• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. biologi. Proses belajar biologi merupakan perwujudan dari interaksi subjek (anak

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "BAB II TINJAUAN PUSTAKA. biologi. Proses belajar biologi merupakan perwujudan dari interaksi subjek (anak"

Copied!
32
0
0

Teks penuh

(1)

9 BAB II

TINJAUAN PUSTAKA A. Kajian Kependidikan

1. Pembelajaran Biologi

Biologi merupakan ilmu yang mempelajari objek dan persoalan gejala alam. Semua benda dan kejadian alam merupakan sasaran yang dipelajari dalam biologi. Proses belajar biologi merupakan perwujudan dari interaksi subjek (anak didik) dengan objek yang terdiri dari benda dan kejadian, proses dan produk (Djohar, 1987: 1. Pendidikan biologi harus diletakkan sebagai alat pendidikan, bukan sebagai tujuan pendidikan, sehingga konsekuensinya dalam pembelajaran hendaknya memberi pelajaran kepada subyek belajar untuk melakukan interaksi dengan obyek belajar secara mandiri, sehingga dapat mengeksplorasi dan menemukan konsep. Konsep belajar mengajar biologi memiliki tiga persoalan utama, yaitu hakekat mengajar, kedudukan materi meliputi arti dan peranannya serta kedudukan siswa (Djohar, 1984: 7)

Hakekatnya, dalam pendidikan biologi menekankan adanya interaksi antara siswa dengan obyek yang dipelajari. Interaksi ini memberi peluang kepada siswa untuk berlatih belajar dan mengerti bagaimana belajar, mengembangkan potensi rasional pikir, ketrampilan, dan kepribadian serta mengenal permasalahan biologi dan pengkajiannya (Djohar, 1974: 4). Proses belajar mengajar pada diri siswa, akan berkembang tiga ranah yaitu: ranah kognitif, afektif dan psikomotorik (Wuryadi, 1971: 88). Tiga ranah tersebut dapat diuraikan menjadi tujuan pendidikan biologi, yaitu:

(2)

10 b. Pengembangan cara berfikir

c. Pengembangan ketrampilan, baik ketrampilan kerja maupun ketrampilan berfikir

d. Pengembangan pengetahuan dan pengertian serta penggunaan pengetahuan tersebut bagi kepentingan kehidupan manusia

Guru tidak hanya berfungsi sebagai pentransfer ilmu pengetahuan (transmitter of knowledge) tetapi berfungsi juga sebagai pengelola proses belajar mengajar (Prawoto, 1989: 21).

2. Sumber Belajar

Sumber belajar adalah segala sesuatu yang dapat memberikan kemudahan kepada seseorang dalam belajarnya. Segala sesuatu yang dialami dianggap sebagai sumber belajar sepanjang hal itu membawa pengalaman yang menyebabkan belajar. Peran utama sumber belajar adalah membawa atau menyalurkan stimulus dan informasi kepada siswa (Sudjana dan Rivai 2003: 77).

Pemilihan suatu sumber belajar perlu dikaitkan dengan tujuan yang ingin dicapai dalam proses pembelajaran, dengan demikian sumber belajar dipilih dan digunakan dalam proses belajar apabila sesuai dan menunjang tercapainya tujuan belajar (Mulyasa, 2002: 49). Secara umum manfaat sumber belajar yaitu :

a. Memberi pengalaman belajar yang konkret dan langsung kepada siswa.

b. Menyajikan sesuatu yang tidak mungkin diadakan, dikunjungi atau dilihat secara langsung.

c. Menambah dan memperluas cakrawala sajian yang ada di dalam kelas. d. Memberikan informasi akurat dan terbaru.

(3)

11 e. Membantu memecahkan masalah pendidikan. f. Memberikan motivasi positif bagi peserta didik.

g. Merangsang untuk berfikir, bersikap, dan berkembang lebih lanjut (Mulyasa, 2002: 50).

Klasifikasi sumber belajar adalah sebagai berikut:

a. Pesan, yaitu informasi yang harus disalurkan oleh komponen lain berbentuk ide, fakta, pengertian dan data.

b. Manusia, yaitu orang yang menyimpan informasi atau menyalurkan informasi. Tidak termasuk yang menjalankan fungsi pengembangan dan pengelolaan sumber belajar.

c. Bahan, yaitu sesuatu yang mengandung pesan untuk disajikan melalui pemakaian alat.

d. Teknik, yaitu prosedur yang disiapkan dalam mempergunakan bahan pelajaran, peralatan, situasi, dan orang yang menyampaikan pesan.

e. Alat dan peralatan, yaitu media yang menyalurkan pesan untuk disajikan. f. Lingkungan, yaitu situasi sekitar di mana pesan disalurkan (Sudjana dan Rivai,

2003: 80).

Penggunaan lingkungan sebagai sumber belajar dilakukan dengan cara menghadapkan siswa kepada lingkungan yang aktual untuk dipelajari dan diamati dalam hubungannya dengan proses belajar mengajar. Cara ini lebih bermakna karena para siswa dihadapkan dengan peristiwa dan keadaan yang sebenarnya secara alami, sehingga lebih nyata, faktual dan kebenarannya dapat dipertanggungjawabkan (Sudjana dan Rivai, 2001: 208).

(4)

12

Keuntungan yang diperoleh dari kegiatan mempelajari lingkungan dalam proses belajar yaitu :

a. Hakikat belajar akan lebih bermakna sebab siswa dihadapkan dengan situasi dan keadaan yang sebenarnya atau bersifat alami

b. Bahan-bahan yang dapat dipelajari lebih kaya serta lebih faktual sehingga kebenarannya lebih akurat

c. Sumber belajar menjadi lebh kaya sebab lingkungan yang dapat dipelajari bisa beraneka ragam

d. Siswa dapat memahami dan menghayati aspek-aspek kehidupan yang ada di lingkungannya, sehingga dapat membentuk pribadi yang tidak asing dengan lingkungan sekitarnya (Sudjana dan Rivai, 2001: 208).

Lingkungan sekitar dapat diangkat menjadi sumber belajar biologi. Lingkungan sekitar secara langsung dapat dijadikan sebagai sumber belajar biologi tanpa penyederhanaan dan modifikasi, misalnya dengan mengajak siswa ke pantai untuk mengamati ekosistem pantai atau hewan-hewan avertebrata yang ada di pantai. Lingkungan sebagai sumber belajar biologi perlu penyederhanaan dan modifikasi apabila akan digunakan sebagai sumber belajar di sekolah melalui penelitian. Suatu hasil penelitian jika akan diangkat sebagai sumber belajar harus melalui tahapan identifikasi proses dan produk penelitian, seleksi dan modifikasi hasil penelitian serta pengembangan hasil penelitian sebagai sumber belajar (Suhardi, 2012: 7-8).

Hasil penelitian biologi dapat diangkat sebagai sumber belajar apabila hasil penelitian tersebut sesuai dengan materi kurikulum pendidikan biologi yang

(5)

13

berlaku. Kajian ini baru akan dilakukan setelah hasil penelitian memenuhi persyaratan sebagai sumber belajar yang meliputi :

a. Kejelasan potensi ketersediaan objek dan permasalahan yang diangkat b. Kesesuaian dengan tujuan pembelajaran

c. Kejelasan sasaran dan peruntukannya d. Kejelasan informasi yang akan diungkap e. Kejelasan pedoman eksplorasi

f. Kejelasan perolehan yang diharapkan (Djohar, 1987: 2). 3. Bahan Ajar

Bahan ajar adalah segala bentuk bahan yang digunakan untuk membantu guru/instruktur dalam melaksanakan kegiatan belajar mengajar. Bahan ajar memungkinkan siswa dapat mempelajari suatu kompetensi secara runtut dan sistematis sehingga secara akumulatif mampu menguasai semua kompetensi secara utuh dan terpadu (Abdul Majid, 2009: 173). Menurut Chomsin S. Widodo (2008: 40), bahan ajar adalah seperangkat sarana atau alat pembelajaran yang berisikan materi pembelajaran, metode, batasan-batasan dan cara mengevaluasi yang didesain secara sistematis dan menarik dalam rangka mencapai tujuan yang diharapkan, yaitu mencapai kompetensi atau sukompetensi dengan segala kompleksitasnya.

Bahan ajar memiliki peran yang sangat besar dalam pembelajaran. Guru maupun siswa akan mengalami kesulitan dalam proses pembelajaran jika tidak ditunjang dengan bahan ajar yang memadai. Adanya upaya untuk senantiasa mengembangkan bahan ajar supaya proses pembelajaran dapat dilaksanakan

(6)

14

secara optimal merupakan suatu hal yang penting. Peran bahan ajar adalah sebagai berikut:

a. Bagi guru

1) Menghemat waktu guru dalam mengajar, karena adanya bahan ajar siswa dapat diberi tugas untuk memperlajari terlebih dahulu topik yang akan disampaikan. 2) Mengubah peran guru dari pengajar menjadi fasilitator. Adanya bahan ajar dalam kegiatan pembelajaran maka guru lebih bersifat memfasilitasi siswa daripada menyampaikan materi pelajaran.

3) Meningkatkan proses pembelajaran menjadi lebih efektif dan interaktif. Adanya bahan ajar maka pembelajaran akan lebih efektif karena guru memiliki banyak waktu untuk membimbing siswanya dalam memahami suatu topik pembelajaran, dan juga metode yang digunakannya lebih variatif dan interaktif karena guru tidak cenderung berceramah.

b. Bagi siswa

1) Dapat belajar tanpa kehadiran guru.

2) Dapat belajar kapan saja dan dimana saja dikehendaki. 3) Dapat belajar sesuai dengan kecepatan sendiri.

4) Dapat belajar menurut urutan yang dipilihnya sendiri.

5) Membantu potensi untuk menjadi pelajar mandiri (Sungkono, 2009: 50-51). Bahan ajar memiliki banyak bentuk dan macamnya. Bahan ajar dapat dibedakan dalam beberapa kelompok, menurut Abdul Majid (2009: 174) bahan ajar dikelompokkan menjadi 4, yaitu:

(7)

15

a. Bahan ajar cetak (printed) antara lain handout, buku, modul, lembar kerja siswa, leaflet, brosur, wallchart, foto/gambar, model/maket.

b. Bahan ajar dengan (audio) seperti kaset, piringan hitam, radio, dan Compact Disk audio.

c. Bahan ajar pandang dengar (audio visual), seperti video compact disk, film.

d. Bahan ajar interaktif (interactive teaching material) seperti compact disk interaktif.

4. Modul

a. Pengertian Modul

Modul merupakan suatu paket belajar dengan satu unit bahan pelajaran (Suhardi, 2012: 38). Menurut Sudjana dan Rivai (2003: 132) modul adalah suatu unit program pengajaran yang disusun dalam bentuk tertentu untuk keperluan belajar. Modul bisa dipandang sebagai paket program pengajaran yang terdiri dari komponen-komponen yang berisi tujuan belajar, bahan pelajaran, metode belajar, alat atau media, serta sumber belajar dan sistem evaluasinya.

Modul menurut Badan Penelitian dan Pengembangan Pendidikan Kebudayaan (BP3K) Departemen Pendidikan dan Kebudayaan berisi garis besar berikut:

1) Tujuan instruksional yang akan dicapai

2) Topik yang akan dijadikan dasar proses belajar mengajar 3) Pokok-pokok materi yang dipelajari

(8)

16 5) Peranan guru dalam proses belajar mengajar 6) Alat-alat dan sumber yang akan digunakan

7) Kegiatan-kegiatan belajar yang harus dilakukan dan dihayati murid secara berurutan.

8) Program evaluasi yang akan dilaksanakan (Suryobroto, 1986: 153).

Pembelajaran berdasarkan Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP) mengarahkan penggunaan modul sebagai salah satu sumber belajar dan bahan ajar. Berdasarkan hal ini seorang guru diharapkan memiliki kemampuan untuk mengembangkan sumber belajar dalam bentuk modul. Modul digunakan siswa untuk menyelesaikan bahan belajarnya secara individual. Siswa belum dapat melanjutkan ke suatu unit berikutnya sebelum mampu menyelesaikan secara tuntas dengan tingkat pencapaian 80 % (Suhardi, 2012: 38).

b. Keuntungan belajar dengan modul

Modul yang disusun dengan baik, dapat memberikan keuntungan bagi siswa, diantaranya sebagai berikut:

1) Modul dapat memberikan feedback yang banyak dan segera sehingga siswa dapat mengetahui taraf hasil belajaranya.

2) Setiap siswa mendapat kesempatan untuk mencapai nilai tertinggi dengan menguasai bahan pelajaran secara tuntas, sehingga siswa mempunyai dasar yang jelas untuk pelajaran yang baru.

3) Modul disusun dengan tujuan yang jelas dan spesifik untuk dapat dicapai oleh siswa.

(9)

17

4) Adanya langkah-langkah belajar yang teratur menimbulkan motivasi belajar yang tinggi.

5) Secara fleksibel, modul dapat disesuaikan dengan perbedaan siswa mengenai kecepatan belajar, cara belajar dan bahan pelajaran.

Bagi tenaga pengajar, modul juga memiliki beberapa keuntungan, diantaranya: 1) Rasa kepuasan

Materi yang dibuat sesuai dengan apa yang ada pada kurikulum dan sesuai dengan karakter siswa, sehingga hasil belajar siswa lebih terjamin. Apabila hasil siswa bagus, maka akan menimbulkan kepuasan bagi pengajar.

2) Bantuan individual

Pengajaran modul memberikan kesempatan yang lebih besar dan waktu yang lebih banyak kepada guru untuk memberikan bantuan individu tanpa melibatkan atau mengganggu seluruh siswa yang lain.

3) Pengayaan

Guru mendapat waktu yang lebih banyak untuk memberikan tambahan pelajaran sebagai pengayaan.

4) Kebebasan dari rutinitas

Menggunakan modul membuat guru melakukan pembelajaran yang tidak sama dengan rutinitas karena semua materi telah disediakan didalam modul. 5) Mencegah kemubaziran

Modul merupakan satuan pelajaran yang berdiri sendiri mengenai topik tertentu dan dapat digunakan dalam berbagai mata pelajaran atau mata kuliah. Modul dapat digunakan diberbagai sekolah dan tidak hanya satu sekolah saja.

(10)

18 6) Meningkatkan profesionalisme guru

Belajar dengan menggunakan modul menimbulkan banyak pertanyaan mengenai proses belajar itu sendiri. Pertanyaan merangsang guru untuk berfikir lebih ilmiah dan terbuka terhadap masukan dari siswa.

c. Karakteristik Modul

Modul memiliki karakteristik tertentu, misalnya berbentuk unit pengajaran yang lengkap, berisi rangkaian kegiatan belajar yang dirancang secara sistematis, berisi tujuan belajar yang dirumuskan secara jelas dan khusus dan memungkinkan siswa untuk belajar mandiri. Karakteristik modul dapat diketahui dari formatnya yang disusun atas dasar:

1) Prinsip desain pembelajaran yang berorientasi kepada tujuan (objective model) 2) Prinsip belajar mandiri (individual learning)

3) Prinsip belajar maju berkelanjutan (continous progress)

4) Penataan materi secara modular yang utuh dan lengkap (self contained) 5) Prinsip rujuk silang antar modul dalam mata pelajaran (cross referencing) 6) Penilaian belajar mandiri terhadap kemajuan belajar (self assessment) (Suhardi,

2012: 39).

d. Langkah Penyusunan Modul

Tiga cara yang dapat dipilih untuk menyusun modul adalah sebagai berikut (Sungkono, 2003: 10-11):

1) Menulis sendiri

Penulis menulis sendiri modul yang akan digunakan dalam proses pembelajaran. Penulis harus mempunyai kemampuan dalam menulis,

(11)

19

mengetahui kebutuhan siswa dan bidang ilmu tersebut. Materi yang disajikan dalam modul harus sesuai dengan materi yang ada di dalam kurikulum.

2) Pengemasan kembali informasi

Penulis tidak menulis modul sendiri, tetapi memanfaatkan buku-buku teks dan informasi yang telah ada dipasaran untuk dikemas kembali menjadi modul yang memenuhi kriteria yang baik. Informasi yang dikumpulkan harus sesuai dengan materi yang ada dalam kurikulum, kemudian dalam modul diberi penambahan tes, latihan dan umpan balik.

3) Penataan informasi

Cara ini hampir sama dengan cara kedua namun dalam penataan informasi tidak ada perubahan yang dilakukan terhadap modul yang diambil dari buku teks, jurnal ilmiah dan artikel. Materi tersebut diambil kemudian digandakan untuk dipakai secara langsung.

Ada beberapa langkah yang dilakukan dalam menulis modul. Menurut Suhardi (2012: 39-41), langkah-langkah penulisan modul adalah sebagai berikut: 1) Kegiatan persiapan

a) Penyiapan dan pengkajian standar isi mata pelajaran b) Penggandaan bahan referensi yang diperlukan c) Penyediaan sarana lain yang diperlukan 2) Pelaksanaan penulisan

a) Penentuan kriteria isi modul yang meliputi konsep, ruang lingkup materi dan penentuan format penulisan.

(12)

20

b) Teknik penulisan, meliputi perincian topik menjadi subsub topik dan perancangan modul yang disesuaikan dengan komponen modul.

c) Penulisan materi secara sistematis, pemberian ilustrasi dan menggunakan bahasa yang sesuai dengan siswa.

d) Pengecekkan apakah uraian yang ditulis telah sesuai dengan tujuan. 3) Validasi draft modul

a) Saran dari ahli media

b) Saran dari ahli materi yang kompeten 4) Uji coba terbatas

Pada tahap ini dilakukan penilaian oleh guru dan siswa di sekolah setelah lembar penilaian kualitas modul disiapkan..

e) Revisi

Revisi dilakukan setelah uji coba, maka didapatkan hasil dari bagian–bagian modul yang sudah baik maupun yang masih perlu diperbaiki sebelum diproduksi.

f) Produksi dan ditribusi

Setelah adanya penyempurnaan, modul digunakan sesuai denan kebutuhan dan didistribusikan kepada yang memerlukan.

e. Komponen Modul

Modul memuat komponen-komponen utama yaitu tujuan pembelajaran, pendahuluan, kegiatan belajar, latihan, rambu-rambu jawaban, rangkuman dan evaluasi (Sungkono, 2003: 12). Secara lebih rinci menurut Suhardi, komponen modul adalah sebagai berikut:

(13)

21

1) Tinjauan mata pelajaran merupakan paparan umum mengenai seluruh pokok-pokok isi mata pelajaran.

2) Bagian awal

a) Cakupan materi modul b) Tujuan pembelajaran

c) Deskripsi perilaku awal yang seharusnya sudah dimiliki. d) Keterkaitan antar modul dalam mata pelajaran

e) Ururtan kegiatan belajar

f) Petunjuk belajar yang berisi tahapan dalam memahami modul 3) Kegiatan belajar

a) Uraian materi yang berisi paparan-paparan materi

b) Pemberian contoh yang memantabkan pemahaman siswa terhadap isi uraian c) Latihan yang berguna juga untuk menguatkan konsep, prinsip, metode atau prosedur.

d) Rambu-rambu jawaban latihan

Rambu–rambu jawaban latihan ini berguna untuk mengarahkan pemahaman siswa terhadap jawaban yang diharapkan dari pertanyaan atau tugas yang sesuai dengan tujuan.

e) Kualitas Modul

Modul akan bermakna apabila siswa dapat dengan mudah menggunakannya. Berdasarkan standar penilain buku oleh Badan Standar Nasional Pendidikan (2006), standar penilaian dirumuskan dalam

(14)

22

komponen kelayakan isi, komponen kebahasaan, komponen penyajian dan komponen kegrafisan.

(1) Aspek kelayakan isi

Kelayakan isi berkaitan dengan aspek materi yang mencakup kelengkapan materi, akurasi materi, merangsang keingintahuan, mengembangkan wawasan siswa.

(2) Aspek kebahasaan

Aspek kebahasaan meliputi kesesuaian dengan perkembangan siswa, bahasa komunikatif, lugas, kesesuaian dengan kaidah EYD, menggunakan istilah dan simbol/lambang dan interaktif.

(3) Aspek penyajian

Aspek penyajian berkaitan dengan teknik dalam menyajikan materi yang ada pada buku, kesesuaian ilustrasi yang digunakan dan kelengkapan komponen yang ada pada buku.

(4) Aspek kegrafisan

Aspek kegrafisan meliputi ukuran buku, desain sampul buku, tata letak penempatan gambar, ilustrasi yang digunakan dalam buku.

5. Modul Pengayaan

Modul pengayaan diperlukan karena adanya kenyataan lapangan bahwa di dalam suatu kelas pasti terdapat beberapa anak yang memiliki daya belajar lebih cepat dari teman-teman lainnya, hal tersebut karena anak-anak tersebut memiliki kemampuan intelektual diatas rata-rata atau anak-anak tersebut tinggal pada suatu lingkungan sosial, ekonomi, dan pendidikan yang dapat meningkatkan

(15)

23

prestasi belajarnya. Oleh sebab itu siswa-siswa yang belajar lebih cepat dan telah menyelesaikan program belajar pokok perlu diberikan fasilitas tambahan berupa program pembelajaran pengayaan berupa modul pengayaan.

Modul pengayaan bersifat memperluas dan bersifat memperdalam bagi siswa yang telah tuntas pada SK dan KD di setiap materi pokok. Modul pengayaan yang disebut juga modul tambahan ini dapat dikerjakan oleh siswa di sekolah maupun dirumah (Suryobroto, 1986: 33). Tujuan dari pengayaan di antaranya adalah :

a. Memberikan aplikasi tambahan sesuai dengan yang terdapat dalam kehidupan sebenarnya, dari konsep-konsep atau prinsip-prinsip.

b. Meneliti aspek-aspek yang lebih kompleks dari konsep yang diajarkan. Guru dapat menggunakan modul untuk menambah pengalaman siswa dalam program pengayaan. Kompetensi dasar yang harus dikuasai siswa adalah kompetensi dasar plus yang dapat ditentukan oleh guru. Kompetensi dasar plus ini dapat diartikan lebih mendalam atau lebih luas dibandingkan kompetensi sebelumnya (Bambang Subali, 2009: 38-39).

B. Kajian Keilmuan 1. Pewarisan Sifat

Pewarisan sifat adalah bagaimana gen-gen diteruskan kepada generasi berikutnya melalui sel-sel anakan. Perkembangan mikroskop menunjukkan bahwa organisme tersusun oleh unit-unit yang disebut sel. Sel dari suatu organisme berasal dari sebuah sel tunggal yang disebut zigot. Zigot mengalami pembelahan sel menjadi embrio dan akhirnya menjadi organisme dewasa. Sel-sel anakan

(16)

24

adalah sama, sehingga pembelahan sel yang menjadi dasar pewarisan sifat (Anna, 1992: 21).

Orangtua memberikan informasi genetik kepada anak-anaknya dalam bentuk unit herediter yang disebut gen. Gen-gen yang kita warisi dari ibu dan ayah merupakan tautan genetik kita dengan orangtua dan gen yang menyebabkan kemiripan dalam keluarga. Gen memprogram sifat-sifat spesifik yang muncul saat individu berkembang dari sel yang terfertilisasi menjadi dewasa. Program genetik tersebut tertulis dalam DNA, yaitu suatu polimer dari empat nukleotida yang berbeda (Campbell, 2003: 268).

Informasi yang terwariskan diteruskan dalam urutan sekuens spesifik nukleotida DNA dari setiap gen, mirip seperti informasi tercetak yang disampaikan dalam bentuk urut-urutan huruf bermakna. Pewarisan sifat herediter memiliki basis molekuler pada replikasi DNA secara tepat yang menghasilkan salinan gen-gen yang dapat diwariskan dari orangtua kepada anak. Hewan dan tumbuhan memiliki sel-sel reproduksi yang disebut gamet merupakan sesuatu yang meneruskan gen dari satu generasi ke generasi berikutnya. Gamet jantan dan betina bergabung sehingga meneruskan gen-gen dari kedua induk ke anaknya selama fertilisasi (Campbell, 2003: 268).

Suatu sifat diwariskan menurut pola tertentu, ada 4 macam pola pewarisan sifat manusia yaitu terpaut kromosom X (dominan dan resesif), terpaut kromosom Y, autosomal dominan dan autosomal resesif. Sifat-sifat terpaut kromosom X lebih sering diekspresikan pada laki-laki daripada perempuan. Perempuan memiliki sepasang kromosom seks yang homolog. Hukum dominansi dan resesif

(17)

25

dari Mendel berlaku bagi sifat-sifat yang ditentukan oleh gen-gen terpaut X pada perempuan dengan cara yang sama seperti pada sifat-sifat yang ditentukan oleh gen-gen pada autosom. Kromosom Y mempunyai ukuran lebih pendek daripada kromosom X, sehingga kromosom Y memiliki gen-gen yang lebih sedikit. Kromosom X dan Y dijajarkan dapat terlihat adanya bagian yang homolog (sama bentuk dan panjangnya) dan bagian yang tidak homolog. Gen-gen terpaut Y terdapat pada bagian yang tidak homolog (Suryo, 1997: 226)

Sifat autosom merupakan sifat keturunan yang ditentukan oleh gen pada autosom. Gen ini ada yang dominan dan ada yang resesif. Laki-laki dan perempuan mempunyai autosom yang sama. Sifat keturunan yang ditentukan oleh gen autosomal dapat dijumpai pada laki-laki dan perempuan (Suryo, 1997 : 102). Autosomal dominan adalah sifat keturunan yang ditentukan oleh gen autosom yang bersifat dominan. Adanya gen dominan di dalam genotipe seseorang memastikan sifat itu akan diekspresikan. Kedua orangtua yang memiliki sifat tersebut pasti akan menurunkan sifatnya ke keturunannya. Sifat yang ditentukan oleh gen autosom resesif akan tampak bila suatu individu menerima gen itu dari kedua orang tuanya. Kedua orang tua tersebut tampak normal, namun mereka sebenarnya pembawa (carrier) gen resesif yang dimaksud, atau mereka itu masing-masing heterozigot.

2. Peta Silsilah

Peta silsilah (pedigree) adalah catatan asal usul suatu sifat dari generasi ke generasi. Peta silsilah ini dibuat supaya pewarisan sifat keturunan dalam satu keluarga dapat diikuti untuk beberapa generasi. Peta silsilah termasuk alat yang

(18)

26

paling banyak digunakan dalam penelitian genetika, dan untuk menyusun suatu pola peta silsilah diperlukan keturunan dalam jumlah yang banyak sedikitnya 3 generasi (Anna, 1985: 66-68). Peta silsilah merupakan gambaran pewarisan sifat-sifat manusia yang ditulis dengan simbol-simbol yang telah disepakati oleh para ahli genetika, yaitu sebagai berikut:

= Perempuan Normal

= Laki-laki Normal

= Perkawinan perempuan normal dengan laki-laki normal

= Laki-laki normal menikah dengan dua perempuan normal

= Orangtua normal memiliki anak yang normal

= Perkawinan antar anggota keluarga

= Laki-laki dan perempuan yang memiliki sifat yang diteliti

= Perempuan pembawa gen (carrier)

(19)

27

Ahli genetika menganalisis hasil perkawinan dengan pertimbangan tidak mungkin untuk memanipulasi pola perkawinan manusia. Mereka melakukan hal itu dengan cara mengumpulkan informasi tentang sejarah sifat tertentu dalam satu keluarga dan menyusun informasi tersebut dalam suatu pohon silsilah yang mendeskripsikan sifat-sifat orangtua dan anak-anak pada beberapa generasi (Campbell, 2003: 297).

Salah satu penerapan penting dari peta silsilah adalah membantu menghitung probabilitas seorang anak yang akan memiliki genotipe dan fenotipe tertentu. Silsilah merupakan hal yang penting ketika alel-alel yang dipertanyakan menyebabkan penyakit yang melumpuhkan atau mematikan, bukan sekedar variasi manusia yang tidak berbahaya seperti garis rambut atau konfigurasi lobus telinga. Kelainan yang diwariskan sebagai sifat Mendelian sederhana, berlaku teknik yang sama untuk analisis silsilah (Campbell, 2003: 297).

Peta silsilah yang menggambarkan pewarisan sifat tertentu dalam suatu keluarga dapat dianalisis untuk mengetahui pola pewarisan gen penentu sifat tersebut. Suatu gen penentu sifat termasuk auotosomal jika (1) terdapat kemungkinan jumlah yang sama antara wanita dan laki-laki yang mengekspresikan gen tersebut, (2) terdapat laki-laki yang menurunkan sifat tersebut pada anak laki-lakinya dan (3) terdapat anak-anak perempuan yang terkena walaupun bapak dan ibunya normal. Gen yang bersifat dominan akan selalu diekspresikan bilamana gen tersebut ada sehingga biasanya tidak ada generasi yang alpa dalam ekspresi sifat. Sifat dari gen dominan akan

(20)

28

hilang atau tidak akan muncul jika satu generasi tidak mengekspresikan sifat itu (Anna, 1985: 68-71).

Gen yang bersifat resesif mempunyai karakteristik yang berkebalikan dengan gen dominan. Gen resesif menunjukkan adanya peloncatan generasi dalam ekspresinya. Gen penentu suatu sifat juga dapat terpaut kromosom seks. Gen resesif terpaut kromosom X tidak akan diekspresikan pada anak perempuan manapun jika ayah dan ibunya normal.

3. Kesalahan Metabolisme Bawaan

Metabolisme adalah reaksi biokimia yang terjadi di dalam sel-sel tubuh untuk mengubah zat-zat seperti glukosa, asam amino dan asam lemak menjadi senyawa-senyawa yang diperlukan tubuh. Proses-proses dalam metabolisme melibatkan enzim untuk mengubah suatu zat menjadi zat lain, tanpa ikut bereaksi. Suatu enzim tidak dapat bekerja jika gen yang mengkode pembentukannya tidak dalam keadaan normal, akibatnya akan menimbulkan suatu kelainan akibat kesalahan metabolisme bawaan.

Kesalahan metabolisme bawaan adalah keadaan kekurangan enzim spesifik yang secara efektif menghambat salah satu rangkaian reaksi yang membentuk bagian proses metabolisme normal. Metabolit yang berada tepat sebelum rintangan tadi akan tertimbun dan metabolit yang berada sesudah rintangan tidak akan terbentuk. Berbagai perwujudan biokimia, patologis dan klinis keadaan tadi dapat dianggap sebagai akibat sekunder kerusakan metabolik primer. Perubahan sekunder ini dapat bersifat kompleks dan tersebar luas dan umumnya akan tergantung pada sifat dan pengaruh biokimia metabolit tadi yang

(21)

29

cenderung untuk tertimbun atau yang pembentukannya terhambat (Harry, 1994 : 274).

Menurut William S Klug, et al (2007: 270), kesalahan metabolisme bawaan adalah keadaan dimana gen tidak dapat mengkode pembentukan enzim yang berperan mengubah suatu zat (substrat) menjadi zat lain (produk) dalam proses metabolisme. Hal ini mengakibatkan tubuh akan kelebihan zat (substrat) dan kekurangan zat lain (produk). Keadaan ini mengakibatkan suatu kelainan. Pembentukan suatu enzim dikode oleh gen yang spesifik. Beadle dan Tatum (1941) menyatakan teori “satu gen satu enzim”, artinya satu gen mengkode pembentukan satu enzim. Hubungan antara gen dan enzim pada proses metabolisme digambarkan dalam skema berikut:

Berdasarkan skema di atas, diketahui bahwa gen B berfungsi mengkode pembentukan enzim B. Seseorang yang memiliki gen B dalam keadaan tidak normal (akibat mutasi), misalnya dalam bentuk gen b, berarti enzim B tidak terbentuk dan tidak dapat mengubah zat A menjadi zat B. Hal ini mengakibatkan,

Gen A Enzim A Tahap A Gen B Enzim B Tahap B Gen C Enzim C Tahap C

Zat A Zat B Zat C

Substrat

Gambar 1. Skema Proses Metabolisme Normal Sumber : (Suryo, 1997)

(22)

30

tahap B tidak terjadi dan menimbulkan blok metabolisme. Blok metabolisme yang terjadi pada tubuh seseorang akan menimbulkan kelainan.

Sejumlah besar kelainan telah diketahui akibat kesalahan metabolisme bawaan sekarang ini. Beberapa kasus keadaannya mungkin menggambarkan sintesis protein enzim yang strukturnya berubah atau memiliki sifat katalitis yang rusak. Kasus lain, disebabkan karena protein enzim yang strukturnya berubah sehingga mudah dihancurkan dalam jaringan. Kasus lain lagi, mungkin ada pengurangan spesifik atau kegagalan dalam sintesis protein enzim (Harry, 1994: 278).

Enzim yang terlibat dalam gangguan ini sangat berbeda-beda dan mengenai banyak aspek metabolisme. Gangguan metabolik dan kelainan klinis yang diakibatkan juga sangat beranekaragam. Keadaan ini berkisar dari keadaan yang mungkin secara efektif mematikan pada awal-awal kehidupan, hingga keadaan yang dapat menghasilkan suatu cacat menetap seperti kemunduran mental (Harry, 1994: 279).

Kesalahan metabolisme bawaan diwariskan sebagai kelainan resesif, yang dimaksud adalah individu yang terkena dengan gambaran klinis dan metabolik khas penyakitnya tampaknya memiliki dua dosis gen abnormal, sedangkan heterozigotnya dengan satu dosis gen abnormalnya dan satu dosis alel normalnya, umumnya benar-benar sehat. Beberapa penderita yang terkena akan menerima alel abnormal sama dari masing-masing orang tuanya dan oleh karenanya homozigot sejati. Penderita lainnya mungkin memiliki dua macam alel yang dari sudut

(23)

31

molekuler menghasilkan kekurangan enzim dengan macam-macam cara (Harry, 1994: 342).

Gen mengkodekan protein dengan fungsi yang spesifik. Alel yang menyebabkan suatu kelainan genetik mengkodekan protein yang gagal berfungsi atau bahkan tidak terbentuk sama sekali. Kelainan yang diwariskan secara resesif hanya timbul pada individu homozigot yang mewarisi satu alel resesif dari masing-masing orangtua. Heterozigot dapat meneruskan alel resesif ke keturunannya, walaupun secara fenotipik terlihat normal, sehingga disebut pembawa sifat (carrier) (Campbell, 2003: 298).

Ketika alel resesif penyebeb penyakit ini jarang ditemukan, relatif kecil sekali kemungkinannya bagi dua pembawa sifat alel berbahaya yang sama untuk bertemu dan memiliki anak. Laki-laki dan perempuan tersebut berkerabat dekat (misalnya saudara kandung atau sepupu langsung), probabilitasnya untuk mewarisakan sifat-sifat resesif sangat meningkat. Orang-orang yang berkerabat dekat lebih mungkin memilik alel resesif yang sama daripada orang-orang yang tidak berkerabat. Perkawinan kerabat dekat lebih mungkin menghasilkan keturunan yang homozigot resesif sehingga dapat memunculkan sifat-sifat yang berbahaya (Campbell, 2003: 299).

Heterozigot gabungan akan menunjukkan kekurangan menyolok pada enzim yang khusus, serupa dengan yang ditunjukkan oleh homozigot sejati untuk salah satu dari kedua alelnya dan mungkin secara klinis tidak dapat dibedakan. Kelainan ini rata-rata terdapat pada satu dalam empat saudara. Kelainan ini jarang terlihat pada orang tuanya, anak-anak dan saudara lainnya. Heterozigot sederhana dengan

(24)

32

satu dosis gen abnormal dan satu dosis alel normalnya biasanya memiliki kekurangan sebagian dari enzimnya dan seringkali menunjukkan gangguan metabolik minor secara kualitatif serupa dengan individu yang terkena (Harry, 1994: 343).

Kelainan yang disebabkan karena kesalahan metabolisme bawaan ini merupakan kelainan yang jarang terjadi, umumnya dialami oleh satu atau dua orang dalam satu generasi. Kelainan ini juga tidak selalu muncul pada setiap generasi (keturunan), sebagai contoh kesalahan pada metabolisme asam amino tirosin dan phenylalanin. Kesalahan pada metabolisme asam amino tirosin dan phenylalanin menyebabkan terjadinya empat kelainan yaitu Phenylketouria (PKU), Alkaptonuria, Albino, dan Kretinisme, yang digambarkan pada skema berikut:

Phenylalanin

Tiroksin Tirosin 3,4 Dyhydroxyphenylalanin

Alkapton (Asam homogentisat) Asam Maleoasetat

a. Phenylketouria (PKU) Enzim Phenylalanin hidroksilase Phenylketouria (PKU) Enzim tirosinase Albino Kretinisme

Enzim homogentisat oksidase

Alkaptonuria

Gambar 2. Skema Kesalahan Metabolisme Asam Amino Tirosin dan Phenylalanin. Garis panah merah menunjukkan adanya blok metabolisme.

Sumber : William S Klug, et all (2007)

(25)

33

Phenylketouria (PKU) adalah suatu kelainan metabolisme bawaan yang disebabkan karena tubuh kelebihan phenylalanin. Phenylalanin adalah asam amino essensial yang diperlukan tubuh, namun tidak dapat diproduksi sendiri, sehingga asupan phenylalanin diperoleh melalui makanan. Timbunan phenylalanin ini akan disimpan di hati, diedarkan ke seluruh tubuh melalui pembuluh darah dan terkonsentrasi di kandung kemih (Adrian, 1965: 285)

Kandungan phenylalanin yang berlebih di dalam tubuh, menyebabkan seseorang mengalami cacat mental. Hal ini ditandai dengan urine yang berwarna hitam. Phenylalanin dalam tubuh harus diubah menjadi tirosin, proses pengubahan ini membutuhkan bantuan enzim phenylalanin hidroksilase. Pembentukan enzim phenylalanin hidroksilase dikode oleh gen P.

Orang normal memiliki genotipe PP atau Pp, sedangkan penderita PKU bergenotipe pp. Kelebihan phenylalanin di dalam tubuh disebabkan karena gen P tidak normal atau mengalami mutasi menjadi gen p. Gen p tidak dapat mengkode pembentukan enzim phenylalanin hidroksilase, akibatnya enzim ini tidak terbentuk dan tidak dapat mengubah phenylalanin menjadi tirosin (Suryo, 1997: 123). Bagi penderita PKU, kelainan ini dapat diatasi dengan menghindari makanan yang mengandung phenylalanin. Metabolisme normal dan kesalahan metabolisme phenylalanin menjadi tirosin digambarkan dalam skema berikut:

Phenylalanin Tirosin Gen P

Enzim phenylalanin

hidroksilase (NORMAL)

Gambar 3. Skema Pengubahan Phenylalanin menjadi Tirosin dengan Bantuan Enzim Phenylalanin Hidroksilase yang dikode oleh Gen P.

(26)

34

Phenylalanin Tirosin

b. Albino

Albino adalah suatu kelainan metabolisme bawaan yang disebabkan karena kekurangan pigmen melanin. Pigmen melanin adalah pigmen yang menentukan warna kulit, rambut dan mata manusia. Seseorang yang berwarna kulit gelap, memiliki pigmen melanin lebih banyak dibanding yang berkulit cerah. Pigmen melanin diproduksi oleh sel melanosit yang berada di bagian dermis kulit tepatnya di stratum granulosum. Pigmen ini berfungsi untuk melindungi kulit dari kerusakan akibat radiasi sinar matahari.

Kekurangan pigmen melanin disebabkan karena tidak ada enzim tirosinase yang berperan mengubah tirosin menjadi beta-3,4-dyhydroxyphenylalanin untuk selanjutnya diubah menjadi melanin (Suryo, 1997: 126). Kekurangan melanin menyebabkan seseorang memiliki rambut putih, kulit badan dan mata berwarna merah jambu karena warna darah menembus kulit dan mata tidak tahan terhadap sinar matahari.

Pembentukan enzim tirosinase dikode oleh gen A. Seseorang yang normal bergenotipe AA atau Aa, sedangkan penderita albino bergenotipe aa (Suryo, 1997:

Gen p Enzim phenylalanin

hidroksilase

(PKU)

Gambar 4. Skema Kesalahan Metabolisme Phenylalanin menjadi Tirosin. Garis miring warna hitam menunjukkan gen p tidak dapat mengkode pembentukan

enzim. Garis miring warna merah menunjukkan proses pengubahan tidak terjadi karena enzim tidak terbentuk.

(27)

35

128). Orang tua yang keduanya penderita albino dapat dipastikan bahwa akan melahirkan anak-anak yang albino juga. Hal ini tidak menutup kemungkinan orang tua keduanya normal tiba-tiba melahirkan anak yang menderita albino. Kasus demikian dapat terjadi apabila kedua orang tua tersebut memiliki genotipe heterozigot (pembawa). Metabolisme normal dan kesalahan metabolisme tirosin menjadi melanin digambarkan pada skema berikut.

Tirosin 3,4 Dyhydroxyphenylalanin Melanin

Tirosin 3,4 Dyhydroxyphenylalanin Melanin

c. Alkaptonuria

Alkaptonuria adalah suatu kelainan metabolisme bawaan yang disebabkan karena tubuh kelebihan alkapton (asam homogentisat). Timbunan alkapton diendapkan di tulang rawan dan tendon, yang menyebabkan nyeri di tubuh, karena

Gen A

Enzim Tirosinase (NORMAL)

(ALBINO) Gen a

Enzim Tirosinase

Gambar 5. Skema Pengubahan Tirosin menjadi Melanin dengan Bantuan Enzim Tirosinase yang dikode oleh Gen A.

Gambar 6. Skema Kesalahan Metabolisme Tirosin menjadi Melanin. Garis miring warna hitam menunjukkan gen a tidak dapat mengkode pembentukan enzim. Garis miring warna merah menunjukkan proses pengubahan

(28)

36

di bagian tersebut banyak terdapat syaraf. Alkapton yang berlebih, keluar bersama urine sehingga menyebabkan urine menjadi berwarna hitam (gelap).

Alkapton harus diubah menjadi asam maleylasetoasetat selanjutnya diubah menjadi H2O dan CO2 yang berperan untuk pembentukan energi atau zat lain yang

bermanfaat bagi tubuh. Proses pengubahan ini dibantu oleh enzim homogentisat oksidase (Adrian, 1965: 284). Pembentukan enzim homogentisat oksidase dikode oleh gen H. Seseorang yang normal bergenotipe HH atau Hh, sedangkan penderita alkapton bergenotipe hh. Alkaptonuria dapat diatasi dengan menambahkan nitisson (termasuk golongan narkoba). Nitisson ini berfungsi untuk mengurangi kandungan alkapton dalam tubuh.

Asam homogentisat Asam maleylasetoasetat

Asam homogentisat Asam maleylasetoasetat Gen H

Enzim Homogentisat oksidase (NORMAL)

(ALKAPTONURIA)

Gen h

Enzim Homogentisat oksidase

Gambar 7. Skema Pengubahan Asam Homogentisat menjadi Asam

Maleylasetoasetat dengan Bantuan Enzim Homogentisic Oksidase yang dikode oleh Gen H.

Gambar 8. Skema Kesalahan Metabolisme Asam Homogentisat menjadi Asam Maleylasetoasetat. Garis miring warna hitam menunjukkan gen h tidak dapat mengkode

pembentukan enzim. Garis miring warna merah menunjukkan proses pengubahan tidak terjadi karena enzim tidak terbentuk.

(29)

37 d. Kretinisme

Kretinisme adalah suatu kelainan yang disebabkan karena tubuh kekurangan hormon tiroksin/tiroid (hipotiroidisme). Hormon tiroksin adalah hormon yang berperan merangsang pertumbuhan seseorang. Kekurangan hormon tiroksin ini mengakibatkan seseorang bertubuh pendek, pertumbuhan lambat, berat badan rendah, otot badan lemah, suara imatur dan cacat mental. Dampak cacat mental ini tergantung pada seberapa banyak seseorang kekurangan hormon tiroksin. Istilah kretin mencakup 2 hal yaitu kretin endemik dan kretin sporadik. Keduanya berbeda secara etiologi namun masih berkaitan dengan hormon tiroid/tiroksin (Suryati dan Supadmi, 2010: 1).

a. Kretinisme Endemik

Kretin endemik merupakan kelainan akibat kekurangan Iodium yang berat pada masa fetal dan merupakan indikator klinik yang penting bagi Gangguan Akibat Kekurangan Iodium (GAKI). Sumber iodium tertinggi terdapat pada ikan laut. Tanda-tanda klinis yang menyolok yaitu adanya retardasi mental, postur tubuh pendek, wajah dan tangan tampak sembab dan seringkali tuli serta tanda-tanda kelainan neurologis. Kretin endemik pada umumnya lahir di daerah defisiensi Iodium yang sangat berat, contohnya daerah pegunungan. Secara epidemologis kretin endemik selalu berhubungan dengan defisiensi iodium yang berat dan secara klinis gejalanya disertai dengan defisiensi mental. Defisiensi mental meliputi gejala neurologis yang terdiri dari gangguan pendengaran dan bicara, gangguan berjalan dan sikap berdiri yang khas, gejala yang menyolok lain

(30)

38

adalah gangguan pertumbuhan dan hipotiroidisme. Kretin endemik dapat dicegah dengan mengkonsumsi iodium (Suryati dan Supadmi, 2010: 2).

b. Kretinisme Sporadik

Kretin sporadik atau dikenal sebagai hipotiroid kongenital berbeda dengan kretin endemik. Etiologi kretin sporadik bukan karena kekurangan iodium tetapi karena kelainan pada kelenjar tiroid seperti tidak adanya kelenjar tiroid (aplasia), kelainan struktur kelenjar (displasia, hipoplasia), lokasi abnormal (kelenjar ektopik) dan ketidaknormalan mensintesis hormon karena gangguan metabolik atau disebut juga kesalahan metabolisme bawaan. Kesalahan metabolisme terjadi karena tidak ada enzim yang mengubah tirosin menjadi hormon tiroksin. Pembentukan enzim tersebut dikode oleh gen C. Individu normal bergenotipe CC atau Cc, sedangkan individu kretin bergenotipe cc. Kretinisme dapat diatasi dengan menambahkan hormon tiroksin ke dalam tubuh. Kretinisme diturunkan secara autosomal resesif (Suryo, 1997: 129). Timbulnya kretin sporadik karena ada keterkaitan dengan mutasi beberapa gen antara lain : (1) mutasi gen NIS yang secara aktif mengatur transport iodida ke dalam sel folikel tiroid (2) mutasi gen tiroid peroksidase, dimana enzim tiroid peroksidase (TPO) berperan dalam biosintesis hormon tiroid/tiroksin (3) adanya mutasi homozigot pada exon 7 gen Thyroglobulin, (4) mutasi pada gen yang mengontrol Faktor Transkripsi serta (5) mutasi pada gen Thryotropin β-Subunit (Suryati dan Supadmi, 2010: 2).

(31)

39 Tirosin Tiroksin Tirosin Tiroksin Gen C Enzim C (NORMAL) (KRETIN) Gen c Enzim C

Gambar 9. Skema Pengubahan Asam Amino tirosin menjadi Hormon Tiroksin dengan Bantuan Enzim C yang dikode oleh Gen C.

Gambar 10. Skema Kesalahan Metabolisme Tirosin menjadi Tiroksin. Garis miring warna hitam menunjukkan gen c tidak dapat mengkode pembentukan

enzim. Garis miring warna merah menunjukkan proses pengubahan tidak terjadi karena enzim tidak terbentuk.

(32)

40 C. KERANGKA BERPIKIR Pembelajaran Biologi Evaluasi Pembelajaran Remedial (<KKM) Pengayaan (>KKM) Permasalahannya, kegiatan pengayaan kurang bermakna Siswa membutuhkan kegiatan pengayaan yang

bermakna

Penelitian Studi Kasus (Research) : Pewarisan Kretinisme di Desa Sigedang

Berpotensi sebagai sumber kegiatan pengayaan materi Hereditas Manusia kelas XII

Sesuai dengan KD KTSP materi Hereditas Manusia kelas XII : Menerapkan prinsip pewarisan

sifat dalam kehidupan

Hasil penelitian dikemas menjadi modul pengayaan sebagai alternatif bahan pengayaan di sekolah Pengembangan (Development) : Pengembangan Modul Pengayaan Genetika Berbasis Fenomena Kretinisme di Desa Sigedang, Kejajar, Wonosobo

untuk Kelas XII IPA Menambah pengetahuan

siswa dengan mendekatkannya pada

fenomena sekitar

Solusi

Gambar

Gambar 1. Skema Proses Metabolisme Normal  Sumber : (Suryo, 1997)
Gambar 2. Skema Kesalahan Metabolisme Asam Amino Tirosin dan Phenylalanin.
Gambar 3. Skema Pengubahan Phenylalanin menjadi Tirosin dengan Bantuan  Enzim Phenylalanin Hidroksilase yang dikode oleh Gen P
Gambar 4. Skema Kesalahan Metabolisme Phenylalanin menjadi Tirosin.
+5

Referensi

Dokumen terkait

Definisi Operasional pada penelitian ini adalah sebagai berikut.. 1) Rossy adalah salah satu program bincang-bincang yang ringan tetapi bermutu dalam menyajikan programnya

Sesuai dengan teori yang digunakan dalam penelitian ini adalah Teori SOR, teori ini menunjukkan bahwa komunikasi merupakan proses aksi-reaksi yang dapat diasumsikan bahwa

Perbedaan tersebut adalah : 1 dari segi subjek dan objek penelitian ini berbeda karena yang diteliti adalah pandangan tokoh masyarakat terhadap pengaruh jumlah neptu bagi

Analisis pekerjaan adalah proses sistematis penentuan berbagai keahlian, kewajiban, dan pengetahuan yang diperlukan untuk menjalankan pekerjaan- pekerjaan dalam suatu

Cara apapun yang dipilih oleh penulis tidak dipersoalkan, yang paling penting apakah dengan cara yang dipilih itu (menyatukan atau memisahkan) pembaca lebih mudah

Latihan Wall Sits Lebih Baik Dari Pada Static Quadriceps Setelah Pemberian Transcutaneous Electrical Nerve Stimulation (Tens) Dalam Meningkatkan Kemampuan

Sehingga memlaui model penelitian tersebut dapat disimpulkan untuk mengatahui pengaruh dari negara asal dan word of mouth terhadap ekuitas merek melalui 4 dimensi dari

Dari data dalam grafik empat di atas dapat dilihat bahwa mayoritas responden yaitu sebanyak 47 orang (SS+S) (94 %) responden menyatakan setuju bahwa setiap