• Tidak ada hasil yang ditemukan

Directory UMM :Suara_Muhammadiyah:SM_16_02:

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Directory UMM :Suara_Muhammadiyah:SM_16_02:"

Copied!
8
0
0

Teks penuh

(1)

Adopsi

Oleh Drs. H. Yunahar Ilyas, Lc., M.Ag.

SETELAH melaksanakan pernikahan, pasangan suami isteri mana pun umumnya

mulai menunggu dengan harap-harap cemas kehadiran anak. Ada yang segera

dianugerahi oleh Allah SWT anak dan ada juga yang harus bersabar menunggu

beberapa tahun. Tetapi tidak sedikit pula yang tidak beruntung mendapatkan

anugerah itu. Keinginan menjadi ibu dan bapak adalah fitrah setiap orang yang sudah

berkeluarga. Hanya orang yang tidak normal saja yang tidak ingin mempunyai anak.

Dengan fitrah itulah eksistensi umat manusia tetap terjaga.

Sekalipun suami isteri sudah dapat hidup dengan harmonis, tenteram dan

damai, tetapi rasanya masih ada yang kurang bila belum mendapatkan anak. Ibarat

berpakaian, sekalipun sudah lengkap menutupi aurat, tapi rasanya masih ada yang

kurang sebelum ada satu dua perhiasan. Dalam Al-Qur’an, Allah SWT menyebutkan

memang anak–anak adalah perhiasan hidup dunia.

ل

ل َاممللا

ن

م ُونلبمللاوم

ةلنمِيزز

ةزَايمحمللا

َايمنلددلا

ت

ل َايمقزَابمللاوم

ت

ل َاح

م لزَاص

ص لا

رريلخم

دمنلعز

ك

م ببرم

َابباُومثم

رريلخموم

لبممأم

“Harta dan anak-anak adalah perhiasan kehidupan dunia tetapi

amalan-amalan yang kekal lagi saleh adalah lebih baik pahalanya di sisi Tuhanmu serta lebih

baik untuk menjadi harapan.” (Q.S. Al-Kahfi 18:46)

Di samping naluri, banyak alasan kepada orang tua ingin punya anak. Ada

(2)

keturunannya akan punah jika sama sekali tidak punya anak Alasan ini menjadi

semakin kuat bagi orang-orang yang punya status sosial yang tinggi di tengah-tengah

masyarakatnya. Apalagi bagi raja-raja atau sultan-sultan yang mewariskan kerajaan

atau kesultanannya kepada anak-anaknya. Alangkah risaunya seorang raja bila tidak

dianugerahi Allah SWT seorang anak pun.

Ada juga yang memikirkan bisnis dan harta kekayaannya yang melimpah.

Siapa yang akan mewarisi semua kekayaannya jika dia sudah meninggal dunia. Siapa

yang akan meneruskan dinasti bisnisnya. Dia mengganggap sangat merugi bila

kerajaan bisnis yang sudah susah payah dibangunnya itu jatuh kepada orang lain

karena dia tidak punya anak.

Di samping itu ada juga yang merisaukan siapa yang akan mendo’akannya

kelak apabila sudah meninggal dunia jika dia tidak punya anak. Bukankah anak yang

saleh akan selalu mengalirkan pahala kepada kedua orang tuanya sebagaimana yang

disabdakan oleh Nabi Muhammad SAW:

“Jika seseorang mennggal dunia putuslah (pahala) amalannya kecuali salah

satu dari tiga hal: Shadaqah jariah, ilmu yang bermanfaat yang dapat diambil

manfaatnya, dan anak saleh yang mendo’akannya” (H.R. Muslim)

Yang lebih idealis, tidak merisaukan garis keturunan, kekuasaan dan harta

kekayaan, tapi cita-cita dan perjuangan. Dia ingin sekali punya anak supaya dapat

meneruskan cita-cita dan perjuangannya. Dari kalangan Nabi-nabi, contoh kerisauan

(3)

renungkanlah do’a Nabi Zakaria tatkala memohon kepada Allah SWT supaya

dianugerahi seorang putera yang akan meneruskan tugas-tugas kerisalahannya.

رلكلذز

ةزممحلرم

ك

م ببرم

هلدمبلعم

)َاِيصرزكمزم

2

ذلإز(

َىدمَانم

هلبصرم

ءبادمنز

)َاييفزخم

3

ل

م َاقم(

ب

ب رم

ِّينبإز

ن

م هموم

م

ل ظ

ل عمللا

ِّينبمز

ل

م عمتمش

ل اوم

س

ل

ألرصلا

َاببيلش

م

م

ل لموم

ن

ل ك

ل أم

ك

م ئزَاعمدلبز

ب

ب رم

)َاييقزش

م

4

ِّينبإزوم(

ت

ل فلخز

ِّي

م لزاُومممللا

ن

ل مز

ِّيئزارموم

ت

ز نمَاك

م وم

ِّيتزأمرمملا

اربقزَاعم

ب

ل همفم

ِّيلز

ن

ل مز

ك

م نلدللم

)َاييلزوم

5

ِّينزثلرزِيم(

ث

ل رزِيموم

ن

ل مز

ل

ز اءم

ب

م ُوقلعلِيم

هلللعمجلاوم

ب

ب رم

)َاييض

ز رم

6

(

“(Yang dibacakan ini adalah) penjelasan tentang rahmat Tuhan kamu kepada

hamba-Nya, Zakariya, yaitu tatkala ia berdo`a kepada Tuhannya dengan suara yang

lembut. Ia berkata: "Ya Tuhanku, sesungguhnya tulangku telah lemah dan kepalaku

telah ditumbuhi uban, dan aku belum pernah kecewa dalam berdo`a kepada Engkau,

ya Tuhanku. Dan sesungguhnya aku khawatir terhadap mawaliku sepeninggalku,

sedang isteriku adalah seorang yang mandul, maka anugerahilah aku dari sisi Engkau

seorang putera, yang akan mewarisi aku dan mewarisi sebahagian keluarga Ya`qub;

dan jadikanlah ia, ya Tuhanku, seorang yang diridhai" (Q.S. Maryam 19:2-6)

Nabi Zakaria sudah tua. Dua tanda ketuaan disebut oleh Nabi Zakaria,

pertama, tulang yang sudah lemah dan kedua, rambut yang sudah memutih penuh

uban. Apalagi isterinya juga seorang perempuan yang mandul. Menurut ilmu

manusia, sangat tipis kemungkinan Zakaria bisa mendapatkan anak. Tetapi karena

kekhawatirannya yang sangat tinggi tentang penerus risalah sepeninggalnya, Nabi

Zakariya dengan penuh harap memohon kepada Allah SWT untuk dianugerahi

(4)

Menurut Ibnu Katsir (III:142), yang dimaksud dengan mewarisi Zakaria dan

sebagian keluarga Ya’qub, bukanlah mewarisi harta kekayaan karena Zakaria, untuk

memenuhi kebutuhan hidupnya berprofesi sebagai tukang kayu yang tidak

mempunyai harta kekayaan yang banyak. Lagi pula berdasarkan keterangan dari

Rasulullah SAW, para Nabi tidak mewariskan kekayaan kepada keluarganya. Dalam

hadits riwayat Tirmidzi Nabi bersabda: “Kami—para Nabi—tidak mewariskan

kekayaan”. Jadi, menurut Ibnu Katsir, yang dimaksud oleh Nabi Zakaria, warisan

yang diharapkan akan diterima oleh puter yang dimohonkannya itu adalah warisan

kenabian (mirats an-nubuwwah).

Do’a Nabi Zakariya dikabulkan Allah SWT dengan menganugeri beliau

seorang putera yang namanya langsung diberikan oleh Allah sendiri, yaitu Yahya.

Dan Yahya kelak akan menjadi Nabi yang meneruskan risalah yang disampaikan

oleh bapaknya.

Motivasi mulia seperti Nabi Zakaria itulah yang paling terpuji bagi seseorang

dalam mengharapkan anak, walaupun motivasi-motivasi lain sebagaimana yang telah

disebutkan di atas bukanlah terlarang. Tapi yang lebih penting dari sekadar

meneruskan garis keturunan, mewarisi kekuasaan dan kekayaan, adalah meneruskan

cita-cita dan perjuangan orang tuanya.

Beberapa orang tua yang sudah lama tidak mendapatkan anak, di samping

tetap berusaha, mereka berdo’a dengan sungguh-sungguh tanpa putus asa kepada

Allah SWT, akhirnya permohonan mereka dikabulkan oleh Allah. Tetapi tidak sedikit

pula yang do’anya—Allah yang mengetahui hikmahnya—tidak dikabulkan oleh

(5)

menjadi orang tuanya dengan mengangkat anak, baik anak saudara atau kerabatnya

sendiri, maupun anak orang lain yang sama sekali tidak punya hubungan darah

dengannya.

Dalam bahasa Arab, mengangkat anak seperti itu biasa disebut laqata (secara

harfia berarti memungut) atau tabanni (menganggap anak). Dalam bahasa Belanda

disebut adaptie, dan dalam bahasa Inggris disebut adopt. Sedangkan istilah adopsi

berasal dari adoption dengan arti pengangkatan anak. Dalam percakapan sehari-hari

anak seperti itu lazim disebut anak angkat.

Tadisi mengangkat anak ini sudah ada sejak zaman sebelum Nabi

Muhammad SAW diutus. Pada masa itu anak-anak yang diangkat atau diadopsi

dianggap sama dengan anak kandung. Nabi sendiri punya seorang anak angkat yang

bernama Zaid ibn Haritsah. Tadinya Zaid adalah budaknya Khadijah binti Khuwailid,

isteri Nabi. Khadijah menghadiahkan Zaid kepada Nabi yang kemudian

memerdekakannya dan mengangkatnya sebagai anak dengan mengganti namanya

dengan Zaid ibn Muhammad, bukan lagi Zaid ibn Haritsah. Di hadapan kaum

Quraisy Nabi berkata: “Saksikanlah oleh kalian bahwa Zaid kuangkat menjadi

anakku dan ia mewarisiku dan aku mewarisinya.

Beberapa waktu kemudian, setelah beliau diangkat sebagai Nabi dan Rasul,

turunlah wahyu mengoreksi masalah ini:

َامم

ل

م عمجم

هللصلا

ل

ل جلرملز

ن

ل مز

ن

ز يلبمللقم

ِّيفز

هزفزُولجم

َامموم

ل

م عمجم

م

ل ك

ل جماومزلأم

ِّيئزلصلا

ن

م ورلهزَاظ

م تل

ن

ص هلنلمز

م

ل ك

ل تزَاهممصأل

َامموم

ل

م عمجم

م

ل ك

ل ءمَايمعزدلأم

م

ل ك

ل ءمَانمبلأم

م

ل ك

ل لزذم

م

ل ك

ل للُولقم

م

ل ك

ل هزاُومفلأمبز

هللصلاوم

ل

ل ُوقلِيم

ق

ص ح

م للا

ُومهلوم

ِيدزهلِيم

م يبزس

ص لا

(6)

ُومهل

ط

ل س

م قلأ

م

دمنلعز

هزلصلا

ن

ل إزفم

م

ل لم

اُومللمعلتم

م

ل هلءمَابماءم

م

ل ك

ل نلاُومخلإزفم

ِّيفز

ن

ز ِيدبلا

م

ل ك

ل يلزاُوممموم

س

م

يللموم

م

ل ك

ل يللمعم

ح

ر َانمجل

َامميفز

م

ل تلأ

ل ط

م خلأم

هزبز

ن

ل ك

ز لموم

َامم

ت

ل دممصعمتم

م

ل ك

ل بلُوللقل

ن

م َاك

م وم

هللصلا

اربُوفلغم

َامبيحزرم

“Allah sekali-kali tidak menjadikan bagi seseorang dua buah hati dalam

rongganya; dan Dia tidak menjadikan isteri-isterimu yang kamu zhihar itu sebagai

ibumu, dan Dia tidak menjadikan anak-anak angkatmu sebagai anak kandungmu

(sendiri). Yang demikian itu hanyalah perkataanmu di mulutmu saja. Dan Allah

mengatakan yang sebenarnya dan Dia menunjukkan jalan (yang benar). Panggillah

mereka (anak-anak angkat itu) dengan (memakai) nama bapak-bapak mereka; itulah

yang lebih adil pada sisi Allah, dan jika kamu tidak mengetahui bapak-bapak mereka,

maka (panggillah mereka sebagai) saudara-saudaramu seagama dan maula-maulamu.

Dan tidak ada dosa atasmu terhadap apa yang kamu khilaf padanya, tetapi (yang ada

dosanya) apa yang disengaja oleh hatimu. Dan adalah Allah Maha Pengampun lagi

Maha Penyayang.” (Q. S. Al-Ahzab 33:4-5)

Dua ayat di atas mengoreksi sikap Nabi Muhammad SAW dan orang-orang

Mekkah lainnya yang menganggap anak angkat sama dengan anak kandung. Allah

SWT menegaskan, pengakuan itu sama sekali tidak dapat merobah status hukum

anak angkat menjadi anak kandung. Oleh sebab itu anak angkat tidak boleh

dinisbahkan kepada bapak angkatnya, tetapi tetap harus dinisbahkan kepada bapak

kandungnya. Dalam kasus Zaid, tidak boleh disebut Zaid ibn Muhammad, tetapi

tetap Zaid ibn Haritsah. Karena bukan anak kandung, dengan sendirinya status

(7)

sebab itu antara anak angkat dengan orang tuanya tidak ada hubungan kewarisan dan

hubungan kemahraman.

Persoalan kemahraman ini perlu ditekankan, karena banyak yang menggap

dan memperlakukan anak angkat sebagai mahram. Untuk menegaskan dan

membuktikan bahwa anak angkat tidak punya hubungan kemahraman sama sekali

dengan orang tuanya, Allah SWT sampai memerintahkan kepada Nabi Muhammad

SAW untuk mengawini Zainab, janda Zaid ibn Haritsah. Dalam tradisi Arab sebelum

Islam, Nabi tidak boleh mengawini Zainab, mantan menantu angkatnya itu. Tapi

Allah justru memerintahkan Nabi mengawininya.

ذلإزوم

ل

ل ُوقلتم

ِيذزلصلز

م

م عمنلأ

م

هللصلا

هزيللمعم

ت

م ملعمنلأ

م وم

هزيللمعم

ك

ل س

ز ملأم

ك

م يللمعم

ك

م جمولزم

ق

ز تصاوم

هملصلا

ِّيفزخلتلوم

ِّيفز

ك

م س

ز فلنم

َامم

هللصلا

هزِيدزبلمل

َىش

م خ

ل تموم

س

م

َانصلا

هللصلاوم

ق

د حمأ

م

ن

ل أم

هلَاش

م خ

ل تم

َامصلمفم

َىض

م قم

درِيلزم

َاهمنلمز

اربط

م وم

َاهمكمَانمجلوصزم

ِّي

ل ك

م لز

لم

ن

م ُوك

ل ِيم

َىلمع

م

ن

م ينزمزؤلملللا

ج

ر رمحم

ِّيفز

جزاومزلأ

م

م

ل هزئزَايمعزدلأ

م

اذمإز

اُولض

م قم

ن

ص هلنلمز

اربط

م وم

ن

م َاك

م وم

رلملأم

هزلصلا

)لبُوعلفلمم

37

َامم(

ن

م َاك

م

َىلمع

م

ِّي

ب بزنصلا

ن

ل مز

جلرمحم

َامميفز

ض

م

رمفم

هللصلا

هللم

ةمنصس

ل

هزلصلا

ِّيفز

ن

م ِيذزلصا

اُوللمخم

ن

ل مز

ل

ل بلقم

ن

م َاك

م وم

رلملأم

هزلصلا

اربدمقم

اربودلقلمم

“Dan (ingatlah), ketika kamu berkata kepada orang yang Allah telah

melimpahkan ni`mat kepadanya dan kamu (juga) telah memberi ni`mat kepadanya:

"Tahanlah terus isterimu dan bertakwalah kepada Allah", sedang kamu

menyembunyikan di dalam hatimu apa yang Allah akan menyatakannya, dan kamu

(8)

tatkala Zaid telah mengakhiri keperluan terhadap isterinya (menceraikannya), Kami

kawinkan kamu dengan dia supaya tidak ada keberatan bagi orang mu'min untuk

(mengawini) isteri-isteri anak-anak angkat mereka, apabila anak-anak angkat itu

telah menyelesaikan keperluannya daripada isterinya. Dan adalah ketetapan Allah itu

pasti terjadi. Tidak ada suatu keberatanpun atas Nabi tentang apa yang telah

ditetapkan Allah baginya. (Allah telah menetapkan yang demikian) sebagai

sunnah-Nya pada nabi-nabi yang telah berlalu dahulu. Dan adalah ketetapan Allah itu suatu

ketetapan yang pasti berlaku. “ (Q.S. Al-Ahzab 33:37-38)

Setelah turunnya ayat-ayat di atas, seorang Muslim tidak boleh lagi

memberlakukan anak angkatnya secara hukum sama dengan anak kandung. Lain

masalahnya secara moril dan kasih sayang. Menyayangi anak orang lain seperti

menyayangi anak sendiri adalah perbuatan mulia, tetapi semuanya itu tetap tidak

dapat merubah status hukum dan segala konsekuensinya.

Sumber:

Suara Muhammadiyah

Referensi

Dokumen terkait

(2) Dalam hal penggunaan narkotika terhadap orang lain atau pemberian Narkotika Golongan I untuk digunakan orang lain sebagaimana dimaksud pada ayat (1)

Dari uraian diatas, maka penulis tertarik untuk melakukan penelitian tentang pengaruh pemberian herbisida paraquat diklorida per−oral terhadap pembengkakan hepatosit

Fungsi dari API ini pada umumnya adalah sebagai sumber data yang bisa digunakan untuk kebutuhan sistem atau aplikasi tertentu, API memungkinkan untuk dapat

Hal ini sejalan dengan pendapat Borg and Gall (Nursyaidah, t.t) bahwa ciri kedua dari penelitian dan pengembangan adalah “Mengembangkan produk berdasarkan temuan

Untuk mengestimasi dan meng-kuantisasi medan-medan vektor, sering dengan cara mengukur / kuantisasi aliran medan vektor tersebut ( atau netto aliran masuk dan keluar ). baik

67uida ida8 8 yan yang g ten tentu tu saj saja a en engal galir ir dar dari i te tepat pat yan yang g ber bertek tekanan anan tin tinggi ggi ke ke tepat

1. Kegiatan yang bertujuan memperoleh goodwill, kepercayaan, saling adanya pengertian dan citra yang baik dari publik atau masyarakat pada umumnya. Memiliki sasaran untuk

Dari beberapa referensi, sains arsitektur erat kaitannya dengan sistem lingkungan pada bangunan yang mencakup pendinginan, pemanasan dan pencahayaan.. Sistem