• Tidak ada hasil yang ditemukan

Seri 1 Modul Pelatihan APA ITU KEWIRAUSAHAAN SOSIAL?

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "Seri 1 Modul Pelatihan APA ITU KEWIRAUSAHAAN SOSIAL?"

Copied!
30
0
0

Teks penuh

(1)

Program

KEMENTRIAN PENDIDIKAN DAN KEBUDAYAAN DIREKTORAT JENDERAL PENDIDIKAN ANAK USIA DINI DAN PENDIDIKAN

PUSAT PENGEMBANGAN PENDIDIKAN ANAK USIA DINI DAN Seri 1 Modul Pelatihan APA ITU KEWIRAUSAHAAN SOSIAL ?

Program Penyelenggaraan Kewirausahaan Sosial Berbasis Masalah Lingkungan

Bagi Kelompok Usia Produktf

KEMENTRIAN PENDIDIKAN DAN KEBUDAYAAN DIREKTORAT JENDERAL PENDIDIKAN ANAK USIA DINI DAN PENDIDIKAN MASYARAKAT PUSAT PENGEMBANGAN PENDIDIKAN ANAK USIA DINI DAN PENDIDIKAN MASYARAKAT (PP-PAUD DAN DIKMAS) JAWA BARAT 2016

brought to you by CORE

View metadata, citation and similar papers at core.ac.uk

▸ Baca selengkapnya: apa tugas seksi sosial di sekolah

(2)

APA ITU KEWIRAUSAHAAN SOSIAL?

Seri 1 Modul Pelatihan Kewirausahaan Sosial Berbasis Masalah Lingkungan

Bagi Kelompok Usia Produktif

Pengarah : Dr.Muhammad hasbi, S.Sos.,M.Pd Penanggung Jawab : Drs. Dadang Sudarman ST Tim Pengembang: Dr. Kuswara, M.Pd. Yuyun Nurfalah, S.Sos. Apipudin, M.Pd Penulis: Yuyun Nurfalah, S.Sos. Kontributor: PKBM Sukamulya Kec Cinambo Kota Bandung PKBM Al-Maa’uun Kec Mande Kab Cianjur PKBM Al-Barokah Kecamatan Cibeureunm Wetan Kab Sumedang Pos Daya Flamboyan Kabupaten Bandung Barat Yayasan Rancage Kabupaten Sumedang

Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan Pusat Pengembangan Pendidikan Anak Usia Dini dan Pendidikan Masyarakat

(PP-PAUD& DIKMAS) Jawa Barat Tahun 2016

(3)

KATA PENGANTAR

Puji dan syukur senantiasa kami panjatkan ke hadirat Allah swt. Yang telah memberikan kekuatan bagi kami untuk dapat menyelesaikan Modul tentang “Apa Itu Kewirausahaan Sosial?”

Modul ini disusun dengan tujuan sebagai bahan ajar untuk mendukung pengayaan materi program pelatihan Kewirausahaan Sosial Berbasis Masalah Lingkungan Bagi Kelompok Usia Produktif.

Melalui Modul ini diharapkan peserta didik, khususnya masyarakat yang menjadi wirausahawan sosial baru dapat memahami pengertian, tujuan, manfaat, bentuk-bentuk kegiatan, serta prinsip kewirausahaan sosial serta dapat menerapkan pengetahuan yang diperoleh dalam kegiatan usaha yang sedang dirintisnya.

Modul ini masih banyak kekurangan, baik dari segi isi mauun tata bahasanya. Oleh karena itu kritik dan saran yang bersifat membangun sangat kami harapkan demi perbaikan di masa yang akan datang.

Akhirnya, kami sampaikan terima kasih dan apresiasi setinggi-tingginya kepada semua fihak yang telah membantu penulisan Modul ini.

Jayagiri, Desember 2016

Mengetahui Penyusun,

Kepala,

Dr. Muhammmad Hasbi, M.Pd Yuyun Nurfalah

(4)

DAFTAR ISI Kata Pengantar Daftar Isi A. Petunjuk Belajar B. Tujuan Belajar C. Uraian Materi

A. 1. Pengertian Kewirausahaan Sosial

B. 2. Tujuan Kewirausahaan Sosial C. 3. Komponen Kewirausahaan Sosial D. 4. Prinsip-prinsip Kewirausahaan Sosial

E. 5. Syarat/Kriteria Kewirausahaan Sosial

F. D. Rangkuman G. E. Evaluasi H. F. Kunci Jawaban

(5)

A. PETUNJUK BELAJAR

Modul ini merupakan bahan belajar yang telah dirancang untuk dipelajari secara mandiri oleh peserta peserta didik pelatihan atau calon wirausaha sosial baru yang ingin menguasai prinsip-prinsip kewirausahaan sosial.

Bahan ajar ini akan dapat dipahami dengan optimal, apabila anda bersungguh-sungguh dalam mempelajari isinya, sekaligus mencoba untuk mempraktekannya. Untuk mencapai hal tersebut, ada beberapa hal penting yang harus diperhatikan, yaitu :

1. Baca dan pahami secara mendalam tujuan yang harus dicapai sebelum melakukan pembelajaran.

2. Bacalah uraian materi secara seksama dan berurutan

3. Jangan berpindah ke materi berikutnya sebelum materi awal dapat dipahami dengan baik

4. Diskusikan materi-materi yang belum dipahami dengan teman, instruktur/pendamping, dan/atau orang yang dianggap ahli dalam bidang ini

5. Kerjakan soal evaluasi untuk mengukur tingkat pemahaman dan keterampilan sebagai hasil pembelajaran.

6. Carilah sumber atau bacaan lain yang relevan dengan untuk menunjang pemahaman dan wawasan tentang materi yang sedang anda pelajari.

B. TUJUAN KEGIATAN BELAJAR

1. Tujuan Umum

Tujuan umum dari Modul ini adalah agar peserta didik pelatihan atau calon wirausaha sosial baru dapat memahami dan memiliki kemampuan untuk melaksanakan prinsip-prinsip kewirausahaan sosial.

2. Tujuan Khusus

Setelah mempelajari Modul ini peserta usaha atau pembaca dapat : a. Memahami pengertiankewirausahaan sosial

(6)

c. Menyusun Komponen Kewirausahaan Sosial

d. Menganalisis Prinsip-prinsip Kewirausahaan Sosial e. Melaksanaka Syarat/Kriteria Kewirausahaan Sosial

(7)

PEMETAAN

KEMAMPUAN YANG INGIN DICAPAI DALAM PEMBELAJARAN

Pengetahuan:

1. Peserta didik dapat menjelaskan prinsip dasar pemasaran, meliputi pengertian pemasaran, tujuan, acuan dalam pemasaran,macam-macam strategi pemasaran,dan keterampilan yang harus dikuasai

2. Peserta didik memahamstrategi produk 3. Peserta didik memahami strategi harga 4. Peserta didik memahami strategi promosi

5. Peserta didik memahami strategi lokasi/tempat usaha 6. Peserta didik memahami strategi sumber daya manusia

STRATEGI

EFEKTIF

PEMASARAN

PRODUK

Keterampilan:

Peserta didik mampu memasarkan produk hasil kegiatan usaha yang dikembangkan secara efektif

Sikap:

1. Bekerja penuh semangat 4. Bertanggung jawab 2. Ulet/pantang menyerah 5. Kreatif dan inovatif 3. Disipin 6. Berani menanggung resiko

Problem:

1. Kurang percaya diri/takut gagal 2. Mudah putus asa

3. Kurang jeli melihat peluang

(8)

C. URAIAN MATERI

APA ITU KEWIRAUSAHAAN SOSIAL?

A. PENGERTIAN KEWIRAUSAHAAN

Secara sederhana, Hery Wibowo, (2010) membagi kewirausahaan dalam dua dimensi besar yaitu pola pikir (mindset) dan pola tindak (method). Pola pikir, berkenaan dengan cara pandang kita terhadap sesuatu, sikap optimis, pantang menyerah, inisiatif, inovatif dan lain-lain. Pola tindak berkenaan dengan cara untuk melaksanakan kegiatan kewirausahaan itu sendiri seperti manajemen produksi, strategi pemasaran, keuangan dll.

Orang dengan entrepreneurship mindset, dipercaya mampu memandang masalah sebagai peluang (problem as opportunity), bukan sebaliknya melihat peluang sebagai masalah. Mereka juga dicirikan dengan kemampuannya untuk melihat pintu (peluang) disetiap tembok, bukan melihat tembok di setiap pintu (peluang). Oleh karenanya, dengan pola pikir ini, mereka selalu siap untuk menghadapi tantangan demi tantangan untuk mewujudkan asa dan citanya. Artinya, mereka sadar sepenuhnya bahwa tidak ada kesuksesan (baik uang/jabatan/kedudukan) yang turun dari langit. Mereka tidak percaya proses instan. Dengan kata lain, Pola pikir wirausaha setidaknya menanamkan pada diri kita keyakian bahwa: (1) Siapa yang bekerja keras, maka dialah yang akan menuai hasilnya, (2) Tuhan telah menganugrahi kekayaan alam yang berlimpah dan hampir tidak terbatas yang dapat diolah oleh manusia, (3) Untuk bisa mengolah kekayaan tersebut Allah telah memberikan bekal kemampuan olah pikir, olah rasa dan olah raga, yang membedakan manusia dengan mahluk lainnya.

Sebagai bidang yang relatif baru berkembang, akan terdapat sejumlah pendapat yang tidak seragam tentang apa itu kewirausahaan sosial dan siapa yang disebut sebagai wirausaha sosial. Pendapat atau rumusan yang ada cenderung menggambarkan suatu jenis wirausaha sosial yang unggul beserta karakteristik peran dan kegiatannya.

(9)

B. PENGERTIAN KEWIRAUSAHAAN SOSIAL

Pengertian Kewirausahaan SosialPada konteks kewirausahaan sosial, paling tidak akan ditemukan tiga istilah yang saling berkaitan yaitu social enterpreneurship (kewirausahaan sosial), social enterpreneur (wirausaha sosial atau orang yang melakukannya) dan social enterprise (lembaga/institusi atau perusahaan sosial yang menaungi aktivitas kewirausahaan sosial).

Menurut Nicholls, istilah kewirausahaan sosial dimaknai sebagai aktivitas inovatif dan efektif yang secara fokus berusaha memperbaiki kegagalan pasar, menciptakan peluang-peluang baru secara untuk menambah nilai sosial (social value) secara sistematis dengan menggunakan sejumlah sumber daya dan format organisasi untuk memaksimalkan dampak sosial dan mendorong perubahan (Nicholls, 2008).

Kewirausahaan sosial adalah kewirausahaan yang ditujukan untuk kepentingan masyarakat bukan sekedar memaksimalkan keuntungan pribadi. Kewirausahaan sosial biasa disebut ‘pengembangan masyarakat’ atau ‘organisasi bertujuan sosial’ atau ‘pemberdayaan masyarakat’ dalam balutan kegiatan usaha.

Wirausaha adalah seorang pembuat keputusan yang membantu terbentuknya sistem ekonomi perusahaan yang bebas. Sebagaian besar pendorong perubahan, inovasi, dan kemajuan di perkonomian kita akan datang dari para wirausaha; orang-orang yang memiliki kemampuan untuk mengambil reasiko dan mempercepat pertumbuhan ekonomi.

Wirausaha sosial melihat masalah sebagai peluang untuk membentuk sebuah model bisnis baru yang bermanfaat bagi pemberdayaan masyarakat sekitar. Hibbert, Hogg, and Quinn (2005) mengungkapkan bahwa kewirausahaan sosial adalah pemanfaatan perilaku kewirausahaan yang lebih berorientasi untuk pencapaian tujuan sosial dan tidak mengutamakan perolehan laba, atau laba yang diperoleh dimanfaatkan untuk kepentingan sosial.

Jadi, menurut Dees (2001) seorang wirausaha sosial bertindak sebagai agen perubahan di sektor sosial dengan bertingkah laku seperti berikut ini: (1) Memegang teguh visi untuk menciptakan nilai sosial, (2) mengenali dan selalu mencari alternatif dan peluang baru untuk mencapai misi tersebut, (3) Meleburkan diri dalam proses inovasi berkelanjutan, adaptasi dan belajar, (4) Bertindak aktif, tanpa terbelenggu dengan

(10)

kepemilikan sumber daya dan (5) Memiliki akuntabilitas tinggi pada konstituen dan terhadap target yang ingin diraih.

Kewirausahaan sosial, adalah sebuah aktivitas dengan memiliki logikanya sendiri. Logikanya yang dibangun, berbeda dengan logika kewirausahaan ‘tradisional’, yang cenderung mencari keuntungan untuk diri sendiri. Alih-alih untuk kesejahteraan pribadi, para pelaku kewirausahaan sosial mendedikasikan waktu dan tenaga untuk peningkatan kesejahteraan pihak-pihak lain.Kewirausahaan Sosial secara sederhana dapat diartikan sebagai upaya yang bermisi sosial namun memanfaatkan praktik bisnis sebagai kendaraannya.

Kewirausahaan sosial merupakan sebuah alternatif usaha berbasis masyarakat yang berpotensi menyempurnakan proses pembangunan. Germak & Singh (2010:80) menyatakan bahwa kewirausahaan sosial memgkombinasikan ide-ide inovatif untuk perubahan sosial, yang dilakukan dengan mengaplikasikan strategi dan keterampilan bisnis. Lebih dalam dari pemahaman tersebut, Dhewanto (2013:47) menjelaskan bahwa kewirausahaan sosial bekerja dengan mendefinisikan masalah sosial tertentu dan kemudian mengatur, membuat dan mengelola usaha sosial untuk mencapai perubahan yang diinginkan.

Senada dengan pemahaman tersebut, Alvord (2004) menjelaskan bahwa kewirausahaan sosial, sebagai sebuah konsep, dikembangkan dengan sedikit ‘keluar’ keluar dari keumuman, yaitu usaha penemuan solusi yang efektif dan berkelanjutan untuk penyelesaian masalah sosial, dimana solusi tersebut membutuhkan banyak elemen-elemen yang terkait dengan inovasi bisnis yang sukses.

Semangat dari kewirausahaan sosial adalah usaha untuk merespon tantangan-tantangan sosial, dimana setiap orang diharapkan mampu menjadi agen perubahan yang percaya diri dalam mengatasi masalah sosial dan mendorong perubahan sosial dengan dukungan penuh dari lingkungan sosialnya.

Jadi, spirit kewirausahaan sosial yaitu sebuah upaya untuk memanfaatkan mental entrepreuneur (yaitu mental inovatif, kerja keras, berani ambil resiko dll) untuk sebesar-besarnya kebermanfaatan bagi masyarakat. Atau dengan kata lain, dapat dikatakan bahwa kewirausahaan sosial adalah sebuah praktik kewirausahaan (bisnis) yang bertujuan untuk sebesar-besarnya kebermanfaatan sosial.

(11)

Wirausaha sosial tidak puas hanya memberi “ikan” atau mengajarkan cara “memancing ikan”. Ia tidak akan diam hingga “industri perikanan” pun berubah.Wirausaha sosial melihat masalah sebagai peluang untuk membentuk sebuah model bisnis baru yang bermanfaat bagi pemberdayaan masyarakat sekitar. Hibbert, Hogg, and Quinn (2005) mengungkapkan bahwa kewirausahaan sosial adalah pemanfaatan perilaku kewirausahaan yang lebih berorientasi untuk pencapaian tujuan sosial dan tidak mengutamakan perolehan laba, atau laba yang diperoleh dimanfaatkan untuk kepentingan soaial. Menurut Rhenald (2008), banyak orang bicara tentang wirausaha, namun mereka belum paham. Saat ini banyak mentor yang mengajarkan kewirausahaan dengan cara cepat kaya. Padahal dalam kewirausahaan sosial hal yang menjadi pegangan yakni misi sosial, produk atau servis yang ditukar, dan keuntungan yang dicari didistribusikan bukan untuk kepentingan diri sendiri, serta harus dapat mempertanggungjawabkan terhadap apa yang disalurkan. “Dalam kewirausahaan sosial, tidak hanya orang kaya yang bisa berbagi. Disini, orang miskinpun bisa berbagi”.

Untuk menekuni dunia social entrepreneurship, membutuhkan komitmen tinggi dan rela berkorban dalam segala hal, mulai dari finansial (uang), waktu, bahkan korban perasaan. Hal itu disampaikan Adnan Mahmud dari kedutaan Besar Amerika Serikat (AS ) dalam diskusi “Social Entrepreneurship and Pitching Business Ideas” (Suara Merdeka, 31 Agustus 2013). “Seseorang yang terjun di dunia social entrepreneurship lebih berat dari entrepreneur itu sendiri. Mereka harus banyak berkorban, baik uang, waktu, juga perasaan”. Katanya dihadapan ratusan mahapeserta didik pelatihan. Persyaratan lain yaitu mampu menghitung kemampuan dan mempertanggungjawabkan sesuatu yang ditekuni, punya keinginan kuat mengubah dunia, dan bisa mempengaruhi lingkungan. Hal lain yang perlu dimiliki seorang social entrepreneurship adalah harus pantang menyerah. Jika ada seratus persoalan, maka seseorang harus memiliki seratus ide untuk memecahkan. Adnan Mahmud memberikan berbagai tips bagi mereka yang ingin terjun di dunia social entrepreneurship, yaitu memiliki pelanggan sebelum membuat produk, menghargai waktu, jangan sibuk dengan ide yang gagal, melainkan lebih cepat gagal lebih baik sehingga bisa lebih cepat mengambil solusi dan mencari ide lain. Yang tidak kalah penting lagi, yaitu patner yang bisa diajak kerja sama, dan bekerjalah dengan enjoy.

(12)

C. TUJUAN KEWIRAUSAHAAN SOSIAL

Skoll (2009:3) menyatakan bahwa kewirausahaan sosial telah membawa dampak bagi masyarakat, seperti meningkatkan akses kesehatan bagi kaum miskin, mendorong perdamaian pada daerah konflik, membantu petani keluar dari kemiskinan dan lain-lain.

Majalah SWA (swa.co.id diunduh 6/3/2011) menyatakan bahwa kewirausahaan sosial di Indonesia kian terbukti mampu menyembuhkan berbagai penyakit sosial seperti kemiskinan, keterbelakangan, dan kesehatan masyarakat. Hal ini membuktikan bahwa, kewirausahaan telah telah dapat memberikan manfaat serta harapan baru bagi masyarakat luas untuk perbaikan taraf kehidupan.

Berbagai output dari beragam aktivitas kewirausahaan sosial, dapat dikelompokkan ke dalam beberapa sektor yaitu :

1. Menyediakan jasa dan produk dimana pasar atau sektor publik tidak bersedia menyediakan atau tidak mampu menyediakan

2. Membangun keterampilan 3. Menciptakan lapangan kerja

4. Membangun jalan untuk menghubungkan orang-orang yang terpisah secara sosial

D. CIRI-CIRI KEWIRAUSAHAAN SOSIAL

Kegiatan kewirausahaan tidak hanya terbatas dalam bidang bisnis dengan tujuan mencari laba. Yang membuat kewirausahaan menjadi menarik banyak pihak untuk memahaminya ialah kontribusi istimewa yang dihadirkan oleh mereka yang melakukan tindakan berkewirausahaan. Misalnya, Timmons dan Spinelliv membuat pengelompokan yang diperlukan untuk tindakan kewirausahaan dalam enam (6) hal, yakni:

a. Komitmen dan determinasi. b. Kepemimpinan.

c. Obsesi pada peluang.

d. Toleransi pada risiko, ambiguitas, dan ketidakpastian. e. Kreativitas, keandalan, dan daya beradaptasi.

f. Motivasi untuk unggul.

Seiring dengan perkembangan gerakan kewirausahaan itu sendiri, dimensi sosial dari kewirausahaan sosial mulai mendapatkan sorotan yang lebih tajam.

(13)

Berikut ini adalah ciri-ciri kewirausahaan sosial:

1. Memiliki tujuan/target kebermanfaatan sosial yang eksplisit

2. Inisiatif dikeluarkan oleh sejumlah atau sekelompok warga masyarakat 3. Pengambilan keputusan tidak didasarkan pada kepemilikan saham/kapital

4. Terdapat gerakan partisipasi secara alamiah, yang melibatkan orang-orang yang terkena/terlibat dalam aktivitas

5. Distribusi keuntungan yang terbatas (Defourny 2001: 16-18 dalam Ridlye-Duff and Bull, 2011:62)

Menurut Bill Drayton tahun 1980, menyebutkan ciri-ciri kegiatanwirausaha sosial sebagai berikut:

Tugas wirausaha sosial ialah mengenali adanya kemacetan ataukemandegan dalam kehidupan masyarakat dan menyediakan jalan keluardari kemacetan atau kemandegan itu. Ia menemukan apa yang tidakberfungsi, memecahkan masalah dengan mengubah sistemnya,menyebarluaskan pemecahannya, dan meyakinkan seluruh masyarakatuntuk berani melakukan perubahan.

Sedangkan menurut MacGrath & McMillan (2000:3) menjelaskan bahwa wirausaha memiliki lima karakteristik umum yaitu: (1) Mereka sangat bersemangat dalam mencari peluang-peluang baru, (2) Mereka berusaha memanfaatkan peluang dengan disiplin yang kuat, (3) Mereka hanya mengejar peluang terbaik dan menghindari berlelah-lelah mengejar setiap alternatif, (4) Fokus pada eksekusi atu tindakan dan (5) membangkitkan dan mengikat energi setiap orang di wilayahnya.

Menurut Kim Alter (2004: 11)kewirausahaan sosial menggunakan kewirausahaan, inovasi dan pendekatan pasar untuk mencipatkan nilai/manfaat sosial dan perubahan, maka mereka biasanya mengikuti karakteristik sebagai berikut (Alter, 2004:11):

1. Tujuan Sosial: diciptakan untuk mencapai/membuat dampak dan perubahan sosial atau mencegah kegagalan pasar

2. Pendekatan enterprise: menggunakan teknik/mesin bisnis, kewirausahaan, inovasi, pendekatan pasar, orientasi strategi, disiplin dan determinasi dari bisnis profit (yang menghasilkan uang)

(14)

3. Kepemilikan sosial: dengan fokus pada pelayanan barang dan jasa kepada publik, walaupun tidak harus disertai dengan legalisasi badan hukum

Berikut adalah gambaran umum ciri-ciri kewirausahaan sosial

Indikator Contoh Keterangan

Kontek dari Usaha Sosial

Kesejahteraan publik, hal-hal terkait penyelamatan

linkungan, pembangunan dan sumbangan/bantuan sosial

Bertindak sebagai agen privatisasi dari barang-barang publik, tidak membawa isu-isu politik, fokus yang sempit dapat mendorong ketergantungan Proses dari usaha sosial Ikatan yang kuat dengan

stakeholders; memperkerjakan dan melatih disenfranchised; bertindak sebagai penengah/penjembatan perdagangan Stakeholder selection criteria/terpisah dari proses; pemberdayaan stakeholder

Capaian dan implikasi Peningkatan kesejahteraan publik; individu yang lebih berdaya; pengurangan krisis

Kadang kali dampak sosial tidak terukur, dan program sering kali jangka pendek

E. PERBEDAAN KEWIRAUSAHAAN NON LABA & KEWIRAUSAHAAN SOSIAL

Terdapat aspek-aspek yang berbeda antara kewirausahaan sosial dengan usaha kecil menengah (Small Medium Entreprise) pada umumnya, seperti :

1. Aspek motivasi, 2. Inovasi,

3. Dukungan, serta 4. Kepemimpinan.

Sementara itu Gregory Dees, seorang professor di Stanford University dan pakar di bidangkewirausahaan sosial menyatakan bahwa kewirausahaan sosial merupakankombinasi dari semangat besar dalam misi sosial dengan disiplin, inovasi, danketeguhan seperti yang lazim berlaku di dunia bisnis. Kegiatan kewirausahaan sosialdapat meliputi kegiatan: a) yang tidak bertujuan mencari laba, b) melakukan bisnisuntuk tujuan sosial, dan c) campuran dari kedua tujuan itu, yakni tidak untukmencari laba, dan mencari laba, namun untuk tujuan sosial.

(15)

Usaha non profit yang sudah mulai bergerak mencari pendapatan, (2) usaha bertujuan sosial yang mendanai dirinya dengan usaha-usaha mencari pendapatan, (3) usaha profit yang memiliki rasa/nilai sosial yang tinggi dan (4) usaha profit yang menyisihkan sebagian dananya untuk manfaat sosial.(5) Kewirausahaan Sosial memiliki tujuan sosial namun menggunakan aplikasi bisnis untuk memenuhi kebutuhan operasionalnya.

F. PERBEDAAN KEWIRAUSAHAAN TRADISIONAL & KEWIRAUSAHAAN SOSIAL

Kewirausahaan biasa (mainstream) yang pada umumnya, hanya bertujuan profit dan kesejahteraan bagi pemegang saham. Sedangkan pada kewirausahaan sosial, manfaat sosial adalah tujuan utama yang tertera jelas dalam visi dan misi organisasi.

Boschee and Mc Clurg (2003) menjelaskan perbedaan wirausaha bisnis (tradisional) dengan wirausaha sosial sebagai berikut :

1. Biasanya wirausaha bisnis juga melakukan tindakan tanggungjawab sosial seperti : menyumbangkan uang untuk organisasi nirlaba, menolak untuk terlibat dalam jenis usaha tertentu, menggunakan bahan yang ramah lingkungan dan praktek, mereka memperlakukan karyawannya baik dan layak. Wirausaha sosial bekerja lebih dari itu, berusaha mengatasi akar masalah sosial, penghasilannya didapatkan dari menjalankan misi nya tersebut, misalnya: mempekerjakan orang cacat fisik atau mental, miskin atau penyandang masalah sosial tertentu (PSK, anak jalanan, tuna wisma), menjual produk atau jasa untuk mengatasi masalah sosial (memproduksi alat bantu untuk orang cacat, bank masyarakat miskin, panti sosial, balai latihan kerja, pendidikan untuk kelompok marjinal).

2. Ukuran keberhasilan wirausaha bisnis adalah kinerja keuangan (nilai perusahaan, keuntungan bagi pemegang saham/pemilik). Ukuran keberhasilan wirausaha sosial adalah hasil keuangan dan sosial. Ukuran keuangannya adalah pendanaan yang terus menerus sehingga menjamin keberlangsungan organisasi. Keuntungan finansial diarahkan untuk meningkatkan skala kegiatan bukan dibagikan pada pemegang saham. Sedangkan hasil sosial yang diharapkan adalah masalah sosial teratasi atau setidaknya berkurang.

(16)

Sedangkan Kewirausaan biasa

1. Memiliki tujuan sosial namun menggunakan aplikasi bisnis untuk memenuhi kebutuhan operasionalnya adalah keuntungan,

2. Akuntabilitas hanya dipertanggungjawabkan pada tingkat pemegang saham (shareholder), dan (3) pendapatan didistribusikan kepada pemegang saham.

G. PRINSIP KEWIRAUSAHAAN SOSIAL

Timmons dan Spinelliv membuat pengelompokan yang diperlukan untuk tindakan kewirausahaan dalam enam (6) hal, yakni:

1. Komitmen dan determinasi. 2. Kepemimpinan.

3. Obsesi pada peluang.

4. Toleransi pada risiko, ambiguitas, dan ketidakpastian. 5. Kreativitas, keandalan, dan daya beradaptasi.

6. Motivasi untuk unggul.

Selain itu,Ciputra (2009:19)menggambarkan kewirausahaan sebagai semangat untuk (1) Menciptakan peluang, (2) melakukan inovasi produk dan (3) berani mengambil resiko yang terukur. Artinya, kewirausahaan dianggap sebagai sebuah pola pikir atau asumsi yang mendasari tingkah laku.

Bill Drayton (pendiri Ashoka Foundation) selaku penggagas kewirausahaan sosial menegaskan bahwa ada dua kunci kewirausahaan sosial, yaitu :

1. Adanya inovasi sosial yang mampu mengubah sistem yang ada di masyarakat.

2. Hadirnya individu yang bervisi, kreatif, berjiwa wirausaha (entrepreneurial) dan beretika dibelakang gagasan inovatif tersebut.

H. BIDANG-BIDANG DALAM KEWIRAUSAHAAN SOSIAL

Menurut Hulgard (2010) kewirausahaan sosial terdiri dari empat elemen utama yakni social value, civil society, innovation, and economic activity : (Hulgard, 2010)

1. Social Value. Ini merupakan elemen paling khas dari kewirausahaan sosial yakni menciptakan manfaat sosial yang nyata bagi masyarakat dan lingkungan sekitar.

(17)

2. Civil Society. Kewirausahaan sosial pada umumnya berasal dari inisiatif dan partisipasi masyarakat sipil dengan mengoptimalkan modal sosial yang ada di masyarakat.

3. Innovation. Kewirausahaan sosial memecahkan masalah sosial dengan cara-cara inovatif antara lain dengan memadukan kearifan lokal dan inovasi sosial.

4. Economic Activity. Kewirausahaan sosial yang berhasil pada umumnya dengan menyeimbangkan antara aktivitas sosial dan aktivitas bisnis. Aktivitas bisnis/ekonomi dikembangkan untuk menjamin kemandirian dan berkelanjutan misi sosial organisasi.

I. TARGET CAPAIAN KEWIRAUSAHAAN SOSIAL

Smallbone (2001:8, dalam Nicholls 2008:14) menyatakan bahwa proses dari aktivitas kewirausahaan sosial merupakan sebuah proses yang dimulai dari input sampai kemudian menghasilkan output yang berbeda dengan yang lain. Salah satu kekhasan output dari kewirausahaan sosial adalah dihasilkan nilai sosial yang merupakan sumber manfaat bagi masyarakat.

Secara umum dalam aktivitasnya, kegiatan kewirausahaan sosial memiliki targer yang diharapkan dapat dicapai, antara lain:

1. Nilai Sosial (sosial value)

Nilai sosial dalam hal ini merupakan satu terminologi yang agak sukar untuk didefinisikan. Dewey (1939, dalam Lumpkin 2011:5) menyatakan bahwa secara umum penciptaan nilai sosial adalah hal-hal yang dapat meningkatan kesejahteraan secara umum. Istilah nilai sosial digunakan untuk membedakannya dengan istilah peningkatan nilai ekonomi (economic value creation), yang cenderung membatasi diri pada ukuran pendapatan finansial.

2. Usaha pemuasan beragam stakeholder

Salah satu keunikan dari kewirausahaan sosial adalah bahwa aktivitas ini memiliki banyak stakeholder. Stakeholder-nya tidak hanya pelanggan, pemasok, karyawan

(18)

namun jauh lebih luas dari itu, dapat meliputi anggota masyarakat, komunitas tertentu dan lain-lain.

3. Kesinambungan Solusi

Berdasarkan berbagai uraian dimuka, tampak bahwa salah satu tantangan terbesar bagi kewirausahaan sosial adalah kesinambungan solusi. Wirausaha sosial (Prasojo dalam Bornstein, 2006) oleh Bill Drayton digambarkan sebagai manusia yang tidak hanya puas memberi ‘ikan’ bagi si miskin, atau puas mengajari mereka ‘cara memancing’, tetapi orang-orang yang terus berjuang, tanpa mengenal lelah, melakukan perubahan sistemik –tidak sekedar memberik ‘ikan’ atau ‘pancing’, tetapi mengubah sistem ‘industri perikanan’ untuk terciptanya keadilan dan kemakmuran lebih luas. Artinya bahwa, semangat dari kewirausahaan sosial adalah solusi yang berkesinambungan. Lumpkin (2011:7) menyatakan bahwa ada dua argumen/penjelasan terkait pentingnya kesinambungan yang perlu diperhatikan, yaitu kesinambungan aktivitas dari perspektif sumber daya (Dees dan Anderson 2003) dan institualisasi dari solusi perubahan sosial (Mair and Marti, 2006). Artinya, berbicara tentang kesinambungan berarti tidak hanya memberi perhatian pada keberlanjutan solusi, namun juga sumber dayanya. David McClellan (dalam Borstein, 2006:18) menyatakan bahwa mereka lebih menghargai pertimbangan jangka panjang di atas perolehan jangka pendek.

J. INDIKATOR KEBERHASILAN KEWIRAUSAHAAN SOSIAL

Menurut Dees (2002: xxxi), cara terbaik mengukur kesuksesan kewirausahaan sosial adalah bukan dengan menghitung jumlah profit yang dihasilkan, melainkan pada ti ngkat dimana mereka telah menghasilkan nilai-nilai sosial (social value). Para wirausaha sosial bertindak sebagai agen perubahan dalam sektor sosial dengan:

1. Mengadopsi sebuah misi untuk menciptakan dan mempertahankan nilai-nilai sosial. 2. Mengenali dan mengusahakan peluang-peluang baru untuk menjamin

keberlangsungan misi tersebut.

3. Melibatkan diri dalam sebuah proses inovasi, adaptasi dan belajar yang berkelanjutan.

(19)

5. Penuh intensitas dalam semangat akuntabilitas kepada konstituen dan pada usaha-usaha untuk menghasilkan target yang telah ditetapkan. (Dees dkk, 2002:xxxi) Menurut Bill Drayton (pendiri Ashoka Foundation) selaku penggagas kewirausahaan sosial menegaskan bahwa ada dua kunci kewirausahaan sosial, yaitu :

1. Adanya inovasi sosial yang mampu mengubah sistem yang ada di masyarakat.

2. Hadirnya individu yang bervisi, kreatif, berjiwa wirausaha (entrepreneurial) dan beretika dibelakang gagasan inovatif tersebut.

K. CONTOH KEGIATAN KEWIRAUSAHAAN SOSIAL TERINTEGRASI

Kegiatan Kewirausahaan Sosial bisa dintegrasikan dengan bidang–bidang lain, seperti pendidikan, kesehatan, sosial budaya, dll.Berikut ini contoh kegiatan Kewirausahaan sosial Berbasis Budaya, yaitu : “Saung Udjo”. Aktivitas yang dilakukan oleh Saung Udjo dengan inovasi dan modivikasi pertunjukan angklungnya. Saung Udjo, tidak hanya terus berupaya mengembangkan budaya sunda melalui terobosan-terobosan dalam musikalitas angklung, namun juga memberdayakan pengrajin bambo untuk memastikan pasokan angklung. Selain itu, mereka juga membantu masyarakat sekitar lokasi pertunjukan untuk masalah air bersih, pengembangan keterampilan dan lain-lain. Maka jelaslah bahwa sentuhan kewirausahaan sosial (pola pikir positif yang dikombinasikan dengan strategi bisnis yang penuh inovasi untuk tujuan sosial) dapat menjadi instrument utama dalam upaya pelestarian budaya lokal/daerah untuk menangkal budaya asing yang tidak sesuai dengan nilai dan norma yang dianut. Pola pikir dan strategi kewirausahaan sosial dibutuhkan, agar upaya pelestarian menjadi jauh lebih inovatif dan sesuai dengan tuntutan jaman dan terutama gaya hidup generasi mudah saat ini.

L. CONTOH MANFAAT DAN DAMPAK KEWIRAUSAHAAN SOSIAL

Dalam bangunan perekonomian Indonesia saat ini, tingkat pengangguran pemuda masih cukup tinggi, sehingga akan mengakibatkan masalah sosial yang cukup tinggi pula

(20)

apabila tidak memperoleh perhatian yang serius. Beberapa sosial yang dipengaruhi oleh tingginya pengangguran diantaranya kemiskinan, penyalahgunaan narkoba, kriminalitas, pergaulan bebas, premanisme, jual beli manusia (human trafficking), dan lain sebagainya. Kondisi tersebut akan menggganggu pembangunan di segala bidang dan stabilitas nasional. Oleh karena itu, yang dibutuhkan saat ini adalah suatu solusi nyata yang dapat membantu mengatasi permasalahan di atas. Salah satu solusi tersebut adalah dengan meningkatkan semangat kewirausahaan sosial pada setiap individu yang ada di masyarakat, terutama kaum muda sebagai tulang punggung bangsa.

Adapun beberapa contoh manfaat dengan tumbuhnya semangat kewirausahaan sosial pada sekelompok masyarakat.

1. Klinik Asuransi Sampah (KAS)

Konsep yang dikembangkan Gamal Albinsaid di Malang Jawa Timur, ini adalah

Sistem asuransi kesehatan mikro berbasis komunitas dengan semangat gotong royong. Sampah yang dikumpulkan diolah. Sampah organik diolah menjadi kompos. Sampah anorganik seperti plastik dan kertas diolah menjadi bahan kerajinan tangan. Dana yang terhimpun dari usaha tersebut digunakan untuk menopang pelayanan kesehatan secara komprehenship, mencakup promotif (meningkatkan kesehatan), preventif, kuratif (mengobati sakit), dan rehabilitatif. Walaupun tidak sakit, masyarakat tak akan rugi karena mendapat berbagai program peningkatan kesehatan.

Sarjana kedokteran yang magang di rumah sakit Saiful Anwar Malang ini menghimpun potensi sumber daya masyarakat, lalu mengembalikannya dalam akses pelayanan kesehatan secara holistik dan berkelanjutan. Konsep kewirausahaan sosial (Social entrepreneurship) ini menjadi inovasi pembiayaan kesehatan bagi warga miskin. Pada saat bersamaan, tumpukan sampah yang menjadi masalah lingkungan sekaligus teratasi secara perlahan. Kilinik yang dia rintis tahun 2009 terus berkembang hingga mewujudkan sebagai badan usaha PT Indonesia medika. Perusahaan ini menghimpun akademisi asal sejumlah universitas Brawijaya, Universitas Gajah Mada, Universitas Airlangga, Universitas Negeri Jember, Universitas Indonesia, dan Universitas Udayana (Kompas, 25 Juni 2014).

(21)

2. Konsep gotong royong di kota London

Coin Street Community Builders (CSCB) sejak tahun 1980 an berhasil menyulap kawasan kumuh di tepi sungai Thames menjadi lokasi hunian kaum pekerja lokal dengan memanfaatkan bangunan-bangunan tua. Kawasan 5 hektar tersebut di kelola dengan konsep komersial, tetapi tetap menyediakan ruang publik, termasuk taman bermain untuk anak. Restoran dan kafe dengan panorama perairan sungai hadir berdampingan secara harmoni dengan hunian warga. Tetap tersedia ruang bersepeda atau jalan-jalan santai untuk menikmati suasana tanpa terganggu jubelan wisatawan dari sejumlah negara.

Christine Jakovski, pengelola CSCB, mengakui uang sewa perumahan dikelola melalui koperasi dan ditopang perbankan. Hasil usaha digunakan untuk mengembangkan kawasan komersial, tetapi sebagian besar keuntungannya digunakan kembali untuk menambah hunian dan kapasitasnya. Penjelasan Christine sejalan dengan teori yang dikembangkan di Universitas Northampton. Dalam penjelasan pimpinan kampus dan para pakar, antara lain Dr. Ian Brooks, FrTimoty Curtis, dan Chris Durkin, terungkap bahwa kewirausahaan sosial menjadi solusi untuk mengatasi permasalahan sosial, termasuk pemukiman, kemiskinan, dan pengangguran. Studi kewirausahaan di kampus tersebut mendorong mahapeserta didik pelatihan tumbuh dan berkembang dalam masyarakat yang peduli terhadap persoalan masyarakat secara inklusif. Setelah dibekali teori dikampus, mahapeserta didik pelatihan diarahkan memiiliki pengalaman praktis di lapangan dalam bentuk penelitian dan usaha konkret. Intinya, sekitar 85 persen dari keuntungan wirausaha sosial diarahkan kembali untuk pengembangan komunitas dan itu menantang untuk berpikir kreatif.

Kreativitas yang merespons isu global juga tampak pada pengolahan minyak jelantah menjadi bahan bakar biodiesel untuk kebutuhan taksi. Aktivitas Nigel Jelison bersama karyawannya yang tak sampai 10 orang dan bekerja di kolong jembatan kereta api itu rata-rata menghasilkan 10.000 liter biodiesel perhari. Proses pengolahan minyak nabati tersebut diawali dengan menghimpun minyak goreng buangan dari restoran dan rumah makan sekitar. Setelah dinetralkan dan suling, minyak goreng yang tadinya kecoklatan berubah menjadi bening dan siap dipakai

(22)

menggerakkan mesin kendaraan tanpa jelaga. Harganya lebih murah 10 poundsterling dari bahan bakar fosil dan dijamin tenaga mesin tetap stabil. Nigel dan komunitasnya tersebut tak sekedar bermain di ranah komersial, tetapi bahkan juga merespons isu global yang diresahkan banyak orang.

Lain lagi cara yang ditempuh Paul Smyth. Untuk membangun kesadaran lingkungan dan pemanfaatan ruang. Tiga tahun terakhir dia membuat kafe berkonsep taman dengan membidik kaum muda sebagai pengunjung. Kafe bernama The Farm Shop itu terletak di Dalston Lane, tak jauh dari deretan toko buku dan perpustakaan Menu utamanya adalah sandwich yang bahan bakunya berupa daun selada yang dipetik dari taman. Meja dan kursi berdempetan dengan jejeran pot berisi aneka tanaman sayur. Bahkan salah satu ruang ditata menyerupai rumah pembibitan. Paul sengaja mematok harga yang terjangkau bagi pelajar, yakni rata-rata 4 poundsterling per menu. Informasi seputar inovasi dari komunitas-komunitas tersebut disebarkan melalui media massa.

3. Qoriyah Thoyibah,

Salah satu kegiatan usaha yang dijalankan oleh Qoriyah Thoyibah adalah KBQT (Kelompok Bermain Qoriyah Thoyibah), yang didirikan oleh bapak. Bahrudin. KBQT bertujuan untuk menyelesaikan masalah praktis masyarakat Desa Kalibening, yakni kebutuhan akan sekolah yang berkualitas dan murah. KBQT menyelenggarakan pendidikan yang mengembangkan kecerdasan-kecerdasan warga belajar berbasis komunitas dalam rangka mengatasi masalah-masalah masyarakat dengan memanfaatkan sumber daya di Desa Kalibening dan sekitarnya. Dalam jangka panjang, KBQT bertujuan untuk mengembangkan dan membangun learning society dan advanced society, masyarakat yang secara terus-menerus belajar bersama-sama untuk menyelesaikan masalah-masalah dan memajukan kehidupan mereka dengan swadaya.

4. Jarimatika, Yayasan lebah putih, dan Komunitas ibu profesional

Jarimatika adalah cara mudah untuk berhitung matematika dengan menggunakan jari-jari tangan. Cara ini telah ditemukan oleh Ibu.Septi Peni Wulandari, yang mampu memberikan sumbangsih terhadap dunia pendidikan, sehingga dia layak

(23)

mendapatkan predikat sebagai aktivis sosial. Selain itu dia juga pendiri yayasan lebah putih dan pimpinan komunitas ibu profesional. Penghargaan yang diperoleh ibu Septi Peni Wulandari, Seperti : Pemenang Danamon Award 2006 sebagai individu pemberdaya Masyarakat, dari Ashoka Fellowship 2007 sebagai Woman of entrepreneur, Tokoh pilihan majalah tempo tahun 2007 sebagai 10 tokoh yang mengubah Indonesia, Penghargaan Menpora tahun2007 sebagai 20 Pemuda yang mengukir Prestasi, Nominator International Entrepreneurof the year dari Ernst and Young tahun2007, Ikon 2008 majalah Gatra untuk bidang ilmu pengetahuan dan Teknologi, dan Kartini Award versi majalah kartini tahun 2009.

5. Penangkaran burung hantu

Bapak Sutejo seorang Kades Tlogoweu Kec.Guntur Kab.demak, telah mampu mengembangbiakkan burung hantu (Tyto Alba) dan memberikan dorongan kepada masyarakat yang dipimpinnya untuk kemudian bersama-sama (swadaya) mengembangbiakkan burung hantu (tyto alba) sebagai solusi untuk mengatasi hama tikus yang merajarela di desa Tlogoweru.

Kepala Investasi sosial dan keuangan kantor kabinet Inggris Kieron Boyle menegaskan, kewirausahaan sosial adalah paradigma yang sudah dianut oleh semua kalangan di negeri tersebut. Pemerintah dan swasta bersinergi menjadi penjamin keberlanjutan kewirausahaan sosial. Sebab, pada dasarnya muara dari itu semua adalah perbaikan kehidupan masyarakat yang menopang capaian kerja pemerintah dan menggairahkan perekonomian. Manager program senior british council Indonesia Ari Sutanti menilai bahwa semangat kewirausahaan sosial pun sebetulnya punya akar yang kuat di tanah air. Ia merujuk pada sejarah koperasi yang hadir sebelum era kemerdekaan dan dijalankan organisasi kemasyarakatan. Tantangannya adalah bagaimana menjadikan kewirausahaan sosial sebagai gerakan masif, terstruktur, dan berkelanjutan.

Bornstein & Susan (2010) menyatakan bahwa kewirausahaan sosial adalah sebuah proses yang dilakukan oleh warga negara dengan membangun atau mentransformasikan institusi untuk meningkatkan solusi pada permasalahan sosial, seperti kemiskinan, penyakit, buta huruf, kerusakan lingkungan, pelanggaran hak asasi dan korupsi, dalam rangka membangun kehidupan yang lebih baik bagi semua.

(24)

Skoll (2009:3) menyatakan bahwa kewirausahaan sosial telah membawa dampak bagi masyarakat, seperti meningkatkan akses kesehatan bagi kaum miskin, mendorong perdamaian pada daerah konflik, membantu petani keluar dari kemiskinan dan lain-lain. Lebih jauh Skoll (2009:3) menjelaskan gerakan ini merupakan antitesis dari program pembangunan berbasis sosial politik yang cenderung memaksakan model top down kepada masyarakat.

Munculnya gerakan kewirausahaan sosial dapat dimaknai sebagai sebuah kondisi di mana masyarakat sudah ateul ingin berperan menyelesaikan beragam masalah sosial di sekitarnya melalui apa yang dapat mereka lakukan. Hadirnya praktik ini juga menunjukkan

M. PENTINGNYA PENDIDIKAN KEWIRAUSAHAAN BAGI KELOMPOK USIA PRODUKTIF

Pendidikan kewirausahaan akan membuka mata dan wawasan mereka akan luasnya peluang yang mereka miliki setelah mereka lulus. Ketiadaan pendidikan kewirausahaan, akan membuat generasi penerus seperti katak dalam tempurung, dan menganggap dunia begitu sempit dan kecil. Maka jangan sampai para pendidik kemudian mengurangi hak mereka akan wawasan tentang besarnya jendela peluang (window of opportunity) yang dapat mereka raih, dengan tidak memperkenalkan kewirausahaan.

Dengan munculnya generasi muda berjiwa entrepreneur (jika berusaha menumbuhkembangkan usaha mandiri) dan intrapreneur (menerapkan entrepreneuship mindset dalam konteks dunia kerja) sangat diharapkan.

Selanjutnya, kita juga dapat berharap bahwa dengan adanya pelatihan kewiraushaan sosial diharpkan akan muncul angkatan baru yang berpikir bahwa korupsi adalah bukan satu-satunya jalan menjadi kaya raya. Sebaliknya, kewirausahaan adalah salah satu alternatif yang sangat layak untuk dipertimbangkan sebagai anak tangga menuju masa depan gemilang, yang bukan hanya mampu merubah nasib pribadi, namun juga keluarga, komunitas, masyarakat dan bahkan nasib bangsa

Model pendidikan kewirausahaan berbasis praktik ini diharapkan akan mendorong peserta didik untuk memahami bahwa kegagalan adalah bukan akhir segalanya melainkan sebagai batu loncatan untuk keberhasilan yang lebih besar. Pendidikan kewirausahaan, juga memungkinkan individu bekerja dan berkarya di bidang yang diminati, karena mereka berusaha menciptakan pekerjaan mereka sendiri. Implikasinya,

(25)

tentu akan meningkatkan etos dan durabilitas kinerja. Hal ini, disisi lain, akan menghindari jumlah karyawan yang bekerja dengan perasaan terpaksa dan cenderung berprinsip ABS (asal bapak senang), sehingga membuat perahu perusahaan berat untuk berlayar karena banyak pekerjaan tambalan yang harus dilakukan.

Pola pendidikan kewirausahaan yang dianjurkan, adalah yang mendorong peserta didik pelatihan tidak sekedar mengenal (to know) atau mempelajari konsep-konsep (to learn) tentang kewirausahaan, namun yang mendorong mereka untuk menjadi wirausaha (to be entrepreneur). Artinya, titik tekan kurikulum didorong untuk lebih berat kepada praktik (practices) daripada sekedar berkutat di ranah kognitif. Selain itu pendidikan berbasis praktik dan pengalaman (experiental based learning) akan lebih mendorong terciptanya softskill peserta didik, karena mereka akan selalu ditantang untuk mengambil keputusan, mengarungi ketidakpastian resiko, memimpin, bekerja sama dalam tim dan lain-lain.

(26)

DAFTAR PUSTAKA

Nugroho, Adie & tim. “Menumbuhkembangkan Socioecopreneur Melalui Kerjasama Strategis” . Penebar Swadaya. Jakarta 2013.

Rangkuti, Freddy, 2009. “Analisis SWOT Teknik Membedah KasusBisnis”. Jakarta: Gramedia Pustaka Utama

Leonardus Saiman Edisi 2. 2014.“Kewiraushaan teori, Praktik, dan Kasus-kasus” Penerbit Salemba Emapat

Ulum, Khafidul. “Prinsip-Prinsip Kewirausahaan”. 21-11-2016. http://siapbisnis.net/12-prinsip-dalam-ber-wirausaha-yang-harus-anda-ketahui/URL

Machyudin, Dhidiek D. “7 Prinsip Kewirausahaan”. 21/11/2016. http://siapbisnis.net/12-prinsip-dalam-ber-wirausaha-yang-harus-anda-ketahui/URL

Dr. Soni A. Nulhaqim & Dr Hery Wibowo, dalam Disertasinya tentang ewrausahaan Sosial, Fisip Unpad, Bandung 2014

lahir di Garut 4 Februari 1968, berkeluarga dengan satu istri dan tiga anak. Pendidikan S1 Kesejahteraan Sosial UNPAD, S2 Sosiologi kekhususan Kesejahteraan Sosial UI dan S3 Ilmu-ilmu Sosial UNPAD. Staf Pengajar di Program Studi Kesejahteraan Sosial UNPAD sejak 1993. Pernah menjadi Pembantu Dekan III FISIP UNPAD tahun 2006-2010 dan Pembantu Dekan I FISIP UNPAD tahun 2010-2014. Saat ini diamanahi sebagai Ketua Ikatan Pekerjaan Sosial/Kesejahteraan Sosial Indonesia sejak tahun 2012. Aktif menjadi pemakalah pada seminar dan pertemuan nasional serta internasional Albany. 2005. The Sociology of Entrepreneurship. State University of New York Press.

Diunduh dari http://www.sunypress.edu/pdf/60832.pdf

Benedicta Prihatin Dwi Riyanti. 2003. Kewirausahaan dari Sudut Pandang Psikologi Kepribadian. Grasindo, Penerbit PT Gramedia Widiasarana Indonesia.

Bornstein, David & Susan. 2011. Social Entrepreneurship: What Everyone Needs to Know. Diunduh dari http://ashokau.org/wp-content/uploads/2010/12/Social-Entrepreneurship-What-Everyone-Needs-to-Know-Teaching-notes-final.pdf

Bornstein, David. 2006. Mengubah Dunia: Kewirausahaan Sosial dan Kekuatan Gagasan Baru. InsistPress-Nurani Dunia

Braun, Karen. 2009. Social Entrepreneurship: Perspectives on an Academic Discipline. Essay.Theory in Action, Vol 2. No.2 April 2009. Diunduh dari

http://www.transformativestudies.org/wp-content/uploads/103798tia1937-023709006.pdf

Bryant Coralie & Louise G. White. 1987. Manajemen Pembangunan untuk Negara Berkembang. Bandung. LP3ES

(27)

Ciputra. 2009. Ciputra Quantum Leap: Entrepreneurship mengubah masa depan Bangsa dan masa depan Anda, Elx Media Computindo, Jakarta, cetakan keempat

Dess, J. Gregory, Jed Emerson & Peter Economy. 2001. Enterprising Non Profit: A tool for Social Entrepreneur. Wiley Non Profit Series.

Europe Commision. 2013. Policy Brief and Social Entrepreneurship. Entrepreneurial

Activities in Europe. Diunduh dari

http://www.oecd.org/cfe/leed/Social%20entrepreneurship%20policy%20brief%20E N_FINAL.pdf

Feaster, Monika & Sara Rago. Social Entrepreneurship or how open is social innovation is possible in establish structure. Diunduh dari http://www.euricse.eu/sites/default/files/db_uploads/documents/1254842156_n19 5.pdf pada februari 2014

Gibb, Lucio Carlos Freiere & Kristian Nielsen. 2010. Entrepreneurship within Urban and Rural Areas Individual Creativity and Social Network. Danish Research Unit for Industrial Dynamic. Druid Society. Diunduh dari http://www3.druid.dk/wp/20110001.pdf Hisrich, Robert D, Michael P. Peters & Dean E. Shepherd. 2005. Entrepreneurship:Six Edition.

Mc Graw Hill (international Edition)

J.Dwi Narwoko & Bagong Suyanto. 2007. Sosiologi: Teks Pengantar dan Terapan. Kencana Prenada Media Group.

Jayasinghe, Kelum N. 2003. Structure and agency in entrepreneurship research - An alternative research framework International Conference on Sri Lanka Studies Full

Paper Number 075. Diunduh dari

http://archive.cmb.ac.lk/research/bitstream/70130/2237/1/fullp075.pdf pada November 2013

Kim Alter, Sutia. 2008. Social Enterprise Models and Their Mission and Money Relationship dalam Alex Nichols (ed). 2008. Social Entrepreneurship: New Models of Sustainable Social Change. Oxford Press

Koluthungan, Italy. 2009. From Intention Formation to Intentional Action – the Situational Logic of Social Enterprise Formation. Centre for Instutional Studies University of East

London United Kingdom, diunduh dari

http://www.euricse.eu/sites/default/files/db_uploads/documents/1254747560_n15 4.pdf pada November 2013

Kompas.com (diunduh 23 Juli 2009)

Leeuw, Evelyne De. 1999. Healthy Cities: Urban Social Entrepreneurship for Health. Health Promotion International. Vol 14 No.3. Oxford University Press. Diunduh dari http://www.bvsde.paho.org/bvsacd/cd26/promocion/v14n3/261.pdf

Light, Paul.C. 2008. The Search for Social Entrepreneurship. Brooking Institution Press-Washington DC.

(28)

Lumpkin, G.T. Todd W. Moss. David M.Gras. Shoko Kato. Alejandro S.M. 2011. Entrepreneurial processes in Social Context: how are they different, if at all? Small Busines Econ. DOI 10.1007/s11187-011-9399-3.

Mair, Johanna & Ignasi Marti.2004. Social Entrepreneurship Research: A source of Explanation, Prediction and Delight: Working Paper. IESE Business School –

University of Navarra

http://www.gemconsortium.org/assets/uploads/1325198134SEJ_2009_SE_Past_Res earch_Future_Opportunities.pdf

Mair, Johanna. 2010. Social Entrepreneurship: Taking Stock and Looking Ahead. Working Paper WP-888 IESE Business School – University of Navarra diunduh dari http://www.iese.edu/research/pdfs/DI-0888-E.pdf

Maja lah SWA melalui web: www.swa.co.id (diunduh 6 Januari 2011)

McGrath, Rita Gunter & Ian MacMillan. 2000. The Entrepreneurial Mindset: Strategy for continuosly Creating Opportunity in an Age of Uncertainty. Harvard Businees School Press. Daniel Hjorth. 2006. Entrepreneurship as Social Change. Edward Elgar Publishing Limited

Miro, Joseph. 2007. Topics in Social Entrepreneurship: Blending Economic and Social Value, or Doing Well While Also Doing Good. SSRN Working paper series. (E Journal diunduh dari

http://search.proquest.com/docview/1095296682/175C2EF39D9249E2PQ/1?accoun tid=48290) pada Februari 2014

Morato, Eduardo A. 2005. Pengembangan dan Daur Hidup Usaha Sosial, dalam Kewiraswataan Sosial: Strategi Pengembangan Bisnis Berwawasan Sosial bagi Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM)

Neal Thornberry. 2006. Lead Like an Entrepreneur. Mc Graw Hill Companies. Printed and bound by Quebecor Fairfield.

Neal Thornberry. 2006. Lead Like an Entrepreneur. Mc Graw Hill Companies. Printed and bound by Quebecor Fairfield.

Nichols, Alex. 2008. Social Entrepreneurship: New Models of Sustainable Social Change. Oxford

Oghojafor, B.E.A. S.A Aduloju, F.F. Olowokudejo. 2011. Social Enttrepreneurship as an instrment for curbing youth gangsterism: A Study of Nigerian Urban Communities. Journal of Economic and International Finance. Vol 3 (11) diunduh dari http://www.academicjournals.org/article/article1379757507_Oghojafor%20et%20al. pdf

Orhei, Loredana. 2011. The Competence of Social Entrepreneurship. A Multidimensional Competence Approach. HAN Business Publications, Number 6, pp 87-106. HAN Press Arnhem Nederland. Diunduh dari www.han.nl/hanbusinesspublications.

(29)

Porter, Alejandro. 2010. Economic Sociology: A Systematic Inqiury. Princenton Univerisity Press. Princenton and Oxford

Ruef, Martin & Michael Lounsbury. 2007. Introduction: The Sociology of Entrepreneurship. Research in the Sociology of Organization, volume 25, 1-29. Copyright by Elsevier Ltd. Seelos, Chirstian, Johanna Mair, Julie Battilana & M. Tina Dacin. 2010. The Embeddedness of

Social Entrepreneurship: Understanding Variation Across Local Communities. IESE Business Scholl University of Navara

Situs Grameen Bank, melalui web: www.grameen-info.org (diunduh 4 Januari 2010)

Situs Lembaga Kewirausahaan Sosial ASHOKA, melalui web: ashoka.org (diunduh 2 Maret 2012)

Situs Social Entrepreneur, melalui web: www.london.edu (diunduh 4 Januari 2010)

Skoll Jeff. 2009. Social Entrepreneurship: Power to Change, Power to Inspire. Skoll World Forum. Diuduh dari http://www-tc.pbs.org/now/shows/537/Shifting-Power-Dynamics.pdf

Soo Gwan Do. 2003. Impacts of Social Capital on Entrepreneurship, Innovation and Economics Development in the Knowledge Economy.(Disertation) George Mason University, Fairfax, VA

Swa Sembada. No. ISSN 0215-0050. No. 03/XXVI/4-17 Februari 2010

Thompson, Jhon & Bob Doherty.2006. The Diverse world of Social Enterprise: A collection of social enterprise stories. International Journal of Social Economic. Emerald. Volume 33 Number 5/6

Thornton, Patricia. 1999. The Sociology of Entrepreneurship. Annual Riview Sociologi. 25: 19-46 Diunduh dari http: //www.patriciathornton.com/files/Thornton_ARS_1999.pdf Van Putten, Paul II; Green, Robert D. 2011. Does it take an economic recession to advance

social entrepreneurship? Reseach in Business and Economics Journal. Diunduh dari http://search.proquest.com/docview/879503622/175C2EF39D9249E2PQ/2?accounti d=48290 pada Februari 2014

Yadgar. 2003. SHAS as a strauggle to create a new field: A Bourdieuan Perspective of a Israeli Phenomenon. Sociology of Religion. diunduh dari http://www.users.drew.edu/omaduro/bourdieu/YadgarIsrael.pdf

Zikou, Evangelia, Paraskevi Gatzioufa & Aikaterini. Social Entrepreneurship in Times of Economic Austerity: A Sparkle of Light for the Economic in Crisis?. Scientific Buletin – Eonomic Sciences

(30)

Referensi

Dokumen terkait

Dengan derajat kepercayaan 95% menunjukkan bahwa ada pengaruh antara peningkatan kehadiran dalam kelas pengajaran dan persekutuan secara bersamaan terhadap peningkatan

tentang hal yang akan dilakukan orang lain (terutama orang-orang.. yang berpengaruh dalam kelompok) pada suatu situasi yang sama. Teori ini bukan saja menjelaskan

Observasi dalam penelitian ini digunakan untuk menilai hasil belajar siswa dalam aspek afektif dengan mengamati tingkah laku siswa dalam kegiatan belajar, dan

PENGARUH PENDEKATAN BERMAIN TERHADAP KETERAMPILAN BERMAIN FUTSAL PADA SISWA KELAS 7 SMPN 1 LEMBANG.. Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu

Dengan hormat, sehubungan dengan pelaksanaan sertifikasi guru jalur PLPG Tahap V bagi guru-guru di lingkungan Dinas Pendidikan Pemuda dan Olahraga Kabupaten/Kota

Sistem yang bekerja secara load balancing ini akan saling membagi resource, yang diharapkan mampu meningkatkan performa dari Storage Area

Setelah diketahui jumlah pengguna kendaraan sepeda motor yang bersedia dan tidak bersedia untuk berpindah moda, maka dilakukan analisis perpindahan moda berdasarkan