PENGARUH INTENSITAS PENDIDIKAN
KEAGAMAAN TERHADAP PERILAKU SISWA DI
SMAN 1 GEDANGAN
SKRIPSI
Oleh
UBAIDILLAH
NIM D01211073
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SUNAN AMPEL
SURABAYA
FAKULTAS TARBIYAH DAN KEGURUAN
JURUSAN PENDIDIKAN AGAMA ISLAM
PENGARUH INTENSITAS PENDIDIKAN KEAGAMAAN TERHADAP PERILAKU SISWA DI SMAN 1 GEDANGAN
Oleh : Ubaidillah ABSTRAK
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui: 1) Variasi intensitas mengikuti Pendidikan keagamaan siswa kelas XI SMAN 1 Gedangan. 2) Bagaimana Perilaku siswa kelas XI SMAN 1 Gedangan. 3) Pengaruh intensitas mengikuti Pendidikan keagamaan terhadap perilaku siswa kelas XI SMAN 1 Gedangan.
Penelitian ini menggunakan metode survey dengan teknik korelasi, subyek penelitian sebanyak 67 responden dengan menggunakan teknik pengambilan teknik cluster sampling. Pengumpulan data dengan menggunakan instrument angket, metode wawancara dan observasi digunakan untuk mengetahui jumlah siswa, dan melengkapi data yang diperoleh dari hasil angket.
Data yang terkumpul digunakan dianalisis dengan menggunakan metode analisis statistik deskriptif. Pengujian hipotesis penelitian menggunakan analisis regresi dan korelasi. Pengujian hipotesis menunjukkan bahwa:
1. Intensitas mengikuti pendidikan keagamaan siswa kelas XI SMAN 1 Gedangan mempunyai nilai taraf “baik” yang mempunyai rata-rata sebesar 61,4 dan pada nilai distribusi frekuensi terletak pada interval 63-67 yang mempunyai prosentase 40,3 %.
2. Perilaku siswa kelas XI SMAN 1 G e d a n g a n mempunyai kategori baik karena mempunyai nilai rata-rata sebesar 66,5. dan pada tabel nilai distribusi frekuensi terletak pada interval 67-71 yang mempunyai prosentase 26,9%
3. Terdapat pengaruh intensitas mengikuti pendidikan keagamaan terhadap perilaku siswa kelas XI SMAN 1 Gedangan. Hal ini ditunjukkan oleh F hitung = 269 yang lebih besar daripada Ftabel pada taraf signifikansi 5%= 3,99 dan taraf signifikansi 1% =7,04. sedangkan persamaan garis regresinya adalah Y= 16,26 + 0.77�
Berdasarkan hasil penelitian di atas, menunjukkan bahwa ada pengaruh positif antara intensitas pendidikan keagamaan terhadap perilaku siswa kelas XI SMAN 1 Gedangan. Dari sini dapat disimpulkan bahwa hipotesis dapat diterima atau dibuktikan. Diharapkan akan menjadi bahan informasi dan masukan bagi para civitas akademik, para mahasiswa tenaga pengajar mata kuliah jurusan dan program studi di Fakultas tarbiyah dan keguruan UIN Sunan Ampel Surabaya terutama dalam memberi dorongan kepada mahasiswa agar senantiasa meningkatkan motivasi berprestasi secara lebih mendalam.
DAFTAR ISI
SAMPUL DALAM ... i
PERSETUJUAN PEMBIMBING ... ii
PENGESAHAN TIM PENGUJI ... iii
MOTTO ... iv
PERSEMBAHAN ... v
ABSTRAK ... vi
KATA PENGANTAR ... vii
DAFTAR ISI ... ix
DAFTAR TABEL ... xiii
DAFTAR LAMPIRAN………... ... ivx
BAB I PENDAHULUAN ... 1
A. Latar Belakang ... 1
B. Rumusan Masalah ... 6
C. Tujuan Penelitian ... 6
D. Manfaat Penelitian ... 6
E. Hipotesis Penelitian ... 7
F. Variabel Penelitian ... 8
G. Batasan Penelitian ... 10
H. Definisi Operasional ... 11
BAB II LANDASAN TEORI ... 14
A. Intensitas Pendidikan Keagamaan di Sekolah ... 14
1. Pengertian Intensitas Pendidikan Keagamaan di Sekolah ... 14
2. Tujuan Pendidikan Keagamaan ... 17
3. Fungsi Pendidikan Keagamaan ... 21
4. Jenis-Jenis Pendidikan Keagamaan ... 26
B. Perilaku Siswa ... 37
1. Pengertian Perilaku Siswa ... 37
2. Ciri-Ciri Perilaku Siswa ... 39
3. Jenis-Jenis Perilaku Siswa ... 44
4. Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Perilaku Siswa ... 50
5. Model-Model Pendekatan dalam Pembinaan Perilaku Siswa ... 56
C. Pengaruh Intensitas Mengikuti Kegiatan Keagamaan Terhadap Perilaku Siswa ... 68
BAB III PROFIL SEKOLAH DAN METODE PENELITIAN ... 72
A. Profil Sekolah SMAN 1 Gedangan Sidoarjo ... 72
1. Sejarah Berdirinya SMA Negeri 1 Gedangan Sidoarjo ... 72
2. Visi dan Misi SMAN 1 Gedangan ... 73
3. Tujuan Sekolah... 74
4. Struktur Organisasi SMAN 1 Gedangan Sidoarjo ... 75
B. METODE PENELITIAN
1. Tujuan Penelitian ... 85
2. Waktu dan Tempat Penelitian ... 85
3. Variabel dan Indikator Penelitian ... 85
4. Metode Penelitian ... 86
5. Populasi, Sampel dan Teknik Pengambilan Sampel ... 86
6. Teknik Pengumpulan Data ... 87
7. Teknik Analisis Data ... 89
BAB IV PENYAJIAN DAN ANALISIS DATA ... 94
A. Penyajian Data Terkait Intensitas Pendidikan Keagamaan ... 94
1. Hasil Wawancara Dengan Guru PAI ... 94
2. Hasil Wawancara Dengan Guru PAI ... 95
B. Analisis Data ... 96
1. Data hasil angket tentang intensitas kegiatan pendidikan keagamaan (x) ... 96
2. Data Mengenai Perilaku Siswa ... 99
C. Pengujian Hipotesis...……… 102
D. Pembahasan Penelitian………. 112
E. Keterbatasan Penelitian……… 113
BAB V PENUTUP ... 115
A. Kesimpulan ... 115
DAFTAR PUSTAKA ... 118
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang
Pendidikan agama seharusnya memang sejak dini sudah mulai
diberikan kepada anak karena perkembangan jiwa anak telah mulai tumbuh
sejak kecil, sesuai dengan fitrahnya.1 Fitrah manusia disalurkan, dibimbing
dan dijuruskan kepada jalan yang seharusnya. Dengan tujuan diharapkan
pendidikan agama dapat menjadi dasar pembentukan kepribadian anak.
Dalam pandangan Islam, pendidikan bertujuan untuk mengarahkan dan
membimbing pertumbuhan dan perkembangan fitrah anak didik melalui
ajaran Islam menuju kearah maksimal pertumbuhan dan perkembangannya.
Hal ini berarti pendidikan Islam bertujuan menyiapkan anak didik agar
menjadi generasi yang memiliki kepribadian dengan pola iman dan
taqwa kepada Allah SWT.
Dalam pendidikan terdapat tanggung jawab tiga angle. Rumah tangga
sebagai pembentukan sikap (afektif), sekolah sebagai wahana pengembangan
kognitif (intelektual), dan masyarakat sebagai psikomotorik.
Di Negara kita Indonesia ini lembaga pendidikan sudah lama ada
bahkan berkembang hingga kepolosok desa. Adapun lembaga itu dibagi
menjadi dua yaitu lembaga pendidikan formal dan lembaga non formal.
Lembaga formal adalah pendidikan yang dilakukan pada lembaga formal
2
yakni lembaga pendidikan yang dilakukan secara terstruktur dan mangikuti
sistem pendidikan nasional sesuai dengan undang-undang Sistem Pendidikan
Nasional pada tahun 2003.
Sekolah sebagai institusi resmi dibawah kelolan pemerintah,
menyelenggarakan kegiatan pendidikan secara berencana, sengaja, terarah,
sistematis, oleh para pendidik professional dengan program yang dituangkan
kedalam kurikulum untuk jangka waktu tertentu dan diikuti oleh para peserta
didik pada setiap jenjang pendidikan tertentu.
Sampai saat ini, kendala yang dihadapi di sekolah adalah selain
pendidikan agama memberikan muatan pengetahuan tentang ajaran-ajaran
agama juga dapat mengarahkan anak didik untuk menjadi manusia yang
memiliki kualitas agama yang kuat. Sehingga pendidikan agama selain
memberikan pengetahuan tentang ajaran agama sekaligus dapat menerapkan
dalam bentuk akhlak/ sikap dan kepribadian.
Salah satu persoalan bangsa yang krusial dewasa ini adalah persoalan
akhlak. Membudayanya KKN baik di kalangan birokrat maupun masyarakat
bawah. Menjamurnya media pornografi dan pornoaksi, maraknya pengaruh
dari kelompok-kelompok radikal , serta kasus illegal logging dan pekerjaan
illegal lainnya adalah sekelumit dari persoalan akhlak bangsa yang sedang
dihadapi oleh Negara yang sudah “merdeka” ini. Banyak kalangan yang menilai bahwa munculnya perilaku tersebut merupakan hasil dari pendidikan
3
dikambing hitamkan, sebab materi yang diajarkannya banyak menyangkut
tentang akhlak.
Dalam menghadapi era globalisasi pendidikan memiliki tugas
meningkatkan ilmu pengetahuan dan teknologi (IPTEK) diharapkan juga
mampu meningkatkan keimanan dan ketaqwaan (IMTAQ) terhadap Tuhan
Yang MAha Esa, peningkatan keimanan dan ketaqwaan dilakukan untuk
mengantisipasi dampak negative dari perkembangan ilmu pengetahuan dan
teknologi. Oleh karena itu, dalam rangka memperkuat keimanan dan
ketaqwaan terhadap Tuhan Yang Maha Esa, pendidikan agama dinyatakan
sebagai kurikulum wajib pada semua jalur, jenis dan jenjang pendidikan.
Dalam upaya pengembangan nilai-nilai keagamaan dilembaga
pendidikan seorang guru agama tidak lepas dari kegiatan belajar mengajar
saja atau didalam kelas saja dalam mengarahkan peserta didiknya. Misalnya
mereka diajak untuk mau memperingati hari-hari besar keagamaan yang
memungkinkan besar juga mampu memberikan sumbangan informasi kepada
mereka tentang materi-materi yang telah dipelajari didalam kelas.
Tuntutan seorang guru agama adalah cenderung untuk lebih kreatif
untuk selalu berupaya mencari mencari cara agar agenda kegiatan yang
direncanakannya dapat berhasil sesuai yang diharapkannya. Agar seorang
guru tidak dikatakan sebagai penyampai materi saja, mereka harus mampu
mengatasi masalah/kendala yang dihadapi seperti dan dapat menciptakan
4
adanya trik-trik yang perlu sekiranya menemukan jalan keluar tentang
pelaksanaan kegiatan keagamaan dan mengefektifkan semua siswa yang
dianggap selalu tidak mengikuti kegiatan keagamaan tersebut.
Pelaksanaan pendidikan akhlak dalam pendidikan formal haruslah terus
menerus diberikan, ditawarkan dan diulang-ulang agar terinternalisasi dan
dapat terwujud dalam tindakan nyata dalam pekerti yang konkrit. Agar siswa
dalam menerima dengan keyakinan sadar dan bermoral, berwatak dan
bersosialitas serta bertanggung jawab, maka seorang guru dan khususnya
guru pendidikan agama islam harus berupaya dengan menggunakan beberapa
metode dalam pelaksanaan pembinaan akhlakul karimah siswa, karena
metode merupakan suatu cara yang dipakai dalam proses belajar mengajar
dalam pendidikan. Dan dalam menggunakan metode, guru haruslah
menyesuaikan dengan karakter.
Banyak metode yang bisa digunakan pendidik di dalam membelajarkan
siswanya agar mempunyai akhlakul karimah. Salah satunya adalah mengikuti
kegiatan keagamaan. Disekolah terutama bagi pendidiknya tidak hanya
bertanggung jawab mengajarkan ilmu pengetahuan, tetapi juga dianjurkan
menanamkan nilai-nilai dan norma-norma yang sesuai dengan ajaran agama
dan dapat diterima di masyarakat yaitu akhlak mulia dengan melalui
bimbingan dan latihan supaya pada diri anak muncul akhlak yang baik, sopan
5
penyimpangan akhlak. Semua itu merupakan tanggung jawab semua para
pendidik dan merupakan tujuan yang diinginkan dalam pendidikan.
Pendidikan akhlak dapat dilaksanakan pada semua mata pelajaran tetapi
yang paling utama dapat dilaksanakan melalui pendidikan agama Islam. Yaitu
salah satunga mengikuti kegiatan keagamaan. Pendidikan islam menurut
Musthafa Al-Khulayani menanamkan akhlak mulia di dalam jiwa anak pada
masa pertumbuhan dan menyelaminya dengan air petunjuk dan nasehat
sehingga akhlak itu menjadi salah satu kemampuan jiwanya. Kemudian
buahnya berwujud keutamaan, kebaikan dan cinta pekerjaan untuk
memanfaatkan tanah air.2
Peneliti memilih SMAN I Gedangan karena berbasis sekolah umum
yang meyoritas siswanya minim pengetahuan pendidikan agama dan terdapat
kegiatan keagamaan yang dapat membina akhlakul karimah siswa.
Berawal dari latar belakang diatas maka mengangkat permasalahan
yang berkenaan dengan “ Pengaruh Intensitas Pendidikan Keagamaan
Terhadap Perilaku Siswa di SMAN I Gedangan.”
2Abdullah Jalaluddin, dkk., Filsafat Pendidikan dan Pengembangannnya, (Jakarta: PT. Raja Grafindo),
6
B. Rumusan Masalah
Dari latar belakang diatas peneliti mendapatkan rumusan masalah
sebagai berikut:
1. Bagaimana Intensitas Pendidikan keagamaan di SMAN I Gedangan?
2. Bagaimana perilaku siswa di SMAN 1 Gedangan?
3. Apakah Intensitas Pendidikan keagamaan berpengaruh terhadap perilaku
siswa di SMAN I Gedangan?
C. Tujuan Penelitian
Berdasarkan latar belakang maupun rumusan masalah di atas, maka
tujuan pembahasan dalam penelitian ini adalah:
1. Untuk memperoleh data tentang pelaksanaan intensitas pendidikan
keagamaan di SMAN I Gedangan.
2. Untuk mengetahui perilaku siswa di SMAN I Gedangan.
3. Untuk memperoleh data tentang ada atau tidaknya pengaruh Intensitas
pendidikan keagamaan di SMAN I Gedangan.
D. Manfaat Penelitian
Manfaat penelitian dalam pembahasan ini adalah sebagai berikut:
1. Manfaat Teoritis
Secara akademis terutama bagi dunia pendidikan adalah hasil
penelitian ini dapat dijadikan sebagai bahan pertimbangan guru
7
kegiatan keagamaan yang dilaksanakan di luar kelas dan menambah
pengetahuan serta mengembangkan khazanah keilmuan.
2. Manfaat Praktis
a. Bagi pembaca: hasil penelitian diharapkan dapat dimanfaatkan
sebagai bahan kajian dikemudian hari khususnya dalam pelaksanaan
kegiatan keagamaan dan penggunaan metode yang baik agar
tercapai hasil yang efektif
b. Bagi penulis: hasil penelitian ini diharapkan dapat menambah
pengetahuan tentang pentingnya pendidikan keagamaan di sekolah
dan menjadi pembelajaran dalam penelitian dikemudian hari.
E. Hipotesis Penelitian
Hipotesis adalah jawaban sementara terhadap masalah penelitian yang
kebenarannya masih diuji secara empiris.3 Dengan demikian hipotesis
merupakan dugaan sementara yang nantinya akan diuji dan dibuktikan
kebenarannya melalui analisa data.4 Jadi, yang dimaksud hipotesis penelitian
adalah jawaban dari permasalahan sebuah penelitian yang masih bersifat
sementara, yang kebenarannya dapat dibuktikan setelah penelitian
dilaksanakan.
3Sumadi Suryabrata, Metodologi Penelitian, (Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada, 1998), h. 72. 4Suharsimi Arikunto, Prosedur Penelitian Suatu Pendekatan Praktik, (Jakarta: PT. Rineka Cipta,
8
Sehubungan dengan rumusan masalah yang dikemukakan, maka
terdapat dua hipotesis dalam penelitian ini yang perlu dibuktikan
kebenarannya yaitu:
1. Hipotesis Nihil (Ho): Hipotesis yang sering juga disebut hipotesis
statistik, karena biasanya dipakai dalam penelitian yang bersifat statistik
yaitu diuji dengan perhitungan statistik. Hipotesis nol menyatakan tidak
adanya hubungan antara dua variabel, atau tidak adanya pengaruh
variabel X terhadap variabel Y.5 tidak ada pengaruh antara Intensitas
pendidikan keagamaan dengan perilaku siswa.
2. Hipotesis Alternatif (Ha): Hipotesis Kerja (Ha) atau disebut hipotesis
alternatif yang menyatakan hubungan antara variabel X dan variabel Y
atau adanya perbedaan antara dua kelompok.6 Yaitu terdapat adanya
pengaruh antara Intensitas Pendidikan Keagamaan terhadap perilaku
siswa.
F. Variabel penelitian
Variabel adalah gejala yang menjadi fokus peneliti untuk di amati.
Variabel itu termasuk atribut dari sekelompok orang atau subyek yang
mempunyai variasi antara satu dengan yang lainnya dalam kelompok itu.
Variabel juga dapat dikatakan konsep yang mempunyai variasi nilai. Variabel
9
dalam suatu penelitian itu terdapat dua macam variabel antara lain: variabel
bebas (independent variable) dan variabel terikat (dependent variable).
Variable independent sering disebut sebagai variabel stimulus, input,
predictor, dan antecedent, 7Variabel bebas adalah variabel yang menjadi
sebab timbulnya atau berubahnya variabel dependen atau variabel terikat. Jadi
variabel independen atau variabel bebas adalah variabel yang mempengaruhi.
Sedangkan variabel independen atau variabel terikat adalah sering disebut
sebagai variabel respon, output, kriteria, konsekuen. Dalam bahasa Indonesia
sering disebut sebagai variabel terikat. Variabel terikat merupakan variabel
yang dipengaruhi atau yang menjadi akibat, karena adanya variabel bebas.
Dari penjelasan penelitian dengan beberapa variabel di atas, peneliti
mudah dalam memahami dan mengenali variabel-variabel penelitiannya.
Dalam penelitian ini telah terdapat dua macam variabel, dengan penjelasan
dan pembahasan di bawah ini.
a. Variabel bebas
Variabel bebas dalam penelitian ini intensitas dan pendidikan
keagamaan karena kemunculan atau keberadaannya tidak dipengaruhi
oleh variabel lain.
Indikator dari keagamaa siswa adalah:
1. Melaksanakan sholat
2. Membaca Al-quran
7
10
3. Melakukan puasa
4. Membaca dzikir
b. Variabel terikat
Variabel terikat dalam penelitian ini adalah perilaku siswa. Karena
kemunculannya dan keberadaannya dipengaruhi oleh variabel lain.
Indikator dari perilaku sosial adalah:
1. Tolong-menolong
2. Menghargai pendapat orang lain
3. Menghormati yang lebih tua
4. Menyayangi sesame
G. Batasan Masalah
Dari penegasan judul diatas, penulis mengartikan judul skripsi ini yakni
pengaruh pelaksanaan pendidikan keagamaan Islam di sekolah secara Intens
terhadap perilaku keagamaan siswa. Dimana intensitas pendidikan Agama
Islam ini meliputi usaha yang dilakukan oleh SMAN I Gedangan secara
sistematis, terencana dan terprogram dengan menitik beratkan pada
pengelolaan dan pengaturan terhadap mata pelajaran pendidikan Agama
Islam. Selanjutnya dalam operasionalnya, Intensitas pendidikan keagamaan
Islam ini diwujudkan dalam bentuk SMAN plus, yakni sekolah menengah
umum yang menambah waktu belajar serta materi pendidikan Agama Islam.
Sedangkan perilaku siswa adalah segala tingkah laku atau perbuatan
11
dan Akhlak. Sedangkan pada pembahasan skripsi ini perilaku siswa lebih
difokuskan pada tingkah laku atau Akhlak siswa terhadap orang tua, guru,
serta teman siswa.
H. Definisi Operasional
Dalam upaya mendapatkan deskripsi yang jelas serta menghidari
terjadinya kesalahan penafsiran dalam istilah-istilah yang digunakan sebagai
judul penelitian ini, maka dipaparkanlah batasan istilah yang dimaksudkan
sesuai dengan penelitian ini. istilah-istilah tersebut ialah:
Pengaruh : Daya yang ada atau timbul dari sesuatu (orang, benda)
yang ikut membentuk watak, kepercayaan, atau
perbuatan seseorang.8
Intensitas : Kebulatan tenaga yang dikerahkan untuk suatu usaha,
jadi intensitas secara sederhana dapat di rumuskan
sebagai usaha yang dilakukan oleh seseorang dengan
penuh semangat untuk mencapai tujuan.
Pendidikan Agama : Usaha-usaha secara sistematis dan pragmatis dalam
membantu peserta didik agar supaya mereka hidup
sesuai dengan ajaran agama islam.9
Perilaku : Tanggapan atau reaksi individu terhadap rangsangan
atau lingkungan.10
8 Departemen P dan K, kamus Besar Bahasa Indonesia, ( Jakarta : Balai Pustaka, 1989),h. 664. 9 Zuhairini, dkk. , metodik khusus Pendidikan Agama Islam, (Surabaya : Usaha Nasional, 1983), h.
12
Jadi secara keseluruhan definisi dari Pengaruh Intensitas Pendidikan
keagamaan terhadap perilaku siswa adalah suatu daya yang timbul dari
sesuatu (orang, benda) dalam usaha yang dilakukan seseorang untuk
mencapai tujuan secara sistematis dan pragmatis dalam membantu peserta
didik mencapai sebuah perilaku dalam kehidupan yang sesuai dengan ajaran
agama Islam.
I. Sistematika Pembahasan
Untuk memudahkan penulisan, maka dalam penelitian ini di bagi
menjadi beberapa bab dan sub bab. Adapun sistematika penulisannya adalah :
BAB I : PENDAHULUAN
Dalam bab ini penulis membahas tentang latar belakang, rumusan
masalah, tujuan penelitian, kegunaan penelitian, definisi
operasional, ruang lingkup dan pembatasan penelitian, asumsi dan
hipotesis penelitian, serta sistematika pembahasan.
BAB II : LANDASAN TEORI
Pada bab ini dikemukakan tentang kajian teori yang dapat
mendukung peneliti dalam melakukan penelitian di lapangan.
Adapun didalamnya memuat tinjauan tentang pengertian intensitas
pendidikan keagamaan, perilaku siswa dan pengaruh intensitas
pendidikan keagamaan terhadap perilaku siswa.
10
13
BAB III : METODOLOGI PENELITIAN
Pada bab ini, berisi tentang metode penelitian yang berisi antara
lain: profil SMAN I Gedangan, letak geografis, sejarah berdirinya
SMAN I Gedangan, Visi-Misi, SMAN I Gedangan, struktur
organisasi SMAN I Gedangan, keadaan Guru, keadaan siswa,
sarana prasarana, rancangan dan jenis penelitian, penjabaran
variabel, sumber data, populasi dan sampel ,teknik pengumpulan
data, dan teknik analisis data.
BAB IV : PENYAJIAN DATA DAN ANALISIS DATA
Pada Bab ini Membahas laporan hasil penelitian, berisi tentang
penyajian data, analisis data, dan analisis terhadap pengaruh
intensistas pendidikan keagamaan terhadap perilaku siswa
BAB V : Dalam bab ini berisi tentang kesimpulan dan saran – saran yang berkaitan dengan hasil penelitian yang telah dilakukan.
Demikian sistematika pembahasan dan analisis data skripsi ini
sesuai dengan urutan- urutan penelitian, dan dicantumkan pula daftar pustaka
BAB II LANDASAN TEORI A. Intensitas Pendidikan Keagamaan di Sekolah
1. Pengertian Intensitas Pendidikan Keagamaan di Sekolah Intensitas berarti “keadaan tingkat atau ukuran intensnya”. Sedangkan “intens” sendiri berarti hebat, sangat kuat (kekuatan,
efek), berapi-api, berkobar-kobar (tentang perasaan), sangat
emosional (tentang orang).1 Atau dengan kata lain intensitas
dapat diartikan dengan sungguh-sungguh melakukan usaha (daya
usaha) untuk mendapat hasil yang maksimal.2 Sehingga
intensitas dapat diartikan suatu keadaan yang bergelora, penuh
semangat, berapi-api, berkobar-kobar (perasaan) maupun
perbuatan dalam melaksanakan sesuatu untuk dapat mencapai
tujuan yang telah ditetapkan.
Berdasarkan uraian diatas, maka dapat ditarik kesimpulan
bahwa intensitas adalah sejumlah rutinitas, keseringan dan
frekuensi yang dimiliki seseorang yang dilakukan dalam
kehidupan sehari-hari.
Sedangkan pengertian dari keagamaan itu sendiri adalah
berasal dari agama yang kemudian mendapat awalan ”ke” dan
1 Departemen Pendidikan dan Kebudayaan, Kamus Besar Bahasa Indonesia, (Jakarta:
Balai Pustaka, 1990). hlm. 17
15
akhiran “an”, sehingga membentuk kata baru yaitu “keagamaan”.
Jadi keagamaan disini mempunyai arti yang berhubungan dengan
agama.3
Jalaludin menjelaskan bahwa keagamaan merupakan suatu
keadaan yang ada dalam diri seseorang yang mendorong untuk
bertingkah laku sesuai dengan kadar ketaatannya terhadap
agama.4 Demikian juga Hamka mendefinisikan tentang
keagamaan sebagai hasil kepercayaan dalam hati nurani, yaitu
ibadah yang tertib lantaran sudah ada i’tikad lebih dahulu,
menurut dan penuh karena iman.5
Agama berasal dari bahasa Sanskrit yang berarti teks atau
kitab suci, dan mengandung ajaran yang menjadi tuntunan hidup
bagi penganutnya.6 Singkatnya Agama (Ad Dien) adalah
keyakinan (keimanan) tentang suatu Dzat Ketuhanan (Ilahiyah)
yang pantas untuk menerima ketaatan dan penyembahan
(ibadah). Agama adalah peraturan Ilahi yang mengendalikan
orang-orang yang memiliki akal sehat secara suka rela kepada
kebaikan hidup didunia dan keberuntungan di akhirat.
3 Departemen Pendidikan Nasional, Kamus Besar Bahasa Indonesia,edisi Ke 3 (Jakarta:
Balai Pustaka, 2005). hlm. 234.
4 Jalaludin, Psikologi agama, (Jakarta: Raja Grafindo Persada,2001),hlm.199. 5 Hamka, Tasawuf Modern, (Jakarta: Pustaka Panji Mas,1987), hlm.75.
6 Muh.Imin, Problematika Agama dan Kehidupan Manusia, (Jakarta: Kalam
16
Sebagaimana firman Allah dalam surat Al-Maidah : 48
Artinya: Dan Kami telah turunkan kepadamu Al Quran dengan
membawa kebenaran, membenarkan apa yang
sebelumnya, Yaitu Kitab-Kitab (yang diturunkan
sebelumnya) dan batu ujian[421] terhadap Kitab-Kitab
yang lain itu; Maka putuskanlah perkara mereka
menurut apa yang Allah turunkan dan janganlah kamu
mengikuti hawa nafsu mereka dengan meninggalkan
kebenaran yang telah datang kepadamu. untuk
tiap-tiap umat diantara kamu[422], Kami berikan aturan
dan jalan yang terang. Sekiranya Allah menghendaki,
17
Allah hendak menguji kamu terhadap pemberian-Nya
kepadamu, Maka berlomba-lombalah berbuat
kebajikan. hanya kepada Allah-lah kembali kamu
semuanya, lalu diberitahukan-Nya kepadamu apa yang
telah kamu perselisihkan itu,
Agama juga dapat diartikan sebagai risalah yang disampaikan
kepada Nabi sebagai petunjuk bagi manusia dan hukum-hukum
sempurna untuk dipergunakan manusia dalam menyelenggarakan
tata cara hidup yang nyata serta mengatur hubungan dengan dan
tanggung jawab kepada Allah, kepada masyarakat dan alam.7
Jadi, keagamaan merupakan sikap atau perbuatan yang nyata
dan biasa diamat dari seorang anak berdasarkan al-Qur’an dan as-Sunah. Dengan kata lain bahwa yang dimaksud dengan
pendidikan keagamaan adalah sejumlah aktivitas yang
berhubungan dengan keagamaan yang dilaksanakan atau
diadakan sekolah yang merupakan salah satu beberapa kegiatan
yang berada dalam OSIS (Organisasi Siswa Intra sekolah) di
bawah bimbingan guru agama Islam yang khusus
menyelenggarakan pendidikan keagamaan Islam di lingkungan
sekolah.
2. Tujuan Pendidikan Keagamaan
7 Abu Ahmadi, Noor Salim, Dasar-dasar Pendidikan Agama Islam, (Jakarta:
18
Segala sesuatu yang dilaksanakan sudah barang tentu
mempunyai tujuan yang hendak dicapai, pada dasarnya
pendidikan keagamaan merupakan usaha yang dilakukan
(terhadap peserta didik) agar dapat memahami, mengamalkan
ajaran-ajaran agama. Sehingga tujuan dari pendidkan keagamaan
secara umum tidak terlepas dari tujuan pendidikan Islam atau
pendidikan agama Islam.
Dalam kaitannya dengan tujuan Pendidikan Agama Islam di
sekolah-sekolah, maka menurut petunjuk teknis kurikulum PAI
untuk SMAN bertujuan untuk meningkatkan keilmuan,
pemahaman, penghayatan dan pengamalan siswa tentang agama
Islam sehingga menjadi manusia muslim yang beriman dan
bertakwa kepada Allah, serta berakhlak mulia dalam kehidupan
pribadi, bermasyarakat, berbangsa dan bernegara serta untuk
melanjutkan pendidikan pada jenjang yang lebih tinggi.8
Menurut Zuhairini bahwa tujuan Pendidikan Agama Islam
adalah membina anak agar menjadi orang muslim sejati, beriman
teguh dan berakhlak mulia serta berguna bagi masyarakat, agama
dan bangsa.9
8 Departemen Pendidikan Nasional, Petunjuk Teknik Mata Pelajaran PAI Kurikulum
SMA ,(Jakarta,1995), hlm. 9.
9 Zuhairini, Metodik Khusus Pendidikan Agama, (Malang: Sunan Ampel, 1998), hlm.
19
Menurut Ibn Khaldun sebagaimana dikutip oleh Ramayuris
bahwa tujuan pendidikan Islam mempunyai dua tujuan yaitu:10
a. Tujuan keagamaan, maksudnya ialah beramal untuk akhirat,
sehingga ia menemui Tuhannya dan telah menunaikan
hak-hak Allah yang diwajibkan ke atasnya.
b. Tujuan ilmiah yang bersifat keduniaan, yaitu yang
diungkapkan oleh pendidikan modem dengan tujuan
kemanfaatan atau persiapan untuk hidup.
Selanjutnya Al Ghazali berpendapat bahwa tujuan
pendidikan Islam yang paling utama ialah beribadah dan taqarrub
kepada Allah, dan kesempurnaan insane yang tujuannya
kebahagiaan dunia akhirat.11
Sebagaimana firman Allah surat Adz-Dariyat ayat 56 yang
berbunyi:
Artinya: Dan aku tidak menciptakan jin dan manusia melainkan
supaya mereka mengabdi kepada-Ku.
Menurut M. Arifin merumuskan tujuan akhir pendidikan
Islam ialah merealisasikan manusia muslim yang beriman dan
20
bertakwa serta berilmu pengetahuan yang mampu mengabdikan
dirinya kepada Khalik-nya dengan sikap dan kepribadian bulat
yang merujuk kepada penyerahan dirinya, dalam setiap aspek
hidupnya duniawiyah dan ukhrawiyah.12
Sedangkan tujuan diberikannya pendidikan agama Islam
disekolah umum adalah untuk meningkatkan keimanan,
pemahaman, penghayatan dan pengamalan siswa terhadap ajaran
agama Islam sehingga menjadi manusia Muslim yang bertakwa
kepada Allah SWT serta berakhlak mulia dalam kehidupan
pribadi, bermasyarakat, berbangsa dan bernegara.13
Secara umum tujuan Pendidikan Agama Islam telah tercapai
apabila:
a. Siswa telah memiliki pengetahuan secara fungsional tentang
agama Islam serta mengamalkannya dalam kehidupan
sehari-hari.
b. Siswa meyakini kebenaran tentang ajaran agama Islam dan
menghormati orang lain meyakini agamanya.
c. Siswa mempunyai gairah untuk beribadah.
d. Siswa memiliki sifat kepribadian muslim (berakhlak mulia).
12 M. Arifin, Ilmu Pendidikan Islam, (Jakarta: Bumi Aksara, 2000), hlm. 235.
13 Departemen Agama, Pedoman Pendidikan Agama Islam di Sekolah Umum, (Jakarta:
21
e. Siswa rajin belajar, giat bekerja dan gemar berbuat baik dan
menolong sesamanya.
f. Siswa mampu mensyukuri terhadap nikmat yang Allah
berikan baik berupa kesehatan, kehidupan dan harta
kekayaan.
g. Siswa dapat memahami, menghayati dan mengambil hikmah
serta manfaat dari peristiwa-peristiwa tarikh Islam.
h. Siswa mampu menciptakan suasana rukun dalam kehidupan
beragama, bermasyarakat, berbangsa dan bernegara
3. Fungsi Pendidikan Keagamaan
Secara ideal pendidikan Islam berfungsi “menyediakan sumber daya manusia yang berkualitas tinggi, baik penguasaan
terhadap ilmu pengetahuan dan teknologi maupun dalam hal
sikap moral, dan penghayatan serta pengamalan ajaran agama.
Sedikitnya pendidikan Islam secara ideal berfungsi membimbing,
menyulap anak didik yang berilmu, berteknologi, berketrampilan
tinggi dan sekaligus beriman dan beramal saleh.14
Sedangkan menurut Musa Asy’ari memberi pandangan
tentang Fungsi Pendidikan Agama Islam hendaknya dapat
menanamkan kesadaran anak didik akan fungsi sebagai:
14 Azumardi Azra, Pendidikan Islam Tradisionalis dan Modernis Menuju Milinium
22
a. Wakil Allah di bumi yang harus mau dan mampu mengambil
bagian secara aktif dalam perannya sebagai insane
pembangunan.
b. Rahmat sebagian alam, yang harus mau dan mampu
mewujudkan kesejahteraan diri, kelompok, keluarga,
masyarakat, bangsa dan kemanusiaan pada umumnya.15
Untuk dapat melakukan fungsinya dengan baik anak didik
harus mempunyai sifat takwa, takwa dalam arti taat secara sadar
dan sukarela mematuhi perintah Allah serta mampu dengan
maksimal mengabdi dan beribadah kepada-Nya atas dasar rasa
hormat dan cinta, mengharap kasih dan ridha-Nya.
Demikian juga dalam literatur yang tertuang dalam
kurikulum PAI pada sekolah dan madrasah berfungsi sebagai:16
a. Pengembangan
Pengembangan merupakan upaya peningkatan kadar
keimanan dan ketakwaan peserta didik kepada Allah, yang
telah ditanamkan dalam lingkungan keluarga. Sekolah
berfungsi untuk mengembangkan dan meningkatkan kadar
keimanan dan ketakwaan siswa kepada Allah, yang telah
ditanamkan dalam lingkungan keluarga sehingga memiliki
15Musa Asy’ari dkk, Agama Kebudayaan dan Pembangunan, (Yogyakarta: IAIN Sunan
Kalijaga Press, 1988), hlm. 111.
23
keimanan dan ketakwaan yang terus berkembang secara
optimal sesuai dengan tingkat perkembangan anak.
Oleh sebab itu siswa harus diberikan bimbingan, latihan
serta pengajaran dalam pengalaman keagamaan serta
diberikan pula kesempatan yang seluas-luasnya untuk
mengembangkannya sebagai contoh siswa dengan
bimbingan guru PAI diberikan kesempatan untuk
memberantas baca tulis al-qur’an, melaksanakan praktek shalat serta kegiatan lainnya seperti haji, umrah, penerimaan
amal zakat infak dan sodaqoh.
b. Penyaluran
Memberikan kesempatan kepada siswa yang memiliki
bakat khusus dalam bidang agama untuk menyalurkanya agar
bakat tersebut berkembang secara optimal. Dalam hal ini
sekolah khususnya guru PAI berfungsi untuk menyalurkan
bakat yang telah dimiliki siswa agar berkembang secara
optimal sehingga bermanfaat bagi diri sendiri maupun orang
lain. Contohnya Qori qoriah, khitobah.
c. Perbaikan
Usaha-usaha yang dilakukan untuk memperbaiki
kesalahan-kesalahan. Sekolah berfungsi memperbaiki
24
kelemahan-kelemahan peserta didik dalam keyakinan,
pemahaman dan pengamalan ajaran agama kemudian
diberikan kesempatan dan di dorong untuk memperbaiki
kelemahan-kelemahan dengan bantuan bimbingan di sekolah,
khususnya guru PAI. Sebagai contoh penggunaan obat-obat
terlarang, jika ada yang keliru dalam memahami ajaran
agama khususnya aqidah, mengkafirkan orang satu aqidah
atau pengaruh agama dari luar.
d. Pencegahan
Sekolah berfungsi menangkal hal-hal negatif dari
lingkungan peserta didik atau dari budaya lain yang dapat
membahayakan dirinya dan menghambat perkembangan
menuju manusia Indonesia seutuhnya. Oleh karena itu siswa
diberikan pemahaman tentang hal-hal yang negative yang
tidak sesuai dengan ajaran agama Islam dan kepribadian
bangsa Indonesia agar dijauhi dan dapat dihindari. Siswa
diberikan motivasi atau dorongan agar memahami,
menghayati dan mengamalkan ajaran agamanya untuk
menangkal pengaruh negative yang dating baik dari dalam
maupun dari luar. Semisal penyalahgunaan narkotika,
perkelahian, pergaulan bebas dan lain sebagainya.
25
tanggungjawab agar senantiasa menggerakkan dan
mengetahui dampak langsung terhadap kesehatan jasmani
dan rohani akibat dari perbuatannya. Ini akan memberi
pengetahuan yang amat berarti bagi siswa.
e. Penyesuaian
Membimbing untuk menyesuaikan diri dengan
lingkungannya, sekolah tidak dibenarkan untuk memaksakan
keadaan siswa dengan lingkungannya. Bahkan melalui
siswalah sekolah berusaha mengubah lingkungan yang
belum agamis menjadi lingkungan yang sesuai dengan ajaran
Islam. Sehubungan dengan itu siswa diberikan bekal
pengetahuan, pemahaman dan pengamalan yang benar sesuai
lingkungannya.
f. Sumber nilai
Memberikan pedoman hidup untuk mencapai
kebahagiaan hidup di dunia dan akhirat. Agama merupakan
sumber nilai yang memberikan pedoman hidup bagi
pemeluknya dalam memenuhi kebutuhan di dunia dan
akhirat. Sekolah berfungsi menanamkan nilai-nilai kepada
siswa dalam kaidah agama Islam sebagai contoh di dalam
ibadah puasa terdapat nilai-nilai humanisme atau
26
g. Pengajaran
Merupakan usaha-usaha merencanakan materi-materi
pelajaran dalam kegiatan belajar mengajar. Sekolah harus
dapat menentukan dan memilih pengetahuan-pengetahuan
apa yang bermanfaat bagi siswa dan yang dapat dipergunakan
dalam kehidupan sehari-hari. Oleh karena itu siswa diberikan
pengetahuan yang berfungsi agar dapat diamalkan dalam
kehidupan sehari-hari.17
4. Jenis-Jenis Pendidikan Keagamaan
Sebenarnya pendidikan keagamaan demikian banyak namun
Dalam skripsi ini, hanya diungkapkan diantaranya: Pesantren
kilat, Shalat Berjama'ah, Zakat dan infak, Peringatan Hari Besar
Islam (PHBI), dan membaca al-Quran setiap sebelum pelajaran
dimulai.
a. Pesantren Kilat
Pesantren kilat terdiri dari dua kata yaitu “pesantren”
dan “kilat”. Dinamakan pesantren karena sistem dan tata-tata
cara yang digunakan cenderung menggunakan sistem
pesantren yang memiliki ciri khusus keislaman. Sedangkan
dinamakan kilat karena waktu yang digunakan dalam rangka
17 Abdul Majid dan Dian Andayani, Pendidikan Agama Islam Berbasis Kompetensi,
27
mengkaji materi keislaman relatif singkat.
Pesantren kilat dalam pelaksanaannya mempunyai
tujuan untuk:
1) Memperdalam, memantapkan dan meningkatkan
penghayatan ajaran agama Islam, khususnya tentang
keimanan, ibadah dan akhlak, tarikh, al-Qur'an dan
hadits.
2) Menerapkan dan mengamalkan ajaran agama Islam
dalam kehidupan sehari-hari dalam rangka membentuk
mental spiritual yang tanggung, memiliki kepribadian
yang kokoh dan mampu menghadapi
tantangan-tantangan negatif yang datang dari dirinya sendiri
maupun dari luar dirinya.18
Pesantren kilat merupakan kegiatan pendidikan agama
Islam yang diikuti oleh siswa SD, SMP/MTs, SMA/SMAK
yang diselenggarakan oleh sekolah atau madrasah pada waktu
libur sekolah. Dalam perkembangannya istilah pesantren kilat
diubah sesuai dengan situasi dan kondisi pelaksanaannya.
Misalnya pada liburan ramadhan dinamakan pesantren
18 Departemen Agama, Pedoman Penyelenggaraan; Pendidikan Singkat Ilmu-Ilmu
28
ramadhan. istilah tersebut mempunyai kesamaan yang
mendasar yaitu bagaimana dengan kegiatan tersebut dapat
mengkondisikan suasana kehidupan yang Islami bagi anak
didik.
Pesantren kilat diselenggarakan dalam rangka
memantapkan pemahaman untuk mengaktualisasikan
nilai-nilai ajaran agama dalam kehidupan sehari-hari. Waktu
penyelenggaraannya antara 4-6 hari pada hari libur.19
Adapun acaranya antara lain sebagai berikut.
1) Pendalaman materi ibadah, akhlak, dan ilmu keislaman.
2) Praktek dan bimbingan Ibadah.
3) Pembiasaan akhlak mulia dalam kehidupan.
4) Polah pikir dan zikir.
5) Muhasabah.
b. Shalat Dhuhur Berjamaah
Shalat merupakan rukun Islam yang kedua setelah
syahadatain. Dengan melaksanakan shalat akan menjadikan
seseorang menjadi lapang dada, hati tenang dan dijauhkan
dari perbuatan keji dan munkar. Meskipun seseorang sudah
mengetahui hikmah shalat masih saja merasa berat untuk
19 Abdul Rahman Shaleh, Pendidikan Agama dan Pembangunan watak
29
menjalankan shalat.
Shalat merupakan bagian ritual keagamaan. Pengertian
shalat secara bahasa berarti “do’a” atau “berdo’a” memohon
“kebajikan”. Sedangkan menurut istilah fiqih, shalat adalah “ucapan-ucapan dan gerakan-gerakan” tertentu yang dimulai
dengan takbir dan diakhiri dengan salam.20
Shalat adalah ibadah yang didalamnya terjadi hubungan
ruhani antara makhluk dan Khaliqnya. Shalat juga
dipandang sebagai munajat berdoa dalam hati yang khusyu’ kepada Allah. Orang yang sedang mengerjakan shalat dengan
khusyu’ tidak merasakan sendiri. Seolah-olah ia berhadapan dan melakukan dialog dengan Tuhan. Suasana spiritual
seperti ini dapat menolong manusia untuk mengungkapkan
berbagai permasalahan yang dihadapi. Dengan demikian, ia
mendapatkan tempat untuk mencurahkan segala yang ada
dalam pikirannya. Dengan shalat yang Khusyu’ orang akan
mendapatkan ketenangan jiwa, karena merasa diri dekat
dengan Allah dan memperoleh ampunan-Nya.21
Sedemikian pentingnya shalat dalam pelaksanaannya
dianjurkan untuk berjamaah. Duapuluh tujuh lipat pahala dan
30
keutamaan mereka yang shalatnya berjamaah daripada shalat
sendirian.22 Sistem berjamaah di masjid mengandung seribu
satu nilai-nilai yang penting. Ia mendidik manusia
menumbuhkan solidaritas sosial yang kuat dan ajaran
persamaan antar manusia. Anggota-anggota jama’ah duduk dalam satu barisan tidak ada tempat yang diistimewakan.
Semuanya sama-sama melakukan gerakan yang serupa dan
seirama. Mereka sujud dan ruku’ dengan disiplin atas satu
komando “Allaahu Akbar” dari imam. Salat ditutup dengan salam, artinya saling menyatakan selamat, sejahtera dan
damai. Sesudah itu dimanifestasikan dengan saling berjabat
tangan, untuk ikatan perdamaian dan persaudaraan.
Sama-sama menyatakan diri sebagai hamba Allah yang bersaudara
tak ada permusuhan. Satu tujuan bersama: mengabdi kepada
Allah.
Shalat diharapkan dapat menghasilkan akhlak yang
mulia, yaitu bersikap tawadhu mengagungkan Allah,
berzikir, membantu fakir miskin, ibn sabil, janda dan orang
yang mendapat musibah. Selain itu shalat (khususnya jika
dilaksanakan berjamaah) menghasilkan serangkaian
perbuatan seperti kesejahteraan, imam dan makmum
31
sama berada dalam satu tempat, tidak saling berebut untuk
menjadi imam, jika imam batal dengan rela untuk digantikan
yang lainnya. Selesai shalat berjabat tangan dan seterusnya.
Semua ini mengandung ajaran akhlak.23
c. Zakat dan Infak
Zakat sebagai salah satu rukun dalam keimanan
seseorang, tidak hanya terkait dengan urusan vertikal kepada
Allah, melainkan pula mengandung implementasi terhadap
kemaslahatan suatu masyarakat. Masyarakat menjadi
makmur dan sejahtera, bila di antara penyangganya adalah
keseimbangan antara dua segmentasi perekonomian
masyarakat. Si kaya dan si miskin (muzakki dan mustahik).24
Dalam konteks zakat sebagai alat pemerataan dan
mensejahterakan umat, fungsi dari ibadah ini memang belum
berdampak optimal, hal ini dikarenakan pengelolaan yang
masih sederhana dan terkesan seadanya. Selain juga karena
faktor kurangnya pengetahuan masyarakat terhadap harta
yang wajib dizakati.
Sebagai ibadah pokok, zakat termasuk salah satu rukun
Islam yang kelima, zakat juga mengandung didikan akhlak,
23 Abudin Nata, Akhlak Tasawuf, (Jakarta: Raja Grafindo Persada, 2002), hlm. 158. 24 Abdullah Gymnastiar, Risalah Singkat Zakat Infaq dan Shadaqah, (Bandung: DPU.
32
yaitu agar orang yang melaksanakannya dapat membersihkan
dirinya dari sifat kikir, mementingkan diri sendiri dan
membersihkan hartanya dari hak orang lain, yaitu hak fakir
miskin dan sebagainya. Muhammad al-Ghazali mengatakan
bahwa zakat adalah untuk membersihkan jiwa dan
mengangkat derajat manusia ke jenjang yang lebih mulia.25
Pelaksanaan zakat yang berdimensi akhlak yang bersifat
sosial ekonomis ini dipersubur lagi dengan pelaksanaan infaq
shadaqah yaitu bentuknya tidak hanya berupa materi, tetapi
juga non materi.
d. PHBI (Peringatan Hari Besar Islam)
Di sekolah ada berbagai kegiatan keagamaan yang dapat
dilaksanakan yang diharapkan berdampak positif terhadap
penanaman nilai keimanan dihati para siswanya.
Kegiatan-kegiatan yang dimaksud antara lain peringatan hari lahirnya
Nabi Muhammad atau yang dikenal dengan sebutan Maulid
Nabi, Israk Mikraj, peringatan hari turunnya al-Qur’an yang disebut Nuzulul Qur'an, halal bi halal menyambut datangnya
bulan ramadhan, dan halal bi halal setelah sebulan umat
Islam melaksanakan ibadah puasa.
25 Muhammad al-Ghozali, Akhlak Seorang Muslim, (Terj.) Moh Rifa’i, dan judul asli
33
Peringatan hari besar Islam, merupakan perayaan yang
dilaksanakan oleh umat Islam dalam rangka memperingati
hari besar atau hari bersejarah dalam Islam. Selain itu
peringatan hari besar Islam diperingati sebagai syiar
sekaligus sebagai sosialisasi kependidikan di sekolah, dalam
pelaksanaannya lebih menekankan pada isi atau hikmah yang
terkandung di dalam peringatan hari besar Islam tersebut.
Pada dasarnya PHBI ini dilaksanakan dalam rangka
merenung dan mempelajari kembali peristiwa penting yang
telah terjadi dimasa lampau untuk diambil ibarah atau
pelajaran dari padanya sehingga menimbulkan kesadaran
beragama.
Kegiatan PHBI yang dilaksanakan di sekolah
merupakan upaya memperkenalkan berbagai peristiwa
penting dan bersejarah kepada para siswa. Kegiatan PHBI
biasanya diisi dengan berbagai kegiatan seperti ceramah,
lomba keagamaan seperti lomba azan, MTQ, cerdas cemat
Islam, dan lain sebagainya. yang diharapkan siswa mengerti
dan mampu mengambil hikmah dan pelajaran dari peristiwa
tersebut. Sehingga mampu menimbulkan kesadaran
beragama pada diri siswa.
34
secara penuh dalam penyelenggaraannya, seolah-olah siswa
itulah yang mengadakannya para guru hanya sekedar
mendukung atau merestui. Hendaknya diundang pembicara
dari luar sekolah, kadang-kadang juga kepala sekolah atau
yang mewakili memberikan ceramah.
Ceramah resmi kira-kira empat puluh lima menit,
ditambah dengan Tanya jawab (bila perlu) kira-kira lima
belas menit, ada pembacaan ayat suci Al-Qur’an sebelum dimulai, lantas sambutan kepala sekolah atau petugas yang
mewakili kira-kira lima menit. Pelaksanaan berlangsung tidak
lebih dari satu jam setengah secara keseluruhan. Panitianya
diserahkan kepada para siswa, baik secara bergilir atau tidak.
Ini penting sebagai suatu cara latihan siswa berorganisasi dan
memimpin. Karena itu perlu juga sambutan panitia kurang
lebih lima menit tidak lebih.26
e. Membaca Al-Qur’an
Al-Qur’an merupakan kitab suci umat Islam yang diwahyukan pada nabi Muhammad SAW. Setiap umat Islam
diharuskan untuk membaca al-Qur’an, mempelajari al-Qur’an dan mengamalkan isi kandungannya. Seperti dalam
Kitabullah surat al-Muzzamil ayat 20:
35
Artinya: Sesungguhnya Tuhanmu mengetahui bahwasanya
36
malam, atau seperdua malam atau sepertiganya dan
(demikian pula) segolongan dari orang-orang yang
bersama kamu. dan Allah menetapkan ukuran
malam dan siang. Allah mengetahui bahwa kamu
sekali-kali tidak dapat menentukan batas-batas
waktu-waktu itu, Maka Dia memberi keringanan
kepadamu, karena itu bacalah apa yang mudah
(bagimu) dari Al Quran. Dia mengetahui bahwa
akan ada di antara kamu orang-orang yang sakit
dan orang-orang yang berjalan di muka bumi
mencari sebagian karunia Allah; dan orang-orang
yang lain lagi berperang di jalan Allah, Maka
bacalah apa yang mudah (bagimu) dari Al Quran
dan dirikanlah sembahyang, tunaikanlah zakat dan
berikanlah pinjaman kepada Allah pinjaman yang
baik. dan kebaikan apa saja yang kamu perbuat
untuk dirimu niscaya kamu memperoleh
(balasan)nya di sisi Allah sebagai Balasan yang
paling baik dan yang paling besar pahalanya. dan
mohonlah ampunan kepada Allah; Sesungguhnya
Allah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang.
Hendaknya dalam membaca al-Qur’an senantiasa memperhatikan tajwidnya dan mempelajari tajwid hukumnya
37
tidak terburu-buru serta mengetahui ilmu tajwidnya.27 Apabila
dalam membaca al-Qur’an tidak memperhatikan kaidah-kaidahnya bisa jadi maknanya akan berlainan.
Selain tajwid yang perlu diperhatikan dalam membaca
al-Qur’an adalah etika-etikanya atau adab-adabnya. Adapun adab dalam membaca al-qur’an yang meliputi: dalam keadaan suci; menghadap kiblat; duduk dengan sopan, tenang dan tenteram;
membaca dengan khusyu’; memperindah suara; memelankan
suara ketika ada yang shalat; membaca ditempat bersih lagi suci
dan disarankan juga untuk menghafalnya.28 Ketika seseorang
dapat menerapkan adab-adab dalam membaca al-Qur’an maka pahala dalam membaca al-Qur’an akan semakin bertambah karena hal itu telah menunjukkan kesungguhannya dalam
membaca al-Qur’an.
B. Perilaku Siswa
1. Pengertian Perilaku Siswa
Dalam kamus besar bahasa Indonesia, antara kata laku,
perilaku, dan tingkah laku ketiganya mempunyai pengertian yang
sama (sinonim). Karena itu, dalam hal ini penulis cenderung
27As’as Humam, Cara Cepat Belajar Tjwid Praktis, (Yogyakarta: Balai Litbang LPTQ
Team Tadarus “AAM”, 2002), hlm. 4.
28 Hamid Ahmad ath-Thahir, Nasehat Rasulullah SAW untuk Anak agar Berakhlak
38
menyamakan pengertian antara ketiganya. Sehingga perilaku
atau tingkah laku disini mempunyai pengertian yaitu, ”perilaku atau tingkah laku yaitu perbuatan, gerak gerik, tindakan, cara
menjalankan atau berbuat”.
Sedangkan Mahfudz Shalahuddin secara luas mengartikan
perilaku atau tingkah laku adalah kegiatan yang tidak hanya
mencakup hal-hal motoric saja, seperti berbicara, berjalan,
berlari-lari, berolah raga, bergerak, dan lain-lain, akan tetapi juga
membahas macam-macam fungsi seperti melihat, mendengar,
mengingat, berfikir, fantasi, pengenalan kembali emosi-emosi
dalam bentuk tangis atau senyum dan seterusnya.29
Karena itu setiap muslim baik dalam berfikir, bersikap,
maupun bertindak, diperintahkan untuk ber-Islam. Dan dalam
melakukan melakukan segala aktivitas apapun seorang muslim
diperintahkan untuk melakukannya dalam rangka beribadah
kepada Allah.30
Perilaku itu dapat bermacam-macam bentuk misalnya
aktivitas keagamaan, shalat dan lain-lain. Keberagamaan atau
religiusitas dapat diwujudkan dalam berbagai sisi kehidupan
29 Shalahuddin Mahfudz, 1986, Pengantar Psikologi Umum, (Surabaya: PT. Bina Ilmu,
1986), hlm. 54.
30 Muhaimin, Paradigma Pendidikan Islam (Upaya Mengefektifkan PAI di
39
manusia. Aktivitas beragama tidak hanya terjadi ketika
melakukan perilaku ritual (beribadah), tetapi juga ketika
melakukan aktivitas lain yang didorong oleh kekuatan
supranatural. Aktivitas itu tidak hanya meliputi aktivitas yang
tampak dan dapat dilihat dengan mata, tetapi juga aktivitas yang
tidak tampak dan terjadi dalam hati seseorang.
Dari berbagai penjelasan diatas, maka dapat ditarik
kesimpulan bahwa perilaku siswa adalah segala aktivitas
individu atau kelompok yang berorientasi atas kesadaran tentang
adanya Tuhan Yang Maha Esa dan melaksanakan ajaran sesuai
dengan agamanya masing-masing, misalnya seperti sholat, puasa,
zakat, sedekah, membaca Al- Qur’an, akhlaq dan semata-mata hanya mengharapkan ridho-Nya.
2. Ciri-Ciri Perilaku Siswa
Ciri-ciri perilaku manusia yang membedakannya dari
makhluk lainnya ialah:
a. Manusia memiliki kepekaan sosial
Kepekaan sosial artinya kemampuan untuk
menyesuaikan tingkah laku dengan harapan dan pandangan
orang lain. Karena manusia adalah makhluk sosial dan selalu
membutuhkan kerjasama dengan orang lain, maka manusia
40
Perilaku seseorang dihadapan orang tua pasti berbeda dengan
perilakunya di hadapan anak muda atau anak-anak. Demikian
juga perilaku dihadapan orang yang sedang sedih, berbeda
dengan apa yang dilakukannya di depan orang yang sedang
bersuka ria.
b. Tingkah lakunya berkesinambungan
Apa yang dilakukan oleh manusia setiap harinya
bukanlah perbuatan yang sporadis (timbul dan hilang
disaat-saat tertentu), tetapi selalu ada kelangsungan atau kontinuitas.
Apa yang dilakukan hari ini merupakan lanjutan dari hari
kemarin, atau awal dari suatu rencana jangka panjang.
c. Memiliki orientasi kepada tugas
Setiap manusia memiliki pekerjaan yang harus
dilakukan, yang mana ini akan menjadi orientasi pada tugas
yang akan dilakukan dihari esok. Misalnya setiap hari
manusia pasti tidur, bagi siswa yang rajin maka tidur bukan
semata-mata karena mengantuk, tetapi diorientasikan pada
tugas besok karena pagi-pagi harus berangkat ke sekolah, dan
sebagainya.
d. Mempunyai sifat kejuangan
Bahwa manusia memiliki perilaku yang menggambarkan
41
diperjuangkannya, dan tidak hanya sekedar menangkap saja
tetapi juga memilih sesuai dengan aspirasinya
masing-masing.
e. Memiliki keunikan
Perilaku manusia bersifat unik, artinya hanya dia sendiri,
berbeda dengan yang lain. Karena pengalaman manusia
berbeda-beda, maka aspirasi, selera dan kecenderungannya
juga berbeda-beda. Hal ini berakibat pada perbedaan perilaku
yang berbeda pula.31
Dalam kehidupan manusia perlu adanya perilaku keagamaan
yang mana perilaku tersebut didasarkan pada keimanan pada
Allah SWT dan berbuat baik terhadap sesama manusia sesuai
dengan pesan-pesan ilahi. Dengan kedua hubungan vertikal
danhorizontal yang seimbang, maka manusia akan merasakan
kebahagiaan ini. Allah telah mendeklarasikan syarat-syaratnya
dalam surat At-Tin ayat 4-6
42
Artinya: Sesungguhnya Kami telah menciptakan manusia dalam
bentuk yang sebaik-baiknya. kemudian Kami
kembalikan Dia ke tempat yang serendah-rendahnya (neraka), kecuali orang-orang yang beriman dan mengerjakan amal saleh; Maka bagi mereka pahala yang tiada putus-putusnya.32
Berdasarkan ayat diatas, maka dapat dikatakan bahwa orang-
orang yang memiliki ciri-ciri perilaku keagamaan adalah:
a. Adanya perilaku mengimani keberadaan Allah SWT sebagai
satu-satunya Tuhan semesta alam.
b. Beribadah secara horizontal, yaitu beramal sholeh kepada
semua makhluk Tuhan dengan berpegang pada dua syarat
tadi (beriman dan beramal sholeh) manusia sebagai makhluk
yang diciptakan dengan sebaik-baiknya (bentuk) maka
diangkatlah derajatnya oleh Tuhan dan diberikan pahala yang
tiada putusnya.
Manusia yang mempunyai perilaku keagamaan sebagai
makhluk yang beratribut manusia-tauhid mempunyai ciri-ciri
antara lain:
32 Al-Qur’an Dan Terjemahnya Al-Hikmah, DEPAG RI ( Bandung: Diponegoro,
43
1) Ia memiliki komitmen utuh pada Tuhannya, ia berusaha
secara maksimal untuk menjalankan pesan dan perintah Allah
sesuai dengan kemampuannya.
2) Ia menolak pedoman hidup yang datang bukan dari Allah,
dalam konteks masyarakat penolakannya itu berarti
emansipasi dan restorasi kebebasan.
3) Bersikap progresif dengan selalu melakukan penilaian
terhadap kualitas kehidupannya, adat istiadatnya, tradisi dan
faham hidupnya. Bila dalam penilaiannya ternyata terdapat
unsur-unsur syirik dalam arti luas, maka ia perlu bersedia
untuk merubah dan mengubah hal-hal tersebut agar sesuai
dengan pesan-pesan ilahi.
4) Tujuan hidupnya jelas, ibadahnya, kerja kerasnya, hidupnya
dan matinya hanyalah untuk Allah SWT semata-mata. Ia
tidak pernah terjerat kedalam nilai-nilai palsu atau hal-hal
yang tanpa nilai (disvalues) sehingga tidak pernah mengejar
kekayaan, kekuasaan dan kesenangan hidup sebagai tujuan.
5) Manusia tauhid memiliki visi yang jelas tentang kehidupan
yang harus dibangunnya bersama-sama manusia lain; suatu
44
dengan lingkungan hidupnya, dengan sesama manusia dan
dengan diriya sendiri.33
Koentjaraningrat mempunyai beberapa teori tentang perilaku
keagamaan seseorang, yaitu:
a) Bahwa kelakuan manusia yang bersifat religi itu karena
manusia itu mulai sadar akan adanya faham jiwa.
b) Kelakuan manusia itu bersifat religi karena manusia
mengakui adanya banyak gejala yang tidak dapat diterangkan
oleh akal.
c) Kelakuan manusia itu bersifat religi, itu terjadi dengan
maksud untuk menghadapi krisis yang ada dalam jangka
waktu hidup manusia.
d) Kelakuan manusia yang bersifat religi terjadi karena
kejadian- kejadian luar biasa dalam hidupnya dan alam
sekitarnya.
e) Kelakuan manusia yang bersifat religi terjadi karena adanya
suatu getaran atau emosi yang ditimbulkan dalam jiwa
manusia sebagai akibat dari pengaruh rasa kesatuan sebagai
warga masyarakatnya.
33 M. Amin Rais, Cakrawala Islam: Antara Cita Dan Fakta Cetakan ke VII, (
45
f) Kelakuan manusia yang bersifat religi terjadi karena manusia
mendapat firman dari Tuhan.34
Motivasi untuk bertingkah laku agamis biasanya timbul
dari banyak faktor, baik dari kesadaran jiwa sendiri ataupun
pengaruh dari luar diri seseorang (lingkungan yang ada
disekitar).
3. Jenis-Jenis Perilaku Siswa
Dalam berperilaku ditengah masyarakat banyak sekali
perbedaan antara seseorang yang satu dengan yang lain, begitu
juga dengan berperilaku agama ada beberapa jenis. Menurut
Skiner membedakan perilaku menjadi dua, yaitu:
a. Perilaku alami (innate behaviour), yaitu perilaku dibawa
sejak lahir yang berupa reflek-reflek atau insting-insting,
perilaku yang reflek merupakan perilaku yang terjadi sebagai
reaksi secara spontan terhadap stimulus yang mengenai
organisme yang bersangkutan. Perilaku ini terjadi secara
dengan sendirinya, secara otomatis, tidak diperintah oleh
syaraf dan otak. Dan merupakan perilaku yang alami dan
bukan perilaku yang dibentuk.
34 Koentjaraningrat, Beberapa Pokok Antropologi Social (Cet VII, Dian Rakyat:
46
b. Perilaku operan (operant behaviour), merupakan perilaku
yang dientuk melalui proses belajar, perilaku ini
dikendalikan atau diatur oleh pusat kesadaran atau otak.
Dalam kaitan ini stimulus setelah diterima oleh reseptor
kemudian diteruskan ke otak sebagai pusat susunan saraf,
sebagai pusat kesadaran kemudian baru terjadi respon
melalui afektor. Proses inilah yang disebut proses
psikologis, perilaku atau aktivitas atas dasar proses psikologis
ini yang disebut perilaku atau aktivitas psikologis. Pada
manusia perilaku psikologis inilah yang dominan. Sebagian
besar perilaku manusia merupakan perilaku yang
dibentuk, perilaku yang diperoleh, perilaku yang
dipelajari proses belajar yang dapat dikendalikan, karena
itu dapat berubah melalui proses belajar.35
Dari kedua uraian diatas, maka dapat dikatakan bahwa
ada dua jenis perilaku keagamaan jika ditinjau dari sudut
pandang yang berbeda, dimana satu sisi dipandang dari sudut
psikologi dan satunya dipandang dari sudut sosiologi.
Menurut ahli sosiologi, jenis perilaku manusia yaitu: