PENDIDIKAN MULTIKULTURAL
PERAN GURU DALAM MENANGANI SISWA DENGAN BERBAGAI MACAM LATAR BELAKANG BUDAYA, ETNIS, DAN KEPERCAYAAN
Oleh:
Mike Pilianti (1815162854)
PENDIDIKAN GURU SEKOLAH DASAR FAKULTAS ILMU PENDIDIKAN UNIVERSITAS NEGERI JAKARTA
PERAN GURU DALAM MENANGANI SISWA DENGAN BERBAGAI
MACAM LATAR BELAKANG BUDAYA, ETNIS, DAN KEPERCAYAAN
Mike Pilianti
PGSD Fakultas Ilmu Pendidikan Universitas Negeri Jakarta e-mail : mikepilianti30@gmail.com
Abstrak
Sekolah merupakan wadah untuk membangun karakter anak yang masing-masing memiliki latar belakang budaya, ras, agama yang tentunya berbeda-beda. Pendidikan multikultural sangat efektif untuk membangun rasa kebersamaan, kebhinekaan antara peserta didik dengan peserta didik, peserta didik dengan guru, peserta didik dengan masyarakat, dan guru dengan masyarakat. Oleh sebab itu tidak dapat dipungkiri jika peserta didik memiliki hak yang sama untuk memperoleh pendidikan pada sekolah tersebut, maka guru lah yang paling berperan untuk senantiasa membangun rasa aman untuk masing-masing peserta didik dalam hal memperoleh pendidikan dengan cara mengajarkan dan mencontohkan pendidikan multikultural yang secara garis besar ramah anak dalam hal kesetaraan untuk memiliki haknya yang sama. Bahwasanya pendidikan multikultural ini fokus dalam hal menghargai perbedaan, dari perbedaan argumen, perbedaan kemampuan, maupun perbedaan kepercayaan.
Kata kunci : Pendidikan multikultural, peran guru, latar belakang
PENDAHULUAN
Sekolah merupakan wadah untuk membangun karakter anak, membangun kecerdasan, sikap, dan keterampilan yang berfungsi mengelola dan menyelenggarakan pengajaran dan pembelajaran kepada
(archipelago) yang sangat beragam, baik dari sisi etnis, agama maupun budaya (Latif, 2011). Oleh sebab itu perbedaan yang telah terjalin merupakan suatu fitrah yang sudah didapatkan dari awal kehidupan. Begitu pula dengan pendidikan, multikutural adalah suatu realita masyarakat dan bangsa Indonesia. Realita tersebut memang berposisi sebagai objek dalam proses pengembangan perencanaan dan pelaksanaan pendidikan, termasuk di dalamnya Pendidikan Multikultural. Pemikiran multikulturalisme dalam aspek pendidikan harus diturunkan dalam berbagai term penting yang menjadi penyokong kokohnya kebhinekaan yang ada di Indonesia, antara lain: jaminan kebebasan dalam beragama, jaminan adanya perlindungan akan hak-hak dasar kemanusiaan (basic right), budaya yang demokratis, dan perlindungan terhadap kalangan minoritas (Suseno, 2003). Pembelajaran berbasis multikultural dapat mengarahkan siswa untuk bersikap dan berpandangan toleran dan inklusif terhadap realitas masyarakat yang beragam, baik budaya, suku, ras,
Dengan demikian, tidak akan ada sikap saling menyalahkan akan
perbedaan masing-masing individu (Mahfud, 2013: 185-186).
A.
Peran Sekolah Dalam Pendidikan Multikultural
Sekolah merupakan lembaga pendidikan yang memiliki peran yang sangat penting dalam pembentukkan karakter, perkembangan kemampuan peserta didik untuk memiliki pengetahuan, sikap, dan tindakan yang terpuji dalam menghadapi realita kehidupan yang berkelanjutan di masa depan yang didasari atas perbedaan multikultur dan multietnis. Pendidikan multikultural merupakan proses untuk mengembangkan seluruh potensi manusia peserta didik yang menghargai pluralitas dan hiterogenitasnya sebagai konsekuensi dalam keberagaman budaya, etnis, suku, dan agama. Pandangan ini memiliki keterkaitan yang sangat luas dalam dunia pendidikan, karena pendidikan itu sendiri dapat diartikan sebagai proses pembelajaran tanpa akhir atau sepanjang hayat. Dengan demikian pendidikan multikultural menghendaki penghormatan dan penghargaan setinggi-tingginya terhadap harkat dan martabat manusia
maupun masyarakat dalam membangun dan dalam membangun dan mengembangkan budaya baru menuju masyarakat yang multibudaya yang berbasis menghargai, menghormati dan harmonis dalam kehidupan berbangsa dan bernegara.
Proses pembelajaran yang dilakukan oleh guru-guru di sekolah harus memperhatikan aspek-aspek dengan cara-cara: Pertama, mengajar bukanlah hanya sekadar berkata-kata, namun harus memberi kesempatan kepada peserta didik untuk mengembangkan serta aktif dalam pembelajaran yang sedang berlangsung untuk mencari serta mengolah pengetahuan/informasi yang telah diperoleh, sehingga menjadi sebuah pemahaman yang terintegerasi dengan pengetahuan dan pengalaman yang diperoleh oleh peserta didik. Kedua, pengembangan budaya agar dapat difahami dengan baik dan bersifat sesuai dengan realita yang berkembang di kehidupan masyarakat. Ketiga, peserta didik masing-masing membawa pengetahuan awal yang dimilikinya, sehingga pembelajaran di sekolah
pendidikan multikultural di sekolah memiliki beberapa spesifikasi. Dikatakan oleh Banks (1993: 254) bahwa sekolah yang memiliki komitmen mengembangkan pluralisme harus nampak di dalam: (1) mengembangkan respek aktivitas sekolah terhadap keragaman etnik,
(2) mengembangkan kohesivitas berdasarkan partisipasi bersama dari beberapa kelompok budaya, (3) memberi kesempatan maksimal untuk seluruh individu dan kelompok, (4) memfasilitasi perubahan konstruktif yang dapat meningkatkan martabat dan cita-cita demokrasi.
B.
Peran Guru Dalam Pendidikan Multikultural
Pendidikan merupakan alatproteksi untuk nilai-nilai yang dirasa mampu mendorong perkembangan dan keberlangsungan hidup di masyarakat. Dalam pendidikan multikultural, guru dituntut untuk tidak hanya menguasai ilmu dan profesional mengajarkan akademik saja, tetapi juga harus mampu menanamkan nilai-nilai inti dari pendidikan multikultural seperti demokrasi, humanisme, dan pluralisme sebagai pembentukan karakter peserta didik. Dengan pendidikan seperti itu diharapkan para peserta didik mampu menjadi generasi yang selalu menjunjung tinggi nilai moralitas, kedisiplinan, kepedulian, dan humanistik dan kejujuran dalam berperilaku
pada peserta didik itu sendiri. Guru dalam hal ini harus menanamkan kesadaran multikultural dengan memupuk semangat empati, equality dan toleransi kepada peserta didik. Dengan menekankan bahwa setiap orang memiliki latar belakang yang berbeda-beda dan memiliki persamaan dalam haknya sebagai warga negara. Tidak boleh satu kelompok mendominasi dan melanggar hak kelompok lainnya. Kelompok mayoritas tidak boleh mendiskriminasi kelompok minoritas. Disinilah nilai pendidikan multikultural menjadi hal yang penting untuk kuriku lum pendidikan di Indonesia. Peserta didik hendaknya ditanamkan semangat kebersamaan dalam bekerja sama dalam kesederajatan, kesamaan dan tidak melakukan tindakan diskriminasi atas dasar ras, etnis, agama, maupun gender. Menurut Abdurrahman Wahid, kata kunci dalam kehidupan berbangsa adalah adanya persamaan perlakuan untuk mendapatkan pengakuan atau dihormati keberadaannya, persamaan mendapatkan kesempatan, dan perlakuan yang sama atas hukum,
apapun budaya, ras, etnis, dan agama. Disinilah peserta didik bisa mengasah rasa sensitivitas terhadap kultur-kultur minoritas dan menggerakan kelompok kultur yang mayoritas untuk agar mempunya perasaan dan sikap yang sama dengan kelompok atau kultur lainnya (Parekh, 1997). Guru melalui pendidikan multikultural merupakan sarana yang paling baik dan efektif untuk proses pembentukan karakter. Peserta didik akan terlatih dan tumbuh akan kesadaran untuk bersikap demokratis, humanis, dan pluralis dalam kehidupan mereka. Berkaitan dengan peran guru dalam membangun kesadaran peserta didik untuk senantiasa menyikapi keberagaman yang ada di Indonesia, maka guru dapat melakukan beberapa hal berikut:
a. Membangun Sikap Persamaan (Equality)
adanya pelibatan, kebebasan dan sama dalam kesempatan dengan latar belakang budaya yang berbeda. Derajat paling dasar adalah adanya penghormatan pada hak masing-masing individu (Parekh, 1997). Guru dalam hal ini harus menanamkan kesadaran multikultural dengan memupuk semangat empati, equality dan toleransi kepada peserta didik.
b. Mendorong Demokrasi Substansial
Guru dengan pendidikan multikulturalnya selalu mendorong untuk menegakkan demokrasi sebagai sarana untuk membangun konsesensus seluruh warga negara. Pendidikan multikultural menginginkan adanya demokrasi yang substansional, bukan hanya prosedural. Demokrasi yang sesungguhnya bukan hanya budaya bangsa belaka. Karena persamaan demokrasi akan selalu mendorong keadilan untuk warga negara di mata hukum.
c. Membangun Gender Equelity
Guru yang berperan dalam pendidikan multikultural diharapkan mampu menumbuhkan pemahaman yang humanis dan berwawasan gender, agar perempuan memppunyai peran dan kebebasan dalam berbagai sektor kehidupan. James A. Bangks (1993, 1994-a), mengidentifikasi ada lima dimensi pendidikan multikultural yang diperkirakan dapat membantuguru dalam mengimplementasikan
beberapa program yang mampu merespon terhadap perbedaan peserta didik (Sumarni, 2010), yaitu: 1. Dimensi integrasi isi/
materi (contect integeration).
2. Dimensi konstruksi pengetahuan (knowledge construction).
4. Dimensi pendidikan yang sama/ adil (equitable pedagogy).
SIMPULAN
Berdasarkan uraian-uraian diatas, maka dapat ditarik kesimpulan sebagai berikut:
1. Sekolah merupakan lembaga pendidikan yang memiliki peran yang sangat penting dalam pembentukkan karakter, perkembangan kemampuan peserta didik untuk memiliki pengetahuan, sikap, dan tindakan yang terpuji dalam menghadapi realita kehidupan yang berkelanjutan di masa depan yang didasari atas perbedaan multikultur dan multietnis. 2. Dalam pendidikan multikultural,
guru dituntut untuk tidak hanya menguasai ilmu dan profesional mengajarkan akademik saja,
tetapi juga harus mampu menanamkan nilai-nilai inti dari pendidikan multikultural seperti demokrasi, humanisme, dan pluralisme sebagai pembentukan karakter peserta didik.
3. Berkaitan dengan peran guru dalam membangun kesadaran peserta didik untuk senantiasa menyikapi keberagaman yang ada di Indonesia, maka guru dapat melakukan beberapa hal berikut: a. Membangun Sikap
Persamaan (Equality)
b. Mendorong Demokrasi Substansial
DAFTAR PUSTAKA
Desmita. (2014). Psikologi Perkembangan Peserta Didik. Bandung: Remaja Rosdakarya. Friend, Marilyn dan William D. Bursuck. (2015). Menuju Pendidikan Inklusi. Terj. Annisa. Nuriowandari. Yogyakarta: Pustaka Pelajar.
Ilahi, Mohammad Takdir. (2013). Pendidikan Inklusif. Yogyakarta: Ar-Ruzz Media. Islamudin. (2010). Psikologi Pendidikan. Yogyakarta: Pustaka Pelajar.
Ali, M., (2003). Teologi Pluralis-Multikultural, Jakarta: Kompas.
Huda, MH. N. (2005). Multikulturalisme Dalam Bayang-Bayang Histografi Resmi Nasional, Sururin (ed.), Bandung: Nuansa.
J. David dan Julia J., (1991). "Multiculturalism". Dictionary of Sociology, New York: Harper. Latif, Y., (2011). Negara Paripurna. Historisitas, Rasionalitas, dan Aktualitas Pancasila, Jakarta: Gramedia Pustaka Utama.
Magnis-Suseno, F., (2003). "Faktor-Faktor yang Mendasari Terjadinya Konflik Antar Etnis dan Agama di Indonesia. Pencegahan dan pemecahan," dalam Konflik Komunal di Indonesia Saat Ini, Jakarta: INIS.
Muhammad, H., (1994). Fiqh Perempuan. Refleksi Kyai Atas Wacana aan Gender, Jakarta: The Wahid Institute.
Parekh, B., (1997). "National Culture and Multiculturalism" dalam Kenneth Thomson (ed.), Media and Cultural Regulation, London: Sage Publications.
Rachman, B.M., (2001). Islam Pluralis. Wacana Kesetaraan Kaum Beriman, Jakarta: Paramadina.
Rozi, Syafuan dkk., (2006). Kekerasan Komunal; Anatomi dan Resolusi Konflik di Indonesia. Yogyakarta: Pustaka Pelajar.
Suparlan, P., (2002). "Kesetaraan Warga dan Hak Budaya Komuniti Dalam Masyarakat Majemuk Indonesia". Jurnal Antropologi Indonesia, No. 6.
Wahid, A., (1999). "Refleksi Teologis Perkawinan Dalam Islam", dalam Syafiq Hasyim (ed.), Menakar Harga Perempuan. Eksplorasi Lanjut Atas Hak-Hak Perempuan Dalam Islam, Bandung: Mizan.
Wahid, A.,, (2000). Prisma Pemikiran Gus Dur, Yogyakarta: LkiS.