• Tidak ada hasil yang ditemukan

Analisis penalaran proporsional siswa dalam menyelesaikan masalah perbandingan dibedakan berdasarkan gaya Kognitif Sistematis-Intuitif Kelas VIIIC di SMP Negeri 8 Surabaya.

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Analisis penalaran proporsional siswa dalam menyelesaikan masalah perbandingan dibedakan berdasarkan gaya Kognitif Sistematis-Intuitif Kelas VIIIC di SMP Negeri 8 Surabaya."

Copied!
178
0
0

Teks penuh

(1)

ANALISIS PENALARAN PROPORSIONAL SISWA

DALAM MENYELESAIKAN MASALAH

PERBANDINGAN DIBEDAKAN BERDASARKAN GAYA

KOGNITIF SISTEMATIS-INTUITIF KELAS VIIIC

DI SMP NEGERI 8 SURABAYA

SKRIPSI

Oleh : FITRIYAH NIM. D04212007

UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SUNAN AMPEL SURABAYA FAKULTAS TARBIYAH DAN KEGURUAN

JURUSAN PMIPA

(2)
(3)
(4)
(5)
(6)

vii

PENALARAN PROPORSIONAL SISWA DALAM

MENYELESAIKAN MASALAH PERBANDINGAN DIBEDAKAN BERDASARKAN GAYA KOGNITIF SISTEMATIS-INTUITIF

KELAS VIIIC DI SMP NEGERI 8 SURABAYA

Oleh: FITRIYAH

ABSTRAK

Penalaran proporsional merupakan suatu penalaran yang memuat hubungan multiplikatif dan digunakan untuk menentukan suatu nilai dengan membandingkan dua kuantitas atau lebih dalam menyelesaikan masalah. Dalam menyelesaikan masalah, seseorang akan melewati beberapa tahapan salah satunya penyelesaian masalah yang dikemukakan oleh Polya. Terdapat 4 tahapan penyelesaian masalah menurut Polya, yaitu: memahami masalah, merencanakan penyelesaian, melakukan rencana penyelesaian, melihat kembali penyelesaian. Setiap siswa memiliki gaya kognitif yang berbeda-beda. Perbedaan gaya kognitif ini mempengaruhi proses bernalar siswa dalam menyelesaikan masalah. Penelitian ini bertujuan untuk mendeskripsikan penalaran proporsional siswa dalam menyelesaikan masalah perbandingan dibedakan berdasarkan gaya kognitif sistematis dan intuitif.

Penelitian ini merupakan penelitian deskriptif dengan pendekatan kualitatif. Subjek penelitian terdiri dari 2 siswa bergaya kognitif sistematis dan 2 siswa bergaya kognitif intuitif yang dipilih berdasarkan tes CSI. Kemudian keempat siswa tersebut diberi tes penalaran proporsional dan setelah itu dilakukan wawancara. Tes tertulis dan wawancara tersebut dianalisis berdasarkan indikator penalaran proporsional dalam menyelesaikan masalah berdasarkan tahapan Polya. Pada tahap memahami masalah, indikator yang diungkapkan adalah memahami kovariasi. Pada tahap merencanakan penyelesaian, indikator yang diungkapkan adalah berpikir relatif. Pada tahap melakukan rencana penyelesaian dan tahap melihat kembali penyelesaian, indikator yang diungkapkan adalah mengetahui alasan penggunaan ide proporsional siswa dalam menyelesaikan masalah perbandingan.

Berkaitan dengan tujuan penelitian, hasil yang diperoleh dari penelitian ini adalah deskripsi penalaran proporsional siswa bergaya kognitif sistematis dalam menyelesaikan masalah cenderung menggunakan langkah-langkah penyelesaian yang berurutan. Sedangkan siswa bergaya kognitif intuitif cenderung menggunakan langkah-langkah penyelesaian yang kurang berurutan.

(7)

x

DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL... i

PERSETUJUAN PEMBIMBING SKRIPSI ... ii

HALAMAN PENGESAHAN ... iii

PERNYATAAN KEASLIAN TULISAN ... iv

MOTTO ... v

HALAMAN PERSEMBAHAN ... vi

ABSTRAK ... vii

KATA PENGANTAR ... viii

DAFTAR ISI ... x

DAFTAR TABEL ... xiii

DAFTAR GAMBAR ... xv

BAB I : PENDAHULUAN A. Latar Belakang ... 1

B. Pertanyaan Penelitian ... 8

C. Tujuan Penelitian ... 8

D. Manfaat Penelitian ... 8

E. Definisi Operasional ... 9

BAB II : KAJIAN PUSTAKA A. Penalaran Proporsional ... 11

1. Penalaran ... 11

2. Penalaran Matematika ... 12

3. Penalaran Proporsional ... 14

B. Penyelesaian Masalah Perbandingan ... 18

1. Masalah... 18

2. Penyelesaian Masalah ... 19

3. Perbandingan ... 21

4. Penyelesaian Masalah Perbandingan ... 25

C. Gaya Kognitif Sistematis dan Intuitif ... 28

1. Gaya Kognitif ... 28

2. Gaya Kognitif Sistematis dan Intuitif ... 29

3. Kriteria Gaya Kognitif Sistematis dan Intuitif ... 33

(8)

xi

E. Penalaran Proporsional dalam Menyelesaikan Masalah Perbandingan Berdasarkan Gaya Kognitif Sistematis dan

Intuitif ... 36

BAB III: METODE PENELITIAN A. Jenis Penelitian ... 41

B. Tempat dan Waktu Penelitian ... 41

C. Subjek Penelitian ... 41

D. Teknik Pengumpulan Data ... 42

E. Instrumen Penelitian ... 42

F. Keabsahan Data ... 44

G. Teknik Analisis Data ... 44

H. Prosedur Penelitian ... 46

BAB IV : HASIL PENELITIAN A. Penalaran Proporsional Subjek Sistematis dalam Menyelesaikan Masalah Perbandingan ... 52

1. Subjek Sistematis S1 ... 52

a. Deskripsi Data Subjek S1 pada Masalah 1 ... 52

b. Analisis Data Subjek S1 pada Masalah 1 ... 59

c. Deskripsi Data Subjek S1 pada Masalah 2 ... 64

d. Analisis Data Subjek S1 pada Masalah 2 ... 70

e. Penalaran Proporsional Subjek S1 dalam Menyelesaikan Masalah Perbandingan ... 74

2. Subjek Sistematis S2 ... 79

a. Deskripsi Data Subjek S2 pada Masalah 1 ... 79

b. Analisis Data Subjek S2 pada Masalah 1 ... 84

c. Deskripsi Data Subjek S2 pada Masalah 2 ... 88

d. Analisis Data Subjek S2 pada Masalah 2 ... 93

e. Penalaran proporsional Subjek S2 dalam Menyelesaikan Masalah Perbandingan ... 97

3. Penalaran Proporsional Siswa Bergaya Kognitif Sistematis dalam Menyelesaikan Masalah Perbandingan ... 100

B. Penalaran Proporsional Subjek Intuitif dalam Menyelesaikan Masalah Perbandingan ... 104

1. Subjek Intuitif S3 ... 104

a. Deskripsi Data Subjek S3 pada Masalah 1 ... 104

b. Analisis Data Subjek S3 pada Masalah 1 ... 110

(9)

xii

d. Analisis Data Subjek S3 pada Masalah 2 ... 120

e. Penalaran Proporsional Subjek S3 dalam Menyelesaikan Masalah Perbandingan ... 125

2. Subjek Intuitif S4 ... 129

a. Deskripsi Data Subjek S4 pada Masalah 1 ... 129

b. Analisis Data Subjek S4 pada Masalah 1 ... 135

c. Deskripsi Data Subjek S4 pada Masalah 2 ... 139

d. Analisis Data Subjek S4 pada Masalah 2 ... 144

e. Penalaran Proporsional Subjek S4 dalam Menyelesaikan Masalah Perbandingan ... 149

3. Penalaran Proporsional Siswa Bergaya Kognitif Intuitif dalam Menyelesaikan Masalah Perbandingan ... 153

BAB V : PEMBAHASAN A. Pembahasan Hasil Penelitian ... 159

1. Penalaran Proporsional Siswa Bergaya Kognitif Sistematis dalam Menyelesaikan Masalah Perbandingan ... 159

2. Penalaran Proporsional Siswa Bergaya Kognitif Intuitif dalam Menyelesaikan Masalah Perbandingan ... 160

3. Perbedaan Penalaran proporsional Siswa Bergaya Kognitif Sistematis dan Intuitif dalam Menyelesaikan Masalah Perbandingan ... 161

B. Diskusi Hasil Penelitian ... 163

BAB VI : PENUTUP A. Simpulan ... 165

B. Saran ... 166

(10)

1

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Mathematics is the Key to Opportunity.1 Istilah ini sudah tidak asing lagi di telinga kita. Banyak ilmuan membuat ungkapan yang sama dengan istilah tersebut meskipun dengan versi yang berbeda. Matematika merupakan kunci menuju kesempatan yang gemilang.2 Maksudnya, bagi seorang siswa, keberhasilan mempelajarinya akan membuka pintu karir yang cemerlang. Bagi siswa sebagai warga negara, matematika akan menunjang pengambilan keputusan yang tepat. Bagi siswa sebagai anak bangsa, matematika akan menyiapkan generasi untuk bersaing dan berkompetisi di bidang ekonomi dan teknologi. Matematika dapat melatih siswa menjadi manusia yang teliti, cermat dan tidak ceroboh. Matematika juga dapat mempersiapkan siswa agar mampu beradaptasi dengan perubahan sesuai dengan perkembangan zaman.

Matematika berasal dari bahasa latin manthanein atau mathema yang berarti belajar atau hal yang dipelajari, sedangkan dalam bahasa belanda disebut wiskunde atau ilmu pasti.3 Matematika adalah suatu ilmu pasti yang lebih menitikberatkan pada proses berpikir daripada menentukan hasilnya saja.4 Matematika merupakan ilmu dasar yang digunakan sebagai tolak ukur kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi.5 Matematika memuat konsep-konsep dan

1National Research Council, Journal, “

Everybody Counts. A Report to the Nation on the future of Mathematics Education. (Washington DC: National Academy Press, 1989), 1.

2 Ibid

3Fadjar shadiq, M. App. Sc. ([email protected] & www.fadjarp3g. wordpress.com). Widyaiswara PPPPTK Matematika, 3.

4Dindin Abdul Muiz Lidinillah, Journal,”Heuristic Dalam Pemecahan Masalah Matematika Dan Pembelajarannya Di Sekolah Dasar”,(tidak dipublikasikan), 5. 5Ika Puspita Sari & Sufri, journal, “Analisis Penalaran Proporsional Siswa Dengan

(11)

2

aturan yang terlebih dahulu ditemukan melalui serangkaian penemuan dan pembuktian.6 Berdasarkan pendapat tersebut, dapat disimpulkan bahwa matematika merupakan ilmu pasti yang lebih menekankan pada proses berpikir agar siswa mampu menggunakan penalaran pada saat menghadapi permasalahan, dan mampu mengkomunikasikan gagasan dengan simbol maupun media lainnya.

Matematika merupakan pelajaran di sekolah yang bertujuan agar siswa memiliki kemampuan; 1) memahami konsep matematika, menjelaskan keterkaitan antar konsep dan mengaplikasikan konsep atau algoritma secara luwes, akurat, efisien, dan tepat dalam menyelesaikan masalah. 2) menggunakan penalaran pada pola dan sifat, melakukan manipulasi matematika dalam membuat generalisasi, menyusun bukti, atau menjelaskan gagasan dan pertanyaan matematika. 3) memecahkan masalah yang meliputi kemampuan memahami masalah, merancang model matematika, menyelesaikan model dan menafsirkan solusi yang diperoleh. 4) mengkomunikasikan gagasan dengan simbol, tabel, diagram, atau media lain untuk memperjelas keadaan atau masalah.7

Dalam pembelajaran matematika, siswa tidak hanya diajarkan untuk sekedar menghafal rumus-rumus matematika saja, akan tetapi siswa juga harus dapat menggunakan ilmu matematika untuk memecahkan permasalahan yang ada disekitar kehidupan mereka.8 Permasalahan matematika yang berhubungan dengan kehidupan sehari-hari dalam mata pelajaran matematika akan membuat siswa mengerti dan memahami manfaat dari ilmu yang siswa pelajari. Masalah matematika adalah soal matematika yang belum ditemukan prosedur untuk menyelesaikannya.

Untuk menyelesaikan masalah matematika tersebut, diperlukan suatu penalaran. Penalaran merupakan kegiatan

6Dindin Abdul Muiz Lidinillah, Op. Cit., hal 5.

7Depdiknas, “Permendiknas Nomor 22 Tahun 2006 Tentang Standar Isi Sekolah Menengah Atas”, (Jakarta: Depdiknas, 2006), 388.

8

(12)

3

berpikir untuk menarik kesimpulan dari permasalahan yang diketahui dan ditetapkan sebelumnya.9 Penalaran adalah proses pemikiran secara logis untuk menarik kesimpulan dari suatu kenyataan sebelumnya.10 Mulyasa berpendapat bahwa penalaran adalah berpikir sistematis, logis, dan kritis dalam mengkomunikasikan gagasan atau pemecahan masalah.11 Peneliti mendefinisikan penalaran merupakan suatu proses berpikir yang mengorganisasikan pengetahuan-pengetahuan untuk membentuk sebuah konsep baru atau membuat sebuah kesimpulan.

Berbagai macam penalaran yang terkait dengan penyelesaian masalah matematika salah satunya adalah penalaran proporsional. Proporsional artinya sebanding atau seimbang.12 Penalaran proporsional adalah aktivitas mental dalam pengkoordinasian dua kuantitas yang berkaitan dengan relasi perubahan (senilai atau berbalik nilai) suatu kuantitas terhadap kuantitas yang lain.13 Menurut Behr, Harel, Post, dan Lest, penalaran proporsional adalah mampu memahami hubungan perkalian yang melekat dalam situasi perbandingan.14 Peneliti menyimpulkan bahwa penalaran proporsional adalah proses pemikiran secara logis untuk

9Sanusi, Desertasi, “Profil Penalaran Relasional Mahasiswa Calon Guru Matematika Dalam Menyelesaikan Masalah Matematika Ditinjau Dari Kemampuan Matematika Dan Perbedaan Gender”, (Ponorogo: FKIP Universitas Muhammadiyah, 2015), 465.

10

Al Barry, M. Dahlan & Pius A Partanto, Kamus Ilmiah Populer, (Yogyakarta: Arkola Surabaya, 2001), 590.

11E. Mulyasa, Implementasi Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan, (Jakarta: Bumi Aksara, 2008), 37.

12Al Barry, M. Dahlan & Pius A Partanto, Op. Cit., hal 638. 13

Samsul Irpan, Proses Terjadinya Kesalahan Dalam Penalaran Proporsional Berdasarkan Kerangka Kerja Asimilasi Dan Akomodasi, (Thesis: Tidak Dipublikasikan, 2009), 24.

(13)

4

menarik kesimpulan dengan memahami perubahan suatu kuantitas dengan kuantitas yang lain yang melibatkan hubungan multiplikatif atau perkalian.

Penalaran proporsional sebenarnya sangat dekat dengan kehidupan sehari-hari. Secara sadar maupun tidak, ketika seseorang mengetahui kendaraannya memerlukan 2 liter bensin untuk menempuh perjalanan 30 km sehingga di perlukan 6 liter bensin untuk melakukan perjalanan sejauh 90 km, orang tersebut telah melakukan penalaran proporsional. Dalam jual beli, pembeli sering menggunakan penalaran proporsionalnya untuk membandingkan harga barang. Jika sabun cuci A dengan netto 1 kg berharga Rp 15.000,00 dan sabun cuci B dengan netto 800 mg berharga Rp 13.000,00, maka dengan bernalar proporsional ia akan mengetahui bahwa sabun cuci A lebih murah. Selain itu, penalaran proporsional juga berperan dalam berbagai bidang, misalnya pada bidang geografi, konsep tentang rasio di gunakan untuk menentukan kepadatan penduduk. Dalam membuat peta, penalaran proporsional di gunakan untuk menentukan skala maupun untuk menentukan ukuran peta. Dalam bidang sains, khususnya fisika dan kimia, konsep rasio di gunakan untuk menyatakan berbagai hal seperti kecepatan, usaha, gaya, dan konsentrasi. Pada bidang ekonomi dan statistik, penalaran proporsional di gunakan untuk menghitung untung dan rugi serta peluang.15

Dalam proses bernalar proporsional, setiap siswa memiliki proses berpikir yang berbeda-beda dalam menyelesaikan masalah yang dihadapi. 16 Seperti pepatah menyebutkan lain lubuk, lain ikannya. Lain orang, lain pula gaya kognitifnya.17 Pepatah tersebut memang tepat untuk

15Dwi Shinta Rahayu, Thesis. “Penalaran Proporsional Siswa Dalam Menyelesaikan Masalah Matematika Berdasarkan Gaya Kognitif”, (Surabaya: Universitas Negeri Surabaya, 2015), 3.

16IkaPuspita Sari & Sufri, Op. Cit., hal 4 9.

(14)

5

menjelaskan fenomena bahwa tak semua orang mempunyai gaya kognitif yang sama. Perbedaan gaya kognitif tersebut dapat berpengaruh terhadap penalaran siswa.18 Perbedaan gaya kognitif ini tentunya akan berpengaruh pula terhadap proses penyelesaian masalah yang dihadapi siswa dalam kehidupan sehari-hari terutama yang berkaitan dengan matematika.19 Gaya kognitif merupakan cara seseorang dalam menerima, merespon, mengolah informasi dan menyusunnya berdasarkan pengalaman-pengakaman yang dialaminya.20 Menurut Basey, gaya kognitif merupakan proses kontrol atau gaya yang merupakan manajemen diri, sebagai perantara secara situasional untuk menentukan aktivitas sadar sehingga digunakan seorang yang belajar untuk mengorganisasikan dan mengatur, menerima dan menyebarkan informasi dan akhirnya menentukan prilaku. Menurut Kagan, gaya kognitif adalah suatu variasi individu dalam cara merasa, mengingat, dan berpikir atau sebagai cara membedakan, memahami, menyimpan, menjelma dan memanfaatkan informasi.21 Peneliti dapat menyimpulkan bahwa gaya kognitif adalah proses berpikir yang dilakukan seseorang untuk mengorganisasi, memproses informasi, menyimpan, dan mengingat kembali informasi jika dibutuhkan.

Pendidikan Dasar, Program Pascasarjana Universitas Pendidikan Ganesha, 2014), 3.

18

Endang Krisnawati, Op. Cit., hal 5.

19Slameto, “Belajar dan Faktor-Fakor yang Mempengaruhinya”, ( Jakarta: Rineka Cipta, 2003), 160.

20Risang Narendra, Thesis: “Profil Pemahaman Siswa SMP Dalam Menyelesaikan Masalah Bangun Ruang Sisi Datar Ditinjau Berdasarkan Gaya Kognitif Field Dependent dan Field Independent”. (Surabaya: Universitas Negeri Surabaya, 2015), 20.

(15)

6

Adapun penggolongan gaya kognitif, salah satunya yaitu gaya kognitif sistematis-intuitif. Gaya kognitif sistematis dan intuitif merupakan gaya pikir siswa yang dibedakan berdasarkan cara mengevaluasi informasi dan menyusun langkah-langkah dalam menyelesaikan masalah. Perbedaan mencolok dari kedua gaya kognitif tersebut adalah seseorang yang sistematis cenderung menggunakan metode penyelesaian yang jelas dan urut dalam menyelesaikan masalah, sedangkan seseorang intuitif cenderung kurang memiliki metode penyelesaian yang jelas dan berurutan dalam menyelesaikan masalah.22 Selain itu, gaya kognitif sistematis sering ditandai dengan kemampuan memecahkan masalah dan langkah-langkah penyelesaian masalah untuk dikerjakan step-by-step. Berbeda dengan hal tersebut, gaya kognitif intuitif sering ditandai dengan kemampuan melihat masalah secara global dan sering menyelesaikan masalah dengan melompat-lompat dari satu langkah ke langkah yang lain dan kembali ke langkah tersebut.23

Sebenarnya banyak para ahli yang membagi-bagi gaya kognitif jika dibedakan dari aspek yang berbeda. Namun, dalam penelitian ini gaya kognitif yang akan digunakan adalah gaya kognitif sistematis dan gaya kognitif intuitif. Hal ini dikarenakan penalaran merupakan proses berpikir logis seseorang dalam memproses informasi sedangkan gaya kognitif sistematis dan intuitif memiliki hubungan yang erat dengan penalaran atau cara berpikir logis seseorang. Selain itu, Martin juga menambahkan bahwa gaya kognitif sistematis-intuitif tersebut berpengaruh terhadap aktivitas berpikir, cara memahami, dan pengambilan keputusan. Gaya kognitif sistematis dikenal memiliki karakteristik yang logis, melakukan tindakan yang rasional karena menggunakan tahapan secara

22Endang Krisnawati, Thesis “Proses Kognitif Siswa SD Dalam Memahami Konsep Pecahan Ditinjau dari Gaya Kognitif”, (Surabaya:UNESA, 2015), 5.

23

(16)

7

runtut, berpikir secara runtut baik itu dalam memahami, menyelesaikan masalah maupun dalam pengambilan keputusan. Sebaliknya, gaya kognitif intuitif memiliki karakteristik yang spontan, holistis, dan menggunakan pendekatan visual. 24 Sehingga siswa yang bergaya kognitif sistematis akan cenderung bernalar atau menyelesaikan setiap masalah yang dihadapi dengan tindakan yang rasional dan berurutan, sedangkan siswa yang bergaya kognitif intuitif adalah sebaliknya.

Berdasarkan uraian di atas, penulis ingin meneliti mengenai penalaran proporsional siswa berdasarkan perbedaan cara mengolah informasi dan memilih strategi dalam menyelesaikan masalah matematika, sehingga dari latar

belakang tersebut penulis mengambil judul tentang “Analisis Penalaran Proporsional Siswa dalam Menyelesaikan Masalah Perbandingan Dibedakan Berdasarkan Gaya Kognitif Sistematis-Intuitif Kelas VIIIC Di SMP Negeri 8

Surabaya”.

(17)

8

B. Rumusan masalah

Berdasarkan latar belakang di atas, maka berikut penulis kemukakan permasalahannya,

1. Bagaimana penalaran proporsional siswa bergaya kognitif sistematis dalam menyelesaikan masalah perbandingan di kelas VIIIC di SMP Negeri 8 Surabaya?

2. Bagaimana penalaran proporsional siswa bergaya kognitif intuitif dalam menyelesaikan masalah perbandingan di kelas VIIIC di SMP Negeri 8 Surabaya?

C. Tujuan penelitian

1. Mendeskripsikan penalaran proporsional siswa bergaya kognitif sistematis dalam menyelesaikan masalah perbandingan di kelas VIIIC di SMP Negeri 8 Surabaya. 2. Mendeskripsikan penalaran proporsional siswa bergaya

kognitif intuitif dalam menyelesaikan masalah perbandingan di kelas VIIIC di SMP Negeri 8 Surabaya.

D. Manfaat Penelitian

1. Bagi Guru

Sebagai informasi mengenai penalaran proporsional siswa sehingga guru dapat menggunakan desain pembelajaran berdasarkan gaya kognitif sistematis dan intuitif dalam upaya untuk meningkatkan kualitas pembelajaran di sekolah.

2. Bagi Siswa

Melatih siswa untuk bernalar proporsional dalam menyelesaikan masalah matematika materi perbandingan. 3. Bagi Peneliti Lain

Sebagai referensi dalam melakukan penelitian yang serupa mengenai penalaran proporsional siswa dalam menyelesaikan masalah perbandingan dibedakan berdasarkan gaya sistematis dan intuitif.

4. Bagi Peneliti Sendiri

(18)

9

proporsional siswa berdasarkan gaya kognitif sistematis intuitif dalam menyelesaikan masalah perbandingan.

E. Definisi Operasional

Agar memperoleh gambaran yang jelas dan tepat serta terhindar dari adanya interpretasi dan meluasnya masalah dalam memahami isi penelitian ini, maka penulis memberi definisi operasional sebagai berikut:

1. Penalaran adalah proses berpikir logis dan sistematis yang dilakukan seseorang dengan menghubungkan fakta yang diketahui kepada suatu kesimpulan yang logis.

2. Penalaran proporsional adalah proses berpikir logis untuk menarik kesimpulan dalam membandingkan perubahan dua kuantitas atau lebih dengan melibatkan hubungan multiplikatif (perkalian).

3. Masalah adalah situasi dimana seseorang ingin melakukan sesuatu tetapi tidak tahu apa yang diperlukan untuk mendapatkan apa yang diinginkan.

4. Masalah matematika adalah soal matematika yang dapat dipahami siswa tetapi tidak langsung dapat ditentukan prosedur untuk menemukan penyelesaiannya.

5. Gaya kognitif adalah proses berpikir dilakukan seseorang untuk mengorganisasi, memproses informasi, menyimpan, dan mengingat kembali informasi jika dibutuhkan.

6. Siswa yang bergaya kognitif sistematis adalah siswa yang cenderung menggunakan metode penyelesaian yang jelas dan berurutan dalam menyelesaikan masalah.

(19)

10

(20)

11

BAB II

KAJIAN PUSTAKA

A. Penalaran Proporsional

1. Penalaran

Istilah penalaran berdasarkan kamus besar bahasa

Indonesia berasal dari kata “nalar” yang diartikan sebagai

aktivitas yang memungkinkan seseorang berpikir logis. Sedangkan berpikir adalah berkembangnya ide dan konsep didalam diri seseorang. Pengertian penalaran dapat dipandang sebagai proses berpikir.1 Menurut Depdiknas, penalaran adalah cara menggunakan nalar, pemikiran atau cara berpikir logis, proses mental dalam mengembangkan pikiran dari beberapa fakta atau prinsip.2 Penalaran adalah proses pemikiran secara logis untuk menarik kesimpulan dari suatu kenyataan sebelumnya.3 Mulyasa berpendapat bahwa penalaran adalah berpikir sistematis, logis, dan kritis dalam mengkomunikasikan gagasan atau pemecahan masalah. Dengan berkembangnya gaya nalar siswa, maka siswa akan lebih mudah untuk menentukan keputusan yang tepat pada saat menghadapi masalah dalam kehidupannya.4

Suria sumantri juga berpendapat bahwa sebagai suatu kegiatan berpikir, penalaran mempunyai ciri-ciri sebagai berikut: (1) Adanya suatu pola berpikir yang secara luas dapat di sebut logika. Logika adalah sistem berpikir formal yang didalamnya terdapat seperangkat

1Sanusi, Profil Penalaran Relasional Mahasiswa Calon Guru Matematika Dalam Menyelesaikan Masalah Matematika Ditinjau Dari Kemampuan Matematika Dan Perbedaan Gender, (Ponorogo: FKIP Universitas Muhammadiyah, 2015), 467. 2Depdiknas, Kamus Besar Indonesia Pusat Bahasa Edisi IV, (Jakarta: Gramedia Utama,

2008), 950.

3Al Barry, M. Dahlan & Pius A Partanto, Kamus Ilmiah Populer, (Yogyakarta: Arkola Surabaya, 2001), 590.

4

(21)

12

aturan untuk menarik kesimpulan. Dapat dikatakan bahwa tiap bentuk penalaran mempunyai logikanya sendiri. Atau dapat juga disimpulkan bahwa kegiatan penalaran merupakan suatu proses berpikir logis, sedangkan berpikir logis diartikan sebagai kegiatan berpikir menurut suatu pola tertentu atau menurut logika tertentu. (2) Sifat analitik pada proses berpikirnya. Penalaran merupakan suatu kegiatan analisis yang mempergunakan logika ilmiah. Analisis sendiri pada hakekatnya merupakan suatu kegiatan berpikir berdasarkan langka-langkah tertentu. Secara garis besar penalaran dapat dibedakan menjadi dua, yaitu: a) Penalarn induktif, diartikan sebagai proses berpikir untuk menarik kesimpulan dari hal-hal spesifik menuju ke hal-hal umum. b) Penalaran deduktif, yaitu proses berpikir untuk menarik kesimpulan berdasarkan aturan yang disepakati atau hal umum menuju ke hal-hal spesifik. 5

Berdasarkan pernyataan di atas, peneliti menyimpulkan bahwa penalaran adalah proses berpikir logis dan sistematis yang dilakukan dengan menghubungkan fakta yang diketahui kepada suatu kesimpulan yang logis.

2. Penalaran Matematika

Penalaran matematika diperlukan untuk menentukan apakah sebuah argumen matematika itu benar atau salah dan juga dipakai untuk membangun suatu argumen matematika. Proses menentukan suatu argumen matematika benar atau salah adalah suatu proses pembuktian. Penalaran matematika tidak hanya penting untuk melakukan pembuktian tetapi juga untuk melakukan

(22)

13

pengambilan kesimpulan dalam suatu sistem kecerdasan buatan.6

Piaget mengidentifikasi beberapa penalaran matematika dalam tingkat operasional formal yaitu: penalaran konservasi, penalaran proporsional, penalaran pengontrolan variabel, penalaran probabilistik, penalaran korelasional, dan penalaran kombinatorial.7

a. Penalaran konservasi, siswa memahami bahwa kuantitas sesuatu itu tidak berubah karena mengalami perubahan bentuk.

b. Penalaran proporsional, yaitu aktivitas mental yang mampu memahami relasi perubahan suatu kuantitas terhadap kuantitas yang lain melalui hubungan multiplikatif.

c. Pengontrolan variabel, Siswa dapat menetapkan dan mengontrol variabel-variabel tertentu dari suatu masalah. Jika anak operasi konkret pada umumnya mengubah secara serentak dua variabel yang berbeda, maka anak operasi formal dapat mengisolasi satu variabel pada suatu saat tertentu, missal pada saat eksperimen anak dapat mengontrol variabel yang dapat mempengaruhi variabel respon dan hanya mengubah satu variabel sebagai variabel manipulasi untuk mngetahui bagaimana pengaruh variabel manipulasi terhadap variabel respon.

d. Penalaran probabilistik, terjadi pada saat seseorang menggunakan informasi untuk memutuskan apakah suatu kesimpulan benar atau tidak. Indikator dari penalaran ini adalah anak dapat membedakan hal-hal yang pasti dan hal-hal yang mungkin terjadi dari perhitungan peluang.

6Ratna Eka Iswahyuni, Skripsi, “Penalaran Proporsional Siswa Kelas VII SMP Negeri II Beji Pasuruan Berdasarkan Tingkat Kemampuan Matematika”,(Surabaya: Uneversitas Negeri Surabaya, 2012), 10.

7

(23)

14

e. Penalaran korelasional, Didefinisikan sebagai pola pikir yang digunakan seseorang anak untuk menentukan hubungan timbal balik antar variabel. Indikator dari penalaran ini adalah anak dapat mengidentifikasikan apakah terdapat hubungan antar variabel yang ditinjau dengan variabel lainnya. Penalaran korelasional melibatkan pengidentifikasian dan pemverifikasian hubungan antar variabel.

f. Penalaran kombinatorial, Kemampuan untuk mempertimbangkan seluruh alternatif yang mungkin pada situasi tertentu. Anak saat memecahkan suatu masalah akan menggunakan seluruh kombinasi atau faktor yang ada kaitannya dengan masalah tertentu.

Berdasarkan penjelasan di atas, ada beberapa macam penalaran dalam matematika, namun yang akan dibahas dalam penelitian ini adalah penalaran proporsional karena sebagian besar masalah matematika yang berkaitan dengan kehidupan sehari-hari membutuhkan penalaran proporsional.

3. Penalaran Proporsional

Proporsional berasal dari kata proporsi yang berarti pernyataan kesetaraan antara dua rasio.8 Proporsional adalah hubungan matematis antara dua kuantitas. Penalaran proporsional adalah penalaran tentang pengenalan keserupaan struktur dua hubungan dalam masalah proporsional.9 Penalaran proporsional merupakan aktivitas mental yang mampu memahami relasi perubahan suatu kuantitas terhadap kuantitas yang

8Zainal Arifin, Skripsi, “Identifikasi Kemampuan Penalaran Proporsional Siswa Yang Diajar Dengan Pendekatan Pendidikan Matematika Realistik Indonesia Dalam Menyelesaikan Soal Cerita Perbandingan”, (Surabaya: IAIN Sunan Ampel Surabaya, 2011), 13.

(24)

15

lain melalui hubungan multiplikatif (perkalian).10 Menurut Johar, penalaran proporsional adalah penalaran tentang pemahaman keserupaan struktur dua relasi dalam masalah proporsional.11

Kemudian Lamon memberikan pendapat bahwa penalaran proporsional adalah kemampuan untuk mengenal, menjelaskan, memikirkan, membuat dugaan, membuat grafik, mengubah, membandingkan, membuat penilaian, mewakili atau melambangkan hubungan dari dua jenis perbandingan baik perbandingan senilai dan perbandingan berbalik nilai. Penalaran proporsional adalah penalaran yang melibatkan penggunaan hubungan perkalian untuk membandingkan suatu kuantitas dan memprediksi suatu nilai dari suatu nilai yang telah diketahui.12 Berdasarkan pengertian di atas, dapat disimpulkan bahwa penalaran proporsional merupakan suatu penalaran yang memuat hubungan perkalian (multiplikatif) dan digunakan untuk menentukan suatu nilai dengan membandingkan dua kuantitas atau lebih.

Dalam matematika, banyak sekali materi yang diajarkan kepada siswa yang didalamnya memuat hal-hal yang membutuhkan pengetahuan mengenai proporsi. menurut Walle, konsep dalam matematika yang didalamnya mengandung konsep mengenai proporsi, yaitu: pemecahan soal dan perhitungan yang melibatkan skala, pecahan, aljabar, kesebangunan, perbandingan, grafik data, probabilitas/peluang, dan lain sebagainya.13 Namun dalam penelitian ini peneliti membahas tentang penalaran proporsional pada materi perbandingan

10Susan J. Lamon, Teaching Fractions And Ratios For Understanding, (New Jersey: Lawrence Erlbaum Associates, Inc, 2008), 3.

11Johar dalam Ratna Eka Iswahyuni, Op. Cit., hal 2.

12Ratna Eka Iswahyuni, Skripsi, “Penalaran Proporsional Siswa Kelas VII SMP Negeri II Beji Pasuruan Berdasarkan Tingkat Kemampuan Matematika”, (Surabaya: Universitas Negeri Surabaya, 2012), 14-15.

13

(25)

16

dikarenakan masalah perbandingan sangat diperlukan untuk menyelesaikan masalah dalam kehidupan sehari-hari, seperti: dalam berbelanja untuk membandingkan harga dua barang yang berbeda, ketika seseorang mengetahui kendaraannya memerlukan 2 liter bensin untuk menempuh perjalanan 30 km sehingga di perlukan 6 liter bensin untuk melakukan perjalanan sejauh 90 km, dan masih banyak lagi masalah lainnya yang selalu dijumpai dalam kehidupan sehari-hari.

Penalaran proporsional siswa selama proses penyelesaian masalah matematika dikaji berdasarkan komponen-komponen sebagai berikut: 14

1. Memahami Kovariasi

Aktivitas yang menunjukkan komponen ini antara lain; a) menyebutkan kuantitas-kuantitas yang berubah dan menyebutkan hal yang tidak berubah atau dibuat tetap pada situasi masalah tersebut. b) menjelaskan arah perubahan kuantitas (jenis perbandingan). 2. Berpikir Relatif

Komponen ini dapat ditunjukkan dengan aktivitas; a) mengidentifikasi hubungan multiplikatif dengan memilih dan menentukan konsep yang sesuai dengan masalah. b) menggunakan strategi berdasarkan konsep multiplikatif dalam menyelesaikan masalah yang mengandung situasi proporsional.

3. Mengetahui Alasan Penggunaan Konsep Proporsional Komponen ini dapat ditunjukkan dari aktivitas; a) menunjukkan rasio yang terkandung dalam masalah. b) memberikan alasan mengapa masalah tersebut dapat diselesaikan menggunakan konsep proporsional serta memberikan kesimpulan setelah memeriksa kembali penyelesaiannya.

(26)

17

Adapun indikator penalaran proporsional yang dapat diturunkan dari komponen penalaran proporsional dijelaskan dalam tabel dibawah ini:

Tabel 2.1

Indikator Penalaran Proporsional Komponen

Penalaran Proporsional

Indikator

Memahami Kovariasi  Menyebutkan kuantitas-kuantitas yang berubah dan menyebutkan hal yang tidak berubah atau dibuat tetap pada situasi masalah tersebut.

 Menjelaskan arah perubahan kuantitas (jenis perbandingan)

Berpikir Relatif  Mengidentifikasi hubungan multiplikatif.

 Menggunakan strategi berdasarkan konsep multiplikatif dalam menyelesaikan masalah yang mengandung situasi proporsional. Mengetahui Alasan

Penggunaan Konsep Proporsional

 Menunjukkan rasio yang terkandung dalam masalah.

 Memberikan alasan mengapa masalah tersebut dapat diselesaikan menggunakan ide proporsional.

 Memeriksa kembali penyelesaian dan memberikan kesimpulan.

(27)

18

B. Penyelesaian Masalah Perbandingan

1. Masalah

Masalah merupakan situasi dimana seseorang ingin melakukan sesuatu tetapi tidak tahu apa yang diperlukan untuk mendapatkan yang diinginkan.15 Dalam konteks pembelajaran, masalah dapat diartikan sebagai suatu pertanyaan yang dihadapi siswa atau kelompok ketika mereka tidak mempunyai aturan, prosedur tertentu yang segera digunakan untuk menentukan jawabannya. Menurut Hudojo dan Becker & Shimada, ciri-ciri masalah bagi seseorang individu yaitu:16 (a) individu menyadari suatu situasi yang dihadapi. (b) individu menyadari bahwa situasi tersebut memerlukan tindakan atau menantang untuk diselesaikan. (c) langkah penyelesaian masalah tidak harus jelas atau mudah dimengerti orang lain.

Dalam pembelajaran matematika, masalah dapat disajikan dalam bentuk soal berupa soal cerita, penggambaran fenomena atau kejadian, ilustrasi gambar atau teka-teki. Masalah tersebut kemudian disebut masalah matematika karena mengandung konsep matematika. Terdapat beberapa jenis masalah matematika, walaupun sebenarnya tumpang tindih, tapi perlu dipahami oleh guru matematika ketika akan menyajikan soal matematika. Menurut Hudoyo jenis-jenis masalah matematika adalah sebagai berikut:17

a. Masalah transalasi, merupakan masalah kehidupan sehari-hari yang untuk menyelesaikannya perlu translasi dari bentuk verbal ke bentuk matematika.

b. Masalah aplikasi, memberikan kesempatan kepada siswa untuk menyelesaikan masalah dengan menggunakan berbagai macam-macam keterampilan dan prosedur matematika.

c. Masalah proses, biasanya untuk menyusun langkah-langkah merumuskan pola dan strategi khusus dalam menyelesaikan

15Dwi Shinta Rahayu, Op. Cit., hal 27. 16Ibid, halaman 28.

(28)

19

masalah. Masalah seperti ini dapat melatih keterampilan siswa dalam menyelesaikan masalah sehingga menjadi terbiasa menggunakan strategi tertentu.

d. Masalah teka-teki, seringkali digunakan untuk rekreasi dan kesenangan sebagai alat yang bermanfaat untuk tujuan afektif dalam pembelajaran matematika.

Berdasarkan uraian tentang masalah dan ciri-cirinya di atas, masalah dalam penelitian ini adalah soal matematika yang dapat dipahami siswa tetapi tidak langsung dapat ditentukan prosedur untuk menemukan penyelesaiannya. Maksudnya, siswa ketika menemukan masalah tersebut perlu melakukan pemikiran yang mendalam untuk menentukan metode atau strategi yang digunakan untuk menyelesaikan masalah tersebut, tidak serta langsung bisa mengetahui bagaimana masalah tersebut dapat diselesaikan. Dalam penelitian ini menggunakan maalah matematika perbandingan yang berkaitan dengan kehidupan sehari-hari.

2. Penyelesaian Masalah

Dalam menghadapi masalah, seseorang pasti membutuhkan cara untuk memecahkannya. Pemecahan masalah tersebut bisa disebut penyelesaian masalah. Penyelesaian masalah adalah suatu proses atau upaya individu untuk merespon atau mengatasi halangan ketika suatu metode jawaban tampak belum jelas.18 Penyelesaian masalah adalah cara yang dilakukan seseorang dengan menggunakan pengetahuan, keterampilan, dan pemahaman untuk mencari solusi atau jalan keluar dari permasalahan yang dihadapi.19 Robert menjelaskan bahwa penyelesaian masalah adalah suatu pemikiran yang terarah secara langsung untuk menemukan suatu solusi atau jalan keluar untuk

18Chairul Fajar Tafrilyanto, Thesis,”Profil Berfikir Siswa SMA Dalam Pemecahan Masalah Matematika Ditinjau Dari Gaya Kognitif Field Dependent dan Field Independent”, (Surabaya: UNESA, 2015), 27.

(29)

20

suatu masalah yang spesifik.20 Sedangkan menurut Suharnan penyelesaian masalah adalah proses mencari dan menemukan jalan keluar terhadap suatu masalah atau kesulitan.21

Terdapat beberapa tahapan dalam menyelesaikan masalah matematika menurut para ahli, salah satunya adalah tahapan Polya. Ada empat tahapan dalam menyelesaikan masalah berdasarkan tahapan Polya, yaitu: 22

a. Memahami Masalah

Langkah ini dimulai dengan pengenalan apa yang diketahui atau apa yang ingin didapatkan oleh siswa dalam masalah yang dihadapinya. Kemudian pemahaman apa yang diketahui serta data apa yang tersedia, setelah itu siswa melihat apakah data dan kondisi yang tersedia mencukupi untuk menentukan apa yang ingin siswa dapatkan.

b. Merencanakan Penyelesaian

Dalam menyusun rencana pemecahan masalah diperlukan kemampuan untuk melihat hubungan antara data serta kondisi apa yang tersedia dengan data, apa yang diketahui atau dicari. Selanjutnya menyusun sebuah rencana pemecahan masalah dengan memperhatikan atau mengingat kembali pengalaman sebelumnya tentang masalah-masalah yang berhubungan. Pada langkah ini siswa diharapkan dapat membuat suatu model matematika untuk selanjutnya dapat diselesaikan dengan menggunakan aturan-aturan matematika yang ada.

c. Melakukan Rencana Penyelesaian

Rencana penyelesaian yang telah dibuat sebelumnya kemudian dilaksanakan secara cermat pada setiap langkah. Dalam melaksanakan rencana atau menyelesaikan model matematika yang telah dibuat pada langkah sebelumnya,

20Robert L. Solso, Dkk, “ Psikologi Kognitif Edisi Kedelapan”. (Jakarta: Erlangga, 2007), 434.

21Suharrnan, “Psikologi Kognitif Edisi Revisi”. (Surabaya: Srikandi, 2005), 6.

(30)

21

siswa diharapkan memperhatikan prinsip-prinsip atau aturan-aturan pengerjaan yang ada untuk mendapatkan hasil penyelesaian model yang benar. Kesalahan jawaban model dapat mengakibatkan kesalahan dalam menjawab permasalahan soal. Untuk itu, pengecekan pada setiap langkah penyelesaian harus selalu dilakukan untuk memastikan kebenaran jawaban model tersebut.

d. Melihat Kembali Penyelesaian

Hasil penyelesaian yang didapat harus diperiksa kembali untuk memastikan apakah penyelesaian tersebut sesuai dengan yang diiginkan dalam soal. Apabila hasil yang didapat tidak sesuai dengan yang diminta maka perlu pemeriksaan kembali atas setiap langkah yang telah dilakukan untuk mendapatkan hasil sesuai dengan masalahnya dan melihat kemungkinan lain yang dapat dilakukan untuk menyelesaikan soal tersebut. Setelah itu siswa dapat menarik kesimpulan dari penyelesaian masalah yang diberikan kepada siswa.

Berdasarkan pendapat tersebut, penyelesaian adalah suatu usaha yang dilakukan seseorang untuk menemukan jalan keluar atau solusi dari masalah yang dihadapinya dengan menggunakan pengetahuan, keterampilan dan pemahaman yang dimilikinya. Sedangkan menurut Polya penyelesaian masalah memilik 4 tahap, yaitu: memahami masalah, merencanakan penyelesaian, melakukan rencana penyelesaian, melihat kembali penyelesaian.

3. Perbandingan

Perbandingan adalah istilah matematika untuk membandingkan dua obyek atau lebih. Sebagai contoh misalnya: Ali berumur 12 tahun 5 bulan dan Budi 12 tahun 8 bulan. Pertanyaan yang

diajukan adalah “ mana yang lebih muda Ali atau Budi?” atau

mana yang lebih tua antara Ali dan Budi? ”. jika

(31)

22

Perbandingan dua obyek dapat dilakukan menurut urutan naik atau menurut aturan turun. Karena pada garis bilangan di atas posisi Ali lebih kiri dari posisi Budi, maka ditulis “ A B”. Sebaliknya karena posisi Budi lebih kanan dari posisi Ali maka menurut urutan turun Budi lebih tua dari Ali. Sehingga secara

lambang ditulis “ B A”. Perhatikan bahwa “ A B”senilai dengan (equivalen/sama makna dengan) “ B A”. Secara lambang ditulis ( A B ) ( B A ), dibaca “( A B ) ekuivalen dengan ( B A ).

Adapun perbandingan yang berupa rasio yakni perbandingan yang berupa pembagian dua ukuran objek, yaitu seperti contoh berikut:

Tinggi Ali =

dari tinggi Budi, jika satuan pembandingnya p =1 cm

=

, jika satuan pembandingnya p dengan p = 45 cm.

Adapun bentuk-bentuk perbandingan:

1) Perbandingan senilai

(32)

23

elemen/unsur pada kelompok kiri sama dengan perbandingan 2 elemen yang bersesuaian pada kelompok kanan maka kedua kelompok data itu disebut perbandingan senilai. Ciri-ciri perbandingan senilai adalah jika nilai banyak objek dikelompok kiri semakin bertambah berakibat nilai banyak obyek yang bersesuaian di kelompok kanan juga menjadi semakin bertambah. Perbandingan seperti ini disebut perbandingan senilai.

Besaran 1 Besaran 2

A B

C D

Misalnya, antara besaran 1 dan besaran 2 terdapat perbandingan senilai, maka diperoleh hubungan

Contoh 1 :

Kalian dapat membeli sejumlah buku sesuai dengan jumlah uang yang kalian punya. Jika harga 1 buah buku Rp. 2.500,- maka harga 5 buah buku = 5 x 2.500

= 12.500 .

Jadi, harga 5 buku adalah Rp. 12.500,-

Makin banyak buku yang dibeli, makin banyak pula harga yang harus dibayar.

(33)

24

Dari data tersebut perhatikan bahwa:

Tampak bahwa nilai perbandingan banyak pensil pada baris ke-2 dan baris ke-4 = nilai perbandingan harga pensil pada dua baris yang bersesuaian. Makin banyak pensil yang dibeli, makin banyak pula harga yang harus dibayar.

2) Perbandingan Berbalik Nilai

Pada perbandingan senilai, nilai suatu barang akan naik/turun sejalan dengan nilai barang yang dibandingkan. Pada perbandingan berbalik nilai, hal ini berlaku sebaliknya. Jika nilai suatu barang naik maka nilai barang yang dibandingkan akan turun. Sebaliknya, jika nilai suatu barang turun, nilai barang yang dibandingkan akan naik.

Besaran 1 Besaran 2

A B

C D

Misalnya, antara besaran 1 dan besaran 2 terdapat perbandingan senilai, maka diperoleh hubungan

Contoh berikut akan memberikan gambaran yang jelas yakni tentang tabel banyak ternak dan banyak hari yang diperlukan untuk menghabiskan persediaan makanan yang jumlahnya tertentu:

(34)

25

Perhatikan bahwa perbandingan di kiri sama nilainya dengan perbandingan dikanan yang arahnya dibalik, yaitu

sebab jika disederhanakan nilainya sama-sama .

4. Penyelesaian Masalah Perbandingan

Dalam menyelesaikan masalah yang dihadapi, setiap orang pasti membutuhkan cara/strategi. Strategi tersebut berkaitan dengan pengambilan keputusan.23 Begitu pula dalam masalah perbandingan ini, siswa juga memiliki strategi-strategi dalam menyelesaikan masalah perbandingan yang sedang dihadapi.

Berdasarkan beberapa penelitian yang dilakukan oleh peneliti terdahulu, ditemukan beberapa strategi yang digunakan siswa dalam menyelesaikan masalah perbandingan. Menurut Soedjadi dan Marpaung, terdapat beberapa strategi yang dapat digunakan untuk menyelesaikan soal-soal yang menyangkut perbandingan senilai.24 Untuk memudahkan penjelasan tentang strategi ini, maka perhatikan contoh berikut ini: Ibu Mirna ingin membuat roti. Untuk 165 gram tepung terigu ia mencampurkan 50 gram mentega. Jika ibu Mirna ingin menggunakan 660 gram tepung terigu. Berapa gram mentega yang dibutuhkannya? a. Strategi yang Keliru

1) Hitungan tidak Berpola; Misalkan menggunakan terkaan atau perhitungan yang tidak berpola, misalnya banyak mentega = 660+ 165 = 825; atau banyak mentega = 660 + 165 + 50 = 875. Alasannya, jika tepung yang digunakan lebih banyak maka mentega yang digunakan juga lebih banyak.

23Depdiknas, Kamus Besar Indonesia Pusat Bahasa Edisi IV, (Jakarta: Gramedia Utama, 2008), 1340.

(35)

26

2) Strategi Aditif; Menentukan selisih dalam menyelesaikan masalah misalnya karena selisih mentega dan tepung terigu adalah 115 gram maka 660 ditambah 115 hasilnya 775 gram. Atau selisih antara 660 dan 165 adalah 495, kemudian 495 ditambahkan 50 hasilnya 545 gram mentega. 3) Percobaan strategi persamaan; Misalnya

, = 150 gram, seharusnya jawabannya 200 gram.

b. Strategi yang Benar

1) Strategi Replikasi (penjumlahan berulang), Strategi ini

hanya bisa diterapkan jika “bilangan pengali” antar

kuantitas dalam besaran yang sama merupakan bilangan bulat. Contohnya jika permasalahan seperti berikut. 165 gram tepung terigu dicampurkan 50 gram mentega 330 gram tepung terigu dicampurkan 100 gram mentega 495 gram tepung terigu dicampurkan 150 gram mentega 660 gram tepung terigu dicampurkan 200 gram mentega. 2) Strategi Building Up (membangun secara bertahap);

Yaitu, memperbesar atau memperkecil rasio, lalu menjumlahkan rasio-rasio yang diperkecil atau yang diperbesar tersebut. Pada permasalahan yang sama, untuk mendapatkan 660 gram tepung terigu, berarti 165 gram tepung terigu ditambah 495 gram tepung terigu. Jika 165 gram tepung terigu ditambahkan 50 gram mentega, berarti 495 (kelipatan 3 dari 165) gram tepung terigu ditambahkan dengan 150 (kelipatan 3 dari 50) gram mentega. Dengan demikian diperoleh: 165 + 495 = 660, 50 +150 =200. Jadi, jawabannya 200 gram mentega. 3) Strategi Menyederhanakan Rasio; yaitu

(36)

27

4) Strategi Faktor dari Perubahan; Strategi faktor dari perubahan untuk masalah di atas yaitu: jika tepung terigu bertambah sebanyak 4 kali semula, maka mentega juga bertambah sebanyak 4 kali semua. Sehingga mentega yang dibutuhkan untuk 660 gram tepung terigu adalah 4 x 50 = 200 gram.

5) Strategi Nilai Satuan; Jika 165 gram tepung terigu dicampur 50 gram mentega, berarti 1 gram tepung terigu dicampur gram mentega. Sehingga untuk 660 gram tepung terigu dengan 660 x = 200 gram mentega.

6) Strategi Operator; Misalnya untuk soal di atas, yaitu

. 7) Strategi Persamaan

= , x = 200 gram.

Sementara terdapat beberapa strategi juga yang dapat digunakan untuk menyelesaikan soal-soal yang menyangkut perbandingan berbalik nilai. Untuk memudahkan penjelasan tentang strategi ini, maka dapat dikaitkan dengan suatu masalah perbandingan, seperti contoh berikut ini: Untuk membangun sebuah gedung bertingkat, seorang pemborong bangunan memerlukan waktu 15 bulan dengan banyak pekerja 120 orang. Karena suatu hal, pemborong tersebut menghendaki pekerjaannya dipercepat 3 bulan. Jika, kemampuan bekerja setiap orang sama dan agar proyek dapat selesai tepat waktu, berapa banyak pekerja yang harus dibutuhkan?

1) Strategi Operator, yaitu strategi yang sesuai dengan strategi perbandingan. Adapun langkah penyelesaiannya adalah sebagai berikut:

Misalkan adalah jumlah pekerja yang dibutuhkan untuk waktu setelah dipercepat.

15 120 12

Maka :

(37)

28

2) Strategi Persamaan, yaitu strategi dengan menggunakan persamaan. Adapun langkah penyelesaiannya adalah sebagai berikut:

Misalkan : x adalah jumlah pekerja yang dibutuhkan untuk waktu setelah dipercepat, maka:

Berdasarkan penjelasan di atas, strategi yang digunakan dalam soal perbandingan berbalik nilai sama halnya dengan strategi yang digunakan dalam soal perbandingan senilai. Namun terdapat beberapa strategi yang berbeda, diantaranya: strategi replikasi, strategi building up, strategi penyederhanaan rasio, strategi faktor dari perubahan, dan strategi nilai satuan. Hal ini dikarenakan strategi-strategi tersebut melibatkan konsep kelipatan bilangan yang bersifat berbanding lurus, maka tidak sesuai dengan konsep perbandingan berbalik nilai.

Menurut penelitian Johar di dalam pembelajaran, beberapa diantara strategi di atas diajarkan guru di kelas, seperti strategi nilai satuan, strategi operator, dan strategi persamaan. Namun pengenalan strategi operator dan strategi persamaan sering tidak didahului guru dengan pengertian, sehingga siswa sering menggunakan strategi tersebut tanpa dasar konseptual.

C. Gaya Kognitif Sistematis dan Intuitif

1. Gaya Kognitif

Setiap individu memiliki ciri khas tersendiri terutama dalam hal cara menerima, mengorganisasi dan menghubungkan pengalaman-pengalaman mereka. memproses informasi. Setiap orang juga memiliki cara-cara sendiri yang disukai dalam menyusun apa yang dilihat, diingat, dan dipikirkan. Perbedaan antar pribadi yang menetap dalam cara menyusun dan mengolah informasi serta pengalaman-pengalaman ini disebut dengan gaya kognitif.25 Adapun tentang definisi gaya kognitif menurut para

(38)

29

ahli adalah sebagai berikut:26 (1) Susanto, menyatakan bahwa gaya kognitif merujuk pada cara khas seseorang memproses, menyimpan, dan menggunakan informasi, serta menanggapi segala bentuk situasi dilingkungannya. (2) Tenant, menjelaskan bahawa gaya kognitif adalah karakteristik seseorang dan cara individu yang berlaku secara konsisten dalam mengorganisasi dan memproses informasi. (3) Ausburn, memandang bahwa gaya kognitif merupakan salah satu dimensi psikologi yang menampilkan kekonsistenan seseorang dalam memperoleh dan memproses informasi. (4) Liu & Ginther, mengatakan bahwa gaya kognitif adalah suatu karakteristik yang tetap dan wajar dari individu dalam membangun pribadinya. (5) Kogan, berpendapat bahwa gaya kognitif adalah variasi individu dalam cara merasa, mengingat, dan berpikir, atau sebagai cara membedakan, memahami, menyimpan, menjelmakan, dan memanfaatkan informasi. (6) Witken, berpendapat bahwa gaya kognitif adalah cara khas dalam melakukan sesuatu yang kita ungkapkan secara konsisten dan sudah mendarah daging didalam keseluruhan aktivitas berpikir dan intelektual kita. (7) Haryani, Gaya kognitif sebagai bagian dari dimensi perbedaan individu, mengacu pada karakteristik seseorang dalam menanggapi, memproses, menyimpan, berpikir, dan menggunakan informasi untuk menanggapi suatu tugas atau menanggapi berbagai jenis situasi lingkungan.

Oleh karena itu dapat disimpulkan bahwa gaya kognitif dalam penelitian ini adalah proses berpikir seseorang dalam mengorganisasi, memproses, menyimpan, serta memanggil kembali (mengingat) informasi jika dibutuhkan.

2. Gaya Kognitif Sistematis dan Intuitif

Penggolongan gaya kognitif yang dikemukakan oleh para ahli, diantaranya adalah penggolongan gaya kognitif field dependent-field independent, reflektif-impulsif, preseptif-reseptif, visualizer-verbalizer, dan sistematis-intuitif. Gaya kognitif field

(39)

30

dependent-field independent digolongkan berdasarkan besarnya pengaruh lingkungan terhadap aktivitas kognitif. Gaya kognitif reflektif-impulsif digolongkan berdasarkan kecepatan dan ketepatan dalam merespons, gaya kognitif visualizer-verbalizer digolongkan berdasarkan cara belajar dan cara mengkomunikasikan apa yang mereka pikirkan, dalam bentuk gambaran visual atau kata-kata. Sedangkan gaya kognitif sistematis-intuitif digolongkan berdasarkan cara mengevaluasi informasi dan memilih strategi dalam menyelesaikan masalah.27 Dalam penelitian ini, peneliti menggunakan penggolongan gaya kognitif sistematis dan intuitif karena kedua gaya kognitif tersebut mempengaruhi aktivitas berpikir, cara memahami, cara menyusun langkah-langkah dalam mengambil keputusan. Gaya kognitif sistematis adalah proses berpikir seseorang dalam memilih strategi penyelesaian masalah secara sistematis (berurutan). Sedangkan gaya kognitif intuitif merupakan proses berpikir seseorang dalam memilih strategi penyelesaian masalah secara singkat (tidak berurutan).

Menurut Keen, seseorang dengan gaya kognitif sistematis dicirikan dengan sangat metodologis, responsnya terhadap masalah secara eksplisit menunjukkan bagaimana strateginya dalam menyelesaikan masalah. Orang-orang yang bergaya kognitif ini cenderung menganalisis dan memaknai masalah serta membuat perencanaan yang matang terlebih dahulu sebelum memulai proses penyelesaiannya untuk menghindari pengulangan langkah penyelesaian masalah sehingga mereka terkesan sangat berhati-hati. Mereka dapat memecah proses penyelesaiannya menjadi langkah-langkah kerja yang saling berhubungan dan terbiasa bekerja step-by-step, menyelesaikan setiap langkah sebelum meningkat kepada langkah berikutnya.28

Berbeda dengan gaya kognitif sistematis yang sangat metodologis dan berhati-hati, gaya kognitif intuitif ditandai dengan kurang terlihatnya struktur penyelesaian masalah yang

27Ibid, halaman 35. 28

(40)

31

diajukan dan juga spontanitasnya dalam merespons masalah. Orang yang bergaya kognitif intuitif cenderung melihat suatu masalah secara global, sering menghubungkan langkah-langkah dalam analisisnya dengan masalah secara keseluruhan (holistik)

dan secara implisit menanyakan “apakah langkah ini masuk akal?” dalam proses menemukan solusi. Mereka sering memaknai masalah bersamaan dengan proses penyelesaiannya. Mereka cenderung tidak melakukan langkah-langkah penyelesaian masalah dengan urut, sering melompat dari satu langkah pada analisis atau pengumpulan informasi ke langkah yang lain dan kembali lagi.29

Perbedaan lain dari seorang yang sistematis dan intuitif antara lain; Seorang yang sistematis cenderung berpikir divergen sedangkan seorang yang berpikir intuitif cenderung berpikir konvergen. Ketika orang-orang yang bergaya kognitif sistematis telah menemukan makna dari masalah yang dihadapi dan metode penyelesaiannya, ia fokus pada metode tersebut dan segera meniadakan alternatif-alternatif lain yang mereka anggap tidak sesuai. Sementara itu, orang-orang yang intuitif memperhatikan berbagai alternatif jawaban atau metode penyelesaian masalah. Hal lain yang perlu di perhatikan dari seorang intuitif adalah ia sering mengandalkan isyarat non-verbal atau visual, ia akan merasa kesulitan untuk mengungkapkan pikirannya secara verbal.30 Gaya kognitif sistematis-intuitif sebenarnya sudah diperkenalkan dalam dunia pendidikan oleh Mc Kenney, Keen, dan Botkin pada era 70an. Gaya kognitif sistematis dahulu dikatakan sebagai gaya kognitif yang baik. Botkin menjelaskan bahwa gaya kognitif ini dikenal sebagai karakteristik yang logis, melakukan tindakan yang rasional karena menggunakan tahapan secara runtut, berpikir secara runtut baik itu dalam memahami, menyelesaikan masalah maupun dalam pengambilan keputusan. Sebaliknya terdapat gaya kognitif intuitif yang karakteristiknya berlawanan dengan gaya kognitif sistematis. Gaya kognitif

29Ibid, halaman 19. 30

(41)

32

[image:41.420.71.378.135.477.2]

intuitif memiliki karakteristik yang spontan, holistis, dan menggunakan pendekatan visual.31 Secara singkat karakteristik antara gaya kognitif sistematis-intuitif dapat digambarkan pada tabel berikut:32

Tabel 2.2

Karakteristik Gaya Kognitif Sistematis dan Intuitif

Intuitif Sistematis

Memperhatikan keseluruhan masalah.

Mula-mula mencari suatu metode pendekatan.

Mempercayai petunjuk atas perasaan.

Menentukan jawaban berdasarkan suatu metode atau strategi perencanaan.

Berpikir secara konvergen.

Berpikir secara divergen.

Melompat-lompat dalam jalan pikirannya (tidak terorganisir).

Melakukan tahapan berpikir dan mengerjakan secara urut (terorganisir).

Sering merumuskan masalah itu kembali.

Melakukan penelitian dengan teratur untuk mencari data yang lebih banyak.

Berdasarakan keterangan tersebut, maka dapat dikatakan bahwa karakteristik siswa bergaya kognitif sistematis sangat berhati-hati dalam melaksanakan suatu hal. Menurut mereka semua perlu direncanakan sematang mungkin sehingga segala kemungkinan dapat diantisipasi. Orang yang bergaya kognitif intuitif melakukan hal-hal yang tidak terduga baik dalam berpikir maupun pada saat menyelesaikan masalah. Orang yang bergaya kognitif intuitif juga seringkali melihat sesuatu secara global, cenderung mengandalkan kemampuan visualnya, mengikuti perasaan.

31Dwi Shinta Rahayu. Op. Cit., hal 20. 32

(42)

33

dan spontan. Orang intuitif ini juga cenderung berpikir secara konvergen karena dapat dengan cepat mengeksplor alternatif cara lain.33

3. Kriteria Gaya Kognitif Sistematis dan Intuitif

Untuk menentukan seseorang memiliki gaya kognitif sistematis atau intuitif, Lorna P. Martin mengembangkan sebuah instrumen yang disebut Tes CSI (Cognitive Style Inventory). Tes tersebut terdiri atas 40 pernyataan, 20 pernyataan tentang karakteristik gaya kognitif sistematis dan 20 pernyataan tentang karakteristik gaya kognitif intuitif yang disusun secara berselang-seling antara pernyataan tentang karakteristik intuitif dan karakteristik sistematis, misalnya pernyataan A, C, E, dst adalah pernyataan tentang karakteristik intuitif dan B, D, F, dst adalah pernyataan tentang karakteristik sistematis. Terdapat skala 1-5 untuk menentukan respon terhadap setiap pernyataan yang ada.

Adapun skor pernyataan-pernyataan tentang karakteristik sistematis selanjutnya disebut sebagai skor sistematis dan skor-skor pernyataan tentang karakteristik intuitif selanjutnya disebut sebagai skor intuitif. Skor sistematis dan skor intuitif inilah yang kemudian digunakan untuk menentukan termasuk kedalam gaya kognitif apa orang tersebut.

Berikut ini adalah kriteria pengelompokan gaya kognitif berdasarkan hasil tes CSI, yaitu: 34

33Ibid, halaman 37. 34

(43)

34

[image:43.420.72.385.96.367.2]

Tabel 2.3

Kriteria Pengelompokan Gaya Kognitif Skor

Intuitif

Skor Sistematis

Rendah ≤ 60

Menengah bawah

61-70

Menengah Atas 71-80

Tinggi

≥81

Rendah ≤60 Undifferentiat ed

Undifferentiat ed

Intuitif Intuitif

Menengah Bawah 61-70

Undifferentiat ed

Split Split Intuitif

Menengah Tinggi 71-80

Sistematis Split Split Integrated

Tinggi ≥81 Sistematis Sistematis Integrated Integrated

Seseorang yang sistematis ditandai dengan tingginya skor sistematis dan rendahnya skor intuitif yang dapat ditunjukkan oleh perolehan tes gaya kognitif (CSI), yaitu:

1. Skor intuitif 60 dan 71 skor sistematis 80, 2. Skor intuitif 60 dan skor sistematis 81, atau 3. 61 skor intuitif 70 dan skor sistematis 81

Sebaliknya, seseorang yang intuitif ditandai dengan rendahnya skor sistematis dan tingginya skor intuitif yang dapat di tunjukkan dengan perolehan skor tes gaya kognitif(CSI):

1. Skor sistematis 60 dan 71 skor intuitif 80, 2. Skor sistematis 60 dan skor intuitif 81, atau 3. 61 skor sistematis 70 dan skor intuitif 81.

D. Hubungan antara Penalaran Proporsional dan Gaya Kognitif

Sistematis dan Intuitif

Penalaran merupakan cara berpikir spesifik untuk menarik sebuah kesimpulan.35 penalaran adalah suatu proses mental dan suatu

35

(44)

35

konsep berpikir.36 Penalaran merupakan suatu kegiatan analisis yang mempergunakan logika ilmiah. Analisis sendiri pada hakekatnya merupakan suatu kegiatan berpikir berdasarkan langkah-langkah tertentu.37 Adapun penalaran proporsional merupakan penalaran yang digunakan untuk menyelesaikan masalah proporsi dalam masalah matematika. Dalam proses pembelajaran matematika tentang masalah proporsi, siswa sering dipertemukan dengan istilah rasio. Pemahaman tentang rasio tersebut berkaitan dengan penguasaan menyelesaikan masalah proporsi sehingga membutuhkan penalaran proporsional.

Gaya kognitif merupakan karakteristik individu yang bersifat konsisten dalam hal mengorganisasi dan memproses informasi. Perbedaan gaya kognitif mengakibatkan adanya karakteristik yang berbeda dari individu yang satu dengan yang lain. Hal ini kemudian juga akan mengakibatkan perbedaan setiap individu dalam memproses informasi yang diterimanya. Pemrosesan informasi yang berbeda akan mempengaruhi proses seseorang dalam bernalar dan menguasai suatu kemampuan. Kemampuan berkaitan dengan potensi seseorang yang mencakup pengetahuan dan keterampilan dalam melakukan berbagai aktivitas seperti berpikir, bernalar, memecahkan masalah dan sebagainya.38

Penalaran dan proses berpikir memiliki hubungan yang sangat erat. Penalaran dapat dikatakan berjalan dengan baik jika dalam langkah pengerjaannya dilakukan berdasarkan langkah-langkah yang berurutan dan teratur. 39 Demikian juga dengan perbedaan antara gaya kognitif sistematis-intuitif. Gaya kognitif sistematis-intutif ini berpengaruh terhadap aktivitas berpikir, cara memahami, dan pengambilan keputusan. Ketiga hal tersebut

36La Misu, Tesis, “Pengaruh Kemampuan Penalaran Formal Dan Motivasi Berprestasi Terhadap Prestasi Belajar Matematika Pada Siswa Kelas III SLTP Negeri Se-Kotamadya Kendari”, (Surabaya:Universitas Negeri Surabaya, 1998), 36.

37Arini Rahmawati, Op. Cit., halaman 27.

38Moh. Maksum Sa’adullah, Proses Berpikir Siswa Kelas VII dalam Menyelesaikan Soal Persamaan Linear I Variabel Ditinjau dari Perbedaan Kemampuan Matematika, (Surabaya: UNESA, 2012), 12.

39

(45)

36

memiliki pengaruh yang besar terhadap persepsi, cara memproses informasi serta cara bernalar seseorang. Orang bergaya kognitif sistematis cenderung berpikir dan bernalar secara berurutan dan teratur. Berbeda dengan orang bergaya kognitif intuitif, ciri khas orang bergaya kognitif intuitif adalah memiliki jalan pikiran yang melompat-lompat.40 Kemungkinan perbedaan karakteristik kedua jenis orang inilah yang menyebabkan penalaran mereka dalam memahami konsep akan berbeda meskipun hasil pemahaman mereka sama.

E. Penalaran Proporsional dalam Menyelesaikan Masalah

Perbandingan Berdasarkan Gaya Kognitif Sistematis dan Intuitif

[image:45.420.65.376.84.479.2]

Hal yang diungkapkan dalam penelitian ini adalah proses penalaran proporsional yang meliputi memahami kovariasi, berpikir relatif dan mengetahui alasan penggunaan konsep proporsional dalam menyelesaikan masalah perbandingan berdasarkan gaya kognitif sistematis dan intuitif. Berikut adalah tabel indikator penalaran proporsional dalam menyelesaikan masalah perbandingan dan prediksi indikator penalaran proporsional dalam menyelesaikan masalah matematika berdasarkan gaya kognitif sistematis dan intuitif.

Tabel 2.4

Indikator Penalaran Proporsional dalam Menyelesaikan Masalah Perbandingan Berdasarkan Tahapan Polya

Tahapan Polya Indikator Penalaran Proporsional dalam

Menyelesaikan Masalah Matematika

Memahami Masalah

Memahami kovariasi

menyebutkan kuantitas-kuantitas yang berubah dan menyebutkan hal yang tidak berubah atau dibuat tetap pada situasi masalah tersebut.

(46)

37

Tahapan Polya Indikator Penalaran Proporsional dalam

Menyelesaikan Masalah Matematika

Menjelaskan arah perubahan kuantitas (jenis perbandingan)

Merencanakan Penyelesaian

Berpikir relatif Mengidentifikasi hubungan multiplikatif

Melakukan Rencana Penyelesaian

Berpikir relatif Menggunakan strategi berdasarkan konsep multiplikatif dalam

menyelesaikan masalah yang mengandung situasi

proporsional Mengetahui

alasan penggunaan konsep proporsional

Menunjukkan rasio yang terkandung dalam masalah

Memberikan alasan mengapa masalah tersebut dapat diselesaikan menggunakan konsep proporsional Melihat Kembali

Penyelesaian

Mengetahui alasan penggunaan konsep proporsional

Memeriksa penyelesaian dan Menarik kesimpulan

(47)

38

Tabel 2.5

Prediksi Indikator Penalaran Proporsional dalam Menyelesaikan Masalah Perbandingan Berdasarkan Gaya Kognitif Sistematis

dan Intuitif Tahapan Polya Indikator Penalaran Proporsional dalam Menyelesaikan Masalah Matematika

Prediksi Penalaran Proporsional dalam Menyelesaikan Masalah Perbandingan Berdasarkan Gaya

Kognitif

Sistematis Intuitif

[image:47.420.34.401.103.521.2]
(48)

39

Tahapan Polya Indikator Penalaran Proporsional dalam Menyelesaikan Masalah Matematika

Prediksi Penalaran Proporsional dalam Menyelesaikan Masalah Perbandingan Berdasarkan Gaya

Kognitif

Sistematis Intuitif

informasi terlebih dahulu dan memilih strategi dan konsep yang sesuai dengan masalah tersebut. sesuai dengan masalah tersebut tanpa mengumpulkan informasi terlebih dahulu. Melakukan Rencana Penyelesai an Berpikir relatif Menggunakan strategi berdasarkan konsep multiplikatif dalam menyelesaika n masalah yang mengandung situasi proporsional Menggunakan strategi berdasarkan konsep multiplikatif dengan langkah-langkah penyelesaian yang benar dan berurutan. Menggunakan strategi berdasarkan konsep multiplikatif dengan langkah-langkah penyelesaian yang benar, singkat dan kurang berurutan. Berpikir divergen. Berpikir konvergen. Mengetahui alasan penggunaan ide proporsio Menunjukkan rasio yang ter

Gambar

Tabel 2.1
tabel berikut: 32
Kriteria Pengelompokan Gaya KognitifTabel 2.3
 Tabel 2.4 Indikator Penalaran Proporsional dalam Menyelesaikan Masalah
+7

Referensi

Dokumen terkait

Berdasarkan hasil penelitian, ditemukan bahwa penalaran siswa verbaliser pada tahap menyelesaikan masalah bagian mengidentifikasi situasi yang memuat masalah, siswa

Berdasarkan hasil analisis terhadap hasil pekerjaan siswa dalam menyelesaikan soal pada lembar lembar tes penalaran proporsional yang diberikan dapat dilihat bahwa siswa dengan

Berdasarkan tabel 4.7 menunjukkan bahwa subjek DSF bergaya belajar visual dapat memenuhi setiap indikator kemampuan penalaran pada tahap memahami masalah dan

Hasil penelitian ini, diperoleh kesimpulan bahwa: (1) Siswa yang memiliki gaya kognitif field dependent dalam memecahkan masalah matematika divergen kurang mampu melakukan

Dari uraian di atas dapat ditarik suatu kesimpulan bahwa struktur berpikir dalam memecahkan masalah siswa bergaya kognitif objek dimulai dari dimulai dari memahami

Penalaran proporsional siswa dengan gaya berpikir acak abstrak dalam memecahkan masalah matematika terkait dengan memahami kovarian memunculkan 4 dari 5 aspek yang

Proses berpikir siswa yang bergaya kognitif Field Dependent (S2) ketika menyelesaikan masalah 1 pertanyaan 4 menunjukkan bahwa S2 mampu menyelesaikan masalah yang

Untuk mengungkap atau memperoleh gambaran tentang karakteristik model penalaran intuitif yang digunakan siswa dalam menyelesaikan masalah matematika, peneliti