ii
INTENSITAS KOMUNIKASI ORANG TUA
TERHADAP ANAK DAN HUBUNGANNYA DENGAN
SIKAP KEAGAMAAN SISWA KELAS XI SEMESTER I
SMA ISLAM SUDIRMAN AMBARAWA
TAHUN AJARAN 2017/2018
SKRIPSI
Diajukan untuk Memperoleh Gelar
Sarjana Pendidikan (S.Pd.)
Oleh :
Yanwar Ahmad Dinanta
NIM: 11113216
JURUSAN PENDIDIKAN AGAMA ISLAM
FAKULTAS TARBIYAH DAN ILMU KEGURUAN
INSTITUT AGAMA ISLAM NEGERI (IAIN) SALATIGA
vi MOTTO
“Life is Communication” Hidup adalah komunikasi.
Tentang bagaimana cara menjalaninya, semua tergantung komunikasi.
Munculnya komunikasi yang baik, adalah dengan terus belajar dan tidak menutup
diri terhadap suatu hal yang baru serta mampu memilahnya secara bijak.
vii
PERSEMBAHAN
Puji Syukur kehadirat Allah swt. atas limpahan rahmat seta karuniaNya,
Skripsi ini penulis persembahkan untuk :
1. Ayah saya (Darodji) dan Ibu saya (Taryani) yang senantiasa mendo’akan, membimbing, menasehati, serta mencurahkan segala kasih sayangnya, turut
juga adik saya Aninda Fatma Mentari.
2. Keluarga besar saya Bani Radjam, atas segala dukungannya sehingga skripsi
ini dapat selesai.
3. Bapak Joko Pujiyanto, Ibu Rahmi, Bapak Khanifudin, para guru dan staff serta
seluruh warga SMA Islam Sudirman Ambarawa, yang telah membantu dan
mendukung selama penelitian berlangsung.
4. Sahabat-sahabat dekat saya yang senantiasa selalu memberikan semangat dan
motivasi.
5. Teman-teman PPL SMP Negeri 5 Salatiga dan seluruh teman-teman
seperjuangan FTIK PAI angkatan 2013.
6. Teman-teman KKN serta warga Desa Kener, Kec. Kaliwungu yang telah
memberikan motivasi.
viii
KATA PENGANTAR
Assalaamu’alaikum warohmatullaahi wabarokaatuh
Dengan menyebut nama Allah swt. yang Maha Pengasih lagi Maha
Penyayang, segala puji dan syukur kehadirat Allah swt. yang telah memberikan
hidayah dan karunia-Nya, sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi ini
dengan judul INTENSITAS KOMUNIKASI ORANG TUA TERHADAP ANAK
DAN HUBUNGANNYA DENGAN SIKAP KEAGAMAAN SISWA KELAS XI
SEMESTER I SMA ISLAM SUDIRMAN AMBARAWA TAHUN AJARAN
2017/2018.
Tak lupa shalawat serta salam senantiasa tercurah kepada Nabi Agung
Muhammad saw., kepada keluarga, sahabat dan pengikutnya yang selalu setia dan
menjadikannya suri tauladan, yang mana beliaulah yang telah membawa umat
manusia dari zaman kegelapan menuju zaman terang benerang seperti saat ini,
melalui ajarannya agama Islam.
Penulisan skripsi ini tidak akan terselesaikan tanpa bantuan dari berbagai
pihak yang telah berkenan membantu dan memberikan dorongan baik moril
maupun materiil. Oleh karena itu penulis mengucapkan banyak terimakasih
kepada:
1. Bapak Dr. H. Rahmat Hariyadi, M.Pd., selaku Rektor IAIN Salatiga.
2. Bapak Suwardi, M.Pd., selaku Dekan Fakultas Tarbiyah dan Ilmu Keguruan.
x ABSTRAK
Dinanta, Yanwar Ahmad. 2017. Intensitas Komunikasi Orang Tua Terhadap Anak Dan Hubungannya Dengan Sikap Keagamaan Siswa Kelas XI Semester I SMA Islam Sudirman Ambarawa Tahun Ajaran 2017/2018. Skripsi. Jurusan Pendidikan Agama Islam. Fakultas Tarbiyah dan Ilmu Keguruan Institut Agama Islam Negeri (IAIN) Salatiga. Pembimbing: Sutrisna, M.Pd.
Kata Kunci: Intensitas Komunikasi, Sikap Keagamaan Anak
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui intensitas komunikasi orang tua terhadap anak dan hubungannya dengan sikap keagamaan siswa kelas XI semester 1 SMA Islam Sudirman Ambarawa tahun ajaran 2017/2018. Rumusan masalah pada penelitian ini. 1) Bagaimana intensitas komunikasi orang tua siswa kelas XI semester 1 SMA Islam Sudirman Ambarawa tahun ajaran 2017/2018? 2) Bagaimana sikap keagamaan siswa kelas XI semester 1 SMA Islam Sudirman Ambarawa tahun ajaran 2017/2018? 3) Adakah hubungan antara intensitas komunikasi orang tua dengan sikap keagamaan siswa kelas XI semester 1 SMA Islam Sudirman Ambarawa tahun ajaran 2017/2018?
Penelitian ini merupakan penelitian kuantitatif yang menekankan analisis pada data–data numerikal atau angka. Analisis data menggunakan analisis statistik deskriptif dengan pengumpulan data melalui observasi, dokumentasi dan angket dengan teknik pengambilan sampel secara acak (random sampling). Sampel penelitian ini 66 siswa kelas XI semester 1 SMA Islam Sudirman Ambarawa tahun ajaran 2017/2018. Yang selanjutnya hasil data diolah dengan rumus prosentase dan korelasi product moment.
Temuan dalam penelitian ini menunjukan bahwa: 1) Intensitas komunikasi orang tua siswa kelas XI semester 1 SMA Islam Sudirman Ambarawa tahun ajaran 2017/2018 termasuk dalam kategori baik dengan persentase 81,82%. 2) Sikap keagamaan siswa kelas XI semester 1 SMA Islam Sudirman Ambarawa tahun ajaran 2017/2018 termasuk dalam kategori baik dengan persentase 83,33%. 3) Berdasarkan perhitungan menggunakan rumus product moment diperoleh hasil
rxy (0,722) lebih besar dari nilai rtabel (0,315) dalam taraf signifikasi 1%. Sehingga
xi DAFTAR ISI
HALAMAN BERLOGO ... i
HALAMAN JUDUL ... ii
HALAMAN PERSETUJUAN ... iii
HALAMAN PENGESAHAN ... iv
HALAMAN PERNYATAAN KEASLIAN TULISAN ... v
HALAMAN MOTTO ... vi
HALAMAN PERSEMBAHAN ... vii
KATA PENGANTAR ... viii
ABSTRAK ... x
DAFTAR ISI ... xi
DAFTAR TABEL ... xv
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang ... 1
B. Rumusan Masalah ... 9
C. Tujuan Penelitian ... 10
D. Kegunaan Penelitian.. ... 11
xii
F. Kajian Penelitian ... 12
G. Definisi Operasional ... 14
H. Uji Coba Instrumen Penelitian ... 21
I. Metode Penelitian ... 22
J. Teknik Analisis Data ... 25
K. Sistematika Penulisan Skripsi ... 27
BAB II KAJIAN PUSTAKA A. Intensitas Komunikasi Orang Tua ... 28
1. Definisi Intensitas Komunikasi ... 28
2. Macam-macam Komunikasi ... 30
3. Keberhasilan Komunikasi. ... 32
4. Definisi Orang Tua. ... 33
5. Fungsi Komunikasi Orang Tua. ... 34
B. Sikap Keagamaan Anak ... 35
1. Definisi Sikap Keagamaan. ... 35
2. Jenis-jenis Sikap Keagamaan. ... 37
3. Definisi Remaja. ... 41
4. Ciri-ciri Keagamaan Remaja. ... 42
5. Faktor Pengaruh Perkembangan Keagamaan Remaja. ... 44
6. Cara Membentuk Sikap Keagamaan Remaja. ... 46
xiii BAB III METODE PENELITIAN
A. Gambaran Umum SMA Islam Sudirman Ambarawa ... 52
1. Lokasi Penelitian. ... 52
2. Visi dan Misi SMA Islam Sudirman Ambarawa ... 53
3. Keadaan Guru ... 54
4. Keadaan Karyawan ... 55
5. Keadaan Siswa Kelas XI ... 56
6. Hasil Belajar PAI Siswa Kelas XI ... 57
7. Keadaan Orang Tua Siswa. ... 69
8. Sarana dan Prasarana. ... 71
B. Penyajian Data ... 72
1. Daftar Nama Responden. ... 72
2. Hasil Angket Penelitian ... 75
BAB IV ANALISIS DATA A. Analisis Deskriptif ... ...83
1. Analisis Intensitas Komunikasi Orang Tua. ... 91
2. Analisis Sikap Keagamaan Anak ... 93
B. Pengujian Hipotesis ... 95
C. Pembahasan. ... 100
BAB V PENUTUP A. Kesimpulan... ... ... 101
xiv
DAFTAR PUSTAKA ... 105
LAMPIRAN-LAMPIRAN
xv
DAFTAR TABEL
TABEL I : Instrumen Penelitian...……….... 17
TABEL II : Profil Sekolah...………...… 52
TABEL III : Jumlah Guru...………... 54
TABEL IV : Jumlah Karyawan...………. 55
TABEL V : Jumlah Siswa Kelas XI………...………... 56
TABEL VI : Raport PAI Siswa Kelas XI...……... 57
TABEL VII : Pekerjaan Orang Tua...………... 69
TABEL VIII : Penghasilan Orang Tua...…...………. 70
TABEL IX : Pendidikan Orang Tua... 70
TABEL X : Sarana dan Prasarana...……... 71
TABEL XI : Daftar Nama Responden……….. 72
TABEL XII : Hasil Angket Intensitas Komunikasi Orang Tua...… 76
TABEL XIII : Hasil Angket Sikap Keagamaan Anak……..……... 79
TABEL XIV : Penilaian angket Intensitas Komunikasi Orang Tua.... 83
TABEL XV : Penilaian angket sikap keagamaan anak... 87
TABEL XVI : Interval Intensitas Komunikasi Orang Tua... 91
TABEL XVII : Prosentase Intensitas Komunikasi Orang Tua... 92
TABEL XVIII : Interval Sikap Keagamaan anak……... 93
TABEL XIX : Prosentase Sikap Keagamaan anak...……….. 94
1 BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Komunikasi menjadi suatu keharusan yang wajib dilakukan manusia
untuk kelangsungan hidupnya. Melalui komunikasi manusia akan mampu
memahami sesuatu yang baru. Komunikasi digunakan untuk saling bertukar
ide dan juga sebagai alat untuk memahami sifat dan karakter seseorang.
Manusia dengan berbagai macam karakternya, tentu memiliki banyak
pengalaman yang berbeda antara satu dengan lainnya. Sebagaimana
pendapat (Mulyana, 2013: 46) tentang komunikasi, dikatakan bahwa
komunikasi sebagai sarana berbagi pengalaman. Sebuah pengalaman sangat
dibutuhkan, dalam rangka untuk memahami keadaan diri dan lingkungannya.
Sehingga benarlah bahwa kebutuhan pokok manusia sebagai makhluk sosial
adalah berkomunikasi. Selain pengalaman baru yang akan diperoleh,
komunikasi juga dapat memberikan efek bahagia bagi seseorang. Yang hal
tersebut menjadi tujuan hidup setiap manusia. Namun kebahagiaan tidak
serta merta dapat dicapai dengan mudah. Manusia harus berusaha untuk
mencapainya dengan proses dan langkah yang tepat.
Komunikasi juga dapat digunakan untuk menyelesaikan suatu
permasalahan. Seseorang akan dihadapkan pada berbagai ujian maupun
cobaan. Hal tersebut kerap kali muncul tanpa disadari, baik kecil maupun
2
menimbulkan masalah yang lebih besar. Namun sebaliknya apabila
seseorang mau memahami dan belajar bagaimana penyelesaiannya, tentu
ujian tersebut dapat dilewati dengan baik. Salah satu penyelesaian terebut
yakni ditentukan bagaimana cara seseorang dalam berkomunikasi.
Bentuk komunikasi bisa berupa bahasa verbal atau ucapan lisan,
maupun nonverbal atau sikap dan perilaku. Sehingga komunikasi dapat
dikatakan sebagai alat yang digunakan untuk saling menyampaikan pesan,
pemikiran atau perasaan dan berbagi pengalaman, baik dalam bentuk
ucapan lisan maupun sikap. Dalam prosesnya, komunikasi manusia dimulai
sejak ia lahir ke dunia yakni seorang bayi kepada orang tuanya dan
sebaliknya orang tua kepada bayinya, namun lebih tepatnya yakni ketika
manusia berada dalam kandungan atau rahim. Sebagaimana dikatakan
dalam Al-Qur’an surat Al-A’raf ayat 172;
Artinya: “Dan ingatlah, ketika Tuhanmu mengeluarkan keturunan anak -anak Adam dari sulbi mereka dan Allah mengambil kesaksian terhadap jiwa mereka (seraya berfirman): “Bukanlah Aku ini Tuhanmu?” Mereka menjawab: “Betul (Engkau Tuhan kami), kami menjadi saksi.” (Kami lakukan yang demikian itu) agar di hari kiamat kamu tidak mengatakan:
“Sesungguhnya kami (bani Adam) adalah orang-orang yang lengah
3
Dari ayat tersebut dapat diketahui bahwa manusia telah melakukan
komunikasi terhadap Allah swt. sebagai Penciptanya. Sehingga benarlah
bahwa komunikasi manusia tidak hanya dimulai setelah kelahirannya,
namun ketika dalam kandungan manusia telah melakukannya. Mereka
mampu merasakan dan mendengar, sehingga adanya pendidikan dalam
kandungan menjadi hal yang memang harus diperhatikan. Bagi orang tua
yang paham akan hal tersebut, tentu akan berusaha menjaga dengan baik
komunikasi, sikap atau perilakunya. Hal ini dilakukan untuk memberikan
dampak positif bagi bayinya kelak.
Ketika seorang bayi tersebut lahir, maka komunikasi yang pertama
kali muncul adalah tangisan. Dalam keadaan ini, bentuk komunikasi
digolongkan dalam komunikasi nonverbal yakni berupa isyarat atau kode
dari si bayi. Selanjutnya orang tua akan mencoba memahami keinginan
bayinya secara intensif, sehingga maksud atau keinginannya dapat dipahami.
Semakin lama seiring bertambahnya usia serta pertumbuhannya, bentuk
komunikasi tersebut akan semakin berubah hingga bayi tersebut tumbuh dan
mampu mengucapkan kata-kata.
Sebagaimana halnya di atas, bahwa proses pendidikan akan
diperoleh melalui komunikasi. Sehingga komunikasi menjadi alat
satu-satunya untuk proses kelangsungan hidup manusia dalam upayanya belajar
dan mengajar. Manusia akan memperoleh dampak baik atau buruk,
tergantung bagaimana keadaan lingkungannya yang dimulai dari lingkungan
4
Artinya: ”Setiap anak dilahirkan dalam keagaan fitrah (suci), maka kedua orang tuanyalah yang menjadikan anak tersebut Yahudi, Nasrani atau Majusi.” (Ulwan, 2007: 171)
Peran serta orang tua dalam proses mendidik sangatlah urgent dalam
proses perkembangan atau pembentukan sikap serta kepribadian anak,
terutama dalam hal agama. Salah satu peran serta orang tua yang dapat
dilihat, yakni ketika seorang anak mulai memasuki lingkungan sekolah.
Lingkungan sekolah menjadi pengalaman baru bagi anak. Pada keadaan ini,
daya fikir anak akan mengalami perkembangan. Selain bertambahnya ilmu
pengetahuan, sikap serta karakter anak kian lama juga akan berkembang
sesuai apa yang ia lihat dan peroleh di lingkungan tersebut.
Terlebih ketika anak memasuki usia remaja atau berada pada masa
pubertas. Dimana pada usia ini merupakan masa dimana mereka cenderung
mencari kenyamanan dalam berkomunikasi dan sangat senang mencari serta
mencoba berbagai hal baru. Biasanya masa tersebut berlangsung ketika anak
telah memasuki jenjang pendidikan sekolah menengah pertama (SMP),
sekolah menengah atas (SMA) sampai jenjang perkuliahan.
Masa remaja merupakan masa penentu bagi perkembangan hidup
serta kepribadiannya. (Uhbiyati, 2009: 95) Keadaan tersebut membuat anak
sering mengalami banyak gejolak dalam berfikir atau menentukan sebuah
5
teori dan belum banyak berhadapan langsung dengan realita yang ada.
Sehingga butuh sebuah arahan serta dukungan penuh secara intensif. Dan
dukungan yang paling efektif muncul dari orang terdekatnya yakni orang
tua. Orang tua harus memposisikan diri sebagai seseorang yang mampu
mengayomi secara bijak dalam proses penentuan tersebut, agar anak tidak
salah jalan dan mampu berkembang dengan baik di lingkungan barunya
tersebut sesuai yang diharapkan.
Berbicara tentang pengetahuan, maka salah satu mata pelajaran yang
dianggap siswa mudah adalah pendidikan Agama Islam. Secara umum dapat
diketahui bahwa 90% siswa memperoleh nilai sangat baik pada mata
pelajaran tersebut. Hasil ini menunjukkan bahwa seorang anak sebenarnya
memiliki kecerdasan yang luar biasa dalam bidang keagamaan. Namun
kecerdasan tersebut seakan kurang disadari secara mendalam oleh mereka.
Ilmu Pendidikan Agama Islam hanya dijadikan sebagai mata pelajaran
bersyarat saja, tanpa penghayatan dan penerapan dalam kehidupan
sehari-harinya.
Tidak dapat dipungkiri bahwa permasalahan seperti: sikap
individualisme atau memikirkan diri sendiri, hedonisme atau memikirkan
kesenangan semata, ketidaksalingpercayaan antar sesama, kemalasan, dan
adanya ketegangan hubungan sosial masyarakat, telah menjadi
pemandangan setiap hari. Kepedulian terhadap lingkungan sekitar menjadi
sangat lemah, terlebih lagi dalam masalah keagamaan. Kebanyakan
6
menuruti nafsunya, tanpa memikirkan kemaslahatan agama. Ditambah
kehadiran berbagai teknologi jejaring sosial dan internet yang canggih, telah
menjadi dunia baru bagi mereka yang menjadikan kesibukan mereka telah
beralih ke dunia barunya tersebut. Sehingga mereka cenderung
menghabiskan waktunya di depan layar komputer, laptop, dan gadgetnya,
daripada memilih berinteraksi langsung dengan orang lain. Keadaan ini
seakan telah mengubah konsep komunikasi itu sendiri.
Ilmu pengetahuan dan teknologi (IPTEK) yang canggih maupun
akses internet yang super cepat saat ini, memberikan banyak sekali
kemudahan. Namun tidak semua yang ditawarkan memiliki kemanfaatan
positif. Sebab melalui internet, seseorang dapat dengan bebas mencari
segala hal, sesuai apa yang diinginkan tanpa adanya larangan. Semua
informasi mulai dari yang terbaik hingga yang terburuk, dengan sekejap
dapat diperoleh. Dengan melihat hal tersebut, yang menjadi kekhawatiran
adalah dampak buruk yang terjadi, terutama bagi para remaja. Telah banyak
kejahatan melalui media sosial dan internet, seperti; penipuan, pencurian,
pemerkosaan dan tindak kriminal lainnya. Tentunya itu semua
menyebabkan ketidaknyaman bagi para pengguna internet. Meski saat ini
terdapat pengamanan internet atau istilah lain disebut cyber crime, namun
kenyataannya tidaklah cukup apabila seseorang hanya mengandalkan hal
tersebut. Karena yang demikian itu belum dapat mengubah sikap seseorang
7
Remaja adalah orang yang memiliki rasa penasaran yang tinggi.
Potensi yang dimiliki ini, menjadi modal berharga bagi masa depannya
kelak. Potensi tersebut bisa berakibat baik atau buruk tergantung bagaimana
cara pengarahannya. Dalam keadaan yang serba cepat dan canggih saat ini,
jika remaja dibiarkan tanpa bimbingan dan arahan yang jelas, besar
kemungkinan mereka akan terjerumus kedalam keburukan. Mereka akan
mudah terpengaruh oleh hal-hal yang tidak selayaknya mereka ikuti.
Sebagaimana telah dijelaskan pada hadist di atas, bahwa orang tua dikatakan
sebagai penentu bagi anaknya, ditunjukkan melalui pendidik dan teladan
yang diberikan. (Abdullah, 2009: 217) maka menjadi tantangan besar bagi
orang tua selaku orang terdekat, yang mana keterlibatannya sangat
dibutuhkan guna mempengaruhi kecerdasan dan perkembangan sikap anak
dalam menghadapi situasi tersebut.
Seorang anak akan menunjukkan sikapnya, sesuai hasil pendidikan
yang ia peroleh sehari-harinya. Sehingga muncul pribahasa yang
mengatakan, “buah tidak akan jatuh jauh dari pohonnya.” Hal ini
menjelaskan bahwa kedekatan orang tua terhadap anak menjadi tolok ukur
bagaimana proses keteladanan tersebut dapat terjadi. Baiknya hubungan
dalam keluarga, menjadikan proses pendidikan dan keteladanan akan mudah
untuk ditularkan kepada anak. Tujuannya adalah agar anak mampu
menimbang dengan benar mana yang baik dan buruk, terutama menyangkut
dalam hal agamanya. Sehingga mereka mampu bersikap bijak dan cerdas
8
Sebagai seorang muslim maka wajib hukumnya untuk mengetahui
bagaimana bentuk sikap yang harus ditunjukan dalam beragama sebagai
hamba Allah swt.. Agama Islam telah mengajarkan secara sempurna
bagaimana cara menjalaninya selama proses hidup di dunia ini, baik dalam
hal ibadah maupun muamalah. Sehingga harapan untuk masuk surga dapat
benar-benar terwujud.
Terkait dengan komunikasi di atas, untuk mencapai tujuan yang
diinginkan, maka perlu mengetahui lebih jelas hubungannya terhadap sikap
keagamaan. Untuk mencapai sikap keagamaan yang diinginkan, perlu
adanya suasana lingkungan yang kondusif, dimulai dari lingkungan keluarga
yakni menciptakan hubungan yang baik dalam keluarga melalui intensitas
komunikasi orang tua terhadap anak. Dengan adanya hal tersebut,
diharapkan anak akan merasakan kenyamanan dalam berkomunikasi
terhadap keluarga. Jika intensitas komunikasi orang tua berlangsung baik,
maka kemungkinan besar sikap keagamaan anak dapat terwujud baik pula.
SMA Islam Sudirman Ambarawa merupakan salah satu Sekolah
Menengah Atas yang berbasis Islam. Melihat intensitas komunikasi orang
tua siswa di sekolah tersebut, secara umum terjalin dengan baik. Hal ini
terlihat bahwa secara umum para siswa memiliki sikap keagamaan yang
baik. Salah satu contoh aktifitas keagamaan yang terlihat adalah ibadah
sunnah shalat Duha. Banyak dari mereka ketika istirahat tiba,
menyempatkan waktu menuju masjid untuk menunaikannya. Selain itu
9
memberikan semangat baru bagi mereka. Terlihat tidak sedikit dari mereka
yang ikut berkecimpung dan berperan di dalamnya.
Namun di situasi tertentu seperti ketika tiba waktu sholat berjamaah
di sekolah, terlihat beberapa siswa yang bersikap seenaknya dan
menyepelekan arahan dari guru maupun kakak seniornya. Hal ini mungkin
diakibatkan kebiasaan kurang baik yang terjadi dalam lingkungan
keluarganya, yakni kurang adanya komunikasi yang baik antara orang tua
dan anak. Sebab kurangnya komunikasi ini, berkemungkinan besar memicu
munculnya sikap yang buruk bagi anak. Namun berbeda dengan adanya
komunikasi yang baik dalam keluarga, anak akan cenderung terlihat lebih
sopan dan tenang.
Berdasarkan uraian di atas, maka penulis tertarik ingin mengkaji
lebih mendalam melalui kegiatan penelitian ini berkaitan dengan masalah
INTENSITAS KOMUNIKASI ORANG TUA TERHADAP ANAK DAN
HUBUNGANNYA TERHADAP SIKAP KEAGAMAAN SISWA KELAS
XI SEMESTER I SMA ISLAM SUDIRMAN AMBARAWA TAHUN
AJARAN 2017/2018).
B. Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang di atas, penulis membatasi diri untuk
mengkaji variabel-variabel yang menjadi fokus dan inti perhatian pada
10
1. Bagaimana intensitas komunikasi orang tua siswa kelas XI semester I
tahun ajaran 2017/2018 SMA Islam Sudirman Ambarawa?
2. Bagaimana sikap keagamaan siswa kelas XI semester I tahun ajaran
2017/2018 SMA Islam Sudirman Ambarawa?
3. Adakah hubungan intensitas komunikasi orang tua terhadap sikap
keagamaan siswa kelas XI semester I tahun ajaran 2017/2018 SMA
Islam Sudirman Ambarawa?
C. Tujuan Penelitian
Tujuan yang ingin dicapai dalam penelitian ini, adalah sebagai
berikut:
1. Untuk mengetahui intensitas komunikasi orang tua siswa kelas XI
semester I SMA Islam Sudirman Ambarawa.
2. Untuk mengetahui sikap keagamaan siswa kelas XI semester I SMA
Islam Sudirman Ambarawa.
3. Untuk mengetahui besarnya hubungan intensitas komunikasi orang
tua terhadap sikap keagamaan siswa kelas XI semester I SMA Islam
11 D. Kegunaan Penelitian
Adapun manfaat yang akan diperoleh melalui penelitian ini yaitu:
1. Manfaat Teoretis
Bagi perkembangan ilmu pengetahuan, penelitian ini sebagai
sumbangsih pemikiran dalam pengembangan ilmu agama Islam dalam
rangka mencetak pribadi yang berakhlak mulia.
2. Manfaat Praktis
Apabila terdapat hubungan yang signifikan, maka pihak orang
tua dapat memperoleh pemahaman tentang pentingnya melakukan
intensitas komunikasi yang ternyata mempunyai hubungan yang besar
terhadap sikap keagamaan anak. Orang tua dapat senantiasa menjalin
hubungan yang harmonis melalui intensitas komunikasi yang
ditunjukkan kepada anak dalam upayanya membentuk sikap
keagamaan yang baik bagi anaknya. Dan bagi pihak sekolah akan
memudahkan dalam memberikan pola pengajaran yang sesuai dengan
keadaan diri siswa.
E. Hipotesis Penelitian
Hipotesis ialah jawaban sementara terhadap rumusan masalah
penelitian. Dikatakan sementara karena jawaban yang diberikan baru
didasarkan pada teori yang relevan, belum didasarkan pada fakta-fakta
empiris melalui pengumpulan data. Maka hipotesis adalah jawaban teoritis
12
Pada umumnya hipotesis dinyatakan dalam dua bentuk, yaitu suatu
hipotesis yang menyatakan tidak ada hubungan antara variabel bebas atau
independen dan terikat atau dependen yang dilambangkan dengan (Ho) dan
suatu hipotesis yang menyatakan adanya hubungan antara variabel bebas
atau independen yakni intensitas komunikasi orang tua, terhadap varibel
terikat atau dependen yakni sikap keagamaan anak, yang dilambangkan
dengan (Ha). (Darmawan, 2014: 120) Dalam penelitian ini penulis
menggunakan hipotesis positif (Ha), yang artinya terdapat hubungan antara
intensitas komunikasi orang tua terhadap sikap keagamaan siswa kelas XI
semester I SMA Islam Sudirman Ambarawa.
F. Kajian Penelitian
Terdapat hasil kajian lalu yang berhubungan dengan topik penelitian
ini yakni penelitian tentang komunikasi oleh Daryanto dan Rohmiyatul.
Penelitiaan pertama, dilakukan oleh Daryanto dengan judul “Pengaruh Pola
Komunikasi Orang Tua Terhadap Sikap Tawadhu’ Pada Remaja”. (Daryanto, 2010) Dalam penelitian ini mencoba untuk menghubungkan
antara pengaruh pola komunikasi orang tua dan terhadap sikap tawadhu’
remaja, yang dapat diambil dari penelitian ini adalah bahwa pola
komunikasi orang tua berpengaruh penting dengan terbentuknya sikap
tawadu’ remaja.
Penelitian kedua dilakukan oleh Rohmiyatul Hidayah dengan judul
13
MTs Miftahul Falah Betahwalang.” (Rohmiyatul, 2010) Dalam penelitian ini dibahas tentang bagaimana pengaruh intensitas komunikasi orang tua
terhadap kedisplinan siswa. Dari hasil analisis dan pembahasan yang telah
dilakukan tersebut, telah menghasilkan perolehan data rhitung = 0,622 yang
bila dikonsultasikan dengan rtabel ternyata rhitung lebih besar daripada rtabel
yaitu 0,622 > 0,330 atau taraf signifikasi 1% untuk 62 responden, yang
artinya terdapat hubungan dan pengaruh yang cukup besar dari kedua
variabel, yakni adanya pengaruh positif antara intensitas komunikasi orang
tua dengan kedisiplinan siswa.
Ketiga penelitian tentang sikap keagamaan oleh Arpinda yang
berjudul “Hubungan Antara Sikap Keberagamaan dengan Kesiapan Mental
Kerja Siswa kelas XII SMK YAPPI Wonosari Program Studi Keahlian
Teknik Otomotif.” (Arpinda, 2015) Penelitian ini menunjukkan: 1) sikap
keagamaan siswa dalam kategori cukup baik dengan nilai rata-ratanya
mencapai 126, 49 dari nilai tertinggi 160. 2) Kesiapan mental kerja siswa
dalam katergori cukup baik dengan nilai rata-ratanya mencapai 136, 22 dari
nilai tertinggi 160. 3) Ada hubungan signifikan antara sikap keberagaman
dengan kesiapan mental kerja siwa. Ditunjukkan dengan koefisien korelasi
sebesar 0,678 yang artinya terdapat hubungan antara sikap keberagaman
terhadap kesiapan mental siswa.
Dari hasil penelitian tersebut, maka penulis ingin mencoba meneliti
mengenai intensitas komunikasi orang tua, akan tetapi dalam hal ini penulis
14
kelas XI di SMA Islam Sudirman Ambarawa tahun ajaran 2017/1018.
Melihat hasil dari beberapa penelitian di atas menunjukkan kesimpulan yang
positif, maka harapannya bahwa hasil akhir dari penelitian nantinya juga
menghasilkan kesimpulan yang sama, yakni adanya hubungan yang
signifikan antara intensitas komunikasi orang tua terhadap sikap keagamaan
siswa.
G. Definisi Operasional
Untuk memudahkan agar tidak terjadi kesalahpahaman, maka
langkah awal penyatuan persepsi terhadap pembahasan ini perlu diberikan
batasan serta penegasan istilah agar lebih jelas, diantaranya:
1. Intensitas komunikasi orang tua
Dalam kamus umum bahasa Indonesia, intensitas berasal dari
kata intens yang mengandung arti kuat, hebat, giat. (Poerwadarminto,
1986: 384). Sedangkan komunikasi menurut Widjaja dari Edward
Depari, bahwa komunikasi dikatakan sebagai proses penyampaian
gagasan, pesan dan harapan yang disampaikan melalui
lambang-lambang tertentu, mengandung arti, dilakukan oleh penyampai pesan
yang ditujukan kepada penerima pesan, dengan maksud mencapai
kesepakatan bersama. (Widjaja, 2001: 13) Sedangkan dalam proses
interaksinya, maka lingkungan keluarga yakni orang tua memiliki
tingkat komunikasi lebih besar terhadap anak, dibandingkan ketika
15
Berdasarkan hal tersebut, maka maksud intensitas komunikasi
di sini adalah suatu tindakan atau langkah yang dilakukan orang tua
secara giat, rutin dan sungguh-sungguh, dalam rangka untuk
menyampaikan pesan atau gagasan kepada anak, untuk mencapai
kesepakatan dan tujuan yang diinginkan.
Untuk mengukur tingkat intensitas komunikasi orang tua
terhadap anak, menurut Marhaeni terdapat beberapa hal sebagai
penunjang keberhasilan dalam komunikasi. Kemudian hal tersebut
digunakan sebagai indikator pada intensitas komunikasi orang tua,
diantaranya:
a. Waktu komunikasi dalam keluarga.
b. Adanya keterbukaan dalam komunikasi.
c. Memunculkan rasa empati.
d. Adanya perilaku suportif.
e. Adanya kesamaan dalam komunikasi. (Marhaeni, 2009:
141-143)
2. Sikap keagamaan remaja
Sikap atau perilaku diartikan sebagai tindakan atau aktivitas
sebagai akibat atau reaksi. (Surayin, 2008: 168) Maka dapat dipahami
bahwa sikap, merupakan segala bentuk aktivitas seseorang yang
muncul akibat adanya suatu hal yang mempengaruhinya atau
16
Keagamaan menurut Harun Nasution, diartikan sebagai suatu
ikatan yang harus dipegang oleh manusia kepada Penciptanya.
(Jalaludin, 2012: 12) Sehingga dapat diketahui bahwa dalam
beragama, manusia butuh sebuah bimbingan dan arahan untuk
menguatkan ikatan atau keyakinan tersebut. Dengan adanya berbagai
masalah yang akan dihadapinya nanti, apabila manusia lengah, tentu
ikatan tersebut bisa rapuh dan akan berbahaya bagi dirinya.
Remaja merupakan seseorang yang telah beranjak dan
melewati fase anak-anak, yakni berusia antara 13-21 tahun. (Hasan,
2017: 270)
Jadi sikap keagamaan yang dimaksud di sini adalah segala
tindakan atau aktifitas yang dilakukan seorang remaja muslim atau
muslimah yang sedang menempuh pendidikan di bangku Sekolah
Menengah Atas (SMA) kelas XI semester I, baik berupa aktifitas
verbal maupun nonverbal dan berkaitan dengan keagamaan, yang
mencakup berbagai hal tentang tauhid, syariat dan juga ibadah.
Terdapat pedoman atau acuan untuk mengukur atau menilai
sikap keagamaan pada remaja sebagai indikator dalam penelitian ini,
antara lain:
a. Meyakini akan kasih sayang Allah swt.
b. Menjalankan kewajiban agama dengan benar.
c. Sopan terhadap siapapun, baik yang lebih tua maupun muda.
17
e. Ikut berperan dalam kegiatan keagamaan dan kemasyarakatan.
(Assegaf, 2014: 38-53)
TABEL I
Variabel, Indikator dan Angket Penelitian
No Variabel Indikator Angket
18
21
H. Uji Coba Instrumen Penelitian
Uji intrumen penelitian disini meliputi: uji validitas dan reliabilitas.
Validitas merupakan suatu ukuran yang menunjukkan tingkatan-tingkatan
kevalidan atau kesalahan suatu instrumen. (Arikunto, 2006: 144) Sedangkan
reliabilitas menunjukkan pada pengertian instrumen yang mana suatu
instrumen cukup dapat dipercaya untuk digunakan sebagai alat pengumpul
data karena instrumen tersebut sudah baik. (Arikunto, 2006: 178)
Pada uji validitas dan reliabilitas angket penelitian ini, dilakukan
dengan menggunakan perhitungan dalam rumus yang ada pada microsoft
22 I. Metode Penelitian
Metode penelitian merupakan cara yang digunakan oleh peneliti
untuk mendapatkan data dan informasi mengenai hal yang berkaitan dengan
masalah yang diteliti. (Darmawan, 2014: 127) Metode penelitian di sini
meliputi:
1. Pendekatan Dan Rancangan Penelitian
Jenis penelitian ini adalah penelitian kuantitatif Karena
menekankan analisis pada data–data numerikal (angka) kemudian diolah menjadi data statistika. Melalui kuantitatif ini, dengan
pertimbangan sebagai berikut:
a. Penelitian ini mengkaji dua variabel yaitu intensitas komunikasi
orang tua sebagai variabel bebas dan sikap keagamaan anak
sebagai variabel terikat.
b. Pola penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah pola
penelitian korelasi, yaitu penelitian yang bertujuan untuk
menemukan ada tidaknya hubungan antara satu variabel dengan
variabel lainnya, apabila ada seberapa erat hubungan serta
berarti tidaknya hubungan tersebut. (Nana dan Ibrahim,
2007:77)
2. Lokasi dan Waktu Penelitian
Penelitian dilaksanakan di lokasi SMA Islam Sudirman
23
3. Populasi dan Sampel
Populasi adalah sumber data dalam penelitian tertentu yang
memiliki jumlah banyak dan luas. Sedangkan sampel menurut
(Darmawan, 2014: 137-138) adalah sebagian dari populasi yang
terdiri atas subjek penelitian (responden) yang menjadi sumber data
yang terpilih dari hasil teknik penyempelan. Sampel juga diartikan
sebagian atau wakil populasi yang diteliti dan apabila populasinya
kurang dari 100, maka lebih baik diambil semua sehingga
penelitiannya merupakan penelitian populasi. Selanjutnya jika
populasinya besar maka diambil sampel antara 10%-15% atau
20%-25% atau lebih (Arikunto, 1996: 131).
Adapun yang menjadi populasi dalam kegiatan penelitan ini
adalah siswa kelas XI semester I SMA Islam Sudirman Ambarawa
tahun ajaran 2017/2018 yang berjumlah 330 siswa. Untuk
memudahkan penelitian ini, penulis mengambil sampel 20% dengan
jumlah 66 siswa dan diambil secara acak (random sampling). Dengan
jumlah tersebut diharapkan sudah mewakili dari jumlah populasi yang
ada.
4. Metode Pengumpulan Data
Sedangkan dalam pengumpulan data penulis menggunakan
beberapa metode. Sebagaimana dijelaskan (Darmawan, 2014:
24
a. Wawancara
Wawancara adalah tanya jawab lisan antara dua orang
atau lebih secara langsung. Metode ini digunakan untuk
memperoleh informasi mengenai letak geografis SMA Islam
Sudirman Ambarawa, kepemimpinan, organisasi kepengurusan
sekolah, proses belajar mengajar, sarana prasarana, dan hal-hal
yang ada di lembaga tersebut.
b. Dokumentasi
Metode dokumentasi adalah mencari data mengenai
hal-hal atau variabel yang berupa buku atau sumber tertulis yang
relevan. Dalam penelitian ini untuk menunjang informasi yang
diinginkan maka menggunakan data berupa hasil belajar PAI
siswa atau sumber lain yang relevan. Metode ini digunakan
untuk memperoleh informasi mengenai seberapa besar sikap
keagamaan dari para siswa kelas XI semester I SMA Islam
Sudirman Ambarawa tahun ajaran 2017/2018, melalui nilai mata
pelajaran agama Islam yang dibukukan dalam raport.
c. Angket
Angket atau kuesioner yang merupakan sejumlah
pertanyaan yang digunakan untuk memperoleh informasi dari
responden. Metode ini digunakan untuk memperoleh informasi
dari para siswa mengenai pemahaman tentang sikap keagamaan
25 J. Teknik Analisis Data
Dalam penelitian ini, penulis menggunakan teknik analisis statistik
deskriptif yakni statistik yang digunakan untuk analisa data dengan
mendeskripsikan atau menggambarkan data yang telah terkumpul,
(Darmawan, 2014: 165) yang disajikan dalam bentuk tabel, perhitungan
interval data, persentase dan analisis korelasi antar variabel.
Setelah data terkumpul dengan lengkap, maka langkah selanjutnya
adalah menganalisis data dengan langkah-langkah sebagai berikut:
1. Untuk menjawab permasalahan penelitian yang pertama yakni
intensitas komunikasi orang tua dan kedua yakni sikap keagamaan
anak, menggunakan rumus persentase (Ali, 2003: 123) sebagai
berikut:
P
=
𝑭𝑵
x 100%
Keterangan :
P = Persentase skor
F = Frekuensi
N = Jumlah Responden
2. Untuk menjawab masalah yang ketiga, yakni hubungan intensitas
komunikasi orang tua terhadap sikap keagamaan anak, digunakan
26
𝒓𝒙𝒚 =
∑𝐱𝐲 − (∑𝐱)(∑𝐲)
𝐍
√({∑𝐱
𝟐− (∑𝐱)
𝟐𝐍 } {∑ 𝐲
𝟐− (∑𝐲)
𝟐
𝐍 })
Keterangan :
Koefisien korelasi yang dicari
Produk dari x dan y
Jumlah kuadrat variable x
Jumlah kuadrat variable y
Jumlah responden.
Sedangkan untuk mengetahui kuat lemahnya pengaruh variabel
bebas terhadap variabel terikat digunakan penafsiran koefisien korelasi,
(Darmawan, 2014: 179) dengan kriteria sebagai berikut:
a) antara 0,800 sampai dengan 1,00 = sangat tinggi.
b) antara 0,600 sampai dengan 0,799 = tinggi.
c) antara 0,400 sampai dengan 0,599 = cukup.
d) antara 0,200 sampai dengan 0,399 = rendah.
27 K. Sistematika Penulisan Skripsi
Untuk memudahkan penulisan skripsi ini, maka terdapat susunan
dengan sistematika sebagai berikut:
Bab I berisi tentang pendahuluan, yang antara lain: menjelaskan
tentang latar belakang masalah, rumusan masalah, tujuan penelitian,
manfaat penelitian, hipotesis penelitian, kajian penelitian, definisi
operasional, uji coba instrumen, metode penelitian, teknik analisis dan
sistematika penulisan.
Bab II berisi tentang kajian pustaka yang menjelaskan definisi serta
serta hal-hal yang mendukung variabel intensitas komunikasi orang tua dan
sikap keagamaan remaja.
Bab III berisi tentang hasil penelitian, diantaranya: gambaran umum
lokasi penelitian dan penyajian data.
Bab IV berisi tentang analisis data, yang meliputi: analisis deskriptif
yang menjelaskan adanya pengelolaan data yang telah diperoleh dari
penelitian lapangan, pengujian hipotesis, serta pembahasan hasil analisis
data.
Bab V berisi tentang penutup, yang menjelaskan tentang kesimpulan
28 BAB II
KAJIAN PUSTAKA
A. Intensitas Komunikasi Orang Tua
1. Definisi Intensitas Komunikasi
Dalam kamus umum bahasa Indonesia intensitas berasal dari
kata intens yang mengandung arti kuat, hebat, giat. (Poerwadarminto,
1986: 384) Hal serupa juga disampaikan oleh (Sarwiji, 2006:296)
dalam Kamus Pelajar Bahasa Indonesia, mengenai intensitas yang
berarti besarnya kekuatan atau besarnya tingkatan. Dalam hal ini,
istilah intensitas dikaitkan dengan komunikasi, yang berarti adanya
aktifitas secara giat dalam berkomunikasi.
Hakekat komunikasi adalah proses menyatakan perasaan,
pikiran, ataupun pengalaman yang terjadi antar manusia dengan
menggunakan bahasa. Jadi dikatakan sebagai komunikasi, apabila
terdapat percakapan minimal dua orang dalam satu situasi atau
keadaaan.
Secara terminologi, komunikasi merupakan proses
penyampaian suatu pernyataan oleh seseorang kepada orang lain.
Sehingga seseorang yang hidup sendiri dan tidak ada orang lain
disekitarnya, maka dirinya tidak bisa dikatakan melakukan
29
Sedangkan secara etimologis, istilah komunikasi berasal dari
bahasa latin communicatio, yang memiliki akar kata communis. Arti
communis di sini adalah sama, yaitu sama makna mengenai suatu hal.
(Effendy, 2000: 3)
Komunikasi menurut Carl I Hoveland yang dikutip (Effendy,
2003: 10) komunikasi merupakan proses dimana seorang komunikator
menyampaikan perangsang untuk merubah tingkah laku orang lain.
Sedangkan menurut Ruesch (1957) mengatakan bahwa, komunikasi
adalah suatu proses menghubungkan satu bagian dalam kehidupan
dengan bagian lainnya. (Daryanto dan Muljo, 2016: 16)
Edward Depari dalam karyanya Widjaja, mendefinisikan
komunikasi sebagai proses penyampaian gagasan, harapan dan pesan
yang disampaikan melalui lambang-lambang tertentu, mengandung
arti, dilakukan oleh penyampai pesan ditujukan kepada penerima
pesan dengan maksud mencapai kebersamaan. (Widjaja, 2001: 13)
Berdasarkan beberapa definisi tersebut, bahwa maksud
intensitas komunikasi di sini adalah suatu aktifitas antar manusia yang
terdiri dari penyampai pesan dan penerima pesan, dalam bentuk
bahasa, baik berupa ucapan lisan maupun isyarat atau tingkah laku,
yang dilakukan secara rutin dan giat dalam upayanya menyampaikan
hasil pemikiran, perasaan, dan pengalaman, untuk mencapai tujuan
30
dimaksud adalah komunikasi yang terjadi antara orang tua dan anak
yang terjadi di lingkungan keluarga.
2. Macam-macam komunikasi
a. Komunikasi verbal
Komunikasi ini merupakan komunikasi antara individu
atau kelompok yang mempergunakan bahasa sebagai alat
perhubungan. Komunikasi ini menempati frekuensi terbanyak
dalam keluarga, dikarenakan setiap hari orang tua selalu
berbincang dengan anak.
b. Komunikasi nonverbal
Komunikasi nonverbal terkadang berfungsi sebagai
penguat dari komunikasi verbal. Mark L. Knapp menyebutkan
terdapat lima fungsi pesan nonverbal, yakni:
1) Repetisi, artinya mengulang kembali gagasan yang telah
dilakukan secara verbal. Seperti: anggukan ketika setuju
terhadap suatu hal sebagai penguat perkataan setuju.
2) Substitusi, atau menggantikan lambang-lambang verbal.
Contoh: tanpa kata-kata, menunjukkan penolakan dengan
menggelengkan kepala.
3) Kontradiksi, atau menolak pesan verbal atau memberikan
makna lain terhadap pesan verbal, seperti: Memuji orang
31
4) Komplemen, maksudnya melengkapi makna pesan
nonverbal. Contoh: ketika gelisah atau grogi, ditunjukkan
dengan keluarnya keringat banyak pada wajah.
5) Aksentuasi, atau menegaskan pesan verbal. Contoh:
ungkapan marah dengan memukul meja.
c. Komunikasi individu
Disebut juga sebagai komunikasi interpersonal karena
komunikasi ini sering terjadi dalam keluarga. Dimana terdapat
interaksi antarpribadi, seperti; ayah dengan ibu, ibu dengan anak,
ayak dengan anak, dan anak dengan anak.
d. Komunikasi kelompok
Adanya komunikasi bersama dalam keluarga guna
menjalin keakraban. Keakraban ini dapat dapat dilihat dari
frekuensi pertemuan antara orang tua dan anak dalam suatu
kesempatan. Semakin sering terjadi pertemuan, maka hubungan
keluarga tersebut dapat disebut akrab, sebaliknya jarangnya
pertemuan antar keluarga, memberikan ketidakakraban
hubungan keluarga. Sehingga orang tua perlu meluangkan
waktu dan kesempatan sesering mungkin bersama anak untuk
duduk, berdiskusi yang dikemas dalam suasana yang santai.
32
3. Keberhasilan komunikasi
Keberhasilan komunikasi dapat terjadi, apabila didukung
dengan adanya beberapa unsur yang memadai, sebagaimana
dijelaskan oleh (Djamarah, 2014: 14-15) bahwa unsur tersebut
meliputi:
a. Komunikator
Komunikator merupakan sumber dan pengirim pesan.
Kepercayaan penerima pesan pada komunikator serta
keterampilan komunikasi dalam melakukan komunikasi
menentukan keberhasilan komunikasi.
b. Pesan yang disampaikan
Keberhasilan komunikasi ditentukan bagaimana
penyampaian pesan yang disampaikan, yang meliputi:
1) Daya tarik pesan
2) Kesesuaian pesan dalam kebutuhan penerima pesan
3) Lingkup pengalaman yang sama antara pengirim pesan
dan penerima pesan.
4) Peran pesan dalam memenuhi kebutuhan penerima pesan.
c. Komunikan atau penerima pesan
Keberhasilan selanjutnya tergantung bagaimana
33
1) Kemampuan komunikan menafsirkan pesan
2) Komunikan sadar bahwa pesan yang diterima memenuhi
kebutuhannya.
3) Perhatian komunikan terhadap pesan yang diterima.
d. Konteks
Komunikasi berlangsung dalam setting atau lingkungan
tertentu. Lingkungan kondusif seperti: suasana nyaman,
menyenangkan, dan menantang, sangat menunjang keberhasilan
dalam komunikasi.
e. Sistem Penyampaian
Sistem penyampaian pesan berkaitan dengan metode dan
media. Penyampaian komunikasi dengan metode dan media
yang sesuai dengan penerima pesan yang dikemas secara
inovatif dan kreatif, juga menjadi penunjang keberhasilan
komunikasi.
4. Definisi Orang tua
Orang tua adalah pria dan wanita yang terkait dalam
perkawinan dan siap sedia untuk memikul tanggung jawab sebagai
ayah dan ibu dari anak-anak yang di lahirkannya. (Munir, 2010: 2)
Begitu juga Widnaningsih, oleh (Indah, 2010: 15) mengatakan bahwa:
“Orang tua merupakan seorang atau dua orang yang terdiri ayah dan ibu yang bertanggung jawab pada keturunannya semenjak terbentuknya hasil pembuahan berupa tubuh maupun sifat-sifat
34
5. Fungsi Komunikasi Orang tua
Lingkungan keluarga menjadi tempat yang paling akrab untuk
berkomunikasi, sebab hubungan keluarga merupakan hubungan yang
kuat dalam upaya pemahaman terhadap sikap dan emosi setiap
anggota di dalamnya.
Menurut Verderber komunikasi dalam keluarga memiliki tiga
fungsi utama, yakni:
a. Pembentuk konsep diri
Tanggung jawab utama para anggota keluarga terhadap
satu sama lain adalah berbicara, meliputi unsur komunikasi
verbal maupun nonverbal melalui cara-cara yang akan
berkontribusi bagi pengembangan konsep diri yang kuat bagi
semua anggota keluarga, terutama bagi anak.
b. Pengakuan dan dukungan yang diperlukan
Tanggung jawab kedua dari para anggota keluarga
adalah berinteraksi terhadap satu sama lain dengan cara-cara
yang mengakui dan mendukung. Seringkali dalam menjalani
kehidupan dihadapkan pada masalah sulit, sehingga melalui
pengakuan dan dukungan ini, akan membantu ketika berada
pada masa-masa tersebut.
c. Menciptakan model-model
Tanggung jawab yang ketiga dari para anggota keluarga
35
sebagai model atau contoh mengenai komunikasi yang baik bagi
para anggota keluarga terutama bagi anak. Orang tua berperan
penting didalamnya, yang mana tidak hanya memerintah tapi
juga memberikan contoh perilaku yang nyata. (Abdullah, 2010:
120)
Metode atau cara komunikasi orang tua terhadap anak
dalam proses mendidik, masing-masing memiliki perbedaan.
Tentu yang demikian itu masing-masing dari orang tua lebih
mengetahui situasi dan kondisi diri anaknya. Namun secara
umum bahwa keberhasilan dalam komunikasi dapat terjadi
apabila terdapat intensitas untuk melakukan komunikasi tersebut.
B. Sikap Keagamaan Remaja
1. Definisi Sikap Keagamaan
Sikap adalah pernyataan evaluatif terhadap objek, orang atau
peristiwa. Begitu juga pendapat (Surayin, 2008: 168) yang
mengatakan bahwa sikap diartikan sebagai tindakan atau aktivitas
sebagai akibat atau reaksi.
Menurut Allport yang dikutip Mar’at oleh Jalaluddin, sikap
merupakan hasil belajar yang diperoleh melalui pengalaman dan
interaksi yang terus-menerus dengan lingkungan. (Jalaluddin, 2012:
259) Jadi mengenai sikap di sini adalah berbagai perilaku yang
36
dirasakannya. Sikap juga dapat dikatakan sebagai bukti dan bentuk
aplikasi seseorang dalam beragama.
Dalam kamus umum bahasa Indonesia, istilah keagamaan
diartikan sebagai sifat-sifat yang terdapat dalam agama atau segala
sesuatu mengenai agama, misalnya perasaan keagamaan, atau
soal-soal keagamaan. (Poerwadarminta, 1986: 18)
Secara terminologi keagamaan menurut Harun Nasution
melalui hasil rangkumannya tentang definisi tentang agama, yang
dikutip Jalaluddin, bahwa agama merupakan suatu ikatan yang harus
dipegang oleh manusia kepada Penciptanya.
Sedangkan secara estimologi, agama berasal dari kata al-Din,
religi (relegere, religare) dan Al-Din (semit) berarti undang-undang
atau hukum. Dalam bahasa Arab, kata ini mengandung arti menguasai,
menundukan, patuh, utang, balasan, kebiasaan. Sedangkan dari kata
religi (latin) atau relegere berarti mengumpulkan dan membaca.
Kemudian religare berarti mengikat. Adapun kata agama terdiri dari
a= tidak, gam= pergi jadi mengandung arti tidak pergi, tetap di tempat.
Dalam bukunya Psikologi Agama, Jalaluddin juga menyatakan
bahwa keagamaan menyangkut kehidupan batin manusia. Sikap
keagamaan merupakan suatu keadaan yang ada dalam diri seseorang
yang mendorongnya untuk beringkah laku sesuai dengan kadar
37
Pendapat Robert tentang agama, bahwa agama merupakan cara
bertingkah laku, sebagai sistem kepercayaan dan sebagai emosi yang
bercorak khusus. Ia juga menambahkan bahwa agama adalah
hubungan praktis yang dirasakan dengan apa yang dipercayai sebagai
makhluk atau wujud yang lebih tinggi daripada manusia. (Thouless,
1992: 19)
Agama merupakan sesuatu yang mengikat dengan kekuatan
lain, sehingga dapat merasakan kehidupan yang lebih utuh dan
menyeluruh. (Subandi, 2013: 26)
Berdasarkan beberapa pengertian di atas, maka sikap
keagamaan yang dimaksud di sini adalah segala bentuk tindakan atau
aktivitas seseorang yang muncul akibat adanya suatu hal yang
mempengaruhi atau mendorongnya untuk beraktivitas, sesuai hasil
pemahaman dan pengalamannya dalam beragama, yang disandarkan
pada keyakinan atau kepercayaannya terhadap Penciptanya.
2. Jenis-jenis sikap keagamaan
Setiap manusia memiliki keberagaman cara dalam memahami
dan menyikapi agamanya sesuai pengalaman yang pernah diperoleh,
sehingga terdapat banyak perbedaan sikap keagamaan yang muncul.
Dalam hal ini terdapat jenis sikap keagamaan, yang menurut William
James dikelompokkan menjadi dua jenis, (Jalaluddin, 2012: 126-133)
38
a. Jenis orang yang sakit jiwa
Jenis sikap keagamaan ini menurut William, ditemui
pada mereka yang pernah mengalami latar belakang keagamaan
yang terganggu. Maksudnya orang tersebut meyakini suatu
agama, tidak didasarkan atas kematangan beragama yang
berkembang secara bertahap. Mereka meyakini suatu agama
dikarenakan adanya penderitaan batin yang antara lain mungkin
diakibatkan oleh musibah, konflik batin atau sebab lain yang
tidak dapat diungkapkan secara ilmiah. Adapun ciri-ciri sikap di
sini, diantaranya:
1) Pesimis
Dalam mengamalkan ajaran agama mereka
cenderung untuk berpasrah diri kepada nasib yang
diterima. Mereka menjadi tahan akan penderitaan yang
menyebabkan peningkatan ketaatannya. Mereka
cenderung lebih mawas diri.
2) Introvet
Akibat pesimis yang mereka alami, membuat
mereka bersikap objektif dalam memandang suatu
kejadian dan mengaitkan penderitaan dengan kesalahan
diri dan dosa. Dengan demikian mereka berusaha untuk
menebusnya dengan medekatkan diri kepada Tuhan
39
3) Menyenangi paham yang ortodoks
Maksudnya dari sifat pesimis dan introvet, telah
mempengaruhi kehidupan jiwanya menjadi pasif,
memberikan dampak kepada mereka memilih paham
keagamaan yang lebih konservatif atau lebih kepada
kebiasaan yang ada.
4) Mengalami proses keagamaan secara non-graduasi
Maksudnya timbulnya keyakinan terhadap ajaram
agama, tidak berlangsung secara normal yang di mulai
dari ketidaktahuan lalu menuju kepada kematangan. Jadi
keyakinan agama mereka berlangsung secara tiba-tiba
yang muncul karena adanya musibah, perasaan berdosa,
atau petunjuk dari Tuhan.
b. Jenis orang yang sehat jiwa
Menurut W. Starbuck yang dikemukakan W. Houston
Clark dalam bukunya Religion Psychology ciri pada orang
tersebut adalah:
1) Optimis dan gembira
Orang dengan jiwa ini akan menghayati segala
bentuk ajaran agama dengan perasaan optimis. Pahala
dianggap sebagai hasil usahanya yang diberikan Tuhan,
sedangkan dosa sebagai akibat kesalahannya dan tidak
40
mereka bahwa Tuhan bersifat Pengasih dan Penyayang
dan bukan pemberi azab.
2) Ekstrovet dan tidak mendalam
Sikap optimis dan terbuka tersebut menyebabkan
mereka mudah melupakan kesan-kesan buruk. Mereka
selalu membawa suasana hatinya lepas dari kungkungan
ajaran agama yang terlalu rumit dan memilih yang mudah
dalam melaksanakannya. Akibatnya mereka kurang
mendalami ajaran agama.
3) Menyenangi ajaran ketauhidan yang liberal
Dari pengaruh ekstrovet, ciri-ciri mereka
cenderung bersikap seperti:
a) Menyenangi teologi yang luwes dan tidak kaku.
b) Menunjukkan tingkah laku keagamaaan yang lebih
bebas.
c) Menekankan ajaran cinta kasih daripada kemurkaan
dan dosa.
d) Mempelopori pembelaan terhadap kepentingan
agama serta sosial.
e) Tidak menyenangi implikasi penebusan dosa dan
kehidupan kebiaraan.
f) Bersifat liberal dalam menafsirkan ajaran agama,
41
“jika tangan saya menyakitimu, maka potonglah ia”
diterjemahkan dengan “jika dosa, iblis, dan penderitaan mengganggumu maka jangan pedulikan
ia.”
g) Selalu berpandangan positif
h) Berkembang secara graduasi, artinya perkembangan
agama mereka melalui proses yang wajar dan tidak
secara mendadak.
3. Definisi Remaja
Remaja merupakan seseorang yang telah beranjak dan
melewati fase anak-anak, yakni berusia antara 13-21 tahun. (Hasan,
2017: 270) Masa remaja adalah masa dimana seseorang mulai
dihadapkan pada banyak pilihan. Untuk itu remaja perlu diarahkan
dan dibimbing, sehingga tercipta remaja yang sholeh dan sholehah
sesuai apa yang diinginkan orang tua.
Dari pengertian tersebut, dapat diketahui bahwa sikap seorang
remaja masih berada pada taraf perkembangan, terutama dalam hal
agamanya. Apalagi adanya perbedaan pendapat dalam permasalahan
agama, sering menyebabkan kebimbangan bagi remaja dalam
menentukan sikapnya. Sehingga diperlukan pendidikan dan arahan
dalam beragama secara mendalam, guna memberikan pengertian
42
4. Ciri-ciri keagamaan masa Remaja
Masa Remaja adalah mereka yang sedang dalam penyesuaian
dan pembentukan jati diri. Remaja adalah seseorang yang telah siap
untuk menerima berbagai hal sebagai sarana mereka untuk belajar dan
memahami sesuatu, terlebih dalam hal agama. Masing-masing
individu remaja memiliki pimikiran yang berbeda dalam meyakini apa
yang dipercaya tersebut. Beberapa ciri remaja menurut Zakiyah yang
disimpulkan dari Clark tentang sikap dan ketertarikan remaja pada
agama oleh (Djami’atul, 2013: 74-75) meliputi: a. Percaya ikut-ikutan
Pada dasarnya kebanyakan remaja memeluk suatu agama
adalah karena hasil didikan dan keluarganya. Cara beragama
yang ikut-ikutan ini merupakan lanjutan dan cara beragama di
masa kanak-kanak. Kondisi semacam ini biasanya terjadi pada
usia remaja (umur 13-16 tahun) kemudian kepada cara-cara
yang lebih kritis.
b. Percaya dengan kesadaran
Setelah kegoncangan remaja pertama agak reda, yaitu
kurang lebih usia 16 tahun, remaja mulai cenderung untuk
meninjau ulang cara-cara beragama di masa kecil. Kepercayaan
tanpa pengertian, patuh dan tunduk kepada ajaran tanpa
43
c. Percaya tapi agak ragu
Kebimbingan remaja terhadap agama berbeda satu sama
lainnya sesuai dengan kepribadian mereka masing-masing. Ada
yang mengalami kebimbingan ringan, ini dapat dengan cepat
diatasi dan ada yang sangat berat sampai kepada berpindah
agama. Kebimbangan dan kegoncangan keyakinan yang terjadi
sesudah perkembangan kecerdasan selesai itu, tidak dapat
dipandang sebagai kejadian yang berdiri sendiri, tetapi
berhubungan dengan segala pengalaman dan proses pendidikan
yang dilaluinya sejak kecil. Kecenderungan ini umumnya terjadi
sekitar usia 17-20 tahun.
d. Tidak percaya pada Tuhan
Salah satu perkembangan yang mungkin terjadi pada
masa remaja adalah tidak mempercayai adanya Tuhan.
Perkembangan ini sebenarnya memiliki akar pada masa kecilnya.
Apabila seorang anak merasa tertekan oleh kekuasaan orang tua
kepadanya, maka ia telah memendam suatu tantangan terhadap
kekuasaan orang lain dan selanjutnya kekuasaan terhadap
siapapun. Setelah usia remaja dicapainya, tantangan itu akan
terekspresikan dalam bentuk menentang Tuhan. Bahkan
menentang wujudNya, ketidakpercayaan yang sungguh-sungguh
44
5. Faktor pengaruh perkembangan keagamaan Remaja
Perkembangan sikap remaja dalam beragama akan mengalami
perubahan seiring bertambahnya usia. Usia remaja identik dengan
perubahannya yang signifikan, baik fisik maupun psikis, dimana masa
ini disebut sebagai masa peralihan bagi mereka menuju kedewasaan.
Jalaluddin menjelaskan terdapat beberapa pengaruh perkembangan
pada remaja terkait pemahaman agamanya, antara lain:
a. Pertumbuhan pikiran dan mental
Ide dan dasar keyakinan beragama yang diterima remaja
semenjak masa kanak-kanak, sudah tidak begitu menarik. Sifat
kritis terhadap ajaran agama mulai timbul. Selain masalah
agama merekapun sudah tertarik pada masalah kebudayaan,
sosial, ekonomi, dan norma-norma kehidupan lainnya.
b. Perkembangan perasaan
Berbagai perasaan telah berkembang pada masa remaja.
Perasaan sosial, etis, dan estetis mendorong remaja untuk
menghayati perikehidupan yang terbiasa dalam lingkungannya.
Kehidupan religius akan cenderung mendorong dirinya lebih
dekat kearah hidup yang religius pula. Sebaliknya remaja yang
kurang mendapat pendidikan agama akan lebih mudah
45
c. Pertimbangan sosial
Corak keagamaan remaja juga ditandai oleh adanya
pertimbangan sosial. Muncul pula konflik antara pertimbangan
moral dan material. Apalagi kehidupan duniawi lebih
dipengaruhi kepentingan akan materi, sehingga remaja lebih
cenderung jiwanya bersikap materialis.
d. Perkembangan moral
Perkembangan moral para remaja tergantung dari rasa
berdosa dan usaha untuk mencari proteksi. Terdapat beberapa
tipe moral remaja, yakni:
1) Self-directive, taat terhadap agama atau moral berdasarkan
pertimbangan pribadi.
2) Adaptive, mengikuti situasi lingkungan tanpa mengadakan
kritik.
3) Submissive, merasakan adanya keraguan terhadap ajaran
moral dan agama.
4) Unadjusted, belum meyakini akan kebenaran ajaran
agama dan moral.
5) Deviant, menolak dasar dan hukum keagamaan serta
tatanan moral masyarakat.
e. Sikap dan minat
Sikap dan minat remaja akan masalah keagamaan dapat
46
kecilnya serta lingkungan agama yang mempengaruhinya.
(Jalaluddin, 2012: 74-76)
6. Cara Membentuk Sikap Keagamaan
Sudah menjadi kewajiban bagi setiap orang tua untuk
mendidik anaknya agar menjadi pribadi yang sholeh atau sholehah
dengan sikap keagamaan yang baik. Beberapa hal yang menjadi acuan
dalam membentuk sikap keagamaan anak, menurut (Abdullah, 2010:
2-117) yakni:
a. Mengenal Karakter
Secara bahasa karakter berasal dari bahasa Yunani,
charassein, yang artinya ‘mengukir’. Kata ukiran di sini memiliki arti melekat kuat di atas benda yang diukir. Sebuah
ukiran akan tetap kokoh apabila dibuat dengan teknik dan bahan
yang kuat, sebaliknya ukiran tersebut akan mudah hilang atau
hancur manakala dibuat dengan bahan dan teknik yang buruk.
Makna tersebut menjadi pengertian dari karakter, yang
menjelaskan tentang suatu sikap, sifat atau kepribadian yang
telah terbentuk dalam diri seseorang.
Proses mengenal dan memahami karakter dapat
47
1) Adanya ruang dan waktu yang tepat, artinya orang tua
perlu meluangkan waktu khusus yang berkualitas demi
untuk kepentingan anaknya.
2) Adanya visi yang jelas, artinya orang tua harus
mempunyai rencana dan program yang jelas tentang
bagaimana bentuk karakter anak yang diinginkan nantinya.
b. Membangun keberanian dan ketabahan
Seseorang akan senantiasa menemui ujian dan cobaan
dalam menjalani kehidupan, sehingga butuh sebuah acuan atau
pedoman untuk mengatasi hal tersebut, yakni dengan
memunculkan keyakinan terhadap pemberian dan nikmat Allah
swt. Keyakinan ini sebagai pondasi awal yang harus ditanamkan
pada diri anak.
Orang tua yang menginginkan anaknya baik, senantiasa
akan melibatkan Allah di setiap aktifitasnya. Hal ini dimaksud
untuk memberikan kesadaran terhadap anak tentang adanya
kasih sayang Allah yang begitu besar, yang akan memberikan
segala kebutuhan bagi siapa saja yang memohon kepadaNya.
Selanjutnya langkah yang paling efektif sebagaimana
yang pernah Nabi Muhammad saw. ajarkan adalah dengan
nasehat dan amalan. Artinya orang tua tidak cukup hanya
memberikan nasehat, namun juga berperan aktif sebagai sosok
48
Melalui konsep ini, diharapkan anak akan mudah memahami
segala hal posisif yang akan diberikan.
c. Membangun kemampuan mengendalikan diri
Memunculkan sikap sabar dan syukur menjadi langkah
paling tepat bagi proses pengendalian diri. Melalui kesabaran
dan rasa syukur ini, seseorang akan merasakan kedamaian dalam
hatinya. Maka orang tua perlu mengajarkan kebiasaan yang
positif, seperti:
1) Tidak mengumpat ketika marah namun cukup dengan
diam, duduk, berbaring, atau berpindah ke tempat lain
sebagaimana yang telah dicontohkan Rasullulah saw.
2) Perlunya mengadakan waktu khusus untuk mendiskusikan
berbagai nikmat dan pemberian Allah, contoh: membahas
tentang nikmat Allah, berupa organ jantung yang ada
dalam tubuh manusia dan lain sebagainya. Kegiatan ini
berfungsi sebagai kontrol nafsu dan memunculkan rasa
syukur kepada Allah swt.
d. Membangun sikap adil dan bijaksana
Keadilan dan kebijaksanaan menjadi tolok ukur
seseorang itu layak disebut sebagai sosok seorang teladan sejati.
Sikap adil dan bijaksana menjadi hal yang sangat berharga,
meski terkadang tidak sesuai dengan apa yang diharapkan,
49
memiliki dasar kuat dan tidak pilih memilih siapapun
didalamnya, keputusan yang diambil murni atas dasar yang kuat
sesuai pedoman yang benar dan lurus. Beberapa hal sebagai
acuan untuk membangun sikap tersebut, antara lain:
1) Arah hidup
Adanya pengarahan yang benar terhadap anak
tentang tujuan hidup sebenarnya, yakni Allah. Semua
aktifitas dalam kehidupan ini dilakukan semata-mata
untuk mencari ridho Allah. Dengan menjalankan
perintahNya dan menjauhi laranganNya. Inilah sumber
keadilan yang paling utama. Tanpa arah hidup yang jelas,
seseorang akan sulit berbuat adil.
2) Tanggung jawab
Kemampuan seseorang untuk menjalankan
kewajiban atas dasar kesadaran dalam dirinya. Dengan
memberikan latihan secara rutin guna melatih tanggung
jawab anak, contoh: meletakkan suatu barang pada
tempatnya.
3) Sportif
Artinya orang tua perlu mengajarkan anak untuk
terbiasa menerima kekalahan dan mengakui kelebihan
orang lain. Namun juga mendorong anak untuk percaya