• Tidak ada hasil yang ditemukan

| Retnanto | ELEMENTARY 337 1383 1 PB

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "| Retnanto | ELEMENTARY 337 1383 1 PB"

Copied!
30
0
0

Teks penuh

(1)

KOOPERATIF DI MI MANBA’UL FALAH

SIDOREJO PAMOTAN REMBANG

Agus Retnanto

Dosen Jurusan Tarbiyah STAIN Kudus

Abstract: This study aims to determine: 1) The application of

cooperative learning strategies in social studies class V in MI Manbaúl Falah Sidorejo Pamotan Apex Academic Year 2013, 2) Ability to think of students in social studies classes V in MI Manbaúl Sidorejo Pamotan Apex Falah School Year 2013 , 3) Correlation between cooperative learning strategies with students’ thinking skills in social studies class V in MI Manbaúl Falah Sidorejo Pamotan Apex academic year.

This study uses a quantitative method with correlation techniques. The subjects of the study, the population in this study sebnyak 37 people by using random sampling techniques. Collecting data by using a questionnaire to investigate the implementation of cooperative bembelajaran strategy (X), and test instrument to determine the students’ thinking skills (Y). To obtain objective data questionnaire instrument / test it before using it first tested the validity.

From the discussion in this study it can be seen the relationship between cooperative learning strategies with students’ thinking skills in social studies class V in MI Manbaúl Falah Sidorejo Pamotan Apex academic year 2013 is positive and significant. This is evidenced by the level of correlation of r xy = 0804 and the level of cooperative learning strategies on students’ thinking skills are 0,64x100% = 64%. The relationship of cooperative learning strategies with students’ thinking skills in social studies class V in MI Manbaúl Falah Sidorejo Pamotan Apex Academic Year 2013 was very real,

(2)

of the group have difficulty in a particular matter. In this case the use of cooperative learning strategies in Subjects Social Class V in MI Manbaúl Falah Sidorejo Pamotan Apex academic year 2013 included in both categories. Because there are at intervals of 81-85

Key words: cooperative learning strategies, students’ thinking skills

I. PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Pendidikan merupakan upaya manusia untuk meningkatkan pola pikir dan wawasan. Manusia pada hakikatnya adalah makhluk yang paling tinggi derajatnya dibanding dengan makhluk lain. Hal ini karena manusia memiliki kemampuan berbahasa dan akal pikiran atau rasio, sehingga manusia mampu mengembangkan dirinya sebagai manusia yang berbudi (Nana Sujana, 1997: 2).

Dalam kehidupan suatu Negara pendidikan memegang peranan penting untuk menjamin kelangsungan hidup Negara dan bangsa, karena pendidikan merupakan wahana untuk meningkatkan dan mengembangkan kualitas sumber daya manusia. Namun disadari atau tidak tampaknya praktek pembelajaran dalam pendidikan masih menerapkan sistem sentralistik. Dalam hal ini guru dibudayakan dan dimitoskan sebagai figur yang merupakan asal mula dari semua bentuk ilmu yang harus diajarkan kepada siswa (Suyanto & Djihad Hisyam, 2000: 63) Dalam proses pembelajaran, anak kurang didorong untuk mengembangkan kemampuan berpikir. Proses pembelajaran di dalam kelas diarahkan kepada kemampuan anak untuk menghafal informasi.

(3)

Dalam kegiatan belajar mengajar, anak adalah sebagai subjek dan sebagai objek dari kegiatan pengajaran. Karena itu, inti proses pengajaran tidak lain adalah kegiatan belajar anak didik dalam mencapai suatu tujuan pengajaran. Tujuan pengajaran tentu saja akan dapat tercapai jika anak didik berusaha secara aktif untuk mencapainya. Keaktifan anak di sini tidak hanya dituntut dari segi fisik, tetapi juga dari kejiwaan. Bila hanya fisik anak yang aktif, tetapi pikiran dan mentalnya kurang aktif, maka kemungkinan besar tujuan pembelajaran tidak tercapai (Syaiful Bahri Djamarah & Aswan Zain, 2002: 5).

Karena itu, proses belajar mengajar yang dapat melibatkan siswa dengan berpikir aktif adalah tepat untuk dipraktekkan dalam kegiatan mengajar guru, sehingga tujuan pembelajaran akan dapat tercapai. Untuk mencapai tujuan pembelajaran, maka seorang guru harus dapat menggunakan strategi atau metode yang baik yakni sesuai dengan tujuan pembelajaran. Dalam ilmu pendidikan dijelaskan bahwa strategi mengajar merupakan salah satu unsur yang harus dilaksanakan dalam upaya pencapaian tujuan pengajaran. Bagaimana cara atau teknik guru dalam penyampaian materi kepada siswa agar tujuan yang diharapkan tercapai (Sudirman, 1991: 3).

Strategi mempunyai andil yang cukup besar dalam kegiatan belajar mengajar, itu berarti tujuan pembelajaran akan dapat tercapai dengan penggunaan strategi yang tepat, sesuai dengan standar keberhasilan yang terpatri dalam suatu tujuan. Strategi yang dapat digunakan dalam kegiatan belajar mengajar itu bermacam–macam penggunaannya tergantung pada rumusan tujuan. Penggunaan strategi dimaksudkan untuk menggairahkan belajar siswa, dengan bergairahnya siswa maka tidak sukar untuk mencapai tujuan pengajaran.

Salah satu strategi pembelajaran yang dapat merangsang kemampuan berpikir siswa adalah strategi pembelajaran kooperatif

(cooperative learning). Strategi pembelajaran kooperatif merupakan strategi pembelajaran kelompok yang akhir–akhir ini menjadi perhatian dan dianjurkan para ahli pendidikan untuk digunakan.

(4)

kooperatif yang salah satu tujuannya adalah untuk mengembangkan kemampuan berpikir siswa, maka diterapkan pula strategi pembelajaran kooperatif di MI Manbaúl Falah Sidorejo Pamotan Rembang.

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui: 1) Penerapan strategi pembelajaran kooperatif pada mata pelajaran IPS Kelas V di MI Manbaúl Falah Sidorejo Pamotan Rembang Tahun Pelajaran 2013, 2) Kemampuan berpikir siswa pada mata pelajaran IPS Kelas V di MI Manbaúl Falah Sidorejo Pamotan Rembang Tahun Pelajaran 2013, 3) Korelasi antara strategi pembelajaran kooperatif dengan kemampuan berpikir siswa pada mata pelajaran IPS Kelas V di MI Manbaúl Falah Sidorejo Pamotan Rembang Tahun Pelajaran.

II. LANDASAN TEORI

A. Strategi Pembelajaran Kooperatif 1. Pengertian Strategi Pembelajaran

Strategi pembelajaran terdiri atas dua kata, yaitu strategi dan pembelajaran. Istilah strategi (strategy) berasal dari kata benda dan

kata kerja Dalam bahasa Yunani. Sebagai kata benda, strategos, merupakan gabungan kata “stratos” (militer) dengan “ago”

(memimpin). Sebagai kata kerja, strategi berarti menggunakan (to plan) (D. Sudjana, 2000: 5).

Secara umum strategi berarti suatu garis-garis besar haluan untuk bertindak dalam usaha mencapai sasaran yang telah ditetapkan (Syaiful Bahri Djamarah & Aswan Zain: 5). Strategi adalah suatu pola yang direncanakan dan ditetapkan secara sengaja untuk melakukan kegiatan atau tindakan. Strategi mencakup tujuan kegiatan, siapa yang terlibat dalam kegiatan, isi kegiatan, proses kegiatan, dan sarana penunjang kegiatan (D. Sudjana: 5-6).

(5)

proses, hasil dan dampak kegiatan pembelajaran.

Menurut Wina Sanjaya, dalam bukunya yang berjudul Strategi Pembelajaran Berorientasi Standar Proses Pendidikan, strategi pembelajaran yaitu perencanaan yang berisi tentang rangkaian kegiatan yang didesain untuk mencapai tujuan pendidikan tertentu (Wina Sanjaya, 2007: 124).

Jadi, strategi pembelajaran adalah rancangan kegiatan yang akan dikerjakan oleh guru dan siswa dalam proses pembelajaran untuk mencapai tujuan pembelajaran. Dengan adanya strategi pembelajaran, proses belajar mengajar akan berjalan dengan mudah, sehingga tujuan pembelajaran yang diinginkan akan mudah dicapai.

2. Pengertian Strategi Pembelajaran Kooperatif

(Cooperative Learning )

Strategi pembelajaran kooperatif (SPK) merupakan strategi pembelajaran kelompok yang akhir–akhir ini menjadi perhatian dan dianjurkan para ahli pendidikan untuk digunakan. Pembelajaran kooperatif merupakan model pembelajaran dengan menggunakan sistem pengelompokan atau tim kecil, yaitu antara empat sampai enam orang yang mempunyai latar belakang kemampuan akademik, jenis kelamin, ras, atau suku yang berbeda (heterogen) (Wina Sanjaya, 2007: 240).

Menurut Kauchak, sebagaimana dikutip Dede Rosyada,

cooperative learning adalah: Belajar yang dilakukan bersama, saling membantu satu sama lain, dan mereka telah menyepakati tujuan atau kompetensi yang akan dicapai, masing-masing memiliki akuntabilitas individual, dan masing–masing harus mempunyai kesempatan yang sama untuk mencapai sukses (Dede Rosyada, 2004: 169).

(6)

adalah segala aktivitas siswa untuk meningkatkan kemampuannya yang telah dimiliki maupun meningkatkan kemampuan baru, baik kemampuan dalam aspek pengetahuan, sikap maupun keterampilan, (d) Adanya tujuan yang harus dicapai, dimaksudkan untuk memberikan arah perencanaan, pelaksanaan, dan evaluasi. Melalui tujuan yang jelas, setiap anggota kelompok dapat memahami sasaran setiap kegiatan belajar (Wina Sanjaya, 2007: 240).

Bellanca dan Fogarty, sebagaimana dikutip Laura Lipton dan Deborah Hubble, menambahkan lima unsur yang harus disertakan dalam strategi pembelajaran kooperatif, yakni: membangun pemikiran tingkat tinggi, menyatukan tim, memastikan pembelajaran individu, meninjau dan membahas, dan mengembangkan keterampilan sosial (Laura Lipton & Deborah Hubble, 2005: 79).

Strategi pembelajaran kooperatif mempunyai dua komponen utama, yaitu komponen tugas kooperatif (cooperative task) dan komponen struktur insentif kooperatif (cooperative incentive structure). Tugas koperatif berkaitan dengan hal yang menyebabkan anggota bekerja sama dalam menyelesaikan tugas kelompok, sedangkan struktur insentif kooperatif merupakan sesuatu yang membangkitkan motivasi individu untuk bekerja sama mencapai tujuan kelompok (Wina Sanjaya, 2007: 241).

Jadi, dari penjelasan di atas dapat diketahui bahwa dalam pembelajaran kooperatif lebih menekankan pada proses kerja sama dalam kelompok. Hal ini terlihat mulai dari pembuatan aturan kelompok hingga pada penyelesaian tugas kelompok. Setiap individu dalam kelompok akan saling membantu dan memotivasi, mereka memiliki tanggung jawab terhadap kelompok, sehingga setiap siswa akan memiliki kesempatan yang sama untuk memberikan kontribusi demi keberhasilan kelompok.

(7)

dapat memenuhi kebutuhan tersebut. Pengajaran ini memungkinkan siswa belajar lebih aktif, memberikan rasa tanggung jawab yang lebih besar, berkembangnya daya kreatif, dan sifat kepemimpinan pada siswa, serta dapat memenuhi kebutuhan siswa secara optimal (Moh. Uzer Usman, 2002: 103).

3. Karakteristik Strategi Pembelajaran Kooperatif

Pembelajaran kooperatif berbeda dengan strategi pembelajaran yang lain. Strategi pembelajaran kooperatif mempunyai karakteristik tersendiri, antara lain:

a. Pembelajaran secara tim

Pembelajaran kooperatif adalah pembelajaran secara tim. Tim merupakan tempat untuk mencapai tujuan. Oleh karena itu, tim harus mampu membuat setiap siswa belajar. Semua anggota tim harus saling membantu untuk mencapai tujuan pembelajaran.

b.. Didasarkan pada manajemen kooperatif

Sebagaimana pada umumnya, manajemen mempunyai empat unsur pokok, yaitu fungsi perencanaan, fungsi organisasi, fungsi pelaksanaan, dan fungsi kontrol (Sondang P. Siagian, 2003: 85). Demikian juga dalam pembelajaran kooperatif memerlukan perencanaan yang matang agar proses pembelajaran berjalan secara efektif. Fungsi pelaksanaan menunjukkan bahwa pembelajaran kooperatif harus dilaksanakan sesuai dengan perencanaan, melalui langkah–langkah pembelajaran yang sudah ditentukan termasuk ketentuan–ketentuan yang sudah disepakati bersama. Fungsi organisasi menunjukkan bahwa pembelajaran kooperatif adalah pekerjaan bersama antar setiap anggota kelompok. Oleh sebab itu perlu diatur tugas–tugas dan tanggung jawab setiap anggota kelompok. Fungsi kontrol menunjukkan bahwa dalam pembelajaran kooperatif perlu ditentukan kriteria keberhasilan baik melalui tes maupun non tes.

c. Kemauan untuk bekerja sama

(8)

d. Keterampilan bekerja sama

Kemauan untuk bekerja sama kemudian dipraktekkan melalui aktivitas dan kegiatan yang tergambarkan dalam keterampilan bekerja sama. Siswa perlu didorong untuk mau dan sanggup berinteraksi dan berkomunikasi dengan anggota lain (Wina Sanjaya, 2007: 242 – 244).

4. Prinsip Pembelajaran Kooperatif

Terdapat empat prinsip dalam pembelajaran kooperatif, seperti dijelaskan di bawah ini :

a. Prinsip ketergantungan positif (Positive interdependence)

Dalam pembelajaran kelompok, keberhasilan suatu penyelesaian tugas sangat tergantung kepada usaha yang dilakukan setiap anggota kelompoknya. Keberhasilan penyelesaian tugas kelompok akan ditentukan oleh kinerja masing–masing anggota. Dengan demikian semua anggota dalam kelompok akan merasa ketergantungan.

b. Tanggung jawab perseorangan (Individual accountability)

Keberhasilan kelompok tergantung pada setiap anggotanya, maka setiap anggota kelompok harus memiliki tanggung jawab sesuai dengan tugasnya. Setiap anggota harus memberikan yang terbaik untuk keberhasilan kelompoknya.

c. Interaksi tatap muka (Face to face promotion interaction)

Pembelajaran kooperatif memberi ruang dan kesempatan yang luas kepada setiap anggota kelompok untuk bertatap muka saling memberikan informasi dan saling membelajarkan.

d. Partisipasi dan komunikasi (Participation and communication)

Pembelajaran kooperatif melatih siswa untuk dapat mampu berpartisipasi aktif dan berkomunikasi. Untuk dapat melakukan partisipasi dan komunikasi, siswa perlu dibekali dengan kemampuan-kemampuan berkomunikasi. Misalnya, cara menyatakan ketidaksetujuan atau cara menyanggah pendapat orang lain secara santun, dan cara menyampaikan gagasan yang dianggapnya baik dan berguna.

(9)

Prosedur pembelajaran kooperatif pada dasarnya terdiri atas empat tahap, yaitu :

a. Penjelasan materi

Tahap penjelasan diartikan sebagai proses penyampaian pokok- pokok materi pelajaran sebelum siswa belajar dalam kelompok. Tujuan utama dari tahap ini adalah pemahaman siswa terhadap pokok materi pelajaran. Pada tahap ini guru memberikan gambaran umum tentang materi pelajaran yang harus dikuasai yang selanjutnya siswa akan memperdalam materi dalam pembelajaran kelompok (tim). Pada tahap ini guru dapat menggunakan metode ceramah, curah pendapat, dan tanya jawab, bahkan kalau perlu guru dapat menggunakan demonstrasi. Di samping itu, guru juga dapat menggunakan berbagai media pembelajaran agar proses penyampaian dapat lebih menarik siswa.

b. Belajar dalam kelompok

Setelah guru menjelaskan gambaran umum tentang pokok–pokok materi pelajaran, selanjutnya siswa diminta untuk belajar pada kelompoknya masing–masing yang telah dibentuk sebelumnya. Pengelompokan dalam strategi pembelajaran kooperatif bersifat heterogen, artinya kelompok dibentuk berdasarkan perbedaan–perbedaan setiap anggotanya, baik perbedaan gender, latar belakang agama, sosial-ekonomi, dan etnik serta perbedaan kemampuan akademik.

Dalam hal kemampuan akademis, kelompok pembelajaran biasanya terdiri dari satu orang berkemampuan tinggi, dua berkemampuan sedang, dan satu lainnya dari kelompok kemampuan akademis kurang.

Ada tiga pola yang dapat digunakan dalam belajar kelompok, yaitu:

1). Pola bekerja paralel

(10)

2). Pola bekerja komplementer

Masing–masing kelompok mendapat satu topik atau tugas yang berbeda dengan topik yang diberikan kepada kelompok lain, tetapi masing–masing topik atau tugas merupakan suatu bagian dalam keseluruhan materi pelajaran. Melalui laporan yang diberikan oleh masing–masing kelompok, siswa dalam kelompok studi lainnya juga mendapat informasi mengenai aspek atau bagian materi pelajaran yang tidak langsung mereka hadapi (S. Winkel, 2004: 327).

3). Pola campuran paralel dan komplementer

Dua kelompok atau lebih mendapat topik atau tugas yang sama, sedangkan dua kelompok atau lebih mendapat topik atau tugas yang berbeda.

Melalui pembelajaran dalam tim siswa didorong untuk melakukan tukar menukar (sharing) informasi dan pendapat, mendiskusikan permasalahan secara bersama, membandingkan jawaban mereka dan mengoreksi hal-hal yang kurang tepat.

a. Penilaian

Penilaian dalam strategi pembelajaran kooperatif bisa dilakukan dengan tes atau kuis. Tes atau kuis dilakukan baik secara individual maupun secara kelompok. Tes individual nantinya akan memberikan informasi kemampuan setiap siswa, dan tes kelompok akan memberikan informasi kemampuan setiap kelompok. Hasil akhir setiap siswa adalah penggabungan keduanya dan dibagi dua. Nilai setiap kelompok memiliki nilai sama dalam kelompoknya. Hasil disebabkan nilai kelompok adalah nilai bersama dalam kelompoknya yang merupakan hasil kerja sama setiap anggota kelompok.

b. Pengakuan tim

(11)

6. Metode Pembelajaran Kooperatif

Ada empat tipe yang biasa digunakan oleh guru dalam pembelajaran kooperatif, yakni sebagai berikut :

a. Tipe STAD (Student Team Achievement Divisions)

Tipe STAD dikembangkan oleh Robert Slavin dan kawan – kawannya dari Universitas Hopkins. Tipe ini digunakan untuk mengajarkan informasi akademik baru kepada siswa setiap minggu, baik melalui penyajian verbal maupun tertulis. Para siswa di dalam kelas dibagi menjadi beberapa kelompok, masing–masing terdiri atas empat sampai lima anggota kelompok. Tiap anggota kelompok menggunakan lembar kerja akademik, kemudian saling membantu untuk menguasai bahan ajar melalui tanya jawab atau diskusi antar sesama anggota kelompok. Secara individual atau kelompok, tiap minggu atau dua minggu dilakukan evaluasi oleh guru untuk mengetahui penguasaan mereka terhadap bahan akademik yang telah dipelajari. Tiap siswa dan tiap kelompok diberi skor atas penguasaannya terhadap bahan ajar, dan kepada siswa secara individual atau kelompok yang meraih prestasi tinggi atau memperoleh skor sempurna diberi penghargaan (Kunandar, 2007: 342).

b. Tipe Numbered Head Together

Tipe ini dikembangkan oleh Spencer Kagan dengan melibatkan para siswa dalam mereview bahan yang tercakup dalam suatu pelajaran mengecek atau memeriksa pemahaman mereka mengenai isi pelajaran tersebut. Sebagai pengganti pertanyaan langsung kepada seluruh kelas, guru menggunakan struktur empat langkah sebagai berikut :

1). Langkah 1: Penomoran (Numbering), yaitu guru membagi para siswa menjadi beberapa kelompok yang beranggotakan tiga hingga lima orang dan memberi mereka nomor sehingga tiap siswa dalam kelompok tersebut memiliki nomor berbeda. 2). Langkah 2: Pengajuan pertanyaan (Questioning), yaitu guru

(12)

3). Langkah 3: Berpikir bersama (Head Together), yaitu para siswa berpikir bersama untuk menggambarkan dan meyakinkan bahwa tiap orang mengetahui jawaban tersebut.

4). Langkah 4: Pemberian jawaban (Answering), yaitu guru menyebut satu nomor dan para siswa dari tiap kelompok dengan nomor yang sama mengangkat tangan dan menyiapkan jawaban untuk seluruh kelas.

c. Tipe Decision Making

Langkah–langkah tipe Decision Making adalah sebagai berikut:

1). Informasikan tujuan dan perumusan masalah.

2). Secara klasikal tayangkan gambar, wacana atau kasus permasalahan yang sesuai dengan materi pelajaran atau kompetensi yang diharapkan.

3). Buatlah pertanyaan agar siswa dapat merumuskan permasalahan sesuai dengan gambar, wacana, atau kasus yang disajikan.

4). Secara kelompok siswa diminta mengidentifikasi permasalahan dan membuat alternatif pemecahannya.

5). Secara kelompok atau individu siswa diminta mengidentifikasi permasalahan yang terdapat di lingkungan sekitar siswa yang sesuai dengan materi yang dibahas dan cara pemecahannya. 6). Secara kelompok atau individu siswa diminta mengemukakan

alasan mereka memilih alternatif tersebut.

7). Secara kelompok atau individu siswa diminta mencari penyebab terjadinya masalah tersebut.

8). Secara kelompok atau individu siswa diminta mengemukakan tindakan untuk mencegah terjadinya masalah tersebut.

Pemilihan tipe pembelajaran kooperatif di atas tentunya akan lebih tepat jika didasarkan atas pertimbangan kemampuan siswa dalam melaksanakan tipe pembelajaran kooperatif yang dipilih, materi pelajaran yang akan disampaikan, serta waktu yang diperlukan dalam pelaksanaan tipe pembelajaran tersebut.

(13)

Pada intinya, dalam pelaksanaan pembelajaran kooperatif, guru harus dapat berperan sebagai pengatur jalannya proses belajar mengajar (organisator), penyedia materi dan kesempatan belajar bagi siswa (fasilitator), pembimbing siswa selama proses pembelajaran, pemberi motivasi bagi siswa untuk belajar (motivator) serta penilai selama proses pembelajaran (evaluator). 8. Keunggulan dan Kelemahan Strategi Pembelajaran

Kooperatif

a. Keunggulan Strategi Pembelajaran Kooperatif

Keunggulan pembelajaran kooperatif sebagai suatu strategi pembelajaran diantaranya :

1 ) Melalui strategi pembelajaran kooperatif siswa tidak terlalu menggantungkan pada guru, akan tetapi dapat menambah kepercayaan kemampuan berpikir sendiri, menemukan informasi dari berbagai sumber, dan belajar dari siswa yang lain.

2 ) Strategi pembelajaran kooperatif dapat mengembangkan kemampuan mengungkapkan ide atau gagasan dengan kata– kata secara verbal dan membandingkannya dengan ide-ide orang lain.

3 ) strategi pembelajaran kooperatif dapat membantu anak untuk respek pada orang lain dan menyadari akan segala keterbatasannya serta menerima segala perbedaan.

4 ) Strategi pembelajaran kooperatif dapat membantu memberdayakan setiap siswa untuk lebih bertanggung jawab dalam belajar.

5 ) Strategi pembelajaran kooperatif merupakan suatu strategi yang cukup ampuh untuk meningkatkan prestasi akademik sekaligus kemampuan sosial, termasuk mengembangkan rasa harga diri, hubungan interpersonal yang positif dengan yang lain, dan mengembangkan keterampilan memanage waktu.

(14)

kesalahan, karena keputusan yang dibuat adalah tanggung jawab kelompoknya.

b. Keterbatasan Strategi Pembelajaran Kooperatif

Di samping keunggulan, strategi pembelajaran kooperatif juga memiliki keterbatasan, diantaranya :

1 ) Untuk memahami dan mengerti filosofis strategi pembelajaran kooperatif memang butuh waktu. Sangat tidak rasional kalau kita mengharapkan secara otomatis siswa dapat mengerti dan memahami filsafat cooperative learning. Untuk siswa yang dianggap memiliki kelebihan, contohnya, mereka akan merasa terhambat oleh siswa yang dianggap kurang memiliki kemampuan. Akibatnya, keadaan semacam ini dapat mengganggu iklim kerja sama.

2 ) Ciri utama dari strategi pembelajaran kooperatif adalah bahwa siswa saling membelajarkan. Oleh karena itu, jika tanpa peer teaching yang efektif, maka dibandingkan dengan pengajaran langsung dari guru, bisa terjadi cara belajar yang demikian apa yang sebenarnya dipelajari dan dipahami tidak pernah dicapai oleh siswa.

3 ) Penilaian yang diberikan dalam strategi pembelajaran kooperatif didasarkan kepada hasil kerja kelompok. Namun demikian, guru perlu menyadari, bahwa sebenarnya hasil atau prestasi yang diharapkan adalah prestasi setiap individu atau siswa.

4 ) Keberhasilan strategi pembelajaran kooperatif dalam upaya mengembangkan kesadaran berkelompok memerlukan periode waktu yang cukup panjang, dan hal ini tidak mungkin dapat tercapai hanya dengan satu kali atau sekali-kali penerapan strategi ini.

(15)

diri. Untuk mencapai kedua hal itu dalam strategi pembelajaran kooperatif memang bukan pekerjaan mudah.

B. Kemampuan Berpikir 1. Pengertian Berpikir

Berpikir adalah meletakkan hubungan antar bagian pengetahuan yang diperoleh manusia. Pengetahuan di sini mencakup segala konsep, gagasan dan pengertian yang telah dimiliki atau diperoleh manusia (Wasty Soemanto, 1998: hlm. 31).

Sementara menurut Garret, sebagaimana dikutip Abd. Rachman Abror, berpikir adalah tingkah laku yang sering implisit dan tersembunyi dan biasanya dengan menggunakan simbol–simbol (gambaran -gambaran, gagasan-gagasan, dan konsep–konsep) (Abd. Rachman Abror, 1993, hlm. 125).

Berpikir erat kaitannya dengan daya-daya jiwa yang lain, seperti dengan tanggapan, ingatan, pengertian, dan daya perasaan.

Tanggapan memegang peranan penting dalam berpikir, meskipun adakalanya dapat mengganggu jalannya berpikir. Ingatan merupakan syarat yang harus ada dalam berpikir, karena memberikan pengalaman-pengalaman dari pengamatan yang telah lampau.

Pengertian, meskipun merupakan hasil berpikir memberi bantuan yang besar pula dalam suatu proses berpikir. Perasaan selalu menyertai pula; ia merupakan dasar yang mendukung suasana hati, atau sebagai pemberi keterangan dan ketekunan yang dibutuhkan untuk memecahkan masalah atau persoalan (M. Ngalim Purwanto, 2002: 44).

(16)

dihadapi (Wina Sanjaya, 2004: 228). 2. Proses Berpikir

Proses atau jalannya berpikir itu pada dasarnya ada tiga langkah, yaitu:

a. Pembentukan pengertian

Pengertian, atau lebih tepatnya disebut pengertian logis dibentuk melalui empat tingkat :

1). Menganalisis ciri–ciri dari sejumlah objek yang dinamis

2). Membandingkan ciri–ciri tersebut untuk diketemukan ciri–ciri mana yang sama dan tidak sama, mana yang selalu ada, mana yang tidak selalu ada, mana yang hakiki dan mana yang tidak hakiki 3). Mengabstraksikan, yaitu menyisihkan, membuang, ciri–cirinya

yang tidak hakiki, dan menangkap ciri–ciri yang hakiki (Sumadi Suryabrata, 1998: 53-56).

b. Pembentukan pendapat

Membentuk pendapat adalah meletakkan hubungan antara dua buah pengertian atau lebih. Pendapat dibedakan menjadi tiga macam :

1). Pendapat afirmatif (positif), yaitu pendapat yang mengiyakan, yang secara tegas menyatakan keadaan sesuatu.

2). Pendapat negatif, yaitu pendapat yang menidakkan, yang secara tegas menerangkan tentang tidak adanya sesuatu sifat pada sesuatu hal.

3). Pendapat modalitas (kebarangkalian), yaitu pendapat yang menerangkan kebarangkalian, kemungkinan-kemungkinan sesuatu sifat pada sesuatu hal. (Sumadi Suryabrata, 1998: 56-57). c. Penarikan kesimpulan atau pembentukan keputusan

Keputusan ialah hasil perbuatan akal untuk membentuk pendapat baru berdasarkan pendapat–pendapat yang telah ada. Ada tiga macam keputusan, diantaranya :

(17)

2). Keputusan deduktif, yaitu keputusan yang ditarik dari hal yang umum ke hal yang khusus.

3). Keputusan analogis, yaitu keputusan yang diambil dengan jalan membandingkan atau menyesuaikan dengan pendapat–pendapat khusus yang telah ada (Sumadi Suryabrata, 1998: 57-58).

3. Tingkatan-Tingkatan dalam Berpikir

Sesuai dengan perkembangan kemampuan kecerdasan, juga tingkat kesadaran manusia dalam berpikir mengalami perkembangan. Menurut Frohn, ada empat tingkat berpikir manusia :

a. Tingkat konkret

Berpikir dengan menggunakan persepsi atau tanggapan khusus yang terjadi karena pengamatan panca indra yang bersifat konkret. Pada tingkat ini belum ada kesadaran akan adanya hubungan antara pengamatan yang satu dengan yang lain. Dalam tingkat berpikir ini dialami oleh anak–anak, karena mereka memang belum mampu menyusun pengertian. Dengan kata lain anak–anak berpikir memerlukan peragaan benda- benda kongkrit (Abd. Rachman Abror, 1993: 126-127).

b. Tingkat skematis

Tingkat berpikir dengan menggunakan bagan atau diagram sebagai ganti benda–benda konkret sehingga terlihatlah hubungan persoalan persoalan yang satu dengan yang lain dan terlihat pula persoalannya secara keseluruhan.

c. Tingkat abstrak

(18)

Tidak berbeda dengan pendapat di atas, Sujanto menyebutkan tiga taraf perkembangan pikiran, sesuai dengan perkembangan kesadarannya, yakni :

a. Taraf konkret, sesuatu baru dapat dipikirkannya bila sesuatu itu konkret, nyata.

b. Taraf bagan, sesuatu yang dipikirkannya tidak perlu lagi sesuatu yang sungguh–sungguh konkret. Seseorang sudah dapat berpikir dengan sesuatu yang dipikirkannya, dan bagan atau kekonkretan bahan pemikiran itu bahkan menghalangi jalan pikirannya (Agus Sujanto, 2004: 63 -64).

Sementara menurut Syaiful Bahri Djamarah, ia menguraikan taraf berpikir menjadi lima tingkatan, diantaranya :

a. Taraf berpikir pengetahuan, yaitu belajar reseptif atau menerima b. Taraf berpikir komprehensif, yaitu berpikir dalam konsep dan

belajar pengertian.

c. Taraf berpikir aplikasi, yaitu berpikir menguraikan dan menggunakan.

d. Taraf berpikir evaluasi, berpikir kreatif atau memecahkan masalah (Syaiful Bahri Djamarah, 2002: 35).

4. Kerangka Berpikir

Belajar pada dasarnya adalah proses berpikir. Di sini guru berkewajiban untuk mengembangkan kemampuan berpikir siswa, yakni kemampuan siswa untuk mengolah berbagai informasi yang didapatnya untuk kemudian dapat digunakan dalam penyelesaian permasalahan yang dihadapinya dalam kehidupan sehari–hari.

Salah satu strategi yang dapat digunakan guru dalam proses pembelajaran agar kemampuan berpikir siswa dapat berkembang adalah strategi pembelajaran kooperatif. Strategi pembelajaran kooperatif adalah suatu strategi pembelajaran yang menekankan pada kerja sama siswa, siswa dibentuk dalam kelompok (tim) yang biasanya beranggotakan tiga sampai enam orang yang bersifat heterogen. Mereka akan bekerja sama dalam kelompoknya dalam menyelesaikan tugas yang diberikan oleh guru.

(19)

pembelajaran kooperatif dengan kemampuan berpikir siswa. Pertama,

dalam strategi pembelajaran kooperatif, sebelum siswa belajar dalam kelompoknya, mereka dituntut untuk menguasai materi yang telah disampaikan oleh guru terlebih dahulu. Untuk itu, siswa harus dapat mengingat dan memahami materi yang telah diterimanya. Sedangkan berpikir adalah kegiatan yang melibatkan proses mental yang memerlukan kemampuan mengingat dan memahami (Wina Sanjaya, 2007: 228).

Dengan demikian, jika siswa mampu mengingat dan memahami dengan baik materi yang diterimanya, maka kemampuan berpikir siswa pun akan menjadi lebih baik.

Kedua, dalam strategi pembelajaran kooperatif, ketika siswa belajar dalam kelompoknya, akan terjadi interaksi tatap muka antar anggota kelompok. Dalam interaksi tersebut, setiap siswa akan saling memberikan informasi dan saling membelajarkan. Mereka akan berusaha untuk memahami dan menimba informasi yang didapatnya. Interaksi selama kooperatif berlangsung dapat memberikan rangsangan untuk berpikir.

Dengan adanya interaksi antar anggota kelompok dapat mengembangkan kemampuan siswa untuk berpikir mengolah informasi. Sehingga, jika interaksi dalam strategi pembelajaran kooperatif berjalan dengan baik, maka kemampuan berpikir siswa juga akan menjadi lebih baik pula.

Ketiga, adanya kerja sama di dalam kelompok dalam menyelesaikan tugas atau memecahkan masalah. Dalam hal ini seluruh siswa dalam tim didorong untuk saling tukar menukar (sharing) informasi dan pendapat.

Siswa saling mengemukakan pendapatnya dan bersama-sama mendiskusikan permasalahan atau tugas kelompok. Secara tidak langsung siswa akan mampu mengembangkan kemampuan berpikirnya. Jadi apabila proses ini berjalan dengan baik, dalam arti seluruh siswa dalam kelompok dapat berpartisipasi aktif dalam mendiskusikan permasalahan atau tugas kelompok, maka kemampuan berpikir siswa juga akan menjadi lebih baik.

(20)

berjalan dengan baik, seluruh dalam kelompok dapat bekerja sama, serta aktif dalam mendiskusikan permasalahan atau tugas kelompok, maka akan diikuti dengan kemampuan berpikir siswa yang menjadi lebih baik.

III. METODE PENELITIAN

Penelitian ini berupa penelitian field research, yang berarti penelitian yang dilakukan di kancah atau lapangan tempat terjadinya gejala-gejala yang akan diteliti. Adapun lokasi penelitian ini adalah MI Manbaúl Falah Sidorejo Pamotan Rembang dengan pendekatan kuantitatif.

Pengumpulan Data menggunakan instrumen Angket atau Kuesioner, Tes untuk mengetahui kemampuan berpikir siswa pada mata pelajaran IPS kelas V di MI Manbaúl Falah Sidorejo Pamotan Rembang Tahun 2013. Berikutnya Observasi, instrumen ini akan penulis gunakan untuk memperoleh data tentang madrasah, serta sarana dan prasarana yang ada di madrasah tempat penelitian dilakukan. Dalam penelitian ini juga menggunakan teknik wawancara informal maupun dengan pendekatan petunjuk umum wawancara secara terbuka atau menggunakan cara terstruktur dan wawancara tak terstruktur (Noeng Muhadjir2002: 21). Dokumentasi juga digunakan untuk memperoleh data tentang keadaan guru, siswa, struktur organisasi sekolah, serta data- data lain yang diperlukan selama penelitian.

Adapun yang menjadi subyek penelitian ini adalah siswa kelas V MI Manbaúl Falah Sidorejo Pamotan Rembang dengan populasi siswa yang berjumlah 40 (empat puluh) siswa. Berdasarkan masalah pada penelitian ini maka variabel yang akan menjadi objek penelitian adalah: Variabel bebas atau variabel yang mempengaruhi dalam penelitian ini adalah strategi pembelajaran kooperatif, indikatornya: (1) Penjelasan materi, (2) Belajar dalam kelompok, (3). Penilaian 4). Pengakuan tim

a. Variabel terikat atau variabel yang dipengaruhi. Dalam penelitian ini adalah kemampuan berpikir siswa pada mata pelajaran IPS kelas V, dengan indikator sebagai berikut :

1). Siswa mampu mendeskripsikan proses perumusan dasar negara dan UUD dari materi IPS yang dipelajari.

(21)

dari materi IPS yang dipelajari.

3). Siswa mampu menghargai jasa dan peranan tokoh pejuang bangsa dari materi IPS yang dipelajari.

3. Metode Analisis Data

Data yang telah terkumpul sebagai jawaban responden terhadap pertanyaan yang penulis ajukan .untuk pengolahan data angket tentang strategi pembelajaran kooperatif dan kemampuan berpikir siswa yang telah terkumpul, maka penulis melakukan tiga tahap, yaitu :

a. Analisis Pendahuluan

Dalam analisis awal ini penulis mengelompokkan data–data yang telah didapat (jawaban angket dan tes) ke dalam keterangan tabel distribusi sebagaimana bentuk pertanyaan yang penulis buat ke dalam daftar angket dan tes.

b. Analisis Uji Hipotesis

Analisis uji hipotesis adalah tahap pembuktian kebenaran hipotesis yang penulis ajukan. Dalam penulisan skripsi ini penulis mengadakan perhitungan lebih lanjut pada tabel distribusi frekuensi dengan mengkaji hipotesis.

Kemudian ada tidaknya korelasi dapat diteruskan dengan menggunakan rumus ProductMoment

c. Analisis Lanjut

Dalam analisis lanjut ini peneliti akan memberikan interpretasi lebih lanjut dari hasil uji hipotesis yang diperoleh, yaitu antara koefisien hitung (ro) dengan korelasi titik tabel (ri) dengan taraf signifikan 1 % (0,01) dan 5 % dengan kemungkinan : 1). Jika r hitung lebih besar dari r tabel 1 % atau 5 %, maka hasilnya

bisa dikatakan signifikan ( hipotesa diterima )

(22)

IV. ANALISIS DATA

Dalam bab ini dilakukan analisis data hubungan strategi pembelajaran kooperatif dengan kemampuan berpikir siswa pada mata pelajaran IPS kelas V di MI Manbaúl Falah Sidorejo Pamotan Rembang. Analisis data digunakan untuk mencapai koefisiensi antara variabel X yaitu strategi pembelajaran kooperatif dan variabel Y yaitu kemampuan berpikir siswa.

Setelah data terkumpul serta adanya teori yang mendukung, maka langkah selanjutnya adalah membuktikan ada atau tidaknya hubungan positif antara strategi pembelajaran kooperatif dengan kemampuan berpikir siswa pada mata pelajaran IPS kelas V di MI Manbaúl Falah Sidorejo Pamotan Rembang, melalui analisis.

Analisis data digunakan karena data bersumber dari data teoritis dan data hasil penelitian di lapangan belum cukup atau belum membuktikan sendiri kebenaran teori atau kebenaran hipotesis. Dalam analisis ini akan dikelompokkan menjadi tiga bagian, yaitu analisis pendahuluan, analisis uji hipotesis dan analisis lanjut.

Analisis Deskriptif

Dengan melihat interval di atas dapat diketahui bahwa :

a. Tingkat strategi pembelajaran kooperatif pada mata pelajaran IPS kelas V dari 21 responden (56,7% dari seluruh responden) termasuk dalam kategori sangat baik, dikarenakan mencapai interval sangat baik (86-90)

b. Tingkat strategi pembelajaran kooperatif pada mata pelajaran IPS kelas V dari 12 responden (32,4% dari seluruh responden) termasuk dalam kategori baik, dikarenakan mencapai interval baik (81-85)

c. Tingkat strategi pembelajaran kooperatif pada mata pelajaran IPS kelas V dari 3 responden (8,1% dari seluruh responden) termasuk dalam kategori cukup, dikarenakan mencapai interval cukup (76-80)

d. Tingkat strategi pembelajaran kooperatif pada mata pelajaran IPS kelas V dari 1 responden (2,7% dari seluruh responden) termasuk dalam kategori kurang, dikarenakan mencapai interval kurang (71-75)

(23)

Tabel 2

Analisis Deskriptif Pencapaian

Strategi Pembelajaran Kooperatif Pada Mata Pelajaran IPS Kelas V Di MI Manbaúl Falah Sidorejo Pamotan Rembang

No Interval Kategori F Presentase

1 86-90 Sangat Baik 21 56,7 %

2 81-85 Baik 12 32,4 %

3 76-80 Cukup 3 8,1 %

4 71-75 Kurang 1 2,7 %

a. Analisis Hasil Tes Tentang Kemampuan Berpikir Pada Mata Pelajaran IPS

Dalam analisis ini akan dicari nilai tingkat kemampuan berpikir siswa pada mata pelajaran IPS kelas V di MI Manbaúl Falah Sidorejo Pamotan Rembang, berdasarkan nilai tes siswa. Adapun resume nilai tes siswa adalah sebagai berikut :

Mempersiapkan tabel interval kategori : Tabel 3

Kriteria Penafsiran Nilai Tes Kemampuan Berpikir Siswa Pada Mata Pelajaran IPS Kelas V Di MI Manbaúl Falah

Sidorejo Pamotan Rembang

NO INTERVAL NILAI KATEGORI KODE

1 95 - 99 Sangat Baik A

2 90 – 94 Baik B

3 85 – 89 Cukup C

4 80 - 84 Kurang D

5 75 - 79 Sangat Kurang E

(24)

mean nilai angket sebesar 87,83 mencapai interval kategori cukup (85– 89) sesuai dengan tabel di atas.

Analisis Deskriptif

Dengan melihat interval di atas dapat diketahui bahwa :

a. Tingkat kemampuan berpikir siswa pada mata pelajaran IPS kelas V dari 8 responden (21,6% dari seluruh responden) termasuk dalam kategori sangat baik, dikarenakan mencapai interval sangat baik (95-99)

b. Tingkat kemampuan berpikir siswa pada mata pelajaran IPS kelas V dari 13 responden (35,1% dari seluruh responden) termasuk dalam kategori baik, dikarenakan mencapai interval baik (90-94)

c. Tingkat kemampuan berpikir siswa pada mata pelajaran IPS kelas V dari 9 responden (24,3% dari seluruh responden) termasuk dalam kategori cukup, dikarenakan mencapai interval cukup (85-89)

d. Tingkat kemampuan berpikir siswa pada mata pelajaran IPS kelas V dari 6 responden (16,2% dari seluruh responden) termasuk dalam kategori kurang, dikarenakan mencapai interval kurang (80-84)

e. Tingkat kemampuan berpikir siswa pada mata pelajaran IPS kelas V dari 1 responden (2,7% dari seluruh responden) termasuk dalam kategori sangat kurang, dikarenakan mencapai interval sangat kurang (75-79)

Untuk lebih jelasnya dapat dilihat pada tabel di bawah ini : Tabel 4

Analisis Deskriptif Pencapaian Kemampuan Berpikir Siswa Pada Mata Pelajaran IPS Kelas V Di MI Manbaúl Falah

Sidorejo Pamotan Rembang

No Interval Kategori F Presentase

1 95-99 Sangat Baik 12 21,6 %

2 90-94 Baik 21 35,1 %

(25)

4 80-84 Rendah 8 16,2 %

5 75-79 Sangat Rendah 2 2,7 %

b. Analisis Uji Hipotesis

Analisis ini dimaksudkan untuk memasukkan data yang telah masuk dan terkumpul dari nilai X variabel strategi pembelajaran kooperatif dan nilai Y variabel kemampuan berpikir siswa pada mata pelajaran IPS kelas V di MI Manbaúl Falah Sidorejo Pamotan Rembang, Pada taraf signifikan 1% diperoleh :

Rt (r tabel) = 0,33 Ro (r observasi) = 0,80 Jadi, ro > rt

0,80 > 0,33

Hasil tersebut menunjukkan bahwa hipotesa kerja (Ha) yang diajukan dalam penelitian ini dapat diterima, yang berarti ada hubungan positif yang signifikan antara variabel X dan variabel Y

Dari hasil analisis tersebut, hasilnya adalah signifikan, baik pada taraf 5% maupun 1%, berarti ada korelasi positif dan signifikan antara variabel X (strategi pembelajaran kooperatif) dan variabel Y (kemampuan berpikir siswa). Dengan kata lain hipotesis yang penulis ajukan diterima.

Adapun mengenai sifat suatu hubungan dari kedua variabel di atas dapat diketahui pada penafsiran besarnya koefisien korelasi yang umum digunakan adalah :

Tabel 5: Klasifikasi Kategori Penafsiran

NO INTERVAL KATEGORI

(26)

Berdasarkan tabel, setelah diperoleh koefisien korelasi sebesar 0,80, ternyata dalam kriteria (0,71 – 0,90). Maka dapat diartikan tergolong dalam kategori tinggi. Jadi strategi pembelajaran kooperatif dengan kemampuan berpikir siswa pada mata pelajaran IPS kelas V di MI Manbaúl Falah Sidorejo Pamotan Rembang mempunyai korelasi tinggi.

c. Analisis Nilai Koefisien Determinasi

Setelah melakukan analisis nilai koefisien, selanjutnya adalah menentukan koefisien determinasi atau variabel tertentu antara variabel X dan variabel Y.

Selanjutnya untuk mencari nilai koefisiensi determinasi (variabel penentu) antara variabel X dan variabel Y, maka digunakan rumus sebagai berikut :

Koefisien determinasi :

= (0.80)2 x100 % = 0,64 x 100 %

= 64%

Dengan demikian tingkat strategi pembelajaran kooperatif pada kemampuan berpikir siswa pada mata pelajaran IPS kelas V di MI Manbaúl Falah Sidorejo Pamotan Rembang dengan nilai sebesar 64%, sedangkan sisanya 100% - 64 =36% adalah pengaruh variabel lain yang belum diteliti.

V. PENUTUP A. Kesimpulan

Dari penelitian dan analisis data yang dilakukan oleh peneliti tentang Strategi Pembelajaran Kooperatif dengan Kemampuan Berpikir Siswa Pada Mata Pelajaran IPS Kelas V di MI Manbaúl Falah Sidorejo Pamotan Rembang maka dapat disimpulkan bahwa :

1. Penerapan strategi pembelajaran kooperatif pada mata pelajaran IPS kelas V di MI Manbaúl Falah Sidorejo Pamotan Rembang tahun 2013 tergolong Baik. Ini terbukti dari hasil rata-rata jawaban angket menunjukkan nilai mean sebesar 84,21 yang terletak pada

%

100

2

×

xy

r

(27)

interval 81-85 dengan kategori Baik. Jadi, pelaksanaan strategi pembelajaran kooperatif pada mata pelajaran IPS kelas V di MI Manbaúl Falah Sidorejo Pamotan Rembang tahun 2013 adalah sebesar 43,2%.

2. Kemampuan berpikir siswa pada mata pelajaran IPS kelas V di MI Manbaúl Falah Sidorejo Pamotan Rembang tahun 2013 termasuk Cukup. Hal ini terbukti dari hasil rata-rata jawaban tes dari responden menunjukkan nilai mean sebesar 87,83 yang terletak pada interval 85-89 dengan kategori Cukup. Jadi, kemampuan berpikir siswa pada mata pelajaran IPS kelas V di MI Manbaúl Falah Sidorejo Pamotan Rembang tahun pelajaran 2013 adalah sebesar 24,3%.

3. Dari hasil kuantitatif menunjukkan adanya hubungan positif dan signifikan antara strategi pembelajaran kooperatif dengan kemampuan berpikir siswa pada mata pelajaran IPS kelas V di MI Manbaúl Falah Sidorejo Pamotan Rembang tahun 2013, ditemukan r hitung = 0,80, kemudian dikonsultasikan pada r tabel pada taraf signifikan 5% diperoleh nilai r tabel = 0,254 dan pada taraf signifikan 1% diperoleh nilai r tabel = 0,33, maka diketahui nilai r hitung lebih besar dari r tabel baik untuk kesalahan 5% maupun 1% (0,80 > 0,254 dan 0,80 > 0,33). Dengan demikian berarti bahwa hipotesis yang penulis ajukan diterima. Jadi, Strategi Pembelajaran Kooperatif dengan Kemampuan Berpikir Siswa Pada Mata Pelajaran IPS Kelas V di MI Manbaúl Falah Sidorejo Pamotan Rembang mempunyai hubungan tinggi. Jika dipresentasekan hubungannya sebesar 64%, sedangkan sisanya 36% merupakan pengaruh variabel lain yang belum diteliti.

B. Saran

Adapun saran-saran penulis dalam skripsi ini adalah sebagai berikut :

(28)

2. Bagi guru, agar meningkatkan kompetensinya. Dalam hal ini guru harus dapat mengoptimalkan kemampuannya dalam menerapkan strategi pembelajaran yang tepat sesuai dengan materi yang disampaikan dan tujuan yang ingin dicapai setelah proses pembelajaran.

(29)

DAFTAR PUSTAKA

Abdul Rahman Shaleh dan Muhbib Abdul Wahab. (2004). Psikologi Suatu Pengantar dalam Perspektif Islam. Jakarta: Prenada Media. Agus Sujanto. (2004). Psikologi Umum. Jakarta: Bumi Aksara.

Badan Standar Nasional Pendidikan. (2007). Model Pembalajaran Terpadu IPS. Jakarta: Departemen Pendidikan Nasional.

D. Sudjana. (2000). Strategi Pembelajaran, Bandung: Falah Production. Departemen Pendidikan dan Kebudayaan. (1991). Kamus Besar Bahasa

Indonesia. Jakarta: Balai Pustaka.

Hadari Nawawi. (1982). Organisasi Sekolah Dan Pengelolaan Kelas, Jakarta: Gunung Agung.

Indrastuti dkk. (2007). Ilmu Pengetahuan Sosial kelas v SD. Bogor: Yudhistira.

Kunandar. (2007). Guru Profesional: Implementasi Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP) dan Persiapan Menghadapi Sertifikasi Guru. Jakarta: Raja Grafindo Persada.

Laura Lipton dan Deborah Hubble. (2005). Menumbuhkembangkan Kemandirian Belajar, Terj. Raisul Muttaqin. Bandung: Nuansa. M. Ngalim Purwanto (2002). Psikologi Pendidikan, Bandung: Remaja

Rosdakarya.

Martono HS dan Suroso. (1998). Sejarah Nasional dan Umum, Untuk kelas 3 SLTP, Surakarta: Tiga Serangkai.

Masrukhin. (2004). Statistik Inferensial, Kudus: Mitra Kampus.

Mulyadi. (2008). Geografi Untuk SMP/MTs Kelas VII, Semarang:Aneka Ilmu.

Nana Sujana. (1997). Pembinaan dan Pengembangan Kurikulum di Sekolah, Surabaya: Sinar Baru,

Noeng Muhadjir. (2002). Metodologi Penelitian Kualitatif. Yogyakarta: Reke Sarasah.

Redaksi Sinar Grafika (2006). Sisdiknas 2003 (UU RI No.20 tahun 2003), Jakarta: Sinar Graika.

(30)

Samsunuwiyati Mar’at. (2008). Psikologi Perkembangan, Bandung: Remaja Rosdakarya.

Sudirman. (1991). Ilmu Pendidikan. Bandung: Remaja Rosdakarya. Sugiono. (2006). Metode Penelitian Penndidikan (Pendekatan Kuantitatif,

Kualitatif, dan R&D) Bandung: Alfabeta.

_______, (2001). Statistik Untuk Penelitian, Bandung: Alfabeta.

Suharsimi Arikunto (1996). Prosedur Penelitian (Suatu Pendekatan Praktek), Jakarta: Rineka Cipta.

Suroso dan Mugiono. (1998). Petunjuk Guru IPS Ekonomi, Surakarta. Sutrisno Hadi. (1968). Metodologi Research, Yogyakarta: Yayasan

Penelitian Fakultas Psikologi Universitas Gajah Mada.

Sutarto dan Sunardi. (2004). Sejarah untuk SLTP/MTs kelas VII, Klaten: Sahabat.

Suyanto dan Djihad Hisyam. (2000). Pendidikan di Indonesia Memasuki Millenium III ( Refleksi dan Respon). Yogyakarta: Adicita Karya Nusa.

Syaiful Bahri Djamarah. (2002). Psikologi Belajar, Jakarta: Rineka Cipta. Syaiful Bahri Djamarah dan Aswan Zain. (2002). Strategi Belajar

Mengajar, Jakarta: Rineka Cipta.

Wina Sanjaya. (2007). Strategi Pembelajaran Berorientasi Standar Proses Pendidikan, Jakarta.

Gambar

Tabel 3Kriteria Penafsiran Nilai Tes Kemampuan Berpikir Siswa
Tabel 5: Klasifikasi Kategori Penafsiran

Referensi

Dokumen terkait

Ydinmaaseudulla sekä harvaan asutulla maaseudulla korkeim- min koulutetun väestön ja muun väestön välillä on suurempi ero lihavuudessa kuin muilla alueilla.. Ikäryhmien

Bukti kontrak pengalaman paling sedikit 1 (satu) pekerjaan sebagai Penyedia dalam kurun waktu 4 (empat) tahun terakhir, baik di lingkungan pemerintah maupun swasta termasuk

Syairani Kom plek Perkant oran Pem da Pelaihari

Dalam proses ratifikasi, Indonesia tidak hanya berdiam diri, namun Indonesia tetap aktif ikut serta dalam forum-forum ASEAN dalam pembahasan kejahatan

Sodelujoči so pokazali nizko stopnjo tolerance tako za laţje kot teţje oblike nasilja, vendar so ţenske v primerjavi z moškimi bile nekoliko bolj tolerantne in prav toleranca

Mereka hanya mengetahui bahwa si Bungsu sudah mati ditebas Saburo dan anak buahnya sekitar dua tahun yang lalu!. Apakah si Bungsu menyangka bahwa kebocoran rahasia

Cara ini adalah salah satu tindakan yang dapat meningkatkan kekuatan dan ketahanan otot serta meningkatkan fungsi kardiovaskular.. Tindakan ini bisa dilakukan dengan cara melatih

Dalam tahap Plan dilakukan diskusi mengkaji perencanaan pembelajaran (RPP) yang dibuat oleh dosen model, dalam tahap Do dilakukan pembelajaran oleh dosen