• Tidak ada hasil yang ditemukan

Nasionalisme Dalam Kepemimpinan Profetik Transformatif

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Nasionalisme Dalam Kepemimpinan Profetik Transformatif"

Copied!
19
0
0

Teks penuh

(1)

MENIARI

MODIN.

KEPEMIMPI I'IAN

PROFETI

K

TRANSFO RMATI

F:

MENUJU

INDONTSIA

BERDAULAT

Diselenggarakan Dalam Rangka

memperingati

Dies

UNy

ke 49

Fakultas

llmu

Sosial,

Universitas

Negeri yogyakarta

13

April

2013

(2)

rakai,ah pendampin g

dalam

Univetsitas Negeri

losva_

ritas

IImu

Sosial. Sem"os_a nelahirkan

kepemimpinl

ra yang berdaulat.

karta, 13

April

2013

Dewi,

M.pp.

DAFTAR

ISI

DAFTAR

ISI

Kontribusi

Parpol dalam Mengembangkan

Keperrimpinan

Model Kepemimpinan Profetik Transformatil : Upaya Mencari Model

Kepemimpinan yang Ideal dalam Menata Indonesia

(Yanuardi)

...3

Kontribusi Partai Keadilan Sejahtera dalam Mengembangkan

Kepemimpinan Profetik Transformatif

di

Indonesia

(Hardiyansyah) ... 8

Muslim Negarawan: Sebuah Refleksi pemikiran

profetik

(Nasiwan)

...

...12

Karakteristik Kepemimpinan

politik

Indonesia: Transaksional atau

Transformatif? (Utami

Dew|...

Peran Partai Politik dalam Mengembangkan Kepemimpinan

Trans{ormati-f

(Marita Ahdiyana)

...

...37

E n tr E r enzur ial Le a dcr ship :

Mentja

T tansf ormasi Birokrasi dalarn

Pemberantasan Korupsi

(3)

Meraih Berkah Bukan Rupiah (Kepernirr,pinan profetik Transformatif Pondok)

(H. Haikat)

...:...

...80

Figur PerrLimpin Teladan

(syakdiah)

...91

Pemimpin Generik Organik

di

Era Mabuk Demokrasi

(Panji

Hidayat)

... 99

Pemimpin Bervisi Spasial untuk Membangun (Kembali) Kejayaan

Indon esia

(Bambang Syaeful

Hadi)

...

... 106

III.

Peran

Pendidikan

dalam

Mewujudkan

Kepemimpinan Nasional

Prof etik Transf

ormatif

skategi Mewujudkan Kepemimpinan profetik rransformatif Melalui

Pendidikan Demokrasi Menuju Cioil Society

(Ali

Imron)

...117

Integrasi

Nilai

profetik daiam pendidikan Sebagai Upaya Mewujudkan

Generasi Pemi mpin profetik Transformati-{

(Lai1a Fatrnawati)

...

... 123

Penaaaman

Nilai-nilai

Kepemimpinan profetik pendidik Melalui

Mata Kuliah Marajemen pendidikan

(Priadi

Surya)

... 132

Implementasi sikap Tanggung Jawab sebagai

wujud Nilai-n

ai profetik

dalam Evaluasi perkuliahan di

Juru"* l"riaiaikai-uogrufi

(Muhammad Nursa,baa)

...

... 138

Membangun Keluarga Sebagai Madrasah untuk penggemblengan Calon

Pemimpin Berkarakter

profetik

--oo-(Mu'awanah Zulaichah)

...

..._... 148

Menanamkan Jiwa Kepemimpinan dalam pembelajaran Ekonomi

(Enung

Hasanah)

..-... 156

Pendidikan Kepemimpinan dalam pembelajaran IIrS

(Supardi)

...

... 163

Bermula pada Guru: Kecerdasan Intelektual, Kecerdasan Spiritual, dan

Kecerdasal Humanis

(Rias Antho Rahmi Suharjo)

...

...L72

Multilingualisme dan penrimpin profetik Transformlrtif

(Margana)

...

... 178

(4)

Tantanqan.Y

3

/

02/17

/3}1-kepala

rpril 2013,

pukul

noti8 Menuju lndone5io Berdoulot"

.

SUBTEMA:

.

KEPEMIMPINAN

DATAJVT

PERSPEKTIF

(5)

NASIONALISM

E

DALAM

KONSEP

KEPEMIMPINAI\

PROFETIK

TRANSFORMATIF

(Kajian

Sejarah)

Zulkarnain

Jurusan pendidikan Sejarah, FlS, UNy

Abstrak

Kata Kunci: Nasionalisme, kepemimpinan

profetik

Fahultos ltmu jo5iot, LtniveEitos

Nese.i Vogyohdrto, t3 April 2Ot3 Tulisan

ini

akarr meml

trar srormafil dar,

;;J"',

*n:"JH?"i2f"$f

tffi:il

5fi:,"f,1

'

*Tff:iii*Tlf::lli^""""'i""""'"?"i"-

tloi'Juprcp"-i-pi,'-.T,,"T;::ltil

j.#fr

djij.ir"j;T"1ff

[il;T;:rtr:*t

,1'..

esr

ini,

r

-;ffi#;;1:$i"$11:*1:t*::::gfi:gf*

ranpa ideotos nrsionafs_'".

dirJ'd

;j;#i;l,:"il

;fi":T

sama sekali. Meskipun sr

u,.ir*l',r,.'r.";lilr""",ltg"i,ilEffi

Trril?j,tl?i:ni*;*;

sekedar cukup

untuk diperbincangf._

J". i+Jri#lngkan

sebagai_

mara konsepsrnya yan g'se ring d ialgg,

;

;;;

;"i"

_ian

perru s ua tu penghayatan yang tulus untuk

Jitan;i""

aJ"_

i"nidirpun

u"rburrgru,

dan rerintematisasi serta terintegrar,

arirrn

tJiii",illupan

b"rn"nu_

ra. Apalagi dalam konteks keban"gsa".

fra"r"rrr

l

"^gilural

a tau he_i"_

rogery maka diperlukan ikatan

id"eo@iy_il;ij#

lasa milik bersa_

ma yang bersi{at kolektil

rcul"lritu.,ir?;"ii#;

3:T,',Earah

Indonesia dibuktikan bahwa

*'au,"tur"*

-ui-*rcI$me

drdaur uiang kembali ol"h

pu*

g"n"ruri

nasionalisme uunn=*uu.

",{lt,ljda

yang menyimpang ciari

p"fi"rr"r"

r*"

p"*;;;;J";3r:.1'"*

f9:':l'i

ini'

paiing

tit"r

"d,

i"i"p*

profetik transformu,i{ di

tttt-"

bila dikaitkan den"ean kepemimpinan kebaagkitan

.,urlo.,urj.-.'ldone3ia

ylkni'

nasionaiisme

it^",uiitori,

l."p""d#;;;Hi

;?il*, *jF

i}i::qilff sil,'Jil:J

T:

:f

::fil:flH

"

t";t$'t'"r"i

n'ik

k;;;;?;,,L,

p".r"*r*g-b"'**;;;;;;fid,:f:'#ilffi

#,-T:l"m*X#ll,til:

natisme, tutisan inilusa

ak1;11nror"o

g";a"_gt";

jiriltegrasi

bangsa

yarg mengarah pada perpecahan

d_

_"Xj*.fi,nriJ,iilr

,,a.io'al iro'e

oren karenanya dipertukan

k"p"n"*pi";t;g

kffi

ff

rrisioner.

Transformatif

(6)

l

Pendahuluan

Akhir-akhir ini kita sering disuguhkan informasi menarik oleh media masq

baik

itu

media cetak maupun elektronik tentang ketidakmaadirian bangsa kilq sebagai negara berdaulat dalam mengatur tata kelola pemerintahan, pengaturan dan penguasaan sumbar daya alam, serta aset-aset strategis larnnya.

Ketidakman-dirian

pemimpin bangsa mendapat sorotan dari berbagai kalangan baik itx

pengamat, pemuda, tokoh masyarakat dan dari tokoh iintas agama. Merekq

menganggap bahwa bangsa Indonesia sudah mendekati negara gagal, akibai

pemimpln negara yang tidak mandiri, lemah, tidak berdaya dalam menghadapj

i nter\ en5i a. ing.

Kondisi

ini

diperparah dengan perlakuaan diskriminatif pemerintah pusat

terhadap pemerintah daerah. Gerakan-gerakan separatis seperti

OpM

(Or-ganisasi Papua Merdeka), RMS (Repubiik Malauku Selatan),

NII

(Negara Islaq

Indonesia), aksi terorisme, secara terang-terangan melakukal perlawanan terha-dap negara, dan yang lebih meyakitkan, negara-negara tetangga seperti Malaysia

dengan entengnya mengklaim wilayah NKRI sebagai bagian wilayah negaranya.

Para pahlawan devisa yang seharusnya diberikan pengayoman dan perlindung-an oleh negara temyata dengar sangat gampang dan tanpa pembelaan menerima

hukuman mati dan hukuman pancung baik

di

negeri Jiran mapun

di

Timur

Tengah. Kondisi ini tentu tidakbisa dibiarkan dan perlu perhatian dan tindakan serius dari berbagai elemen bangsa.

Sudah saatnya kita termasuk pemerintah mulai sadar dan mawas diri

sekali-grs bertanva, apakah mungkin seluruh persoalan kebangsaan dan nasionalisme

darl perkumpulan etnik-etnik yang berbeda-beda zu orld"-ztiew,katakter, budaya,

agama, setelah mereka bersedia dan rela bergabung dalam sebuah negara Indo-nesia, lantas segala persoalan bisa dianggap selesai begitu saja....? Bukankah

kita

seharusnya juga menyadari, bahwa persatuan etnis dan

teritorial

yang

telah berhasil dibangun di awal kemerdekaan hingga saat ini, baru hanya sebatas

persatuan awal yang masih sangat simbolis sifat dan tingkat kesadaran nasio_

nalismenya, yang tentu saja masih sangat rentan terhadap perpecatran. Oiel.r karena kalau saudara-saudara di forum semirtar ini tidak mau dikatakan sebagai

orang yang tidak memiliki rasa nasionalisme mari simak dan dengarkal secara

serius konsep nasionalisme dalam kaitannya dengan kepemimpinan profetik

transformatif .

Nasionalisme dalam

Kepemimpinan profetik Transformatif

Cita-cita akan lahimya pemimpin profetik transformatiJ di negeri tercinta ini sepertinya masih jauh dari harapan,pemimpin di negeri ini lebih sibuk meng_

urus partai

politik

dan melakukan

politik

pecitraan terhadap

diri,

keluarga,

dan kelompoknya.

Wakil wakil

rakyat yang duduk

di

kursi parlemen sebagai

fumpuan harapan gurra menyalurkan aspirasi dan menyarakan kepentingan rak_

66 Seminor Noiionol "Men.ori Model Repemimpinon Profetih Troniformctif: M€nuiu

(7)

tsi menarik oleh media

:tidakmandirian bangsa

a pemerintahan,

raiegis laimya. Keti berbagai kalangan baik

i

:koh

lintas agama.

dekati negara gagal,

berdaya dalam

<riminatif pemerintah eparatis seperti

OPM

(Or_

Selatan),

NII

(Negara Islam

eiakukal perlawanan terha-ra tetangga seperti Malaysia

i bagian wilayah negaranya.

ngayoman dan

perlindung-tarLpa pembelaan menerima

Seri Jiran mapun

di

Timur

:rlu perhatian dan tindakan

radar dan mawas diri

sekali-:angsaan dan nasionalisme

tld-ttiew, karakter, budaya, : lalam sebuah negara

Indo-i

begitu saja....? Bukankah

r etnis dan

teritorial

yang

saat ini, baru hanya sebatas

n tingkat kesadaran nasio-:rhadap perpecahan. Oleh

Cak mau dikatakan sebagai

mak dan dengarkan secara

Ln kepemimpinan profetik

'ransformatif

;formatif di negeri tercinta

egeri ini lebih sibuk

meng-r

terhadap

diri,

keluarga, di kursi parlemen sebagai

ryarakan kepentingan

rak-,Iormotii Menuiu Indonerio Eerdootdr"

yang diwakllinya juga sangat mengecewakan. Mereka baru bersuara lantarrg kepentingan

diri

dan partainya terganggu oleh pengu.asa, namun

derni-kita tidak boleh berhenti

untuk

bermimpi. Meialui seminar dan diskusi

sesi paralel

ini

diharapkan akan lahir ide, gagasan-gagasan guna mencari

atas persoalan yang dihadapi oleh bangsa kita saat ini. Selaku dosen

di

Sejarah, saya akan membahas Konsep Kepernimpinan Pro{etik

Trans-.

formatiJ dari sudut padang nasionalisme.

Nasionalisme dalam dimensi historisitas dan normativitas, merupakan se-buah penemuar sosialyang paling menakjubkan dalam perjalanan sejarah

manu-sia, paling tidak dalam dasa warsa seratus tahun terakhir. Tidak ada satu pun

ruarg

geo$#is-sosial

di

muka

bumi

yang lepas sepenuhnya dari pengaruh

. ideologi ini, tanpa ideologi nasionalisme, dinamika sejarah manusia akan

berbe-da sama sekali. Meskipun sering dianggap usang untuk dikaji darr diperdebatkan

dalam komunikasi ilmiah, namun sejatinya nasionalisme tidak sekedar cukup

untuk diperbincangkan dan dipertentangkan sebagaimara konsepsinya yang

sering dianggap bias, meiainkan

perlu

suatu penghayataa yang tu1us

untuk

ditanamkan dalam kehidupan berbaagsa, dan terintemalisasi serta tedntegrasi

dalam

kultur

kehidupan bernegara. Apalagi dalam konteks kebangsaan

Indo-nesia yarg plural atau heterogery maka diperlukan ikatan ideologis yang menjadi

rasa miLik bersama yang bersi{at kolektif.

Nasionalisme sebagai gejala historis

memiliki

peranan, urgent pada abad

XX dalam proses nation formation negara-negara nasional modem di Asia dan

Afrika. Ideologi kolekti{ nasionalisme tersebut memiliki fungsi teleologis serta

memberi orientasi bagi suatu masyarakat sehingga terbentuk solidaritas yang

menjadi landasan bagi proses pengintegrasiannya sebagai nasion atau komunitas

politik.

Sebagai ideologi kebangsaan, nasionalisme terbentuk counter-ideology

terhadap kolonialisme dan imperialisme yang sanggup menawarkan realitas

tandingan serta menyajikan orientasi tutuan bagi gerakan politik yang berjuang untuk mewujudkan realitas substartive tersebut. Dalam konsepsi ini, pengalam_

an kolektif yang serba destruktif masa penjajahan menawarkan fungsi sejati

nasionalisme sebagai penyatu solidaritas baru, yang jauh melampaui fungsi

ikatan primordialnya. Nasionallsme adalah tawalan, sekaligus harapan bagi

bangsa yang menghendaki kokohaya bangunan integrasi dan kedaulatan

di

atas fondasi moral humanistik.

Namun demikiary dalam perjalanan sejarah panjang bangsa teridentifikasi

bahwa cita-cita

kolekti{

kebangsaan

tersebut

masih

jauh dari

apa yang

dlharapkan. Sebenamya kesadaran kolektiJ nasionalisme tersebut merupakan perwujudan bangunan konsep persatuan Indonesia, sebagaimana amanat sila

ketiga Pancasila, tempat kebersamaan segenap bangsa lndonesia dengan

asal-usul bangsa atau ras, agama, etnil9 adat-istiadaf sosial-ekonomi, sosial_budaya,

dan ideologi politiknya yang pluralistik. Asas pluralisme yang dahuiu menjadi

sumber kekuatar hebat masa kolonialisme dan imperialisme, rulrnya perjuangan

(8)

merebut kemerdekaan, ierrLyeta pa.ia saai bangsa

ini

dihadapkan pada

degra-dasi kebangsaan, tak urung asas pluralisme tersebut menjadi medan ekspresi

kekecewaan dan sumber kerawanan konflik.

Konsep nation mendapat makna baru yang lebih positif dan menjadi umurn

dipakai setelah abad ke-18

di

Prancis. Ketika

itu

Parlemen Revolusi Prancis

menyebut

diri

mereka sebagai assemblee nationale yang menandai hansformasi

institusi

politik

tersebut,

dari

sifat eksklusif yang hanya diperuntukkan bagl

kaum bangsawan ke sifat egaliier di mana semua kelas meraih hak yang sama

dengan kaum kelas elite daiam berpolitik. Jika pada masa Abad Pertengahan

(abad ke-5-15), kebebasan

individu

dan kebebasan berpikir banyak didominasi

oleh kekuasaan dan otoritas agama (gereja), maka sesudah renaisans, timbullah cita-cita kemerdekaary lepas dari segala bentuk dominasi, dan pula dari

domi-nasi dogma agama (A- Daliman,2006:5f . Dari sinilah makna kata nation meniadi

seperti sekarang yang rnerujukpada bangsa atau kelompok manusia yang

menja-di penduduk resmi suatu negara.

Dinamika nasionalisme sebagai sebuah konsep yang merepresentasikan sebuah politik, bagaimanapun jauh lebih kompleks dari transformasi semantik

yang mewakilinya. Begitu rumiir,ya pemahaman tentang nasionalisme membuat

ilmuwan sekaliber Max Weber punnyaris lrustrasi manakala harus memberjkan

terminologi sosiologis tentangmakna nasionalisme. Bagaimarlapun bentuk

pen-jelasan tentang nasionalisme, baik itu dari dimensi kekerabatan biologis, etnisitas, bahasa, maupun nilai-nilai

kultur,

menurut Weber, hanya akan berujung pada

pemahaman yang tldak komprehensi{. Kekhawatiran Weber ini wajar mengingat

komitmermva terhadap epistemologi modemisme yang mencari pengetahuan universai. Termasuk dua bapak ilmu soslal Karl Marx dan Emile Durkheim pun

tidak menaruh perhatian serius pada lsu nasionalisme walau tentu saja pernikiran

mereka banyak mengilhami penjelasan tentangfenomena nasionalisme (Sulfikar

Amir,

200f . Tetapi,

itu

tak berarti nasionallsme harus disikapi secara taken for

granted dan diletakkan jauh-jauh dari telaah teoritis.

Besamya implikasi nasionalisme dalam berbagai dimensi sosial

mengun-dang para sarlana berusaha memaharni sekaligus mencermati secara kritis konsep

bangsa dan kebangsaan (nasionalisme), seberapa pun besamya paradoks dan

ambivalensi yang dikandungrya. Tentu saja upaya memecahkan

teka-tekinasio-nalisme tidaklah mudah mengingat, begitu beragam faktor yang membentuk

bangunan nasionaiisme, sehingga indikatomya tidak dapat diidenti{ikasi secara

pasti.

Hans Kohn, sejarawan yang

cukup

terkenal dan

paling

banl'ak karya tulisnya mengenai nasionalisme, mernberikan terminologi yang sampai saat

ini

masih tetap digunakan secara

relevar

dalam pembelajaran

di

sekolah, yakni:

" nationnlism is a state of mind in which tlrc supreme loyalty of indixidual is felt to be

due the natian siaie". Nasionalisme merupakan suatu faham

yalg

memandang bahwa kesetiaan tertinggi

individu

harus diserahkan kepada negara kebangsaan
(9)

-ni dihadapkan pada ,ut merijadi medan

h positif dan menjadi Parlemen Revolusi

ang menandai

hanya diperuntukkan

:elas meraih hak yang

la

masa Abad P

berpikir banyak

did

:sudah renaisans, ninasi, dalr pula dari d r makna kata nation

dai

transformasi

lang nasionalisme

r walau tentu saja pemikiran

nena nasionalisme (Sulfikar

r:s disikapi secara taken for

Lcermati secara kritis konsep un besamya paradoks dan emecahkan teka-teki

nasio-n

faktor yang membentuk

: dapat diidenti{ikasi secara

dan

paling

banyak karya rologi yang sampai saat

ini

elajaran

di

sekolah, yakni: alty of indiaidual is

fell

to be

r faham yang memandang

kepada negara kebangsaan

Eformctif: Menuju lndone{io Berdoutdt,

Kohl, 1965: 9). Korsep nasionalisme temebut menunj-*kkar bahwa selama

-abad silam kesetiaan orang

iidak

ditujukan kepada nation siate atau

kebangsaan, melainkan kepada berbagai benfuk kekuasaan sosial,

politik,

raja feodal, suku, negara kota, kerajaan dinasti, golongan atau gereja.

r.,:

,

Menurut Muhammad Imarah (1998: 281), cinta tanah air atau nasionaLisme

idalah fitrah asli manusia dan sama dengan kehidupar; sedangkan kehilangan

rasa cinta tanah air sama dengan kematian. Hasan al-Barma (1906-1949) dalam

Imarah (1998: 282-283), berbicara tentang nasionalisme serta kedudukannya

pada kebangkitan Islam modern mengemukakan, ".., sesungguhlya Ikhwanul

Muslimin mencintai negeri mereka; menginginkan persatuan dan kesatuan; tidak

menghalangi siapapun untuk loyal kepada negerinya,lebur dalam

cita-citabang-ianya, dan mengharapkan kemakmuran dan kejayaan negednya. Kita bersama

rmpok manusia yang para pendukung nasionalisme, bahkan juga bersama mereka yang berhaluan

.

nasionalis ekstrim sejauh menyangkut kemaslahatan bagi negeri

ini

dan

rak-rP yang yatnra..

"

Dalam konsepsi

politik,

terminologi nasionalisme sebagai ideologi yang mencakup prinsip kebebasan, kesatuan, kesamarataan, serta kepribadian selaku orientasi

nilai

kehidupan kolektif suatu kelompok dalam usahanya

merealisa-sikan tujuan polltik yalcei pembentukan dan pelestarian negara nasional. Dengan demikian pembahasan masalah nasionalisme pada awal pergerakan nasional

dapat di{okuskan pada masalah kesadaran identitas, pembentllkan solidadtas

melalui proses integrasi dan mobiiisasi lewat organisasi (Sartono Kartodirdjo,

1994: 4).

Naslonallsme sebagai sebuah

produk

modernitas, perkembangannya

berada di

titik

percinggungan antara politik, teknologi, dan transformasi sosial.

Tetapi nasionalisme tidak sekedar

dilihat

sebagai sebuah proses dari atas ke

bawah di marra kelas dominan memiliki peranan lebih penting dalam

pernbentuk-annasionalisme daripada kelas yang terdorninasi. Ini berarti bahwa pemahaman

komprehensi{ tentang nasionalisme sebagai produk modernitas hanya dapat

dilakukan tentunya iuga dengan melihat apa yang terjadl pada masyarakat

di

lapisan paling bawah ketika asumsi, harapan, kebutuhan, dan kepentingan

ma-syarakat pada umumnya terhadap ideologi nasionalisme memungkinkan

ideo-logi

tersebut meresap dan berakar secara kuat. Pada tingkat

inilah

eiemen-elemen sosial seperti bahasa, kesamaan sejarah, identitas masa lalu, dan soli-daritas sosial menjadi pengikat erat kekuatan nasionalisnie.

Benedict Anderson (1991) memandang nasionalisme sebagai sebuah ide

atas komunitas yartg dibayangkan, imagined communities. Dibayangkan karena

setiap anggota dari suatu bangsa, bahkan bangsa yang terkecil sekalipun, tidak

mengenal seluruh anggota dari bangsa tersebut. Nasionalisme

hidup

dari

ba-yangan tentang komunitas yang senantiasa

hadir

di

pikiran

setiap anggota

bangsa yang menjadi referensi identitas sosial. Pandangan konstruktivis yang rartakala harus

Bagaimanapun bentuk

kerabatan biologis, etnl

hanya akan berujung

r Weber ini wajar

Tang mencari pengetah x dan Emile Durkheim pun

;ai dimensi sosial

(10)

dianut Anderson menarik karena meietakkan nasionalisme sebagai sebuah hasil imajinasi koiektif dalam membangun batas antara kita dan mereka, sebuah bat3s

yang dikonstruksi secara budaya melalui kapitalisme percetakan, bukan

semata-mata fabrikasi ideologrs dad kelompok ciominan (Sulfikar

Amir,

2007).

Konsep Anderson sangat

unik

rian selanjutnya dapat

dltarik

lebih jauh

untuk menjelaskan kemunculan nasionaiisme di negara-negara pascakolonial. Tidaklah suatu hal yang kebetulan apabila konsep Anderson sebagian besar

didasarkan atas pengamatan terhadap dinamika sejarah pertumbuhan dan

per-kembangan nasionalisme di Indonesia. Namun demikiarL, karya Anderson yang

dapat menjadi sumber

kdtik

orientalisme seperti yang ditengarai oleh Edward

Said terhadap cara pandang

ilmuwan

Barat dalam merepresentasikan

masya-rakat non-Barat (Anderson dalam Sui{ikar

Amir,

2002).

Dalam bukunya, Imagined Communities, Anderson berpendapat bahwa

nasionalisme masyarakat pascakolonial

di

Asia dan

Afrika

merupakan hasii

emulasi

dari

apa yang telah disediakan oleh sejarah nasionalisme

di

Eropa.

Para elite nasionalis di masyarakat pascakolonial hanya mengimporbentuk

mo-dular nasionalisme bangsa Eropa.

Di

sini letak problematika dari pandangan Anderson karena menafikan proses-proses apropriasi dan imajinasi

itu

sendiri

yang dilakukan oleh masyarakat pascakolonial dalam menciptakan bangunan

nasionalisme yang berbeda dengan Eropa.

Anderson juga mengikuti perkembangan nasionalisme pasca Perang Dunia

II

yang melanda negara-negara jajahan

di

Asia dan

Afrika,

yang karaktemva ditandai oleh penyebaran nasionalisme melaluibahasa penjajah baik di sekolah-sekolah, media massa, maupun birokrasi yang menghasilkan golongan terpelajar

putera, kesatuan administrasi pemerintahan; dan karena kemajuan

di

bidang

t'ansportasi dan komunikasi membentuk kecenderungan sentralisasi pada

pe-merintahan pusat

di

ibukota, yarrg sedang berkembang menjadi mebopolitan

(Benedict Anderson, 1983: 49).

Berdasarkan hal

itu

dapat dltesiskan bahwa nasionalisme merupakan

pe-nemuan bangsa Eropa yang diciptakan untuk mengantisipasi keterasingan yang

merajalela dalam masvarakat modem. Sebagai sebuah ideologi, nasionalisme

memiliki kapasltas memobilisasi massa melalui janji-janji kemajuanyang meru-pakan teleologi modernitas. Kondisi-kondisi yang terbentuk

ini

tak lepas dari

Revolusi

Industri

ketika urbanisasi dalam skala besar memaksa masyarakat

pada saat

itu

untuk

membentuk sebuah identitas bersama Dengan kata lain,

nasionalisme dibentuk oleh kematerian industrialisme yarg membawa

perubah-an sosial dperubah-an budaya dalarn masyarakat. Meskipun demikian, harus diingat

bahwa nasionalisme tidak harus terbatas pada nasionallsme

politik.

Bahkan

dalam sebuah negara bangsa pun masih ada kesadaran akan nasionali.sme

berda-sarkan kesamaan suku, etnis, agama, atau pulau terientu.

Ini

adalah bagian

dari nasionalisme

kultural

yang tidak perlu ditakuti. Di lndonesla pun hal

se-macam

ini

dapat

te{adi.

Kesadaran kebangsaan orang Aceh, orang Makassar,

70 seminor Nasjonol "Men<ori Model kepemimpinon profetih Tronsformqtif: Menuju tndone3io Berdoutot,,

(11)

alisme sebagai sebuah

la dan rhereka, sebuah

: percetakan, bukan

iulfikar Amir,

2007). r'a dapat

ditarik

lebih

rgara-negara pascakol

r

Alderson

sebagian

rrah pertumbuhan dan

per-ikian, karya Anderson yang ng ditengarai oleh Edward

merepresentasikan

masya-)07).

lerson berpendapat bahwa

n

Afrika

merupakan hasil

ah nasionalisme

di

Eropa.

rya mengimpor bentuk mo,

blematika dari pandangan

si dan imajinasi

itu

sendiri

Lm menciptakan bangunan

Lalisme pasca Perang

Dulia

r

Afrika,

yang karakternya

sa penjajah baik di sekolah-iasilkan golongan terpelajar

arena kemajuan

di

bidang

tngan senkalisasi pada pe-rang menjadi mebopolitan

sionalisme merupakan pe-ntisipasi keterasingan yang rah ideologi, nasionalisme

janji kemajuan yang

meru-erbentuk

ini

tak lepas dari

:sar memaksa masyarakat

rcrsama Dengan kata lain,

e yang membawa

perubah-n demikian, harus diingat

;ionalisme

politik.

Bahkan

n akan nasionalisme

berda-:rtentu.

Ini

adalah bagian

. Di Indonesia pun hal

se-ng Aceh, orase-ng Makassar,

Eformotifi Menuju Indonerio Berdouloti,

Madura, Jawa, Papu4 atau Sunda, dapai dipaharni sebagai kesadaran

kultural. Negara tidak perlu takut bahwa kesadaran semacam in.i

berkembang ke arah separatisme dan upaya melepaskan

diri

dari Negara

Republik Indonesia (NKRI). Yang penting negara sungguh-sunggrh

tugas dan tanggung jawabnya secara baik dan benar.

Jika kita simak beberapa pendapat tentang nasionalisme maka nasionalisme

pertahanan keamanan, dan policy kebudayan; (2) kebebasan (Iiberty, fteedom,

indepmdence), dalam beragama, berbicara dan berpendapat lisan dan tertulis, berkelompok dan berorganisasi; (3) k esunaan (equalify), dalam kedudukan hukum, hak dan kewajiban; (4) kepribadian (personality) dan identitas (ituntity),

yaitu

aremiliki harga

diri

(seJf estreem), rasa bangga (pide) dan rasa sayang (depotior) terhadap kepribadian dan identitas bangsanya yang tumbuh dari dan sesuai

dengan sejarah dan kebudayaannya; (5) prestasi (achinemmt), yaitu clta-cita untuk

mewutudkan kesej ahtemart (uselt'are) serta kebesaran dan kemanusiaan (the greatnees

adn tlu glorifcatiorz) dari bangsanya (Sartono Kartodirdjo, 1999:7-8).

Amerika Serikat merupakan negara kebangsaan modem (the modern nation

slale) pertama yang dibangun tidak berdasarkan keturunan dan persamaan agama,

tidak pula didasarkan pada bahasa dan tradisi-tradisi kesustraan atau hukum

yang sama dari suatu bangsa. Bangsa dan negara tersebut dilahirkan dari suatu

usaha bersama, dalam suatu revolusi perjuangan untuk memperoleh hak-hak politik, kemerdekaan perseorangan dan toleransi mengenai asal-usul ras dalam

s:.latu "melting-pof". Bangsa ini dipersatukan oleh cita-cita, cita-cita kemerdekaan

di bawah undang-undan& seperti dinyaiakan dalam konstitusi. Konstitusi

Ameri-ka mulai berlaku pada tahun 1789, tahun meletusnya revolusi Perancis. Konstitusi

tersebut mampu mempertahankan diri dari berbagai ujian jaman melebihi konsti-tusi-konstitusi negara maaapun di seluruh dunia (Hans Kohn, 1965: 26-27).

Demikian pula halnya dengan negara republik Indonesia yang

didirikan

bersama dalam bentuk bangunan negara kebalgsaan menurut teori-teori dan

prinsip-prinslp nasionalisme modem yang sangat

mirip

dengan yang dianut Amerika Serikat. Konstruksi kesatuan bangsa yang dibangun berdasarkan

konsep bhinrreka tunggal ika (pluralisme) menurutpola dan kriterla-kriterianya

merupakan produk sejarah. Demikian pula untuk membangun tekad kesatuan

(unity), bangsa

kita

memerlukan

waktu lebih dari

seperempat abad dengan

dipancangkannya tiga tonggak sejarah, yakni kebangkitan bangsa dengan

ber-dirinya

Boedi Oetomo pada 20

Mei

1908, dicaaangkannya manifesto

politik

oleh Perhimpunan Indonesia (1925) dan diikrarkannya Sumpah Pemuda pada

28 Okiober 1928. Baru kemudian pada 17 Agustus 1945 diikrarkanlah proldamasi

kemerdekaan yang menuajukkan bahwa bangsa lndonesia telah terlepas dari

belenggu asing (A. Daliman, 2006: 62).

(12)

Perturnbuhan Nasionarisme dalaan

Kepemimpinan profetik

rransf ormatif

Dalam sejarah Indonesia dibuktikan bairwa kebangkitan rasa nasionalisqp

didaur

ulang kembaii oteh para generasi muda, karena mereka merasa ads yang menyimpang dari perjalanaa nasionalisme bangsanya. Dalam konsepsi

hi,

paling tidak ada delapanfase pertumbuhan nasionalisme di Indonesiayalql

sebagai

berikut

:

P efiama; Nasional isme akan teritori. Wilayah lndonesia dari Sabang sampai

Merauke yang

diduduki

dan dieksploitasi Belanda untuk kepentingamya teiah

melahlrkan kesadaran akan sebuah tanah air (teritori)

yarg

harus dibebaskan

supaya masyarakatnya bisa membangun kehidupan bersama yang adil, damai,

dan sejahtera. Kesadaran akan

teritori ini

tidak

bersifat regional atau lokal

terbatas pada wilayah tertentu saja yang dihuni oleh kelompok suku atau etnis

yang

sama-tetapi

kesadaran ke-Indonesia-an. Karena

itu,

arti

,,taaah airku,, dalam nasionalisme Indonesia bukan terbatas tanah

air

(lokalitas) tempat

se-seorang

dilahirkan-desa

tertentu atau

pulau

tertentu

-

tetapi sebuah tanah

air Indonesia. Akibatnya, masyarakat Indonesia yang mengidentifikasi

diri

se-bagai berbangsa Indonesia sungguh menyadari

diri

sebagai beraneka ragam

suku, agama, ras, bahkan wilayah (territory).

Kedua; Kebagkit:rn Budi Utomo. pada abad )(X di panggung politik interna_

sional terjadilah pergolakan dunia timur dengar suatu kesadaran akan kekuatan sendiri. Republik Philipina (1898), yang dipelopori Jose Rizal, kemenangan

Je_

pang atas Rusia di Tunisia (1905), gerakan Sun yat Sen dengan Republik Cina

(1911). Pariai Kongres di

lndia

dengan tokoh tilak dan Gandhi (Kaelan, 2002).

Sedangkan di Indonesia gerakan kebangkitan nasionalisme Indonesia dimotori

oleh para mahasiswa kedokteran Stovia, sekolahaa anak para priyayi Jawa, di

sekolah yang disediakan Belanda di Jakarta. Kemudian pasca perang Dunia I, filsafat nasionalisme abad pertengahan mulai merambat ke negara_negarajajahan

melalui para mahasiswa negara jajahan yang belajar ke negara penjajah. Filsafat nasionallsme itu banyak memengaruhi kalangan terpelajar indonesii, nrisalnya,

Soepomo ketika merumuskan konsep negara integralistik banyak

-".,y"rup

pikiran Hegel. Bahkan, Soepomo terang-terangan mengutip beberapa pemikiran

Hegel tentang

prinsip

persatuan antara pimpinan dan ral<yat dan persatuan dalam negara seluruhnya. Begitu pula pada masa kini banyak diciptakan lagu-lagu kebangsaan yang sarat dengan mudLan semangat nasionalisme seperti Inio_

nesia Raya, Dari Sabang Sampai Merauke, padamu Negeri, dan sebagainya (A.

Fanar Sy.ukri, dalam hftp:/ /ppi-jepang.org/article.php.ia=t, dlakses tanggul

Z

Agustus 2004.

Kefzga; Kebangkitan

talun

192g. Kebangkitan nasionalisme tahun 192g,

yakni 20 tahun pasca kebangkitar nasional, di mana kesadaran untuk menvatu,

kar

negar4 bangsa dan bahasa ke dalam satu negara, bangsa dan bahasa Indo_

nesia, telah disadari oieh para pemuda yang sudah mulai terkotak_kotak dengan

organisasi kedaerahan seperti Jong Java, Jong Celebes, Jong Sumatera, Jong

(13)

nan

Profetik

Transf

bangkitan rasa nasi dan lain sebagainya, kemudian diwujudkan secara nvata dengan

me-karena mereka metasa Sumpah Pemoeda di tahun 1928. Dasar iniiah yar.g seianjutnya

ralgsanya. Dalam pijakan dan filosofi perjuangaa menuju kemerdekaan.

:onalisme di Indonesia Keempat; Revolusi Fisik Kemerdekaan. Peranan nyata para pemuda pada

masa revolusi fisik kemerdekaan, nampak ketika mereka menyandra

Soekamo-flafta ke Rengas-Dengklok agar segera memproklamirkan kemerdekaan

Indo-rdonesia dari Sabang

1esia. Mereka sarrgat bersemangat untuk mewujudkan nation stateyangberdat:rlat un tuk kepentingarulya telah

:ori) yang harus dibebaskan

n bersama yang adil, damai,

rersifat regional atau lokal

h kelompok suku atau etnis

rena

ifu,

arti

"tanah airku',

fi

air

(lokalitas) tempat se-ientu

-

tetapi sebuah tanah

ng mengidentilikasi

diri

se-iri

sebagai beraneka ragam

Ci panggung politik

interna-tu kesadaran akan kekuatan

Jose Rizal, kemenangan

Je-Sen dengaa Republik Cina

lan

Gandhi (Kaelan, 2002).

ralisme Indonesia dimotori

anak para priyayi Jawa,

di

Jian pasca Perang Dunia I,

bat ke negara-negara jajahan

ke negara penjajah. Filsa{at rclajar Indonesia, misalnya,

;ralistik

banyak menyerap .ngutip beberapa pemikiran

dan rakyat dan persatuan ni banyak diciptakan

lagrr-t nasionalisme seperti

Indo-\Iegeri, dan sebagainya (A. rhp.id=1, diakses tanggal 2

nasionalisme tahun 1928,

kesadaran unfuk

menyafu-r, bangsa dan bahasa

Indo-ulai terkotak-kotak dengan

:bes, Jong Sumatera, Jong

Eformotif: Menuju lndonesio Berdoutdt,,

dalam kerangka kemerdekaan. Hasrat darr cita-cita mengisi kemerdekaan yang s1d6h banyak didiskusikan oleh Soekamo, Hatta, Soepomo, Syahrir, dan lain

sebagainya sejak mereka masih berstatus mahasiswa, harus mengalami

pembe-lokan implementasi

di

lapangan, karena Soekamo yang semakin otoriter dan

keras kepala dengan cita-cita dan cara yang diyakininya.

Akhimya

Soekamo

banyak ditinggalkan teman-teman seperjuangan

yalg

masih memegang idealis-menya, dan mencapai puncaknya ketika Hatta, sebagai salah seorang

prokla-mator, harus mengundurkan

diri

dari jabatan

Wakil

Presiden, karena

tidak

'

kuat menahan dit:i untuk terus menyetujui sikap dan kebijakan presiden

Soekar-no yang semakin otoriter.

Kelima; Kebangkttan tahun 1965. Perkembangan nasionalisme tahun 1966

yang menardai tatanaa baru dalam kepemeriatahan Indonesia. Selama 20 tahun pasca kemerdekaan, te4adi huru-hara pemberontakan Gestapu dan eksesnya.

Tampaknya tanpa peran besar mahasiswa dan organisasi pemuda serta organi_ sasi sosial kemasyarakatan

di

tahun 1956, Soeharto dan para tentara terasa

sulit memperoleh kekuasaar dari penguasa Orde Lama

di

bawah kekuasaan

Presiden Soekarno. Angkatan '66 yang dipelopori kaum muda mamou

meroboh-kan demokrasi terpimpin ala Soekamo dan

politik

kekuasaan yang condong

pada sosialis. Angkatan muda dengan sokongan militer melahirkan rezim orde

bam. Tetapi sayang beribu sayan& penguasa Orde Baru mencampakkan para

pemuda dan mahasiswa yang telah menjadi motor utama pendorong

terbentuk-nya NKR maupun pernuda dalam menumbang penguasa orde lama.

Keenam; Kebagkiian angkaian

talun

1970-an. Cerakan atau kebagkitan

nasionalisme pada tahun 1974 dikenal dengan peristiwa

Majari

(Malapateka

Lima Belas Januari). Gerakalr ini merupakan klimaks kekesalan para tokoh dan

gerakan muda atas kebijakan negara

di

bawah komando pemetintahan Orde

Baru yang sangat pro atau sudah dikuasai oleh pemodal asing, mereka meng_

anggap negara tidak iagi mempunyai kemandiriaan di bidang ekonomi,

politik,

hukum, pendidikan, dan keamanan. Gerakan ini sekaligus mengirim pesan pada

penguasa orde baru agar tidak lupa pada cita-cita awal kelahiran orde baru,

yahri mewujudkan kemandiiian sebagai.Negara bedaulat menuju kesejahteraan rakyat. Bila pemeritah yang telah diberi mandat oleh rakyat sudah melakukan tindakan di luar rel maka bersiap-siaplah berhadapan dengan kekuatar rakyat.

Tahun 1970-ar mahasiswa juga dfiadapkan pada kekuatan yangmembelenggu

kekebasan akademis di kalangan kampus. Mereka memperjuangkan kebebasan

(14)

akademik dan membebaskan kampus dari kebijakan Normalisasi Kehidupal Kampus (NKK). Mahasiswa menolak keras pembatasan geraknya dalam

ber-politik, dimana malLasiswa dikungkung hanya dalam ruang

kdiah

di lingkungan kampus. Sementara di sisi lain para tentara semakin menggurita ke dalam tatatal masyarakat sipii lewat dwifungsi ABRI (Indra dala m Kompas , 31 Oktober 2011) . Ketujuh; Kebagkitan angkatan 1980-an. Setelah gerakan pemuda sempat

mengalami kefakuman akibat tindakan permerintah yang represif,mengancaq

keselamatan iiwa kalangan pergerakan dari kaum pemuda dan mahasiswa, maka

mulai tahun 1980 sampai awal tahun 1990 pemuda dan mahasiswa kembali

bang-kit dengan cara melakukan gerakan-gerakan perubahan menuju kebebasan

berfi-kir,

demokratisasi dan perjuangan }jrak Azazi Manusia. Gerakan-gerakan

ke-lompok

ini

ditandai dengan munculnya kelomok studi di kampus maupun di

luar

kampus, lembaga pers aitemati{,

forum

komunikasi atau komite rakyat

bersamaan dengan munculnya LSM- Berbeda dengan gerakan sebelumnya,

inti

kekuatan gerakan

ini

bukan hanya

di

kampus, namun

di

temPat-tempat-yang

sederhana seperti di sekretariat organisasi kepemudaan dan mahasiswa, rumah

kos, gubuk petani korban penggrsurar; dan di barak-barak buruh pabrik.

Pen-dewasaan

intelektual

generasl

ini

bersifat

"organik"

dan jauh lebih matang

karena mempunyai sarana pers. Mahasiswa, kelompok diskusi, dan aksi

soii-daritas terhadap warga masyarakat yang paling tidak diuntungkan oleh

kebi-jakan pengusa Orde Baru.

Kedelapan; Angkatan 1990-an. Pada dekade tahun 1990-an mahasiswa dite-kan dan yang berdem<i akan ditahan. Pada masa itu, gerakan mahasiswa lebih bersifat politis dan fisik. Pembentukan opini atau pembangunan wacana tidak

diperlukan lagi, karena pada saat

itu harya

ada dua pertarungan yakni perta-rungan artara rezim penguasa dengan mahasiswa. Angkatan ini hadir sebagai

aktor perubaharL yang menumbangkan rezim oioriter di bawah penguasa Orde

Baru. Gerakan mahasiswa tahurL sembilan puluhan mencapai klimaksnya pada

tahun L998,

diawali

dengan terjadinya krisis moneter

di

pertengahan tahun

1997. Harga-hatga kebutuhan melambung tinggi, daya beli masyarakat pun

berkurang. Mahasiswa pun mulai gerah dengal penguasa Orba, tuntutan

mun-dumya Soeharto menjadi agenda nasional gerakan mahasiswa.

Ibarat gayrng bersambut, gerakan mahasiswa dengan agenda reformasinya

mendapat simpati dan dukungan yang luar biasa dari rakyat. Mahasiswa menjadi tumpuan rakyat dalam mengubah kondisi yang ada, yakni kondisi rakyat yang sudah bosan dengan pemerintahan yang terlalu lama" 32 tahun.

Pottisi

di luar

kekuasaan pun menjadi tumpul karena terlalu kuahrya lingkar kekuasaan, dan

dikenal dengan sebutan

jalur ABG

(ABRI,

Birokraf

dan Golkar). Walaupun

kalangan muda di bawah komando mahasiswa berbeda wama, berbeda

alma-mater, berbeda ideologi, keyakinan, tetapi mereka punya kesamaan yang

disatu-kan oleh rasa nasionalisme dan semangat membara untuk membebaskan

diri

dari kekuasaan yang otoriter.

(15)

akan Normalisasi Kehid

Lbatasan geraknya dalam am ruang kuliah di

li

rt menggurita ke dalam lam Kompas,31 Oktober 2011

:lah gerakan pemuda tah yang represif,mengancam

remuda dan mahaslswa, maka

dan mahasiswa kembali

bang-rahan menu.ju kebebasan

berfi-lanusia. Gerakan-gerakan

ke-: stucli di kampus maupun di

munikasi atau komite rakyat

gan gerakaa sebelumnya,

inti

rmun

di

iempat-tempatJang

rdaan dan mahasiswa, rumah rak-barak buruh pabrik.

pen-nik"

dan jauh lebih matang rmpok diskusi, dan aksi

soli-idak

diuntungkan oleh

kebi-.hun 1990-an mahasiswa

dite-tu, gerakan mahasiswa lebih

pembangunan wacana tidak

ua pertarungan yakni

perta-i. Aagkatan rni hadir sebagai

lter di bawah penguasa Orde

r mencapai klimaksnya pada

net€r

di

pertengahan tahun

,

claya beli masyarakat pun

nguasa Orba, tunhltan

mun-r

mahasiswa.

dengan agenda ref ormasinya

ri rakyat. Mahasiswa menjadi a, yakni kondisi rakyat yang ma, 32 tahun. Politisi di luar

tnya lingkar kekuasaar, dan

at, dan Golkar). Walaupun

rbeda wama, berbeda

alma-unya kesamaan yang

disatu-ra untuk membebaskan

diri

ansformqt'fi Menuju lndonerio Berdoutor"

rbebaskan negara dari kekuasaan yang otoriteriaa menuju negara demokrasi,

kaum muda kembali mendapat sorotan, kaum muda diang-gap telah terje_

:..,.

t"*5*

pada penguatan

kultur

radikalisme pasar bebas yang dipandu

logiia

kapitalisme, terkontaminasi

kultur

atau kebudayaan barat yang acuh tak acuh,

kurang

peduli

terhadap masalah-masalah sosial kemasyarakatan, sedaagkan

kaum muda yang masuk ke ranah

politik

dan menjadi pengendali

kek,luruL di

jajaran elite pemeritahaa temyata

larut

ctalam kenikmatan kekuasaan

politik

fiansaksional yang

dipardu

oleh juragan pemilik modal, pembelaan

teriadap

rakyat kecil yag selama ini nyaring disuarakan, lambat laun sudair mulai

redui,

diibaratkaa ular piton yang kekenyangan sehabis menelarr mangsaya.

Kritis

terhadap Nasionalisme

Kalau pada subpokok bahasan sebelumnya kita telah memoahas semangat

kaum muda dalam memperjuangkan nilai_nilai kebenaran dalam

Fohultor llftu so5iol, Ltniv€rsitoe Nege.i vostohortq, t3 Apdt2Ot3

Selain sorotan terhadap kaum muda, pemimpin negara juga

tidak

lepas

dari kritikan pedas baik dari kelompok muda yang masih mempuyai idealisme

maupun dari tokoh masyarakat dan dari tokoh lintas agama. Mereka mengangap

bahwa bangsa lndonesia sudah mendekati negara gagal, akibat

pemimpi";"g;

yang tidak mandiri, lemah, tidak berdaya dalam menghadapi intervensi asing.

Kondisi

ini

diperparah dengaa perlakuaan diskriminatif dari pemerintah pusat

terhadap pemerintah daerah.

Gugatan kritis

inl

hendaknya membuat kita merenung ulang dan belajar

dari perjalanan sejarah masa lalu. pemerintah tidak boleh skeftis, alergi terhadap

kritikan dan gugatan yang mempertanyakan ketegasan pemerintah dalam

me_

fn$nlmafan

masalah kebagsaan. pemerintah hendaknya bersikap ari{ meng_

hindari tindakan-tindakan rekati{ seperti menyera,'g barik tokoh tintas

agamla

dengan tuduhan, "Tokoh agama yLng bersuara lanlang diidentikkan

de"ngan

burung gagak pemakan bangkai yang berbulu putih,,. istilah seperti

ini

tentu

menyakitkan dan akan memancing reaksi dari jutaaa rakyat yang merasa pe_

lt1pirurla

dilecehkarg yang ujung-ujungnya menimbulkan perpecahan dan kebencian terhadap pejabat pemerintah.

Sudah saatnya krta, termasuk pemerintah,

mulai

sadar dan mawas

diri

sekaligus bertanya, apakah mungkin seluruh persoalan kebangsaan dan nasio_

nalisme dari perkumpulan etnik yang berbeda_bed a warld_z:iew, karakter, buda_

ya, agama. setelah mereka bersedia dan rela bergabung dalam sebuah negara

lndonesia, lantas segala persoalan bisa dianggap sJlesai b'egitu saja....?

Bukankah kita seharusnya juga menyadari buhwu

p"riJt

rur,

"tnis

di

teritorial yang telah

berhasil

dibangur

di

awal kemerdekaan hingga saat

ini,

baru hanya sebatas persatuan awal yarrg maslh sangat simbolis sifat dan tingkat kesadaran nasional_

lsmenya, yang tentu saja masih sangat rentan terhadap perpecahan (fagile).

(16)

76 Seminor Nosionot .M€ncori Modet Kep€mimpinon profetjh Tronsformsrif:

Menuju tndonejio Berdoutdt,,

1.

:if.at kedaerahar yang 'cerlebiran atau primordialisme

Primordialime adalai

sik

rongan berdasark". td";_1.."1

lil"8";?+i:,H*i:l:,1:rrT:lgili:

Secara etimologi, primordialisme

f"r"rJt

auri t uin t_u Li.,

irimu

otru

pri.nr,

yang artinya "yang utama.,,

,primordialisme

_"_put

ri_l sikap atau pan-dangaa yang sempit karena lebih

me"grtr*"k;;;";iti

atau kepentinp,l

daerah, suku, atau

budaya.lok"f"y""aifu"ai"gk";

ll,lgurl

t"p"r,ti.,g*.,

umum atau barrgsa.salah satu

contoh yang palirig sederhlna adalah akibsi otonomi.daerah muncul raja

nia

ke"

,

ai-""""

y"""g;";lgang

posisi stra_

tegis

di

jajaran birokrasi adalah

kelompot

u""g

i"k"r;.ngan

penguasa

daerah, dan isu putrah daerah non

p"o"

a^".uf_,'t*"slnlggelincling

dan

kadang-kadang menjadi pertimbu.gun

p".tu-u

lurl"rrr

p'"rr"*pu,url

."r"-orang dalam jaiaran birokrasi. Kondisi

ini

bila tidak

airiupi

"".uru

,"riu,

tentu akan sangat berbahaya bagr kelansung""

tJiJa"p*

berbagsa dan

bernegara.

Kebodohaa dan Isolasi

Kebodohan dan isolasi atau ketertutupan

_adalah juga faktor_faktor yang

menghambat integrasi. Masyarakat. yang bodoh

dr"1""1,"'rn"-Uit,

p"n-dangan yang sempit. Mereka me.neio]asi

diri

dalam lingkungan

tempat

tinggalnya. Mereka memandang dLrma inihanya

tJuauliuou

r*gO,rrrgun sosialnya. Di

luar

Lhgkungan ro5ial

."r"t

,

ulutrt

o*ifiu_

r,r,

orung

asing yang dipandang berbeda dengan mereka.

Kondisi m'asyarakat seperh

r1u melupakan faktor penghambai

integrasi

k"r;;-"k;:r"gat

mudah

dipecah-pecah oleh golongan yang

bemift

untuk

m""f"a"I".

p".p"""nm

ilil

"1:

::11._^.-TyTy

ar ira n_a r.i ran y

"

^s

". "

;;i,;,

;ian

kei o mpo k

,du, qdn menganggap kelompok mereka yang

palingiuci

dan bersih.

Kemiskjnan dan Keseniangar Soslal Ekonomi

Kemiskhan dalr kesenjangan sosial ekonomi adalah

faktor yangmengham_

bat integrasi. Kesenjangan

sosialeto""-i

U_L

t"."nffiri

L,ru. goto.,gu.,

masyarakat a taupun keseniangan antar daerah,

adalut-,

tj_ryung

*"rr,p"r-Iemah inregrasi. apabila kemi'skinrn

arn

l"r"n;rngu;

";;;;i,

anrarayang

fI1

O."

^:kl T

te4adi, yang muncut adatah sikap prasangka dan

ke_

cemburuan dari golongan yang miskLn

t".irArp

yung.Jr r.

opuO,,o f"U"_

rulan,yang,misUn d.rn yang

kala

Lersebut

U"rrr"f

?"ri,

_r",s alau suku yang berbeda, isu yang muncul dim.r.rrttu.,

t"

p".r'r.rO"_

i"U_"1,

-"r"_

lah kesenjangan sosial_ekonominya m"luinkurr ,oul

"ol*lii,i

rrrO,, ,ur,gru.

l:lilf_:l

,r"trra

yang.

diskriminaril

rerhadap

,ro""l.

-'-"

..ebrrakan Negara terhadap daerah sering di Iuar baias kepatutan, daerah

I":s

'lib:i

daya

atamnya

melimpah"dan

,"br;;;

;;';"rg

ApBN

tertinggi bagi \egara Repu blik Indonesia,

iurt

,

t

*,a"i"i

,t*,ri

"f.onorn,r,y"

berada di bawah garis kerniskrnan. Contoh

tongt.i*yu

(17)

rdingkan dengan kepentingan

paling sederhana adalah akibat

na yang memegang posisi stra_

yang dekat dengan penguasa

,erah terus menggelinding dan

mordia,lisme

iementingkan kepentingan

a, ras, suku, atau

Lri kata Latin prima atau

re merupakan sikap atau

akan identitas atau

,ama dalam penempatan sese_ ila tidak disikapi secara serius

3an kehiddupaa berbagsa dan

dalah juga faktor-faktor yang

rdoh

biasanya

memiliki

panl

liri

dalam lingkungan tempat

mya terbatas pada lingkungan

adalah orang lain atau orang

:a. Kondisi masyarakat seperti

i

karena akart sangat mudah ttuk mengadakan perpecahan

arg

mengkafirkan kelompok

Lg paling suci dar bersih. Li

rdalah faktor yang mengham_

k kesenjangal antar golongan r, adalah faktor yang memter_

njangan ekonomi antara yang rlah sikap prasangka dan ke_ 1ap yang kaya. Apabila

kebe-berasal

dati

etnis atau suku

: permukaan bukanlah masa_

r soal etnis atau suku bangsa.

ap rakyat.

luar batas kepatutan, daerah

l

sebagai penopang

ApBN

u kondisi sosial ekonominya ngkritnya adalah Kabupaten

onsformotif: Menuju lndonerio Berdoutor,,

Sumbawa Barat. Negara setiap tahumya menerima ro;r,.lh dari pT

Ney.non

Nusa Teggara (perusahaan pengelola tambang

emas terbesar di Indonesia) sebesar Rp5,B9

triliun.

Dari

;umiah.itu,

pem-da

propinsi-i.rru

T"r,ggu.u Barat hanya men erima 4,87 % atau sekitar Rp260

miiar

Da,..a 260 mniar

ini

didistribusikan kembali ke 10 kabupaten kota yang ada

ai propinsi Nusa

Tenggara Barat, sehingga praktis kabupaten Sumblwa Baral selaku

kabu-patenpenghasii hanya memperoleh dana bagi hasil sekitar 65 miliar.

Yang lebih menyakiikan ragi ketika pembaha"san Dana Alokasi

umum di

DePartemen Keuangan

ru

Yo:p-r*l

Sumbawa Barat

justru

mendapat

alokasiDana Alokasi Umum

pALf

terkeciljika dibandingkan

daerah lain_ nya

di

Indonesia, termasuk daerah vang t

irt

_"_prniui

sumber daya alam. Alasan

yarg

diberikan pemerintah prrsat sangat_slngat

tidak logis

dan merendahkan harkat dan martabat masvarakat

S'umbawa Barat, ibarat

fupu,*,.

sudah

jatuh

tertimpa- tangga. pemerintah beraaggapan bahwa

dana alokasi umum yarrg diberikan mlmang relatif

k".it

turLu

aunu

y_g

diberikan dikurangi besaran dana royalti y-ang diberikan

oleh negara ke-pada daerah penghasil. Kondisi ini;uga teriadi

Ii

Kahmurrtar,, l,apuu, Riou,

-d,":.PO*"!"

daerah penghasil sumber daya alam

frir_f"

ii

Indonesia.

Kebijakan ekonomi negara neolibralisme.

Sudah menjadi rahasia umum bahwa pemimpin nagara dalam membuat

kebijakan-kebijakan strategis terutama

di

bidang

"ionomi

tidak pernah

iepas dari intervensi asing terutama regulasi pem"erintah di

bidang perda_

gangan dan

pertambalgal.

Sering dengan semakin cerdasnya

masyara-kat, suara-suara

kiritis

sudah mulai

morrlU rc

p"r_rrt*rl.

Contoh yang paring sederhana adarah

-uryurukut

dan femerintah Kab.

Sumbawa Barat. Mereka sudah mulai b"rsrr^ra lurrturrg

,i"-p"rtanyakan

manfaat perusahaaa tambang emas-tembaga yang me.,g?krploitu.l utu*r,yu

melalui

konsersium pT Neymon

Nr"u

iungg"u.u,

yl*g'."luglu.,

U"ru,

sahamnya

dimiliki

asing. Keberaduurr

p"*ruhfi.,

r#uruLi

tu.,,lyutu

tiaut

llmbawa

efek buat masyarakat, baik

di

sekitar

tu_U*g ;uupun

rakyat Indonesia secara keseluruhan. Masyarakat hanya diyadikarr"tumbal

sekaligrs menjadi penonton ketika alarnnya dieksploitasi. Ma.yurakut

,ukitu,

tum-bang kondisinya tetap miskin, sementara para bule berambut pirang

ber-pesta pora menghambur-hamburkaa dolar, pejabat_pejabat

pusat yang keci_

pratan hidup bermewah-mewah

Pemerintah pusat dibuat tidak berdaya dan takluk

di

dalam kungkungan

T,Tr*^I:Yr:ll^t

yar,g mulai gerah dengan tindakan kaum imperialisme

uu, remyata drbenturkan dengan preman_preman berambut

cepak yang

seharusnya meiindungi

ralTat

Bil;

hal

ini

L-r

a$a*r.,

,idak mustahil

ilT#:Ti"t"T:i-a

Barat mensikuti jejak saudara-saudamva vang ada

Fshultos ltmu Soriot, UniveBitos Neseri Vogyoharto,

t3 April 2ol3

(18)

Penutup

Nasionalisrne dalam dimensi historisitas dan normativitas, merupakan

se-buah penemuan sosial yang paling menakjubkan dalam perjalanan sejarah

manu-sia, paling tidak dalam dasa warsa seratus tahun terakhir' Tidak ada satu pun

ruang geogra{is-sosial

di

muka

bumi

yang lepas sepenuhnya dari pengaruh

ideollgi

id.

Tanpa ideologi nasionalisme, dinamika sejarah manusia

akanberbe-da sama sekali. Meskipun sering dianggap usang

urtuk

dikaji darL diperdebatkan

dalam komunikasi ilmiah, namun sejatinya nasionalisme tidak sekedar cukup

untuk

diperbincangkan dan. dipertentangkan sebagaimana konsepsinya yang

sering dianggap bias, melainkan

perlu

suatu penghayatan yang tulus untuk

ditanamkan dalam kehldupan berbangsa, dan terinternalisasi serta terintegrasi

dalam

kultur

kehidupan bemegara. Apalagi dalam konteks kebangsaan

Indo-nesiayang plutal atau heterogen, maka diperlukan ikatan ideologis yangmenjadi rasa

milik

bersama yang bersifat

kolekfif

Untuk mencegah agar masalah disintegrasi bangsa tidak terus meluas dan

mencegah terjadinya nasionalisme semu, dibutuhkan kreatifitas pemerintah

dalam mengelaborasi secara dinamis

melalui

pendekatan-pendekatan

cross-aLlture understtmding and accommodafinS, nasionalisme haruslah didasarkan pada kesediaan dan hubungan timbal-balik, saling menghargai dan sikap-sikap ramah

penuh persaudaraan dan berkeadilan. Semua

itu

merupakan materi' esensi'

substansi dan metodologi yang dibutuhkan dalarn mengisl tuntutan cita-cita

kebangsaan dan

ilmu-ilmu

pengetahuan sosial-kemanusiaan, yang perlu terus

digalilecara kreatif dari

semboyan berbangsa dan bemegara kita: bhinneka tunggal ika.

Daftar

Pustaka

Adam, Asviwarm an.2007 . P elurusan Sejarah lndonesia. Yogyakarta: Ombak Press ' Maarif,

Ahmad

Syafii.2A02. ReJleksi 50 Tahun Indonesia Merdeka Yogyakarta:

UNY.

Amin,

SM. 1967 . lndonesia di Bawah Rezim Demokrasi Teryimpin' Jakarta: Bulan Bintartg.

Dahm, B. 1969. Sukarno and the Struggle

for

Indonesia IndEendence' Ithaca and

London: Comell UniversitY Press.

Frances Gouda. 2002. Indonesia Merdeka karena Amerika' Jakarta: Serambi

Ilmu

Semesta.

Hans

Kohn.

1965. N ationalism: Its Meaning and

Histary

New York:

D

Van

Nostrand CornPanY.

Hatta, Moh. L974. Detik-Detik Sekilar Proklamasi 1945. lakarta: Yapema'

Kahio

G.McT. 1963. Nationalism and Reuolutiot't in Indonesia.Ithaca, New York :

Come1l UniversitY Press

Koentjaraningrat . 1.964. Tokoh-lokoh Antropologi. Universitas Indonesia Press' 1990. Pengantar llmu Antropologi. Jakarta: Rineka Cipta Press.

(19)

normativitas, merupakan se-rlam perjalanan sejarah manu-terakhir. Tidak ada satu pun

; sepenuhnya dari pengaruh

a sejarah manusia akan

berbe-rtuk dikaji dan diperdebatkan

nalisme tidak sekedar cukup

,agaimana konsepsinya yang

rghayatan yang

tulus

untuk

ntemalisasi serta terintegrasi

m konteks kebangsaan

Indo-ikatan ldeologis yang menjadi

angsa tidak terus meluas dan

hkan kreatifitas pemedntah

rndekatan-pendekatan

cross-ne haruslah didasarkan pada

hargai dan sikap-sikap ramah

r

merupakan materi, esensi,

m mengisi hlntutan cita-cita manusiaan, yang perlu terus

an bemegara kita: bhirrLeka

;ia. Yogyakarta: Ombak Press. lonesi a Mer deka. Yo gyakarta:

'asi Terpimpin- Jakarta: Bulan

esia lndependmce. Ithaca and

rcika. Jakafia: Serambi

Ilmu

Hlsiory.

New

York:

D

Van

45. Jakafta: Yapema.

[ndonesia- Ithaca, New York :

aiversitas Indonesia Press.

.karta: Rineka Cipta Press.

ronrformotif: Menuju lndonesio Berdoulot,,

Block. 1961. Social Sociefy. Chicago: University o{ Ci:;,icago.

Slamet. 1986. Nasianalisme Sebagai Modnl Perjuangan Bangsa Indonesia.

Jakarta : Balai Pustaka.

As'yari

dalam Sarbini 2005. Islam TEicn Rnolusi;Idiologi panikiran d.an

::i':t

Gerakan.Yogyakarta : Pilar Media.

':i.

Rickl"f, M.C.

1993. Sejarah Indonesia Modern,

Yogyakarta

: Gadjah Mada

University Press.

Rukiyati. 2008. Pendidikan Pancasila.Yogyakarta : UNY Press.

Soekamo. L960. Manusic dan Masyarakat Baru lndonesia, Jakarta PP dan K.

Tunggul Alam, Wawan. 2003. Demi Bangsaku Pertentangan Sukamo Vs. Hatta.

Jakarta: Gramedia Pustaka Utama.

Wineburg. 2006. B erpikir Historis: Memetakan Masa Depan, Mmgajarkan Masa Ltlu,

te!.

Masd Maris, Jakarta: Yayasan Obor Indonesia.

Zulkarnain. 2009. Jumal Isfor':ia Vo1.7.No.1.09.(2009),Yogyakarta: Pendidikan

Sejarah.

Ihza Mahendra, dalam

http/

/setneg.go.id, diakses tanggal 24 Oktober 2011,.

Referensi

Dokumen terkait

regresi, atau sering disebut juga “ Standart Error Of Estimate “, karena digunakan untuk mengukur kesalahan setiap nilai Y terhadap garis regresi kesalahan baku dari dugaan yang

Biaya konversi persediaan meliputi biaya yang secara langsung terkait dengan unit yang diproduksi dan biaya overhead produksi tetap dan variabel yang di alokasikan

Menurut Subowo (1995: 91), bersama dengan miosin, aktin dapat menyebabkan kontraksi otot melalui mekanisme peluncuran antara kedua jenis protein fibriler tersebut (aktin dan

Dari beberapa permasalahan di atas ternyata yang paling dominan dari lemahnya motivasi belajar siswa dikarenakan sekolah tidak memiliki fasilitas belajar yang memadai, maka dengan

yang berjudul “ Analisa Penggunaan Motor DC 12 Volt Pada Robot Pengintai Dengan Komunikasi Wireless Berbasis Mikrokontroller Arduino Severino ” yang dibuat untuk

Beberapa artefak yang ditemukan baik dari hasil penggalian maupun yang sudah berada di permukaan tanah yaitu batu-batu berbentuk kala; makara; batu berelief guirlande, gapa, pilar

5 Antara yang berikut, yang manakah berkaitan dengan perniagaan dalam negeri.. I Menggunakan sistem ukuran dan timbangan yang sama II Membuat pembayaran secara tunai

Direktur SMMA Kurniawan Udjaja mengatakan, SMMA melakukan penyertaan modal sebesar Rp 45 miliar untuk membeli 45.000 saham Century Tokyo.. Jumlah penyertaan modal tersebut