• Tidak ada hasil yang ditemukan

Keanekaragaman Plankton dan Makrozoobent docx

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2018

Membagikan "Keanekaragaman Plankton dan Makrozoobent docx"

Copied!
11
0
0

Teks penuh

(1)

TIKET MASUK

PRAKTIKUM PENGETAHUAN LINGKUNGAN Enies Nabila Fithri Tiara Sari

201510070311038 - VA

A. Keanekaragaman Plankton

Zooplankton, disebut juga plankton hewani, adalah hewan yang hidupnya mengapung, atau melayang dalam laut. Kemampuan renangnya sangat terbatas hingga keberadaannya sangat ditentukan ke mana arus membawanya. Zooplankton bersifat heterotrofik, yang maksudnya tidak dapat memproduksi sendiri bahan organik dari bahan anorganik. Oleh karena itu, untuk kelangsungan hidupnya ia sangat bergantung pada bahan organik dari fitoplankton yang menjadi makanannya. Jadi zooplankton lebih berfungsi sebagai konsumen bahan organik. Ukurannya yang paling umum berkisar 0,2 – 2 mm, tetapi ada juga yang berukuran besar misalnya ubur-ubur yang bisa berukuran sampai lebih satu meter. Kelompok yang paling umum ditemui antara lain kopepod (copepod), eufausid (euphausid), misid (mysid), amfipod (amphipod), kaetognat (chaetognath).

Zooplankton ada yang hidup di permukaan dan ada pula yang hidup di perairan dalam. Ada pula yang dapat melakukan migrasi vertikal harian dari lapisan dalam ke permukaan. Hampir semua hewan yang mampu berenang bebas (nekton) atau yang hidup di dasar Taut (bentos) menjalani awal kehidupannya sebagai zooplankton yakni ketika masih berupa terlur dan larva. Baru dikemudian hari, menjelangdewasa, sifat hidupnya yang semula sebagai plankton berubah menjadi nekton atau bentos.

Menurut Nybakken (1992), berdasarkan bentuk hidupnya plankton dibagi menjadi dua golongan yaitu fitoplankton (plankton nabati) dan zooplankton (plankton hewani). Fitoplankton mempunyai sifat autotrof yang mampu merubah bahan anorganik menjadi bahan organik dan penghasil oksigen yang sangat mutlak diperlukan bagi kehidupan makhluk hidup yang lebih tinggi tingkatannya. Sedangkan zooplankton tidak dapat memproduksi zat-zat organik dari zat-zat anorganik. Zooplankton bersifat herbivore dan karnivore. Zooplankton yang bersifat herbivor akan memakan fitoplankton, sedangkan zooplankton yang bersifat karnivor memakan zooplankton herbivor.

(2)

Berdasarkan daur hidupnya zooplankton dibagi menjadi 3 kelompok yaitu: 1. Holoplankton

2. Meroplankton 3. Tikoplankton

Selain itu Zooplankton dapat dikelompokkan berdasarkan ukurannya menjadi lima sebagai berikut :

1 Mikropankton, mempunyai ukuran 20-200 μm dan organisme utamanya yaitu Ciliata, Foraminifera, Nauplius, Rotifera, Copepoda. 2 Mesoplankton, mempunyai ukuran 200μm-2 m dan organisme

utamanya yaitu Cladocera, Copepoda, Larvacea.

3 Makroplankton, mempunyai ukuran 2-20 mm dan organisme utamanya yaitu Pteropada, Copepoda, Euphausiid, Chaetognatha. 4 Mikronekton, mempunyai ukuran 20-200 mm dan organisme

utamanya yaitu Chepalopoda, Euphausiid, Sargestid, Myctopid. 5 Megaloplankton, mempunyai ukuran >20 mm dan organisme

utamanya yaitu Scyphozoa, Thaliacea.

Komposisi jenis zooplankton sangat bervariasi di berbagai wilayah laut. Bagian terbesar dari organisme zooplankton adalah anggota filum Arthropoda dan hampir semuanya termasuk kelas Crustacea. Holoplankton yang paling umum ditemukan di laut adalah Copepoda. Copepoda merupakan zooplankton yang mendominasi di semua laut dan samudera, serta merupakan herbivora utama dalam perairan-perairan bahari dan memiliki kemampuan menentukan bentuk kurva populasi fitoplankton. Copepoda berperan sebagai mata rantai yang amat penting antara produksi primer fitoplankton dengan para karnivora besar dan kecil (Nybakken,1992).

Kelimpahan zooplankton sangat ditentukan oleh adanya fitoplankton, karena fitoplankton merupakan makanan bagi zooplankton. Di perairan fitoplankton mempunyai peranan sebagai produsen yang merupakan sumber energi bagi kehidupan organisme lainnya. Kepadatan zooplankton sangat tergantung pada kepadatan fitoplankton, karena fitoplankton adalah makanan bagi zooplankton, dengan demikian kuantitas atau kelimpahan zooplankton akan tinggi di perairan yang tinggi kandungan fitoplanktonnya.

(3)

kandungan zooplankton yang rendah meskipun kandungan fitoplankton sangat tinggi. Hal ini dapat diterangkan dengan adanya “The Theory of Differential Growth Rate” (Teori Perbedaan Kecepatan Tumbuh) yang menyebutkan bahwa pertumbuhan zooplankton tergantung pada fitoplankton tetapi karena pertumbuhannya lebih lambat dari fitoplankton maka populasi maksimum zooplankton akan tercapai beberapa waktu setelah populasi maksimum fitoplankton berlalu.Selain itu terdapat pula teori yang menerangkan terjadinya hubungan terbalik antara zooplankton dan fitoplankton, teori ini dikenal dengan “Theory of Grazing” yaitu dimakannya fitoplankton oleh zooplankton.

Bila populasi zooplankton meningkat, pemangsaan fitoplankton akan sedemikian cepatnya sehingga fitoplankton tidak sempat membelah diri, jika jumlah zooplankton menurun dan menjadi sedikit maka hal ini memberi kesempatan kepada fitoplankton untuk tumbuh dan berkembang biak sehingga menghasilkan konsentrasi yang tinggi.

Penyebaran fitoplankton lebih merata dibandingkan dengan penyebaran zooplankton. Zooplankton beruaya ke arah mendatar dan tegak mengikuti kelompok fitoplankton dan jika sudah mencapai tingkat kepedatan tertentu perkembangan zooplankton akan berkurang sedangkan fitoplankton bertambah (Nybakken, 1992). Zooplankton melakukan migrasi secara vertikal. Migrasi vertikal ialah migrasi harian yang dilakukan oleh organisme zooplankton tertentu ke arah dasar laut pada siang hari dan ke arah permukaan laut pada malam hari. Rangsangan utama yang mengakibatkan terjadinya migrasi vertikal harian pada zooplankton adalah cahaya. Cahaya mengakibatkan respon negatif bagi para migran, mereka bergerak menjauhi permukaan laut bila intensitas cahaya di permukaan meningkat. Sebaliknya mereka akan bergerak ke arah permukaan laut bila intensitas cahaya di permukaan menurun.

(4)

Migrasi vertikal merupakan suatu fenomena universal yang dilakukan oleh zooplankton tertentu. Perangsang utama yaitu cahaya, namun perangsang ini dapat dimodifikasi oleh faktor lain seperti suhu. Beberapa alasan zooplankton melakukan migrasi vertikal ialah (1) untuk menghindari pemangsaan oleh para predator yang mendeteksi mangsa secara visual; (2) untuk mengubah posisi dalam kolom air; dan (3) sebagai mekanisme untuk meningkatkan produksi dan menghemat energi (Nybakken, 1992).

Analisis untuk menggukur kelimpahan plankton, indeks keanekaragaman jenis, indeks dominansi dan indeks kemerataan dengan persamaan sebagai berikut:

1. Kepadatan plankton

Kepadatan fitoplankton dan zooplankton dihitung berdasarkan metode sapuan diatas gelas objek dengan satuan individu per liter (ind/L) (Wickstread 1965).

N = q f x v Keterangan: N : kepadatan plankton per liter

q : kelimpahan plankton

f : fraksi yang diambil (volume sub sampel per volume sampel) v : volume air yang tersaring

2. Indeks keanekaragaman

Analisis indeks keanekaragaman digunakan untuk mengetahui keanekaragaman jenis organisme akuatik. Persamaan yang digunakan untuk menghitung indeks ini adalah persamaan Shanon-Winener seperti berikut (Magurran 1988):

H’ =

t s

¿1Pi .Pi

Keterangan: H’ : Indeks Keanekaragaman Shanon-Wiener s : jumlah spesies

Pi : ni/N

ni : jumlah individu spesies N : jumlah total plankton

Kisaran indeks keanekaragaman (H’) diklasifikasikan sebagai berikut (Magurran 1988):

(5)

Menurut Wilhm & Dorris (1968) nilai indeks keanekaragaman (H’) dikaitkan dengan tingkat pencemaran adalah sebagai berikut:

H’>3 = tidak tercemar 1<H’<3 = tercemar sedang 0<H’<1 = tercemar berat

Kenekaragaman rendah berarti kondisi perairan labil karena perairan tersebut hanya cocok bagi jenis tertentu. Keanekaragaman sedang atau moderat menandakan organisme tersebut menyebar merata. Keanekaragaman tinggi atau stabil menandakan jenis organisme variasinya tinggi dan didukung oleh faktor lingkungan yang prima untuk semua jenis yang hidup dalam habitat bersangkutan (Odum 1993).

3. Indeks dominansi (D’)

Indeks dominansi simpson digunakan untuk mengetahui adanya pendominansian jenis tertentu di perairan dengan persamaan sebagai berikut (Odum 1993):

D =

¿

N

¿ ¿

¿2

¿

(Pi)2=

¿

¿

Keterangan: D = indeks dominansi

ni = jumlah individu spesies I (ind/l)

N = jumlah total plankton tiap titik pengambilan sampel (ind/l) Nilai indeks dominansi berkisar antara 0-1.

Nilai yang mendekati nol menunjukan bahwa tidak ada genus dominan dalam komunitas. Sebaliknya, nilai yang mendekati 1 meunjukan adanya genus yang dominan. Hal tersebut menunjukan bahwa kondisi struktur komunitas dalam keadaan labil dan terjadi tekanan ekologis (Magurran 1988).

B. Makrozoobentos

(6)

Benthos adalah organisme yang mendiami dasar perairan atau tinggal dalam sedimen dasar perairan. Benthos mencakup organisme nabati yang disebut fitobenthos dan organisme hewani yang disebut zoobenthos (Odum, 1993 dalam Marfaung (2013). Ketika air surut, organisme akan kembali ke dasar perairan untuk mencari makan. Beberapa makrozoobenthos yang umum ditemui di kawasan mangrove Indonesia adalah makrozoobenthos dari kelas Gastropoda, Bivalvia, Crustacea, dan Polychaeta (Arief, 2003 dalam Marfaung, 2013).

Makrozoobentos merupakan salah satu organisme akuatik menetap di dasar perairan yang memiliki pergerakan relatif lambat serta daur hidup relatif lama sehingga memiliki kemampuan merespon kondisi kualitas air secara terus menerus (Zulkifli dan Setiawan, 2011). Berbagai penelitian menunjukkan bahwa komponen biota akuatik (ikan, plankton dan bentos) dapat difungsikan untuk biomonitoring kondisi lingkungan. Menurut Ives et al. (1999), timbulnya variasi dalam suatu populasi tergantung pada sensitifitasnya terhadap fluktuasi perubahan lingkungan, yakni interaksi antar spesies yang ada. Setiap spesies akan enunjukkan efek yang berbeda dalam menanggapi suatu kompetisi, dan iodiversitas yang meningkat pada suatu komunitas akan sangat mendukung terwujudnya stabilitas komunitas tersebut.

Berdasarkan cara makannya, makrobentos dikelompokkan menjadi 2: 1. Filter feeder, yaitu hewan bentos yang mengambil makanan dengan

menyaring air.

2. Deposit feeder, yaitu hewan bentos yang mengambil makanan dalam substrat dasar.

Kelompok pemakan bahan tersuspensi (filter feeder) umumnya tedapat dominan disubstrat berpasir misalnya moluska bivalva, beberapa jenis echinodermata dan crustacea. Sedangkan pemakan deposit banyak tedapat pada substrat berlumpur seperti jenis polychaeta.

Berdasarkan keberadaannya di perairan, makrobentos digolongkan menjadi kelompok epifauna, yaitu hewan bentos yang hidup melekat pada permukaan dasar perairan, sedangkan hewan bentos yang hidup didalam dasar perairan disebut infauna. Tidak semua hewan dasar hidup selamanya sebagai bentos pada stadia lanjut dalam siklus hidupnya. Hewan bentos yang mendiami daerah dasar misalnya, kelas polychaeta, echinodermata dan moluska mempunyai stadium larva yang seringkali ikut terambil pada saat melakukan pengambilan contoh plankton.

(7)

bentos yang hidupnya berpindah-pindah (motile). Hewan bentos yang hidup sesile seringkali digunakan sebagai indikator kondisi perairan (Setyobudiandi, 1997 dalam Darojah, 2005).

Distribusi bentos dalam ekonom perairan alam mempunyai peranan penting dari segi aspek kualitatif dan kuantitatif. Untuk distribusi kualitatif,keadaan jenis dasar berbeda terdapat aksi gelombang dan modifikasi lain yang membawa keanekaragaman fauna pada zona litoral. Zona litoral mendukung banyak jumlah keanekaragaman fauna yang lebih besar daripada zona sublitoral dan profundal. Populasi litoral dan sublitoral, khususnya bentuk mikroskopik. Terdapat banyak serangga dan moluska, dua kelompok ini biasanya sebanyak 70% atau lebih dari jumlah komponen spesies yang ada. Dengan peningkatan kedalaman yang melebihi zona litoral, jumlah spesies bentik biasanya berkurang. Pengaruh perbedaan jenis substrat dasar dimodifikasi oleh massa alga filamen yang menutupi luas area. Substrat dasar lumpur sering digambarkan sebagai pendukung jumlah spesies (Welch, 1952 dalam Darojah, 2005).

Pengelompokan Ukuran Benthos

Berdasarkan ukurannya, Lind (1979) dalam Marfaung (2013) mengklasifikasikan zoobenthos menjadi dua kelompok besar yaitu mikrozoobenthos dan makrozoobenthos. Hutabarat dan Evans (1985) dalam Marfaung (2013), juga mengklasifikasikan zoobenthos ke dalam tiga kelompok berdasarkan ukurannya, yaitu :

a) Mikrofauna adalah hewan-hewan dengan ukuran lebih kecil dari 0,1 mm yang digolongkan ke dalam protozoa dan bakteri.

b) Meiofauna adalah hewan-hewan dengan ukuran 0,1 hingga 1,0 mm. Digolongkan ke dalam beberapa kelas protozoa berukuran besar dan kelas krustasea yang sangat kecil serta cacing dan larva invertebrata. c) Makrofauna adalah hewan-hewan dengan ukuran lebih besar dari

1,0 mm. Digolongkan ke dalam hewan moluska, echinodermata, krustasea dan beberapa filum annelida.

Berdasarkan tempat hidupnya, zoobenthos dibagi atas dua kelompok, yaitu:

a) Epifauna yaitu organisme bentik yang hidup dan berasosiasi dengan permukaan substrat dan,

(8)

Parameter Lingkungan Makrozoobenthos Substrat (sedimen)

Jenis substrat berkaitan dengan kandungan oksigen dan ketersediaan nutrien dalam sedimen. Pada substrat berpasir, kandungan oksigen relatif lebih besar dibandingkan dengan substrat yang halus, karena pada substrat berpasir terdapat pori udara yang memungkinkan terjadinya pencampuran yang lebih intensif dengan air di atasnya. Namun demikian, nutrien tidak banyak terdapat dalam substrat berpasir. Sebaliknya pada substrat yang halus, oksigen tidak begitu banyak tetapi biasanya nutrien tersedia dalam jumlah yang cukup besar (Bengen, 2004 dalam Marfaung, 2013).

Substrat lumpur dan pasir merupakan habitat yang paling disukai makrozoobenthos (Lind 1979 dalam Marfaung, 2013). Benthos tidak menyenangi dasar perairan berupa batuan, tetapi jika dasar batuan tersebut memiliki bahan organik yang tinggi, maka habitat tersebut akan kaya dengan benthos (Nichol, 1981 dalam Marfaung, 2013).

Makrozoobenthos (terutama molluska) terdapat dalam jumlah yang sedikit pada tipe tanah liat. Hal ini dikarena substrat liat dapat menekan perkembangan dan kehidupan makrozoobenthos, karenapartikel-partikel liat sulit ditembus oleh makrozoobenthos untuk melakukan aktivitas kehidupannya.

Selain itu, tanah liat juga mempunyai kandungan unsur hara yang sedikit (Arief, 2003 dalam Marfaung, 2013).

Suhu

Suhu merupakan suatu ukuran yang menunjukan derajat panas benda. Suhu biasa digambarkan sebagai ukuran energi gerakan molekul. Suhu sangat berperan dalam mengendalikan kondisi ekosistem suatu perairan. Suhu sangat memengaruhi segala proses yang terjadi di perairan baik fisika, kimia, dan biologi badan air. Suhu juga mengatur proses kehidupan dan penyebaran organisme (Nybakken 1992 dalam Marfaung, 2013).

(9)

pH

Organisme perairan mempunyai kemampuan berbeda dalam menolerir pH perairan. Batas toleransi organisme terhadap pH bervariasi dan dipengaruhi banyak faktor antara lain suhu, oksigen terlarut, alkalinitas, adanya berbagai anion dan kation serta jenis dan stadia organisme (Pescod, 1973 dalam Marfaung, 2013).

Sebagian besar biota akuatik menyukai nilai pH berkisar antara 5,0-9,0 hal ini menunjukkan adanya kelimpahan dari organisme makrozoobenthos, dimana sebagian besar organisme dasar perairan seperti polychaeta, moluska dan bivalvia memiliki tingkat asosiasi terhadap derajat keasaman yang berbeda-beda (Hawkes, 1978 dalam Marfaung, 2013).

Oksigen Terlarut

Oksigen terlarut merupakan kebutuhan dasar untuk kehidupan tanaman dan hewan di dalam air. Menurut APHA (1989) dalam Marfaung (2013), oksigen terlarut di dalam air dapat berasal dari hasil fotosintesis organisme laut atau tumbuhan air serta difusi dari udara. Konsentrasi O2 terlarut di dalam air dapat dipengaruhi oleh koloidal yang melayang di dalam air maupun oleh jumlah larutan limbah yang terlarut di dalam air.

Pada umumnya air pada perairan yang telah tercemar, kandungan oksigennya sangat rendah.Dekomposisi dan oksidasi bahan organik dapat mengurangi kadar oksigen terlarut hingga mencapai nol (anaerob). Peningkatan suhu sebesar 10C akan meningkatkan konsumsi O2 sekitar 10% (Brown, 1987 dalam Effendi, 2003 dalam Marfaung, 2013).

Oksigen terlarut sangat penting bagi pernapasan hewan benthos dan organisme-organisme akuatik lainnya (Odum, 1993 dalam Marfaung, 2013). Retnowati (2003), dalam Marfaung (2013) menyatakan bahwa keberadaan O2 terlarut di dalam substrat dapat berkurang, hal ini disebabkan oleh banyaknya plankton diperairan tersebut. Tingginya kandungan bahan organik dan tingginya populasi bakteri pada sedimen menyebabkan besarnya kebutuhan akan O2 terlarut. Kadar O2 terlarut pada perairan alami biasanya kurang dari 10 mg/LI (Effendi, 2003 dalam Marfaung, 2013).

Salinitas

(10)

salinitas sampai batas tertentu melalui mekanisme osmoregulasi (Koesoebiono, 1979 dalam Marfaung, 2013), yaitu kemampuan mengatur konsentrasi garam atau air di cairan internal.

Selanjutnya Nybakken (1992) dalam Marfaung (2013), menjelaskan bahwa fluktuasi salinitas di daerah intertidal dapat disebabkan oleh dua hal, pertama akibat hujan lebat sehingga salinitas akan sangat turun dan kedua akibat penguapan yang sangat tinggi pada siang hari sehingga salinitas akan sangat tinggi. Organisme yang hidup di daerah intertidal biasanya telah beradaptasi untuk menoleri perubahan salinitas hingga 15‰.

Menurut Mudjiman (1981) dalam Marfaung (2013), kisaran salinitas yang dianggap layak bagi kehidupan makrozoobentos berkisar 15-45‰, karena pada perairan yang bersalinitas rendah maupun tinggi dapat ditemukan makrozoobentos seperti siput, cacing (Annelida) dan kerang-kerangan.

BOT (Bahan Organik Total)

Bahan organik pada sedimen merupakan penimbunan dari sisa tumbuhan dan binatang yang sebagian telah mengalami pelapukan (Soepardi, 1986 dalam Marfaung 2013).

(11)

DAFTAR PUSTAKA

Darojah, Yuyun. 2005. Keanekaragaman jenis Makrozoobenthos di Ekosistem perairan Rawa Pening di Kabupaten Semarang. Skripsi. Universitas Negeri Semarang.

Ives, A.R., Klug, J.L. & Gross, K. 1999. Stability and Variability in Competitive Communities. J. of Sci 286 Iss:5439.

Khasanah, R.I., Sartimbul, A., dan Herawati, E.Y. 2013. Kelimpahan dan Keanekaragaman Plankton di Perairan Selat Bali. Ilmu Kelautan. 18 (4):193-202 ISSN 0853-7291.

Magurran, A. E. 1988. Ecology diversity and its measurement. Princeton University Press, New Jersey.

Marfaung, A, A, F. 2013. Keanekaragaman Makrozoobenthos di Ekosistem mangrove Silvofishery dan mangrove Alami kawasan Ekowisata pantai Boe Kecamatan Galesong Kabupaten Takalar. Skripsi. Program Studi Ilmu Kelautan. Jurusan Ilmu Kelautan. Fakultas Ilmu Kelautan dan Perikanan. Universitas Hasanuddin Makassar.

Nybakken, James W. 1992. Biologi Laut Suatu Pendekatan Ekologis. Jakarta Gramedia.

Odum, E. P. 1993. Dasar-dasar ekologi. Ed. Ke-3. Terj. dari Fundamentals of ecology oleh T. Samingan & B. Srigandono. Gadjah Mada University Press, Yogyakarta: 697 hlm.

Soegianto, A. 2010. Ekologi Perairan Tawar. Airlangga University Press: Surabaya.

Wickstead, J.H. 1965. An introduction to the study of tropical plankton. Hutchinson Tropical Monographs, London: v + 160 hlm.

Wilhm, J.L. & T.C. Dorris. 1968. Biological parameters for water quality criteria. BioScience, 18(6): 477-481.

Referensi

Dokumen terkait

Pada pembelajaran Biologi masa depan, manusia pebelajar akan dihadapkan pada suatu kondisi yang tidak mengenal batas jarak dan waktu karena bahan ajar ataupun

Jika salah seorang dipanggil oleh wali kelas secara acak, peluang terpanggilnya siswa putri adalah

• Deflasi Juli 2017 di Nusa Tenggara Timur terjadi karena adanya penurunan indeks harga pada tiga dari tujuh kelompok pengeluaran, dimana kelompok

Gambar 1.28 Pada tampilan ini, Jika tidak ada penggunaan ventilator, Anda dapat memilih ventilator dalam mode siaga dan jika Anda harus memulai ventilasi dengan pasien baru Anda

Studi juga dilakukan terhadap pengaruh beban pendingin terhadap performansi mesin pendingin tipe chiller untuk cold storage dan indoor menggunakan ethylene glycol

Is money without intrinsic value (it would be worthless if it were not used as money) such as paper dollars. ● Central Bank is responsible for regulating the monetary

Ibu hamil dengan status gizi buruk atau mengalami KEK (Kurang Energi Kronis) cenderung melahirkan bayi BBLR dan dihadapkan pada risiko kematian yang lebih besar

[r]