• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB II KEANGGOTAAN INDONESIA DALAM ORGANISASI PERIKANAN INTERNASIONAL A. Prosedur dan Persyaratan dalam Organisasi Perikanan Internasional - Keanggotaan Indonesia Di Organisasi Perikanan Internasional Dalam Rangka Kerja Sama Pengelolaan Perikanan Regional

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2019

Membagikan "BAB II KEANGGOTAAN INDONESIA DALAM ORGANISASI PERIKANAN INTERNASIONAL A. Prosedur dan Persyaratan dalam Organisasi Perikanan Internasional - Keanggotaan Indonesia Di Organisasi Perikanan Internasional Dalam Rangka Kerja Sama Pengelolaan Perikanan Regional"

Copied!
31
0
0

Teks penuh

(1)

BAB II

KEANGGOTAAN INDONESIA DALAM ORGANISASI PERIKANAN INTERNASIONAL

A. Prosedur dan Persyaratan dalam Organisasi Perikanan Internasional

Berdasarkan hukum organisasi internasional akan dianalisis terkait dengan

Convention for the Conservation of Southern Bluefin Tuna (CCSBT) dan Western

and Central Pasific Fisheries Commision (WCPFC) sebagai organisasi

internasional yang merupakan subjek hukum internasional. Organisasi

internasional merupakan suatu organisasi yang beranggotakan negara-negara

sebagai institusi yang mempunyai kapasitas sebagai pengemban hak dan

kewajiban internasional.23

Pengertian lainnya, organisasi internasional adalah himpunan

negara-negara yang terkait dalam suatu perjanjian internasional yang dilengkapi dengan

suatu anggaran dasar dan organ-organ bersama serta mempunyai suatu

personalitas hukum yang berbeda dari yang dimiliki oleh negara-negara

anggota.

24

23

Melda Kamil Ariadno, Hukum Internasional, Hukum yang hidup, Diadit Media, Jakarta, 2007, hal. 221

24

Boer Mauna, Pengertian Hukum Internasional, Peranan dan Fungsi dalam Era dinamika Globalisasi, Alumni, Bandung, 2000, hal 419-420 .

Landasan konstitusional dalam pengelolaan dan konservasi sumber

daya ikan adalah pasal 33 Undang-Undang Dasara Negara Republik Indonesia

tahun 1945 yang menyatakan “Bumi, air, dan kekayaan alam yang terkandung

(2)

kemakmuran rakyat”. Negara mengatur pemanfaatan sumber daya ikan agar dapat

berkelanjutan dan untuk kemakmuran rakyat Indonesia.

Dalam perkembangannya ternyata rakyat Indonesia tidak hanya

memanfaatkan sumber daya ikan di dalam wilayah pengelolaan perikanan saja

namun juga diluar wilayah pengelolaan perikanan yaitu laut lepas. Dengan

demikian negara harus mengawasi rakyatnya yang memanfaatkan sumber daya

ikan dilaut lepas sebagai bentuk tanggung jawab perlindungan terhadap mereka

agar tidak terkena tuduhan melakukan illegal fishing.

Wilayah pengelolaan perikanan diatur dalampasal 5 UU perikanan meliputi,

(a) perairan Indonesia, (b) ZEE indonesia, (c) sungai, danau, waduk, rawa,

genangan air lainnya yang dapat diusahakan serta lahan pembudidayaan ikan yang

pontensial di wilayah Indonesia. Sebagai landasan hukum pengelolan sumber

daya ikan di ZEE Indonesia diatur dalam Undang-undang ZEE (ZEEI) pada

tanggal 18 Oktober 1983 ( UU no.5 Tahun 1983, LNRI 1983, No 44 dan TLNRI

no 3260). Undang-undang ZEEI diundangkan dengan tujuan untuk meningkatkan

kesejahteraan bangsa dengan memanfaatakan segenap sumber daya alam yang

tersedia, baik hayati maupun non hayati; melindungi dan mengelola dengan cara

yang tepat, terarah dan bijaksana terhadap sumber daya alam ZEE.

Menyadari akan hal ini, maka Indonesia memperkuat sistem pengelolaan

perikanan dengan masuknya Indonesia kedalam organisasi internasional yang

mengatur mengenai pengelolaan ikan yakni Convention for the Conservation of

(3)

Commision (WCPFC 2013). Amanat pasal 64 Unclos 1982 untuk bekerjasama

berkaiatan dengan pengelolaan dan konservasi suberdaya ikan di laut lepas telah

mendapat respon sejumlah negara di dunia dengan dibentuknya organisasi –

organisasi pengelolaan perikanan regional. Menurut Satya N Nanda, Amanat pasal

64 UNCLOS 1982 ini lahir karena adanya:

1) kesadaran keadaan penurunan stok ikan tidak hanya berbahaya bagi

ekosistem laut, namun juga mengancam pasokan pangan (ketahanan

pangan);

2) penurunan stok akan pangan akan mempengaruhi kesejahteraan

ekonominelayan dan industri perikanan;

3) keputusan negara-negara terhadap usaha untuk melindungi

pengelolaandilaut lepas.

Namun tentunya sebelum masuk kedalam organisai tersebut ada prosedur

dan persyaratan yang harus dipenuhi Indonesia agar dapat bergabung menjadi

bagian CCSBT dan WCPFC. Keanggotaan untuk CCSBT terdiri dari dua bagian.

Yang peratama full members yaitu Australia, Jepang, Slandia baru, Taiwan, Korea

Selatan, Indonesia. Yang kedua Coorporeting Non-Members yaitu Afrika selatan

dan Philipina dan Uni Eropa. Dalam keanggotaan penuh (full members) maka

anggota akan ikut serta dalam semua keanggotaan organisasi dengan segala

hak-haknya. Sedangkan dalam keanggotaan luar biasa (associate members), anggota

dapat berpartisipasi namun tidak mempunyai hak suara di alat perlengkapan

(4)

organisasi internasional tergantung pada maksud dan tujuan organisasi, fungsi

yang akan dilaksanakan dan perkembangan apakah yang diharapkan dari

organisasi internasioanl tersebut.

Prinsip keanggotaan dapat dibedakan antara prinsip universalitas dan

terbatas (selective)25

1. keanggotaan yang didasarkan pada kedekatan letak geografis. Namun

pengertian kedekatan geografis ini kadang tidak hanya didasarkan pada

kedekatan geografis semata, namun sering juga didasarkan pada

pertimbangan politis.

. Prinsip keanggotaan Universalitas dan terbatas tidak

membedakan sistem pemerintahan, ekonomi ataupun politik yang dianut oleh

negara anggota. Sedangkan dalam prinsip terbatas (selective) menekankan

syarat-syarat tertentu bagi keanggotaan. Syarat tersebut adalah sebagai berikut:

26

2. Keanggotaan yang didasarkan pada kepentingan yang akan dicapai

3. Keanggotaan yang didasarkan pada sistem pemerintahan tertentu atau

pada sistem ekonomi tertentu

4. Keanggotaan yang didasarkan kerena adanya persamaan kebudayaan,

agama, etnis, dan pengalaman sejarah.

5. Ketetapan yang diterapkan didasarkan pada penerapan hak-hak asasi.

25

Sumaryo Suryokusumo, Hukum Organisasi Internasional, Penerbit Universitas Indonesia, Jakarta, 1990, hal 37

26

(5)

Satu prasyarat untuk berdirinya suatau organisasi internasional adalah

adanya keinginan untuk bekerja sama yang jelas-jalas kerjasama internasional

tersebut akan bermanfaat dalam bidangnya dengan syarat organisasi tidak

melanggar kekuasaan dan kedaulatan negara anggota. Suatu organisasi

internasional semakin supranasional, maka semakin sedikit aspirasi negara dapat

ambil bagian didalamnya. Persyaratan pendirian organisasi internasional dapat

dikembangkan dari unsur-unsur perjanjian internasional sebagaimana tertuang

dalam Konvensi Wina 1969 yang menegaskan bahwa:

an internasional agreement conclude between states in written form and

governed by internasional law, whether embodied in a single instrument or in two

or more related instrument, and whatever its particular designation”.27

1. Setiap anggota harus diwakili oleh extended komisi, dengan tidak lebih

dari tiga delegasi yang dapat didampangi oleh para ahli dan penasihat. Namun tentunya prosedur dan persyaratan yang harus dipenuhi Indonesia

agar dapat bergabung menjadi bagian CCSBT dan WCPFC.

Yang menjadi persyaratan dan prosedur masuk sebagai full member

CCSBT, berdasarkan anggaran dasar yang menjadi pedoman bagi CCSBT, antara

lain adalah:

2. Setiap anggota wajib menginformasikan kepada komisi sekretaris

eksekutif nama-nama delegasi kepada komisi termasuk identitas kepala

delegasi dan para ahli dan penasihat yang menyertai delegasi tersebut dan

27

(6)

perubahan-perubahannya sejauh belum dimulainya setiap pertemuan

komisi.

3. Setiap anggota wajib menunjukan seorang koresponden yang akan

memiliki tanggung jawab utama untuk penghubung dengan sekretaris

eksekutif selama priodepertemuan dan akan segera menginformasikan

sekretaris eksekutif nama dan alamat koresponden tersebut dan setiap

perubahan daripadanya.

4. Kecuali untuk aturan 4 ayat (3) dan peraturan 9, peraturan tata tertib

komisi untuk konservasi Southerm Bluiten Tuna berlaku mutatis mutandis

kepada komisi sepanjang ada hal-hal lain yang tuduk pada hal berikut :

a. Ganti Aturan 2 (1)

Sampai saat sekretaris didirikan dan lokasi markas besar komisi

ditentukan, maka pertemuan yahunan komisi akan dilaksanakan oleh

rotasi atau seperti yang telah disetujui.

b. Aturan pergantian 2 (b):

Setelah sekretris telah dibentuk dan lokasi markas besar komisi telah

ditentukan, setiap pertemuan tahuanan komisi akan dilaksanakan oleh

salah satu anggota melalui rotasi. Dalam hal anggota tidak

berkeinginan menjadi tuan rumah pertemuan tahunan,pertemuan itu

akan diadakan dimarkas extended komisi, sepanjang tidak ditentukan

(7)

Syarat dan prosedur manjadi anggota CCSBT berstatus Co-Operation Non

Anggota ialah:

“Suatu negara, organisasi integrasi ekonomi regional atau badan

yang diakui komisi dalam kapasitas co-opretion no-anggota akan

memiliki hak untuk berpartisipasi aktif dalam pertemuan Komisi,

Komite Ilmiah Extended dan termasuk pertumbuhan mereka,

namuun tidak terbatas pada hak untuk membuat proposal dan hak

untuk bicara tetapi bukan hak untuk memilih. Komisi dapat

memutuskan untuk membatasi partisipas dan kerjasama

non-anggota dalam item agenda tertentu”.

Akibat hukum terdaftarnya indonesia sebagai anggota Convention for the

conservation of southern bluefin secara tersendiri diatur sabagai berikut:28

1. Hak negara anggota Convention for the conservation of southern bluefin 1993

adalah :

a) Menempatkan perwakilan dalm komisi dengan tidak melebihi tiga

delegasi didampingi oleh ahli dan penasihat,29

b) Mendapatkan hak uuntuk mengajukan adanyapertemuan khusu komisi

dengan didukung sedikitnya oleh dua negara pihak lainnya,30

28

Diambil dari naskah penjelasan pengesahan CCSBT, “Draft Final 22 Maret 2007”, Departemen kelautan dan perikanan, Jakarta, 2007.

29

Pasal 7 CCSBT 1993

30

(8)

c) Mempunyai kesempatan untuk megajukan adanya pertemuan khusus

komisi dengan didukung sedikitnya oleh dua negara Pihak lainnya,31

d) Sebagai anggota dalam komite ilmiah, dimana Komite ilmiah merupakan

badan penasihat komisi,32

e) Menempatkan perwakilan yang memiliki kualifikasi ilmiah dalam komite

Ilmiah atau diwakilkan oleh ahli dan penasihat,33

f) Mendapatkan alokasi jumlah tangkapan tuna sirip biru selatan yang

diperbolehkan (kuota) seuai dengan hasil rekomendasi Komite Ilmiah,34

g) Memiliki kesempatan dalam mengusulkan amandemen konvensi,35

h) Hak mendapatkan data perikanan, sampel biologis dan informasi lain

yang berhubungan dengan penelitian ilmiah tuna sirip biru selatan,36

i) Hak mendapatkan informasi tentang setiap penangkapan ikan tuna sirip

biru selatan oleh warga negara, penduduk dan kapal-kapal dari setiap

negara bukan konvensi.37

2. Kewajiban Negara Anggota anatara lain

a) Melakukan tindakan penting untuk menjamin penegakan Konvensi serta

(9)

b) Bekerjasama dalam penyedian Informasi ilmiah kepada komisi, statistik

hasil tangkapan, upaya penangkapan dan data lainnya yang berhubungan

dengan upaya penangkapan dan data lainnya yang berhubungan dengan

konservasi tuna sirip biru selatan dan spesies lain yang terkait secara

ekologi.

B. Keanggotaan Indonesia dalam Convention for the Conservation of Southern Bluefin Tuna (CCSBT)

CCSBT (Convention for the Conservation of Southern Bluefin Tuna)

adalah sebuah organisasi antar pemerintah yang bertanggungjawab atas

pengelolaan dan konservasi ikan tuna sirip biru selatan secara global dan termasuk

distribusinya.

Pembentukan CCSBT didasari oleh menurunnya jumlah ikan tuna sirip

biru (southern bluefin tuna) dewasa, dan tangkapan tahunan mulai jatuh secara

cepat pada awal tahun 1960-an. Penurunan hasil tangkapan semakin meningkat,

dimana pada pertengahan tahun 1980-an diperlukan pembatasan tangkapan. Hal

inilah yang menuntut Australia, Jepang dan Selandia Baru melakukan tindakan

pengelolaan dan konservasi untuk meningkatkan stok ikan SBT pada tahun 1985,

dengan cara membatasi kuota hasil tangkapan kapal ikannya.39

CCSBT 1993 ditandatangani di Canberra, Australia disepakati tanggal 10

Mei 1993, yang beranggotakan 3 negara yaitu Australia, Jepang dan Selandia

38

Pasal 5 ayat (1) CCSBT 1993

39

(10)

Baru. CCSBT 1993 mulai berlaku secara efektif pada tanggal 20 Mei 1994.

Negara-negara anggota CCSBT terdiri dari full members, yaitu Australia, Jepang,

Selandia Baru, Taiwan (Fishing Entity of Taiwan), Korea Selatan, Indonesia dan

Cooperating Non-Members yaitu Afrika Selatan, Filipina, dan Uni Eropa.

Indonesia telah menjadi anggota tetap CCSBT sejak tanggal 8 April 2008

dan telah meratifikasi Convention of Southern Bluefin Tuna 1993 melalui

Peraturan Presiden RI No. 109 tahun 2007 tentang Pengesahan CCBT 1993 pada

tanggal 6 Desember 2007 (L.N. Tahun 2007 No.148).40

Wilayah kompetensi pengelolaan CCSBT terhadap ikan tuna sirip biru

selatan berada pada wilayah 57 dan 58 (Samudera Hindia dan barat Australia)

yaitu 300 LS – 500 LS

Indonesia sebagai salah

satu negara anggota CCSBT memiliki potensi yang sangat besar dalam produksi

tuna dikarenakan wilayah laut lepas yang berdampingan dengan perairan

Indonesia.

41

sebagaimana terlihat pada gambar dibawah ini.42

40

Chomariyah, Op.Cit. hal.19

41Ibid.

hal.157

42

(11)

Dari sejarah pembentukkannya, CCSBT merupakan salah satu organisasi

pengelolaan perikanan regional yang berdiri sebelum disepakatinya UNFSA 1995,

namun tetap memiliki kewajiban untuk melaksanakan ketentuan-ketentuan dalam

persetujuan tersebut.43

Tujuan utama CCSBT sudah jelas sesuai dengan isi Konvensi Pasal 3

CCSBT 1993 yaitu “The objective of this Convention is to ensure, through

appropriate management, the conservation and optimum utilisation of southern

bluefin tuna”.

Permasalahan penurunan jumlah tangkapan ikan tuna sirip

biru selatan juga disebabkan adanya kondisi overfishing dan praktik illegal fishing

yang bersifat borderless (tanpa batas) karena sifat ikan yang selalu bergerak atau

berpindah tempat yang jangkauannya melintasi batas negara.

44

1. Unsur pertama, organisasi pengelolaan perikanan regional, CCSBT dibentuk

berdasarkan perjanjian internasional yaitu Conservation for the Conservation

of Southern Bluefin Tuna 1993 dan berlaku mengikat pesertanya. CCSBT

dilengkapi degan organ dan diatur oleh hukum internasional, yaitu:

Dengan kata lain, untuk memastikan, memalui pengelolaan yang

tepat, konservasi dan pemanfaatan yang optimal tuna sirip biru selatan.

Sebagaimana organisasi internasional umumnya, CCSBT memiliki legal

personality yang artinya organisasi tersebut memiliki hak dan kewajibannya

menurut hukum internasional. Legal personality CCSBT ini dapat dianalisis

sebagai berikut :

43

Chomariyah, Op.Cit, hal. 22

44

(12)

(a.)Komisi (the Commission) yang terdiri dari ketua dan wakil

ketua komisi,45

(b.)Badan penasehat Komisi, yaitu Komite Keilmuan (Scientific

Committee);

dipilih pada setiap pertemuan tahunan;

46

(c.)Sekretariat terdiri dari Sekretaris Eksekutif, yang diangkat oleh

Komisi, dan staf yang memadai, yang diangkat oleh Sekretaris

Eksekutif;47

2. Unsur kedua, CCSBT memiliki legal personality,48

3. Unsur ketiga, adanya pembagian kewenangan hukum anatara organisasi

internasional dengan Negara-negara anggota. Organisasi internasional

memiliki kewenangan untuk membuat ketentuan-ketentuan yang mengikat bahwa sebagai subjek

hukum internasional CCSBT memiliki hak dan kewajiban. Legal personality

diperlukan oleh Komisi CCSBT dalam hubungannya dengan

organisasi-organisasi internasional lain dan di wilayah negara-negara pihak memiliki

kemampuan hukum sebagaiman diperlukan untuk melaksanakan fungsinya

dan mencapai tujuannya. Kekebalan hukum (immunities) dan hak istimewa

(priviliges) yang didapatkan oleh Komisi dan pegawai-pegawainya dalam

wilayah negara-negara CCSBT harus tunduk pada perjanjian antara Komisi

dengan Negara-negara anggota yang bersangkutan.

(13)

Negara-negara anggotanya. CCBT sendiri melalui Komisinya berwenang

untuk mengambil keputusan yang mengikat Negara-negara aggotanya, yaitu:49

(a) Untuk mengumpulkan dan menghimpun informasi ilmiah, data

statistik dan informasi lain yang berkaitan dengan tuna sirip

biru selatan;

(b) Informasi yang berkaitan dengan hukum, peraturan-peraturan

dan langkah-langkah administrative tentang perikanan tentang

perikanan tuna sirip biru selatan;

(c) Setiap informasi lain yang berkaitan dengan tuna sirip biru

selatan.

Indonesia pada awalnya bukan merupakan anggota CCSBT, tetapi

Indonesia beberapa kali diundang dalam pertemuan CCSBT dengan status sebagai

peninjau bersama-sama Korea Selatan dan Taiwan. Hal ini mengingat ketiga

negara tersebut dianggap banyak melakukan kegiatan penangkapan ikan tuna sirip

biru selatan di wilayah kompetensi pengelolaan CCSBT, sehingga dituntut untuk

menjadi anggota agar dapat turut bertanggung jawab dalam pengelolaan tuna sirip

biru selatan.50

Sanksi perdagangan internasional akibat status Indonesia yang bukan

anggota CCSBT telah terjadi, seperti embargo tuna sirip biru selatan oleh Jepang

sejak tahun 2009.51

49

Pasal 8 CCSBT 1993

50

Arif Satria, Ekologi Politik Nelayan, LKis Yogyakarta, Yogyakarta, 2009, hal.188

51Ibid.

(14)

ancaman pemboikotan tuna Indonesia di negara-negara lain juga akan semakin

besar apabila status Indonesia masih belum menjadi anggota CCSBT. Namun

Indonesia masih memiliki “senjata” bahwa spawning ground tuna ada di wilayah

Selatan Indonesia, dimana hal tersebut masih memungkinkan bagi Indonesia

untuk melakukan negoisasi dengan anggota CCSBT.

Alasan ini memiliki konsekuensi cukup serius bagi Indonesia, dikarenakan

dengan tidak menjadi anggota, Indonesia akan dianggap tidak memiliki goodwill

untuk mau memerhatikan aspek konservasi sumber daya ikan tuna di wilayah

tersebut.52 Dengan kondisi ilegal, tentu hasil produksi tuna Indonesia yang dilakukan di wilayah perairan tersebut akan tergolong unreported. Hasil produksi

yang tidak terlaporkan itu akan mengganggu proses fisheries management yang

selama ini diupayakan oleh negara-negara anggota.53

Illegal Unreported and Unregulated Fishing (IUU Fishing) merupakan

bentuk-bentuk praktik penangkapan ikan yang dihindari dan dicegah oleh

Indonesia maupun organisasi pengelolaan perikanan internasional dan regional

termasuk CCSBT karena merusak sumber daya ikan, terumbu karang serta

rusaknya mangrove.54

Setelah bergabungnya Indonesia, posisi Indonesia dalam CCSBT belumlah

menguntungkan karena masalah-masalah dalam negeri sendiri, seperti pencurian

ikan, peningkatan kapasitas penangkapan, dan otonomi daerah dalam pengelolaan

perairan.55

52

Ibid.

(15)

Tanggungjawab dalam pengelolaan dan konservasi perikanan regional dan

internasional yang berkelanjutan di laut lepas maupun Zona Ekonomi Eksklusif

(ZEE) terutama di wilayah laut yang berdampingan dengan perairan Indonesia

tidak hanya milik anggota CCSBT tetapi juga milik Indonesia sehingga didalam

ketentuan ”menimbang” PerPres RI No.109 tahun 2007 tentang Pengesahan

CCSBT 1993 menyebutkan :56

(a) Bahwa dalam rangka menjamin dan mendukung konservasi dan

pengelolaan secara tepat sumberdaya perikanan tuna sirip biru selatan

untuk pemanfaatan secara optimal dan berkelanjutan, di Canberra,

Australia, pada tanggal 10 Mei 1993 telah ditandatangani

Conservation for the Conservation of Southern Bluefin Tuna

(Konvensi tentang Konservasi Tuna Sirip Biru Selatan).

(b) Bahwa Indoneisa sebagai Negara pantai memiliki potensi sumberdaya

ikan tuna sirip biru selatan, yang perlu dikelola dan dimanfaatkan bagi

kepentingan nasional.

(c) Bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana yang dimaksud dalam

huruf a dan b, perlu mengesahkan Konvensi tersebut dengan dengan

Peraturan Presiden.

CCSBT dalam menetapkan TAC (Total Allowable Catch) dan alokasi

diantara Negara-negara anggota didasarkan pada pertimbangan sebagai berikut :57 (a) Bukti ilmiah yang berhubungan dengan jumlah tangkapan;

56

Pepres No.109 tahun 2007 tentang Pengesahan CCSBT

57

(16)

(b) Kebutuhan pembangunan perikanan tuna sirip biru selatan yang

berkelanjutan dan teratur;

(c) Kepentingan-kepentingan Negara anggota yang ZZEnya dilalui oleh

migrasinya tuna sirip biru selatan;

(d) Kepentingan-kepentingan Negara anggota yang kapalnya melakukan

penangkapan tuna sirip biru selatan termasuk mereka yang secara

historis melakukan penangkapan dan mereka yang perikanan tuna sirip

biru selatannya belum berkembang;

(e) Kontribusi Negara anggota untuk konservasi dan penelitian ilmiah.

Berdasarkan Pasal 8 ayat (3) (b) CCSBT, Komisi dapat, apabila

diperlukan, memutuskan langkah-langkah tambahan lain. Langkah-langkah

tambahan lain tersebut berupa resolusi-resolusi terkait dengan pengelolaan,

konservasi dan pemanfaatan optimal tuna sirip biru selatan. Salah satunya ialah

Resolution on establishing the CCSBT Vessel Monitoring System.58

Pertimbangan yang mendasari resolusi tentang establishing the CCSBT

Vessel Monitoring System (VMS)59 adalah pentingnya system pemantauan kapal sebagai bagian integral dari Monitoring, Control and Surveillance (MCS) yang

efektif untuk tuna sirip biru selatan ,khususnya untuk memastikan keberlanjutan

jangka panjang dari stok.60

58

Chomariyah, Op.Cit, hal.159

59

Resolusi diterima pada Pertemuan Tahunan ke-15, 14-17 Oktober 2008, di Auckland, New Zealand.

60Ibid

(17)

Jumlah tangkapan yang diperbolehkan (TAC) yang telah ditetapkan

Komisi pada pertemuan tahunan Komisi Tuna Sirip Biru Selatan ke-16, 20-23

Oktober 2009, di Jeju Island, Korea Selatan telah menetapkan TAC untuk

keseluruhan negara anggota CCSBT dan Cooperating Non-Members, tahun 2009

sebesar 11.810 ton, Pada pertemuan tahunan ke-17, 15 Oktober 2010, di Narita ,

Jepang, Komisi menetapkan TAC global menjadi 9.449 ton, pengurangan alokasi

tersebut untuk tahun 2010-2011, bagi anggota dan Cooperating Non-Members,

penetapannya mulai tahun 2009-2011 sebagai berikut :

(a) Jepang (3.000 ton; 2.261 ton)

(b) Australia (5.265 ton; 4.270 ton)

(c) Korea Selatan (1.140 ton; 859 ton)

(d) Taiwan (1.140 ton; 859 ton)

(e) Selandia Baru (420 ton; 754 ton)

(f) Indonesia (750 ton; 651 ton)

Sedangkan untuk Cooperating Non-Members and Observers :

(g) Filipina (45 ton; 45 ton)

(h) Afrika Selatan (40 ton; 40 ton)

(i) Uni Eropa (10 ton; 10 ton)

Perkembangan terakhir pada pertemuan tahunanan CCSBT ke-18, pada

(18)

masing-masing negara anggota dan Cooperating Non-Members and Observers,

mengalami kenaikkan untuk tahun 2014, yaitu :61

Pada tahun 2012 sampai tahun 2014, penetapan alokasi TAC global adalah

10.449 ton, 10.949 ton dan 12.449 ton, yang kemudian dibagi kepada

masing-masing anggota CCSBT sebagai berikut :

Jepang (3.366 ton), Australia

(5.147 ton), Selandia Baru (909 ton), Korea Selatan (1.036 ton), Taiwan (1.036

ton), Indonesia (750 ton) dan untuk Cooperating Non-Members and Observers

Filipina (45 ton), Afrika Selatan (150 ton) dan Uni Eropa (10 ton).

62

(a) Jepang (2.519 ton; 2.689 ton; 3.366 ton)

(b) Australia (4.528 ton; 4.698 ton; 5.147 ton)

(c) Selandia Baru (800 ton; 830 ton; 909 ton)

(d) Korea Sealatan (911 ton; 945 ton; 1.036 ton)

(e) Taiwan (911 ton; 945 ton; 1.036 ton)

(f) Indonesia (685 ton; 707 ton; 750 ton)

Pertemuan tahunan CCSBT ke-21 pada tanggal 13-16 Oktober 2014, di

Auckland, New Zealand menyepakati bahwa adanya kenaikan jumlah TAC tuna

sirip biru selatan untuk tahun 2015-2017 yaitu :63

Report of the Twenty First Annual Meeting of the Commission, 13-16 October 2014, Auckland, Newzealand

Jepang (4.337 ton; 4847 ton),

Australia (5.665 ton; 5.665 ton), Selandia Baru (1.000 ton; 1.000 ton), Korea

(19)

750 ton), sedangkan Cooperating Non-Members Afrika Selatan (150 ton; 40 ton),

Filipina (45 ton; 45 ton) dan Uni Eropa (10 ton; 10 ton). Untuk Afrika Selatan

diberikan kesempatan untuk menjadi anggota CCSBT per 31 Mei 2015 agar

angka alokasi penangkapan tuna sirip biru selatannya tetap sebesar 150 ton dan

apabila tidak maka akan turun menjadi 40 ton.

Ketentuan tentang Scientific Committee, diatur dalam Pasal 9 CCSBT

1993, yang mempunyai kewajiban untuk :

(a) Mengkaji dan menganalisa status dan kecenderungan-kecenderungan

dengan populasi tuna sirip biru selatan;

(b) Mengkoordinasikan penelitian dan pengkajian tuna sirip biru selatan;

(c) Melaporkan kepada Komisi penemuan-penemuan termasuk konsensus,

pandangan-pandangan mayoritas dan minoritas terhadap status

persediaan tuna sirip biru selatan;

(d) Membuat rekomendasi-rekomendasi, kepada Komisi melalui

consensus terhadap hal-hal mengenai pengelolaan, konservasi dan

pemanfaatan optimal tuna sirip biru selatan;

(e) Mempertimbangkan hal-hal lain yang dirujuk oleh Komisi.

Resolusi yang berkaitan dengan pengelolaan dan konservasi tuna sirip biru

(20)

Ensure Compliance with Conservation and Management Measures, terdiri dari

lima penetapan yaitu :64

(a) Masing-masing negara anggota dan Cooperating Non-Members

harus menyerahkan rencana kegiatan untuk memastikan pentaatan

terhadap langkah-langkah pengelolaan dan konservasi tuna sirip

biru kepada sekretariat pada tanggal 1 April 2010; Rencana

kegiatan harus meliputi skema verifikasi data penangkapan tuna

sirip biru selatan dan Ecologically Related Species/ERS, secara

sistematis;

(b) Negara bendera dan Cooperating Non-Members,dari kapal-kapal

longline harus menjelaskan rencana perbaikan kegiatannya;

(c) Pada musim penangkapan 2011, negara Cooperating

Non-Members, harus menjalankan Stereo Video System, untuk

mengawasi 10% tuna sirip biru selatan yang menuju kandang

(cage);

(d) Komisi harus menggali semua kemungkinan dan pengembangan

program penelitian regional untuk diterapkan ke semua kegiatan

perikanan dan budi-daya tuna sirip biru selata; dan

(e) Semua negara anggota dan Cooperating Non-Members harus

mengumpulkan laporan pelaksanaan dan hasil rencana kegiatan

tahun 2010 pada pelaksanaan rapat Komisi 2010.

64

(21)

CCSBT melaksanakan pendekatan kehati-hatian (precautionary approach)

melaui strategi pengelolaan yang disebut Management Procedure, yang dimana

resolusi tentang pelaksanaan strategi tersebut juga dikenal sebagai Bali Procedure

diterima pada pertemuan tahunan ke-18 tahun 2011. Dalam strategi Management

Procedure terdapat pedoman tentang batas tangkapan global dan menyediakan

industry perikanan agar menangkap ikan secara periode waktu yang telah tersedia.

Parameter Management Procedure adalah65

CCSBT melakukan tindakan penegakkan hukum untuk memberantas IUU

Fishing, dengan menetapkan Resolution on Establishing a Program for

Transshipment by Large Scale Fishing Vessels berisi tentang pengawasan

kegiatan transshipment yang dilakukan oleh large scale fishing vessels dengan

cara mengumpulkan data tangkapan ikan kapal-kapal tersebut untuk penilaian

imiah stok ikan tuna sirip biru selatan. Selain itu CCSBT juga bekerja sama

dengan FAO untuk mengembangkan system pemantau sumber daya perikanan

(Fishery Resources Monitoring System-FIGIS). Tidak hanya kerja sama dengan (1) untuk membangun

kembali status stok menuju target reference point sebesar 20% dari original

spawning biomass pada tahun 2035; (2) ditetapkan kemungkinan 70% untuk

mencapai sasaran pembangunan kembali sementara; (3) minimum kenaikan atau

penurunan TAC sebesar 100 ton; (4) maksimum kenaikan atau penurunan sebesar

3000 ton; (5) TAC ditetapkan untuk periode 3 tahun berdasarkan resolusi tentang

TAC global, tahun 2010-2011 sebesar 9.449 ton; tahun 2012 sebesar 10.449 ton;

tahun 2013 sebesar 10.949 ton dan tahun 2014 sebesar 12.449 ton.

65Ibid

(22)

organisasi lain, CCSBT juga mengajak Cooperating Non-Members untuk menjadi

anggota organisasi, melaui cara yang disebut allocation set asides.66

Dalam hal langkah-langkah terkait perdagangan atau Trade Related

Measures (TRM) terhadap ikan tuna sirip biru selatan CCSBT memberlakukan

Catch Documentation Scheme (CDS) list of approved vessels. Pelaksanaan TRM

oleh CCSBT tidak diskriminasi dikarenakan putusan didasarkan pertimbangan

bukti ilmiah terbaik yang tersedia pada saat pertemuan tahunan sesuai dengan

Pasal 6 ayat (3) CCSBT 1993. CDS67

CDS adalah menyediakan data penelusuran dan validasi perdagangan tuna

sirip biru selatan yang legal mulai dari penjualan pertama, baik di pasar domestic

maupun pasar ekspor. Tujuan CDS adalah

sendiri mulai diberlakukan sejak tanggal 1

Januari 2010 menggantikan Trade Information Scheme (TIS) yang sudah berlaku

sejak tahun 2000 dan digantikan karena tidak efektif.

68

66

Metode ini digunakan dengan cara memberi alokasi penangkapan kepada Cooperating Non-Members secara bertahap menaikkan besaran alokasi penangkapan dengan harapan adanya insentif negara Cooperating Non-Members untuk segera bergabung.

67

Diterima pada pertemuan tahunan ke-15, 14-17 Oktober 2008, di Auckland, New Zealand.

68

. Chomariyah, Op.Cit , hal.170

untuk mengawasi perdagangan

internasional tuna sirip biru selatan, untuk mengidentifikasi asal-usul tuna sirip

biru selatan, di impor atau di ekspor kea tau dari wilayah pengelolaan CCSBT,

untuk menentukan tangkapan yang dilakukan di wilayah pengelolaan CCSBT

dengan cara sesuai dengan tindakan konservasi yang ditetapkan oleh CCSBT,

mengumpulkan data penangkapan oleh masing-masing Negara anggota dan

(23)

Southern Bluefin Tuna (Thunnus maccoyii) atau dalam bahasa Indonesia

sering disebut ikan tuna sirip biru selatan merupakan jenis ikan pelagis besar dan

termasuk dalam kategori ikan bermigrasi jauh (Highly Migratory Species). Tuna

ini merupakan tuna besar, perenang cepat, ikan pelagis (hidup di laut lepas). Tuna

sirip biru selatan dapat ditemukan di seluruh belahan bumi bagian selatan

terutama di perairan antara 300 dan 500 selatan tapi jarang di Samudera Pasifik Timur. Daerah berkembang biak tuna ini berada di Samudera Hindia,

selatan-timur dari pulau Jawa, Indonesia.

Tuna sirip biru selatan69

(a) Mereka berenang dengan kecepatan rata-rata 2-3 km/jam;

dapat hidup sampai empat puluh tahu, mencapai

berat 200 kg dan berukuran panjang lebih dari dua meter.Namun ada

ketidakpastian dalam hal ukuran dan kapan rata-rata usia ikan tersebut menjadi

dewasa. Inilah subjek penelitian oleh anggota Komisi. Masa pembiakan

berlangsung dari bulan Sepetember sampai April di perairan hangat selatan pulau

Jawa. Hingga usia 5 tahun, ikan-ikan tuna remaja ini suka berkumpul bersama

dalam kawanan dan beraktifitas di dekat permukaan laut namun setelah berumur

lebih dari 5 tahun mereka tidak lagi berenang di dekat permukaan.

Beberapa fakta lain yang dikenal tentang tuna sirip biru selatan adalah :

(b) Pertumbuhan rata-rata untuk umur 3 tahun adalah 1,5 cm per bulan

(pertumbuhan ikan sudah lebih cepat sejak tahun 1980 dari sebelumnya);

(c) Mereka dapat menjaga suhu tubuhnya lebih hangat dari pada air disekitarnya;

69

(24)

(d) Mereka dapat menyelam sekurangnya 500 meter ke bawah laut.

Status konservasi ikan tuna sirip biru ini adalah kritis (Critically

Endangered)70 dikarenakan pada habitat liar sudah mencapai penangkapan overfishing dan overexploited.

Gambar ikan tuna sirip biru selatan (southern bluefin tuna)71

Commission for the Conservation and Management of Highly Migratory

Fish Stock in the Western and Central Pacific Ocean (WCPFC) atau yang disebut

dengan Konvensi tentang Konservasi dan Pengelolaan Sediaan Ikan Beruaya Jauh

di Samudera Pasifik Barat dan Tengah merupakan organisasi internasional antar

pemerintah Negara-negara yang memiliki pantai di Pasifik Barat dan Pasifik

Tengah dan negara-negara yang menangkap ikan di wilayah tersebut. Konvensi

ini ditandatangani pada tanggal 5 September 2000

C. Keanggotaan Indonesia dalam Western and Central Pacific Fisheries Commission (WCPFC 2013)

72

70

di Honolulu, Amerika Serikat

yang proses negoisasinya berlangsung selama empat tahun. Namun Konvensi ini

71

72

(25)

mulai berlaku efektif pada tanggal 19 Juni 2004 dengan negara-negara yang

meratifikasinya yaitu Australia, Cook Islands, Federated States of Micronesia, Fiji

Islands, Kiribati, Marshall Island, Tonga dan Tuvalu.

Masalah yang juga dihadapi oleh WCPFC sebelum terbentuknya

organisasi ini ialah menagatasi masalah dalam pengelolaan perikanan di laut lepas

akibat penangkapan ikan yang tidak diatur, kapasitas yang berlebih, terlalu banyak

isi kapasitas kapal, kapal yang berganti bendendera untuk melarikan diri dari

kontrol, tidak selektifnya pemakaian alat tangkap, tidak adanya data yang akurat

dan harus adanya kerjasma multilateral yang cukup dalam hal konservasi dan

pengelolaan sediaan ikan yang beruaya jauh.

Berbagai masalah tersebut akhirnya mendorong negara-negara kepulauan

yang langsung berdampingan dengan Samudera Pasifik khususnya Pasifik bagian

Barat dan Tengah untuk mengadakan Konvensi Tingkat Tinggi Multilateral agar

dapat menyelesaikan permasalahan perikanan regional.

Sejarah terbentuknya WCPFC berbeda dari CCSBT yang dimana WCPFC

berdiri setelah adanya UNFSA 1995. Dasar hukum berdirinya WCPFC ialah

UNCLOS 198273 dan prinsip pererapan pendekatan kehati-hatiannya berdasarkan UNFSA 1995. Konvensi WCPFC sendiri adalah salah satu perjanjian perikanan

regional pertama yang diadopsi setelah adanya kesimpulan dari UNFSA 1995

(United Nation Fish Stocks Agreement 1995).74

73

Pasal 4 WCPFC 2000

74

(26)

Prinsip-prinsip UNFSA 1995 yang diadopsi WCPFC antara lain:75

Wilayah kompetensi konservasi dan pengelolaan semua ikan beruaya jauh

WCPFC ialah

penerapan pendekatan kehati-hatian (precautionary approach), keputusan Komisi

yang harus didasarkan pada bukti ilmiah yang terbaik, pertimbangan ekosistem

dan pengakuan dari negara-negara kepulauan kecil yang berkembang.

76

“Dari pantai Selatan Australia kea rah sepanjang 1410 Bujur Timur sampai perpotongannya dengan 550 Lintang Selatan, kemudian ke arah Timur sejajar dengan 550 Lintang Selatan sampai perpotongannya dengan 1500 Bujur Timur; kemudian sepanjang 1500 Bujur Timur sampai perpotongannya dengan 600 sejajar Lintang Selatan, kemudian ke arah Timur 600 sejajar dengan Lintang Selatan sampai perpotongannya dengan 1300 Bujur Barat; kemudian ke Utara sejajar 1300 Bujur Barat sampai perpotongannya dengan 40 sejajar Lintang Selatan; kemudian ke Barat 40 sejajar Lintang Selatan sampai perpotongannya dengan 1500 Bujur Barat; kemudian sepanjang Utara 1500 Bujur Barat”.

75

2015

76

(27)

Di didalam mukadimah WCPFC 2000 dijelaskan bahwa Konvensi ini

dibentuk karena adanya kesadaran perlunya menghindari dampak buruk terhadap

lingkungan laut, melesatarikan kenaekaragaman hayati, menjaga integritas

ekosistem laut, meminilakan resiko jangka panjang atau dampak yang tidak dapat

diperbaiki dari operasi penangkapan ikan dan kondisi kerentanan ekologis dan

geografis negara-negara pulau kecil yang sedang berkembang, wilayah dan

kawasan, ketergantungan ekonomi dan sosialnya terhadap sediaan ikan yang

beruaya jauh dan kebutuhan mereka akan bantuan khusus, termasuk bantuan

finansial, ilmu pengetahuan dan teknologi, agar negara-negara berkembang

tersebut dapat berperan-serta secara aktif di dalam konservasi, pengelolaan dan

pemanfaatan secara berkelanjutan sediaan ikan yang beruaya jauh.77

77

Mukadimah WCPFC 2000

Pada Pasal 2 WCPFC 2000 terdapat tujuan dari pada Konvensi ini yang

berisi :

“The objective of this Convention is to ensure, through effective

management, the long-term conservation and sustainable use of highly

migratory fish stocks in the western and central Pacific Ocean in

accordance with the 1982 Convention and the Agreement”.

Tujuannya ialah “untuk memastikan melalui pengelolaan secara efektif,

konservasi jangka panjang dan pemanfaatan secara berkelanjutan sediaan ikan

beruaya jauh di Samudera Pasifik Barat dan Tengah sesuai dengan Konvensi 1982

(28)

Daftar jenis ikan beruaya atau bermigrasi jauh (Highly Migratory Species)

berdasarkan Lampiran I UNCLOS 1982, yaitu:78

No. Nama Ikan Nama Latin dan Nama Indonesia 1 Albacore tuna Thunnus alalunga (Albakor)

2 Bluefin tuna Thunnus thynnus (Tuna sirip biru Atlantik) 3 Bigeye tuna Thunnus obesus (Tuna mata besar)

4 Skipjack tuna Katsuwonus pelamis (Cakalang) 5 Yellowfin tuna Thunnus albacores (Madidihang) 6 Blackfin tuna Thunnus atlanticus

7 Little tuna Euthynus alletteratus; Euthynus affinis (Tongkol)

8 Southen bluefin tuna Thunnus maccoyii (Tuna sirip biru selatan) 9 Frigate mackerel Auxis thazard, Auxis rochei (Makarel)

10 Pornfrets Family bramida

11 Marlins Tetrapturus angustirostris (Setuhuk) 12 Sail-fishes Istiophorus platypterus (Ikan layaran) 13 Swordfish Xiphias gladius (Ikan pedang)

14 Sauries Scomberesox saurus (Tenggiri)

15 Dolphin Coryphaena hippurus (Lumba-lumba)

16 Oceanic sharks Hexanchus griseus (Hiu)

17 Cetaceans Family Physeteridae

Konvensi WCPFC melakukan konservasi kepada jenis ikan-ikan tersebut kecuali

ikan Sauries (Tenggiri).

Indonesia masuk menjadi anggota WCPFC melalui Peraturan Presiden

No.61 Tahun 2013 tentang Pengesahan Convention on the Conservation and

Management of Highly Migratory Fish Stocks in the Western and Central Pacific

Ocean (Konvensi tentang Konservasi dan Pengelolaan Sediaan Ikan Beruaya Jauh

di Sameudera Pasifik Barat dan Tegah). Pengesahan ini adalah yang terbaru untuk

keikutsertaan Indonesia dalam organisasi pengelolaan dan konservasi perikanan

regional.

78

(29)

Sebelumnya Indonesia sudah mengikuti dan menjadi anggota Indian

Ocean Tuna Commission (IOTC) melalui PerPres No. 9 Tahun 2007 tentang

Persetujuan Pembentukan Komisi Tuna Samudera Hindia dan Convention for the

Conservation of Southern Bluefin Tuna (CCSBT) melalui Perpres No.109 Tahun

2007 tentang Pengesahan CCSBT.79

Dalam konsideran PerPres No.61 Tahun 2013 tentang Pengesahan

WCPFC dalam isi “menimbang” menyebutkan :

80

(a) Bahwa di Honolulu, Amerika Serikat, pada tanggal 5 September

2000, Konferensi Tingkat Tinggi Multilateral mengenai

Konservasi dan Pengelolaan Sediaan Ikan Beruaya Jauh di

Wilayah Pasifik Barat dan Tengah pada Sesi Ketujuh telah

menetapkan Convention on the Conservation and Management of

Highly Migratory Fish Stock on the Western and Central Pacific

Ocean (Konvensi tentang Konservasi dan Pengelolaan Sediaan

Ikan Beruaya Jauh di Samudera Pasifik Barat dan Tengah);

(b) Bahwa keikutsertaan Indonesia pada Konvensi tersebut dapat

meningkatkan dan memajukan industry perikanan nasional dengan

tetap menjaga dan melindungi kedaulatan wilayah laut terrtorial

Republik Indonesia;

(c) Bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud pada

huruf a dan huruf b, perlu mengesahkan Konvensi tersebut dengan

Peraturan Presiden;

79

Chomariyah, Op.Cit, hal.19

80

(30)

Dengan bergabungnya Indonesia pada tahun 2013 maka jumlah

keanggotan WCPFC adalah 24 negara yaitu81

Indonesia memiliki beberapa manfaat dari keanggotanya di WCPFC,

antara lain:

Australia, Kanada, Cina, Kepulauan

Cook, Federasi Mocronesia, Kepulauan Fiji, Prancis, Indonesia, Jepang, Republik

Kiribati, Republik Kepulauan Marshall, Republik Nauru, Selandia Baru, Niue,

Republik Palau, Papua New Guinea, Filipina, Korea Selatan, Samoa, Kepulauan

Salomon, Kerajaan Tonga, Tuvalu, Inggris Raya, Amerika Serikat dan Republik

Vanuatu.

82

(a) Aspek politik domestic, akan mendukung kebijakan nasional bagi

upaya konservasi dan pengelolaan perikanan yang bermigrasi jauh

di wilayah Samudera Pasifik Bagian Barat dan Tengah;

(b) Aspek politik luar negeri, akan memperkuat posisi dalam forum

organisasi perikanan regional dan internasional, serta menegaskan

komitmen Indonesia sebagai negara pihak pada UNCLOS 1982

bagi kerjasama internasional dalam kegiatan konservasi dan

pemanfaatan sumberdaya ikan;

(c) Aspek teknis ekonomi, akan memberikan peluang bagi Indonesia

dalam mengakses bantuan teknis dan financial dari WCPFC, serta

untuk menghindari adanya embargo ekspor produk perikanan

Indonesia oleh negara-negara anggota WCPFC;

81

82

(31)

(d) Dengan menjadi anggota WCPFC, akan memudahkan proses

pertukaran informasi dan data perikanan yang tepat dan akurat

diantara negara anggota dan adanya alih teknologi untuk Indonesia

sebagai negara berkembang dalam kegiatan konservasi sumberdaya

Referensi

Dokumen terkait

Hasil dari simulasi kemudian di analisis untuk mendapatkan nilai tingkat performansi dari protokol routing yang digunakan pada jaringan packet-switched tersebut berdasarkan

Berdasarkan tabel 4.5 menunjukkan bahwa terjadi peningkatan tindakan tentang SADARI sebelum dan setelah dilakukan pendidikan kesehatan peer group pada remaja putri

Koefisien Determinasi (R²) dalam penelitian ini akan digunakan untuk mencari berapa besarnya pengaruh variabel independen yaitu brand image, brand trust, dan

Artinya, dalam kegiatan ekonomi pondok, khususnya dalam khizatullah atau pengadaan sumber pembiayaan pondok pesantren dapat memberdayakan seluruh civitas pondok

[r]

Cara Root Android, BBM Theme, Tutorial Android, Cara Upgrade OS, Smartphone Setelah file custom ROM sudah di dapat lalu pindahkan filenya pada SD Card, jangan lupa Strange Syringe

Larutan umpan fiksasi yang mengandung Mo dan U dengan kadar Mo yang sama atau lebih besar dari kadar U hams difiksasi ulang, agar menghasilkan larutan dengan ratio U/Mo lebih besar

Mielenkiintoisia tutkimusaiheita olisi myös, onko radikaalin ortodoksian näkemyksiä ja luterilaisen teologian (esimerkiksi Mannermaan Luther-koulukunnan) painotuksia mahdollista