• Tidak ada hasil yang ditemukan

ANALISIS KEMAMPUAN LITERASI MATEMATIS SISWA DALAM PERSPEKTIF GENDER.

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "ANALISIS KEMAMPUAN LITERASI MATEMATIS SISWA DALAM PERSPEKTIF GENDER."

Copied!
128
0
0

Teks penuh

(1)

MATEMATIS SISWA DALAM PERSPEKTIF

GENDER

SKRIPSI

Disusun Oleh:

ISNA NUR SAFITRI

NIM. D04211006

UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SUNAN AMPEL SURABAYA FAKULTAS TARBIYAH DAN KEGURUAN

JURUSAN PENDIDIKAN MIPA

(2)

MATEMATIS SISWA DALAM

PERSPEKTIF

GENDER

SKRIPSI

Diajukan Kepada

Universitas Islam Negeri Sunan Ampel Surabaya

Untuk Memenuhi Salah Satu Persyaratan

dalam Menyelesaikan Program Sarjana Pendidikan (S.Pd)

Disusun Oleh :

ISNA NUR SAFITRI

NIM. D04211006

UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SUNAN AMPEL SURABAYA FAKULTAS TARBIYAH DAN KEGURUAN

JURUSAN PENDIDIKAN MIPA

(3)
(4)
(5)
(6)

Oleh : Isna Nur Safitri

ABSTRAK

Setiap individu memiliki kecakapan yang berbeda-beda untuk menyelesaikan permasalahan matematis. Seorang individu dikatakan memiliki kecakapan dalam menyelesaikan permasalahan matematis adalah ketika Ia mampu untuk merumuskan, menerapkan dan menafsirkan matematika dalam berbagai konteks, mampu melakukan penalaran secara matematis dan menggunakan konsep, prosedur dan fakta untuk menggambarkan, menjelaskan atau memperkirakan suatu kejadian. Individu dengan kecakapan tersebut dapat dikatagorikan sebagai individu yang ‘melek’ terhadap situasi matematis atau individu yang memiliki kemampuan literasi matematis. Aspek gender dinilai memiliki peranan dalam perbedaan kecakapan seseorang. Beberapa penelitian sebelumnya menunjukkan adanya pengaruh gender terhadap kecakapan matematis seseorang yakni perempuan menunjukkan sikap yang labil daripada laki-laki yang pada umumnya stabil. Lebih dari itu pada kejuaraan-kejuaraan internasional menunjukkan bahwa performa laki-laki cenderung lebih unggul daripada perempuan. Dari pemaparan di atas penulis ingin meneliti: 1) bagaimana kemampuan literasi matematis pada siswa laki-laki?; 2) bagaimana kemampuan literasi matematis pada siswa perempuan? dan 3) apakah ada perbedaan antara kemampuan literasi matematis siswa laki-laki dan perempuan?.

Penelitian ini merupakan penelitian deskriptif kuantitatif, Subjek dalam penelitian ini adalah siswa kelas IX di MTs Unggulan Al-Jadid pada tahun ajaran 2015-2016, yakni mengambil 2 siswa laki-laki dan 2 siswa perempuan secara acak. Pada pelaksanaanya, pengambilan data didapat dari hasil tes kemampuan literasi matematis siswa dan wawancara.

Berdasarkan hasil dan pembahasan penelitian, diperoleh bahwa: 1) kemampuan literasi matematis siswa laki-laki menunjukkan kriteria rata-rata baik yakni pada persentase rata-rata 84%; 2) kemampuan literasi matematis siswa menunjukkan kriteria rata-rata baik yakni pada persentase rata-rata 78,5%; 3) melalui uji Mann Whitney U-tes didapatkan bahwa Uhitung=

0,5>Utabel=0, sehingga H1 debenarkan. Dengan kata lain kemampuan literasi

matematis siswa laki-laki berbeda dengan kemampuan literasi matematis siswa perempuan.

(7)

HALAMAN JUDUL ... ii

HALAMAN PERSETUJUAN ... iii

PENGESAHAN TIM PENGUJI SKRIPSI ...iv

MOTTO ... v

PERSEMBAHAN ... vi

ABSTRAK ... vii

KATA PENGANTAR ... viii

DAFTAR ISI ...ix

DAFTAR TABEL ... xi

DAFTAR GAMBAR ... xii

DAFTAR LAMPIRAN ... xiii

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang ... 1

B. Rumusan Masalah ...6

C. Tujuan Penelitian ...6

D. Manfaat Penelitian...7

E. Definisi Operasional ...8

F. Batasan Penelitian ...8

G. Sistematika Pembahasan ...9

BAB II KAJIAN PUSTAKA A. Tinjauan tentang Matematika ... 11

B. Tinjauan tentang Kemampuan Siswa ... 12

C. Tinjauan tentng Literasi Matematis Siswa ... 14

1. Pengertian Literasi Matematis ... 18

2. Pengaruh Literasi Matematis pada Aktivitas Pembelajaran Matematika ... 16

3. Faktor-faktor yang Mempengaruhi Kemampuan Literasi Matematis... 18

4. Kompetensi-kompetensi Literasi Matematis ... 19

5. Indikator Pencapaian Literasi Matematis ... 21

6. Indikator Ketercapaian Literasi Matematis ... 27

D. Tinjauan tentang Gender ... 28

1. Pengertian Sex... 28

2. Pengertian Gender ... 29

(8)

E. Tinjuan tentang Kemampuan Literasi Matematis

Siswa dalam Perspektif Gender ... 33

BAB III METODE PENELITIAN A. Jenis Penelitian ... 35

B. Populasi dan Sampel Penelitian ... 35

C. Tempat dan Waktu Penelitian ... 35

D. Instrumen Penelitian ... 36

1. Lembar Tes Kemampuan Literasi Matematis ... 36

2. Lembar Penilaian Dari Instrumen Tes ... 37

3. Pedoman Wawancara ... 41

E. Teknik Pengumpulan Data ... 42

1. Tes Kemampuan Literasi Matematis Siswa ... 42

2. Wawancara ... 42

F. Teknik Analisis Data ... 43

1. Reduksi Data ... 43

2. Penyajian Data ... 44

3. Penarikan Kesimpulan... 44

G. Prosedur Penelitian ... 46

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN PENELITIAN A. Paparan Data dan Analisis Data Hasil Penelitian ... 49

1. Kemampuan Literasi Matematis Subjek Laki-Laki ... 49

2. Kemampuan Literasi Matematis Subjek perempuan ... 81

3. Perbedaan Kemampuan Literasi Matematis dalam Perspektif Gender ... 109

B. Pembahasan Hasil Penelitian ... 111

1. Subjek Laki-laki... 111

2. Subjek Perempuan ... 112

(9)

B. Saran ... 116

(10)

Tabel 3.1 Lembar Penilaian Instrumen Tes Literasi Matematis ... 37

Table 4.1 Ketercapaian Indikator Subjek L1 ... 57

Tabel 4.2 Ketercapaian Indikator Subjek L2 ... 70

Tabel 4.3 Triangulasi Data Kemampuan Literasi Subjek L1 dan L2 ... 76

Tabel 4.4 Ketercapaian Indikator Subjek W1... 88

Tabel 4.5 Ketercapaian Indikator Subjek W2... 99

Tabel 4.6 Triangulasi Data Kemampuan Literasi Subjek W1 dan W2 ... 104

(11)

Gambar 4.1 Jawaban Tertulis Subjek L1 Soal Nomor 2 Poin a

dan b... 50 Gambar 4.2 Jawaban Tertulis Subjek L1 Soal Nomor 1 Poin a ... 51

Gambar 4.3 Jawaban Tertulis Subjek L1 Soal Nomor 1 Poin b .... 52

Gambar 4.4 Jawaban Tertulis Subjek L1 Soal Nomor 2 Poin b .... 54

Gambar 4.5 Jawaban Tertulis Subjek L1 Soal Nomor 2 Poin c ... 55

Gambar 4.6 Jawaban Tertulis Subjek L2 Soal Nomor 2 Poin a

dan b... 62 Gambar 4.7 Jawaban Tertulis Subjek L2 Soal Nomor 1 Poin a. .... 64

Gambar 4.8 Jawaban Tertulis Subjek L2 Soal Nomor 1 Poin b .... 65

Gambar 4.9 Jawaban Tertulis Subjek L2 Soal Nomor 2 Poin b .... 67

Gambar 4.10 Jawaban Tertulis Subjek L2 Soal Nomor 2 Poin c ... 68

Gambar 4.11 Jawaban Tertulis Subjek W1 Soal Nomor 2 Poin a

dan b... 82 Gambar 4.12 Jawaban Tertulis Subjek W1 Soal Nomor 1 Poin a ... 83

Gambar 4.13 Jawaban Tertulis Subjek W1 Soal Nomor 1 Poin b ... 83

Gambar 4.14 Jawaban Tertulis Subjek W1 Pola Bambu ... 85

Gambar 4.15 Jawaban Tertulis Subjek W1 Soal Nomor 2 Poin c.... 86

Gambar 4.16 Jawaban Tertulis Subjek W2 Soal Nomor 2 Poin a

dan b... 93 Gambar 4.17 Jawaban Tertulis Subjek W2 Soal Nomor 1 Poin a ... 94

Gambar 4.18 Jawaban Tertulis Subjek W2 Soal Nomor 1 Poin b ... 95

(12)

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Pendidikan merupakan suatu hal yang penting dalam berdirinya sebuah negara maju. Pendidikan bukan hanya sekedar media untuk mewariskan kebudayaan kepada generasi selanjutnya, tetapi dengan pendidikan diharapkan mampu merubah dan mengembangkan pola kehidupan bangsa ke arah yang lebih baik1. Pendidikan yang bermutu menjadi indikator jaminan terhadap mutu sumber daya manusia pada suatu bangsa atau negara. Bangsa yang memiliki sumber daya manusia yang bermutu tinggi akan lebih maju dan mampu bersaing dengan bangsa-bangsa lain2. Istilah pendidikan merupakan suatu istilah yang tak lepas dari kegiatan pembelajaran.

Kegiatan pembelajaran merupakan proses pendidikan yang memberikan kesempatan kepada siswa untuk mengembangkan potensi mereka menjadi kemampuan yang semakin lama semakin meningkat dalam sikap, pengetahuan dan keterampilan yang diperlukan dirinya untuk hidup dan untuk bermasyarakat, berbangsa, serta berkontribusi pada kesejahteraan hidup umat manusia3. Pembelajaran di sekolah formal memberikan bekal kepada siswa dalam berbagai bidang. Salah satu bidang keilmuan yang akan didapatkan siswa di sekolah formal adalah bidang keilmuan matematika.

1Ismail Hanif. “Meningkatkan Kemampuan Penalaran Matematika Siswa Melalui

Kontes Literasi Matematika” diakses Pada Tanggal 10 Februari 2015, dari

Https://Ismailhanif974.Wordpress.Com/2014/10/21/Meningkatkan-Kemampuan-Penalaran-Matematika-Siswa-Melalui-Kontes-Literasi-Matematika/.

2 Galuh Budi H, Skripsi SI: “

Hubungan Efikasi Diri Dalam Perspektif Gender Dengan Hasil Belajar Siswa Kelas X Di Sma Al-Azhar Menganti Gresik” (Surabaya: Uin Sa Surabaya, 2014), 1

3 Menteri Pendidikan Dan Kebudayaan Republik Indonesia, Permendikbud., Standar Penilaian Pendidikan (Jakarta: Permendikbud No66, 2013), 2.

(13)

Ilmu matematika merupakan ilmu dasar yang diajarkan pada setiap jenjang pendidikan tanpa membedakan aspek penjurusan. Matematika adalah suatu alat untuk mengembangkan cara berfikir4. Siswa yang sudah terlatih untuk mengembangangkan pola pikirnya dan cenderung unggul pada bidang keilmuan matematika, biasanya lebih kritis dan berhati-hati dalam pengambilan keputusan ketika Ia dihadapkan pada suatu permasalahan. Matematika sering dikatakan menjadi fondasi bagi mata pelajaran lain. Bahkan, baru-baru ini pergeseran pandangan mengenai matematika sebagai ilmu pengetahuan yang „ketat’ dan „terstruktur secara rapi’ telah berubah menjadi pandangan bahwa matematika adalah aktifitas kehidupan manusia5. Hal ini menunjukkan bahwa matematika telah menjadi bagian dalam kehidupan manusia baik disadari maupun tidak.

Matematika, selain menjadi bagian dalam kehidupan manusia juga menjadi subjek pada kejuaraan tingkat internasional. Misalnya pada kejuaraan Olimpiade TIMSS (The Third Internatinal on Math and Science Studies) dan studi internasional matematika dan sains siswa SMP yang biasanya dikenal dengan istilah PISA

(Programme for International Student Assessment). Dalam hal ini Indonesia turut berpartisipasi dalam kejuaraan-kejuaraan tersebut.

Turut berpartisipasi bukan merupakan acuan bahwa Indonesia termasuk dalam indikator negara yang sukses dalam kemajuan pendidikan. Dalam kenyataannya Indonesia menduduki peringkat yang kurang membanggakan dibanding dengan negara-negara lain yang juga ikut berpartisipasi dalam studi internasional. Indonesia ikut berpartisipasi dalam PISA sejak tahun 2001. PISA menggambarkan kemampuan literasi siswa dalam berbagai aspek antara lain aspek bahasa (reading literacy), aspek pengetahuan alam (science literacy) dan aspek matematis (mathematic literacy)

yang diselenggarakan dari tahun ketahun dengan fokus yang berbeda pada setiap tahunnya. Fokus PISA untuk literasi matematis yakni pada tahun 2006, 2009 dan 2012. Berikut gambaran hasil studi PISA tahun 2006 yang memperlihatkan bahwa prestasi anak Indonesia dalam bidang matematika yakni 393 (skor rata-rata

4 Herman Hudojo, Pengembangan Kurikulum Dan Pembelajaran Matematika.

(Malang: Um Press, 2012)37.

(14)

internasional = 429) ranking anak Indonesia dalam bidang matematika berada pada urutan ke-50 dari 57 dan berada di bawah skor rata-rata internasional6. Pada PISA 2009 pencapaian skor matematika anak Indonesia 371 (skor rata-rata internasional = 501) dan berada pada urutan ke 61 dari 65 negara peserta7. Data PISA 2012 menunjukkan pencapaian skor matematika anak Indonesia yakni 375 (skor rata-rata internasional = 494) dan menduduki tingkat ke dua terendah dari negara-negara lain yang mengikuti PISA8.

Keadaan seperti ini menunjukkan bahwa keadaan pendidikan di Indonesia masih sangat jauh dari kondisi yang diharapkan dilihat dari standar keberhasilan studi PISA. Studi PISA merupakan program yang dilaksanakan oleh OECD sejak tahun 2001 yang bertujuan melakukan penelitian untuk melihat kemampuan literasi matematika siswa berumur 15 tahun di 65 negara9.

Istilah kata literasi awalnya bermakna kemampuan membaca dan menulis. Namun seiring dengan berjalannya waktu, istilah literasi semakin berkembang. Literasi sering diartikan keadaan

melek’ terhadap suatu kondisi. Istilah literasi juga sering

disandingkan dengan kata lain misalnya literasi sains dan literasi matematika. Literasi matematika menurut draft assessment framework PISA 2012 diartikan sebagai kemampuan seseorang untuk merumuskan, menerapkan dan menafsirkan matematika dalam berbagai konteks, termasuk kemampuan melakukan penalaran secara matematis dan menggunakan konsep, prosedur, dan fakta untuk menggambarkan, menjelaskan atau

6 Awaluddin Tjalla, “Potret Mutu Pendidikan Indonesia Ditinjau Dari Hasil-Hasil Studi Internasional”, Kumpulan Jurnal Di Fip Universitas Negeri Jakarta, 18. Dipublikasikan pada tahun 2010, Diakses Pada Tanggal 5 Mei 2015 (07:17) Diakses Dari Http://Pustaka.Ut.Ac.Id/Pdfartikel/Tig601.Pdf.

7 U.S. Department of Education, Highlights From PISA 2009: Performance of U.S.

15-Year-Old Students in Reading, Mathematics, and Science Literacy in an International Context, (Washington: 2010) 17.

8

OECD. PISA 2012 Result in Focus: What 15-year-olds know and what they can do with what they know, (OECD : 2014) 5.

(15)

memperkirakan fenomena/kejadian10.

Kemampuan literasi matematis membantu seseorang dalam memilih keputusan yang tepat. Hal ini dikarenakan seseorang yang telah mampu untuk merumuskan, mempekerjakan dan menafsirkan matematika dalam berbagai konteks maka Ia akan mendapatkan kemudahan dalam pengambilan keputusan, serta telah terlatih untuk berfikir dengan pola pikir tingkat tinggi.

Jan de Lange dalam tulisannya menyebutkan kompetensi-kompetensi pencapaian dalam literasi matematis, yaitu: (1)

mathematical thinking and reasoning (berpikir dan penalaran matematika); (2) mathematical argumentation (argumentasi matematika); (3) mathematical communication (komunikasi matematika); (4) modeling (pemodelan); (5) problem posing and solving (mengajukan dan memecahkan masalah); (6)

representation (menerjemahkan atau merepresentasikan); (7)

symbols (mengunakan simbol); (8) tools and technology

(memanfaatkan alat dan teknologi)11. siswa yang mampu memenuhi kedelapan kompetensi-kompetensi literasi matematis adalah siswa yang nantinya diharapkan menjadi tunas bangsa yang dapat membawa nama baik bangsa di muka dunia.

Pada studi PISA menunjukkan dari beberapa negara performa laki-laki cenderung lebih unggul daripada perempuan. Hal ini dapat dilihat pada data yang didapatkan pada studi PISA 2006 dan 2009. Pada Studi PISA tahun 2006 laki-laki lebih unggul pada 35 negara dari jumlah negara keseluruhan yaitu 57 negara yang ikut berpartisipasi. Pada 21 negara yang ikut berpartisipasi menunjukkan tidak adanya perbedaan antara laki-laki dan perempuan dan selebihnya perempuan lebih unggul daripada laki-laki12. Sedangkan pada studi PISA 2009 dari keseluruhan 65 negara yang berpartisipasi ada 35 negara yang cenderung menguntungkan untuk siswa laki-laki dan 5 negara yang ikut berpartisipasi dominan pada perempuan, dan 30 negara yang ikut

10

OECD Publishing, Assessing Scientific, Reading And Mathematical Literacy. Browse_It Editions, (Paris, France : OECD Publishing, 2006) 12.

11

Jan de Lange , “Mathematics For Literacy”, Quantitative Literacy: Why Numeracy Matters For Schools And College, The National Council on Education and the Disciplines, (Princeton, 2003), 77.

12 OECD, PISA 2006 Science Competencies For Tomorrow’s World, Volume 1,

(16)

berpartisipasi tidak menunjukkan perbedaan yang signifikan pada siswa laki-laki dan perempuan13.

Kecenderungan siswa laki-laki lebih unggul dibanding dengan siswa perempuan pada kemampuan literasi matematis ini berkaitan dengan aspek kejiwaan. Seperti pada ungkapan Zulifah Qurotu yang menyebutkan bahwa: (1) betapapun baik dan cemerlangnya intelegensi perempuan, namun pada intinya perempuan hampir tidak mempunyai ketertarikan yang menyeluruh pada soal-soal yang teoritis seperti kaum laki-laki; (2) kaum wanita itu lebih praktis, lebih langsung dan meminati segi-segi kongkret dan segera. Kaum wanita tertarik pada kehidupan berumah tangga, kehidupan sehari-hari dan kejadian-kejadian yang berlangsung disekitar rumah tangganya. Sedangkan kaum pria pada umumnya hanya mempunyai ketertarikan pada latar belakang teoritis, jika sesuai dengan minatnya dan jika ada kaitannya dengan dirinya sendiri. Secara ringkas, wanita lebih dekat pada masalah-masalah kehidupan yang praktis dan kongret, sedangkan kaum laki-laki lebih tertarik pada segi-segi kejiwaan yang bersifat abstrak14.

Beberapa penelitian menunjukkan perempuan lebih labil daripada laki-laki yang pada umumnya stabil, yakni ketika perempuan dengan motivasi berprestasi matematis yang tinggi terlibat dalam tugas pemecahan masalah pada kelompok berjenis kelamin campur, kemampuan mereka lebih buruk dibanding kemampuan mereka saat berada dalam kelompok dimana semua anggotanya adalah perempuan, sedangkan performa laki-laki tidak terpengaruh. Faktanya dalam situasi dimana anggota kelompok heterogen (laki-laki dan perempuan menjadi satu) lebih mengancam bagi wanita15. Perbedaan gender dalam kemampuan matematika dapat dilihat yakni, siswa laki-laki lebih bagus dalam perhitungan pengukuran, sains dan olahraga. Sedangkan siswa perempuan lebih bagus dalam perhitungan yang berhubungan

13 OECD, PISA 2009 Results: What Students Know And Can Do. Student

Performance In Reading, Mathematics And Science, Volume 1, (Paris, France: OECD 2010), 137.

14A.N, Zullifah Qurotu, Sekripsi SI: “

Identifikasi kemampuan berpikir kritis siswa SMP Dalam Memecahkan Masalah Matematika Ditinjau Dari Perbedaan Kemampuan

Matematika Dan Jenis Kelamin”, (Surabaya: UNESA, 2014), 26.

15 Robert A. Baron dan Donn Byrne, Psikologi Sosial jilid 1, (Jakarta: Penerbit

(17)

dengan tugas-tugas tradisional perempuan, seperti memasak dan menjahit16.

Dari berbagai kondisi yang dipaparkan di atas, penulis ingin mengangkat penelitian dengan tema kemampuan literasi matematis dengan judul penelitian “Analisis Kemampuan Literasi Matematis Siswa dalam Perspektif Gender

B. Rumusan Masalah

Dari uraian latar belakang di atas, dapat dihasilkan rumusan masalah dalam penelitian ini adalah sebagai berikut:

1. Bagaimana kemampuan literasi matematis pada siswa laki-laki?

2. Bagaimana kemampuan literasi matematis pada siswa perempuan?

3. Apakah ada perbedaan antara kemampuan literasi matematis siswa laki-laki dan perempuan?

C. Tujuan Penelitian

Tujuan dalam penelitian ini adalah sebagai berikut:

1. Mengetahui tingkat ketercapaian kemampuan literasi matematis siswa laki-laki.

2. Mengetahui tingkat ketercapaian kemampuan literasi matematis siswa perempuan.

3. Mengetahui perbedaan antara kemampuan kemampuan literasi matematis siswa laki-laki dan perempuan.

16

(18)

D. Manfaat Penelitian

Manfaat yang diharapkan peneliti dalam penelitianini adalah sebagai berikut:

1. Manfaat Teoritis

Penelitian ini diharapkan dapat bermanfaat untuk memberikan informasi tentang kemampuan literasi matematis siswa dalam perspektif gender. Penelitian ini juga dapat digunakan sebagai tambahan wacana pengetahuan bagi yang membacanya.

2. Manfaat Praktis

a. Bagi Pendidik (Guru)

Penelitian ini diharapkan menjadi informasi yang bermanfaat bagi guru mata pelajaran dan memberikan gambaran-gambaran baru tentang studi literasi matematis siswa. Sehingga guru mata pelajaran terpacu untuk lebih meningkatkan informasi terbaru tentang pembelajaran matematika.

b. Bagi Siswa

1. Penelitian ini diharapkan menjadi latihan bagi siswa dalam menghadapi soal-soal yang mengacu pada studi PISA.

2. Mengembangkan pola pikir siswa dalam menghadapi bentuk soal cerita yang membutuhkan penalaran tinggi.

c. Bagi Mahasiswa

Memberikan sumbangan baru tentang informasi-informasi mengenai faktor-faktor yang bisa dijadikan titik tolak untuk meningkatkan hasil belajar.

d. Bagi Peneliti

(19)

E. Definisi Operasional

Untuk menghindari terjadinya perbedaan penafsiran dalam penelitian ini, maka perlu diberikan istilah yang harus didefinisikan, istilah-istilah tersebut adalah:

1. Kemampuan literasi matematis siswa yaitu kemampuan siswa untuk merumuskan, mempekerjakan, dan menafsirkan matematika dalam berbagai konteks. Kemampuan literasi mencakup kompetensi-kompetensi berupa (1) mathematical thinking and reasoning (berpikir dan penalaran matematika); (2) mathematical argumentation (argumentasi matematika); (3) mathematical communication (komunikasi matematika); (4) modeling (pemodelan); (5) problem solving (memecahkan masalah); (6) representation (menerjemahkan atau merepresentasikan); (7) symbols (mengunakan simbol); (8)

tools and technology (memanfaatkan alat dan teknologi)17. 2. Gender dalam penelitian ini merujuk pada sifat yang melekat

pada kaum laki-laki dan perempuan.

F. Batasan Penelitian

Penelitian yang baik adalah penelitian yang memiliki titik fokus. Untuk itu batasan penelitian sangat penting agar suatu penelitian menjadi terfokus dan maksimal. Adapun batasan dalam penelitian ini adalah sebagai berikut:

1. Penelitian ini mengambil subjek sampel penelitian sebanyak 2 siswa laki-laki dan 2 siswa perempuan pada siswa kelas IX, di MTs. Unggulan Al-Jadid Waru, Sidoarjo.

2. Penelitian ini menggunakan indikator-indikator kompetensi literasi matematis siswa menurut pendapat Jan de Lange yang menyebutkan kompetensi-kompetensi pencapaian dalam literasi matematis sejumlah 8 poin dan telah dikembangkan oleh peneliti sehingga menjadi 15 subpoin indikator.

17

(20)

G. Sistematika Pembahasan

Agar penelitian ini dapat dipahami secara keseluruhan dan berkesinambungan maka penulis perlu menyusun sistematika pembahasan sebagai berikut:

BAB I Pendahuluan

Dalam bab ini berisi tentang hal-hal berkaitan dengan landasan berfikir berdasarkan fenomena dan kajian pendahuluan sebagai acuan dalam pelaksanaan penelitian. Pembahasan dalam bab ini meliputi latar belakang penelitian, pertanyaan penelitian, tujuan penelitian, manfaat penelitian, definisi operasional, asumsi dan batasan penelitian, dan sistematika pembahasan.

BAB II Kajian Pustaka

Pada kajian pustaka berisi tentang teori-teori yang menjelaskan masing-masing variabel, antara lain: tinjauan tentang matematika, tinjauan tentang kemampuan siswa, tinjauan tentang literasi matematis siswa, tinjauan tentang

gender dan tinjauan tentang kemampuan literasi matematis siswa dalam perspektif gender.

BAB III Metode Penelitian

Bab yang memuat metode penelitian serta cara pengolahan datanya yang meliputi: jenis penelitian, populasi dan sampel penelitian, variabel penelitian, rancangan penelitian, prosedur penelitian, instrumen penelitian, teknik pengumpulan data dan teknik analisis data.

BAB IV Hasil danPembahasan Penelitian

Bab yang memaparkan hasil dari penelitian dan analisis data yang diperoleh.

BAB V Penutup

(21)

BAB II

KAJIAN PUSTAKA

A. Tinjauan tentang Matematika

Setiap aspek dalam kehidupan manusia memiliki keterhubungan dengan cabang ilmu matematika baik dalam kehidupan kompleks maupun untuk menyelesaikan permasalahan yang sederhana. Oleh sebab itu, Herman Hudojo mengungkapkan bahwa matematika adalah suatu alat untuk mengembangkan cara berfikir1. Lebih dari itu, matematika dipandang sebagai „process inquiry’ (proses penyelidikan) dan „process coming to know

(proses mengetahui atau proses mencari tahu) dalam rangka menemukan sesuatu secara terus-menerus dan meluas sehingga membawa konsekuensi yang sangatlah kuat di lapangan pendidikan2.

Berikut beberapa definisi matematika menurut Soedjadi yakni matematika adalah cabang ilmu pengetahuan eksak dan terorganisir secara sistematik, matematika adalah pengetahuan tentang bilangan dan kalkulasi, matematika adalah pengetahuan tentang penalaran logika dan berhubungan dengan bilangan, matematika adalah fakta-fakta kuantitatif dan masalah tentang ruang dan bentuk, matematika adalah pengetahuan tentang struktur-struktur logik, matematika adalah pengetahuan tentang aturan-aturan yang ketat3.

Matematika menjadi kebutuhan mendesak bagi sebagian besar masyarakat Indonesia, sehingga dalam perkembangannya matematika sangat dibutuhkan dalam kehidupan sehari-hari, misalnya:4

1

Herman Hudojo, Pengembangan Kurikulum Dan Pembelajaran Matematika. (Malang: Um Press, 2012), 37.

2 Turmudi, Landasan Filsafat dan Teori Pembelajaran Matematika Berpradigma Eksploratif dan Investigatif, (Jakarta Pusat: PT leuser Cita Pustaka: 2009) 4.

3 Soedjadi, Kiat Pendidikan Matematika di Indonesia, (Surabaya: Departemen

Pendidikan dan Kebudayaan Direktorat Jendral Pendidikan Tinggi, 1999). hal 9

4

Turmudi, Op. Cit., hal 20-21.

(22)

1. Matematika untuk kehidupan

Mengetahui matematika menjadi salah satu kepuasan bagi personal, bahkan dapat menjadi digdaya yang menopang sendi-sendi kehidupan sehari-hari. Hal ini dapat dilihat dari kejadian kecil, misalnya saja seseorang membutuhkan transaksi dalam hidupnya. Transaksi membutuhkan pengetahuan matematika berupa penjumlahan, pengurangan, perkalian dan pembagian. 2. Matematika merupakan bagian dari budaya

Matematika merupakan salah satu pencapaian prestasi kebudayaan, intelektual, serta peradaban manusia dan sebagai warga negara hendaknya mengembangkan suatu rasa untuk menghargai dan memahami pencapaian prestasi tersebut, termasuk aspek-aspek estetika dan aspek rekreasional dari matematika.

3. Matematika dibutuhkan di dunia kerja

Matematika yang dibutuhkan oleh warga negara yang cerdas telah meningkat secara drastis, juga dalam tingkat berpikir matematika dan pemecahan masalah diperlukan di dunia kerja di dalam bidang profesional yang terbentang dari bidang layanan kesehatan sampai desain grafik.

4. Matematika untuk masyarakat ilmiah dan masyarakat teknologi Ketika semua karir membutuhkan fondasi pengetahuan matematika, beberapa diantaranya memerlukan matematika secara intensif. Makin banyak orang yang harus mengejar jalur pendidikan yang akan mempersiapkan mereka untuk menjalani kehidupan yang lebih panjang sebagai ahli matematika, ahli statistika, insinyur dan ilmuwan.

B. Tinjauan tentang Kemampuan Siswa

(23)

kecakapan5. Berikut definisi kemampuan menurut Wikipedia bahasa Indonesia yang telah diperbaharui, yakni kemampuan adalah kapasitas seorang individu untuk melakukan beragam tugas dalam suatu pekerjaan, kemampuan juga dapat diartikan sebagai penilaian terkini atas apa yang dapat dilakukan oleh seseorang6.

Anggiat Sinaga dan Sri Hadiati dalam mendefinisikan kemampuan lebih pada keefektifan orang tersebut dalam melakukan segala macam pekerjaan7. Dari pendapat tersebut dikatakan bahwa seseorang yang memiliki kemampuan akan menunjukkan kemungkinan untuk melakukan banyak kegiatan/pekerjaan.

Istilah siswa dalam peraturan pemerintah Republik Indonesia merajuk pada anggota masyarakat yang berusaha mengembangkan potensi diri melalui proses pembelajaran yang tersedia pada jalur, jenjang dan jenis pendidikan tertentu8. Potensi diri dan keterampilan merupakan bekal yang pasti dimiliki oleh setiap individu untuk beradaptasi dalam situasi baru. Bekal ini dapat dikatakan sebagai kemampuan seseorang untuk menganalisa dengan sudut pandang yang berbeda, merekognisi ketidakkonsistenan, menganalisa pilihan informasi yang beragam dan menyusun informasi dengan akurat9.

Dari pernyataan-pernyataan di atas kemampuan siswa dapat diartikan sebagai kecakapan seorang siswa dalam rangka mengembangkan potensi yang ada dalam dirinya untuk semakin berkembang dan mencapai kesuksesan melalui proses pendidikan.

5Anisah, Zulkardi dan Darmawijoyo, “Pengembangan Soal Matematika Model Pisa

Pada Konten Quantity Untuk Mengukur Kemampuan Penalaran Matematis Siswa Sekolah

Menengah Pertama,” Kumpulan jurnal Lubuklinggau, (Lubuklinggau, 2011) 5.

6 Wikipedia Bahasa Indonesia, “Definisi Kemampuan”. Diperbarui Tanggal 24

Februari 2015, Diakses Pada Tanggal 09 Mei 2015 (06:25), Dengan Alamat http://id.m.wikipedia.org/wiki/kemampuan.

7

Id Tesis, diakses pada tanggal 19 Januari 2016 (11.45) dengan alamat https://idtesis.com/pengertian-kemampuan/

8 Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 32 Tahun 2013Tentang

Perubahan Atas Peraturan Pemerintah Nomor 19 Tahun 2005 Tentang Standar Nasional Pendidikan. (Pasal 1 : nomor 21)

9

(24)

C. Tinjauan Tentang Literasi Matematis Siswa 1. Pengertian literasi matematis

Literasi merupakan serapan dari kata dalam bahasa

Inggris „literacy’, yang artinya kemampuan untuk membaca

dan menulis. Namun seiring dengan berjalannya waktu, istilah literasi semakin berkembang. Misalnya untuk menyebut tiga golongan kelompok sesuai kecakapannya dalam membaca dan menulis. Golongan yang pertama yang belum bisa membaca atau dikatagorikan illiterat. Golongan

yang kedua yang sudah mampu „melek’ huruf atau

dikatagorikan kelompok aliterat, yakni mereka bisa membaca tetapi memilih untuk tidak menjadikan aktivitas membaca sebagai bagian dari tradisi hidupnya. Golongan yang ketiga literat, yakni yang telah menjadikan aktivitas membaca sebagai bagian dari kebudayaan hidupnya10.

Literasi sering diartikan keadaan „melek’terhadap suatu

kondisi.

Dewasa ini istilah literasi mengalami perkembangan makna. Makna literasi adalah praktik kultural yang berkaitan dengan persoalan sosial dan politik11. Sedangkan menurut Fletcher-Campbell et al., mengatakan bahwa literasi adalah sebuah konsep yang kompleks sehingga untuk mendapatkan kemampuan ini diperlukan proses yang juga rumit12. Selain mengalami pembaharuan makna kata literasi sering dipadukan dengan istilah lain. Misalnya kata literasi dipadukan dengan kata sains menjadi literasi sains, kata literasi dipadukan dengan kata komputer dikenal sebagai

literasi komputer, kemudian dikenal pula literasi virtual dan juga literasi matematis.

10Kholid A.Harras, “Membaca Dan Tradisi Pendidikan Kita”,

(Bandung: Unit Pers, 2003), 1.

11 Aulia Priangan, “Transformasi Makna Literasi.” Diakses pada 4 mei 2015

(08:37), diupload pada 18 februari 2015, dengan alamat

http://prianganaulia.blogspot.com/2014/02/transformasi-makna-literasi.html

12Syaifullah Fithri, “Penilaian Literasi Matematis Dalam Studi PISA” diakses pada

(25)

Literasi matematika menurut draft assessment framework PISA 2012 diartikan sebagai kemampuan seseorang untuk merumuskan, menerapkan dan menafsirkan matematika dalam berbagai konteks, termasuk kemampuan melakukan penalaran secara matematis dan menggunakan konsep, prosedur dan fakta untuk menggambarkan, menjelaskan atau memperkirakan fenomena/kejadian13.

Menurut Jan de Lange, literasi matematis (mathematical literacy) adalah suatu kecakapan yang dimiliki oleh seorang individu untuk mengidentifikasi dan memahami peran-peran yang dimainkan oleh matematika di dunia nyata, untuk membuat pendapat-pendapat yang cukup beralasan dan untuk menggunakan cara-cara yang ada di dalam matematika untuk memenuhi kebutuhan dirinya dalam kehidupan saat ini dan yang akan datang, seperti sesuatu kemampuan yang sifatnya membangun, menghubungkan, dan merefleksikan warga masyarakat (OECD)14. de Lange juga berpendapat bahwa “In essence, mathematics literacy is

emerging as the knowledge to know and apply basic mathematics in our everyday lives15” yang artinya literasi matematika adalah kebutuhan seperti halnya pengetahuan yang harus diketahui dan diterapkan berupa dasar-dasar matematika untuk kehidupan sehari-hari.

Ojose, mengungkapkan bahwa seseorang yang memiliki kemampuan literasi matematika akan dapat membuat perkiraan, menginterpretasikan data, menyelesaikan permasalahan sehari-hari, dapat menunjukkan kesimpulan dari suatu permasalahan dalam bentuk grafik dan geometri, dan dapat mengkomunikasikan matematika16.

13

OECD Publishing, Assessing Scientific, Reading And Mathematical Literacy. Browse_It Editions, (Paris, France : OECD Publishing, 2006), 12.

14Sitti Busyrah Muchsin, “Literasi Matematis Dalam PISA” Diakses Pada 4 mei

2015 (08:57), dipublikasikan pada November 2014, Dengan Alamat

https://sittibusyrahmuchsin.wordpress.com/2012/11/14/literasi-matematis-dalam-pisa/

15INTO: Irish National Teacher’s Organisation, Numeracy in the Primary School A

Discussion Paper, (EDUCATION CONFERENCE: 2013) 6

16

(26)

Sejalan dengan itu, menurut Kusumah, literasi matematis adalah kemampuan menyusun serangkaian pertanyaan, merumuskan, memecahkan, dan menafsirkan permasalahan yang didasarkan pada konteks yang ada17. Hal ini sangat jelas bahwa kemampuan literasi matematis dapat menunjang aktivitas belajar siswa.

Tidak jauh berbeda dengan Kusumah pengertian literasi matematis menurut Isnaini merupakan kemampuan siswa untuk dapat mengerti fakta, konsep, prinsip, operasi dan pemecahan matematika18. Dengan kata lain literasi matematis dapat diartikan sebagai level kemampuan individu dalam kaitan matematika dan dengan permainan matematika yang memunculkan mathematical reasoning dapat diselesaikan dengan menggunakan kemampuan dasar

matematika yang telah menjadi „skills’.

2. Pengaruh Literasi Matematis pada Aktivitas Pembelajaran Matematika

Telah dipaparkan sebelumnya bahwa pengertian

literasi adalah kondisi „melek’ seseorang tentang suatu hal.

Sedangkan kemampuan literasi matematis adalah

kemampuan seseorang untuk „melek’ terhadap matematika.

Pada pembelajaran matematika literasi merupakan istilah baru yang sangat menarik untuk dikembangkan. Tujuan literasi matematis secara umum adalah seperti halnya tujuan diadakannya studi PISA yaitu melihat sejauh mana penalaran matematis siswa, menunjukkan argumentasi matematis, berkomunikasi matematis dan memodelkan situasi matematis untuk menyelesaikan suatu permasalahan, kemudian merepresentasikannya kedalam simbol-simbol matematis dengan memanfaatkan teknologi yang ada.

17Yaya S. Kusumah. Literasi Matematis. Disajikan pada Seminar Nasional

Matematika, Universitas Bandar Lampung. (Lampung: 2012)

18 Isnaini, N. T.Membina Lomba Melek Matematika di Sekolah. Makalah

(27)

Menurut OECD matematisasi mengutamakan lima aspek: 19 (1) memulai dengan masalah yang mencerminkan kehidupan sehari-hari; (2) mengorganisir permasalahan kedalam konsep matematika; (3) secara bertahap menyederhanakan masalah, membuat generalisasi dan memformalkan; (4) memecahkan masalah matematis; (5) menafsirkan makna penyelesaian matematis dalam situasi nyata.

Adapun tujuan literasi memiliki kesesuaian dengan tujuan pembelajaran matematika pada Standart Isi (SI) yaitu agar siswa memiliki kemampuan sebagai berikut:20

a. memahami konsep matematika, menjelaskan keterkaitan antarkonsep dan mengaplikasikan konsep atau algoritma, secara luwes, akurat, efisien dan tepat, dalam pemecahan masalah

b. menggunakan penalaran pada pola dan sifat, melakukan manipulasi matematika dalam membuat generalisasi, menyusun bukti, atau menjelaskan gagasan dan pernyataan matematika

c. memecahkan masalah yang meliputi kemampuan memahami masalah, merancang model matematika, menyelesaikan model dan menafsirkan solusi yang diperoleh

d. mengomunikasikan gagasan dengan simbol, tabel, diagram, atau media lain untuk memperjelas keadaan atau masalah

e. memiliki sikap menghargai kegunaan matematika dalam kehidupan, yaitu memiliki rasa ingin tahu, perhatian, dan minat dalam mempelajari matematika, serta sikap ulet dan percaya diri dalam pemecahan masalah

19 Yaya S. Kusumah, Loc. Cit., u-6 20

(28)

Ketersesuaian antara tujuan pembelajaran matematika dengan tujuan literasi matematika menjadi suatu hal yang harusnya memudahkan siswa Indonesia untuk bersaing dalam studi internasional setara PISA. Hal ini juga harusnya didukung dengan fasilitas yang menunjang majunya pendidikan di Indonesia.

3. Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Kemampuan Literasi Matematis

Kemampuan siswa dipengaruhi oleh beberapa keadaan dam kondisi. Siswa dikatakan mampu apabila hasil belajar siswa telah dinilai cukup hingga membanggakan. Secara umum faktor-faktor yang mempengaruhi kemampuan matematis siswa adalah sebagai berikut:21

a. Faktor-faktor yang bersumber dari dalam diri manusia. Faktor ini dapat diklasifikasikan menjadi dua yaitu: 1. Faktor biologis

Faktor biologis meliputi usia, kematangan, dan kesehatan.

2. Faktor psikologis

Faktor psikologis meliputi kelelahan, suasana hati, motivasi, minat dan kebiasaan belajar.

b. Faktor-faktor yang bersumber dari luar diri manusia yang belajar. Faktor ini diklasifikasikan menjadi dua yaitu:

1. Faktor manusia lain

Faktor ini berupa gangguan dari individu lain yang membawa pengaruh negatif.

2. Faktor keadaan dan lingkungan selain manusia Faktor ini berupa keadaan alam, atau gangguan dari hewan dan lingkungan fisik.

21

(29)

4. Kompetensi-Kompetensi Literasi Matematis

Dalam studi PISA, disebutkan bahwa dalam kompetensi literasi matematis terdapat enam tahapan level pencapaian mulai dari yang rendah hingga tinggi, yakni:22 (1) menjawab pertanyaan dalam konteks umum, mengenali informasi dan menyelesaikan masalah dengan prosedur rutin; (2) menafsirkan dan mengenali situasi dalam konteks yang membutuhkan penarikan kesimpulan secara langsung; (3) melaksanakan prosedur secara tepat, menggunakan representasi dari berbagai sumber, menyatakan alasan yang digunakan, dan mengkomunikasikan interpretasi dan penalaran; (4) bekerja secara efektif dengan model dan konteks yang kongkrit yang dimilikinya, memilih dan memadukan semua jenis representasi dan mengamati keterkaitannya dengan dunia nyata; (5) bekerja dengan sebuah model dalam situasi yang kompleks, memahami semua persyaratan atau faktor pembatas (kendala)yang mungkin ada, memilih, membedakan dan menilai beberapa strategi untuk menyelesaikan masalah yang rumit terkait dengan model dengan menggunakan penalaran yang mendalam dan kemampuan koneksi matematis yang baik, melakukan proses refleksi dan mengkomunikasikan ide dan pikirannya, menerapkan pemahaman yang dalam dengan menggunakan strategi dan pendekatan baru secara mendalam, menafsirkan dan menyajikan argumentasinya; (6) melakukan konseptualisasi dan generalisasi dengan menggunakan informasi berdasarkan modeling dan penelaahan dalam suatu situasi yang kompleks, menghubungkan sumber informasi berbeda dengan fleksibel dan menerjemahkannya, bernalar secara matematika, menerapkan pemahamannya secara mendalam disertai penguasaan teknis operasi matematika, mengembangkan strategi dan pendekatan baru untuk menghadapi situasi baru, merumuskan dan mengkomunikasikan apa yang mereka temukan, serta mahir dalam penafsiran dan berargumentasi secara dewasa.

22

(30)

Selain itu, studi PISA menetapkan kompetensi siswa dibagi atas tiga aspek utama:23 (1) isi (struktur) materi yang diperoleh siswa; (2) proses yang dikerjakan siswa dalam menyajikan argumentasi; (3) reaksi siswa di saat mereka dihadapkan pada permasalahan dalam kehidupan sehari-hari yang dapat diselesaikan dengan model matematika dan perhitungan matematis.

Menurut sudut pandang lain, Jan de Lange menyebutkan kompetensi-kompetensi pencapaian dalam literasi matematika, yaitu: (1) mathematical thinking and reasoning (berpikir dan penalaran matematika); (2)

mathematical argumentation (argumentasi matematika); (3)

mathematical communication (komunikasi matematika); (4)

modeling (pemodelan); (5) problem solving (memecahkan masalah); (6) representation (menerjemahkan atau merepresentasikan); (7) symbols (mengunakan simbol); (8)

tools and technology (memanfaatkan alat dan teknologi)24.

5. Indikator Pencapaian Literasi Matematis

Kompetensi literasi matematis dalam penelitian ini menggunakan pendapat J. de Lange yang dikembangkan menjadi indikator-indikator. Adapun indikator dari kompetensi-kompetensi dalam literasi matematis adalah sebagai berikut:

a. Mathematical thinking and reasoning (berfikir dan penalaran matematika)

Adapun indikator pencapaian untuk berfikir dan penalaran matematika menurut Nani Ratnaningsih adalah sebagai berikut:25

23

Ibid., h u-9

24Jan De Lange , “Mathematics For Literacy”, Quantitative Literacy: Why

Numeracy Matters For Schools And College, The National Council on Education and the Disciplines, (Princeton, 2003), 77.

25 Erik Santoso, “Kompetensi Matematis”, Diakses Pada Tanggal 26 Maret 2015

(31)

1. menarik kesimpulan yang logis

2. memberikan penjelasan dengan menggunakan model, fakta, sifat-sifat, dan hubungan

3. memperkirakan jawaban dan proses solusi

4. menggunakan pola dan hubungan untuk menganalisis situasi matematis, menarik analogi dan generalisasi

5. menyusun dan menguji konjektur, memberikan lawan contoh (counter examples)

6. mengikuti aturan inferensi 7. memeriksa validitas argumen 8. menyusun argumen yang valid

9. menyusun pembuktian langsung, tak langsung dan menggunakan induksi matematika.

Menurut Peraturan Dirjen Dikdasmen Depdiknas Nomor 506/C/Kep/PP/2004 tanggal 11 November 2004 tentang rapor kriteria siswa memiliki kemampuan penalaran matematika adalah mampu:26

1. mengajukan diagram.

2. melakukan manipulasi matematika.

3. menarik kesimpulan, menyusun bukti, memberikan alasan atau bukti terhadap kebenaran solusi.

4. menarik kesimpulan dari pernyataan. 5. memeriksa kestabilan argumen.

6. menemukan pola atau sifat gejala matematis untuk membuat generalisasi.

Dari beberapa penjabaran penulis mengkhususkan, siswa yang menunjukkan cara berfikir dan bernalar matematis dapat dilihat dengan indikator yaitu:

1. siswa dapat menganalisis situasi matematis dengan membuat pola dan hubungan untuk menarik analogi serta generalisasi

2. siswa dapat memberikan alasan mengenai pola dan hubungan yang mereka buat

3. siswa dapat menunjukkan kesimpulan dari suatu pernyataan dan menjelaskan dengan logis

26

(32)

b. Mathematical argumentation (argumentasi matematika)

Adapun indikator pencapaian untuk siswa dalam berargumen matematis menurun Jan de Lange adalah sebagai berikut:27

1. mengetahui apa yang dibuktikan secara matematis dan bagaimana pembuktian tersebut berada dari pembuktian-pembuktian secara matematis yang lainnya.

2. mengikuti dan menilai rangkaian argumen-argumen secara matematis dari tipe-tipe yang berbeda. 3. memiliki suatu perasaan yang heuristik, yaitu apa

yang dapat terjadi, apa yang tidak dapat terjadi, dan mengapa.

4. membuat argument-argumen secara matematis. Indikator siswa berargumentasi matematis dalam penelitian ini adalah siswa mampu membuat argumen matematis yang logis dan dapat dipertanggung jawabkan alasannya.

c. Mathematical communication (komunikasi matematika)

Adapun indikator pencapaian untuk siswa dalam berkomunikasi secara matematis menurut Nani Ratnaningsih adalah sebagai berikut:28

1. menghubungkan benda nyata, gambar dan diagram ke dalam ide matematika

2. menjelaskan ide, situasi, dan relasi matematik, secara lisan atau tulisan, dengan benda nyata, gambar, grafik dan aljabar, menyatakan peristiwa sehari-hari dalam bahasa atau simbol matematika

3. mendengarkan, berdiskusi, dan menulis tentang matematika

4. membaca dengan pemahaman suatu presentasi matematika tertulis

5. membuat konjektur, menyusun argumen, merumuskan definisi, dan generalisasi

27

Sitti Busyrah Muchsin, Loc. Cit,.

28

(33)

6. menjelaskan dan membuat pertanyaan tentang matematika yang telah dipelajari.

Sedangkan indikator kemampuan siswa dalam komunikasi matematis pada pembelajaran matematika menurut NCTM dapat dilihat dari :29

1. kemampuan mengekspresikan ide-ide matematika melalui lisan, tertulis, dan mendemonstrasikannya serta menggambarkannya secara visual

2. kemampuan memahami, menginterpretasikan, dan mengevaluasi ide-ide matematika baik secara lisan maupun dalam bentuk visual lainnya

3. kemampuan dalam menggunakan istilah-istilah, notasi-notasi matematika dan struktur-strukturnya untuk menyajikan ide, menggambarkan hubungan-hubungan dan model-model situasi.

Indikator kemampuan siswa dalam berkomunikasi yang digunakan dalam penelitian ini adalah sebagai berikut:

1. siswa mampu mengekspresikan ide-ide matematika dalam bentuk tulisan dan memvisualisasikannya kedalam gambaran-gambaran yang sederhana. 2. siswa mampu menghubungkan benda nyata, gambar

dan diagram ke dalam ide matematika d. Modeling (pemodelan)

Adapun indikator pencapaian untuk siswa dalam pemodelan matematis menurut Jan de Lange adalah sebagai berikut:30

1. menstrukturkan situasi yang akan dimodelkan. 2. matematisasi, yaitu menerjemahkan dari realitas ke

matematika.

3. dematematisasi, yaitu mengintepretasikan model-model matematika dari realitas.

4. memodelkan bekerja dalam domain matematika. 5. memvalidasi model.

6. merefleksikan, menganalisis, dan memberikan kritik terhadap model-model, dan hasil-hasil model.

29

Ibid,.

30

(34)

7. mengkomunikasikan model dan hasil-hasilnya 8. memonitor dan mengontrol proses pemodelan.

Indikator kemampuan siswa dalam kompetensi modeling yang digunakan dalam penelitian ini adalah siswa mampu menyajikan fenomena matematis dalam bentuk model matematis, serta menunjukkan model-model matematis dari realitas yang ada.

e. Problem solving (memecahkan masalah)

Indikator pencapaian siswa dalam memecahkan masalah menurut Polya adalah sebagai berikut sesuai dengan tahapan pemecahan masalah:31

1. langkah memahami masalah (understanding the problem )

a. nyatakan masalah dalam bahasa sendiri b. tentukan apa yang diketahui

c. tentukan informasi apa yang dibutuhkan berkaitan dengan kondisi soal

2. langkah merencanakan penyelesaian ( devising a plan )

a. buat gambar atau notasi yang sesuai

b. pernahkah ada contoh soal sejenis dalam bentuk lain

c. susunlah data dalam tabel, diagram atau bentuk yang lain

d. sederhanakan masalah dan lihat apakah pernah ada soal serupa

e. hubungkan soal tersebut dengan soal yang serupa, selesaikan

3. melakukan perhitungan ( carrying out the plan )

laksanakan rencana, dan lihat apakah rencana yang dilaksanakan langkah-langkahnya sudah benar 4. memeriksa kembali hasil ( looking back )

a. selidiki apakah penyelesaian sudah benar dengan cara melihat sekilas

b. selidiki dengan menggunakan cara yang berbeda c. menyelesaikan soal yang serupa menggunakan

cara tersebut

31

(35)

d. menggunakan negasi dari jawaban yang dianggap benar

Indikator pencapaian siswa dalam menyelesaikan permasalahan matematika dalam penelitian ini adalah sebagai berikut:

1. siswa mampu mengajukkan formula (rumusan) dan menetapkan penyelesaian dari suatu masalah

2. siswa dapat mengidentifikasi masalah, dan membuat rencana penyelesaian

3. siswa dapat membuat rencana penyelesaian dengan tepat

4. siswa dapat menyelesaikan permasalahan dan menyimpulkannya

f. Representation (menerjemahkan/merepresentasikan)

Adapun indikator pencapaian untuk siswa mampu merepresentasi Matematik menurut Nani Ratnaningsih meliputi:32

1. menciptakan dan menggunakan representasi untuk mengatur, mencatat dan mengkomunikasikan ide-ide matematik.

2. memilih, mengaplikasikan dan mengubah representasi untuk memecahkan masalah

3. menggunakan representasi sebagai model dan menginterpretasikan fisik, sosial, dan fenomena matematik.

Menurut Jan de Lange indikator pencapaian siswa dalam kemampuan representasi adalah sebagai berikut:33 1. memahami, menginterpretasikan dan membedakan

bentuk-bentuk representasi yang berbeda dari objek-objek dan situasi-situasi matematika, dan memahami hubungan timbal balik antar berbagai bentuk representasi

2. memilih dan mengubah bentuk-bentuk representasi yang berbeda menurut situasi dan tujuan

32

Erik Santoso, Loc. Cit,.

33

(36)

Indikator kemampuan siswa dalam kemampuan representasi yang digunakan dalam penelitian ini adalah sebagai berikut:

1. siswa dapat menggunakan representasi untuk mengatur, mencatat, dan mengkomunikasikan ide-ide matematika kedalam visualisasi berupa tulisan 2. siswa dapat menunjukkan hubungan timbal balik dan

menggunakan representasi sesuai dengan situasi dan tujuan

g. Symbols (mengunakan simbol)

Adapun indikator pencapaian untuk siswa mampu menggunakan simbol dan bahasa yang formal menurut Jan de Lange adalah sebagai berikut:34

1. memahami dan menginterpretasikan bahasa simbolik dan formal dan memahami hubungannya dengan bahasa yang biasa dipakai

2. menterjemahkan dari bahasa yang sehari-hari dipergunakan ke bahasa simbolik atau formal 3. memahami pernyataan-pernyataan dan

ekspresi-ekspresi yang memuat simbol-simbol dan rumus-rumus

4. menggunakan variabel, menyelesaikan persamaan, dan melakukan perhitungan

Indikator kemampuan siswa dalam kompetensi penggunaan simbol dalam penelitian ini adalah siswa mampu menggunakan simbol-simbol matematis dengan melakukan perhitungan dengan simbol yang formal misalnya operasi hitung atau mennggunakan pola-pola bilangan.

h. Tools and technology (memanfaatkan alat dan teknologi)

Adapun indikator pencapaian untuk siswa mampu memanfaatkan alat dan teknologi adalah Siswa dapat menggunakan alat bantu, dan teknologi pada saat yang tepat dalam pembelajaran matematika.

34

(37)

6. Indikator ketercapaian literasi matematis

Dari beberapa indikator-indikator sesuai kompetensi yang telah dijabarkan di atas, penulis dalam penelitian ini mengadopsi beberapa indikator untuk menunjukkan kemampuan literasi matematis siswa diantaranya adalah sebagai berikut:

1. siswa dapat menganalisis situasi matematis dengan membuat pola dan hubungan untuk menarik analogi serta generalisasi

2. siswa dapat memberikan alasan mengenai pola dan hubungan yang mereka buat

3. siswa dapat menunjukkan kesimpulan dari suatu pernyataan dan menjelaskan dengan logis

4. siswa dapat membuat argumen matematis yang logis dan dapat dipertanggung jawabkan alasannya.

5. siswa mampu mengekspresikan ide-ide matematika dalam bentuk tulisan dan memvisualisasikannya kedalam gambaran-gambaran yang sederhana

6. siswa dapat menghubungkan benda nyata, gambar dan diagram ke dalam ide matematika

7. siswa mampu menyajikan fenomena matematis dalam bentuk model matematis, serta menunjukkan model-model matematis dari realitas yang ada

8. siswa mampu mengajukan formula (rumusan) dan menetapkan penyelesaian dari suatu masalah

9. siswa dapat mengidentifikasi masalah, dan membuat rencana penyelesaian

10. siswa dapat membuat rencana penyelesaian dengan tepat 11. siswa dapat menyelesaikan permasalahan dan

menyimpulkannya

12. siswa dapat menggunakan representasi untuk mengatur, mencatat, dan mengkomunikasikan ide-ide matematika kedalam bentuk visualisasi berupa tulisan

13. siswa dapat menunjukkan hubungan timbal balik dan menggunakan representasi sesuai dengan situasi dan tujuan

(38)

formal, misalnya operasi hitung atau menggunakan pola-pola bilangan

15. siswa dapat menggunakan alat bantu dan teknologi pada saat yang tepat dalam pembelajaran matematika

D. Tinjauan tentang Gender

1. Pengertian Sex

Sex dalam pandangan orang dengan porsi pendidikan rendah sering diartikan dalam kata negatif. Namun, makna sesungguhnya secara umum adalah istilah kata yang digunakan untuk mengidentifikasi perbedaan laki-laki dan perempuan dari segi anatomi35. Sex menunjukkan jenis kelamin seseorang. Istilah sex mengacu pada aspek biologi seseorang, meliputi perbedaan komposisi kimia dan hormon dalam tubuh seseorang, menunjukkan anatomi fisik tubuh seseorang, reproduksi dan karakteristik biologis lainnya36.

Sex atau jenis kelamin dipahami sebagai suatu pelabelan yang tidak bisa dipertukarkan antara laki-laki dan perempuan37. Hal ini dibedakan dengan perempuan mengalami haid, melahirkan dan menyusui, dimana pekerjaan ini tidak bisa dilakukan oleh laki-laki. Seperti halnya laki-laki memiliki jakun, dada bidang dan sperma yang tidak mungkin dihasilkan oleh perempuan38. Istilah sex

bersifat kodrati atau berasal dari tuhan.

Secara garis besar istilah sex dipahami dengan pemaknaan terhadap jenis kelamin bersifat biologis, alamiah dan tidak bisa diubah dalam kondisi, situasi, dan budaya serta tradisi apapun. Namun pemahaman sex yang sesungguhnya tidak mengenal batas ruang dan waktu39.

35

Nasaruddin Umar, Argumen kesetaraan gender perspektif islam, (Jakarta Selatan: Paramedina, 2001), 35.

36 Ibid,.

37 Eni Purwati, dan Hanun Asrohah, Bias Gender Dalam Pendidikan Islam,

(Surabaya: alpha Surabaya, 2005), 14.

38

Ibid,.

39

(39)

2. Pengertian Gender

Kata gender berasal dari bahasa inggris gender yang berarti jenis kelamin40. Namun istilah gender ini memiliki makna yang kurang tepat jika diartikan dalam artian jenis kelamin. Istilah gender dapat diartikan sebagai suatu konsep kultural yang berupaya membuat pembedaan (distinction) dalam hal peran, prilaku, mentalitas, dan karakteristik emosional antara laki-laki dan perempuan yang berkembang dalam masyarakat41.

Gender adalah suatu konsep yang digunakan untuk mengidentifikasi perbedaan laki-laki dan perempuan dilihat dari segi sosial-budaya. Jadi gender lebih mengartikan laki-laki menurut sudut pandang non-biologis42.

Gender adalah behavioral difference antara laki-laki dan perempuan yang socially constructed, yakni sesuatu yang diciptakan melalui proses sosial dan budaya yang panjang, bukan kodrat dan bukan ciptaan tuhan43.

Bagi Mansoer Fakih, gender merupakan suatu sifat yang melekat pada kaum laki-laki dan perempuan yang dikonstruksi secara sosial dan kultural. Misalnya perempuan itu biasanya dikenal lebih lembut, cantik, emosional, dan keibuan. Sementara laki-laki dianggap kuat, rasional, jantan dan perkasa. Oleh karena itu, ada tiga karakteristik yang bisa dikedepankan dalam gender. Pertama, gender adalah sifat-sifat yang bisa dipertukarkan, misalnya laki-laki yang lembut dan perempuan yang macho. Kedua, adanya perubahan yang terjadi dari waktu ke waktu dan dari tempat ketempat yang lain. Misalnya pada zaman dahulu disuatu suku tertentu perempuan lebih kuat daripada laki-laki. Ketiga, dari kelas ke kelas masyarakat yang lain juga berbeda. Misalnya perempuan kelas bawah dipedesaan dipandang lebih kuat daripada laki-laki kaya diperkotaan. Tiga konsep inilah yang

40 John M. Echols dan hasan sadily, kamus inggris indonesia, (Jakarta: gramedia,

1983), 265.

41 Helen Tierney (ed), Women’s Studies Encyclopedia, vol 1, (New York: Green

Wood Press 1999), 153.

42

Nassaruddin Umar, Op. Cit,. 35.

43

(40)

dikenal dengan istilah gender44.

3. Perbedaan Sex dan Gender

Pemaparan kedua istilah sex dan gender di atas memunculkan kharakteristik dari kedua istilah yang nenunjukkan perbedaan diantara keduanya. Sex adalah bagian dari gender. Sex dapat dikatakan gender namun dari sudut pandang biologis, sedangkan gender sendiri merupakan pandangan non-biologis untuk memaknai jenis kelamin.

Studi gender lebih menekankan perkembangan aspek maskulinitas (masculinity/rujuliyah) atau feminitas (femininity/nisa’iyyah) seseorang. Hal ini berbeda dengan studi sex yang menekankan perkembangan aspek biologis dan komposisi kimia dalam tubuh laki-laki (maleness/zhukuraah) dan perempuan(femaleness/unutsah)45. Perbedaan istilah mengenai sex dan gender dikarenakan persepsi yang berkembang di dalam masyarakat menganggap perbedaan gender (gender difference) sebagai akibat dari perbedaan sex (sex difference). Sehingga pembagian peran dan kerja secara seksual dipandang sebagai suatu hal yang wajar. Akan tetapi belakangan ini disadari bahwa tidak mesti perbedaan sex menyebabkan ketidak adilan gender (gender inequality)46.

Dengan demikian pandangan gender yang digunakan dalam penelitian ini mengacu pada perbedaan sex secara biologis yakni laki-laki dan perempuan yang bertujuan untuk melihat ada atau tidaknya perbedaan diantara keduanya dalam hal kemampuan literasi matematis siswa yang seharusnya masuk kedalam lingkup gender.

44 Ibid., 15-16 45

Nasaruddin Umar, Op. Cit., 36

46

(41)

4. Perspektif Gender dan Kaitannya dengan Kemampuan Siswa

Perspektif gender menjadikan sebuah jarak atau adanya perbedaan dalam gender. Pendapat dari sebagian masyarakat Indonesia masih mempercayai bahwa laki-laki dan perempuan memiliki tingkatan yang berbeda dalam hal kelayakan mendapatkan pendidikan. Keadaan seperti inilah yang kemudian membuat Indonesia kurang bagus dalam hal keterlaksanaan tujuan pendidikan nasional.

Pendidikan menurut Athiyah, Wardiman Djojonegoro merupakan hak bagi setiap individu yang hidup di dunia ini yang disebut juga dengan istilah pendidikan kerakyatan. Pendidikan kerakyatan adalah perlakuan dan kesematan yang sama dalam pendidikan dalam setiap jenis kelamin dan tingkat ekonomi, sosial, politik, agama, dan lokasi geografis publik47. Dalam Al-Qur’an juga telah dikaji tentang kesetaraan gender dalam masalah pendidikan yakni kesetaraan gender yaang idel dan memberikan ketegasan bahwaprestasi individual, baik dalam bidang spiritual maupun urusan karier profesional, tidak mesti dimonopoli oleh salah satu jenis kelamin saja, laki-laki dan perempuan memiliki kesempatan yang sama meraih prestasi secara optimal48.

Kesetaraan gender merupakan suatu kebenaran dan dianggap penting keberadaannya. Oleh karena itu, kemampuan antara laki-laki dan perempuan pada dewasa ini telah dianggap suatu hal yang setara. Banyak sekolah bermutu yang menjadi cerminan mutu pendidikan siswa baik itu gender laki-laki maupun perempuan. Namun tak lepas dari kecenderungan pola pikir perempuan yang didominasi perasaan daripada rasio memperlihatkan bahwa perempuan cenderung sensitif, berbeda dengan laki laki yang lebih rasional49. Hal ini yang kemudian mendasari munculnya perbedaan kapasitas kemampuan pikir dari seorang laki-laki dan perempuan.

47 Eni Purwati, dan Hanun Asrohah, Op. cit., 30. 48

Nasaruddin Umar, Op. Cit., 265.

49

(42)

Pada beberapa riset menunjukkan bahwa adanya kemungkinan besar perbedaan jenis kelamin juga mempunyai kaitan biologis terhadap kemampuan otak. Analisis Moir dan Jessel mengatakan bahwa otak perempuan memproses informasi dengan cara yang berbeda, yang kemudian menghasilkan perbedaan persepsi, prioritas kebutuhan dan tingkah laku50.

Pada riset lain menunjukkan perempuan lebih labil daripada laki-laki yang pada umumnya stabil, yakni ketika perempuan dengan motivasi berprestasi matematis yang tinggi terlibat dalam tugas pemecahan masalah pada kelompok berjenis kelamin campur, kemampuan mereka lebih buruk dibanding kemampuan mereka saat berada dalam kelompok dimana semua anggotanya adalah perempuan, sedangkan performa laki-laki tidak terpengaruh. Faktanya dalam situasi dimana anggota kelompok heterogen (laki-laki dan perempuan menjadi satu) lebih mengancam bagi perempuan51. Perbedaan gender dalam keahlian matematika cenderung kecil. Jika ada perbedaan gender dalam kemampuan metematika, perbedaan itu tidak sama dalam semua konteks. Siswa laki-laki lebih bagus dalam perhitungan pengukuran, sains dan olahraga. Siswa perempuan lebih bagus dalam perhitungan yang berhubungan dengan tugas-tugas tradisional perempuan, seperti memasak dan menjahit52.

50

Reni Akbar Hawadi, Akselerasi A-Z Informasi program percepatan belajar dan anak berbakat intelektual (Jakarta: PT Gramedia Widiasarana Indonesia, 2006), 130.

51Robert A. Baron dan Donn Byrne, Psikologi Sosial jilid 1, (Jakarta: Penerbit

Erlangga, 2004). hal 191

52Galuh Budi H, Skripsi SI: “Hubungan Efikasi Diri Dalam Perspektif Gender

(43)

E. Tinjauan tentang Kemampuan Literasi Matematis Siswa dalam Perspektif Gender

Selama masa sekolah dasar ada bukti kuat bahwa perempuan lebih unggul ketimbang laki-laki dalam hal membaca dan menulis. Dalam studi nasional baru-baru ini, perempuan punya prestasi lebih tinggi dibanding laki-laki di grade 4, 8, dan 12, dan selisih ini terus melebar seiring dengan kenaikan murid di sekolah53. Namun pada jenjang sekolah menengah pertama biasanya kemampuan siswa laki-laki mengalami perkembangan lebih bagus daripada siswa perempuan.

Pada studi PISA menunjukkan dari beberapa negara performance laki-laki cenderung lebih unggul daripada perempuan. Hal ini dapat dilihat pada data yang didapatkan pada studi PISA 2006 dan 2009. Pada Studi PISA tahun 2006 laki-laki lebih unggul pada 35 negara dari jumlah negara keseluruhan yaitu 57 negara yang ikut berpartisipasi. Pada 21 negara yang ikut berpartisipasi menunjukkan tidak adanya perbedaan antara laki-laki dan perempuan, dan selebihnya perempuan lebih unggul daripada laki-laki54. Sedangkan pada studi PISA 2009 dari keseluruhan 65 negara yang berpartisipasi ada 35 negara yang cenderung menguntungkan untuk siswa laki-laki dan 5 negara yang ikut berpartisipasi dominan pada perempuan, dan 30 negara yang ikut berpartisipasi tidak menunjukkan perbedaan yang signifikan pada siswa laki-laki dan perempuan55.

Kecenderungan siswa laki-laki lebih unggul dibanding dengan siswa perempuan pada kemampuan literasi matematis ini berkaitan dengan aspek kejiwaan. Yakni (1) betapapun baik dan cemerlangnya intelegensi perempuan, namun pada intinya perempuan hampir tidak mempunyai ketertarikan yang menyeluruh pada soal-soal yang teoritis seperti kaum laki-laki; (2) kaum perempuan itu lebih praktis, lebih langsung dan meminati segi-segi kongkret dan segera. Kaum perempuan tertarik pada kehidupan berumah tangga, kehidupan sehari-hari dan kejadian-kejadian yang berlangsung disekitar rumah tangganya. Sedangkan

53 John W. Santrock, Psikologi Pendidikan Edisi Dua, (Jakarta: Kencana, 2008),

199.

54

Oecd, Op. Cit., 54.

55

(44)

kaum pria pada umumnya hanya mempunyai ketertarikan pada latar belakang teoritis, jika sesuai dengan minatnya dan jika ada kaitannya dengan dirinya sendiri. Secara ringkas, perempuan lebih dekat pada masalah-masalah kehidupan yang praktis dan kongret, sedangkan kaum laki-laki lebih tertarik pada segi-segi kejiwaan yang bersifat abstrak56.

56A.N, Zullifah Qurotu, Sekripsi SI: “Identifikasi kemampuan berpikir kritis siswa

SMP Dalam Memecahkan Masalah Matematika Ditinjau Dari Perbedaan Kemampuan

(45)

BAB III

METODE PENELITIAN

A. Jenis Penelitian

Penelitian ini termasuk ke dalam penelitian deskriptif

dengan pendekatan kuantitatif. Penelitian deskriptif dengan pendekatan kuantitatif ini nantinya akan bertujuan untuk menggambarkan situasi/kejadian secara faktual, sistematis dan akurat dengan menggunakan data-data kualitatif yang dikuantitatifkan kemudian dideskripsikan untuk menganalisis dan menghasilkan gambaran yang mendalam tentang kemampuan literasi matematis siswa dalam perspektif gender.

Penelitian deskriptif merupakan penelitian yang menghasilkan data deskriptif berupa kata-kata tertulis atau lisan dari orang-orang atau perilaku yang dapat diamati1. Kemudian dengan pendekatan kuantitatif bertujuan untuk menjawab permasalahan melalui teknik pengukuran yang cermat terhadap variabel-variabel tertentu, sehingga menghasilkan kesimpulan yang dapat digeneralisasikan2.

B. Populasi dan Sampel Penelitian

Populasi dalam penelitian ini adalah siswa kelas IX di MTs Unggulan Al-Jadid pada tahun ajaran 2015-2016. Sampel dalam penelitian ini mengambil 2 siswa laki-laki dan 2 siswa perempuan secara acak pada kelas yang homogen.

C. Tempat dan Waktu Penelitian

Penelitian ini dilakukan pada tanggal 13 Agustus 2015, di MTs. Unggulan Al-Jadid Waru, Sidoarjo selama 60 menit.

1Lexy J Moleong,MetodologiPenelitianKualitatif, (Bandung: Remaja

Rosdakarya, 1996), 3.

2

Zainal Arifin, Penelitian Pendidikan, (Bandung: Remaja Rosdakarya, 2012),29.

Gambar

Tabel 3.1 Lembar Penilaian Instrumen Tes Literasi Matematis ...............  37
grafik dan aljabar, menyatakan peristiwa sehari-hari
Tabel 3.1 Lembar penilaian instrumen tes kemampuan literasi matematis
nyata, gambar dan diagram ke
+7

Referensi

Dokumen terkait

Kemampuan siswa dalam matematika tidak hanya sekedar berhitung, tetapi siswa mampu menggunakannya dalam pemecahan masalah sehari-hari. Kemampuan literasi matematis

Hasil penelitian penelitian menunjukkan bahwa (1) kemampuan komunikasi matematis subjek prestasi tinggi menempati kategori sedang karena mampu menyelesaikan

1. Kemampuan komunikasi matematis peserta didik laki-laki dalam menyelesaikan soal cerita materi pokok aritmatika sosial pada kelas VII SMPN 1 Sumbergempol sudah

1) S2 hanya sesekali mendapatkan soal dengan model soal cerita yang di konsepkan pada kegiatan sehari-hari, sehingga kemampuan menalar dan menafsirkan soal ke

Kemampuan komunikasi matematis siswa rendah dalam menyelesaikan soal HOTS level evaluasi kurang mampu memenuhi 4 indikator kemampuan komunikasi matematis yaitu: a kurang mampu mengatur

Hal ini ditunjukkan dengan subjek 1 dalam menyelesaikan soal Himpunan yang diberikan oleh peneliti pada soal nomor 1 mampu memenuhi semua indikator kemampuan representasi matematis

Hasil penelitian menunjukkan bahwa subjek dengan kemampuan literasi numerasi kategori tinggi mampu memecahkan masalah menggunakan simbol dan angka, mampu menganalisis informasi yang

Kemampuan komunikasi matematis siswa tinggi dalam menyelesaikan soal HOTS level evaluasi mampu memenuhi 4 indikator kemampuan komunikasi matematis yaitu: a mampu mengatur serta