• Tidak ada hasil yang ditemukan

Peranan aktivis organisasi maasyarakat berbasis keagamaan dalam pemilihan Bupati Lamongan 2015: studi kasus aktivis pimpinan cabang aisyiyah dan aktivis pimpinan anak cabang muslimat di Kecamatan Paciran Kabupaten Lamongan.

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Peranan aktivis organisasi maasyarakat berbasis keagamaan dalam pemilihan Bupati Lamongan 2015: studi kasus aktivis pimpinan cabang aisyiyah dan aktivis pimpinan anak cabang muslimat di Kecamatan Paciran Kabupaten Lamongan."

Copied!
93
0
0

Teks penuh

(1)

PERANAN AKTIVIS ORGANISASI MASYARAKAT BERBASIS KEAGAMAAN

DALAM PEMILIHAN BUPATI LAMONGAN 2015

(Studi Kasus Aktivis Pimpinan Cabang Aisyiyah dan Aktivis

Pimpinan Anak Cabang Muslimat di Kecamatan Paciran

Kabupaten Lamongan)

SKRIPSI

Disusun untuk Memenuhi Tugas Akhir Guna Memperoleh

Gelar Sarjana Strata Satu (S-1) dalam Ilmu Ushuluddin dan Filsafat

Oleh:

ILMA AFIANTI CAHYANINGTYAS

NIM: E34213119

JURUSAN FILSAFAT POLITIK ISLAM

FAKULTAS USHULUDDIN DAN FILSAFAT

UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SUNAN AMPEL

SURABAYA

(2)
(3)
(4)
(5)
(6)

ABSTRACTION

Tittle : Activist Role of Civil Society Organizations Religious based in the Election of Regent Lamongan 2015 (Case Study of the Branch Aisyiyah activists and activists Branch Children's Women Leaders in District Paciran Lamongan).

Writer : Ilma Afianti Cahyaningtyas Advisor : Dr. Biyanto, M.Ag

Keyword : Role, Aisyiyah, Muslimat, Regent Election.

Issues examined in this paper are (1) What is the role of activists Aisyiyah branch leaders in 2015 in the District Election Paciran Regent Lamongan. (2) How is the role of activist leadership of Branch Children's Women in the Election of 2015 in District Paciran Regent Lamongan. (3) How would you compare the leading role Aisyiyah branches and subsidiaries Moslem leaders in the election of 2015 in Sub Paciran Regent Lamongan.

The objective of this study was to determine the role of activist branch leaders Aisyiyah, knowing the role of activist leadership of Children Branch's Women in the Election of Regent, 2015 in the District Paciran Lamongan, as well as to understand comparison of the leading role of the branch Aisyiyah and led tributary's Women in head election 2015 in the District Paciran Lamongan. In this study, while the method used is qualitative method, in which a qualitative approach that can simply be explained that this method uses information from the informant as the subject of a study. This thesis uses qualitative research methods. Where the data presentation is not done with the express it numeric as well as the presentation of quantitative data. From the metodeologis, ordinances expressing one's thoughts or views of a group of people is to use qualitative research.

(7)

DAFTAR ISI

Cover Luar……….. i

Cover Dalam………. ii

Persetujuan Pembimbing……….. iii

Pengesahan Skripsi………... iv

Pernyataan Keaslian………... v

Motto…………..……….. vi

Kata Pengantar………. vii

Persembahan……….... ix

Daftar Isi……….. xi

Abstraksi……….……… xiv

Bab I : Pendahuluan A. Latar Belakang………. 1

B. Rumusan Masalah……… 5

C. Tujuan Penelitian………. 6

D. Manfaat Penelitian………... 6

E. Penelitian Terdahulu………….……….. 7

F. Definisi Konseptual….……… 8

G. Metode Penelitian……… 10

(8)

Bab II : Kajian Teori

A. Kerangka Konsep………... 16

1. Organisasi Kemasyarakatan……….... 16

2. Aisyiyah………... 18

3. Muslimat………... 21

B. Teori………. 25

1. Teori Peran……….. 25

2. Komunikasi Politik………. 34

Bab III : Setting Penelitian 1. Pendekatan Penelitian………..……….. 40

2. Jenis Penelitian……… 41

3. Lokasi Penelitian………….……… 42

4. Waktu Penelitian………. 43

5. Sumber Data………... 44

6. Pemilihan Subjek Penelitian………. 47

7. Teknik Pengumpulan Data………... 47

8. Instrumen Penelitian………. 50

9. Teknik Analisis Data……… 50

10. Teknik Keabsahan Data……….. 53

Bab IV : Penyajian Dan Analisis Data A. Deskripsi Umum Obyek Penelitian…... 57

1. Kondisi Geografis………...…... 58

(9)

3. Kondisi Pemerintahan………... 60 4. Kondisi Infrastruktur………... 61 B. Hasil Penelitian dan Analisis……….………... 63

1. Peranan aktivis cabang Aisyiyah dalam pemilihan Bupati 2015 di

kecamatan Paciran……… 65

2. Peranan Aktivis Pimpinan Anak Cabang Muslimat dalam Pemilihan

Bupati 2015 di Kecamatan Paciran……….... 68 3. Perbandingan Peranan Pimpinan Cabang Aisyiyah dan Pimpinan

Anak Cabang Muslimat dalam pemilihan Bupati 2015 di Kecamatan

Paciran Kabupaten Lamongan………72

Bab V : Penutup

A. Kesimpulan………. 82

B. Saran-Saran………. 83

DAFTAR PUSTAKA

LAMPIRAN-LAMPIRAN

1. Pedoman Wawancara

2. Surat keterangan (bukti melakukan penelitian)

(10)

BAB I

PENDAHULUAN

A.Latar Belakang Masalah

Di Indonesia terdapat dua organisasi yang cukup banyak mayoritas pengikutnya.

Organisasi tersebut adalah Muhammadiyah dengan Nahdhatul Ulama (NU). Secara bahasa

sering diibaratkan oleh kalangan pengamat Islam Indonesia, Muhammadiyah disebut kaum

"modernis", sedangkan NU disebut sebagai kaum "tradionalis". Julukan ini tentu tidak

berlaku dalam standar yang ketat. Sebab, perbedaan keduanya tidak selalu hitam putih.

Seringkali, pebedaannya hanya bisa dilihat dengan cara membaca persinggungan sejarah

antara kedua organisasi itu.

Perbedaan ideologi kedua organisasi tersebut memunculkan rivalitas. Pada kali ini,

perbedaan keduanya sangat terlihat pada organisasi otonom masing-masing.

Muhammadiyah memiliki Aisyiyah yang anggotanya terdiri dari kumpulan wanita

Muhammadiyah. Sedangkan Muslimat adalah kumpulan wanita dari organisasi Nahdhatul

Ulama.

Aisyiyah adalah sebuah gerakan perempuan Muhammadiyah yang lahir hampir

bersamaan dengan lahirnya organisasi Islam terbesar di Indonesia. Dalam kiprahnya hampir

satu abad di Indonesia, saat ini ‘Aisyiyah telah memiliki 34 Pimpinan Wilayah (setingkat

Propinsi), 370 Pimpinan Daerah ‘Aisyiyah (setingkat kabupaten), 2332 Pimpinan Cabang

‘Aisyiyah (setingkat Kecamatan) dan 6924 Pimpinan Ranting ‘Aisyiyah (setingkat

Kelurahan). Nama Aisyiyah diambil dari salah satu istri Nabi besar Muhammad SAW,

(11)

memilki wawasan mengenai Muhammadiyah. Dengan ini kelebihan-kelebihan Aisyah akan

disertakan dalam penjalanan proses Organisasi Otonom Aisyiyah.1

Sedangkan NU memiliki kumpulan wanita yang disebut Muslimat. Muslimat berdiri

pada 29 Maret 1946. Pada awalnya, NU hanya untuk kaum laki-laki, tetapi seiring dengan

tumbuhnya pergerakan Indonesia, yang juga melibatkan kaum perempuan. Muslimah di

lingkungan NU juga berkeinginan aktif berorganisasi untuk memperjuangkan berbagai

persoalan yang menghinggapi perempuan. Aspirasi ini diterima oleh ulama NU dan untuk

pertama kalinya, keterlibatan perempuan dalam Muktamar NU ke-13 di Menes, wilayah

terpencil yang berada di ujung kulon Banten (1938). Muslimat mulai diterima sebagai

anggota, tetapi belum diizinkan menjadi pengurus. Pada saat itu sudah terdapat perwakilan

perempuan yang menyampaikan pandangannya, yaitu Ny. R. Djuaesih dan Ny Siti Sarah.

Kemajuan mulai mulai terjadi dalam Muktamar ke-14 di Magelang (1939).

Muslimat NU mendengar dari balik tabir, dan terdapat beberapa orang yang berbicara,

malahan pimpinan sidang dipegang oleh Perempuan. Persidangan untuk Muslimat ini untuk

pertama kali dipimpin oleh Siti Juaesih dari Bandung. Beberapa perwakilan yang

mengirimkan utusannya adalah NU Muslimat Muntilan, NU Muslimat Sukaraja, NU

Muslimat Kroya, NU Muslimat Wonosobo, NU Muslimat Surakarta (Solo), NU Muslimat

Magelang, Banatul Arabiyah Magelang, Zahratul Imam Magelang, Islamiyah Purworejo

dan Aisiyah Purworejo. Mereka mendiskusikan tentang pentingnya peranan perempuan

dalam organisasi NU, masyarakat, pendidikan dan dakwah. Pada Muktamar NU selanjutnya

di Surabaya (1940) yang ke-15, telah diusahakan pembentukan badan tersendiri bagi para

perempuan NU, yang telah lengkap aturan organisasi dan para pengurusnya, tetapi belum

terdapat pengakuan resmi.2

1 http://www.muhammadiyah.or.id/content-199-det-aisyiyah.html diakses pada 12 Oktober 2016 pukul 19.21

WIB

2http://muslimatnu.or.id/index.php?option=com_content&view=article&id=67&Itemid=56 diakses pada 12

(12)

Pada awalnya Aisyiyah memiliki asas organisasi perempuan Persyarikatan

Muhammadiyah, dengan gerakan Islam dan dakwah amar makruf nahi mungkar, yang

berazaskan Islam serta bersumber pada Al-Quran dan Assunnah. Meskipun ‘Aisyiyah tidak

berafiliasi pada partai politik manapun menjelang pemilihan presiden, ‘Aisyiyah tetap

mendukung politik kebangsaan yang mengutamakan pendidikan politik berbasis moral.

Selaku Ketua Umum Pimpinan Pusat ‘Aisyiyah, Siti Noordjannah Djohantini menegaskan

bahwa kadernya harus pandai menempatkan diri sebagai organisasi dakwah kemasyarakatan

yang tidak terlibat dalam politik praktis.3

Sebagai persyarikatan, Muhammadiyah-‘Aisyiyah tidak condong pada partai apapun

maupun salah satu calon presiden dalam pemilu presiden yang akan dihelat Juli mendatang.

Sebagai organisasi yang telah berusia 100 tahun, ‘Aisyiyah kini tetap fokus pada usaha

pembangunan masyarakat melalui pendidikan, kesehatan, ekonomi, dan pelayanan sosial

melalui gerakan pemberdayaan.4 Dalam bidang politik Muhammadiyah berusaha sesuai

dengan khittahnya. Begitu pula dengan Aisyiyah, yang memang Aisyiyah adalah organisasi

otonom dari Muhammadiyah. Khittah secara bahasa berarti langkah atau jalan. Dalam dunia

gerakan Muhammadiyah, Khittah dipakai untuk menyebut panduan langkah-langkah dalam

berjuang. Khittah adalah pedoman yang dipegang oleh Muhammadiyah yang sangat

berguna ketika menghadapi kenyataan yang sebenarnya di masyarakat. Singkatnya khittah

adalah garis-garis garis haluan perjuangan Muhammadiyah. Salah satu Khittah Perjuangan

Muhammadiyah berisi pernyataan tentang Muhammadiyah dan Politik.

Sedangkan Muslimat adalah Otonom dari Nahdhatul Ulama. Pada panggung politik

NU-Muslimat berperan aktif dimulai dari berbagai macam kegiatan politik pada masa Orde

baru, NU-Muslimat sangat berperan pada ranah politik. baru pada pertengahan Orde baru,

3 Siti Noordjannah dalam sambutannya pada pembukaan Sidang Tanwir ‘Aisyiyah II di Gedung Batari, Solo

(06/06).

(13)

NU-Muslimat posisinya sudah tidak relevan lagi pada partai politik. Sehingga munculnya

muktamar diadakan 1979 di Semarang yang menegaskan bahwa khittah (kembalinya kepada

visi mula) pada tujuan ideologi.5

Pada penelitian ini, penulis tertarik dan memandang perlu untuk menelaah lebih

lanjut mengenai peranan aktivis organisasi masyarakat keagamaan dalam pemilihan bupati

lamongan 2015. Penelitian ini juga ingin lebih mengetahui peranan Aktivis Pimpinan

Cabang Aisyiyah dan Pimpinan Anak Cabang Muslimat di Kecamatan Paciran Kabupaten

Lamongan pada pemilihan Bupati 2015 lalu.

Pada penelitian ini, Aisyiyah dan Muslimat di kecamatan Paciran memiliki peranan

yang teramat penting untuk semua anggota maupun masyarakat di sekitar daerah Paciran.

Pengaruh organisasi Aisyiyah dan Muslimat di Paciran terlihat pada berbagai bidang,

seperti amal usaha yang telah didirikan kedua organisasi. Begitu pula pengaruh pimpinan

Aisyiyah dan Muslimat salah satunya menjadi faktor yang mempengaruhi anggota serta

masyarakat di Paciran. Pengaruh pada pemilihan bupati merupakan salah satu contoh,

melalui kegiatan-kegiatan yang dilaksanakan pihak Aisyiyah dan Muslimat maka akan

sedikit banyak mempengaruhi pola pikir anggota serta kader masing-masing organisasi.

Peranan yang terlihat dari pimpinan Muslimat NU di Paciran yang sangat antusias

berperan aktif dalam pemilihan bupati Lamongan 2015. Sehingga kader maupun anggota

ikut berperan aktif pula pada pemilihan bupati 2015 dengan banyaknya anggota yang

mendominasi di wilayah Paciran.

B.Rumusan Masalah

Dari pembahasan diatas, dapat ditarik suatu rumusan masalah sebagai fokus

pembahasan dalam penelitian, diantaranya sebagai berikut:

(14)

1. Bagaimana peran aktivis pimpinan cabang Aisyiyah dalam Pemilihan Bupati 2015 di

Kecamatan Paciran Kabupaten Lamongan?

2. Bagaimana peran aktivis Pimpinan Anak Cabang Muslimat dalam Pemilihan Bupati

2015 di Kecamatan Paciran Kabupaten Lamongan?

3. Bagaimana perbandingan peranan pimpinan cabang Aisyiyah dan pimpinan anak cabang

Muslimat dalam pemilihan Bupati 2015 di Kecamatan Paciran Kabupaten Lamongan?

C.Tujuan Penelitian

Selain dengan rumusan masalah diatas, maka tujuan diadakannya penelitian ini

adalah:

1. Untuk mendeskripsikan peran aktivis pimpinan cabang Aisyiyah dalam Pemilihan Bupati

2015 di Kecamatan Paciran Kabupaten Lamongan

2. Untuk mendeskripsikan peran aktivis Pimpinan Anak Cabang Muslimat dalam Pemilihan

Bupati 2015 di Kecamatan Paciran Kabupaten Lamongan?

3. Untuk memahami perbandingan peranan pimpinan cabang Aisyiyah dan pimpinan anak

cabang Muslimat dalam pemilihan Bupati 2015 di Kecamatan Paciran Kabupaten

Lamongan?

D.Manfaat Penelitian

Dari hasil tulisan ini diharapkan akan memperoleh manfaat:

1. Teoritis

Secara teoritis yaitu Untuk memperkaya pengetahuan keilmuan mengenai Peranan

aktivis dari Organisasi Masyarakat yaitu Aisyiyah dan Muslimat dalam kaitannya

terhadap pengaruh peranannya pada anggota serta kader dalam Pemilihan Bupati 2015

(15)

2. Praktis

Secara Praktis adalah untuk dijadikan bacaan, refrensi, dan acuan bagi penelitian

selanjutnya, terutama yang berkaitan tentang Organisasi Masyarakat yaitu Aisyiyah dan

Muslimat dalam kaitannya terhadap mobilisasi anggotanya.

E.Penelitian Terdahulu

Dalam penelitian terdahulu dari berbagai penelusuran yang telah penulis lakukan

terhadap literatur, dan juga karya ilmiah skripsi yang membahas yakni:

1. Skripsi berjudul: “Peran Pimpinan Pusat Aisyiyah dalam Pemberdayaan Politik

Perempuan.” Ditulis oleh Jajang Kurnia dari Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik,

Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta pada 2011. Membahas mengenai

peranan Elit Aisyiyah mengenai pemberdayaan politik perempuan.6

2. Skripsi berjudul: “Nahdhatul Ulama (NU) di Era Reformasi: Studi tentang Muslimat NU

periode 2011-2014 dan Khittah NU 1926.” Ditulis oleh Anisa Hidayati dari Fakultas Ilmu

Sosial dan Ilmu Politik Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta pada 2015.

Membahas mengenai peranan Muslimat NU pada kancah politik serta NU pada khittah

yang perah dilakukan pada 1926.7

3. Jurnal berjudul: “Partisipasi Politik Nu dan Kader Muslimat dalam Lintas Sejarah” ditulis

oleh Munawir Haris dari Sekolah Tinggi Agama Islam (STAIN) Sorong, Papua Barat.

Membahas kontribusi politik NU dan Muslimat NU dalam lintasan sejarah bangsa.

Beragam data menunjukkan bahwa NU dan muslimat NU berpartisipasi pasif dan aktif

dalam politik nasional. Pada masa kolonial NU masuk dalam tipologi partisipan pasif,

namun dalam masa berikutnya mengambil bentuk partisipan aktif yang non-konvesional.

6repository.uinjkt.ac.id

(16)

F. Definisi Konseptual

1. Organisasi Kemasyarakatan

Organisasi Kemasyarakatan merupakan suatu organisasi yang dibentuk oleh

anggota yang terdiri dari sekumpulan masyarakat warga Negara Republik Indonesia

secara sukarela atas dasar kesamaan kegiatan, profesi, fungsi, agama, kepercayaan,

terhadap Tuhan Yang Maha Esa, guna berperan serta dalam pembangunan dalam rangka

mencapai tujuan nasional dalam wadah Negara Kesatuan republic Indonesia yang

berdasarkan Pancasila.8

Terdapat Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 17 Tahun 2013 Tentang

Organisasi Kemasyarakatan. Adapun pasal-pasal yang mencantumkan adanya

Organisasi Kemsyarakatan yaitu pada Pasal 20, Pasal 21, Pasal 28, Pasal 28C ayat (2),

Pasal 28E ayat (3), dan Pasal 28J Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia

Tahun 1945.

2. Aisyiyah

Aisyiyah sebagai salah satu organisasi ortonom bagi Wanita Muhammadiyah yang

didirikan di Yogyakarta pada 27 Rajab 1335 H bertepatan dengan 19 Mei 1917 oleh Nyai

Ahmad Dahlan. Menjelang usia seabad, 'Aisyiyah yang merupakan komponen

perempuan Persyarikatan Muhammadiyah telah memberikan corak tersendiri dalam

ranah sosial, pendidikan, kesehatan, dan keagamaan yang selama ini menjadi titik tolak

gerakannya. Gerakan 'Aisyiyah dari waktu ke waktu terus berkembang dan memberikan

manfaat bagi peningkatan dan kemajuan harkat dan martabat perempuan Indonesia. Hasil

yang sangat nyata adalah wujud amal usaha yang terdiri atas ribuan taman kanak-kanak,

sekolah dasar, hingga perguruan tinggi.9

(17)

3. Muslimat

Sejarah pergerakan wanita NU memiliki akar kesejarahan panjang dengan

pergunulan yang amat sengit yang akhirnya memunculkan berbagai gerakan wanita baik

Muslimat, fatayat hingga Ikatan pelajar putri NU. Sejarah mencatat bahwa kongres NU

di Menes tahun 1938 itu merupakan forum yang memiliki arti tersendiri bagi proses

katalisis terbentuknya organisasi Muslimat NU. Sejak kelahirannya pada tahun 1926, NU

adalah organisasi yang anggotanya hanyalah kaum laki-laki belaka. Para ulama NU saat

itu masih berpendapat bahwa wanita belum masanya aktif di organisasi. Anggapan

bahwa ruang gerak wanita cukuplah di rumah saja masih kuat melekat pada umumnya

warga NU saat itu. Hal itu terus berlangsung hingga terjadi polarisasi pendapat yang

cukup hangat tentang perlu tidaknya wanita berkecimpung dalam organisasi.

G.Metode Penelitian

1. Pendekatan dan Jenis Penelitian

Dalam penelitian ini adapun metode yang digunakan adalah metode kualitatif,

dimana metode pendekatan kualitatif bahwa metode ini menggunakan keterangan dari

informan sebagai subjek dari sebuah penelitian. Skripsi ini menggunakan metode

penelitian kualitatif. Dimana penyajian data tidak dilakukan dengan mengungkapkannya

secara numeric sebagaimana penyajian data secara kuantitatif. Dari sisi metodologis, tata

cara mengungkapkan pemikiran seseorang atau pandangan kelompok orang adalah

dengan menggunakan penelitian secara kualitatif. Metodelogi kualitatif sebagai prosedur

penelitian yang menghasilkan data deskriptif berupa kata-kata tertulis atau lisan dari

orang-orang dan perilaku yang dapat diamati. Individu dipandang sebagai bagian dari

suatu keutuhan, bukan sebagai variabel atau hipotesis.

Pada penelitian itu bermacam-macam jenisnya, dan dapat dikelompokkan

(18)

penelitian yang dilaksanakan adalah berupa penelitian yang bersifat deskriptif. Metode

deskriptif analisis yaitu metode dimana penulis mengumpulkan data-data penelitian yang

diperoleh dari objek penelitian dan literature-literatur lainnya. Kemudian menguraikan

secara rinci untuk mengetahui permasalahan penelitian dan mencari penyelesaiannya.10

Sedangkan, metode deskriptif kualitatif yang berbasis studi kasus yaitu penelitian

yang dimaksud untuk memahami tentang apa yang dialami oleh subyek penelitian

misalnya perilaku, presepsi, motivasi dan tindakan dan dengan cara deskripsi melalui

kata-kata dan bahasa pada konteks khusus yang alamiah dan dengan memanfaatkan

berbagai macam metode alamiah.11

2. Penentuan Lokasi Penelitian

Lokasi penelitian ini bertempat di Kecamatan Paciran Kabupaten Lamongan.

3. Informan Penelitian

Dalam penelitian ini merujuk pada aktivis Aisyiyah yaitu dengan Ketua Pimpinan

cabang Aisyiyah, Bendahara Cabang Aisyiyah Paciran Lamongan, kader Aisyiyah di

kecamatan Paciran, Ketua Pimpinan Anak Cabang Muslimat daerah Paciran Lamongan,

wakil ketua Pimpinan Anak Cabang Muslimat daerah Paciran Lamongan, dan Bendahara

Pimpinan Anak Cabang Muslimat daerah Paciran Lamongan. Dengan informasi yang

didapat akan mempermudah untuk menyelesaikan dan dapat menganalisis data tersebut

untuk membuat hasil penelitian.

(19)

4. Teknik Pengumpulan Data

Hal yang perlu diperhatikan dalam menyelesaikan tugas adalah perlu mendapatkan

data-data yang akan dianalisis. Beberapa teknik pengumpulan data dalam penelitian ini

adalah:

a. Metode Wawancara

Metode wawancara berikut menggunakan Purposive Sampling. Teknik

sampling ini sangat tepat untuk penelitian yang bersifat kualitatif atau penelitian

yang tidak melakukan generalisasi. Purposive sampling merupakan teknik

penarikan sampel yang dilakukan secara sengaja serta memiliki narasumber

atau informan yang sudah terdeteksi sebelumnya. Wawancara juga merupakan

teknik pengumpulan data melalui komunikasi langsung antara peneliti dengan

narasumber.

Pada penelitian ini wawancara dilakukan dengan menggunakan pedoman

wawancara. Dalam proses wawancara dengan menggunakan pedoman umum

wawancara ini, serta mencantumkan isu-isu yang harus diliput tanpa menentukan

urutan pertanyaan, bahkan mungkin tidak terbentuk pertanyaan yang eksplisit.

b. Metode Wawancara

Metode ini adalah proses memperoleh keterangan untuk tujuan penelitian

dengan cara tanya jawab, sambil bertatap muka antara si penanya dengan si penjawab

dengan menggunakan alat yang dinamakan interview guide (panduan wawancara).

Wawancara merupakan pertemuan antara dua orang untuk bertukar informasi

dan ide melalui tanya jawab sehingga dapat dikontruksikan makna dalam suatu topik

tertentu.12 Wawancara merupakan alat mengecek ulang atau pembuktian terhadap

(20)

informasi atau keterangan yang diperoleh sebelumnya dan juga merupakan teknik

komunikasi langsung antara peneliti dan objek yang diteliti.

c. Dokumentasi

Dokumentasi adalah mengumpulkan data dengan cara mengalir atau

mengambil data-data dari catatan, dokumentasi, administrasi yang sesuai dengan

masalah yang diteliti. Dalam hal ini dokumentasi diperoleh melalui

dokumen-dokumen atau arsip-arsip dari lembaga yang di teliti.13

Menurut Suharsimi, dokumentasi ialah mencari data mengenai suatu hal yang

berasal dari pihak lain yang berupa catatan, buku, surat kabar. Yaitu mencari data

mengenai hal-hal atau variabel yang berupa catatan, transkip, buku, surat, majalah dan

sebagainya.14

5. Analisa

Analisis data merupakan upaya mencari dan menata secara sistematis catatan hasil

observasi, wawancara dan lainnya untuk meningkatkan pemahaman peneliti tentang

kasus yang diteliti dan menyajikannya sebagai temuan bagi orang lain. Analisis data

merupakan proses mengorganisasikan dan mengurutkan data ke dalam pola, kategori dan

satuan dasar sehingga dapat ditemukan tema dan dapat dirumuskan hipotesis kerja

sebagaimana yang disarankan oleh data.15

Penelitian ini menggunakan model analisis data yang dikembangkan oleh Miles

dan Huberman yang terdiri dari tiga hal utama/alur kegiatan yang akan dilaksanakan dari

awal hingga selesai, yaitu: reduksi data, penyajian data dan penarikan kesimpulan.

13 Nasution, Metodologi Research Penelitian Ilmiah, ( Jakarta: Bumi Aksara, 2003 ), 143 14 Suharsimi Arikunto, Manajemen Penelitian (Jakarta: Rineka Cipta, 1993), 120

(21)

H.Sistematika Penulisan

Untuk mendapatkan gambaran yang menyeluruh dan jelas terhadap suatu penelitian,

maka hasil penelitian disusun sistematika tiap bab sebagai berikut:

Bab satu, Pendahuluan. Pada bab ini di dalamnya memuat sub bahasan, meliputi:

Latar Belakang masalah untuk menjelaskan apa yang melatar-belakanginya dan mengapa

penelitian ini perlu dilakukan. Kemudian rumusan masalah yang dimaksudkan untuk

mempertegas pokok-pokok masalah yang akan diteliti agar lebih terfokus dilanjutkan

dengan tujuan penelitian, manfaat penelitian, kerangka teori, yang dilanjutkan dengan

metode penelitian, dan terakhir sitematika penulisan.

Bab dua, Kajian Teori. Bab ini akan membahas tentang sejarah lahirnya serta

perkembangan organisasi kemasyarakatan berbasis keagamaan, yang disini akan

mengangkat tentang organisasi wanita yaitu Aisyiyah dan Muslimat yang ada di kecamatan

Paciran kabupaten Lamongan.

Bab tiga, Setting Penelitian. Bab ini membahas bagaimana pendekatan dan jenis

penelitian ini dilakukan,penentuan lokasi, cara memperoleh sumber data, pemilihan subyek

penelitian, teknik pengumpulan data, instrumen penelitian, teknik analisis data mengenai

panan Aktivis Cabang Aisyiyah dengan Aktivis Anak Cabang Muslimat di kecamatan

Paciran kabupaten Lamongan pada Pemilihan Bupati 2015 lalu.

Bab empat yaitu penyajian dan analisis data yaitu mendeskripsikan dengan

manyajikan data serta memaknai hasil penelitian tentang peranan aktivis organisasi

masyarakat berbasis keagamaan dalam pemilihan bupati Lamongan 2015, mengetahui

peranan aktivis Pimpinan Cabang Aisyiyah dan Aktivis Pimpinan Anak Cabang Muslimat

di Kecamatan Paciran Kabupaten Lamongan.

Bab lima yaitu Penutup. Bab ini merupakan penutup yang berisi kesimpulan,

(22)

BAB II

KAJIAN TEORI

A.Kerangka Konsep

1. Organisasi Kemasyarakatan

Organisasi kemasyarakatan adalah perkumpulan sosial dibentuk

masyarakat atau berkumpulnya banyak orang dengan melakukan sesuatu hal

tertentu dan memiliki tujuan yang sama. Sebuah organisasi dapat dibentuk

karena dipengaruhi beberapa aspek, adapun aspek yang dimaksud

diantaranya penyatuan visi, misi, serta tujuan yang sama dengan perwujudan

eksistensi sekelompok orang.

Adanya organisasi masyarakat telah diatur oleh pemerintah dengan

adanya Undang-undang Republik Indonesia Nomor 8 tahun 1985 mengenai

Organisasi Kemasyarakatan. Menurut UU RI Nomor 8 tahun 1985 pasal 1

Organisasi Masyarakat dibentuk oleh anggota masyarakat warga Negara

Republik Indonesia secara sukarela atas dasar kesamaan kegiatan, profesi,

fungsi, agama, dan kepercayaan terhadap Tuhan Yang Maha Esa, untuk

berperanserta dalam pembangunan mencapai tujuan nasional dalam wadah

Negara Kesatuan Republik Indonesia yang berdasarkan Pancasila.

Organisasi Kemasyarakatan telah ditetapkan Pasal 2 UU Nomor 8 tahun

1985 bahwa Organisasi Kemasyarakatan berasaskan Pancasila sebagai

satu-satunya asas (asas dalam kehidupan bermasyarakat, berbangsa, dan

(23)

Organisasi Kemasyarakatan yaitu Kekhususan Ormas seperti yang ada saat

ini, contohnya dalam bidang lingkungan hidup (Walhi, Kalhi, dll), hukum,

Agama, Budaya, Kesehatan. Organisasi Kemasyarakatan memiliki satu sifat

kekhususan dengan memiliki kesamaan, misalnya kesamaan profesi,

kegiatan, fungsi, agama, dan kepercayaan terhadap Tuhan.

Pada Pasal 5d UU Nomor 8 tahun 1985 bahwa Organisasi

Kemasyarakatan memiliki sarana aspirasi anggota, dan sebagai sarana

komunikasi sosial timbal balik antar anggota dan/atau antar Organisasi

Kemasyarakatan, dan antara Organisasi Kemasyarakatan dengan organisasi

kekuatan sosial politik, Badan Permusyawaratan/Perwakilan Rakyat, dan

Pemerintah.

Menurut pakar bernama Herbert G. Hicks mengemukakan beberapa

alasan bagaimana organisasi kemasyarakatan bisa terbentuk. Manusia

sebagai zoon politicon atau makhluk hidup yang secara berkelompok, maka

manusia mersa memerlukan adanya perkumpulan atau berorganisasi demi

pergaulan maupun memenuhi kebutuhan dan tujuannya. Selanjutnya dapat

saling tolong menolong, karena seringkali bantuan organisasi manusia dapat

dilakukan sehingga akan meringankan beban seseorang jika terdapat

kesulitan yang dihadapi anggota organisasi. Pengetahuan merupakan alasan

berikutnya karena pengetahuan yang diperoleh generasi-generasi sebelumnya

yang telah dihimpun.

Organisasi Kemasyarakatn juga memiliki beberapa fungsi menurut

(24)

Kemasyarakatan sebagai wadah penyalur kegiatan karena organisasi

kemasyarakatan dibentuk atas dasar sifat kekhususannya masing-masing.

Maka sudah semestinya apabila organisasi kemasyarakatan berusaha

melakukan kegiatan sesuai dengan kepentingan para anggotanya. Bukan

hanya itu, organisasi mempunyai kegunaan yaitu sebagai pembinaan dan

pengembangan anggotanya dalam usaha mewujudkan tujuan organisasi. Hal

ini berarti bahwa organisasi kemasyarakatan sebagai wadah pembinaan dan

pengembangan anggotanya merupakan tempat penempaan kepemimpinan

dan peningkatan ketrampilan yang dapat disumbangkan dalam pembangunan

di segala bidang. Peran serta pembangunan nasional akan tercapai karena

adanya organisasi kemasyarakatan yang berasaskan Pancasila.

2. Aisyiyah

Muhammadiyah sebagai salah satu organisasi Islam yang besar di

Indonesia, lahir pada tanggal 8 Zulhijah 1330 H bertepatan dengan tanggal

18 November 1912 tepat di Kampung Kauman memiliki tujuan menjunjung

dan menegakkan syariat agama Islam sehingga terwujud masyarakat Islam

yang sebenar-benarnya, adil, makmur dan diridhoi oleh Allah SWT.

Muhammadiyah lahir karena keprihatinan dari seorang tokoh atau ulama

yang bernama Muhammad Darwis, kemudian dikenal dengan KH. Ahmad

Dahlan pada saat itu melihat adanya kondisi masyarakat Islam dalam

kehidupan yang masih banyak hal-hal yang menyimpang, seperti kelemahan

pendidikan Islam, dan masuknya budaya lain yang dianut kebanyakan

(25)

Gerakan Muhammadiyah atau lebih dikenal dengan gerakan

pembaharu muncul akibat pada saat itu keadaan ummat Islam pada waktu itu

dalam keadaan jumud, beku dan penuh dengan amalan-amalan yang bersifat

mistik, beliau tergerak hatinya untuk mengajak mereka kembali kepada ajaran

Islam yang sebenarnya berdasarkan Qur`an dan Hadist. Oleh karena itu beliau

memberikan pengertian keagamaan dirumahnya ditengah kesibukannya

sebagai Khatib dan para pedagang. Sedangkan ketika itu beliau merupakan

pegawai kesultanan Kraton Yogyakarta sebagai seorang khatib dan seorang

pedagang.

Muhammadiyah menginginkan umat Islam kembali pada ajaran Islam

yang sebenar-benarnya dengan dakwah Amar Ma’ruf Nahi Munkar yaitu

menyeru kepada kebajikan dan mencegah dari hal yang munkar sesuai dengan

surat Ali Imran ayat 104. Sehingga dakwah yang dijalankan Muhammadiyah

merupakan refleksi pada perintah Al-Qurán.

Organisasi ini dari waktu ke waktu terus berkembang serta memberikan

manfaat pada masyarakat luas. Misalnya dengan mendirikan banyak amal

usaha yang berkembang dengan baik. Pembinaan terhadap kaum wanita juga

merupakan suatu kekhususan yang diamalkan oleh Muhammadiyah. Sejak

didirikannya Muhammadiyah, KH. Ahmad Dahlan sangat memperhatikan

pembinaan kaum wanita. Pada saat itu beliau bersama istrinya Siti Walidah

melihat potensi yang dimiliki kaum wanita untuk dijadikan pemimpin serta

pengurus dalam organisasi wanita.dengan membina mereka seta mendidik

(26)

Kelompok pengajian pertama didirikan dengan nama “Sopo

Tresno”degan beranggotakan kaum wanita saja dengan anggota dari berbagai

usia. Pemberian nama tersebut merupakan hal yang kongkrit dan jelas,

sehingga KH. Ahmad Dahlan mengadakan pertemuan dengan para tokoh

Muhammadiyah lainnya, diantaranya KH. Mokhtar, Ki Bagus Hadikusumo,

KH. Fakhruddin, serta Pimpinan Muhammadiyah lainnya. Pemberian nama

muncul pertama kali dalam rapat adalah “Fatimah”, tetapi kurang disetujui

anggota rapat, sehingga KH. Fakhruddin memberikan usulan agar diberi

nama Äisyiyah” dan disetujui oleh para anggota forum rapat. Peresmian

berdirinya Aisyiyah yaitu pada tanggal 27 Rajab 1433 H yang bertepatan

dengan 19 Mei 1917 bersamaan dengan peringatan Isra’ Mi’raj. ‘Aisyiyah

pertama kali dipimpin oleh Siti Bariyah berdasarkan hasil konggres

Muhammadiyah. Yang memimpin pada periode 1917-1920.

Selaku organisasi komponen perempuan gerakan Islam

Muhammadiyah, Aisyiyah mempunyai peran dan melakukan usaha untuk

memperbaharui/memperbaiki pemahaman terhadap agama Islam untuk

dikembalikan pada ajaran Islam yang murni yang bersumber pada al-Qur’an

dan as-Sunnah. Selain itu ‘Aisyiyah sudah mulai merintis Pendidikan Usia

Dini (PAUD) yang kemudian berkembang menjadi Taman Kanak-kanak

bernama TK Bustanul Athfal, yang kemudian dilanjutkan merintis

sekolah-sekolah tingkat yang lebih atas. Selain itu Aisyyah juga berperan untuk

(27)

gerakan, dinamisasi pemikiran, orientasi aksi gerakan, dan pelangsung

gerakan Muhammadiyah sesuai bidang gerakannya.

Seperti halnya Muhammadiyah, berdirinya Aisyiyah dilatarbelakangi

oleh adanya keprihatinan mendalam akan kondisi bangsa Indonesia,

khususnya kaum perempuan. Pada awal abad ke 20, paham budaya yang

mensubordinasi derajat dan kedudukan kaum perempuan telah menjadi

sumber kebodohan dan ketertinggalan.1

Semuanya bentuk penyimpangan-penyimpangan dalam melaksanakan

ajaran Nabi, memang pada waktu itu masyarakat mengalami krisis, umat

Islam sudah melupakan tuntunan ajaran Islam yang murni, mereka membuat

bid'ah, khurafat, dan syirik, ini yang membuat mereka jauh dari tuntunan

agama yang sebenarnya.

3. Muslimat

Muslimat Nahdhatul Ulama merupakan organisasi wanita di Indonesia

dan sebagai salah satu badan otonom Nahdhatul Ulama. Sejarah pergerakan

wanita Nahdhatul Ulama memiliki sejarah panjang dengan memunculkan

berbagai gerakan wanita baik Muslimat, Fatayat, hingga Ikatan Pelajar Putri

Nahdhatul Ulama.

Sejarah Muslimat NU berawal dari Muktamar XV NU, 9-15 Desember

1940 di Surabaya yang dalam salah satu poinnya menjadikan Muslimat NU

bagian dari NU dengan nama NOM (Nahdlatul Oelama Moeslimat).

Muktamar NU XVI yang berlangsung dari tanggal 26-29 Maret 1946 di

(28)

Purwokerto Jawa Tengah mengesahkan dan meresmikan berdirinya

"Nahdlatul Oelama Moeslimat" dengan singkatan NOM, 29 Maret 1946

bertepatan dengan 26 Rabi'ul Akhir 1365 H.Tanggal tersebut kemudian

ditetapkan sebagai hari lahir Muslimat NU sebagai wadah perjuangan wanita

Islam Ahlus Sunnah Wal Jama`ah dalam mengabdi kepada agama, bangsa

dan negara.Pada Muktamar NU XIX, 28 Mei 1952 di Palembang, NOM

menjadi badan otonom dari NU dengan nama baru Muslimat NU.

Sejarah mencatat bahwa kongres Nahdhatul Ulama pada tahun 1938

merupakan forum yang memiliki arti tersendiri bagi terbentuknya organisasi

Muslimat Nahdhatul Ulama. Sejak kelahirannya Nahdhatul Ulama pada

tahun 1926, Nahdhatul Ulama adalah organisasi yang anggotanya hanyalah

kaum laki-laki. Para ulama nahdhatul Ulama saat itu masih berpendapat

bahwa wanita belum masanya aktif di organisasi. Anggapan bahwa ruang

gerak wanita cukup di rumah saja masih kat melekat pada umumnya warga

Nahdhatul Ulama pada saat itu. Hal itu terus berlangsung hingga terjadi

polarisasi pendapat yang cukup hangat tentang perlu tidaknya wanita

berkecimpung di organisasi.2

Dalam kongres Nahdhatul Ulama, untuk pertama kalinya tampil

seorang Muslimat Nahdhatul Ulama di atas podium dengan berbicara tentang

perlunya wanita Nahdhatul Ulama mendapatkan hak yang sama dngan kaum

lelaki dalam menerima didikan agama melalui organisasi Nahdhtul Ulama.

Dalam kongres Nahdhatul Ulama ke XII yakni pada tanggal 15 Juni 1938

(29)

wanita telah resmi diterima menjadi anggota Nahdhatul Ulama meskipun sifat

keanggotaannya hanya sebagai pendengar dan pengikut saja, tanpa

diperbolehkan menduduki kursi kepengurusan. Hal seperti itu berlangsung

hingga kongres Nahdhatul Ulama ke XV di Surabaya tahun 1940.

Dalam kongres tersebut terjadi pembahasan yang cukup sengit tentang

usulan Muslimat yang hendak menjadi bagian tersendiri, mempunyai

kepengurusan tersendiri dalam Nahdhatul Ulama. Banyak terjadi pro kontra

menyangkut penerimaan usulan tersebut, sehingga kongres sepakat

menyerahkan perkara itu kepada PB Syuriah untuk diputuskan.

Bersamaan dengan kongres Nahdhatul Ulama yakni kongres Nahdhatul

Ulama ke XVI organisasi Muslimat Nahdhatul Ulama secara resmi dibentuk,

tepatnya pada tanggal 29 Maret 1946. Tanggal tersebut ditetapkan sebagai

hari lahir Muslimat Nahdhatul Ulama sebagai wadah perjuangan wanita Islam

Ahlus Sunnah Wal Jamaah dalam mengabdi kepada agama, bangsa dan

Negara. Pada saat itu ketua Muslimat Nahdhatul Ulama diketuai oleh

Khadijah Dahlan asal Pasuruan, yakni merupakan istri dari pencetus lahirnya

Muslimat Nahdhatul Ulama yang bernama Dahlan.3

Muslimat NU berakidah atau berasas Islam, menurut faham Ahlus

Sunnah Waljama`ah dan menganut salah satu dari madzhab empat: Hanafi,

Syafi`i, Hambali dan Maliki. Dalam kehidupan berbangsa dan bernegara

Muslimat NU berpedoman kepada Tuhan Yang Maha Esa, Kemanusiaan

yang Adil dan Beradab, Persatuan Indonesia, Kerakyatan yang Dipimpin oleh

(30)

Hikmat Kebijaksanaan dalam Permusyawaratan dan Perwakilan, serta,

Keadilan Sosial bagi Seluruh Rakyat Indonesia.

Tujuan Muslimat NU adalah terwujudnya perempuan Indonesia yang

sadar beragama berbangsa dan bernegara, berkualitas, mandiri dan bertakwa

kepada Allah SWT, sadar akan kewajiban dan haknya menurut ajaran Islam

sebagai pribadi maupun sebagai anggota masyarakat, terlaksananya tujuan

Jam`iyah NU yaitu terwujudnya masyarakat adil dan makmur yang merata

dan diridhoi Allah SWT. (Kongres 15 MNU.Materi Kongres XV

MNU.2005-2010: 23-27).

Pada perkembangan selanjutnya, Muslimat NU bergabung dengan

Kongres Wanita Indonesia (Kowani), disini Kowani merupakan kelanjutan

dari Kongres Perempuan Indonesia yang diselenggarakan pada tahun 1928

sejak tahun 1956. Peran Muslimat NU di Kowani mulai terlihat dalam dekade

1960-an. Peran Muslimat NU pada tahun 1967 terlihat nyata, ketika Ketua

Umum Muslimat saat itu, Ny. Machmudah Mawardi mendirikan Badan

Musyawarah Organisasi Islam Wanita Indonesia Badan Musyawarah

Organisasi Islam Wanita Indonesia (BMOIWI) merupakan wadah untuk

mempersatukan gerak langkah organisasi-organisasi perempuan Islam dalam

hal-hal yang menyangkut kepentingan bersama. Pada dasarnya, Muslimat

NU merupakan wadah perempuan yang secara otonom56 membidangi bidang

keagamaan, pendidikan, ekonomi, kesehatan, dan masalah sosial

kemasyarakatan. Muslimat NU mengangkat isu strategis meliputi: penataan

(31)

optimalisasi fungsi institusi keagamaan, penanaman dan pelaksanaan

nilai-nilai Aswaja, membangun jaringan kerja dan meningkatkan kualitas SDM,

yang tercantum dalam program kerja dalam 10 (sepuluh) bidang yang

meliputi: bidang organisasi, da`wah, sosial dan lingkungan hidup, kesehatan

dan kependudukan, Pendidikan dan pengkaderan, ekonomi-koperasi, tenaga

kerja, hubungan luar negeri, penelitian dan pengembangan, Hukum dan

advokasi.4

B.Teori

1. Teori Peran

Sejak awal kelahirannya, konsepsi peran telah menampakkan aspek

kekhasan dari teori ini, sehingga analis peran tertarik akan kompleksitas

aspek perilaku manusia. Hal-hal yang menarik lainnya bukan saja yang

dikaitkan dengan perilaku individu. Perilaku sekelompok individu ataupun

kumpulan individu. Aspek perilaku yang juga menarik perhatian adalah

berbagai adegan dalam kehidupan sosial yang nyata. Bentuk perilaku yang

nyata yang begitu kompleks, yang berupa kumpulan orang yang bercorak

ragam posisi sosialnya, pengkhususan dan pembagian kerjanya, komunikasi,

perilaku belajar dan motivasinya, cara pemberian sanksinya, konformitas

serta independensi antar pelaku dalam suatu kancah sosial, semua itu menjadi

ranah dalam studi peran.

4 7Himpunan Keputusan Kongres XV Muslimat NU, Batam, 29 Maret - 1 April 2006 (Jakarta: PP

(32)

Kehidupan sosial nyata, membawakan peran berarti menduduki suatu

posisi dalam masyarakat. Seperti halnya peristiwa peran ini mengedepankan

dengan pembawaan “lakon” oleh seorang pelaku dalam panggung sandiwara.

Sebagaimana patuhnya seorang pelaku dalam Script (semacam skenario),

instruksi dari sutradara, peran dari sesama pelaku, seorang pelaku peran

dalam kehidupan sosial pun mengalami hal hampir sama. Pengaruh yang

memberikan sumbangan bagi terbangunnya perspektif teori peran ini

merumuskan tiga pokok yang menjadi prioritas dalam studi. Pertama, ranah

yang luas dan pelik dari fenomena peran tersebut harus dianalisis bagian demi

bagian, serta harus didefinisikan secara jelas. Kedua, pengartikulasian kata

dalam teori peran tersebut diupayakan setepat-tepatnya dan tak ambigu yang

lebih bersifat komperhensif untuk mengungkap fenomena yang relevan yang

membutuhkan penyebutan, dan lebih kuat menetapkannya sebagai bahasa

tunggal, yang dispakati sebagai bahasa teknis. Ketiga,pengetahuan teoritis

dan empiris yang diperoleh di lapangan, harus ditinjau kembali, dinilai

kembali serta diorganisasikan ke dalam pernyataan yang bersifat umum.

Peranan sosial bermula dari kata yang dipinjam dari dunia sandiwara

(drama). Sebuah drama terdiri dari suatu “lakon” dan sejumlah pelaku. Lakon

dipecah dalam peranan-peranan yang jumlahnya sama dengan jumlah tokoh

yang hendak ditampilkan dalam pementasan itu. Pada umumnya setiap

peranan (role) diserahkan kepada seorang pemain yang dianggap memiliki

sifat-sifat dari tokoh yang dipentaskan. Seorang pelaku (pemain) harus

(33)

hadapan para penonton. Sifatnya sementara, hanya selama drama itu

brlangsung. Sebelum dan sesudahnya pelaku tresebut bertingkah laku biasa.

Istilah peranan (dalam sandiwara) oleh para ahli sosiologi dialihkan

ke “panggung masyarakat”, diberi isi dan fungsi baru yangdisebut “peranan

sosial”. Terdapat perbedaan antara pengertian “peranan sandiwara” dan

“peranan sosial”. Perbedaan yang terpenting ialah bahwa pelaku-pelaku

peranan sosial tidak mementaskan tokoh-tokoh yang khayal, tetapi tokoh

yang nyata dan masih ada, yang tak lain “pemain itu sendiri”. Pementasan

juga tidak untuk sementara, tetapi selama pelaku itu hidup.

Istilah “peranan” menunjukkan bahwa masyarakat “memiliki lakon”,

bahkan masyarakat adalah lakon itu sendiri. Masyarakat adalah suatu lakon

yang masih aktual, lakon yang besar, yang terdiri dari bagian-bagian dan

pementasannya diserahkan kepada anggota-anggota masyarakat. Lakon

masyarakat itu disebut fungsi atau tugas masyarakat. Jadi peranan sosial

adalah bagian dari fungsi sosial masyarakat yang dilaksanakan oleh orang

atau kelompok tertentu, menurut pola kelakuan lahiriah dan batiniah yang

telah ditentukan.

Peranan sosial yang ada di dalam masyarakat dapat diklasifikasi

menurut bermacam-macam cara sesuai dengan banyaknya sudut pandang

yang diambil. Berikut jenis-jenis peranan sosial5:

1. Peranan yang Diharapkan (Expected Roles) dan Peranan yang Disesuaikan

(Actual Roles)

(34)

Masyarakat menghendaki peranan yang diharapkan dilaksanakan

secermat-cermatnya, lengkap, sesuai dengan peraturan. Peranan jenis ini

antara lain peranan hakim, peranan protokoler diplomatic dan sebagainya.

Peranan-peranan ini merupakan peranan yang “tidak dapat ditawar”, harus

dilaksanakan seperti yang ditentukan. Disamping peranan tersebut, terdapat

peranan lain yang pelaksanaannya lebih luwes, dapat disesuaikan dengan

situasi dan kondisi tertentu, bahkan kadang-kadang harus disesuaikan.

Peranan ini disebut peranan yang disesuaikan. Peranan yang disesuaikan

mungkin tidak cocok dengan situai setempat, tetapi kekurangan yang

muncul dianggap wajar oleh masyarakat.

Peranan yang diharapkan tidak selalu dapat dilakukan secara murni

dan lengkap. Hal ini dapat dilihat dari manusia yang melaksanakan peranan

itu. Setiap manusia memiliki watak yang khas pribadi, memiliki rasa

tersendiri terhadap tugasnya. Pengalaman, usia, jenis kelamin, dan tempat

pendidikan akan membentuk seseorang sebagai pribadi yang khas. Walau

seseorang memenuhi syarat-syarat yang formal untuk memangku dan

memainkan peranan tertentu, sama seperti rekan-rekan sejabatan, dia akan

“mementaskan” peranannya dengan warna dan rasa yang berbeda.

2. Peranan Bawaan (Ascribed Roles) dan Peranan Pilihan (Achieved Roles)

Dua jenis peranan tersebut muncul sejajar dengan dua jenis status

yang senama, yaitu ascribed status dan achieved status, atau status yang

diperoleh tanpa usaha sendiri dan status yang diperoleh atas usaha sendiri.

(35)

peranan. Peranan bawaan muncul dari status bawaan, peranan pilihan

muncul dari status pilihan.

Peranan bawaan adalah peranan yang diperoleh secara otomatis

bukan karena usaha. Kadang-kadang secara tidak langsung terdapat unsur

pilihn untuk memperoleh peranan bawaan, misalnya peranan ibu dan bapak.

Sebagian besar peranan (pekerjaan) hanya dpat diperoleh melalui usaha

orang yang berkepetingan. Jenis peranan inilah yang disebut dengan

peranan pilihan. Orang yang bersangkutan harus menentukan sendiri

peranan (pekerjaan) yang ia inginkan. Jika pilihan jatuh pada satu peranan

yang susuai degan bakatnya, ia masih harus berusaha dan belajar

memahirkan diri dalam peranan itu melalui jalur pendidikan serta latihan.

3. Peranan Kunci (Key Roles) dan Peranan Tambahan (Supplementary Roles)

a. Peranan kunci muncul dari kedudukan (status) kunci. Peranan utama

timbul dari kedudukan utama. Seseorang yang menempati kedudukan

utama akan memainkan peranan utama. Dalam bahasa populis status

kunci sering dikatakan kedudukan “penting” dan peran kunci dikatakan

peranan “penting” atau “tugas penting”. Tetapi kedudukan penting tidak

selalu status kunci, demikian pula tugas penting tidak selalu sama

dengan peranan kunci. Yang dimaksud dengan kedudukan kunci ialah

kedudukan yang dominan sedemikian rupa, sehingga kedudukan lain

harus mengalah terhadapnya. Jika ditainjau dari orangnya, kedudukan

kunci merupakan kedudukan yang memainkan pengaruh besar atas

(36)

menyita sebagian besar perhatian pemegangnya. Kegiatan-kegiatan lain

yang bukan peranan utama harus dikalahkan apabila peranan utama itu

memanggilnya. Peranan kunci seseorang menjadi sumber utama dari

penghidupan orang itu. Seseorang mungkin ikut aktif dalam aneka

kegiatan, dan mendapat penghasilan tambahan dari kegiatan-kegiatan

itu, tetapi itu semua adalah penghasilan sekunder. Peranan kunci

menuntut pendidikan dan latihan tersendiri melalui jalur pendidikan

atau latihan formal maupun informal. Peranan kunci menuntut

pertanggungjawaban terbesar dari pemegangnya terhadap masyarakat

umumnya dan terhadap instansi pemegang status khususnya, di mana

yang bersangkutan menjadi anggota.

b. Peranan tambahan tidak dijadikan faktor terpenting untuk

mengembangkan kepribadian pemegang peranan itu, melainkan hanya

untuk menambah pengalamannya. Orang yang melakukan peranan

tambahan tidak mencurahkan perhatiannya sebesar yang dia curahkan

kepada peranan kunci. Tugas-tugas sampingan dapat mendatangkan

penghasilan relatif besar, tetapi tidak dipandang sebagi sumber utama

penghidupan orang yang bersangkutan. Peranan tambahan itu mungkin

dilakukan berdasarkan ijazah keahlian tertentu, tetapi baik pemegang

ijazah itu maupun masyarakat sekitarnya tidak memandangnya setinggi

dia dan masyarakat tetap memandang ijazah peranan utamanya. Peranan

tambahan tidak menuntutpertanggungjawaban seberat peranan utama.

(37)

Secara empiris dapat diketahui, bahwa setiap orang melakukan

peranan sebanyak kumpulan yang dimasukinya. Peranan golongan

mengandung arti sama dengan peranan kelompok, karena orang-orang yang

memiliki ciri yang sama. Dalam hal ini ialah peranan yang sama dan

mewujudkan ketegori sosial. Sedangkan peranan bagian ini diperankan oleh

orang tertentu yang memiliki jabatan atau kedudukan tertentu pada instansi.

5. Peranan Tinggi, Peranan Menengah, Peranan Rendah

Setiap peranan sosial berasal langsung dari status sosial, maka

peranan tinggi, menengah, dan rendah tergantung pada tinggi rendahnya

status sosial ditempati seseorang atau golongan.

Konsep untuk menggolongkan fenomena peran meliputi beberapa

konsep. Pertama, konsep-konsep yang menggambarkan aspek yang

signifikan dari perilaku dalam kehidupan nyata yang kompleks. Kedua,

konsep-konsep ini dimaksudkan sebagai konsep yang umum, mandiri, tajam,

dan komperhensif, meskipun bukan merupakan konsep yang tuntas dan

lengkap. Ketiga, dengan penggolongan, baik pada konsep, ubahan, maupun

ciri-ciri fenomenanya pembaca akan dipermudah dalam mendefinisikan mana

yang termasuk hal yang deskriptif, teoritis ataupun keduanya. Terdapat

penggolongan dalam teori ini, Pertama, penggolongan yang mengacu pada

apa yang disebut “acuan fenomenal” misalkan, istilah individual memiliki

acuan fenomenal berupa seseorang, norma memiliki acuan fenomenal berupa

suatu perilaku, sedangkan posisi memiliki acuan fenomenal berupa orang dan

(38)

Kedua, penggolongan yang merujuk pada operasi konseptual yang

disertakan dalam pembentukan suatu sub kelas dari acuan fenomenal.

“individual” dalam hal ini merupakan suatu konsep yang didasarkan pada

suatu pembagian analitis dari acuan fenomenal berupa orang. Ketiga,

formulasi kriteria yang beraneka ragam, yang digunakan untuk

mengelompokkan sub-kelas dari acuan fenomenal. Keempat, konsep

golongan, yang memiliki elemen kategoris, misalnya pembagian menurut

jenis pekerjaan. Dari uraian diatas bisa disimpulkan bahwa peran merupakan

seperangkat patokan yang membatasi apa perilaku yang mesti dilakukan oleh

seseorang yang menduduki suatu posisi. Dengan demikian, suatu posisi dapat

saja dibedakan menurut perilaku maupun bukan perilaku.6

Adapun makna dari kata “peran” dapat dijelaskan secara historis, yang

menyebutkan konsep peran semula dipinjam dari kalangan drama atau teater

yang hidup subur pada zaman Yunani kuno atau Romawi. Dalam arti ini,

peran menunjuk pada karakterisasi yang dimainkan oleh seorang aktor dalam

sebuah pentas drama.

Suatu penjelasan tentang “peran” juga merujuk pada konotasi ilmu

sosial, yang mengartikan peran sebagai suatu fungsi yang dibawakan

seseorang ketika menduduki suatu karakterisasi (posisi) dalam struktur sosial.

Peran secara operasional memiliki makna bahwa peran seorang aktor adalah

suatu batasan yang dirancang oleh aktor lain, yang kebetulan sama-sama

66 Edy Suhardono, Teori Peran: Konsep, Dervasi dan Implikasinya, (Jakarta,: Gramedia Pustaka

(39)

berada dalam suatu “penampilan/unjuk peran”. Hubungan antara pelaku

perannya yang bersifat saling terkait dan saling mengisi karena dalam konteks

sosial, tak satu peran pun dapat berdiri sendiri tanpa yang lain. Dengan

ungkapan lain bahwa suatu peran akan memenuhi keberadaannya, jika berada

dalam kaitan posisi yang menyertakan dua pelaku peran yang saling mengisi

atau saling melengkapi.

Paham yang digunakan dalam mengkaji teori peran ini adalah paham

strukturalis dan paham interaksionis. Paham strukturalis lebih mengaitkan

antara peran-peran sebagai unit kultural serta mengacu ke perangkat hak dan

kewajiban yang secara normatif telah dicanangkan oleh sistem budaya.

Sistem budaya tersebut menyediakan suatu sistem posisional, yang menunjuk

pada suatu unit dari struktur sosial yang pada intinya konsep struktur

menonjolkan suatu konotasi pasif-statis antara posisi satu dengan lainnya.

Paham kedua, paham intaraksionis lebih memperlihatkan konotasi

aktif-dinamis dari fenomena peran terutama setelah peran tersebut merupakan

suatu perwujudan peran yang bersifat lebih hidup. Dalam hal ini, pelaku peran

menjadi sadar akan struktur sosial yang didudukinya.

2. Teori Komunikasi Politik

Definisi Komunikasi Politik Secara definitif, ada beberapa pendapat

sarjana politik, diantaranya Nimmo, mengartikan politik sebagai kegiatan

orang secara kolektif yang mengatur perbuatan mereka di dalam kondisi

konflik sosial. Dalam berbagai hal orang berbeda satu sama lain jasmani,

(40)

lanjut Nimmo menjelaskan, kadang -kadang perbedaan ini merangsang

argumen, perselisihan, dan percekcokan. Jika mereka menganggap

perselisihan itu serius, perhatian mereka dengan memperkenalkan masalah

yang bertentangan itu, dan selesaikan; inilah kegiatan politik.7

Menurut Maswadi Rauf, Pengertian Komunikasi Politik adalah sebagai

objek kajian ilmu politik, karena pesan-pesan yang diungkapkan dalam proses

komunikasi bercirikan politik yaitu berkaitan dengan kekuasaan politik

negara, pemerintahan dan juga aktivitas komunikator dalam kedudukan

sebagai pelaku kegiatan politik. Maswadi Rauf melihat komunikasi politik

dari dua dimensi, yaitu komunikasi politik sebagai kegiatan pollitik dan

sebagai kegiatan ilmiah.8

Komunikasi sebagai kegiatan politik merupakan penyampaian

pesan-pesan yang bercirikan politik oleh aktor-aktor politik kepada pihak lain.

Kegiatan tersebut bersifat empirik karena dilakukan secara nyata dalam

kehidupan sosial, sedangkan komunikasi politik sebagai kegiatan ilmiah

maka komunikasi politik adalah salah satu kegiatan politik dalam sistem

politik.

Menurut Rusadi Kantaprawira seorang pakar hukum, Pengertian

Komunikasi Politik adalah penghubungan pikiran politik yang hidup di dalam

masyarakat, baik itu pikiran intern golongan, asosiasi, instansi ataupun sektor

7 Ali, novel.Peradaban komunikasi politik, (Bandung: remaja rosdakarya 1999), 120.

8 Rochhajat Harun dan Sumarno AP. Komunikasi Politik sebagai Suatu Pengantar. (Bandung: CV

(41)

kehidupan politik pemerintan. Rusadi melihat komunikasi politik dari sisi

kegunaannya.9

Astrid S. Soesanto mengemukakan pengertian komunikasi politik yang

hampir diwarnai kajian ilmu hukum. Pengertian Komunikasi Politik ialah

komunikasi yang diarahkan pada pencapaian suatu pengaruh sedemikian

rupa, sehingga pada masalah yang dibahas oleh jenis kegiatan komunikasi ini

dapat mengikat semua warganya melalui suatu sanksi yang ditentukan

bersama oleh lembaga-lembaga politik.

Dari kata “Mengikat” dan “sanksi” memberi isyarat bahwa disiplin ilmu

hukum telah memperkaya formulasi pengertian komunikasi politik yang

diungkapkan oleh Astrid, karena kedua kata tersebut adalah terminologi yang

biasa digunakan dalam kajian ilmu hukum.

Menurut Roelofs dan Barn Lund, Pengertian Komunikasi Politik adalah

politik yang berbicara atau untuk menempatkan masalah ini, lebih tepatnya

aktivitas politik (politisasi) berbicara. Dari pengertian komunikasi politik

yang diungkapkan Roelofs dan Barn, walaupun sangat sederhana, namun

cukup memberi isyarat bahwa komunikasi politik lebih memusatkan

kajiannya pada bobot materi muatan yang berisi pesan-pesan politik (isu

politik, peristiwa dan perilaku politik individu-individu baik sebagai

penguasa maupun yang berada dalam asosiasi-asosiasi kemasyarakatan atau

asosiasi politik.

(42)

Dari pengertian komunikasi politik yang diungkapkan para pakar di

atas, dapat disimpulkan bahwa Pengertian Komunikasi Politik adalah suatu

proses dan kegiatan-kegiatan membentuk sikap dan perilaku politik yang

terintegrasi ke dalam suatu sistem politik dengan menggunakan

simbol-simbol yang berarti. Komunikasi politik bukan membahas suatu proses yang

bersifat temporer atau situasional tertentu, akan tetapi pembahasan

komunikasi politik akan menampakkan karakter sebagai identitas keilmuanm

baik sebagai ilmu murni yang bersifat ideal dan berada dalam lingkup “Das

Sollen“, maupun berupa ilmu terapan yang berada dalam dunia empiris dalam

lingkup wilayah “Das Sein“.10

Komunikasi Politik menggunakan dua pendekatan untuk memahami

komunikasi politik itu sendiri, adapun pedekatan yang terdapat pada

komunikasi politik diantaranya yaitu: (1) Pendekatan Proses dan (2)

Pendekatan Agenda Setting. Pendekatan Proses merupakan salah satu

pendekatan yang seringkali digunakan dalam memahami fenomena

komunikasi politik. Karena keseluruhan yang ada di dunia merupakan hasil

suatu proses. Politik pada dasarnya juga merupakan hasil suatu proses yang

panjang. Menurut Hegel dan Marx perkembangan tahapan sejarah merupakan

hasil proses konflik yang meningkat melampaui waktu. Sedangkan menurut

George Herbert Mead mengungkapkan bahwa kehidupan sosial dapat

dipahami sebagai suatu proses, dan setiap kejadian selalu mengandung waktu.

Maka bisa dikatakan bahwa pendekatan proses merupakan sumber yang

(43)

potensial untuk membangun teori komunikasi politik. Menurut Mead,

negosiasi merupakan unsur mutlak dari kehidupan sosial, dan manusia harus

bekerja bersama di segala bidang kehidupan.11

Pendekatan selanjutnya yaitu pendekatan agenda setting. Pendekatan

Agenda Setting disini dikembangkan oleh Maxwell C. McCombs,

pendekatan ini dimulai dari asumsi bahwa adanya hubungan positif antara

penilaian yang diberikan oleh media pada suatu persoalan dengan perhatian

yang diberikan oleh kahayalak. Sehingga media massa digunakan dalam

komunkasi politik untuk mempengaruhi publik.

Politik pada dasarnya juga seperti komunikasi merupakan suatu

tindakan yang melibatkan pembicaraan. Dalam hal ini tidak sekedar

melakukan pembicaraan dalam arti sempit, tetapi juga dalam arti yang luas

baik bersifat verbal (lisan atau tulisan) maupun yang bersifat nonverbal

(gerak, isyarat dan tindakan). Nimno membedakan politik dapat terjadi dalam

setiap setting politik, tidak saja dalam tingkat Negara bagian, provinsi,

kabupaten maupun desa.12

Mark Roelofs mengemukakan bahwa kegiatan politik adalah berbicara,

tetapi bukan berarti hanya sebatas pembicaraan saja, namun hakikat

pengalaman politik dan kondisi dasarnya adalah aktivitas komunikasi antar

manusia. Roelofs berpendapat bahwa komunikasi meliputi politik jika orang

11 Henry Subiakto, Rachmah Ida. Komunikasi Politik, Media, dan Demokrasi Edisi Kedua. (Jakarta:

Kencana Prenadamedia Group, 2012), 11.

(44)

dihadapkan pada konflik, sehingga mereka akan menurunkan makna

perselisihan melalui komunkasi.

Sebagai ilmu terapan, maka bahasan komunikasi akan terus

berkembang mengikuti perubahan-perubahan dan peristiwa-peristiwa politik

yang terjadi atau mengikuti temuan-temuan teoritis, produk berpikir dan hasil

penelitian dari para ilmuwan. Sekian pembahasan mengenai pengertian

komunikasi politik, semoga tulisan saya mengenai pengertian komunikasi

politik dapat bermanfaat.

Maka Kesimpulan utama yang perlu diambil dari uraian tentang

subtansi Teori Komunikasi Politik ini adalah sebagai berikut. Komunikasi

politik merupakan salah satu fungsi partai politik, yakni menyalurkan aneka

ragam pendapat dan aspirasi masyarakat dan mengaturnya sedemikian rupa.

Jack Plano dkk, kamus analisa politik: komunikasi politik adalah penyebaran

aksi, makna, atau pesan yang bersangkutan dengan fungsi suatu sistem

politik, melibatkan unsur - unsur komunikasi seperti komunikator, pesan dan

lainnya.

Kebanyakan komunikasi politik merupakan lapangan wewenang

lembaga-lembaga khusus, seperti media massa, badan informasi pemerintah

atau parpol. Namun demikian komunikasi politik dapat ditemukan dalam

setiap lingkungan sosial, mulai dari lingkup dua orang hingga ruang kantor

parlemen. Salah satu ciri komunikasi ialah bahwa harus adanya Komunikator

politik. Komunikator politik ini memainkan peran utama pada proses opini

(45)

jaringan sosial. Serta menanggapi berbagai tekanan dengan menolak dan

memilih informasi yang semuanya terjadi di dalam sistem sosial.13

Fungsi komunikasi politik: Komunikasi politik pada hakikatnya

berfungsi sebagai jembatan penghubung antara suprastruktur dan infrastuktur

yang bersifat interdepedensi dalam ruang lingkup negara. Komunikasi ini

bersifat timbal balik atau dalam pengertian lain saling merespon, sehingga

mencapai saling pengertian dan diprioritaskan sebesar - besarnya untuk

kepentingan rakyat.

Dalam penelitian ini menggunakan teori Komunkasi Politik dengan

memahami bahwa berkomunikasi pada dasarnya, untuk mengutarakan

maksud seseorang kepada orang lain. Penting sekali kemudian menerapkan

komunikasi yang baik dalam kehidupan politik. Salah satunya memahami

konteks berpolitik itu sendiri, dimana akan ada sesuatu yang perlu dijelaskan

kepada konstituen dan itu memerlukan strategi komunikasi politik yang baik.

13 Dan Nimmo, Komunikasi Politik: Komunikator, Pesan, dan Media. (Bandung: Remadja Karya

(46)

BAB III

SETTING PENELITIAN

Metode penelitian (research) merupakan suatu kegiatan ilmiah dalam rangka

pemecahan suatu permasalahan.1 Fungsi penelitian adalah mencarikan penjelasan

dan jawaban terhadap permasalahan serta memberikan alternatif bagi kemungkinan

yang dapat digunakan untuk pemecahan masalah.

A.Pendekatan dan Jenis Penelitian

1. Pendekatan Penelitian

Pada penelitian kali ini, penelitian menggunakan pendekatan kualitatif

yang mana peneliti terjun langsung ke Kecamatan Paciran yang merupakan

lokasi penelitian tersebut. Penelitian ini mencari data langsung berupa

melakukan wawancara atau percakapan terhadap orang-orang yang

bersangkutan. Penelitian ini menggunakan pendekatan kualitatif karena pada

permasalahan mengenai peranan aktivis organisasi masyarakat keagamaan

dalam pemilihan bupati lamongan 2015, ingin lebih tau peranan Aktivis

Pimpinan Cabang Aisyiyah dan Pimpinan Anak Cabang Muslimat di

Kecamatan Paciran Kabupaten Lamongan pada pemilihan Bupati 2015 lalu.

Sehingga tidak memungkinkan penelitian ini menggunakan metode

penelitian kuantitatif dengan instrument berupa angkat. Karena pada

permasalahan kali ini sangat tepat kiranya jika menggunakan metode

(47)

penelitian kualitatif untuk memahami masalah fenomena-fenomena sosial

yang terjadi.

Adapun ciri yang dimiliki pada penelitian kualitatif yaitu sebagai

berikut:

a. Data yang diperoleh berupa data secara langsung dari lapangan, bukan dari

laboratorium atau penelitian yang terkontrol.

b. Penggalian data dilakukan secara alamiah, melakukan kunjungan pada

situasi-situasi alamiah subyek.

c. Memperoleh makna baru dalam bentuk kategori-kategori jawaban.2

2. Jenis Penelitian

Penelitian ini merupakan jenis penelitian deskriptif kualitatif. Penelitian

deskriptif yang ecara umum penelitian kualitatif bertujuan untuk memahami

(understanding) dunia makna yang disimbolkan dalam perilaku masyarakat

menurut perspektif masyarakat itu sendiri.3 Dan penelitian kualitatif adalah

salah satu metode untuk mendapatkan kebenaran dan tergolong sebagai

penelitian ilmiah yang dibangun atas dasar teori-teori yang berkembang dari

penelitian dan terkontrol atas dasar empirik.

Bahwasanya penelitian deskriptif kualitatif dirancang untuk

mengumpulkan informasi tentang keadaan-keadaan nyata sekarang yang

sementara berlangsung.4 Jadi dalam penelitian kualitatif ini bukan hanya

menyajikan data apa adanya melainkan juga berusaha menginterpretasikan

2 Agus Salim, Teori & Paradigma Penelitian Sosial (Yogyakarta : Tiara Wacana, 2006), 4

3 Imam Suprayogo, Tobroni, Metode Penelitian Sosial Agama cet. 1, (Bandung: Remaja

Rosdakarya, 2001), 81

(48)

korelasi sebagai faktor yang ada yang berlaku meliputi sudut pandang atau

proses yang sedang berlangsung. Sedangkan metode penelitian kualitatif

menurut Lexy J. Moleong berdasarkan pada pondasi penelitian, paradigma

penelitian, perumusan masalah, tahap-tahap penelitian, teknik penelitian,

kriteria dan teknik pemeriksaan data dan analisis dan penafsiran data.

Pada penelitian ini, peneliti mendeskripsikan melalui nalar dan analisis.

Bertujuan agar pnenelitian deskriptif ini untuk mengetahui bagaimana

gambaran mengenai fakta-fakta yang terjadi. Sehingga dengan menggunakan

pendekatan kualitatif deskriptif ini, maka akan terlihat mengenai peranan

Aktivis Pimpinan Cabang Aisyiyah dan Pimpinan Anak Cabang Muslimat di

Kecamatan Paciran Kabupaten Lamongan pada pemilihan Bupati 2015.

B.Lokasi dan Waktu Penelitian

1. Lokasi penelitian

Penelitian kualitatif membutuhkan lokasi sosial tertentu sebagai latar

alamiah permasalahan guna pijakan dalam memberikan suatu pemahaman

atau penggambaran secara menyeluruh. Maka dari itu penelitian ini dilakukan

di Pimpinan Cabang Aisyiyah dan Pimpinan Anak Cabang Muslimat di

Kecamatan Paciran kabupaten Lamongan. Kecamatan Paciran merupakan

salah satu kecamatan yang terletak di wilayah bagian utara Kabupaten

Lamongan Provinsi Jawa Timur. Wilayah Kecamatan Paciran ini termasuk

dalam kawasan daerah pesisir atau Pantura (pantai utara). Jarak kecamatan

Paciran ke kota Lamongan adalah kurang lebih 64 kilometer dengan waktu

Gambar

     Tabel 4
     Tabel 5

Referensi

Dokumen terkait

1) Menteri Keuangan c.q. Direktur Jenderal Anggaran menandatangin NPH dengan Kepala Daerah penerima hibah. 3) Salinan NPPH sebagaimana dimaksud dalam ayat (1), yang

Kriteria yang digunakan pada paket pemilihan umroh diperoleh melalui hasil wawancara dengan beberapa calon jamaah umroh untuk mengetahui apa saja pertimbangan

Ada empat kelas imam dalam menjalankan praktik keagamaan: yang pertama adalah Ashipu , bertugas mengusir roh jahat, dipercaya dapat membebaskan orang dari pengaruh

Adopsi inovasi PTT jagung oleh petani di Kabupaten Gorontalo dipengaruhi oleh faktor sosial- ekonomi, yaitu tingkat pendidikan, pengalaman berusahatani, luas lahan, akses

Dari penelitian terdahulu yang dilakukan oleh Ayudianningsih dan NOvarizki Galuh, 2010 dengan judul pengaruh teknik relaksasi nafas dalam terhadap penurunan tingkat

[r]

Hasil diatas menunjukkan nilai signifikansi 0,858 (nilai signifikansi lebih besar dari 0,05) sehingga tidak terdapat hubungan yang signifikan dari lama menderita DM

Dari hasil uji kuat lekat tulangan baja terhadap kedua bahan diperoleh nilai 11,4729 MPa untuk beton dan 11,1963 MPa untuk mortar, dengan kata lain nilai ini tidak berbeda