• Tidak ada hasil yang ditemukan

Pengaruh penerapan model pembelajaran van hiele terhadap kemampuan mengingat dan memahami pada konsep geometri bangun datar dalam mata pelajaran Matematika siswa kelas V SD Negeri Demangan Yogyakarta.

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Pengaruh penerapan model pembelajaran van hiele terhadap kemampuan mengingat dan memahami pada konsep geometri bangun datar dalam mata pelajaran Matematika siswa kelas V SD Negeri Demangan Yogyakarta."

Copied!
225
0
0

Teks penuh

(1)

ABSTRAK

Gizela Ovdelita Yunika. (2016). Pengaruh penerapan model pembelajaran van hiele terhadap kemampuan mengaplikasi dan menganalisis pada konsep geometri bangun datar dalam mata pelajaran matematika siswa kelas V SD Negeri Demangan Yogyakarta. Skripsi. Yogyakarta: Program Studi Pendidikan Guru Sekolah Dasar, Universitas Sanata Dharma.

Kata Kunci: Model pembelajaran van Hiele, kemampuan mengaplikasi, kemampuan menganalisis, mata pelajaran matematika.

Latar belakang penelitian ini berlandaskan keprihatinan terhadap rendahnya siswa dalam bidang Matematika berdasarkan penelitian PISA 2009 dan 2012. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh penerapan model pembelajaran van Hiele terhadap kemampuan mengaplikasi dan menganalisis konsep geometri bangun datar dalam pelajaran matematika kelas V SD Negeri Demangan Yogyakarta pada semester ganjil tahun ajaran 2015/2016. Penelitian ini menggunakan metode eksperimen jenis Quasi Experimental tipe Nonequivalent control group design. Populasi dalam penelitian ini adalah siswa kelas V SD Negeri Demangan sebanyak 50 siswa. Sampel penelitian adalah siswa kelas VA dan VB sebanyak 50 siswa. Kelas VB sebagai kelompok eksperimen sedangkan kelas VA sebagai kelompok kontrol.

Hasil penelitian menunjukkan bahwa 1) penerapan model pembelajaran van Hiele tidak berpengaruh terhadap kemampuan mengaplikasi. Hal tersebut ditunjukkan dengan harga sig. (2-tailed) sebesar 0,36 (atau p > 0,05). Pengaruh ini diikuti dengan perolehan nilai kelompok eksperimen mendapatkan rerata skor dengan nilai n = 25 M = 0,09 SD = 0,28 SE = 0,26, sedangkan kelompok kontrol dengan nilai n = 25 M = 1,29 SD = 0,28 SE = 0,05. Effect Size model pembelajaran van Hiele terhadap kemampuan mengaplikasi adalah r = 0,13 (2%) termasuk

kategori efek kecil. 2) Penerapan model pembelajaran van Hiele berpengaruh terhadap kemampuan menganalisis. Hal tersebut ditunjukkan dengan harga sig. (2-tailed) sebesar 0,05 (atau p < 0,05). Pengaruh ini diikuti dengan perolehan nilai kelompok eksperimen mendapatkan rerata skor dengan nilai n = 25 M = -1,13 SD

(2)

ABSTRACT

Gizela Ovdelita Yunika. (2016). The influence of the implementation van Hiele’s

learning model toward application and analysis skill to geometry of geometric concept in Mathematic Course of fifth grade students of Demangan State Elementary School Yogyakarta. Thesis. Yogyakarta: Elementary School Teacher Education Study Program, Sanata Dharma University

Keywords: van Hiele Learning Model, application skill, analysis skill, mathematic. Background this research based on concern in the low achievement student in mathematics based on the research pisa 2009 and 2012. The purpose of this research is to know the effect of van Hiele learning model toward application and analysis skill in geometry of geometric concept in Mathematic Course of fifth grade student of Demangan State Elementary School Yogyakarta in the odd semester, year 2015/2016. The researcher uses experiment method Quasi Experimental, Nonequivalent control group design type. The population of this research are fifty fifth grade students of Demangan State Elementary School. The sample of this research are fifth grade A class and fifth grade B class. B Class as a experimental class while A class as a control class.

(3)

PENGARUH PENERAPAN MODEL PEMBELAJARAN VAN HIELE TERHADAP KEMAMPUAN MENGAPLIKASI DAN MENGANALISIS

PADA KONSEP GEOMETRI BANGUN DATAR DALAM MATA PELAJARAN MATEMATIKA SISWA KELAS V SD NEGERI

DEMANGAN YOGYAKARTA

SKRIPSI

Diajukan untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Memperoleh Gelar Sarjana Pendidikan Program Studi Pendidikan Guru Sekolah Dasar

Oleh:

Gizela Ovdelita Yunika NIM: 121134173

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN GURU SEKOLAH DASAR JURUSAN ILMU PENDIDIKAN

FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN UNIVERSITAS SANATA DHARMA

(4)
(5)
(6)

HALAMAN PERSEMBAHAN

Karya ilmiah sederhana ini penulis persembahkan kepada:

1.

Tuhan Yesus Kristus dan Bunda Maria yang selalu memberkati dan menyertai

setiap langkahku.

2.

Kedua orang tua yang selalu memberikan semangat dan dukungan dalam doa dan

tenaga.

3.

Kedua adikku yang selalu memberikan motivasi.

4.

Ignasius Dilyanto Patarru yang selalu mendampingi dan memberikan dukungan

baik dengan doa dan tenaga.

5.

Seluruh keluarga besar yang selalu memberikan semangat dalam doa dan

dukungan.

6.

Semua sahabatku yang selalu menemani dalam setiap proses dan memberikan

dukungan serta bantuan.

(7)

MOTTO

Keberhasilan adalah kemampuan untuk melewati dan mengatasi diri dari satu kegagalan ke kegagalan berikutnya tanpa kehilangan semangat.

(Winston Chuchill)

Semua orang tidak perlu menjadi malu karena pernah berbuat kesalahan, selama ia menjadi lebih bijaksana daripada sebelumnya.

(Alexander Pope)

Janganlah hendaknya kamu kuatir tentang apapun juga, tetapi nyatakanlah dalam segala hal keinginanmu kepada Allah dalam doa dan permohonan

(8)

PERNYATAAN KEASLIAN KARYA

Saya menyatakan dengan sesungguhnya bahwa skripsi yang saya tulis ini tidak memuat karya atau bagian karya orang lain, kecuali yang telah disebutkan dalam kutipan dan daftar referensi sebagai layaknya karya ilmiah.

Yogyakarta, 14 Januari 2016 Penulis

(9)

LEMBAR PERNYATAAN PERSETUJUAN

PUBLIKASI KARYA ILMIAH UNTUK KEPENTINGAN AKADEMIS

Yang bertanda tangan di bawah ini, saya mahasiswa Universitas Sanata Dharma:

Nama : Gizela Ovdelita Yunika

Nomor Mahasiswa : 121134173

Demi pengembangan ilmu pengetahuan, saya memberikan kepada perpustakaan Universitas Sanata Dharma karya ilmiah saya yang berjudul:

PENGARUH PENERAPAN MODEL PEMBELAJARAN VAN HIELE TERHADAP KEMAMPUAN MENGAPLIKASI DAN MENGANALISIS

PADA KONSEP GEOMETRI BANGUN DATAR DALAM MATA PELAJARAN MATEMATIKA SISWA KELAS V SD NEGERI

DEMANGAN YOGYAKARTA

Dengan demikian saya memberikan kepada Perpustakaan Universitas Sanata Dharma untuk menyimpan, mengalihkan dalam bentuk lain, mengelolanya dalam bentuk pangkalan data, mendistribusikan secara terbatas, dan mempublikasikannya di internet atau media lain untuk kepentingan akademis tidak perlu meminta ijin dari saya maupun memberi royalti kepada saya selama tetap mencantumkan nama saya sebagai penulis.

Demikian pernyataan ini saya buat dengan sebenar-benarnya.

Dibuat di Yogyakarta

Pada tanggal: 14 Januari 2016 Yang menyatakan

(10)

ABSTRAK

Gizela Ovdelita Yunika. (2016). Pengaruh penerapan model pembelajaran van hiele terhadap kemampuan mengaplikasi dan menganalisis pada konsep geometri bangun datar dalam mata pelajaran matematika siswa kelas V SD Negeri Demangan Yogyakarta. Skripsi. Yogyakarta: Program Studi Pendidikan Guru Sekolah Dasar, Universitas Sanata Dharma.

Kata Kunci: Model pembelajaran van Hiele, kemampuan mengaplikasi, kemampuan menganalisis, mata pelajaran matematika.

Latar belakang penelitian ini berlandaskan keprihatinan terhadap rendahnya siswa dalam bidang Matematika berdasarkan penelitian PISA 2009 dan 2012. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh penerapan model pembelajaran van Hiele terhadap kemampuan mengaplikasi dan menganalisis konsep geometri bangun datar dalam pelajaran matematika kelas V SD Negeri Demangan Yogyakarta pada semester ganjil tahun ajaran 2015/2016. Penelitian ini menggunakan metode eksperimen jenis Quasi Experimental tipe

Nonequivalent control group design. Populasi dalam penelitian ini adalah siswa kelas V SD Negeri Demangan sebanyak 50 siswa. Sampel penelitian adalah siswa kelas VA dan VB sebanyak 50 siswa. Kelas VB sebagai kelompok eksperimen sedangkan kelas VA sebagai kelompok kontrol.

Hasil penelitian menunjukkan bahwa 1) penerapan model pembelajaran van Hiele tidak berpengaruh terhadap kemampuan mengaplikasi. Hal tersebut ditunjukkan dengan harga sig. (2-tailed) sebesar 0,36 (atau p > 0,05). Pengaruh ini diikuti dengan perolehan nilai kelompok eksperimen mendapatkan rerata skor dengan nilai n = 25 M = 0,09 SD = 0,28 SE = 0,26, sedangkan kelompok kontrol dengan nilai n = 25 M = 1,29 SD = 0,28 SE = 0,05. Effect Size model pembelajaran van Hiele terhadap kemampuan mengaplikasi adalah r = 0,13 (2%)

(11)

ABSTRACT

Gizela Ovdelita Yunika. (2016). The influence of the implementation van Hiele‟s learning model toward application and analysis skill to geometry of geometric concept in Mathematic Course of fifth grade students of Demangan State Elementary School Yogyakarta. Thesis. Yogyakarta: Elementary School Teacher Education Study Program, Sanata Dharma University

Keywords: van Hiele Learning Model, application skill, analysis skill, mathematic.

Background this research based on concern in the low achievement student in mathematics based on the research pisa 2009 and 2012. The purpose of this research is to know the effect of van Hiele learning model toward application and analysis skill in geometry of geometric concept in Mathematic Course of fifth grade student of Demangan State Elementary School Yogyakarta in the odd semester, year 2015/2016. The researcher uses experiment method Quasi Experimental, Nonequivalent control group design type. The population of this research are fifty fifth grade students of Demangan State Elementary School. The sample of this research are fifth grade A class and fifth grade B class. B Class as a experimental class while A class as a control class.

(12)

PRAKATA

Puji dan syukur kepada Tuhan Yang Maha Esa atas segala rahmat, kasih, dan karunia-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi ini dengan tepat waktu. Skripsi yang berjudul “Pengaruh penerapan model pembelajaran van Hiele terhadap kemampuan mengaplikasi dan menganalisis pada konsep geometri bangun datar dalam pelajaran Matematika kelas V SD Negeri Demangan Yogyakarta” ditulis sebagai salah satu syarat memperoleh gelar sarjana Pendidikan Guru Sekolah Dasar.

Dalam penyusunan skripsi ini penulis mendapat bantuan dan dukungan dari berbagai pihak. Karena itu, dengan segenap hati dan rasa syukur penulis mengucapkan terim kasih kepada:

1. Rohandi, Ph.D. Dekan Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan Universitas Sanata Dharma.

2. G. Ari Nugrahanta, S.J., S.S., BST., M.A. Ketua Program Studi Pendidikan Guru Sekolah Dasar Universitas Sanata Dharma, sekaligus dosen pembimbing I yang telah memberikan bimbingan dan motivasi dengan penuh kesabaran dan kebijaksanaan dari awal penyusunan hingga selesai.

3. Christiyanti Aprinastuti, S.Si., M.Pd. Wakil Ketua Program Studi Pendidikan Guru Sekolah Dasar Universitas Sanata Dharma, sekaligus dosen pembimbing II yang telah memberikan bimbingan dan motivasi dengan penuh kesabaran dan kebijaksanaan dari awal penyusunan hingga selesai.

4. Dra. Ignatia Esti Sumarah, M.Hum. Dosen Penguji III yang telah banyak memberikan masukan dan saran untuk skripsi ini.

5. Muryanto, S.Pd. Kepala Sekolah SD Negeri Demangan Yogyakarta yang telah memberikan ijin untuk melaksanakan penelitian di SD Negeri Demangan Yogyakarta.

(13)

7. Siswa kelas VA dan VB SD Negeri Demangan Yogyakarta yang telah bekerjasama dan bersedia menjadi subjek penelitian sehingga penelitian ini berjalan lancar.

8. Sekretariat PGSD Universitas Sanata Dharma yang telah membantu proses perizinan penelitian sampai skripsi ini selesai.

9. Kedua orang tuaku tersayang, Yunus T. Bunga dan Monika yang selalu memberikan dukungan dan doa kepada penulis.

10.Adikku tercinta, Grizentius dan George yang selalu memberikan dukungan dan doa kepada penulis.

11.Ignasius Dilyanto Patarru terima kasih atas segala perhatian, kesabaran, motivasi dan bantuanmu untuk membantuku menyelesaikan skripsi ini. Semua motivasi, saran dan tenaga yang selalu setia menemaniku.

12.Seluruh keluarga besar yang telah mendukung dengan doa maupun dengan tenaga

13.Sahabatku Ingrid Febriani, Megah Paembonan, Khezia, dan Helena Vita yang selalu memberikan banyak dukungan dan doa kepada penulis.

14.Teman-teman penelitian kolaboratif payung Matematika Puspa Dewi Damayanti dan Cicilia Novenstya Edytawati yang memberikan banyak masukan dan bantuan kepada penulis dalam melakukan penelitian dan menyelesaikan karya skripsi ini.

15.Teman-teman kelas D PGSD 2012 yang telah memberikan semangat selama kuliah. Terima kasih atas kebersamaannya selama ini sehingga penulis menemukan keluarga baru di Yogyakarta.

16.Teman-taman SMA yang selalu memberikan motivasi dan doa.

17.Semua pihak yang tidak dapat disebutkan satu persatu, terima kasih atas semuanya.

Penulis menyadari bahwa banyak kekurangan dalam penulisan skripsi ini, untuk itu penulis mengharapkan kritik dan saran yang membangun dari pembaca. Peneliti juga berharap semoga karya ilmiah ini berguna bagi semua pihak yang membacanya.

(14)

DAFTAR ISI

Halaman

HALAMAN JUDUL ... i

HALAMAN PERSETUJUAN PEMBIMBING ... ii

HALAMAN PENGESAHAN ... iii

HALAMAN PERSEMBAHAN ... iv

MOTTO ... iv

PERNYATAAN KEASLIAN KARYA ... vi

LEMBAR PERNYATAAN PERSETUJUAN PUBLIKASI KARYA ILMIAH UNTUK KEPENTINGAN AKADEMIS ... viii

ABSTRAK ... viii

ABSTRACT ... ix

PRAKATA ... x

DAFTAR ISI ... xii

DAFTAR TABEL ... xvi

DAFTAR GAMBAR ... xviii

DAFTAR LAMPIRAN ... ix

BAB I PENDAHULUAN ... 1

1.1 Latar Belakang Masalah ... 1

1.2 Rumusan Masalah ... 5

1.3 Tujuan Penelitian ... 6

1.4 Manfaat Penelitian ... 6

1.5 Definisi Operasional ... 6

BAB II LANDASAN TEORI ... 8

2.1 Kajian Pustaka ... 8

2.1.1 Teori-teori yang relevan ... 8

2.1.1.1 Teori Perkembangan Anak ... 8

2.1.1.2 Teori Belajar Vygotsky ... 11

2.1.1.3 Model Pembelajaran ... 11

2.1.1.4 Model Pembelajaran van Hiele ... 12

1. Kurakteristik Teori van Hiele ... 12

(15)

3. Tahapan Pembelajaran van Hiele ... 14

2.1.1.5 Proses Kognitif ... 16

2.1.1.6 Mengaplikasi dan Menganalisis ... 17

1. Mengaplikasi ... 17

2. Menganalisis ... 18

2.1.1.7 Kurikulum 2006 ... 19

2.1.1.8 Matematika ... 20

2.1.1.9 Geometri ... 20

2.1.1.10 Pentingnya Geometri dalam Area Pembelajaran Matematika .... 21

2.1.1.11Materi Pembelajaran ... 22

1. Menghitung Luas Trapesium ... 22

2. Menghitung Luas Layang-layang ... 24

2.2.1 Penelitian Terdahulu yang Relevan ... 26

2.2.1.1 Penelitian yang Relevan ... 26

2.2.1.2 Penelitian tentang Proses Kognitif ... 26

2.2.1.3 Literature Map ... 26

2.3 Kerangka Berpikir ... 29

2.4 Hipotesis Penelitian ... 31

BAB III METODE PENELITIAN... 32

3.1 Jenis Penelitian ... 32

3.2 Setting Penelitian ... 33

3.2.1 Lokasi Penelitian ... 33

3.2.2 Waktu Pengambilan Data ... 34

3.3 Populasi dan Sampel ... 35

3.4 Variabel Penelitian ... 36

3.5 Teknik Pengumpulan Data ... 36

3.6 Instrumen Penelitian ... 37

3.7 Teknik Pengujian Instrumen... 42

3.7.1 Uji Coba Instrumen ... 43

3.7.2 Validitas ... 43

3.7.3 Reliabilitas ... 45

(16)

3.8.1 Uji Normalitas Distribusi Data ... 46

3.8.2 Uji Pengaruh Perlakuan ... 47

3.8.2.1 Uji Perbandingan Kemampuan Awal ... 47

3.8.2.2 Uji Signifikansi Pengaruh Perlakuan ... 48

3.8.2.3 Uji Besar Pengaruh Perlakuan... 49

3.8.3 Analisis lebih lanjut ... 50

3.8.3.1 Uji Peningkatan Skor Pretest ke Posttest I ... 50

3.8.3.2 Uji Korelasi Rerata Pretest ke Posttest I ... 51

3.8.3.3 Uji Retensi Pengaruh Perlakuan ... 52

3.8.3.4 Dampak Perlakuan Pada Siswa ... 53

3.8.4 Pembahasan Lebih Lanjut……….50

BAB IV PEMBAHASAN………..………56

4.1 Hasil Penelitian ... 56

4.1.1 Implementasi Penelitian ... 56

4.1.1.1 Deskripsi Implementasi Pembelajaran ... 57

1. Deskripsi di Kelas Kontrol ... 57

2. Deskripsi di Eksperimen ... 58

4.1.2 Uji Hipotesis Penelitian I ... 60

4.1.2.1 Uji Normalitas Data ... 60

4.1.2.2 Uji Perbedaan Kemampuan Awal ... 62

4.1.2.3 Uji Signifikansi Pengaruh Perlakuan ... 63

4.1.2.4 Uji Besar Pengaruh Perlakuan (Effect Size) ... 66

4.1.2.5 Analisis Lebih Lanjut ... 67

1. Uji Peningkatan Skor Pretest ke Posttest II ... 67

2. Uji Korelasi Rerata Pretest ke Posttest II ... 68

3. Uji Retensi Pengaruh Perlakuan ... 70

4.1.3 Uji Hipotesis Penelitian II ... 72

4.1.3.1 Uji Normalitas Data ... 72

4.1.3.2 Uji Perbedaan Kemampuan Awal ... 73

4.1.3.3 Uji Signifikansi Pengaruh Perlakuan ... 75

4.1.3.4 Uji Besar Pengaruh Perlakuan (Effect Size) ... 77

(17)

1. Uji Peningkatan Skor Pretest ke Posttest II ... 78

2. Uji Korelasi Rerata Pretest ke Posttest II ... 80

3. Uji Retensi Pengaruh Perlakuan ... 81

4.2 Pembahasan ... 87

4.2.1 Hipotesis Penelitian I ... 89

4.2.2 Hipotesis Penelitian II ... 89

4.3 Dampak Pengaruh Perlakuan ... 87

4.3.1 Hasil Wawancara ... 89

4.3.1.1 Hasil Wawancara Guru ... 89

4.3.1.2 Hasil Wawancara Siswa ... 90

4.3.2 Pembahasan Lebih Lanjut ... 93

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN ... 95

5.1 Kesimpulan ... 95

5.2 Keterbatasan Penelitian ... 96

5.3 Saran ... 97

DAFTAR REFERENSI ... 98

LAMPIRAN ... 101

(18)

DAFTAR TABEL

Halaman

Tabel 3.1 Jadwal Pengambilan Data ... 34

Tabel 3.2 Matriks Pengembangan Instrumen... 39

Tabel 3.3 Rubrik Penilaian ... 40

Tabel 3.4 Hasil Uji Validitas ... 44

Tabel 3.5 Hasil Reliabilitas Instrumen ... 45

Tabel 3.6 Koefisien Korelasi... 49

Tabel 3.7 Tabel Interpretasi Koefisien Korelasi ... 52

Tabel 3.8 Pedoman Wawancara Guru ... 54

Tabel 3.9 Pedoman Wawancara Siswa ... 55

Tabel 4.1 Uji Normalitas Data Kemampuan Mengaplikasi ... 61

Tabel 4.2 Uji homogenitas Levene„s test Data Skor Pretest Kemampuan Mengaplikasi ... 62

Tabel 4.3 Uji Perbedaan Rerata Skor Pretest Kemapuan Mengaplikasi ... 63

Tabel 4.4 Uji Homogenitas Varian Menggunakan Levene„s test Data Selisih Skor Pretest dan Posttest I Kemampuan Mengaplikasi ... 64

Tabel 4.5 Uji Selisih Skor Pretest dan Posttest I Kemampuan Mengaplikasi ... 64

Tabel 4.6 Koefisien Korelasi... 66

Tabel 4.7 Uji Besar Pengaruh Perlakuan (effect size) Kemampuan Mengaplikasi 66 Tabel 4.8 Uji Peningkatan Selisih Rerata Skor Pretest ke Posttest I Kemampuan Mengaplikasi ... 67

Tabel 4.9 Uji Besar Pengaruh Perlakuan (effect size) KemampuanMengaplikasi 68 Tabel 4.10 Interpretasi Koefisien Korelasi ... ………68

Tabel 4.11 Koefisien Korelasi Kemampuan Mengaplikasi ... ………69

Tabel 4.12 Uji Retensi Pengaruh Perlakuan Kemampuan Mengaplikasi .... …….70

Tabel 4.13 Uji Normalitas Data Kemampuan Menganalisis ... 72

Tabel 4.14 Uji homogenitas Levene„s test data skor pretest kemampuan menganalisis ... 74

(19)

Tabel 4.16 Uji Homogenitas Varian Menggunakan Levene„s test Data Selisih

Skor Pretest dan Posttest I Kemampuan Menganalisis ... 75

Tabel 4.17 Uji Selisih Skor Pretest dan Posttest I Kemampuan Menganalisis ... 77

Tabel 4.18 Koefisien Korelasi... 77

Tabel 4.19 Uji Besar Pengaruh Perlakuan (effect size) Kemampuan Menganalisis ... 78

Tabel 4.20 Uji Peningkatan Selisih Rerata Skor Pretest ke Posttest I Kemampuan Menganalisis ... 79

Tabel 4.21 Uji Besar Pengaruh Perlakuan (effect size) Kemampuan Menganalisis ... 79

Tabel 4.22 Interpretasi Koefisien Korelasi ... 80

Tabel 4.23 Koefisien Korelasi Kemampuan Menganalisis ... 80

(20)

DAFTAR GAMBAR

Halaman

Gambar 2.1 Tahapan Teori van Hiele ... 34

Gambar 2.2 Trapesium Sama Kaki ... 22

Gambar 2.3 Trapesium Siku-siku ... 23

Gambar 2.4 Trapesium Siku-siku ... 23

Gambar 2.5 Trapesium Siku-siku ... 24

Gambar 2.6 Layang-layang ... 23

Gambar 2.7 Layang-layang ... 25

Gambar 2.8 Literature Map ... 29

Gambar 3.1 Desain Penelitian ... 32

Gambar 3.2 Variabel Penelitian ... 38

Gambar 3.3 Rumus Koefisien ... 49

Gambar 3.4 Rumus Koefisien Korelasi untuk Rerata Tidak Normal ... 50

Gambar 3.5 Rumus Uji Peningkatan Skor Posttest IPretest ... 51

Gambar 3.6 Rumus Uji Peningkatan Skor Posttest I – Posttest II ... 53

Gambar 3.7 Pemetaan Pengumpulan Data ... 54

Gambar 4.1 Diagram Rerata Selisih Skor Pretest – Posttest I Kelompok Kontrol dan Kelompok Eksperimen ... 64

Gambar 4.2 Grafik Perbandingan Pretest, Posttest I, Posttest II Mengaplikasi ... 71

Gambar 4.3 Diagram Rerata Selisih Skor Pretest – Posttest I Kelompok Kontrol dan Kelompok Eksperimen ... 76

(21)

DAFTAR LAMPIRAN

Halaman

Lampiran 1.1 Surat Izin Penelitian... 102

Lampiran 1.2 Silabus Kelompok Kontrol ... 103

Lampiran 1.3 Silabus Kelompok Eksperimen ... 106

Lampiran 1.4 Rencana Pelaksanaan Pembelajaran Kelompok Kontrol... 109

Lampiran 1.5 Rencana Pelaksanaan Pembelajaran Kelompok Eksperimen ... 132

Lampiran 1.6 Lembar Kerja Siswa Kelompok Eksperimen Pertemuan I, II, IIII , IV ... 156

Lampiran 2.1 Instrumen Penelitian ... 160

Lampiran 2.2 Kunci Jawaban ... 164

Lampiran 2.3 Rekapitulasi Nilai Hasil Expert Judgement ... 170

Lampiran 3.1 Hasil Analisis SPSS Uji Validitas ... 171

Lampiran 3.2 Hasil Analisis SPSS Uji Reliabilitas ... 172

Lampiran 3.3 Hasil Wawancara ... 173

Lampiran 4.1 Tabulasi Nilai Pretest, Posttest I, Posttest II ... 177

Lampiran 4.2 Hasil Uji Normalitas Kemampuan Mengaplikasi ... 185

Lampiran 4.3 Uji Perbedaan Kemampuan Awal Kemampuan Mengaplikasi .... 186

Lampiran 4.4 Uji Signifikansi Pengaruh Perlakuan Kemampuan Mengaplikasi 187 Lampiran 4.5 Uji Peningkatan Selisih Skor Pretest-Posttest Kemampuan Mengaplikasi ... 188

Lampiran 4.6 Uji Korelasi Pretest-Posttest I Kemampuan Mengaplikasi ... 189

Lampiran 4.7 Uji Besar Pengaruh Perlakuan (effect size) Kemampuan Mengaplikasi ... 190

Lampiran 4.8 Uji Retensi Pengaruh Perlakuan Kemampuan Mengaplikasi ... 192

Lampiran 4.9 Hasil Uji Normalitas Kemampuan Menganalisis ... 193

Lampiran 4.10 Uji Perbedaan Kemampuan Awal Kemampuan Menganalisis... 194

Lampiran 4.11 Uji Signifikansi Pengaruh Perlakuan Kemampuan Menganalisis ... 195

Lampiran 4.12 Uji Peningkatan Selisih Skor Pretest-Posttest Kemampuan Menganalisis ... ………..196

Lampiran 4.13 Uji Korelasi Pretest-Posttest I Kemampuan Menganalisis ... 197

Lampiran 4.14 Uji Besar Pengaruh Perlakuan (effect size) Kemampuan Menganalisis ... 198

Lampiran 4.15 Uji Retensi Pengaruh Perlakuan Kemampuan Menganalisis .... 200

Lampiran 5.1 Surat Keterangan Telah Melakukan Penelitian ... …..201

(22)

BAB I PENDAHULUAN

Pada Bab 1 ini akan dibahas latar belakang, rumusan masalah, tujuan penelitian, manfaat penelitian dan definisi operasional. Kelima bagian tersebut akan dijelaskan di bawah ini.

1.1 Latar Belakang Masalah

Proses pendidikan adalah suatu proses yang memberi kesempatan kepada peserta didik untuk mengembangkan potensi dirinya menjadi kemampuan berpikir rasional dan kecemerlangan akademik dengan memberikan makna terhadap apa yang dilihat, didengar, dibaca, dipelajari dari warisan budaya berdasarkan makna yang ditentukan oleh lensa budayanya dan sesuai dengan tingkat kematangan psikologis serta kematangan fisik peserta didik (Permendikbud No. 67 Tahun 2013: 5).

Keikutsertaan Indonesia di dalam studi International seperti Program for International Student Assessment (PISA) sejak tahun 1999 menunjukkan bahwa pencapaian anak-anak Indonesia tidak menggembirakan dalam beberapa kali laporan yang dikeluarkan oleh PISA. Berdasarkan penelitian pada tahun 2009, kemampuan matematika, sains dan membaca untuk Negara Indonesia berada pada peringkat 57 dari 65 negara (OECD, 2010: 8). Pada tahun 2012 mengalami penurunan dan berada pada posisi ke 64 dari 65 negara yang mengikuti PISA (OECD, 2013: 7). Negara Indonesia mengalami permasalahan yang besar dalam bidang pendidikan sebagaimana tercermin dari hasil studi PISA.

(23)

Data yang dilaporkan The World Economic Forum Swedia (2000), Indonesia memiliki daya saing yang rendah, yaitu hanya menduduki urutan ke-37 dari 57 negara yang disurvei di dunia dan masih menurut survei dari lembaga yang sama Indonesia hanya berpredikat sebagai follower bukan sebagai pemimpin teknologi dari 53 negara di dunia. Masalah yang serius dalam peningkatan mutu pendidikan di Indonesia adalah rendahnya mutu pendidikan di berbagai jenjang pendidikan, baik pendidikan formal maupun informal dan hal itulah yang menyebabkan rendahnya mutu pendidikan yang menghambat penyediaan sumber daya manusia yang mempunyai keahlian dan keterampilan untuk memenuhi pembangunan bangsa di berbagai bidang. Kualitas pendidikan Indonesia yang rendah itu juga ditunjukkan data Balitbang (2003) bahwa dari 146.052 SD di Indonesia ternyata hanya delapan sekolah saja yang mendapat pengakuan dunia (Kompasiana, 2012). Pendidikan bermutu adalah pendidikan yang mampu melakukan proses pematangan kualitas peserta didik yang dikembangkan dengan cara membebaskan peserta didik dari ketidaktahuan, ketidakmampuan, ketidakberdayaan dan dari buruknya akhlak keimanan (Mulyasana, 2012: 120). Adapun beberapa masalah berkontribusi pada rendahnya kualitas pendidikan tersebut dan perlu dievaluasi, di antaranya, perubahan kurikulum dari waktu ke waktu, kompetisi dalam berbagai Olimpiade, serta kompetensi guru.

(24)

Proses pembelajaran di sekolah mempengaruhi tingkat pemahaman siswa sehingga guru perlu memperhatikan tahap perkembangan anak untuk mengetahui tingkat intelektual yang dimiliki oleh anak. Di dalam periode operasi konkret

(concrete operasional) yang berlangsung dari 7-11 tahun, anak masih tergantung pada rupa benda, tetapi dia telah mempelajari tentang lingkungan, masih menggunakan logika yang sederhana di dalam memecahkan berbagai permasalahan yang selalu muncul setiap kali berhadapan dengan benda nyata. Pada tahap ini anak mendapat kemampuan satuan langkah berpikir untuk mengkoordinasikan pemikiran dan idenya dengan peristiwa tertentu ke dalam sistem pemikirannya sendiri (Piaget dalam Nasution, 1993: 56).

Mata pelajaran matematika perlu diberikan kepada semua peserta didik mulai dari Sekolah Dasar untuk membekali peserta didik dengan kemampuan berpikir logis, analitis, sistematis, kritis, dan kreatif, serta kemampuan bekerjasama. Kompetensi tersebut diperlukan agar peserta didik dapat memiliki kemampuan memperoleh, mengelola, dan memanfaatkan informasi untuk bertahan hidup pada keadaan yang selalu berubah, tidak pasti, dan kompetitif (Matematika SD-MI, 2006: 416). Matematika merupakan salah satu mata pelajaran yang menjadi dasar mata dari pemecahan masalah. Matematika sangat bermanfaat bagi siswa dalam kehidupan sehari-hari, baik di dalam lingkup sekolah maupun keluarga dan masyarakat. Matematika dirasa sulit karena dalam penanaman dan pemahaman konsep (Heruman, 2007: 3), hal ini sangat wajar karena tingkat pemahaman anak dalam berpikir secara abstrak masih sangat terbatas dan siswa sering merasa kesulitan dalam membayangkan suatu operasi hitungan yang sederhana sekalipun. Keadaan seperti itu yang mempersulit guru untuk melakukan pembelajaran, selain itu rendahnya pemahaman guru akan pentingnya inovasi pendidikan akhirnya melahirkan metode pembelajaran yang konvensional. Metode pembelajaran itu, dinilainya terlalu monoton, tidak kreatif dan tidak sesuai dengan perkembangan zaman. Perlu adanya perbaikan dalam model pembelajaran yang akan diterapkan oleh guru sehingga siswa dapat memahami pembelajaran secara optimal.

(25)

rumus, terutama menghitung luas bangun datar. Kesulitan tersebut disebabkan banyaknya rumus bangun datar yang harus dikuasi oleh siswa, sehingga siswa merasa khawatir ketika menemui soal menggunakan rumus.

Geometri adalah salah satu cabang tertua matematika dianut oleh beberapa kebudayaan kuno seperti India, Babilonia, Mesir dan Cina, serta Yunani (Mateya, 2008: 9). Tahap berpikir siswa dimulai dari hal yang paling bawah yaitu mulai belajar mengelompokkan, menggolongkan, menghubungkan dan paling terahir adalah membanding perbedaan yang dikhususkan pada materi geometri (van de Wale, 2008:154). Geometri digunakan oleh setiap orang dalam kehidupan sehari-hari. Ilmuwan, arsitek, artis, insinyur, dan pengembang perumahan adalah sebagian kecil contoh profesi yang menggunakan geometri secara reguler. Dalam kehidupan sehari-hari, geometri sering ditemui seperti pintu dan jendela yang berbentuk bangun persegi panjang, keramik yang berbentuk bangun persegi, layang-layang berbentuk bangun layang-layang, jam berbentuk bangun lingkaran, dan berbagai contoh lain. Penanaman konsep geometri pada siswa menggunakan model pembelajaran van Hiele dapat melatih siswa menyelesaikan soal dengan bantuan tahapan pembelajaran yang dimiliki oleh van Hiele.

Teori van Hiele adalah model pemikiran dalam belajar geometri yang digagas oleh pasangan suami–istri Belanda, Dina van Hiele-Geldof dan Piere van Hiele dalam penelitian disertasinya pada tahun 1957 di Universitas Utrecht (Crowley, 1987:2). Tahapan model pembelajaran van Hiele diawali mengenal (1) informasi, (2) orientasi terarah menemukan konsep geometri seperti simbol, definisi, sifat dan hubungan, (3) eksplisitasi mendapatkan wawasan lebih luas dalam konsep geometri, (4) orientasi bebas, siswa belajar memecahkan masalah dengan caranya sendiri, (5) Integrasi, siswa dapat merangkum pembelajaran yang diberikan.

(26)

kerja. dan menganalisis berarti membagi-bagi atau menstruktur informasi ke dalam bagian yang lebih kecil untuk mengenali pola atau hubungannya, dan mampu mengenali serta membedakan faktor penyebab dan akibat dari sebuah skenario yang rumit (Basuki, 2014: 14). Peneliti memilih kemampuan mengaplikasi dan menganalisis agar dapat mengetahui seberapa besar pengaruh kemampuan siswa dalam mengaplikasi dan menganalisis model pembelajaran van Hiele pada kelompok eksperimen. Elemen dari kemampuan mengaplikasi, yaitu mengeksekusi dan mengimplementasi. Elemen dari kemampuan menganalisis, yaitu membedakan, mengorganisasi dan mengatribusi.

Penelitian ini dibatasi pada pengaruh penggunaan model pembelajaran van Hiele pada konsep geometri bangun datar dalam pelajaran matematika terhadap kemampuan mengaplikasi dan menganalisis di SD Negeri Demangan Yogyakarta tahun ajaran 2015/2016. Model penelitian yang digunakan adalah pembelajaran van Hiele. Populasinya yang digunakan adalah kelas V dan sampel yang diambil kelas VA dengan jumlah 25 siswa sebagai sampel kelompok kontrol dan VB dengan jumlah 25 siswa sebagai sampel kelompok eksperimen. Kemampuan mengaplikasi dan menganalisis diukur dari hasil pretest dan posttest. Standar Kompetensi yang digunakan adalah SK. 6 Memahami sifat-sifat bangun dan hubungan antar bangun dan KD yang digunakan adalah 6.5 Menyelesaikan masalah yang berkaitan dengan bangun datar dan bangun ruang sederhana

1.2 Rumusan Masalah

1.2.1 Apakah penerapan model pembelajaran van Hiele pada konsep geometri bangun datar dalam pelajaran matematika berpengaruh terhadap kemampuan mengaplikasi siswa kelas V SD Negeri Demangan Yogyakarta semester gasal tahun ajaran 2015/2016?

(27)

1.3 Tujuan Penelitian

1.3.1 Mengetahui pengaruh penerapan model pembelajaran van Hiele pada konsep geometri bangun datar dalam pelajaran matematika berpengaruh terhadap kemampuan mengaplikasi siswa kelas V SD Negeri Demangan Yogyakarta semester gasal tahun ajaran 2015/2016.

1.3.2 Mengetahui pengaruh penerapan model pembelajaran van Hiele pada konsep geometri bangun datar dalam pelajaran matematika berpengaruh terhadap kemampuan menganalisis siswa kelas V SD Negeri Demangan Yogyakarta semester gasal tahun ajaran 2015/2016.

1.4 Manfaat Penelitian

1.4.1 Peneliti mendapatkan pengalaman baru dalam menerapkan model pembelajaran van Hiele pada konsep geometri bangun datar dalam pelajaran matematika sehingga peneliti dapat menguasai penerapan model pembelajaran van Hiele dan dapat menjadi inspirasi bagi peneliti dalam menggunakan model pembelajaran van Hiele untuk mengajar di kelas. 1.4.2 Guru mendapatkan pengalaman dalam menerapkan konsep geometri

bangun datar dalam pelajaran matematika dengan model pembelajaran van Hiele dan diharapkan dapat menerapkannya kembali dalam pembelajaran yang selanjutnya sebagai variasi model pembelajaran.

1.4.3 Siswa mendapatkan pengalaman yang baru dalam belajar dengan menggunakan model pembelajaran van Hiele pada siswa dan dapat mempengaruhi kemampuan mengaplikasi dan menganalisis dalam belajar. 1.4.4 Sekolah dapat menambah wawasan tentang model pembelajaran van Hiele

dalam pembelajaran bagi guru dan sebagai referensi perpustakaan bagi warga sekolah.

1.5 Definisi Operasional

1.5.1 Model adalah suatu objek atau konsep yang digunakan untuk merepresentasikan sesuatu hal.

(28)

untuk menentukan material/perangkat pembelajaran yang termasuk di dalamnya buku-buku, media (film-film), tipe, program media komputer, dan kurikulum.

1.5.3 Model Pembelajaran van Hiele adalah pengajaran yang dikhususkan dalam materi geometri yang dikembangkan berdasarkan teori van Hiele dengan menggunakan tahapan pembelajaran yang diawali dengan tahap informasi, orientasi terarah, eksplisitasi, orientasi bebas, dan integrasi.

1.5.4 Kemampuan kognitif menurut Bloom adalah kemampuan kognitif yang meliputi enam dimensi, yaitu mengingat, memahami, mengaplikasi, menganalisis, mengevaluasi, dan mencipta.

1.5.5 Kemampuan mengaplikasi adalah kemampuan untuk menerapkan gagasan, prosedur, metode, rumus, teori, dan lain-lain, di dalam kondisi pembelajaran.

1.5.6 Kemampuan menganalisis adalah kemampuan mengenali serta membedakan faktor penyebab dan akibat dari sebuah skenario yang rumit. 1.5.7 Kognitif adalah kemampuan intelektual siswa dalam berpikir, mengetahui

dan memecahkan masalah.

1.5.8 Kurikulum adalah seperangkat rencana dan pengaturan mengenai tujuan, isi, dan bahan pelajaran serta cara yang digunakan sebagai pedoman penyelenggaraan kegiatan pembelajaran untuk mencapai tujuan pendidikan tertentu.

1.5.9 Kurikulum 2006 adalah kurikulum operasional yang disusun dan dilaksanakan oleh masing-masing satuan pendidikan

1.5.10 Kurikulum 2013 adalah kurikulum yang menggunakan tema untuk mengaitkan beberapa mata pelajaran sehingga dapat memberikan pengalaman bermakna kepada siswa.

1.5.11 Matematika adalah ilmu tentang pola dan hubungan.

1.5.12 Geometri adalah cabang ilmu matematika yang mempelajari tentang titik, garis, bidang dan benda-benda ruang.

(29)

BAB II LANDASAN TEORI

BAB II ini akan membahas kajian pustaka;teori yang relevan, penelitian yang relevan, pembelajaran tematik, kerangka berpikir dan hipotesis penelitian.

2.1 Kajian Pustaka

2.1.1 Teori-teori yang relevan 2.1.1.1 Teori Perkembangan Anak

Perkembangan moral adalah perkembangan yang berkaitan dengan aturan dan konvensi mengenai apa yang seharusnya dilakukan oleh manusia dalam interaksinya dengan orang lain (Santrock dalam Desmita, 2009: 258). Sama halnya dengan aspek perkembangan lainnya kemampuan kognitif anak juga mengalami perkembangan tahap demi tahap menuju kesempurnaannya. Secara sederhana, kemampuan kognitif dapat dipahami sebagai kemampuan anak untuk berpikir lebih kompleks serta kemampuan melakukan penalaran dan pemecahan masalah. Dengan perkembangannya kemampuan kognitif ini akan memudahkan anak menguasai pengetahuan umum yang lebih luas, sehingga anak mampu menjalankan fungsinya dengan wajar dalam interaksinya dengan masyarakat dan lingkungan sehari-hari (Desmita, 2009: 98).

1. Ide-Ide Dasar Teori Piaget

Piaget (dalam Desmita, 2009: 98) mengemukakan beberapa konsep dan prinsip tentang sifat-sifat perkembangan kognitif anak, di antaranya:

(30)

b. Anak mengorganisasikan apa yang mereka pelajari dari pengalamannya. Anak-anak tidak hanya mengumpulkan apa yang mereka pelajari dari fakta-fakta yang terpisah menjadi suatu kesamaan. Sebaliknya, anak secara gradual membangun suatu pandangan menyeluruh tentang bagaimana dunia bergerak. Misalnya, dengan mengamati bahwa makanan, mainan, atau objek-objek lain yang selalu jatuh ketika mereka lepaskan, anak mulai membangun pemahaman awal tentang gravitasi.

c. Anak memnyesuaikan diri dengan lingkungan melalui proses asimilasi dan akomodasi. Dalam menggunakan dan mengadaptasi skema mereka, ada dua proses bertanggung jawab, yaitu assimilation dan accommodation. Asimilasi terjadi ketika seorang anak memasukkan pengetahuan baru ke dalam pengetahuan yang sudah ada, yakni anak mengasimilasikan lingkungan ke dalam suatu skema. Akomodasi terjadi ketika anak menyesuaikan diri pada informasi baru, yakni anak menyesuaikan skema mereka dengan lingkungannya.

d. Proses ekuilibrasi menunjukkan adanya peningkatan ke arah bentuk-bentuk pemikiran yang lebih kompleks. Menurut Piaget, melalui kedua proses penyesuaian-asimilasi dan akomodasi-sistem kognisi seseorang berkembang dari satu tahap selanjutnya, sehingga kadang-kadang mencapai keadaan

equilibrium, yakni keadaan seimbang antara struktur kognisinya dan pengalaman di lingkungan. Ada pula kondisi yang dapat menimbulkan konflik kognitif atau disequilibrium, yakni semacam ketidaknyamanan mental yang mendorong untuk mencoba membuat pemahaman tentang apa yang mendorong untuk mencoba membuat pemahaman tentang apa yang mereka saksikan. Dengan melakukan penggantian, mengorganisasi kembali atau mengintegrasikan secara baik skema-skema mereka (dalam kata lain, melalui akomodasi), anak-anak akhirnya mampu memecahkan konflik, mampu memahami kejadian-kejadian yang sebelumnya membingungkan, serta kembali mendapatkan keseimbangan pemikiran. Pergerakan dari equilibrium

(31)

ke tahap yang lebih kompleks inilah yang disebut Piaget dengan istilah

equilibrium(ekuilibrasi).

2. Tahap Perkembangan Kognitif Piaget

Piaget (Desmita, 2009: 101) membagi tahap perkembangan kognitif manusia menjadi 4 tahap, sebagai berikut:

a. Tahap Sensorimotor (Usia 0 - 2 tahun).

Bayi bergerak dari tindakan refleks dengan instinkig pada saat lahir sampai permulaan pemikiran simbolis. Bayi membangun suatu pemahaman tentang dunia melalui pengoordinasian pengalaman-pengalaman sensor dengan tindakan fisik.

b. Tahap Pra-operasional (Usia 2 - 7 tahun)

Anak mulai merepresentasikan dunia dengan kata-kata dan gambar-gambar ini menunjukkan adanya peningkatan pemikiran simbolis dan melampaui hubungan informasi indrawi dan tindakan fisik.

c. Tahap Operasional Konkret (Usia 7 - 11 tahun)

Pada saat ini anak dapat berpikir secara logis mengenai peristiwa-peristiwa yang konkret dan mengklasifikasikan benda-benda ke dalam bentuk yang berbeda. d. Tahap operasional formal (Usia 11 tahun - dewasa)

Remaja berpikir dengan cara yang lebih abstrak, logis, dan lebih idealistik.

(32)

sudah sering menemukan berbagai permasalahan yang sering ditemukan dalam kehidupan sehari-hari.

2.1.1.2 Teori Belajar Vygotsky

Lev Semenovich Vygotsky yang lahir di Rusia tahun 1896 dan meninggal pada tahun 1934. Vygotsky mempelajari berbagai bidang studi di sekolah, termasuk psikologi, filsafat, dan sastra. Ia menerima gelar hukum dari Moscow Imperial University tahun 1917. Peristiwa penting dalam hidup Vygotsky terjadi pada 1924 saat Kongres Psikoneurologi All-Russian kedua di Leningard. Teori Vygotsky menitikberatkan interaksi dari faktor-faktor interpersonal (sosial), kultural-historis, dan individual sebagai kunci dari perkembangan manusia. Interaksi-interaksi dengan orang-orang di lingkungan sekitar (misalnya; program magang, kolaborasi) menstimulasi proses-proses perkembangan dan mendorong pertumbuhan kognitif (Schunk, 2012: 338-339).

Konsep pokok dalam teori Vygotsky adalah Zona of Proximal Development (ZPD) atau Zona Perkembangan Proksimal. Menurut konsep ini perkembangan seorang pembelajar dapat dibedakan ke dalam dua taraf, yaitu taraf perkembangan actual dan taraf perkembangan potensial. Taraf perkembangan aktual tercermin dalam kemampuan pembelajar menyelesaikan aneka tugas dan menyelesaikan masalah secara mandiri. Ini adalah kemampuan intramental. Taraf perkembangan potensial tercermin dalam kemampuan pembelajar menyelesaikan tugas dan memecahkan masalah dengan bantuan/bimbingan orang dewasa atau berkolaborasi dengan teman sebaya yang lebih kompeten. Ini adalah tahap kemampuan intermental. Jarak antara kedua tahap kemampuan itu disebut Zona of Proximal Development (ZPD) atau Zona Perkembangan Proksimal. Salah satu cara menafsirkan konsep ZPD adalah scaffoldinginterpretation yang memandang ZPD sebagai perancah, sejenis wilayah penyanggah atau batu loncatan untuk mencapai taraf perkembangan yang semakin tinggi (Supratiknya, 2012: 30-31).

2.1.1.3Model Pembelajaran

(33)

kata lain, model pembelajaran adalah suatu perencanaan atau pola yang dapat kita gunakan untuk mendesain pola-pola mengajar secara tatap muka di dalam kelas dan untuk menentukan material/perangkat pembelajaran yang termasuk di dalamnya buku-buku, media (film-film), tipe, program media komputer, dan kurikulum (Ngalimun, 2014: 27).

Model pembelajaran adalah kerangka konseptual yang menggambarkan prosedur sistematik (teratur) dalam pengorganisasian kegiatan (pengalaman) belajar untuk mencapai tujuan belajar (kompetensi belajar) (Arend, dalam Ngalimun, 2014: 28). Dengan kata lain, model pembelajaran adalah rancangan kegiatan belajar agar pelaksanaan kegiatan belajar mengajar dapat berjalan dengan baik, menarik, mudah dipahami, dan sesuai dengan urutan yang logis.

2.1.1.4 Model Pembelajaran van Hiele

Teori van Hiele merupakan model pemikiran dalam belajar geometri yang digagas oleh pasangan suami–istri Belanda, Dina van Hiele-Geldof dan Piere van Hiele dalam penelitian disertasinya pada tahun 1957 di Universitas Utrecht (Crowley, 1987:2). Riset dari van Hiele bermula pada tahun 1959 dan langsung menarik perhatian di Uni Soviet, tetapi hampir dalam dua dekade terdapat perhatian yang sedikit saja (Walle, 2008: 151). Saat ini, teori van Hiele telah menjadi faktor yang paling berpengaruh dalam kurikulum geometri di Amerika.

1. Karakteristik Teori van Hiele

van Hiele selain memiliki konsep penting, disamping itu juga mempunyai empat karakteristik yang terkait dengan tingkatan pemikiran (Walle, 2008: 155). Empat karakteristik tersebut sebagai berikut:

a. Tingkatan dalam van Hiele bertahap. Untuk sampai pada tiap-tiap tingkatan di atas tingkat 0, siswa harus menempuh tingkatan sebelumnya. Untuk menempuh sebuah tingkatan berarti seseorang haruslah menguasai pemikiran geometri yang cocok pada tingkatan-tingkatannya.

b. Tingkatan-tingkatan tersebut tidaklah bergantung usia seperti tahap perkembangan Piaget.

(34)

member kesempatan siswa menelusuri, berdiskusi, dan berinteraksi dengan materi pada tingkatan selanjutnya.

d. Ketika instruksi atau bahasa yang digunakan terletak pada tingkatan lebih tinggi dari pada yang dimiliki siswa, maka akan terjadi komunikasi yang kurang.

2. Tahap berpikir van Hiele

Walle (2008: 151-154) menjelaskan ada lima tahapan dalam teori van Hiele, yaitu:

a. Level 0 (Visualisasi)

Siswa pada tingkat ini memiliki kemampuan untuk memilih dan mengklasifikasikan bentuk berdasarkan wujudnya. Siswa berfokus pada tampilan bentuk sehingga mampu untuk meninjau apakah bentuk tersebut serupa atau berbeda. Alhasil siswa dapat membuat dan memahami pengelompokan bentuk-bentuk.

b. Level 1 (Analisis)

Siswa mampu menyatakan semua bentuk bangun ke dalam penggolongannya. Siswa dapat berpikir tentang persegi panjang yang bentuknya memiliki empat sisi, sisi-sisi berlawanan yang sejajar, sisi-sisi yang berlawanan sama panjang, empat sudut siku-siku, dan diagonal-diagonal yang kongruen. c. Level 2 (Deduksi Informal)

Siswa mulai dapat berpikir tentang sifat-sifat dari bentuk bangun, lalu mulai menghubungkan antar bangun tersebut. Siswa dapat mengikuti dan mengapresiasi pendapat-pendapat informal, deduktif tentang bentuk dan sifat-sifatnya.

d. Level 3 (Deduksi)

Siswa mampu meneliti bukan hanya sifat-sifat bentuk saja tetapi, pemikiran mereka sebelumnya sudah menghasilkan dugaan mengenai hubungan antar bangun. Siswa mulai membuat sistem deduksi geometri secara lengkap. e. Level 4 (Ketepatan atau Rigor)

(35)

Dari tahapan teori van Hiele dapat diketahui bahwa tahap berpikir siswa dimulai dari hal yang paling bawah yaitu mulai belajar mengelompokkan, menggolongkan, menghubungkan dan paling terahir adalah membanding perbedaan yang dikhususkan pada materi geometri. Tahapan berpikir van Hiele dapat dilihat pada gambar berikut (Walle, 2008:154).

3. Tahapan pembelajaran van Hiele

Berdasarkan teori van Hiele, kemajuan dari satu level ke level selanjutnya melewati lima fase: informasi, orientasi terarah atau terpadu, eksplisitasi, orientasi bebas, dan integrasi. Setiap fase akan menuntun ke level berpikir yang lebih tinggi (Mateya, 2008: 23-25).

a. Informasi

Guru menggunakan teknik tanya jawab dengan siswa tentang topik yang akan dipelajari. Selama fase ini guru dapat mengevaluasi tanggapan siswa dan dapat mengetahui pengetahuan awal siswa tentang topik yang akan dipelajari sehingga guru mempunyai gambaran terhadap materi yang akan disampaikan selanjutnya.

b. Orientasi terarah atau terpadu

Pada fase ini siswa menjadi akrab dengan struktur topik seperti angka, kosakata, simbol, definisi, sifat dan hubungan. Peran guru adalah untuk mengarahkan kegiatan siswa dalam membimbing mereka dengan kegiatan yang sesuai. Kegiatan ini misalnya dengan melipat, mengukur dan mencari simetri.

(36)

Tahap orientasi ini juga bertujuan agar siswa mampu menemukan konsep khusus dari bangun geometri.

c. Eksplisitasi

Pada tahap ini, para siswa telah mendapatkan wawasan selama pembelajaran (ide geometri, hubungan, pola, dan sebagainya). Siswa secara eksplisit menyadari konseptualisasi geometriknya, menggambarkan konseptualisasi ini dalam bahasa mereka sendiri dan belajar beberapa istilah dalam matematika. Selama fase ini siswa seharusnya melakukan pengamatan dan mulai menggunakan kosakata yang akurat dan tepat dengan bantuan guru.

d. Orientasi bebas

Pada fase ini siswa memecahkan masalah dengan caranya sendiri. Peran guru adalah untuk memilih materi dan masalah yang tepat dan mendorong siswa untuk merefleksikan dan menguraikan masalah dan solusi mereka dan memperkenalkan istilah, konsep dan proses pemecahan masalah yang relevan sesuai kebutuhan.

e. Integrasi

Fase ini merupakan fase dimana proses belajar mengajar dievaluasi. Siswa merangkum seluruh materi yang telah dipelajari. Peran guru adalah merancang pembelajaran yang sesuai materi agar siswa mampu merangkum melalui kegiatan tanya jawab dan diskusi. Guru memberikan ringkasan dari beberapa poin utama yang sudah dipelajari siswa untuk membantu proses ini.

4. Implikasi Model Pembelajaran van Hiele Terhadap Pengajaran

(37)

Kegiatan pengajaran dalam geometri yang tepat untuk tahap 0 adalah (1) meliputi berbagai pemilihan dan pengelompokan, fokus utama pada tahap 0 adalah meninjau bagaimana bentuk dapat serupa atau berbeda. Siswa diberi tantangan untuk mengklasifikasikan bentuk sesuai dengan sifat-sifat bangun seperti simetri putar, simetri lipat, jumlah sisi, dan titik sudut. (2) mengandung keragaman contoh bentuk walaupun tidak relevan, sehingga siswa berkesempatan untuk menggambar, membangun, membuat, menggolongkan, dan memisahkan bentuk baik 2 dan 3 dimensi. Agar pemahaman siswa berkembang mengenai sifat-sifat geometri, maka siswa perlu ditantang untuk menguji ide-ide tentang bentuk untuk berbagai contoh dari kategori tertentu (Walle, 2008: 155).

Kegiatan pengajaran dalam geometri yang tepat untuk tahap 1 adalah (1) lebih berfokus pada sifat-sifat bentuk dibandingkan identifikasi sederhana, ketika konsep geometri yang baru dipelajari, jumlah sifat-sifat dari bentuk dapat dikembangkan. (2) menerapkan ide ke seluruh kelompok bentuk (contoh semua

persegi panjang, semua prisma) daripada model-model bentuk per individu. Lalu menganalisis kelompok-kelompok bentuk untuk menemukan sifat-sifat baru. Dalam tahap ini siswa ditantang untuk mendefinisikan perbedaan antar bangun agar siswa naik dari tahap satu ke tahap yang ke dua (Walle, 2008: 156).

Kegiatan pengajaran dalam geometri yang tepat untuk tahap 2 adalah (1) pembuatan dan pengujian hipotesis atau perkiraan, contohnya siswa mengidentifikasi tentang jumlah sisi segitiga yang bisa disebut juga sebagai segitiga sama sisi dan segitiga sama kaki. (2) siswa diminta untuk memperjelas bukti-bukti informal yang siswa dan guru usulkan. (3) menggunakan bahasa deduksi informal, misalnya: jika…maka, bagaimana jika, semua, beberapa dan tidak satupun (Walle, 2008: 156).

2.1.1.5 Proses Kognitif

(38)

menerapkan atau menggunakan suatu prosedur dalam keadaan tertentu, (4) menganalisis, yaitu proses memecah-mecah materi menjadi bagian-bagian penyusunnya dan menentukan hubungan-hubungan antar bagian tersebut dan keseluruhan struktur atau tujuan, (5) mengevaluasi, yaitu mengambil keputusan berdasarkan kriteria dan atau standar, (6) mencipta, yaitu proses memadukan bagian-bagian untuk membentuk sesuatu yang baru dan koheren atau untuk membuat suatu produk yang orisinal (Anderson & Krathwohl, 2010: 100-102).

2.1.1.6Mengaplikasi dan Menganalisis 1. Mengaplikasi

Mengaplikasi adalah penerapan atau penggunaan prosedur dalam keadaan tertentu (Anderson & Krathwohl, 2010: 110). Proses kognitif mengaplikasi melibatkan penggunaan prosedur-prosedur tertentu untuk mengerjakan soal latihan atau menyelesaikan masalah. mengaplikasi berkaitan erat dengan pengetahuan prosedural. Soal latihan adalah tugas yang prosedur penyelesaiannya telah diketahui siswa, sehingga siswa menggunakannya secara rutin. Masalah adalah tugas yang prosedur penyelesaiannya belum diketahui siswa, sehingga siswa haru mencari prosedur untuk mencari masalah tersebut. Kategori mengaplikasi terdiri dari dua proses kognitif (familier), yakni mengeksekusi ketika tugasnya hanya soal latihan dan mengimplementasikan-ketika tugasnya merupakan masalah (tidak familier).

(39)

a. Mengeksekusi

Dalam mengeksekusi, siswa secara rutin menerapkan prosedur ketika menghadapi tugas yang sudah familier (misalnya, soal latihan). Contoh tujuan pendidikan dan asesmennya. Dalam mengeksekusi, siswa mendapat tugas yang familier dan sudah mengetahui apa yang harus mereka lakukan untuk menyelesaikan tugas tersebut.

b. Mengimplementasikan

Mengimplementasikan berlangsung saat siswa memilih dan menggunakan sebuah prosedur untuk menyelsaikan tugas yang tidak familier. Lantaran dituntut untuk memilih, siswa harus memahami jenis masalahnya dan alternative-alternatif prosedur yang tersedia. Maka, mengimplementasikan terjadi bersama kategori-kategori proses kognitif lain, seperti memahami dan mencipta (Anderson & Krathwohl, 2010: 118).

2. Menganalisis

Menganalisis adalah memecah-mecah materi jadi bagian-bagian penyusunnya dan menentukan hubungan-hubungan antar bagian itu dan hubungan antar bagian-bagian tersebut dan keseluruhan struktur atau tujuan. Menganalisis terdiri dari membedakan, mengorganisasi, dan mengatribusikan (Anderson &Krathwohl, 2010: 101).

Menganalisis melibatkan proses memecah-mecah materi jadi bagian-bagian kecil dan menentukan bagaimana hubungan antar bagian-bagian dan struktur keseluruhannya. Kategori proses menganalisis ini meliputi proses-proses kognitif kognitif membedakan, mengorganisasi, dan mengatribusikan. Tujuan-tujuan pendidikan yang diklasifikasikan dalam Menganalisis mencangkup belajar untuk menentukan potongan-potongan informasi yang relevan atau penting (membedakan), menentukan cara-cara untuk menata potongan-potongan informasi tersebut (mengorganisasikan), dan menentukan tujuan di balik informasi itu (mengatribusikan (Anderson dan Krathwohl, 2010: 120).

(40)

dan tidak penting, dan kemudian memerhatikan informasi yang relevan dan penting (Anderson dan Krathwohl, 2010: 121).

b. Mengorganisasi melibatkan proses mengidentifikasi elemen–elemen komunikasi atau situasi dan proses mengenali bagaiman elemen-elemen ini membentuk sebuah struktur yang koheren (Anderson dan Krathwohl, 2010: 121).

c. Mengatribusikan terjadi ketika siswa dapat menentukan sudut pandang, pendapat, nilai, atau tujuan di balik komunikasi. Mengatribusikan melibatkan proses dekonstruksi, yang di dalamnya siswa menentukan tujuan pengarang suatu tulisan yang diberikan oleh guru Anderson dan Krathwohl, 2010: 124).

2.1.1.7Kurikulum 2006

Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP) atau Kurikulum 2006 adalah kurikulum operasional yang disusun dan dilaksanakan oleh masing-masing satuan pendidikan. Penyusunan Kurikulum 2006 dilakukan oleh satuan pendidikan dengan memerhatikan dan berdasarkan standar kompetensi serta kompetensi dasar yang dikembangkan oleh Badan Standar Nasional Pendidikan (BSNP) (Sanjaya, 2006: 128).

(41)

2.1.1.8 Matematika

Dalam matematika, setiap konsep abstrak yang baru dipahami siswa perlu diberi penguatan, agar bertahan lama dalam memori siswa, sehingga akan melekat dalam pola pikir dan pola tindakannya. Adanya pembelajaran melalui perbuatan dan pengertian, tidak hanya sekedar hafalan atau mengingat fakta saja, karena hal ini akan mudah dilupakan siswa (Heruman, 2007: 2). Konsep-konsep pada kurikulum matematika SD dapat dibagi menjadi tiga kelompok besar, yaitu penanaman konsep dasar, pemahaman konsep, dan pembinaan keterampilan (Heruman, 2007: 2).

1. Penanaman Konsep Dasar

Pembelajaran suatu konsep baru matematika, ketika siswa belum pernah mempelajari konsep tersebut. Penanaman konsep dasar merupakan jembatan yang dapat menghubungkan kemampuan kognitif siswa yang konkret dengan konsep baru matematika yang abstrak (Heruman, 2007: 3). Dalam kegiatan pembelajaran, siswa memerlukan media atau alat peraga yang dapat digunakan untuk membantu kemampuan pola pikir siswa agar lebih memahami dan mengerti.

2. Pemahaman konsep

Pembelajaran lanjutan dari penanaman konsep yang bertujuan agar siswa lebih memahami suatu konsep matematika (Heruman, 2007: 3).

3. Pembinaan keterampilan

Pembelajaran lanjutan dari penanaman konsep dan pemahaman konsep. Pembelajaran pembinaan keterampilan bertujuan agar siswa lebih terampil dalam menggunakan berbagai konsep matematika (Heruman, 2007: 3).

2.1.1.9 Geometri

(42)

dalam penyusunan Elemen Euclid sebagai sistematisasi pengetahuan geometris pada tahun 300 sebelum masehi. Buku Euclid memiliki pengaruh kuat pada pendidikan geometri,tingkat universitas, dan kemudian di tingkat sekolah. Shibli menjelaskan bahwa pengaruh Elemen Euclid menjadi sangat kuat ketika bagian itu digunakan dalam abad ke-14 seperti yang ditentukan Universitas-universitas Eropa dan dari abad ke-18 di sekolah-sekolah Eropa. Daftar beberapa geometri tersebut sebagai berikut: geometri diferensial, geometri hiperbolik, Lobachevskia

geometri, geometri proyektif, geometri berbentuk bulat panjang, geometri aljabar, Geometri euclidean, geometri analitik, geometri pesawat, geometri Riemann, dinamis geometri dan koordinasi geometri. Perbedaan tipe geometri membuat geometri menjadi area pembelajaran penting dalam kurikulum matematika (Jones dalam Mateya, 2008: 9).

2.1.1.10 Pentingnya Geometri dalam Area Pembelajaran Kurikulum Matematika Seorang ahli matematika Inggris terkenal, Sir Christopher Zeeman, (dikutip dalam Royal Society and Joint Mathematical Council, 2001), menjelaskan bahwa "geometri terdiri cabang-cabang matematika yang mengeksploitasi intuisi visual (yang paling dominan dari indera kita) untuk mengingat teorema, memahami bukti, menginspirasi dugaan, memandang realitas, dan memberikan wawasan global". Tujuan pengajaran geometri menurut Royal Society and Joint Mathematical Council (Mateya, 2008: 10-11).

a. untuk mengembangkan kesadaran spasial, intuisi geometris dan kemampuan untuk memvisualisasikan.

b. untuk memberikan pengalaman geometris dalam 2 dan 3 dimensi.

c. untuk mengembangkan pengetahuan, pemahaman dan kemampuan untuk menggunakan geometri sifat dan teorema.

d. untuk mengembangkan keterampilan penerapan geometri melalui pemodelan dan pemecahan masalah konteks dunia nyata.

e. untuk mendorong pengembangan dan penggunaan dugaan, penalaran deduktif dan bukti.

(43)

g. untuk menimbulkan sikap positif terhadap matematika.

h. untuk mengembangkan kesadaran akan warisan sejarah dan budaya geometri di masyarakat, dan aplikasi kontemporer geometri.

Untuk mendukung deskripsi geometri dan tujuannya ini, Jones berpendapat bahwa geometri membantu siswa untuk mengembangkan keterampilan visualisasi, berpikir kritis, intuisi, perspektif, pemecahan masalah, berspekulasi, penalaran deduktif, argument yang logis dan bukti. Di Namibia, salah satu tujuan pengajaran matematika adalah untuk "mengembangkan dan pemahaman tentang konsep tata ruang dan hubungan” (Mateya, 2008: 11).

France (dalam Mateya, 2008: 11) menegaskan bahwa kompetensi umum matematika siswa telah dikaitkan erat dengan pemahaman geometris mereka. Ini berarti bahwa pengetahuan geometris penting bagi siswa untuk memahami matematika pada umumnya. Sherard, menunjukkan bahwa geometri memiliki aplikasi penting untuk sebagian besar topik dalam Matematika. Akibatnya geometri memiliki dimensi pemersatu di seluruh kurikulum matematika. Geometri adalah dasar visualisasi untuk aritmatika, aljabar, dan konsep statistik.

2.1.1.11 Materi Pembelajaran

1. Menghitung Luas Trapesium

Trapesium mempunyai bagian diantaranya sisi atas, sisi bawah, dan tinggi (Hardi, 2009: 89).

.

Sisi atas

Tinggi

Sisi bawah

AB disebut sebagai sisi alas trapesium DC disebut sebagai sisi atas trapesium DE dan CF disebut sebagai tinggi trapesium Sisi AB dan sisi DC adalah sisi-sisi yang sejajar.

(44)

Langkah-langkah untuk mencari luas trapesium di atas adalah sebagai berikut.

t

a) Membuat sebuah trapesium siku-siku dari kertas dengan tinggi t seperti pada gambar di atas. b) Memotong trapesium tersebut tepat di t

tengah-tengah tinggi trapesium, t sehingga didapat dua buah trapesium

yang mempunyai tinggi t.

c) Menyatukan kedua potongan trapesium tersebut sehingga menjadi sebuah persegi panjang dengan tinggi t dan panjangnya adalah a + b.

t

b a

Luas daerah persegi panjang sama dengan luas daerah trapesium, yaitu x tinggi x (sisi alas + sisi tinggi). Sehingga luas daerah trapesium dirumuskan:

� = × �� � × +

Gambar 2.3 Trapesium Siku-siku

(45)

Contoh menghitung luas trapesium

3

4

5

Cara menghitung luas trapesium

= × × +

= × × + )

= × ×

=

Jadi, luas trapesium adalah 16 cm2.

2. Menghitung Luas Layang-Layang

Bangun layang-layang berbentuk segi empat dengan dua pasang sisi yang berdekatan sama panjang.

Sisi AB sama panjang dengan sisi BC. Sisi AD sama panjang dengan sisi DC.

Layang-layang mempunyai dua diagonal, yaitu diagonal pertama (d1) dan diagonal kedua (d2). Kedua diagonal tersebut saling tegak lurus. Diagonal kedua (d2) membagi layang-layang menjadi dua bagian sama besar. Layang-layang dapat dibentuk dari 2 buah segitiga sama kaki yang mempunyai alas sama panjang (Hardi, 2009: 87).

O

Gambar 2.5 Trapesium Siku-siku

(46)

Luas layang-layang sama dengan luas daerah segitiga ACD ditambah luas daerah segitiga ACB. Berikut ini adalah langkah-langkah mencari luas layang-layang.

Luas layang-layang = luas segitiga ACD + luas segitiga ACB

= × + ×

= +

= ×

= × ×

Sehingga luas layang-layang dirumuskan sebagai berikut.

Keterangan:

d1 : diagonal pertama d2 : diagonal kedua (Hardi, 2009: 88)

Contoh menghitung luas layang-layang

6

10

Cara menghitung luas layang-layang

= × ×

= × ×

� = × ×

(47)

= ×

= 30

Jadi luas kertas yang dibutuhkan Joko untuk membuat layang-layang adalah 30

(Hardi, 2009: 88).

2.2.1 Penelitian Terdahulu yang Relevan

2.2.1.1Penelitian tentang model pembelajaran van Hiele

Penelitian Anggarani (2009) bertujuan untuk mengetahui bagaimana proses pembelajaran yang ditempuh siswa dalam mempelajari bangun datar melalui 5 tahap (fase) pembelajaran menurut teori van Hiele, serta untuk mengetahui bagaimana tingkat dan kualitas berpikir siswa setelah melaksanakan pembelajaran dengan menggunakan fase-fase dalam teori van Hiele. Hasil penelitian menunjukkan bahwa (i) siswa-siswa sudah bisa menempuh 5 fase pembelajaran geometri menurut teori van Hiele yaitu fase informasi, fase orientasi terpadu, fase eksplisitasi, fase orientasi bebas, dan fase integrasi dengan baik dan sungguh-sungguh yang dilakukan secara bertahap. (ii) tingkat dan kualitas berpikir siswa dalam geometri meningkat setelah diadakan pembelajaran geometri berdasarkan teori pembelajaran van Hiele. Peningkatan tingkat berpikir siswa dilihat dari peningkatan tahap berpikir geometri siswa, di mana saat pretest semua siswa (27 siswa) masih dalam tahap berpikir visual dan pada saat posttest 22 siswa berada pada tahap visual, 4 siswa berada pada tahap peralihan dari tahap berpikir visual ke analisis dan 1 siswa berada pada tahap analisis, sedangkan kualitas berpikir siswa dapat dilihat dari kualitas jawaban siswa yang semakin baik pada tes geometri akhir (posttest).

(48)

untuk menganalisis data kuantitatif. Penelitian menunjukkan bahwa secara statistik ada perubahan signifikan dalam motivasi antara kelompok kontrol dan kelompok eksperimen. Dengan kata lain kurikulum diperbarui yang dirancang atas dasar teori van Hiele memiliki lebih banyak efek positif dalam motivasi belajar geometri siswa kelas VI daripada menggunakan kurikulum tradisional.

Pareka (2014) penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh penggunaan model pembelajaran van Hiele terhadap kemampuan memahami pada konsep geometri bangun datar. Hasil penelitian menunjukkan bahwa penggunaan model pembelajaran van Hiele berpengaruh terhadap kemampuan memahami.Hal tersebut ditunjukkan berdasarkan hasil analisis statistik parametrik Independent Samples T-test pada perbandingan selisih skor pretest dan posttest pada kelompok eksperimen dan kelompok kontrol. Pada kelompok eksperimen diperoleh M = 0,69, SE = 0,06, SD = 0,36 dengan harga sig. (2-tailed) sebesar 0,000 (atau p < 0,05). Peningkatan kemampuan memahami pada kelompok eksperimen sebesar 98% dengan efek besar yaitu r = 0,99. Pada kelompok kontrol diperoleh M = 0,07, SE = 0,05, SD = 0,32 dengan harga sig. (2-tailed) sebesar 0,213 (atau p > 0,05). Peningkatan kemampuan memahami pada kelompok kontrol sebesar 4% dengan efek kecil yaitu r = 0,22.

2.2.1.2Penelitian tentang proses kognitif

Penelitian Widiastuti (2009) bertujuan untuk mengetahui pengaruh penggunaan metode inkuiri pada mata pelajaran IPA tentang materi karya/model mainan yang berhubungan dengan udara yang berkaitan dengan kemampuan kognitif antara lain: kemampuan mengaplikasi dan kemampuan menganalisis siswa kelas IV SDK Kalasan Yogyakarta tahun ajaran 2012/2013. Jenis penelitian yang digunakan adalah kuasi eksperimental tipe non-equivalent control group design. Hasil penelitian menunjukkan bahwa metode inkuiri berpengaruh terhadap kemampuan mengaplikasi tetapi tidak berpengaruh terhadap kemampuan menganalisis. Hal ini ditunjukkan dengan harga Sig. (2-tailed) kemampuan mengaplikasi<0,05 yaitu 0,000. Sehingga Hi diterima maka Hnull ditolak. Pengaruh

(49)

dengan kemampuan menganalisis, hasil perhitungan analisis statistik menunjukkan signifikansi data harga Sig. (2-tailed)< 0,05 yaitu 0.052. Sehingga Hnull diterima Hi ditolak. Pengaruh penggunaan metode inkuiri terhadap

kemampuan menganalisis tergolong menengah dengan nilai r = 0,39 (efek menegah) dengan persentase sebesar 15,36%.

Penelitian Lestari (2010) bertujuan untuk mengetahui perbedaan penggunaan media timeline terhadap kemampuan mengaplikasi dan menganalisis pada pelajaran IPS kelas V SD Kanisius Sorowajan tahun ajaran 2013/2014. Jenis penelitian yang digunakan adalah kuasi eksperimental tipe non-equivalent control group design. Hasil penelitian menunjukkan bahwa (1) terdapat perbedaan yang signifikan dalam penggunaan media timeline terhadap kemampuan mengaplikasi ditunjukkan dengan Sig. (2-tailed)< 0,05 yaitu 0,012 dan (2) terdapat perbedaan terdapat perbedaan yang signifikan dalam penggunaan media timeline terhadap kemampuan menganalisis ditunjukkan dengan Sig. (2-tailed)< 0,05 yaitu 0,000. Dari nilai kedua nilai tersebut maka Hnull ditolak dan Hi diterima artinya ada

perbedaan signifikan dalam penggunaan media timeline terhadap kemampuan mengaplikasi dan menganalisis.

Penelitian Hasanah (2010) bertujuan untuk mengetahui perbedaan kemampuan mengaplikasi dan menganalisis atas penggunaan media Timeline

pada mata pelajaran IPS kelas V SD Negeri Percobaan 3 Pakem. Tahun Pelajaran 2013/2014. Jenis penelitian yang digunakan adalah kuasi eksperimental tipe non-equivalent control group design. Hasil penelitian menunjukkan bahwa artinya ada perbedaan signifikan dalam penggunaan media timeline atas kemampuan mengaplikasi dan menganalisis. Hal ini dapat ditunjukkan berdasarkan hasil analisis statistik parametrik Independent-samples t-test harga Sig. (2-tailed)< 0,05 yaitu 0,000 sehingga Hnull ditolak dan Hi gagak ditolak atau diterima artinya ada

perbedaan signifikan dalam penggunaan media timeline terhadap kemampuan mengaplikasi dan menganalisis.

(50)

terhadap kemampuan mengaplikasi dan menganalisis, oleh karena itu peneliti akan melakukan penelitian yang berjudul pengaruh penggunaan model pembelajaran van Hiele terhadap kemampuan mengaplikasi dan menganalisis pada siswa V SD Kanisius Wirobrajan Yogyakarta semester gasal tahun ajaran 2015/2016.

2.2.1.3Literature Map

Model Pembelajaran Van Hiele Proses Kognitif

Gambar 2.8 Literature Map

2.3 Kerangka Berpikir

Teori perkembangan yang dikemukakan Piaget dipandang sebagai teori yang sesuai dengan perkembangan siswa yang akan menjadi subjek penelitian (siswa kelas V) berada pada usia 10 – 11 tahun yang saat ini sedang berada pada tahap operasional konkret. Pierre van Hiele dan Dina van Hiele-Geldof, telah menghasilkan wawasan dalam perbedaan dalam pemikiran geometri. Tiap

Anggarani (2009)

Teori belajar van Hiele –kualitas berpikir siswa

Yang perlu diteliti:

model pembelajaran van Hiele - kemampuan mengaplikasi dan menganalisis Pareka (2014)

Model pembelajaran van Hiele– konsep geometri bangun datar

Halat (2008)

Teori belajar van Hiele – kurikulum tradisional

Widiastuti (2009)

Inkuiri–kemampuan mengaplikasi dan menganalisis

Lestari (2010)

Media timeline–kemampuan mengaplikasi dan menganalisis

Hasanah (2010)

Gambar

gambar ini menunjukkan adanya peningkatan pemikiran simbolis dan melampaui
Gambar 2.1 Tahapan Teori van Hiele
Gambar 2.2 Trapesium Sama Kaki
Gambar 2.3 Trapesium Siku-siku
+7

Referensi

Dokumen terkait

A community based cross-sectional study was undertaken to evaluate the correlation of anemia and high TIBC level among Public Primary school children in, Amplas Medan and

Dari kesimpulan diatas penulis berpendapat bahwa pengolahan bahan pustaka buku merupakan proses mengolah bahan pustaka untuk membantu pemakai dalam menemukan

Penyampaian hasil Fit &amp; Proper Test kepada Pemegang Saham Pengendali Penyampaian rekomendasi Komite Nominasi dan Remunerasi kepada Dewan Komisaris atas kandidat calon

Koleksi Program VB 6.0 Konsep ADO untuk Tugas Akhir dan Skripsi. Jakarta : PT Elex

Dim AddStatus As Boolean Dim StrFilePath As String Dim SQLTemp As String Dim NewForm As Form. Private Sub cmdHapus_Click() On Error

Jika seorang pekerja dipilih secara rawak daripada kumpulan itu, nyatakan kebarangkalian.. bahawa pekerja yang dipilih itu

type tcpConnect dest-ipaddr &lt;ip tujuan&gt; dest-port 21 control disable. timeout 1000

PENGARUH PENGGUNAAN TEPUNG UBI KAYU ( Manihot esculenta ) SEBAGAI CAMPURAN KONSENTRAT TERHADAP EFISIENSI PAKAN.. DAN INCOME OVER FEED COST ( IOFC ) PADA TERNAK KELINCI PERANAKAN