994), bahwa kualitas adalah karakteristik dari suatu barang atau jasa yang menunjukkan kemampuan dalam memuaskan kebutuhan pemilik, mutu yang dibutuhkan akan selalu mengikuti perkembangan dari pemikiran dan perasaan manusia. [34]

Jadi Definisi mutu jelas menekankan pada kepuasan pelanggan atau pemakai produk. Dalam suatu proyek konstruksi gedung, pelanggan dapat berarti pemberi tugas, penyewa gedung atau masyarakat pemakai. Misalnya dari segi disain, kepuasan dapat diukur dari segi estetika, pemenuhan fungsi, keawetan bahan, keamanan, dan ketepatan waktu serta kekuatan konstruksi jika terjadi gempa. Sedangkan dari segi pelaksanaan, ukurannya adalah pada kerapihan penyelesaian, integritas (sesuai

gambar dan spesifikasi) pelaksanaan, tepatnya waktu penyerahan dan biaya, serta bebas cacat.

2.5.2Kualitas Proyek Konstruksi Gedung

Charles L. Huston (1998), mengatakan bahwa kemampuan atau kapabilitas dari bidder untuk melakuan kontrol terhadap kualitas pekerjaan yang dijelaskan dalam Request for Proposal (RFP) merupakan faktor utama dalam evaluasi pemilik proyek pada proposal penawaran. Persyaratan kualitas yang ditetapkan pemilik proyek harus di telaah dengan teliti oleh peserta lelang. Selanjutnya untuk menjalankan kualitas dari kontrak pekerjaan, persyaratan kualitas yang ditetapkan pemilik proyek dapat digunakan untuk pendekatan harga dan

schedule dalam pengerjaan proyek. Bagian berikut ini

merupakan persyaratan-persyaratan yang harus dipertimbangkan oleh peserta lelang untuk mengatur material, peralatan, engginering, dan kontrak konstruksinya [35].

Menurut Jannadi (1997) kekuarangan pengalaman manajerial merupakan salah satu penyebab kegagalan bisnis konstruksi di Arab Saudi. Manajer memegang peranan penting dalam suksesnya suatu perusahaan. Perusahaan yang kompetitif harus memiliki team dengan kualifikasi yang tinggi dan pengalaman manajerial yang baik [36].

Arditi. D (1998) mengatakan bahwa faktor-faktor yang mempengaruhi mutu/kualitas secara umum adalah [37]:

1) Kepemimpinan dan komitmen manajemen, karena program manajemen pada langkah awal adalah mengenali masalah, dan komitmennya adalah menindak lanjuti masalah tersebut. Kelompok ini terdiri dari : Pengawasan kontraktor, pemilihan kontraktor, anggaran konstruksi, teknik manajemen, pengawasan oleh pemilik proyek, gambar kerja, teknologi yang digunakan dll.

2) Pelatihan, pelatihan umumnya dilaksanakan oleh tenaga ahli misal: site manager karena ia yang paling mengetahui kondisi penyebab pekerjaan ulang dan kesalahan.

3) Kerjasama tim, merupakan faktor yang perlu diperhatikan karena memungkinkan terjadinya konflik. Tim-tim dapat meningkatkan mutu/kualitas jika mereka diberi keluasaan untuk mengekspresikan pendapat mereka. Tindakan yang memicu konflik seperti tumpang tindih pekerjaan, kekurangan material, alokasi sumber daya yang tidak efisien.

(7)

ditentukan oleh tahapan yang dilakukan sebelumnya.

Menurut Akinci & Fischer (1998), dalam pelaksanaan proyek konstruksi banyak pekerjaan yang diserahkan kepada pihak ke tiga (subkontraktor). Walupun tindakan ini memberikan keuntungan bagi kontrkator utama, tetapi juga memberikan risiko tambahan. Jika subkontraktor gagal dalam melaksanakan pekerjaan sesuai dengan spesifikasi yang telah ditetapkan, maka kontraktor utama akan bertanggungjawab atas hal tersebut. Pengalaman subkontraktor dengan proyek yang telah dilaksanakan sebelumnya akan sangat berpengaruh terhadap kinerja dari subkontraktor tersebut [38].

Mutu pekerjaan dari subkontraktor yang menawar terlalu rendah sebagian besar dapat bervariasi, terutama ketika ada permintaan tinggi untuk tenaga kerja yang memaksa subkontraktor untuk merekrut para pekerja di bawah standard untuk melakukan pekerjaan tersebut. Mobilitas yang tinggi dari pekerja juga membuat para subkontraktor menolak untuk menyediakan pelatihan untuk meningkatkan efisiensi pekerjaan dan mutu (Francis & Joseph, 2008) [39].

Menurut Jahren & Ashe (1990), kompleksitas disain merupakan fungsi dari

constructability, pemakaian teknologi maju, metoda

dan peralatan khusus serta integrasi bermacam-macam disiplin. Metode yang baik sangat berpengaruh terhadap barunya alat yang digunakan. Kontraktor yang telah memiliki pengalaman terhadap metode dan alat yang digunakan, akan menghadapi risiko yang lebih kecil [40].

Menurut Razek (1998), insentif adalah penghargaan kepada tenaga kerja yang bekerja dengan baik. Untuk meningkatkan mutu, pelaksana proyek harus melakukan beberapa hal yang salah satunya adalah meningkatkan kepuasan pekerja. Hal ini dapat dilakukan antara lain dengan memperbaiki insentifdan mengkaitkannya dengan mutu [41].

Maloney & Mc Fillen (1987), menyatakan bahwa pekerja konstruksi diharuskan untuk menggunakan pengetahuan konstruksi, peralatan, tenaga kerja dan material yang berada didalam tanggungjawabnya untuk meyelesaikan pekerjaan sesuai dengan rencana dan spesifikasi dalam cara-cara efektif dan efisien [42]. Hinzen & Kuchenmeister (1981), menyatakan bahwa faktor yang memperendah kinerja proyek salah satunya adalah material yang tidak sesuai spesifikasi [43].

Menurut Mahsun (2006), adapun indikator kinerja mutu proyek konstruksi pemerintah daerah antara lain [44]:

1) Indikator masukan (input) adalah segala sesuatu yang dibutuhkan agar pelaksanaan kegiatan

dapat berjalan untuk menghasilkan keluaran. Indikator ini mengukur jumlah sumber daya seperti sumber daya manusia, perlatan dan masukan lainnya yang dipergunkan untuk melaksanakan kegiatan.

2) Indikator proses (process) yaitu dalam indikator proses ini organisasi merumuskan ukuran kegiatan baik dari kecepatan, ketepatan maupun tingkat akurasi pelaksanaan kegiatan tersebut. 3) Indikator keluaran (output) yaitu suatu yang

diharapkan langsung dapat dicapai dari suatu kegiatan yang dapat berupa fisik atau non fisik. Indikator atau tolak ukur keluaran digunakan untuk mengukur keluaran yang dihasilkan dari suatu kegiatan.

4) Indikator hasil (outcome) adalah segala sesuatu yang mencerminkan berfungsinya keluaran kegiatan pada jangka menengah (efek langsung). Indikator outcome menggambarkan tingkat pencapaian atas hasil lebih tinggi yang mungkin mencakup kepentingan banyak pihak.

5) Indikator manfaat (benefit) adalah suatu yang terkait dengan tujuan akhir dari pelaksanaan kegiatan. Indikator manfaat menggambarkan manfaat yang diperoleh dari indikator hasil. 6) Indikator dampak (impact) adalah pengaruh

yang ditimbulkan baik positif maupun negatif.

2.6 Risiko Penawaran Underestimate Terhadap Kualitas Proyek Konstruksi Gedung

Dalam menghitung analisa risiko kuantitatif terhadap mutu jauh lebih sulit dibandingkan terhadap biaya dan waktu. Harus dilakukan sejumlah usaha dalam menghitung risiko terhadap mutu. Pada pelaksanaannya secara praktis digunakan gabungan antara metode dan model kuantitatif yang ada terhadap subsistem dan digunakan penilaian subjektif sebagai pendekatan untuk estimasi dari sistem pada risiko mutu. Berdasarkan kerangka teori yang telah dijelaskan di atas, adapun risiko yang harus diperhitungkan pada penawaran Underestimate yang dapat mempengaruhi kualitas proyek konstruksi

3. Metodologi Penelitian

3.1 Pemilihan Strategi Penelitian

(8)

membuat suatu penelitian yang lebih detail, dimana diperlukan suatu usaha atau tahapan untuk membuat suatu pertanyaan yang harus dijawab dalam rangka pengumpulan data yang relevan.

3.2 Proses Penelitian

Penelitian merupakan suatu siklus. Setiap tahapan akan diikuti oleh tahapan lain secara terus menerus. Untuk dapat melaksanakan penelitian sesuai dengan tujuan yang diharapkan, maka proses penelitian yang dilakukan adalah sebagai berikut :

Gambar 5.

Statistical Model Building Process

Sumber : Hasil olahan

3.2.1 Variabel Penelitian

Variabel penelitian yang digunakan dalam penelitian ini terdiri dari 2 (dua) variabel, yaitu variabel terikat (dependent variable) sebagai obyek pokok yang difokuskan berupa peningkatan kualitas proyek konstruksi, serta variabel bebas (Independent

variabel) berupa faktor-faktor risiko penawaran

underestimate yang berpengaruh dalam peningkatan

kinerja kualitas proyek konstruksi. a. Variabel Terikat

Variabel terikat adalah variabel yang memberikan reaksi jika dihubungkan dengan variabel bebas. Variabel ini faktornya diamati dan diukur untuk menentukan pengaruh yang disebabkan oleh variabel bebas. Jika besaran pengaruhnya berbeda maka manipulasi terhadap variabel bebas membuktikan adanya hubungan antara variabel bebas dengan variabel terikat.

b. Variabel Bebas

Variabel bebas merupakan merupakan variabel yang mempengaruhi variabel lain. Variabel ini faktornya diukur, dimanipulasi, atau dipilih untuk menentukan hubungan dengan suatu gejala yang diteliti. Variabel

bebas merupakan faktor-faktor yang berperan dan berpengaruh terhadap peningkatan kinerja kualitas proyek yang digunakan dalam penelitian ini. Beberapa faktor-faktor risiko yang harus diperhitungkan pada penawaran underestimate yang berpengaruh terhadap peningkatan kinerja kualitas proyek konstruksi gedung dapat dilihat pada table .1

3.2.2 Instrument Penelitian

Alat yang akan digunakan dalam penelitian ini adalah kuesioner dengan menggunakan skala ordinal. Alat ini merupakan instrument yang efisiensi dalam mengumpulkan keterangan-keterangan yang diperlukan untuk mendapatkan tujuan penelitian. Variable terikat dalam penelitian ini adalah kinerja kualitas proyek konstruksi. Kinerja kualitas dapat diukur dengan besarnya faktor pekerjaan ulang

(rework). Menurut Hwang, Thomas, Haas, & Caldas

(2009), Construction Industry Institute (CII) mengembangkan satu metrik untuk penjumlahan dampak pekerjaan ulang (rework) pada prestasi biaya konstruksi. Metrik didefinisikan sebagai Total field

rework factor (TFRF) dengan rumus sebagai berikut

[71]:

% %

T o t a l d i r e c t c o s t o f f i e l d r e w o r k T F R F =

T o t a l c o n s t r u c t i o n c o s t

Dimana TFRF adalah total faktor pekerjaan ulang (rework), dan Total direct cost of field rework

adalah Persentase total biaya langsung bagian pekerjaan yang diulang, sedangkan Total construction cost adalah total persentase nilai uang dengan jumlah tertentu yang telah disepakati antara pihak kontraktor dengan owner untuk suatu pekerjaan proyek, dimana nilainya berasal dari penawaran yang dilakukan pihak kontraktor pada waktu proses pelelangan/ tender proyek dengan nilai 100%. Adapun skala dan kriteria penilaiannya, sebagai berikut :

Tabel 2. Skala penilaian kinerja kualitas proyek

Skala Penilaian Keterangan

1 Sangat Tinggi

Total field rework factor

≥ 0.1

2 Tinggi Total field rework factor0.07 ≤ s/d < 0.1

3 Sedang Total field rework factor 0.04 ≤ s/d < 0.07

(9)

5 Sangat Rendah

Total field rework factor

< 0.01

Sumber : Hwang, Thomas, Haas, & Caldas, 2009

Untuk vaiabel bebas, penilaian terhadap frekuensi risiko dapat dilihat pada Tabel 3 berikut :

Tabel 3. Skala output frekuensi risiko Skala Penilaian Keterangan

1 Sangat Rendah Jarang terjadi, hanya pada kondisi tertentu

2 Rendah Kadang terjadi pada

kondisi tertentu

3 Sedang Terjadi pada kondisi

tertentu

4 Tinggi Sering terjadi pada setiap kondisi

5 Sangat Tinggi Selalu terjadi pada setiap kondisi

Sumber : Tom Kendrick, 2003

Untuk vaiabel bebas, penilaian terhadap pengaruh risiko dapat dilihat pada Tabel 4 berikut :

Tabel 4. Skala dampak/ pengaruh risiko Skala Penilaian Keterangan

1 Sangat Rendah Tidak berdampak pada kualitas proyek

2 Rendah Kadang berdampak pada kualitas proyek

3 Sedang Berdampak pada kualitas proyek

4 Tinggi Sering berdampak pada kualitas proyek

5 Sangat Tinggi Selalu berdampak pada kualitas proyek

Sumber : Tom Kendrick, 2003

3.2.3 Pengumpulan Data

Dalam penelitian ini adapaun teknik pengumpulan data dilakukan dengan cara survei. Survei dilakukan dengan menggunakan beberapa cara yaitu kuesioner dan wawancara. Data yang akan diteliti dan dianalisa dalam penelitian ini terdiri dari data primer dan data sekunder.

Pengumpulan data akan dilakukan dengan menyebarkan kuesioner pada responden. Penulis akan melukan survey dengan menyebarkan kuesioner dengan persyaratan sebagai berikut :

1. Penelitian dilakukan terhadap proyek konstruksi gedung yang berada di kabupaten Pesisir selatan propinsi Sumatera barat

2. Penelitian difokuskan pada pelaksanaan pengadaan proyek jasa konstruksi pemerintah dengan, yang diikuti oleh kontraktor Grade 2,3,4 (kualifikasi kecil)

3. Populasi penelitian ini melibatkan Owner, kontraktor dan Konsultan Supervisi.

4. Sampel yang digunakan adalah responden yang memenuhi kriteria dalam penelitian ini berdasarkan dari pengalaman, reputasi dan kerjasama

5. Kriteria pakar yang akan digunakan adalah sebagai berikut :

a. Memiliki pengalaman dalam memimpin suatu perusahaan jasa konstruksi atau instansi yang terkait lainnya selama kurang lebih 15 tahun.

b. Memiliki reputasi yang baik dan memiliki pendidikan yang menunjang dibidangnya. 6. Kriteria responden/ stakeholder adalah sebagai

berikut:

a. Responden penelitian ini adalah Owner, kontraktor dan Konsultan Supervisi.

b. Owner adalah Kepala Satker/ Kuasa Pengguna Anggaran, dan Pejabat Pembuat Komitmen serta Pengendali Teknis.

c. Bagi Kontraktor dan Konsultan Supervisi memiliki pengalaman memimpin perusahaan jasa konstruksi.

d. Memiliki reputasi yang baik.

e. Memiliki pendidikan yang menunjang dibidangnya

4. Hasil Penelitian dan Pembahasan 4.1Hasil Analytical Hierarchy Process (AHP)

Pada analisa peringkat dengan AHP, dilakukan uji konsistensi matriks dan konsisten hirarki.

4.1.1 Uji Konsistensi Matriks

Banyaknya elemen dalam matriks (n) adalah 5, maka λmaks = 26.21 / 5, sehingga didapat λmaks sebesar 5,24, dengan demikian karena nilai λmaks mendekati banyaknya elemen (n) dalam matriks yaitu 5 dan sisa eigen value adalah 0.24 yang berarti mendekati nol, maka matriks adalah konsisten. Matriks berpasangan untuk dampak dan frekuensi adalah sama sesuai dengan tabel 4.7 dan 4.8 maka hasil ini sama untuk dampak dan frekuensi, yaitu masing-masing matriks konsisten.

(10)

CCI=( λmaks – n)/(n-1) sehingga didapat CCI sebesar 0.061. Selanjutnya karena CRH = CCI/CRI, maka CRH = 0.061/1.12 = 0.05. Nilai CRH yang didapat adalah cukup kecil atau dibawah 10 % berarti hirarki konsisten dan tingkat akurasi tinggi.

4.1.3 Analisa Level Risiko

Dalam rangka meningkatkan kinerja kualitas proyek konstruksi biasanya perusahaan fokus pada level risiko H (High) dan S (Significant) saja, dalam arti kata sesuai dengan tujuan manajemen Risiko. Oleh sebab itu dalam menganalisa level risiko dilakukan dengan indeks level risiko, dimana indeks level risiko adalah perkalian antara frekuensi dan dampak. Hasilnya yang dipilih yang menjadi faktor risiko utama adalah variabel yang level risikonya H (High) dan S (Significant) saja. Untuk peringkat faktor risiko berdasarkan AHP dan level risiko bisa kita lihat pada tabel 4.24. yang menyatakan variabel X4 dan X3 pada level risiko H (High), sedangkan X20,X5,X1 dan X16 berada pada level risiko S

(Significant).

4.2Hasil Korelasi

Temuan selanjutnya dilakukan analisi korelasi untuk menjawab tujuan penelitian pertama untuk mengetahui risiko-risiko yang harus diperhitungkan terhadap penawaran underestimate

yang dapat mempengaruhi kualitas proyek konstruksi gedung.

Adapun hasil temuan dari korelasi adalah korelasinya positif. Yang berarti semakin besar tingkat pengaruh maka semakin besar nilai rework

atau rework semakin ada, berarti kualitas proyek semakin rendah.

Dengan demikian nilai kinerja Y kemudian ditranspose dengan rumus 5-n+1. Dimana angka 5 menunjukkan skala penilaian tertinggi dan “n” adalah penilaian tingkat pengaruh sebelumnya. Dari hasil analisa korelasi terhadap variabel dengan rangking tertinggi hasil analisa AHP yaitu X3 dan X4 dengan kinerja kualitas proyek (Y), dengan bantuan korelasi

pearson didapat bahwa faktor risiko utama yaitu :

1. X3 (Material yang digunakan kurang dari yang dibutuhkan)

Pada output antara variabel X3 dengan kinerja Y menghasilkan angka -0,519. Angka tersebut menunjukkan kuatnya korelasi antara material yang digunakan kurang dari yang dibutuhkan dengan kinerja kualitas proyek konstruksi, karena > 0,5. Sedangkan tanda negatif menunjukkan bahwa semakin besar risiko material yang digunakan kurang dari yang dibutuhkan terjadi, maka kinerja kualitas proyek akan semakin turun. Dan sebaliknya, semakin

sedikit risiko material yang digunakan kurang dari yang dibutuhkan terjadi akan membuat kinerja kualitas proyek justru semakin meningkat.

2. X4 (Mutu material tidak sesuai dengan spesifikasi)

Pada output antara variabel X4 dengan kinerja Y menghasilkan angka -0,527. Angka tersebut menunjukkan kuatnya korelasi antara mutu material tidak sesuai dengan spesifikasi dengan kinerja kualitas proyek konstruksi, karena > 0,5. Sedangkan tanda negatif menunjukkan bahwa semakin besar risiko mutu material tidak sesuai dengan spesifikasi terjadi, maka kinerja kualitas proyek akan semakin turun. Dan sebaliknya, semakin sedikit risiko mutu material tidak sesuai dengan spesifikasi terjadi akan membuat kinerja kualitas proyek justru semakin meningkat.

3. X20 (Metode pelaksanaan pekerjaan proyek tidak tepat) dan X5 (Menempatkan manajerial yang kurang berpengalaman) Pada output antara variabel X20 dan X5 dengan kinerja Y menghasilkan angka mendekati angka 0,5. Angka tersebut menunjukkan kuatnya korelasi antara X20 dan X5 dengan kinerja kualitas proyek konstruksi.

4.3Pembahasan

Berdasarkan hasil AHP dan analisa korelasi telah ditemukan variabel-variabel yang dominan yang dapat mempengaruhi kualitas proyek konstruksi gedung di Kabupaten Pesisir Selatan. Berdasarkan hasil AHP, yang mempunyai bobot risiko yang paling besar adalah X1, X3, X4, X5, X16 dan X20. Sedangkan hasil korelasi, faktor risiko yang paling dominan adalah X3, X4, X5 dan X20. Yang mana variabel tersebut berdampak menurunkan kualitas proyek konstruksi. Variabel-variabel tersebut antara lain sebagai berikut :

1. X1 (Melakukan order untuk perubahan spesifikasi (Change orders))

(11)

pekerjaan mutu rendah, kondisi kerja yang kurang baik, menghasilkan change orders,

claims, proses pengadilan dan peningkatan biaya

project management [82].

2. X3 (Material yang digunakan kurang dari yang dibutuhkan)

Kekurangan material merupakan faktor yang perlu diperhatikan karena memungkinkan terjadinya konflik. Kekurangan material dapat menurunkan mutu/kualitas jika melebihi batasan toleransi. Dalam rangka agar tidak mengalami kerugian atau untuk mendapatkan suatu nilai keuntungan tertentu, kontraktor melakukan strategi yang salah satunya mengurangi alokasi biaya material di lapangan, yang berdampak menurunkan kualitas pelaksanaan proyek. Karena biaya untuk ketersediaan material tidak memadai disebabkan harga penawaran terlalu rendah.

3. X4 (Mutu material tidak sesuai dengan spesifikasi)

Hinzen & Kuchenmeister (1981), menyatakan bahwa faktor yang memperendah kinerja proyek salah satunya adalah material yang tidak sesuai spesifikasi [84]. Dikarenakan penawaran terlalu rendah, maka alokasi biaya untuk ketersediaan material tidak memadai. Sehingga agar tidak mengalami kerugian atau untuk mendapatkan suatu nilai keuntungan tertentu, kontraktor melakukan strategi yang salah satunya mengurangi alokasi biaya pelaksanaan di lapangan, yang berdampak menurunkan kualitas pelaksanaan proyek.

4. X5 (Material yang digunakan kurang dari yang dibutuhkan) Kekurangan material dari yang dibutuhkan dapat menurunkan mutu/kualitas jika melebihi batasan toleransi. Kekurangan material dapat salah satu faktor terjadinya konflik. Kontraktor dalam rangka mengantisipasi agar tidak mengalami kerugian atau untuk mendapatkan suatu nilai keuntungan tertentu,dengan melakukan strategi mengurangi alokasi biaya material di lapangan, yang berdampak menurunkan kualitas pelaksanaan proyek.

5. X16 (Schedule pelaksanaan proyek tidak tepat)

Kinerja proyek dapat diukur dari pencapaian kinerja waktu proyek.

Pelaksanaan proyek dalam rangka untuk mencapai kinerja waktu proyek.

Berdasarkan PMBOK Guide 2004, pengukuran kinerja waktu pelaksanaan

proyek dilakukan dengan 2 cara, yaitu penyimpangan jadwal (schedule variance), dan Indeks kinerja jadwal (schedule performance

indeks).

Kinerja waktu dengan penyimpangan jadwal adalah proses dari

memperbandingkan jadwal aktual dengan jadwal yang direncanakan.

6. X20 (Metode pelaksanaan pekerjaan proyek tidak tepat)

Razek (1998) mengatakan bahwa untuk meningkatkan mutu proyek, pelaksana harus melakukan beberapa hal, yang salah satunya adalah meningkatkan proses dan aturan kerja, hal ini dapat dilakukan antara lain dengan meningkatkan metode dan prosedur kerja [87]. Jika biaya untuk pelaksanaan metode tersebut tidak memadai, maka akan berdampak atas turunnya kualitas proyek konstruksi.

4.4 Resume

Sesuai dengan penjelasan diatas didapati bahwa faktor-faktor risiko penawaran underestimate

yang signifikan berdampak menurunkan kinerja kualitas proyek konstruksi gedung di Kabupaten Pesisir Selatan adalah :

1. Biaya untuk ketersediaan material tidak memadai

X4 (mutu material tidak sesuai dengan spesifikasi),

X3 (material yang digunakan kurang dari yang dibutuhkan)

2. Biaya untuk pelaksanaan metode tidak memadai

X20 (metode pelaksanaan pekerjaan proyek tidak tepat),

3. Biaya untuk SDM tidak memadai

X5 (menempatkan manejerial yang kurang berpengalaman)

Daftar Acuan

[1]Kabupaten pesisir selatan salah satu dari 19 kabupaten/kota di Propinsi sumatera barat”.

http://www.pesisirselatan.go.id/2013/09/10.

[2] Informasi pemenang lelang“ proyek konstruksi

gedung Kabupaten pesisir selatan”.

http://lpse.pesisirselatan.go.id/2013/10/12. [3] Fauzi “Daerah rawan gempa bumi tektonik di

Indonesia, Kenapa selalu ada kerusakan?”

Pusat Gempa Nasional Badan Meteorologi dan Geofisika http://www.bmg.go.id dan

(12)

[4] Blanton A Godfrey, Juran Quality Handbook,

Fifth Edition (Singapore: McGraw Hill

International Edition, 1998), hal. 7.20.

[5] Joko Kirmanto Mentri PU minta kepada panitia tender agar tidak memenangkan tender kepada peserta yang tidak wajar dalam penawarannya”.

http://www.pu.go.id/2013/09/10

[6] Z. Hatush and M. Skitmore, “Contractor selection using multi-criteria utility theory: an additive model,” Build Environt, 33,1998 : hal. 105–115. [7] Roestam Sjarief, “Praktek Banting Harga dalam

Tender Masih Tinggi”. Bisnis Indonesia. 19 Nopember 2008. 02 Mei 2009.

http://web.bisnis.com/edisi-cetak/edisi-harian/sup-properti/1id89078.html

[8] Achmad Daniri, Sitem Tender Pemicu Mutu Rendah, Praktik Banting Harga Tak Terhindarkan”. Bisnis Indonesia 17 April 2009. 26 April 2009, http://www.madani-ri.com/2009/04/18

[9] Stokes. M, Construction Law in Contractor’s

Languange (USA : Kingsport Press, 1977), hal.

54-55.

[10]Oberlender, Garold. D, Project Management For

Engineering and Construction (Singapore :

McGraw Hill International Edition, 1993), hal. 28.

[11]Darma hendra, “Analisis penawaran underestimate terhadap kualitas proyek konstruksi jalan dan jembatan di DKI

Jakarta.FT-UI 2009.hal 4

[12]Asiyanto, Construction Project Cost

Management (Jakarta : PT. Pradnya Paramita,

2005), hal. 5.

[13]Asiyanto, Construction Project Cost

Management (Jakarta : PT. Pradnya Paramita,

2005), hal. 6.

[14]Asiyanto, Construction Project Cost

Management (Jakarta : PT. Pradnya Paramita,

2005), hal. 51.

[15]Asiyanto, Construction Project Cost

Management (Jakarta : PT. Pradnya Paramita,

2005), hal. 106.

[16]D.Kashiwhgi, R.E. Byfield, “Selecting the best contractor to get performance: on time, on budget, meeting quality expectations,” Journal

of Facilities Management, 1, 2002 : hal. 103–

116.

[17]Hatush. Z and Skitmore. M, “Contractor selection using multi-criteria utility theory: an additive model,” Build Environ, 33, 1998 : hal. 105–115. [18]Zavadaskas. E.K and Vilutiene. T, “A multiple

criteria evaluation of multi-family apartment block’s maintenance contractors: I–model for

maintenance contractor evaluation and the determination of its selection criteria,” Journal

Building and Environment, 41, 2006 : hal. 621–

632.

[19]D. Kashiwhgi, R.E. Byfield, “Selecting the best contractor to get performance: on time, on budget, meeting quality expectations,” Journal

of Facilities Management , 1, 2002 : hal. 103–

116.

[20]Wei Chih Wanga, Han Hsiang Wang, Yu Ting Lai, & John Chien Chung Li, “Unit-price-based model for evaluating competitive bids,”

International Journal of Project Management,

24(2) 2006 : hal. 156-166.

[21]Wei Chih Wanga, Han Hsiang Wang, Yu Ting Lai, & John Chien Chung Li, “Unit-price-based model for evaluating competitive bids,”

International Journal of Project Management,

24(2) 2006 : hal. 156-166.

[22]Wei Chih Wanga, Han Hsiang Wang, Yu Ting Lai, & John Chien Chung Li, “Unit-price-based model for evaluating competitive bids,”

International Journal of Project Management,

24(2) 2006 : hal. 156-166.

[23]Jin Wang, Yujie Xua & Zhun Li, “Research on project selection system of pre-evaluation of engineering design project bidding,”

International Journal of Project Management,

27 (6) 2009 : hal. 584-166.

[24]Yat Hung Chiang, “Subcontracting and its ramifications: A survey of the building industry in Hong Kong,” International Journal of Project

Management, 27(1) 2009 : hal. 80-88.

[25]Yat Hung Chiang, “Subcontracting and its ramifications: A survey of the building industry in Hong Kong,” International Journal of Project

Management, 27(1) 2009 : hal. 80-88.

[26]Stokes, M, Construction Law in Contractor’s

Languange (USA : Kingsport Press, 1977), hal.

54-55.

[27]Wei Chih Wanga, Han Hsiang Wang, Yu Ting Lai, & John Chien Chung Li, “Unit-price-based model for evaluating competitive bids,”

International Journal of Project Management,

24(2) 2006 : hal. 156-166.

[28]Bramantyo Djohanputro,PH.D, Manajemen

Risiko Korporat, (Jakarta : Penerbit PPM,2008)

Hal 30

[29]Ahmad Agus. Pengaruh tingkat pemahaman

manajemen Risiko oleh manajer Konstruksi

FT-UI.hal 23

[30]Wideman, R. Max, Project and Program Risk Management A Guide to Managing Project Risk

and Opportunities (USA : Project Management

(13)

[31]Project Management Institue, A Guide to the Project Management Body of

Knowlede-PMBOK Guide four Edition. (Pensylvania :

Project Management Institue, 2008), hal. 237. [32]Asiyanto. Manajemen Risiko Untuk Kontraktor, (

Jakarta : Pradnya Paramita,(2009 ) Hal 2

[33]Leo J & Viktor Riwu, Manajemen Risiko Berbasis ISO 31000 untuk Industri Non

Perbankan. ( Jakarta : Penerbit PPM.2010 ) hal

76-78

[34]Lim, T.E., & Niem, B.C, Quality Management

System, assessment to ISO9000:1994 series,

(Singapore : Printice Hall, 1995), hal. 16.

[35]Charles L Huston, Management of Project

Procurement (Singapore : McGraw Hill

International Edition, 1998), hal. 166

[36]Osama M. Jannadi, “Reason for Construction Business Failur in Arab Audi,” Project Management Journal, The Profesional Journal

of The Project Management Institute, 28,1997 :

hal. 34.

[37]D. Arditi, “Factors that Affect Process Quality in the Life Cycle Of Building Project,” Journal of

Construction Engineering and Management, 5,

1998 : hal. 197.

[38]B. Akinci, and M. Fischer, “Factor Affecting Contractor’s Risk of Cost Overburden,” ASCE - Journal of Construction Engineering and

Management, 114(2) 1998 : hal. 71.

[39]Francis W.H. Yik & Joseph. H.K. Lai, “Multilayer subcontracting of specialist works in buildings in Hong Kong,” International

Journal of Project Management, 26 (4) 2008 :

hal. 399-407.

[40]C. T. Jahren, and M. Ashe, “Predictors of Cost Overrun Rates,” ASCE - Journal of

Construction Engineering and Management,116

(3) 1990 : hal. 549.

[41]Razek. R.H. Abdel, “Quality Improvement in Egypt : Methodology and Implementation,”

ASCE - Journal of Construction Engineering

and Management, 9, 1998 : hal. 176-198.

[42]Meloney and Mc. Fillen, “Influence of Foremen on Peformance,” ASCE - Journal of Construction Engineering and Management,

113, 1987 : hal. 476.

[43]J. Hinze, K. Kuechenmeister “Productive Foremen Characteristic,” ASCE - Journal of

Construction Division, 107(3)1981 : hal.

160-169.

[44]Mohamad Mahsun, Pengukuran Kinerja Mutu

Sektor Publik, (Yogyakarta : BPFE. 2006), hal.

Gambar

Gambar 2.2.  Siklus Cost Estimate           Sumber : Asiyanto, 2005
Gambar 2.4:  Integrating Risk With Other Project Management Function  Sumber : R. Max Widemen, 1992
Tabel 2. Skala penilaian kinerja kualitas proyek

Referensi

Dokumen terkait

Masing-masing agama tentunya membicarakan seksualitas sesuai dengan kadar dan normanya masing-masing pula. Hanya saja, ketika seksualitas, dikaitkan dengan orientasi

Sublimasi, digunakan untuk memisahkan campuran berdasarkan perubahan wujud zat dari padat menjadi gas, kemudian kembali ke wujud padatnya tanpa melalui wujud cairnya. Contoh

Melakukan suatu bentuk kegiatan dengan mengedepankan kalender event yang sudah ada atau yang menjadi program pemerintah kabupaten bekasi menjadi acuan bagi Radio Wibawa Mukti

PERMAINAN BOLA VOLI: Pengertian, Sejarah, Peraturan &amp; Teknik Dasar Bola Voli Permainan Bola Voli termasuk salah satu olahraga yang diminati oleh banyak orang, termasuk

Untuk mengurangi besarnya potensi yang hilang PEMDA dan pihak-pihak yang bersangkutan sebenarnya dapat mengusahakannya melalui peraturan perparkiran yang baru,

Ketika daerah spesifik tersebut diperoleh, maka akan memudahkan dalam penentuan tebakan awal untuk perhitungan nilai eigen atau akar suatu polinomial secara numerik.. Pembahasan

2 Transformator kering yang mempunyai gawai proteksi arus lebih pada sambungan sekunder dengan kemampuan atau setelan tidak lebih dari 125% dari arus sekunder pengenal

Kemudian pada pasal 9 dijelaskan bahwa dalam melaksanakan kegiatan usaha niaga gas bumi melalui pipa, badan usaha wajib menggunakan pipa transmisi dan/atau pipa