1 BAB I
PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah
Menyusui merupakan cara alami memberi makan bayi.
Sejak terjadinya pembuahan, tubuh ibu mempersiapkan diri untuk
menyusui. Payudara bereaksi terhadap hormon kehamilan dan
mulai mengembangkan jaringan baru untuk menghasilkan dan
menyimpan susu. Payudara akan tetap memproduksi susu
walaupun ibu hendak memutuskan untuk tidak menyusui. Meskipun
terjadi secara alami, keahlian untuk menyusui tidak datang dengan
sendirinya bagi seorang ibu dan bayinya. Setiap ibu dan setiap
bayi, harus saling belajar memahami (Welford, 2008).
Modernitas yang ditandai dengan peningkatan pengetahuan
serta teknologi, menyebabkan perubahan, tidak terkecuali soal cara
pemberian makanan pada bayi, antara lain pemberian susu botol.
Pada akhirnya budaya dan pengetahuan lama dalam hal menyusui
yang secara alamiah mulai termodifikasi.
WHO (World Health Organization) membuat rekomendasi
pada ibu untuk menyusui eksklusif selama 6 bulan kepada bayinya.
Sesudah usia 6 bulan bayi baru dapat diberikan makanan
2 minimal umur 2 tahun dan menyarankan bahwa menyapih
seharusnya tidak terjadi sebelum usia 6 bulan1.
Di Indonesia, gerakan pemerintah untuk mendukung
pemberian ASI dilakukan melalui peraturan pemerintah yang
menjamin hak anak untuk mendapatkan ASI seperti yang tertuang
dalam UU Kesehatan No. 36 Tahun 2009 terkait pasal-pasal
Pemberian ASI Ekslusif (Ariani, 2009).
Namun demikian, walaupun kebijakan-kebijakan sudah
diterapkan akan tetapi pada kenyataannya di masyarakat tidak
sepenuhnya diaplikasikan. Riset Kesehatan Dasar (2010)
menyebutkan, persentase bayi yang menyusui eksklusif sampai
dengan 6 bulan adalah 15,3 persen. Inisiasi dini menyusui kurang
dari satu jam setelah bayi lahir adalah 29,3 persen, tertinggi di
Nusa Tenggara Timur 56,2 persen dan terendah di Maluku 13,0
persen. Sebagian besar proses mulai menyusui dilakukan pada
kisaran waktu 1-6 jam setelah bayi lahir tetapi masih ada 11,1%
proses mulai disusui dilakukan setelah 48 jam. Pemberian
kolostrum cukup baik, dilakukan oleh 74,7 persen ibu kepada
bayinya.
1
3 Puskesmas Kabupaten Semarang tahun 2011, melaporkan
bahwa pemberian ASI ekslusif sebesar 1.656 (24,2%) dari 6.833
bayi usia 0-6 bulan. Informasi di atas menunjukkan bahwa 6 bulan
pertama ibu menyusui menghadapi banyak hambatan di antaranya,
rendahnya pengetahuan ibu dan keluarga mengenai manfaat dan
cara menyusui yang benar, banyaknya ibu menyusui yang tidak
dibekali pengetahuan yang cukup tentang teknik menyusui yang
benar, manajemen kesulitan laktasi, serta faktor sosial budaya yang
mempengaruhi pemberian ASI, termasuk tantangan yang dihadapi
oleh ibu bekerja dan gencarnya pemasaran susu formula (Dinkes
Kota Semarang, 2011).
Di desa Polobogo, menurut kader Posyandu dusun Sodong
RT 10 yang peneliti wawancarai, menyusui adalah suatu warisan
yang diturunkan secara turun temurun oleh keluarga baik mengenai
teknik posisi menyusui, frekuensi menyusui, maupun waktu
menyusui. Selain itu dari hasil wawancara dengan 5 ibu menyusui
pada saat kegiatan Posyandu berlangsung, menyusui adalah
sebuah kebanggaan bagi ibu-ibu di desa Polobogo karena sangat
didukung penuh oleh keluarga walaupun kehidupan perekonomian
keluarganya tidak mencukupi yakni pertama, tetap memberikan
uang kepada istrinya untuk membeli sayuran-sayuran yang baik
4 lebih baik daripada susu formula karena keadaan ekonomi yang
tidak mencukupi. Namun, menurut mereka ada kendala selama
menyusui. Pertama, tidak dapat memberikan ASI pada hari pertama
karena ASI tidak keluar dan juga diakibatkan oleh infeksi penyakit,
seperti tumor payudara. Kedua, penolakan bayi diberi ASI. Adapun
cara penolakan bayi terhadap hal tersebut adalah tidak
memasukkan mulutnya ke puting susu ibu dan memuntahkannya.
Berdasarkan latarbelakang masalah tersebut, maka
dipandang penting untuk melakukan penelitian yang lebih
mendalam tentang “Perilaku Ibu Menyusui dalam Pemberian ASI di
Desa Polobogo, Kecamatan Getasan, Kabupaten Semarang”.
1.2 Fokus Penelitian
Fokus dalam penelitian ini adalah perilaku ibu menyusui
dalam pemberian ASI di desa Polobogo, kecamatan Getasan,
kabupaten Semarang. Riset partisipan yang diteliti dalam penelitian
ini berjumlah 10 orang dengan rentang umur 19-46 tahun dan
rentang pendidikan non-formal (tidak sekolah) dan pendidikan
5 1.3 Signifikansi dan Keunikan Penelitian
Signifikansi dan keunikan dari penelitian ini yaitu bahwa
perilaku dari ibu menyusui sangat dipengaruhi oleh kebiasaan
masyarakat tradisional, dalam hal ini adalah masyarakat suku Jawa
di desa Polobogo. Perilaku tersebut terwujud dalam perilaku
berkaitan dengan pemberian makan pada bayi yang berbeda
dengan anjuran dari medis. Contoh, pemberian ASI menurut
anjuran dari medis memberi ASI tanpa makanan pendamping
sampai usia bayi 6 bulan yang disebut pemberian ASI Eksklusif.
Peralihan ASI kepada makanan pendamping ASI diberikan saat
bayi berusia enam bulan. Namun yang terjadi di masyarakat,
mereka mengenalkan makanan tambahan seperti madu dan susu
formula di hari-hari pertama melahirkan.
1.4 Tujuan Penelitian 1.4.1 Tujuan Umum
Untuk mengetahui perilaku Ibu menyusui dalam pemberian
ASI di desa Polobogo, kecamatan Getasan, kabupaten Semarang.
1.4.2 Tujuan Khusus
Untuk mengetahui aspek-aspek yang mempengaruhi
6 1.5 Manfaat Penelitian
Manfaat dari penelitian tentang perilaku ibu menyusui dalam
pemberian ASI di desa Polobogo, kecamatan Getasan, kabupaten
Semarang, yaitu:
1.5.1 Manfaat Teoritis
Hasil penelitian ini diharapkan bermanfaat bagi keperawatan
komunitas dan maternitas anak sebagai referensi bahan ajar
berkaitan tentang perilaku ibu menyusui dalam pemberian ASI.
1.5.2 Manfaat Praktis
Manfaat praktis penelitian ini dibagi menjadi dua, yaitu:
pertama, hasil penelitian ini dapat memberikan sumbangan
informasi bagi Dinas Kesehatan, Puskesmas dan Posyandu yang
wilayah kerjanya hingga ke desa Polobogo dalam meningkatkan
pengetahuan ibu menyusui tentang pemberian ASI dan
meningkatkan mutu SDM desa Polobogo. Kedua, hasil penelitian ini
dapat memberikan sumbangan informasi dalam pengembangan
kurikulum di sekolah-sekolah tinggi kesehatan atau
universitas-universitas yang memiliki fakultas kesehatan di Indonesia
khususnya di Salatiga dan kabupaten Semarang dalam hal