• Tidak ada hasil yang ditemukan

ANALISIS HUKUM ISLAM TERHADAP PENGUPAHAN PENGGARAPAN SAWAH DI DESA SUMBERREJO KECAMATAN WONOAYU KABUPATEN SIDOARJO.

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "ANALISIS HUKUM ISLAM TERHADAP PENGUPAHAN PENGGARAPAN SAWAH DI DESA SUMBERREJO KECAMATAN WONOAYU KABUPATEN SIDOARJO."

Copied!
87
0
0

Teks penuh

(1)

ANALISIS HUKUM ISLAM TERHADAP PENGUPAHAN

PENGGARAPAN SAWAH DI DESA SUMBERREJO

KECAMATAN WONOAYU KABUPATEN SIDOARJO

SKRIPSI

Oleh:

Achmad Nadiful Alim NIM. C02211003

Universitas Islam Negeri Sunan Ampel Surabaya

Fakultas Syari’ah dan Hukum

Jurusan Hukum Perdata Islam Prodi Hukum Ekonomi Syari’ah (Muamalah)

(2)

ANALISIS HUKUM ISLAM TERHADAP PENGUPAHAN PENGGARAPAN SAWAH DI DESA SUMBERREJO KECAMATAN WONOAYU KABUPATEN SIDOARJO

SKRIPSI

Diajukan kepada

Universitas Islam Negeri Sunan Ampel Untuk Memenuhi Salah Satu Persyaratan dalam Menyelesaikan Program Sarjana Strata Satu

Ilmu Syari’ah dan Hukum

Oleh

AchmadNadifulAlim NIM. C02211003

Universitas Islam Negeri Sunan AmpelFakultas Syari’ah dan HukumSurabaya

Jurusan Hukum Perdata Islam Prodi Hukum Ekonomi Syariah (Muamalah)

(3)
(4)
(5)

ABSTRAK

Skripsi ini bertujuan menjawab pertanyaan diantaranya adalah: (1) Bagaimana mekanisme terhadap pengupahan penggarapan sawah di Desa Sumber rejo Kecamatan Wonoayu Kabupaten Sidoarjo (2) Bagaimana analisis hokum Islam terhadap pengupahan penggarapan sawah di Desa Sumber rejo Kecamatan Wonoayu Kabupaten Sidoarjo.

Untuk menjawab pertanyaan di atas, maka penulis menggunakan teknik pengumpulan data melalui wawancara terhadap pihak terkait, kemudian dianalisis menggunakan teknik

verifikatif-induktif. Teknik verikatif yaitu memverifikasi (menguji)

data lapangan tentang pengupahan penggarapan sawah kemudian ditarik kesimpulan secara umum yang telah dideskripsikan kesesuaiannya dengan hukum Islam. Teknik induktif, yaitu cara menyimpulkan yang diperoleh dengan mengemukakan hal-hal yang bersifat khusus tentang pengupahan penggarapan sawah kemudian ditarik kesimpulan secara umum.

Hasil penelitian ini menyimpulkan bahwa, pelaksanaan kerjasama pengupahan penggarapan sawah yang telah terjadi di Desa Sumberrejo Kecamatan Wonoayu Kabupaten Sidoarjo yang dimana Bapak Sumarno memberikan modal kepada Bapak Mislan dan Bapak Rojik sebasar Rp 1.300.000 untuk keperluan penggarapan sawah dan Bapak Sumarno akan memberikan upah sesudah panen, kemudian sawah Bapak Sumarno ketika panen mendapatkan 10 karung kemudian dijual kepada tengkulak Rp 1.900.000 pemilik sawah mendapat Rp 1.000.000 sedangkan upah penggarap sawah Rp 900.000 kalau dipersentase yaitu 60%:40% kemudian yang 40 dibagi 2 orang yaitu 50%:50% jadi masing-masing penggarap mendapatkan Rp 450.000.Sejalan dengan kesimpulan diatas, hukumya menjadi fasid, karena mu’jir

memberikan upah kepada musta’jir sesudah hasil panen dan dalam prakteknya terdapat syarat yang tidak terpenuhi yaitu mengenai syarat menjelaskan tentang ketentuan upah yang harus diberikan kepada pekerja.

(6)

DAFTAR ISI

Halaman

SAMPUL DALAM ... i

PERNYATAAN KEASLIAN ... ii

PERSETUJUAN PEMBIMBING ... iii

PENGESAHAN ... …..iv

MOTTO ... v PERSEMBAHAN ... ….vi

ABSTRAK ... vii

KATA PENGANTAR ... viii

DAFTAR ISI ... x

DAFTAR TABEL ... xii

DAFTAR TRANSLITERASI ... xiii

BAB I PENDAHULUAN A. LatarBelakangMasalah ... 1

B. IdentifikasiMasalah ... 9

C. RumusanMasalah ... 10

D. KajianPustaka ... 10

E. TujuanPenelitian ... 14

F. KegunaanHasilPenelitian ... 14

G. DefinisiOperasional ... 15

H. MetodePenelitian ... 16

I. SistematikaPembahasan ... 19

BAB II HUKUM ISLAM TENTANGIJA>RAH DANUJRAH A. PengertianIja>rah ... 22

B. DasarHukumIja>rah ... 25

C. RukundanSyaratIja>rah ... 29

D. Macam-MacamIja>rah ... 33

(7)

F. BerakhirnyaIja>rah ... 35 G. PengertianUjrah ... 36 H. DasarHukumUjrah ... 37 I. RukundanSyaratUjrah ………...

39

J. Macam-MacamUjrah……….

44

BAB III DESKRIPSI PENGUPAHAN PENGGARAPAN SAWAH DI

DESA SUMBERREJO KECAMATAN WONOAYU

KABUPATEN SIDOARJO

A. DeskripsiTentangLokasiPenelitian ... 47 1. KeadaanGeografisDesaSumberrejo ... 47 2. KedaanPendudukdanSosialEkonomiDesaSumberrejo ….

49

3. SaranadanPrasanaDesaSumberrejo ... 51 4. AasalUsulNamaDesaSumberrejo ... 54

B. MekanismePengupahanPenggarapanSawah Di

DesaSumberrejoKecamatanWonoayuKabupatenSidoarjo 54 C. PermasalahanpembagianUpahPenggarapanSawah Di

DesaSumberrejoKecamatanWonoayuKabupatenSidoarjo 60 BAB IV ANALISIS HUKUM ISLAM TERHADAP PENGUPAHAN

PENGGARAPAN SAWAH DI DESA SUMBERREJO

KECAMATAN WONOAYU KABUPATEN SIDOARJO

A. AnalisisTerhadapMekanismePengupahanPenggarapanSawa

h Di

DesaSumberrejoKecamatanWonoayuKabupatenSidoarjo … 63

B. AnalisisHukum Islam

TerhadapPengupahanPenggarapanSawah Di

DesaSumberrejoKecamatanWonoayuKabupatenSidoarjo .66 BAB V PENUTUP

(8)

(9)

DAFTAR TABEL

Tabel Halaman

3.1 Luas Wilayah MenurutPemanfaatannya ... 48

3.2 JumlahPendudukDesaSumberrejo ... 49

3.3 ProfesiPendudukDesaSumberrejo ... 50

3.4 Saran Pendidikan Formal DesaSumberrejo ... 52

3.5 Sarana Non Formal DesaSumberrejo ... 52

3.6 SaranaKesehatanDesaSumberrejo ... 53

(10)

DAFTAR TRANSLITERASI

Di dalam naskah skripsi ini banyak dijumpai nama dan istilah teknis

(technical term) yang berasal dari bahasa Arab ditulis dengan huruf Latin.

Pedoman transliterasi yang digunakan untuk penulisan tersebut adalah sebagai berikut :

A. Konsonan

No. Arab Indonesia Arab Indonesia

1 ا ’ ط t}

2 ب B ظ z}

3 ت T ع ‘

4 ث Th غ Gh

5 ج J ف F

6 ح h{ ق Q

7 خ Kh ك K

8 د D ل L

9 ذ Dh م M

10 ر R ن N

11 ز Z و W

12 س S ه H

13 ش Sh ء ’

14 ص s{ ي Y

15 ض d{

Sumber: Kate L. Turabin. A Manual of Writers of Term Papers,

Desertations (Chicago and London: The University of Chicago

Press, 1987). B. Vokal

1. Vokal Tunggal (monoftong) Tanda dan Huruf

(11)

ـ ــ fath{ah A

ـــ kasrah I

ـ ــ d{ammah U

Catatan: Khusus untuk hamzah, penggunaan apostrof hanya berlaku jika hamzah berh{arakat sukun atau didahului oleh huruf yang berh{arakat sukun. Contoh iqtid{a>’(

ءﺎ ﺘﻗا

)

2. Vokal Rangkap (diftong) Tanda dan

Huruf Arab

Nama Indonesia Ket.

ْﻰـَـ fath{ah dan ya’ Ay a dan y ْﻮـَـ fath{ah dan

wawu

Aw a dan w

Contoh : bayna (

ﲔﺑ

) : mawd{u>‘ (

عﻮ ﻮ

) 3. Vocal Panjang (mad)

Tanda dan Huruf Arab

Nama Indonesia Keterangan

ﺎ َ ـــ fath{ah dan alif a> a dan garis di atas

ِـــ kasrah{ dan ya’ i> i dan garis di atas

ﻮُ ــ d{ammah dan

wawu

u> u dan garis di

atas Contoh : al-jama>‘ah (

ﺔ ﺎ ﳉ

ا

)
(12)

Transliterasi untuk ta>’ marbu>t{ah ada dua:

1. Jika hidup (menjadi mud{a>f) transliterasinya adalah t. 2. Jika mati atau sukun, transliterasinya adalah h.

Contoh : shari> ‘at al-isla>m (

م ﺳ اﺔ ﺮﺷ

) : shari> ‘ah isla>mi>yah (

ﺔ ﺳاﺔ ﺮﺷ

) D. Penulisan Huruf Kapital

Penulisan huruf besar dan kecil pada kata, phrase (ungkapan) atau kalimat yang ditulis dengan transliterasi Arab-Indonesia mengikuti ketentuan penulisan yang berlaku dalam tulisan. Huruf awal (initial

latter) untuk nama diri, tempat, judul buku, lembaga dan yang lain

(13)

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Akad mempunyai arti penting dalam kehidupan masyarakat. Akad

memfasilitasi setiap orang dalam memenuhi kebutuhan dan kepentinggannya

yang tidak dapat dipenuhinya sendiri tanpa bantuan dan jasa orang lain.

Karenanya dapat dibenarkan bila dikatakan bahwa akad merupakan sarana

sosial yang ditemukan oleh peradapan umat manusia untuk mendukung

kehidupannya sebagai makhluk sosial.

Kata akad berasal dari kata al-‘aqd, yang berarti mengikat, menyambung

atau menghubungkan (al-rabt}). Akad merupakan keterkaitan atau pertemuan

ijab dan qabul yang berakibat timbulnya akibat hukum. Ijab adalah

penawaran yang diajukan oleh salah satu pihak, dan qabul adalah jawaban

persetujuan yang diberikan mitra akad sebagai tanggapan terhadap

penawaran pihak yang pertama. Akad tidak terjadi apabila pernyataan

kehendak masing-masing pihak tidak terkait satu sama lain karena akad

adalah keterkaitan kehendak kedua pihak yang tercermin dalam ijab dan

qabul.1

(14)

2

Akad juga membahas tentang ija>rah. Karena akad berperan penting

dalam ija>rah, dengan adanya akad tersebut maka pihak pemilik sawah

(mu’jir) dan penggarap sawah (musta’jir) bisa memiliki perjanjian yang

harus disepakati antara kedua pihak tersebut. Transaksi ija>rah dilandasi

dengan adanya perpindahan manfaat (hak guna) bukan perpindahan

kepemilikan (hak milik). Jadi pada dasarnya prinsip ija>rah sama saja dengan

perinsip jual beli, tetapi perbedaannya terletak pada objek transaksinya. Bila

pada jual beli objek transaksinya barang. Pada ija>rah objek transaksinya

adalah barang maupun jasa. Pada dasarnya, ija>rah didefinisikan sebagai hak

untuk memanfaatkan barang atau jasa dengan membayar imbalan tertentu.2

Sedangkan menurut hukum Islam, ija>rah artinya mempersewakan.

Sedangkan menurut istilah, ija>rah adalah akad atas manfaat barang atau jasa

yang dilakukan oleh pihak pemilik barang atau jasa dengan pihak menyewa

menurut syarat-syarat yang dibenarkan oleh syara’.3 Dari pengertian

tersebut, maka akad ija>rah dapat diartikan dengan sewa-menyewa barang

atau jasa yang dapat diambil manfaatnya.

Akad ija>rah mempunyai sifat yang mengikat, seperti yang dijelaskan

oleh Ulama Mazhab Hanafi bahwa akad ija>rah itu bersifat mengikat, tetapi

bisa dibatalkan secara sepihak apabila terdapat uzur dari salah satu pihak

2 Karim Adiwarman, Analisis Fiqih dan Keuangan (Jakarta: PT Raja Grafindo Persad, 2006), 137-

138.

3 Wawan Muhwan Hariri, Hukum Perikatan Dilengkapi Hukum Perikatan dalam Islam (Bandung:

(15)

3

yang berakad, seperti salah satu pihak wafat atau kehilangan kecakapan

bertindak hukum dan manfaat akad ija>rah tidak dapat diwariskan.4

Jadi meskipun akad ija>rah itu sifatnya mengikat, tetapi bisa dibatalkan

secara sepihak dan pihak yang membatalkan terdapat uzur yang bisa

membatalkan akad ija>rah tersebut, karena manfaat akad ija>rah tidak dapat

diwariskan.

Dasar-dasar hukum atau rujukan ija>rah adalahal- Quran, al-Sunnah dan

al-Ijma’.

Dasar hukum ija>rah dalam al-Quran surat al-Baqarah ayat 233 adalah:

                                    

jika kamu ingin anakmu disusukan oleh orang lain, maka tidak ada dosa bagimu apabila kamu memberikan pembayaran menurut yang patut. bertakwalah kamu kepada Allah dan ketahuilah bahwa Allah Maha Melihat apa yang kamu kerjakan.5

Jadi menurut ayat di atas, diperbolehkannya kita menyewa jasa orang

lain yang kita tidak miliki (tidak mampu kita lakukan), dengan catatan kita

harus menunaikan upahnya secara patut.

(16)

4

Dasar hukum ija>rah dari al-Hadis diriwayatkan Ibnu Majah, Rasulullah

saw. bersabda:

َرَمُع ِنْبِا ْنَعَو

َُرْجَأ َرْ يِجَأااْوُطْعُأ" َمَلَسَو ِْيَلَع ُها ىَلَص ِها ُلْوُسَر َلاَق : َلاَق اَمُهْ َع ُه ا َىِضَر

) جام نب ا اور( "ُُقَرَع َفََِ ْنَا َلْبَ ق

Ibnu Umar RA menceritakan, bahwa Rasulullah SAW bersabda: Berikanlah upah sebelum kering keringatnya.6

Jadi menurut hadis di atas, keharusan untuk melakukan pembayaran

uang sesuai dengan kesepakatan atau batas waktu yang telah ditentukan,

setidaknya kita tidak menunda-nunda pemberian upah dari waktu yang telah

disepakati.

Landasan ijma’nya ialah semua umat bersepakat, tidak ada seorang

ulama pun yang membantah kesepakatan (ijma’) ini, sekalipun beberapa

orang diantara mereka yang berbeda pendapat, tetapi hal itu tidak dianggap.7

Syarat-syarat sewa-menyewa (ija>rah) adalah sebagai berikut:

1. Manfaat yang menjadi obyek ija>rah harus diketahui secara sempurna,

sehingga tidak muncul perselisihan di kemudian hari. Apabila manfaat

yang akan menjadi obyek ija>rah itu tidak jelas, maka akadnya tidak sah.

Kejelasan manfaat itu dapat dilakukan dengan menjelaskan jenis

manfaatnya, dan penjelasan berapa lama manfaat ditangan penyewa.

(17)

5

2. Upah dalam akad ija>rah harus diketaui jumlahnya oleh kedua belah

pihak dan sesuatu yang bernilai harta. Oleh sebab itu, para ulama

sepakat menyatakan bahwa khamr dan babi tidak boleh menjadi upah

dalam akad ija>rah, karena kedua benda itu tidak bernilai dalam Islam.8

3. Objek ija>rah itu sesuatu yang dihalalkan oleh syara’. Oleh sebab itu para

ulama fiqh sepakat mengatakan tidak boleh menyewa seseorang untuk

menyantet orang lain, menyewa seorang untuk membunuh orang lain,

demikian juga tidak boleh menyewakan rumah untuk dijadikan

tempat-tempat maksiat.9

Jika ija>rah itu suatu pekerjaan, maka kewajiban pembayaran upahnya

adalah pada waktu berakhirnya pekerjaan. Bila tidak ada pekerjaan lain, jika

akad sudah berlangsung dan tidak disyaratkan mengenai pembayaran serta

tidak ada ketentuan penangguhannya, maka menurut Abu Hanifah, wajib

diserahkan upahnya secara berangsur-angsur sesuai manfaat yang

diterimanya. Sedangkan menurut Imam Syafi’i dan Ahmad, sesungguhnya ia

berhak dengan akad itu sendiri, jika mu’jir menyerahkan benda yang disewa

kepada musta’jir, ia berhak menerima bayarannya, karena penyewa

(musta’jir) sudah menerima kegunaan. Hak menerima upah bagi musta’jir

adalah sebagai berikut:

8Haroen Nasrun, Fiqh Muamalah (Jakarta: Gaya Media Pratama, 2007), 232-235.

(18)

6

1. Ketika pekerjaan selesai dikerjakan, beralasan kepada hadis yang

diriwayatkan Ibnu Majah, Rasulullah saw. bersabda:

" َمَلَسَو ِْيَلَع ُها ىَلَص ِها ُلْوُسَر َلاَق : َلاَق اَمُهْ َع ُه ا َىِضَر َرَمُع ِنْبِا ْنَعَو

ُأ ْع

ُط ْو

َأاا

ِج

ْ ي َر

َأ

ْج َر

ُ َ ق

ْب َل

َا

ْن

ََِ

َف

َع

َر ُق

ُ

) جام نب ا اور( "

Ibnu Umar RA menceritakan, bahwa Rasulullah SAW bersabda: Berikanlah upah sebelum kering keringatnya.10

2. Jika menyewa barang, uang sewaan dibayar ketika akad sewa, kecuali

bila dalam akad ditentukan lain, manfaat barang yang di-ija>rah-kan

mengalir selama penyewaan berlangsung.11

Jika dalam akad tidak terdapat kesepakatan mempercepat atau

menangguhkan, sekiranya upah itu dikaitkan dengan waktu tertentu, maka

wajib dipenuhi sesudah berakhirnya masa tersebut. Misalnya orang yang

menyewa suatu rumah untuk selama satu bulan, kemudian masa satu bulan

telah berlalu, maka ia wajib membayar sewaan. Jika akad ija>rah untuk suatu

pekerjaan, maka kewajiban pembayaran upahnya pada waktu berakhirnya

pekerjaan. Kemudian, jika akad sudah berlangsung dan tidak disyaratkan

mengenai penerimaan bayaran dan tidak ada ketentuan menangguhkannya.12

Apabila kita menyewa jasa atau benda kepada orang lain, harus ada

kesepakatan tentang ketentuan upah dari menyewa jasa atau benda tersebut,

karena upah merupakan hal yang sering menimbulkan perselisihan antara

10Ibn Hajar Al-Asqalani, Bulu>ghul Mara>m...,169. 11Sohari Sahrani dan Ru’fah Abdullah,

Fikih Muamalah (Bogor: Ghalia Indonesia, 2011), 172.

(19)

7

orang yang menyuruh bekerja dengan orang pekerja. Dan apabila dia sudah

melakukan pekerjaannya maka kewajiban pembayaran upahnya pada waktu

berakhirnya pekerjaan, Karena pada dasarnya setiap transaksi kerja akan

menimbulkan kompensasi. Dan kompensasi dalam transaksi uang dengan

tenaga kerja manusia disebut dengan upah.

Penduduk Desa Sumberrejo Kecamatan Wonoayu Kabupaten Sidoarjo

mayoritas penduduknya sebagai petani dan bekerja di sawah. Karena lahan

pertanian di Desa Sumberrejo masih banyak dan sebagian masyarakat disana

kehidupannya bergantung pada pertanian, maka sebagian masyarakat disana

ada yang memiliki sawah dan ada yang bekerja sebagai penggarap sawah.

Tetapi yang bekerja sebagai penggarap sawah bekerja pada saat musim padi,

karena pada saat musim padi para pemilik sawah tidak mampu mengerjakan

sendiri, maka dia membutuhkan orang yang akan bekerja sebagai penggarap

sawah untuk menggarap sawah tesebut. Upah untuk penggarapan sawah

sebagai penanaman bibit padi itu diperoleh Rp 40.000 tapi sifatnya borongan

dan apabila padi sudah berumur 40 hari maka pemilik sawah menyewa jasa

penggarap sawah untuk membersikan rumput dengan upah yang disepakati

RP 35.000 tetapi sifatnya harian, selain mendapatkan upah para penggarap

sawah juga mendapat makan pagi dan minum dan penggarap sawah mulai

bekerja dari jam 07:00 sampai dengan jam 11:00.

(20)

8

dan mu’jir ingin memanfaatkan tanah itu untuk dijadikan sawah yang akan

ditanami padi, tetapi mu’jir tidak faham tentang pertanian, kemudian

pemilik tanah (mu’jir) menyuruh orang untuk menggelola tanah itu untuk

menggarap sawah yang akan ditanami padi dengan kesepakatan modal

pertanian yang berupa bibit dan pupuk dari mu’jir. Kemudian penggarap

sawah (musta’jir) setuju untuk menggarap sawahnya mu’jir, dengan

kesepakan pembayaran upahnya akan diberi ketika mu’jir mendapatkan

untung dari hasil panen.

Kasus yang terdapat di Dusun Sumberrejo Kecamatan Wonoayu

Kabupaten Sidoarjo yaitu, mu’jir mendapat keuntungan dari hasil panen

sebesar Rp 1.900.000 kemudian untuk gaji 2 orang penggarap sawah sebesar

Rp 900.000 jadi setiap penggarap mendapat Rp 450.000 sedangkan mu’jir

mendapatkan sebesar Rp 1.000.000 maka dari hasil upah yang didapatkan

oleh penggarap tidak sesuai dengan pekerjaan penggarapan sawah selama 3

bulan.

Dari paparan di atas mengenai sistem pengupahan untuk penggarapan

sawah yang tidak sebanding dengan tenaga yang dikeluarkan oleh penggarap,

maka penulis ingin mendeskripsikan masalah tentang pengupahan

penggarapan sawah yang bergantung pada kembalinya modal pemilik sawah,

dan menurut penulis belum diketahui hukumnya. Maka dari itu penulis

(21)

9

yang berjudul ‚Analisis Hukum Islam terhadap pengupahan penggarapan

sawah di Desa Sumberrejo Kecamatan Wonoayu Kabupaten Sidoarjo‛.

B. Identifikasi dan Batasan Masalah

Dari latar belakang diatas, maka timbullah beberapa persoalan yang

harus diketahui oleh penulis untuk dijadikan acuan penelitian:

1. Mekanisme pengupahan penggarapan sawah di Desa Sumberrejo

Kecamatan Wonoayu Kabupaten Sidoarjo.

2. Besaran upah yang belum ditentukan

3. Ketentuan pengupahan yang disepakati dalam penggarapan sawah di

Desa Sumberrejo Kecamatan Wonoayu Kabupaten Sidoarjo

4. Analisis hukum Islam terhadap pengupahan penggarapan sawah di Desa

Sumberrejo Kecamatan Wonoayu Kabupaten Sidoarjo.

Berdasarkan identifikasi masalah diatas, terdapat berbagai macam

permasalahan yang harus dipaparkan jawabannya, agar fokus pada penelitian

yang akan diteliti oleh penulis, maka penulis perlu memberikan batasan dari

masalah-masalah tersebut, sebagai berikut:

1. Mekanisme terhadap pengupahan penggarapan sawah di Desa

Sumberrejo Kecamatan Wonoayu Kabupaten Sidoarjo.

2. Analisis hukum Islam terhadap pengupahan penggarapan sawah di Desa

(22)

10

C. Rumusan Masalah

Berdasarkan uraian yang dimuat dalam latar belakang di atas, maka

dapat dirumuskan beberapa permasalahan, sebagai berikut:

1. Bagaimana mekanisme terhadap pengupahan penggarapan sawah di

Desa Sumberrejo Kecamatan Wonoayu Kabupaten Sidoarjo?

2. Bagaimana analisis hukum Islam terhadap pengupahan penggarapan

sawah di Desa Sumberrejo Kecamatan Wonoayu Kabupaten Sidoarjo?

D. Kajian Pustaka

Agar penelitian lebih komprehensif, maka penyusun melakukan tinjauan

terlebuh dahulu terhadap pustaka-pustaka maupun karya-karya ilmiah yang

terdapat relevansinya dengan permasalahan yang akan penyusun teliti.

Banyak kajian tentang masalahpengupahanpada penggarapan sawah

yang dilakukan oleh beberapa peneliti terdahulu hanya saja sudut pandang

dan pendekatan yang diambil berbeda, sehingga menyebabkan hasil yang

diperoleh juga berbeda.

Penelitian tentang permasalah pengupahan tersebut antara lain:

1. Siti Muassomah Jurusan Muamalah Fakultas Syariah IAIN Sunan

Ampel Surabaya pada tahun 2010, dengan judul skripsi ‚Persepsi Kyai

Di Desa Mojoranu Terhadap Praktek Sewa Tanah Ladang Dengan

(23)

11

tersebut membahas tentang sewa tanah ladang dengan menggunakan

pembayaran hasil panen yang sudah menjadi adat dan kebiasaan di desa

tersebut dan sudah adanya kesepakatan antara kedua belah pihak serta

kerelaan dan kepercayaan antara keduanya dan mereka memakai prinsip

al-‘a>dda>h muhakkamah. Dan penulis menyimpulkan bahwasanya sewa

tanah ladang dengan pembayaran hasil panen batal hukumnya karena

mengandung kemadlaratan dan yang dijadikan pembayaran tidak

disesuai dengan hukum Islam (hasil panen) akan tetapi karena ini sudah

menjadi adat dan kebiasaan di Desa Mojoranu maka paratokoh agama di

desa tersebut menyarankan agar mengganti akad sewa menjadi

muza>ra’ah atau bagi hasil.13

2. Yushiba Selvina Jurusan Muamalah Fakultas Syariah IAIN Sunan Ampel

Surabaya pada tahun 2010, dengan judul skripsi‚Analisis Al-Ujrah

Terhadap Pengupahan Buruh Tani Dengan Sitem Tukar Jasa (Liron

Geger) di Desa Dalegan Panceng Gersik’’. Skripsi tersebut membahas

tentang pengupahan buruh tani yang upahnya tidak berupa uang,

melainkan berupa tukar jasa (Liron Geger) pekerjaan, yaitu dengan cara

gilir kerja yang dilakukan secara kelompok yang terdiri dari 4-5 orang

yang sama-sama mempunya sawa yang sudah menjadi kesepakatan

(24)

12

diawal. Dan penulis menyimpulkan bahwasanya hukumnya sah dan

tidak bertentangan dengan hukum Islam. Karena sudah sepadan dan

sesuai dengan syarat yang disebutkan dalam akad perjanjian, selain itu

atas dasar kerelaan. Hal tersebut dilakukan karena saling membutuhkan,

meringankan dan tolong menolong.14

3. Wiwin Norma Yunita Jurusan Muamalah Fakultas Syariah IAIN Sunan

Ampel Surabaya pada tahun 2011, dengan judul skripsi ‚Tinjauan

Hukum Islam Terhadap Pemberian Upah Penjemuran Padi (Setudi Kasus

UD Sumber Makmur Desa Radusongo Kecamatan Gerih Kabupaten

Ngawi)‛. Skripsi tersebut membahas tentang pemberian upah

penjemuran padi,yang akan diberikan apabila dapat mengeringkan

sebanyak 1 ton dan pekerjaan tersebut bergantung cuaca.

Apabilapenjemuran padi tersebut tidak kering makatidak diberikan upah

dan jika penjemuran padi tersebut kering maka akan diberi

upah.Sehingga penulis menyimpulkan bahwasanya hukum Islam

menyikapi pemberian upah dalam penjemuran padi yang berdasarkan

pada keadaan cuaca yang diperbolehkan, karena para penjemur padi

masih diberikan hak untuk menerima upah dari hasil penjualan bekatul

dan selama itu tidak bermaksud untuk merugikan kedua belah pihak.15

14Yushiba Selvina, ‚Analisis Al-Ujrah Terhadap Pengupahan Buruh Tani Dengan Sitem Tukar Jasa

(Liron Geger) di Desa Dalegan Panceng Gersik‛, (Skripsi--IAIN Sunan Ampel: Surabaya,2010), 11.

15Wiwin Norma Yunita, Tinjauan Hukum Islam Terhadap Pemberian Upah Penjemuran Padi (Setudi

(25)

13

4. Siti Lisah Jurusan Ahwalus Syakhsiyah Fakultas Syariah IAIN Sunan

Ampel Surabaya pada tahun 2012, dengan judul skripsi ‚Analisis

Al-‘Urf Terhadap Pandangan Tokoh Agama Tentang Sistem Pengupahan

BuruhTani di Desa Penyaksagan Kecamatan Klampis Kabupaten

Bangkalan‛. Skripsi ini membahas tentang pengupahan buruh tani dan

pemilik sawah yang tidak ada kesepakatan terlebih dahulu mengenai

bentuk upahnya, dalam pembayaran upahnya diberikan setelah bekerja

setiap harinya dan upah yang diberikan kepada buruh tani berupa hasil

panen. Sehingga penulis menyimpulkan bahwa pandangan tokoh agama

yang membolehkan mengenai sistem pengupahan buruh tani jika

dianalisis dengan ‘urf maka termasuk al-‘urf al-fasi@d karena berlainan

dengan nas.16

Dari beberapa penelitian yang telah dilakukan oleh penulis di atas,

tentunya berbeda dengan apa yang akan penulis susun. Dalam penelitian ini

penulis akan membahas tentang upah yang tidak sebanding dengan tenaga

yang dikeluarkan oleh penggarapan sawah di Desa Sumberrejo Kecamatan

Wonoayu Kabupaten Sidoarjo yang tersusun dalam sebuah skripsi yang

berjudul : ‚Analisis Hukum Islam Terhadap Pengupahan Penggarapan sawah

di Desa Sumberrejo Kecamatan Wonoayu Kabupaten Sidoarjo ‛.

Sunan Ampel: Surabaya, 2011), 17.

16Siti Lisah, Analisis Al-‘Urf Terhadap Pandangan Tokoh Agama Tentang Sistem Pengupahan

(26)

14

E. Tujuan Penelitian

Berdasarkan pada rumusan masalah di atas, maka dapat ditetapkan

tujuan dari penelitian ini adalah untuk:

1. Mengetahui tentang mekanisme terhadap pengupahan pengarapan sawah

di Desa Sumberrejo Kecamatan Wonoayu Kabupaten Sidoarjo .

2. Mengetahui tentang analisis hukum Islam terhadap pengupahan

pengarapan sawah di Desa Sumberrejo Kecamatan Wonoayu Kabupaten

Sidoarjo.

F. Kegunaan Hasil Penelitian

Adapun kegunaan hasil penelitian tersebut, yaitu sebagai berikut:

1. Manfaat Secara Teoritis

a. Hasil penelitian diharapkan dapat memperkaya referensi dan

literature/kepustakaan terkait dengan kajian mengenai mekanisme

terhadap pengupahan pengarapan sawah di Desa Sumberrejo

Kecamatan Wonoayu Kabupaten Sidoarjo.

b. Dari hasil penelitian ini diharapkan bisa untuk menambah wawasan

dan ilmu pengetahuan bagi penulis dan bagi pembaca pada

umumnya dan juga dapat memberikan manfaat bagi pembangunan

(27)

15

2. Manfaat Secara Praktis

Hasil penelitin ini diharapkan berguna sebagai acuan yang dapat

memberikan rujukan mengenai pengupahan dalam penggarapan sawah

agar bisa menyelesaikan masalah-masalah yang terkait dengan bidang

muamalah.

G. Definisi Operasional

Untuk memeperoleh suatu penjelasan mengenai judul yang penulis

susun, yaitu tentang pengupahan pengarapan sawah di Desa Sumberrejo

Kecamatan Wonoayu Kabupaten Sidoarjo, maka penyusun perlu

mendefisikan secara jelas maksud dari judul tersebut:

Hukum Islam : Ketentuan-ketentuan hukum muamalah

yang bersumber dari al-Qur’an, Hadits dan

beberapa pendapat Ulama’Fikih.17

Pengupahan penggarapan sawah : Pemberian imbalan kepada seseorang atas

suatu jasa atau pekerjaan di Desa

Sumberrejo.

(28)

16

H. Metode Penelitian

Mengenai metode penelitian dalam hal ini, maka penulis menggunakan

beberapa metode di bawah ini, sebagai berikut:

1. Data Yang Dikumpulkan

Data yang harus dikumpulkan untuk menjawab pertanyaan yang

tercantum dalam rumusan masalah adalah data tentang penerapan

pengupahan penggarapan sawah di Desa Sumberrejo Kecamatan

Wonoayu Kabupaten Sidoarjo dan data tentang hukum Islam mengenai

pengupahan penggarapan sawah di Desa Sumberrejo Kecamatan

Wonoayu Kabupaten Sidoarjo.

2. Sumber Data

Untuk mendapatkan data-data tersebut, penulis akan menggunakan

sumber data sebagai berikut:

a. Sumber data primer adalah data yang diperoleh atau dikumpulkan

langsung dari sumber pertama yang ada di lapangan melalui

penelitian.18 Untuk memperoleh data tersebut maka peneliti akan

melakukan pengamatan dan wawancara, adapun sumber data yang

akan diperoleh peneliti dalam penelitian ini adalah data atau

informasi dari:

(29)

17

1. Pemilik sawah : Bapak Sumarno

2. Penggarap sawah : Bapak Mislan dan Bapak Rojik

b. Sumber data sekunder adalah data yang diperoleh atau dikumpulkan

oleh peneliti yang berasal dari bahan pustakaan.19 Dan merupakan

data yang brsifat membantu dalam melengkapi serta memperkuat dari

data primer tersebut, yaitu berupa buku daftar pustaka. Diantaranya

sebagai berikui:

1) Abdul Azis Dahlan, Ensiklopedia Hukum Islam.

2) Abul Azis Muhammad Azzam, Fiqih Muamalat Sitem Transaksi

Dalam Islam.

3) Departemen Agama RI, al-Qur’an dan terjemahanya.

4) Hendi Suhendi, Fiqih Muamalah.

5) Bambang Subandi, et al, Studi Hukum Islam

6) Sohari Sahrani dan Ru’fah Abdullah, Fikih Muamalah,

7) Sayyid Sabiq, Fiqh Sunnah

8) Wahbah Zuhayli>, al-Fiqh al-Isla>mi> wa adillatuhu

9) Rahmat Syafei, Fiqih Muamalah

3. Teknik Pengumpulan Data

Untuk memeperoleh data yang diperlukan dalam penelitiian ini,

penulis menggunakan teknik sebagai berikut:

19

(30)

18

a. Wawancara atau dalam istilah lain disebut interview,20 yaitu suatu

cara mengumpulkan data untuk memperoleh informasi langsung dari

sumbernya21, yaitu dengan cara melakukan tanya jawab dengan

pihak-pihak tertentu yang bersangkutan dengan penelitian, khususnya

wawancara dengan pemilik sawah dan penggarap sawah.

b. Dokumentasi ialah setiap bahan tertulis. Pembahasan ini diarahkan

pada dokumen dalam arti jika peneliti menemukan record, tentu saja

perlu dimanfaatkan. Dokumen biasanya dibagi atas dokumen pribadi

dan dokumen resmi. Dokumen sudah lama digunakan dalam

penelitian sebagai sumber data karena dalam banyak hal dokumen

sebagai sumber data yang dimanfaatkan untuk menguji, menafsirkan,

bahkan meramalkan.22 Dalam dokumen tasi tersebut berupa

kuwitansi.

4. Teknik Pengolahan Data

Setelah data-data dari lapangan telah terkumpul, maka peneliti

menggunakan teknik pengolahan data dengan tahapan sebagai berikut:

a. Editing adalah pengecekan atau pengoreksian data yang data yang

telah dikumpulkan.23

20

Alex MA, Kamus Ilmiah Populer Kontemporer (Surabaya: Karya Harapan, 2005), 664. 21

Hermawan Warsito, Pengantar Metodologi Penelitian (Jakarta: PT. Gramedia Pustaka Utama, 1995), 71.

22

Lexy J. Moleong, Metodologi Penelitian Kualitatif (Bandung: PT. Remaja Rosdakarya, 2009), 216-217.

(31)

19

b. Coding (pengkodean) yaitu data dirinci, dikonsep dan diletakkan

kembali bersama-sama dalam cara baru. Ini merupakan proses

sentral di mana teori-teori dibentuk dari data.24

c. Organizing, yaitu menyusun kembali data yang diperoleh dalam

penelitian yang diperlukan dalam karangan paparan yang telah

direncanakan sebelumnya untuk memperoleh buktu-bukti dan

gambaran secara jelas.25

5. Teknik Analisis Data

a. Teknik verifikatif yaitu memverifikasi (menguji) data lapangan

tentang pengupahan penggarapan sawah kemudian ditarik

kesimpulan secara umum yang telah dideskripsikan kesesuainnya

dengan hukum Islam.

b. Teknik induktif, yaitu cara menyimpulkan yang diperoleh dengan

mengemukakan hal-hal yang bersifat khusus tentang pengupahan

penggarapan sawah kemudian ditarik kesimpulan secara umum.

I. Sistematika Pembahasan

Guna untuk mempermudah pemahaman dalam karya tulis ilmiah ini,

maka penulis membuat susunan pembahasan menjadi lima bab yang teratur

24Ibid. 255.

25 Arif Rohman,‛ Poduksi Dan Jual Beli Kopi Cacing Di Kelurahan Tumenggungan Kabupaten

(32)

20

sedemikian rupa, sehingga antara bab yang pertama dengan bab yang lainnya

yaitu bab dua, tiga, empat dan lima saling berkaitan dan berkesinambungan.

Dari beberapa bab tersebut dibagi lagi dalam sub-bab dengan perincian

sebagai berikut:

Bab pertama, merupakan bab pendahuluan yang berisi tentang, latar

belakang masalah, identifikasi masalah, batasan masalah, rumusan masalah,

kajian pustaka, tujuan penelitian, manfaat penelitian, kegunaan hasil

penelitian, definisi operasional, metode penelitian, dan sistematika

pembahasan.

Bab kedua memuat landasan teori yang digunakan sebagai pisau analisis

terhadap hasil penelitian. Bab ini membahas tentang: pengertian dan dasar

hukum akad ija>rah, rukun dan syarat akad ija>rah, macam-macam akad ija>rah,

sifat dan hukum akad ija>rah, berakhirnya akad ija>rah, pengertian upah, dasar

hukum upah, rukun dan syarat upah, serta jenis-jenis upah.

Bab ketiga, pada bab ini diterangkan tentang hasil penelitian, yaitu:

gambaran umum Desa Sumberrejo kecamatan Wonoayu Kabupaten Sidoarjo,

dan prakatik pengupahan penggarapan sawah di DesaSumberrejo kecamatan

Wonoayu Kabupaten Sidoarjo.

Bab keempat merupakan Analisis hukum Islam terhadap praktik

pengupahan penggarapan sawah di Desa Sumberrejo kecamatan Wonoayu

(33)

21

sawah dan bagaimana analisis hukum Islam terhadap pengupahan

penggarapan sawah di Desa Sumberrejo Kecamatan Wonoayu Kabupaten

Sidoarjo.

Bab kelima, penutup. Bagian ini berisikan kesimpulan sebagai jawaban

dari permasalahan dan saran yang digunakan untuk acuan pada penelitian

(34)

BAB II

HUKUM ISLAM TENTANG IJA>RAH DAN UJROH

A. Pengertian Ija>rah

Ija>rah adalah transaksi sewa-menyewa atas suatu barang dan

upah-mengupah atas suatu jasa dalam waktu tertentu melalui pembayaran sewa

atau imbalan jasa.1Menurut Dimyauddin Djuwaini, akad ija>rah identik

dengan akad jual beli, namun demikian, dalam ija>rah kepemilikan barang

dibatasi dengan waktu. Secara harfiah, al ija>rah bermakna jual beli manfaat

yang juga merupakan makna istilah syar’i. Al-ija>rah bisa diartikan sebagai

akad pemindahan hak guna atas barang atau jasa dalam batasan waktu

tertentu, melalui pembayaran upah sewa, tanpa diikuti dengan pemindahan

kepemilikan atas barang.2Sedangkan menurut hukum Islam, ija>rah artinya

mempersewakan. Sedangkan menurut istilah, ija>rah adalah akad atas

manfaat barang atau jasa yang dilakukan oleh pihak pemilik barang atau jasa

dengan pihak menyewa menurut syarat-syarat yang dibenarkan oleh syara’.3

Adapun secara terminologi, para ulama fiqh berbeda pendapatnya.

Antara lain:

1Mardani, Fiqh Ekonomi Syariah (Jakarta: Kencana Prenadamedia Group, 2012), 247.

2 Dimyauddin Djuwaini, Pengantar Fiqh Muamalah (Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2008), 153.

3 Wawan Muhwan Hariri, Hukum Perikatan Dilengkapi Hukum Perikatan dalam Islam (Bandung:

(35)

23

1. Menurut Sayyid Sabiq, al-ija>rah adalah suatu jenis akad atau transaksi

untuk mengambil manfaat dengan jalan memberi penggantian.

2. Menurut Ulama Syafi’iyah, al-ija>rah adalah suatu jenis akad atau

transaksi terhadap suatu manfaat yang dituju, tertentu, bersifat mubah

dan boleh dimanfaatkan, dengan cara imbalan tertentu.

3. Menurut Amir Syarifuddin, al-ija>rah secara sederhana dapat diartikan

dengan akad atau transaksi manfaat atau jasa dengan imbalan tertentu.

Bila yang menjadi objek transaksi adalah manfaat atau jasa dari suatu

benda disebut Ija>rah al’Ain, seperti sewa menyewa rumah untuk

ditempati. Bila yang menjadi objek transaksi manfaat atau jasa dari

tenaga seseorang disebut Ija>rah al-Dzimah atau upah mengupah, seperti

upah mengetik skripsi. Sekalipun objeknya berbeda keduanya dalam

konteks fiqh disebut al-ija>rah.4

4. Menurut Ulama Hanafiayah, al-ija>rah adalah akad atas suatu

kemanfaatan dengan memberikan suatu imbalan.

5. Menurut Ulama Malikiyah dan Hanabilah, al-ija>rah adalah pemilik suatu

kemanfaatan yang mubah dalam waktu tertentu dengan memberikan

suatu imbalan.5

Berdasarkan beberapa definisi di atas, maka akad al-ija>rah tidak boleh

dibatasi oleh syarat. Akad al-ija>rah juga tidak berlaku pada pepohonan untuk

(36)

24

diambil buahnya, karena buah itu sendiri adalah materi, sedangkan akad

al-ija>rah itu haya ditujukan kepada manfaat. Demikian juga halnya dengan

kambing, tidak boleh dijadikan sebagai obyek al-ija>rah untuk diambil susu

atau bulunya, karena susu dan bulu kambing termasuk materi. Jumhur ulama

fiqh juga tidak membolehkan air mani hewan ternak pejantan, seperti unta,

sapi, kuda, dan kerbau, karena yang dimaksudkan dengan hal itu adalah

mendapatkan keturunan hewan, dan mani itu sendiri merupakan materi.

Demikian juga para ulama fiqh tidak membolehkan al-ija>rah terhadap

nilai tukar uang, seperti dirham dan dinar, karena menyewakan hal itu berarti

berarti menghabiskan materinya; sedangkan dalam al-ija>rah yang dituju

hanyalah manfaat dari suatu benda.6

Bila dilihat uraian di atas, mustahil manusia bisa hidup berkecukupan

tanpa hidup ber-ija>rah dengan manusia lain. Karena itu, boleh dikatakan

bahwa pada dasarnya ija>rah itu adalah salah satu bentuk aktivitas antara dua

pihak yang berakad guna meringankan salah satu pihak atau saling

meringankan, serta termasuk salah satu bentuk tolong-menolong yang

diajarkan agama. Ija>rah merupakan salah satu jalan untuk mengetahui hajat

manusia. Oleh sebab itu, para ulama menilai bahwa ija>rah ini merupakan

suatu hal yang boleh dan bahkan kadang-kadang perlu dilakukan.Walaupun

ada pendapat yang melarang ija>rah, tetapi oleh jumhur ulama pandangan

(37)

25

yang ganjil itu dipandang tidak ada.7

B. Dasar Hukum Ija>rah

Al-ija>rah merupakan akad yang diperbolehkan, hal ini berlandaskan atas

dalil-dalil yang terdapat dalam al-Qur’an, Hadits ataupun ijma ulama.namun

demikian terdapat ulama yang tidak membolehkannya, di antaranya Abu

Bakar al-Ashamm, Ismail bin ‘Aliyah, Hasan Basri dan lainnya. Dengan

alasan , jika kita gunakan qiyas, akad al-ija>rah identik dengan bai’ al ma’dum

yang dilarang, manfaat sebagai objek tidak bisa dihadirkan ketika akad.

Akan tetapi, pendapat ini disanggah Ibnu Rusyid dengan mengatakan bahwa

walaupun manfaat tidak bisa dihadirkan ketika akad, namun bisa dipenuhi

ketika akad telah berjalan.8

Adapun dasar-dasar hukum atau rujukan yang memperbolehkan dengan

adanya praktik akad ija>rah adalah al- Quran, al-Sunnah dan al-Ijma’.

Dasar hukum ija>rah dalam al-Quran:

1. Surat al-Zukhruf ayat 32

                                  

7 Karim Helmi, Fiqh Muamalah (Jakarta: PT Raja Grafindo Persada, 1997), 30.

(38)

26

 

Apakah mereka yang membagi-bagi rahmat Tuhanmu? Kami telah menentukan antara mereka penghidupan mereka dalam kehidupan dunia, dan Kami telah meninggikan sebahagian mereka atas sebagian yang lain beberapa derajat, agar sebagian mereka dapat mempergunakan sebagian yang lain. dan rahmat Tuhanmu lebih baik dari apa yang mereka kumpulkan.9

Jadi Maksud dari arti agar sebagian mereka dapat mempergunakan

sebagian yang lain, bila dikaitkan dengan akad ija>rah yaitu manusia itu

tidak bisah hidup sendiri tanpa bantuan orang lain dalam hal pekerjaan

taupun yang lain.

2. Surat al- Baqarah ayat 233

                               

jika kamu ingin anakmu disusukan oleh orang lain, Maka tidak ada dosa bagimu apabila kamu memberikan pembayaran menurut yang patut.bertakwalah kamu kepada Allah dan ketahuilah bahwa Allah Maha melihat apa yang kamu kerjakan.10

Jadi menurut ayat di atas, di perbolehkannya kita menyewa jasa

orang lain yang kita tidak miliki (tidak mampu kita lakukan), dengan

catatakan kita harus menunaikan upahnya secara patut. Jadi akad ija>rah

9Departemen Agama RI, al-Qur’an Terjemah 20 Baris, (Bandung: CV Penerbit Diponegoro, 2007), 491.

(39)

27

menunjukkan adanya jasa yang diberikan, dan adanya kewajiban

melakukan pembayaran yang patut atas jasa yang diterima.

3. Surat al-Qashas ayat 26

                

Salah seorang dari kedua wanita itu berkata: "Ya bapakku ambillah ia sebagai orang yang bekerja (pada kita), karena Sesungguhnya orang yang paling baik yang kamu ambil untuk bekerja (pada kita) ialah orang yang kuat lagi dapat dipercaya.11

Jadi menurut ayat di atas, apabila kita mencari orang yang untuk

bekerja pada kita maka kita harus mencari orang yang kuat dan dapat

dipercaya.

Dasar hukum ija>rah dari al-Hadits:

1. Hadits yang diriwayatkan Ibnu Majah dari Umar

ِها لْو سَر َلاَق : َلاَق اَم هْ َع ه ا َىِضَر َرَم ع ِنْبِا ْنَعَو

َرْ يِجَلااْو طْع أ" َمَلَسَو ِْيَلَع ها ىَلَص

) جام نب ا اور( " قَرَع َفَِي ْنَا َلْبَ ق َرْجَأ

Ibnu Umar RA menceritakan, bahwa Rasulullah SAW bersabda: Berikanlah upah sebelum kering keringatnya.12

Jadi menurut hadits di atas, keharusan untuk melakukan

pembayaran uang sesuai dengan kesepakatan atau batas waktu yang

telah ditentukan, setidaknya kita tidak menunda-nunda pemberian upah

11Ibid, 388.

(40)

28

dari waktu yang telah disepakati.

2. Hadits yang diriwayatkan Ahmad, Abu Dawud, dan An-Nasa>’i

َن اَ ك

ْك

ِر

ا ى

َل

َوَسلا ىَلَع اََِ َ ْر

ِىا

ِم

َن

َزلا

ْر ِع

َ ف َ

َه َرى

س ْو

ِها ا ل

َذ م ص

ِل

َك

َو َا

َم َر َن

ِب ا

َد

َ

ب

َا ْو َو

َر ق

)دواد وباو دما اور(

Dahulu kami menyewa tanah dengan jalan membayar dari tanaman yang tumbuh. Lalu Rasulullah melarang kami cara itu dan memerintahkan kami agar membayarnya dengan uang mas atau

perak‛ (Riwayat Ahmad dan Abu Dawud).13

Jadi menurut hadits di atas, apabila kita menyewa tanah untuk

dijadikan perkrbunan dan kemudian kita membayar kepada orang yang

punya tanah tersebut dengan hasil kebun kita maka pembayaran tersebut

tidak boleh dan kita harus membayarnya dengan uang.

3. Hadits yang diriwayatkan Abd Ar-Razaq

م : َلاَق ّملسو يلع ها ىّلص ّي لا ّنا ع ها يضر ّيردخا ديعس يأ نعو

ْأَتْسا ِن

َج

َأَر ِج

اًرْ ي

يْلَ ف

َل ِمَس

أ

ْج َر

َت

( .

)قازرل ادبع اور

barang siapa mempekerjakan pekerjaan, beritahukanlah upahnya‛ (Riwayat Abd Ar-Razaq).14

Jadi menurut hadits di atas, apabila kita mempekerjakan seseorang

kita harus harus menjelaskan jumlah upah yang akan kita berikan

terhadap pekerja tersebut, supaya tidak terjadi perselisihan di kemudian

hari.

13Ibid….., 119.

(41)

29

Landasan ijma’nya ialah semua umat bersepakat, tidak ada seorang

ulama pun yang membantah kesepakatan (ijma’) ini, sekalipun beberapa

orang diantara mereka yang berbeda pendapat, tetapi hal itu tidak

dianggap.15

C. Rukun dan Syarat Ija>rah

Untuk sahnya sewa-menyewa, pertama harus dilihat terlebih dahulu

orang yang melakukan perjanjian sewa-menyewa tersebut, yaitu apakah

kedua belah pihak memenuhi syarat untuk melakukan perjanjian pada

umumnya.Namun ada unsur yang terpenting untuk diperhatikan yaitu kedua

belah pihak cakap bertindak dalam hukum yaitu punya kemampuan untuk

dapat membedakan yang baik dan yang buruk (berakal). Imam Syafi’I dan

Hambali menambahkan satu syarat lagi, yaitu dewasa (balig), perjanjian

sewa-menyewa yang dilakukan oleh orang yang belum dewasa menurut

mereka adalah tidak sah, walaupun mereka sudah berkemampuan untuk

membedakan mana yang baik dan yang buruk (berakal),16 dan untuk

perjanjian sewa-menyewa harus terpenuhi syarat dan rukun sebagai berikut:

Rukun dari akad ija>rah yang harus dipenuhi dalam transaksi ada

beberapa, yaitu:

1. Pelaku akad, yaitu musta’jir (penyewa) adalah pihak yang menyewa, dan

15Suhendi Hendi, Fiqh Muamalah (Jakarta: PT RajaGrafindo Persad, 2005), 116-117.

16Chairuman Pasaribu dan Suhrawardi K. Lubis, Hukum Perjanjian Dalam Islam (Jakarta: Sinar

(42)

30

mu’jir/muajir (pemilik) adalah pihak yang menyewakan.

2. Objek akad, yaitu ma’jur (manfaat yang disewakan), dan ujrah (upah).

3. Shighah, yaitu ijab dan qabul.17

Syarat-syarat sewa-menyewa (ija>rah) adalah sebagai berikut:

1. Kedua belah pihak yang berakad menyatakan kerelaannya untuk

melakuan akad ija>rah. Apabila salah seorang di antaranya terpaksa

melakukan akad itu, maka akadnya tidak sah.

2. Manfaat yang menjadi obyek ija>rah harus diketahui secara sempurna,

sehingga tidak muncul perselisihan di kemudian hari. Apabila manfaat

yang akan menjadi obyek ija>rah itu tidak jelas, maka akadnya tidak sah.

Kejelasan manfaat itu dapat dilakukan dengan menjelaskan jenis

manfaatnya, dan penjelasan berapa lama manfaat ditangan penyewa.

3. Upah dalam akad ija>rah harus diketaui jumlahnya oleh kedua belah

pihak dan sesuatu yang bernilai harta. Oleh sebab itu, para ulama

sepakat menyatakan bahwa khamr dan babi tidak boleh menjadi upah

dalam akad ija>rah, karena kedua benda itu tidak bernilai dalam islam.18

4. Yang disewakan bukan suatu kewajiban bagi penyewa, misalnya

menyewa orang untuk melaksanakan shalat untuk diri penyewa atau

menyewa orang yang belum haji untuk menggantikan haji penyewa.

Para ulama fiqh sepakat mengatakan bahwa akad sewa menyewa seperti

(43)

31

ini tidak sah, karena shalat dan haji merupakan kewajiban penyewa itu

sendiri.

5. Objek ija>rah itu sesuatu yang dihalalkan oleh syara’ oleh sebab itu para

ulama fiqh sepakat mengatakan tidak boleh menyewa seseorang untuk

menyantet orang lain, menyewa seorang untuk membunuh orang lain,

demikian juga tidak boleh menyewakan rumah untuk dijadikan

tempat-tempat maksiat.19

6. Barang yang disewakan atau suatu yang dikerjakan dalam upah-

mengupah, disyaratkan barang yang disewakan dengan beberapa syarat

berikut ini:

a. Hendaklah barang yang yang menjadi objek akad sewa-menyewa

dan upah-mengupah dapat dimanfaatkan kegunaannya.

b. Hendaklah benda-benda yang objek sewa-menyewa dan

upah-mengupah dapat diserahkan kepada penyewa dan pekerja berikut

kegunaannya (khusus dalam sewa-menyewa).

c. Manfaat dari benda yang disewa adalah perkara yang boleh menurut

syara’, bukan hal yang dilarang (diharamkan).

d. Benda yang disewakan disyaratkan kekal ‘ain (zat)-nya hingga

waktu yang ditentukan menurut perjanjian dalam akad.20

Setelah terjadi penyerahan barang sewaan atau jasa yang di sewakan,

19 Abdul Rahman Gazaly, et al, Fiqih Muamalat…, 279.

(44)

32

risiko mengenai barang yang dijadikan objek perjanjian sewa-menyewa

ditanggung oleh sipemilik barang, sebab sipenyewa hanya menguasai untuk

mengambil manfaat dari barang yang disewakan, penyewa hanya berhak

mengambil manfaat barang, bukan zat barang yang bersangkutan, sedangkan

hak benda tetap ada di tangan pemilik barang atau yang menyewakannya.

Dengan demikian, jika terjadi kerusakan atas barang sebelum terjadi akad,

pemilik barang yang berkewajiban memperbaikinya, demikian pula jika

barang yang baru disewa tanpa sengaja rusak, pemilik barang yang akan

menanggungnya, kecuali kerusakan dilakukan oleh penyewa karena

kelalaiannya atau disengaja dan tidak melakukan pemeliharaan atas barang

yang disewa. Namun ada kalanya pemilik barang harus menjelaskan kepada

penyewa barang yang akan disewakan dan manfaat barang tersebut

benar-benar sudah jelas, misalnya rumah, mobil, tanah, dan sebagainya. Dalam

pelaksanaan sewa-menyewa barang, bukan hanya manfaatnya yang harus

diperhatikan, melainkan batas waktu penyewaan, harga sewa, dan

fungsi-fungsi yang dimiliki barang sehingga dalam transaksi sewa-menyewa

terdapat hal-hal berikut:

1) Penjelasan manfaat, yaitu manfaat benda yang disewakan benar-benar

jelas diketahui.

2) Penjelasan waktu, yaitu waktu minimal atau maksimal dari masa

(45)

33

3) Penjelasan harga sewa, yaitu untuk membedakan harga sewa sesuai

dengan waktunya, misalnya per bulan, per tahun, atau per hari.

4) Penjelasan jenis pekerjaan, yaitu menjelaskan jasa yang dibutuhkan

penyewa dan orang yang dapat memberikan jasanya. Misalnya,

pembantu rumah tangga, tukang kayu, sopir dan sebagainya.21

D. Macam-Macam Ija>rah

Ulama fiqih membagi ija>rah dalam dua bagian sebagai mana diterangkan

di bawah ini:

1) Ija>rah atas ain. Artinya menyewa manfaat ian (benda) yang kelihatan,

seprti menyewa sebidang tanah untuk ditanami atau sebuah rumah

untuk didiami. Asalkan ain-nya itu dapat dilihat diketahui tempat atau

letaknya. Hal ini juga disebut sewa-menyewa.

2) Ija>rah di atas pengakuan akan tenaga, yaitu mengupahkan benda atas

untuk dikerjakan, menurut pengakuan si pekerja, barang itu akan

diselesaikannya dalam jangka waktu tertentu, menurut upah yang

ditentukan. Hal ini dinamakan juga upah-mengupah.22

E. Sifat dan Hukum Ija>rah

Ijarah memiliki beberapa sifat dan hukum yang akan di terangkan di

(46)

34

bawah ini, sebagai berikut:

1. Sifat Akad Ija>rah

Ulama fikih berpendapat tentang sifat akad ija>rah, apakah bersifat

mengikat kedua belah pihak atau tidak. Ulama Mazhab Hanafi

berpendirian bahwa akad ija>rahitu bersifat mengikat, tetapi bisa

dibatalkan secara sepihak apa bila terdapat uzur dari salah satu pihak

yang berakad, seperti salah satu pihak wafat atau kehilangan kecakapan

bertindak hukum. Akan tetapi, jumhur ulama mengatakan bahwa akad

ija>rah itu bersifat mengikat, kecuali ada cacat pada barang itu tidak bisa

dimanfaatkan. Akibat perbedaan pendapat ini terlihat dalam kasus

apabila salah seorang meninggal dunia. Menurut ulama Mazhab Hanafi,

apabila salah seorang yang berakat meninggal dunia, maka akad ija>rah

batal, karena manfaat tidak bisa diwariskan. Akan tetapi, jumhur ulama

mengatakan bahwa manfaat itu bisa diwariskan karena termasuk harta

(al-ma>l). Jadi kematian salah satu pihak yang berakad tidak

membatalkan akad ija>rah.23

2. Hukum Akad Ija>rah

Hukum ija>rah sahih dalah tetapnya kemanfaatan bagi penyewa, dan

tetapnya upah bagi pekerja atau orang yang menyewakan ma’qud‘alaih,

sebab ija>rah termasuk jual-beli pertukaran, hanya saja dengan

(47)

35

kemanfaatan.Adapun hukum ija>rah rusak, menurut ulama Hanafiyah,

jika penyewa telah mendapatkan manfaat tetapi orang yang menyewa

atau yang bekerja dibayar lebih kecil dari kesepakatan pada waktu

akad.Ini bila kerusakan tersebut terjadi pada syarat.Akan tetapi, jika

kerusakan disebabkan penyewa tidak memberi tahukan jenis pekerjaan

perjanjiannya, upah harus diberikan semestinya. Sedangkan menurut

Jafar dan ulama Syafi’iyah berpendapat bahwah ija>rah fasid sama

dengan jual-beli fasid, yakni harus dibayar sesuai dengan nilai atau

ukuran yang dicapai oleh barang sewaan.24

F. Berakhirnya Akad Ija>rah

Adapun hal-hal yang menyebabkan berakhirnya pada perjanjian sewa

menyewa adalah disebabkan hal-hal sebagai berikut:

1. Terjadinya aib pada barang sewaan, yaitu barang yang menjadi objek

perjanjian sewa-menyewa terdapat kerusakan ketika sedang di tangan

pihak penyewa, yang mana kerusakan itu diakibatkan kelalaian pihak

penyewa sendiri, misalnya karena pengguna barang tidak sesuai dengan

peruntukan penggunaan barang tersebut. Dalam hal seperti ini pihak

yang menyewakan dapat memintakan pembatalan.

2. Rusaknya barang yang disewakan, yaitu barang yang menjadi objek

(48)

36

perjanjian sewa-menyewa mengalami kerusakan atau musnah sama

sekali sehingga tidak dapat dipergunakan lagi sesuai dengan apa yang

diperjanjikan, misalnya yang menjadi objek sewa-menyewa adalah

rumah, kemudian rumah yang diperjanjikan terbakar.25

3. Waktu yang disepakati dalam akad ija>rah telah berakhir. Apabila yang

disewakan itu rumah, maka rumah itu dikembalikan pada pemiliknya,

dan pabila yang disewakan itu jasa seseorang maka orang tersebut

berhak menerima upahnya.26

4. Menurut Mazhab Hanafi, apabila ada uzur seperti rumah disita, akad

berakhir. Sedangkan menurut Jumhur ulama, bahwa uzur yang

membatalkan ija>rah itu apabila obyeknya mengandung cacat atau

manfaatnya hilang seperti kebakaran dan dilanda banjir.27

G.Pengertian Ujrah

Idris Ahmad mengemukakan pengertian upah artinya mengambil

manfaat tenaga orang lain dengan jalan member ganti menurut syarat-syarat

tertentu.28Pengupahan menurut bahasa ialah apa yang diberikan kepada

karena suatu yang dikerjakannya. Sedangkan pengupahan menurut syariat

pemberian kepada seseorang dalam jumlah tertentu kepada orang yang

25Chairuman Pasaribu dan Suhrawardi K. Lubis, Hukum Perjanjian Dalam Islam…, 57-58. 26Abdul Rahman Gazaly, et al, Fiqih Muamalat…, 283.

27Hasan. M. Ali, Berbagai Macam Transaksi Dalam Islam (Jakarta: PT Raja Grafindo Persada, 2003),

238.

(49)

37

mengerjakan perbuatan khusus. Misalnya, apabila ada seseorang yang tidak

bisa melakukan pekerjaannya lalu dia menyuru orang lain untuk melakukan

pekerjaan tersebut maka orang yang melakukan pekerjaan tersebut

akanmendapatkan upah dari orang yang menyuru.29

Jadi upah dimaksud dalam pengertian diatas adalah setiap harta yang

diberikan sebagai kompensasi atas pekerjaan yang dikerjakan manusia, baik

berupa uang atau barang, yang memiliki nilai harta yaitu setiap sesuatu yang

dapat dimanfaatkan.

H. Dasar Hukum Ujrah

Dasar yang membolehkan upah adalah firman Allah dan Sunnah

Rasul-nya. Allah berfirman dalam surah al-Zukhruf ayat 32

                                     

Apakah mereka yang membagi-bagi rahmat Tuhanmu? Kami telah menentukan antara mereka penghidupan mereka dalam kehidupan dunia, dan Kami telah meninggikan sebahagian mereka atas sebagian yang lain beberapa derajat, agar sebagian mereka dapat mempergunakan sebagian yang lain. dan rahmat Tuhanmu lebih baik dari apa yang mereka kumpulkan.30

Jadi maksud ayat di atas, yaitu Allah telah memberi sarana

penghidupan manusia dalam kehidupan di dunia, karena manusia tidak

29Ismail Nawawi, Fiqh Mu’amalah, (Surabaya: CV. Putra Media Nusantara, 2010), 225.

30Departemen Agama RI, al-Qur’an Terjemah 20 Baris, (Bandung: CV Penerbit Diponegoro, 2007),

(50)

38

bisa hidup tanpa bantuan orang lain, sehingga mereka dapat saling

tolong-menolong dalam memenuhi kebutuhan hidupnya. Oleh karena itu

manusia saling membutuhkan dalam mencari dan mengatur

kehidupannya.

Surat al- Baqarah ayat 233.

                               

jika kamu ingin anakmu disusukan oleh orang lain, Maka tidak ada dosa bagimu apabila kamu memberikan pembayaran menurut yang patut.bertakwalah kamu kepada Allah dan ketahuilah bahwa Allah Maha melihat apa yang kamu kerjakan.31

Jadi menurut ayat di atas, apabila kita menyewa jasa orang lain

yang kita tidak miliki (tidak mampu kita lakukan), dengan catatakan

kita harus menunaikan upahnya secara patut.

Surat Ali-‘Imra>n ayat 57.

                 

Adapun orang-orang yang beriman dan mengerjakan amalan-amalan yang saleh, Maka Allah akan memberikan kepada mereka dengan sempurna pahala amalan-amalan mereka; dan Allah tidak menyukai orang-orang yang zalim.32

(51)

39

Jadi menurut ayat di atas, bahwa setiap pekerjaan orang yang

bekerja harus dihargai dandiberi upah. Apabila tidak memberikan upah

kepada para pekerja adalah suatu kezaliman yang tidak disukai Allah.

Begitu juga landasan hadits yang diriwayatkan Abd Ar-Raza.

ّنا ع ها يضر ّيردخا ديعس يأ نعو

َلاَق ّملسو يلع ها ىّلص ّي لا

م :

ْأَتْسا ِن

َج َر

َأ ِج

اًرْ ي

يْلَ ف

َل ِمَس

أ

ْج َر

َت

ادبع اور( .

)قازرل

barang siapa mempekerjakan pekerjaan, beritahukanlah upahnya‛ (Riwayat Abd Ar-Razaq).33

Jadi menurut hadits di atas, apabila kita mempekerjakan seseorang

kita harus harus menjelaskan jumlah upah yang akan kita berikan

terhadap pekerja tersebut, supaya tidak terjadi perselisihan di kemudian

hari.

Begitu juga landasan hadits yang al-hadits diriwayatkan Ibnu Majah.

ه ا َىِضَر َرَم ع ِنْبِا ْنَعَو

" َمَلَسَو ِْيَلَع ها ىَلَص ِها لْو سَر َلاَق : َلاَق اَم هْ َع

أ ْع

ط ْو

َلاا

ِج

ْ ي َر

َأ

ْج َر

َ ق ْب

َل َا

ْن

َِي

َف

َع

َر ق

) جام نب ا اور( "

Ibnu Umar RA menceritakan, bahwa Rasulullah SAW bersabda: Berikanlah upah sebelum kering keringatnya.34

(52)

40

Jadi menurut hadis di atas, keharusan untuk melakukan pembayaran

uang sesuai dengan kesepakatan atau batas waktu yang telah ditentukan,

setidaknya kita tidak menunda-nunda pemberian upah dari waktu yang

telah disepakati.

I. Rukun dan Syarat Ujrah

Rukun adalah unsu-unsur yang membentuk sesuatu, sehingga sesuatu itu

terwujud karena adanya unsur-unsur tersebut yang membentuknya.35

1. ‘A>qid (orang yang berakad)

Yaitu orang yang melakukan akad upah mengupah. Orang yang

memberikan upah dan yang menyewakan disebut mu’jir dan musta’jir

adalah orang yang menerima upah untuk melakukan sesuatu dan

menyewakan sesuatu.36

2. Shighat Akad

Sighat akad adalah sesuatu yang di sandarkan dari dua pihak yang

berakad yang menunjukkan isi hati keduanya tentang terjadinya suatu

akad, yang ditunjukan secara lisan, tulisan, perbuatan, dan isyarat.

Unsur-unsur dimaksud ijab dan kabul. Dalam berijab dan kabul ada

beberapa cara, yaitu sebagai berikut:

a. Akad dengan lafazh (ucapan), yaitu dengan lisan atau kata-kata yang

35Rachmat Syafei, Fiqih Mua’malah(Bandung: CV Pustaka, 2001), 125.

(53)

41

dipahami oleh kedua belah pihak. Kata-kata yang dimaksud sebagai

alat komunikasi yang dipergunakan pada umumnya.

b. Akad dengan tulisan adalah akad yang terbaik karena dengan adanya

tulisan, kedua belah pihak memperoleh bukti yang kuat dan

mempunyai kekuatan hukum. Dalam hukum Islam, perikatan dengan

utang piutang diperintahkan untuk melakukan secara tulis dan ada

yang menyaksikannya. Apabila terjadi sengketa perikatan yang

tertulis dapat dijadikan alat bukti di pengadilan.

c. Akad dengan perbuatan adalah lebih banyak tanpa kata-kata,

misalnya jual beli di swalayan karena seluruh harga barang sudah

dibandrol, pembeli langsung berakad dengan perbuatan.

d. Akad dengan isyarat, biasanya dilakukan oleh orang yang tidak

dapat berbicara atau tunarungu.37

J. Ujrah

Dalam perkara upah-mengupah, tidak dihalalkan melakukan uang

hilang sebab perbuatan ini menganiaya penyewa dan hukumnya pun haram

karena uang ini tidak ada imbanganya.Yang ada imbangannya hanyalah uang

37Wawan Muhwan Hariri, Hukum Perikatan Dilengkapi Hukum Perikatan dalam Islam (Bandung:

(54)

42

sewaan dengan barang yang disewa. Mengupah artinya memberi ganti atas

pengambilan manfaat tenaga dari orang lain menurut syarat-syarat tertentu.38

Manfaat untuk mengontrak seorang musta’jir harus ditentukan

bentuk kerjanya, waktu, upah serta tenaganya. Jenis pekerjaanya harus

dijelaskan sehingga tidak kabur. Karena transaksi ujrah yang masih samar

hukumnya adalah fasid.39

Sedangkan pembayaran kepada itu ada dua macam, yaitu: yang

pertama : Pegawai khusus, yaitu orang yang hanya bekerja pada orang yang

mempekerjakannya dan tidak bekerja pada orang lain. Di antara mereka

adalah pegawai negeri. Yang kedua : pegawai universal, yaitu orang yang

bekerja pada orang yang mempekerjakannya dan bekerja pada orang lain.

Seperti penjahit, menyembelih hewan dan lain-lain. Mereka berh

Gambar

Tabel
 Tabel 3.1
  Tabel 3.2 Jumlah Penduduk Desa Sumberrejo
Tabel 3.3
+3

Referensi

Dokumen terkait

--- Menimbang, bahwa terhadap Memori Banding yang diajukan oleh pihak Penggugat/Pembanding, pihak Tergugat I /Terbanding , Tergugat II /Terbanding

Sehubungan dengan belum terpenuhinya daftar pendek konsultan yang lulus prakualifikasi, Panitia Pengadaan Barang/Jasa melalui Seleksi Sederhana pada Pelabuhan

Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa hasil belajar kelas eksperimen yang diberikan pembelajaran menggunakan model problem solving fisika lebih tinggi dibandingkan

Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah (Lembaran Negara Tahun 2004 Nomor 125, Tambahan Lembaran Negara Nomor 4437) sebagaimana telah diubah dengan

[r]

[r]

Dalam perencanaan instalasi pipa penstock di rancang dan di sesuaikan dengan kondisi topografi karna hal tersebut akan mempengaruhi tipe pipa yang akan di

Dibandingkan dengan penelitian terdahulu Aryanti, (2007) yaitu Tinjauan atas Pelaksanaan Sistem Akuntansi Barang Milik Negara (SABMN) pada Kanwil XIII DJPBN