• Tidak ada hasil yang ditemukan

ANALISIS PENERAPAN E-FAKTUR DAN KETEPATAN WAKTU PELAPORAN TERHADAP EFEKTIVITAS PERPAJAKAN PT. INTERNASIONAL SUKSES ABADI

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "ANALISIS PENERAPAN E-FAKTUR DAN KETEPATAN WAKTU PELAPORAN TERHADAP EFEKTIVITAS PERPAJAKAN PT. INTERNASIONAL SUKSES ABADI"

Copied!
13
0
0

Teks penuh

(1)

Vol. 13 No. 1 Februari 2017 ISSN : 1693-5236

29 |

P a g e

ANALISIS PENERAPAN E-FAKTUR DAN KETEPATAN WAKTU

PELAPORAN TERHADAP EFEKTIVITAS PERPAJAKAN PT.

INTERNASIONAL SUKSES ABADI

DR(c).Reimond Hasangapan Mikkael.,SE.,MM

rhmnapitupulu@gmail.com

Dosen Bidang Manajemen STIM Budi Bakti Bekasi

ABSTRACT

The Describes the taxation of e-facturs on PT.Internasional Sukses Abadi is not positive and significant impact on the effectiveness of tax. This shows that the adoption of e-Invoicing and timeliness of reporting has not been done so that the effectiveness of tax can be said to be effective. Timeliness of reporting on the International PT Sukses Abadi is not positive and significant impact on the effectiveness of tax. This shows that a person's level of awareness is still low taxation.

Keywords: Implementation of e-factur, timeliness of reporting, effectiveness Taxation.

ABSTRAK

Penelitian ini menjelaskan tentang Penerapan e-Faktur perpajakan pada PT.Internasional Sukses Abadi tidak berpengaruh positif dan signifikan terhadap efektifitas pajak. Hal ini menunjukan bahwa Penerapan e-Faktur dan ketepatan waktu pelaporan belum dilakukan dengan baik sehingga efektifitas pajak dapat dikatakan efektif. Ketepatan waktu pelaporan pada PT Internasional Sukses Abadi tidak berpengaruh positif dan signifikan terhadap efektifitas pajak. Hal ini menunjukan bahwa tingkat kesadaran perpajakan seseorang masih rendah.

Kata Kunci : Penerapan e-Faktur, Ketepatan waktu pelaporan, Efektifitas Perpajakan

PENDAHULUAN Latar Belakang Penelitian

Penerimaan negara dari sektor pajak mengambil bagian yang sangat besar dalam pendanaan pembangunan nasional. Penerimaan pajak dijadikan sumber utama pendapatan negara. Target penerimaan dari sektor pajak dari tahun ke tahun terus ditingkatkan, disinilah peran aktif masyarakat sangat dibutuhkan untuk mencapai target tersebut. Dilihat dari segi ekonomi, pajak adalah sumber penerimaan negara paling potensial. Prakosa (2003:1), mengidentifikasi pajak adalah iuran wajib anggota masyarakat kepada negara karena Undang-Undang dan atas pembayaran tersebut. Pemerintah tidak memberikan balas jasa yang langsung dapat ditunjuk. Djajadiningrat dalam Siti Resmi (2011)

mengartikan pajak sebagai suatu kewajiban menyerahkan sebagian dari kekayaan ke kas Negara yang disebabkan suatu keadaan, kejadian, dan perbuatan yang memberikan kedudukan tertentu, tetapi bukan sebagai hukuman, menurut peraturan yang ditetapkan pemerintah serta dapat dipaksakan, tetapi tidak ada jasa timbal balik dari negara secara langsung, untuk memelihara kesejahteraan secara umum. Masyarakat yang mandiri dan peduli, diharapkan mempunyai kesadaran yang tinggi dalam melaksanakan kewajiban sebagai warga negara untuk membantu bangsanya dalam mewujudkan tujuan mulia. Untuk mencapai target penerimaan pajak, pemerintah telah melakukan berbagai perubahan diantaranya yaitu reformasi perpajakan tahun 1984. Program ini telah mengubah sistem perpajakan Indonesia, dari official assessment

(2)

Vol. 13 No. 1 Februari 2017 ISSN : 1693-5236

30 |

P a g e

menjadi self assessment. Ketika memakai sistem

official assessment, yang lebih berperan aktif

adalah petugas pajak, sedangkan masyarakat atau Wajib Pajak lebih banyak berlaku pasif menunggu tindakan dari petugas pajak.

Sistem pajak yang digunakan pemerintah saat ini adalah sistem self assessment dimana terdapat perubahan yang signifikan. Dalam penanganan sistem yang baru Wajib Pajak diberikan kepercayaan serta tanggung jawab secara langsung dan mandiri untuk menghitung, memperhitungkan, menyetor serta melaporkan sendiri besarnya pajak yang terutang. Agar pelaksanaan system self assessment dapat berjalan dengan baik, maka keterbukaan dan penegakan hukum (law enforcement) menjadi hal yang sangat penting. Disinilah peran aktif Wajib Pajak dalam melaksanakan kewajiban perpajakannya sangat diperlukan. Dengan sistem self assessment penerimaan negara dari sektor pajak terus meningkat. Pajak merupakan pendapatan terbesar negara Indonesia. Pajak digunakan untuk memperbaiki dan memfasilitasi sarana umum serta untuk menyejahterakan warga Indonesia. Salah satu pajak yang dipungut di Indonesia adalah Pajak Pertambahan Nilai (PPN). Pajak Pertambahan Nilai adalah pengenaan pajak atas pengeluaran untuk konsumsi baik yang dilakukan perseorangan maupun badan, baik badan swasta maupun badan pemerintah dalam bentuk belanja barang atau jasa yang dibebankan pada anggaran belanja negara (Sukardji, 2010).

Kata efektif berasal dari bahasa inggris yaitu effective yang berarti berhasil, atau sesuatu yang dilakukan berhasil dengan baik. Kamus ilmiah popular mendefinisikan efektivitas sebagai ketepatan penggunaan, hasil guna atau menunjang tujuan. Efektivitas merupakan salah satu dimensi dari produktivitas, yaitu mengarah kepada pencapaian untuk kerja yang maksimal, yaitu pencapaian target yang berkaitan dengan kualitas, kuantitas dan waktu. Mahmudi (2010) menyatakan bahwa efektivitas perpajakan merupakan hubungan antara keluaran dengan tujuan atau sasaran yang harus dicapai. Dikatakan efektif apabila proses kegiatan perpajakan mencapai tujuan dan sasaran akhir kebijakan (spending wisely). Semakin besar ouput yang dihasilkan terhadap pencapaian tujuan dan sasaran yang ditentukan, maka semakin efektif proses kerja suatu unit organisasi. Perpajakan pada PT.Internasional Sukses Abadi dapat dikategorikan tingkat efektivitasnya sebagai berikut. 1. Tingkat pencapaian di atas 100%

berarti sangat efektif. 2. Tingkat pencapaian antara 90% - 100% berarti efektif. 3. Tingkat pencapaian antara 80% - 90% berarti cukup efektif. 4. Tingkat pencapaian antara 60% - 80% berarti kurang efektif. 5. Tingkat pencapaian di bawah 60% berarti tidak efektif. Kebanyakan penduduk Indonesia sama sekali tidak membayar pajak, dan diantara mereka yang membayar, pengumpulannya selalu di bawah target. Hal ini ditandai dengan rendahnya tax ratio Indonesia. Selama 10 tahun sejak tahun 1990, rasio pajak Indonesia hanya berada di angka 10-11 persen saja, kemudian baru pada tahun 2000 rasio pajak perlahan meningkat mencapai kisaran 13 persen, yaitu sekitar 12,1 persen - 13,5 persen pada tahun 2001-2006. Pemungutan pajak, seperti administrasi perpajakan sangat menentukan penerimaan pajak, semakin rumit administrasi yang harus dilakukan menyebabkan keengganan WP untuk membayar pajak. Untuk mengatasi kurang efektif dan efisiennya pengumpulandana dari masyarakat, dilakukan reformasi perpajakan dengan tujuan untuk menaikkan hasil pajak, menyederhanakan peraturan perpajakan, memberikan kepastian hukum, menyesuaikan pajak dengan laju pertumbuhan ekonomi Indonesia, dan dengan menganut falsafah serta aspirasi bangsa Indonesia sendiri. Berdasarkan cara pemungutannya, pajak dibedakan menjadi pajak langsung dan tidak langsung. Untuk meningkatkan penerimaan negara, pemerintah melalui regulasinya dapat mengusahakan meningkatkan penerimaan pajak langsung maupun tidak langsung. Dalam proses pertumbuhan suatu negara, akan terjadi perubahan struktur perekonomian. Salah satu struktur yang berubah adalah penerimaan pajak negara. Peningkatan realisasi anggaran pajak dari tahun ketahun belum bisa dijadikan pedoman dalam mengukur keberhasilan pemungutan pajak dan retribusi yang telah dilakukan oleh pemerintah. Dengan cara menghitung efektivitas dan efisiensi pemungutan pajak dapat membantu pemerintah dalam mengukur keberhasilan pemungutan pajak. Efektivitas adalah keberhasilan atau kegagalan dari organisasi dalam mencapai tujuannya.

Seiring dengan berkembangnya teknologi serta keinginan pemerintah untuk menanggulangi terjadinya penyalahgunaan faktur pajak yang masih sering disalahgunakan oleh beberapa pengusaha kena pajak. Kecurangan-kecurangan yang terjadi dalam faktur pajak salah satunya adalah faktur pajak fiktif. Dalam kasus ini Direktorat Jenderal Pajak (DJP) telah membentuk

(3)

Vol. 13 No. 1 Februari 2017 ISSN : 1693-5236

31 |

P a g e

Satgas untuk menangani faktur fiktif yang

beredar. pada tahun 2014, di kota Jakarta terdapat sekitar Rp. 900 Miliar yang terindikasi menggunakan faktur fiktif. Dari jumlah tersebut, 500 Pengusaha Kena Pajak yang menggunakan faktur fiktif dengan jumlah Rp. 71 Miliar telah mengaku dan bersedia untuk membayar. Direktorat Jenderal Pajak Jakarta Selatan berhasil menemukan jaringan penerbit faktur fiktif. Dari hasil penggeledahan yang dilakukan, Direktorat Jenderal Pajak menemukan bukti dokumen berupa Surat Pemberitahuan (SPT) dan stempel perusahaan sebanyak 58 perusahaan yang diduga terlibat dalam jaringan penerbit faktur palsu (Arif Wicaksono, 2015). Negara ditaksir mengalami kerugian sekitar Rp. 467 miliar dari praktek curang penggunaan faktur pajak fiktif yang dilakukan oleh oknum petugas pajak dan ratusan wajib pajak di Bekasi, Jawa Barat.

Kerugian negara ini terjadi sejak tahun 2010 hingga Juni 2015 akibat ulah oknum Wajib Pajak (WP) yang 'bermain' faktur pajak. Terdapat 949 Wajib Pajak (WP) yang terlibat dalam kasus faktur pajak fiktif di Jawa Barat (Prayitno , 2015). maka Direktorat Jenderal Pajak membuat suatu inovasi baru yaitu dengan menggunakan sistem e-Faktur yaitu faktur pajak berbentuk elektronik, yang disebut e-Faktur. e-Faktur adalah Faktur Pajak yang dibuat melalui aplikasi atau sistem elektronik yang ditentukan dan/atau disediakan oleh Direktorat Jenderal Pajak sesuai dengan PER-16/PJ/2014. (Nufransa Wira Sakti, 2015:123). Sistem ini diharapkan dapat memudahkan dan meningkatkan kepatuhan wajib pajak serta dapat mengurangi secara signifikan penggunaan faktur pajak fiktif. Pemberlakuan penggunaan e-Faktur kepada seluruh Pengusaha Kena Pajak (PKP) mulai 1 Juli 2015 merupakan hasil inovasi panjang Direktorat Jenderal Pajak (DJP) dalam membenahi administrasi Pajak Pertambahan Nilai (PPN).

Dalam hal ini, e-Faktur merupakan suatu terobosan yang selama ini diimpikan oleh DJP dan wajib pajak yang juga merupakan perkembangan terbaru dari pembenahan sistem administrasi PPN yang telah dilaksanakan sejak tahun 2011. Dimana, setiap Pengusaha Kena Pajak nantinya tidak lagi membuat faktur pajak dalam bentuk manual tetapi dalam bentuk elektronik. Dengan adanya e-Faktur menunjukkan bahwa DJP telah berupaya untuk terus mengoptimalkan potensi pajak sehingga realisasi penerimaan pajak dapat tercapai tentunya dengan disertai tingkat pengawasan pajak yang dilakukan

secara terus-menerus sebagaimana modernisasi perpajakan yang bertujuan untuk mengelola penerimaan pajak dengan baik, efektif, efisien dan sehat sesuai dengan prinsip good govermance.

Di samping itu, adanya sistem terbaru ini bertujuan untuk lebih meningkatkan pemenuhan kewajiban perpajakan khususnya dalam hal Pajak Pertambahan Nilai yang masih tergolong rendah, hal tersebut berarti masih banyak wajib pajak yang sengaja tidak melaksanakan kewajiban dan yang tidak mengetahui tata cara untuk melaksanakan kewajiban perpajakan. Kendala yang paling relevan adalah ketepatan waktu pelaporan, padahal ketepatan waktu (timeliness) merupakan salah satu faktor penting dalam menyajikan suatu informasi yang relevan. Karakteristik informasi yang relevan seharusnya mempunyai nilai prediktif dan disajikan tepat waktu sebagai sebuah informasi yang dikandungnya disediakan tepat waktu bagi pembuat keputusan sebelum informasi tersebut kehilangan kemampuannya dalam mempengaruhi pengambilan keputusan. Jika terdapat penundaan yang tidak semestinya dalam pelaporan, maka informasi yang dihasilkan akan kehilangan relevansinya. Hal ini sesuai dengan PSAK (Pernyataan Standar Akuntansi Keuangan) No. 1 paragraf 43, yaitu jika terdapat penundaan yang tidak semestinya dalam pelaporan, maka informasi yang dihasilkan akan kehilangan relavansinya (SAK, 2007:8). Informasi yang disajikan tidak tepat waktu akan mengurangi atau bahkan menghilangkan kemampuannya sebagai alat bantu prediksi bagi pemakainya. Informasi yang tidak disajikan secara tepat pada saat dibutuhkan, tidak akan mempunyai nilai untuk dasar penentuan tindakan pada masa yang akan datang.

TINJAUAN PUSTAKA Efektifitas Perpajakan

Pengertian Perpajakan menurut Undang-undang No.28 Tahun 2007 tentang Ketentuan Umun dan Tata Cara Perpajakan Pasal 1 ayat (1) yaitu : Pajak adalah kontribusi wajib kepada negara yang terutang oleh orang pribadi atau badan yang bersifat memaksa berdasarkan Undang-Undang, dengan tidak mendapatkan imbalan secara langsung dan digunakan untuk keperluan negara yang sebesar-besarnya dan untuk kemakmuran rakyat. Liberti Pandiangan,

(4)

Vol. 13 No. 1 Februari 2017 ISSN : 1693-5236

32 |

P a g e

(2010:11) Efektifitas pajak merupakan upaya

dalam mengoptimalkan penerimaan pajak dengan berbagai jenis dan sistem pengenaan. Untuk memperoleh pajak yang optimal, haruslah didukung dengan ketentuan yang tepat, efektif dan efisien, serta dapat dilaksanakan, Efektivitas adalah pencapaian tujuan secara tepat atau memilih tujuan-tujuan yang tepat dari serangkaian alternatif atau pilihan cara dan menentukan pilihan dari beberapa pilihan lainnya. Dalam menilai efektivitas program. Halim (2004) berpendapat bahwa efektivitas pajak menunjukkan kemampuan pemeritah dalam mengumpulkan pajak sesuai dengan jumlah penerimaan pajak yang ditargetkan. Maka efektivitas yang dimaksud adalah seberapa banyak penerimaan pajak berhasil mencapai target yang seharusnya dicapai pada suatu periode tertentu. Ndraha (2005), menyatakan bahwa efisiensi digunakan untuk mengukur proses, efektivitas guna mengukur keberhasilan mencapai tujuan”. Khusus mengenai efektivitas pemerintahan, Ndraha (2005) mengemukakan bahwa secara abstrak sebagai tingkat pencapaian tujuan, diukur dengan rumus hasil dibagi dengan (per) tujuan. Tujuan yang bermula pada visi yang bersifat abstrak itu dapat dideduksi sampai menjadi kongkrit, yaitu sasaran (strategi). Sasaran adalah tujuan yang terukur, Konsep hasil relatif, bergantung pada pertanyaan, pada mata rantai mana dalam proses dan siklus pemerintahan, hasil didefinisikan. Apakah pada titik output?

Outcome? Feedback? Siapa yang

mendefinisikannya : Pemerintah, yang diperintah atau bersama-sama? Apapun penilaiannya, efektivitas birokrasi yang menyelenggarakan fungsi-fungsi pemerintah menjadi hal yang sangat penting dalam proses penyelenggaaan pemerintahan daerah.

Barnard (dalam Prawirosoentono, 1997) berpendapat “Accordingly, we shall say that an

action is effective if it specific objective aim. It is efficient if it satisfies the motives of the aim, whatever it is effective or not.” Pendapat ini

antara lain menunjukkan bahwa suatu kegiatan dikatakan efektif apabila telah mencapai tujuan yang ditentukan.

Dari beberapa pertanyataan diatas dapat ditarik kesimpulan bahwa suatu hal dapat dikatakan efektif apabila hal tersebut sesuai dengan dengan yang dikehendaki. Artinya, pencapaian hal yang dimaksud merupakan pencapaian tujuan dilakukannya tindak-tindakan untuk mencapai hal tersebut. Efektivitas dapat

diartikan sebagai suatu proses pencapaian suatu tujuan yang telah ditetapkan sebelumnya. Suatu usaha atau kegiatan dapat dikatakan efektif apabila usaha atau kegiatan tersebut telah mencapai tujuannya. Apabila tujuan yang dimaksud adalah tujuan suatu instansi maka proses pencapaian tujuan tersebut merupakan keberhasilan dalam melaksanakan program atau kegiatan menurut wewenang, tugas dan fungsi instansi tersebut.

Penerapan e-Faktur

Dalam (Muljono, 2010), PKP mempunyai hak, diantaranya:

1. Menerbitkan Faktur Pajak

Faktur pajak hanya boleh diterbitkan oleh pengusaha yang telah dikukuhkan sebagai PKP karena faktur pajak yang dimiliki oleh pembeli merupakan Pajak. Masukan yang dapat dikreditkan oleh pembeli, sehingga pengusaha yang belum dikukuhkan sebagai PKP tidak mempunyai hak untuk membuat faktur pajak.

2. Mengkreditkan Pajak Masukan

Pengusaha yang telah dikukuhkan sebagai PKP mempunyai hak untuk mengkreditkan Pajak Masukan yang didapatkan dari penjual. Meminta Kembali Kelebihan Pajak Pengusaha yang telah dikukuhkan sebagai PKP dapat meminta kembali apabila terdapat kelebihan PPN atau PPn.BM yang telah dibayar atau telah dipungut pihak lain.

Aplikasi e-Faktur

Aplikasi e-Faktur merupakan aplikasi yang disediakan oleh DJP sebagai perbaikan sistem administrasi perpajakan yang ada. Dalam penggunaannya aplikasi ini harus terkoneksi dengan jaringan internet. Sampai dengan 1 Juli 2015, KPP di Jawa dan Bali senantiasa mengadakan sosialisasi e-Faktur. Setiap sosialisasi yang diadakan, bertujuan untuk memberitahukan tata cara pendaftaran e-Faktur, tujuan dan dasar hukum e-Faktur, serta sistem kerja e-Faktur. Dalam sosialisasi tersebut, setiap wakil dari WP akan diberikan CD yang berisi aplikasi Faktur dummy, materi sosialisasi e-Faktur, video tutorial e-e-Faktur, serta kumpulan pertanyaan mengenai e-Faktur. Setiap peserta sosialisasi diwajibkan untuk membawa laptop untuk mempraktikan langsung aplikasi e-Faktur pada waktu sosialisasi. Pada waktu sosialisasi dilakukan, seluruh peserta wajib menggunakan aplikasi e-Faktur dummy dengan mengikuti

(5)

Vol. 13 No. 1 Februari 2017 ISSN : 1693-5236

33 |

P a g e

instruktur sosialisasi. Untuk selanjutnya, aplikasi

e-Faktur dummy tersebut dapat digunakan

masing-masing peserta sebagai latihan setelah sosialisasi selesai dilaksanakan. Aplikasi tersebut dapat memudahkan setiap orang yang ingin belajar e-Faktur, tanpa harus takut jika data yang digunakan ter-upload di aplikasi DJP. Mengingat aplikasi e-Faktur tersebut tidak terkoneksi dengan internet dan tidak terhubung langsung dengan aplikasi DJP.

Kewajiban membuat Faktur Pajak

Menurut Undang-undang Nomor 42 Tahun 2009, PKP wajib membuat faktur pajak untuk setiap:

1. Penyerahan BKP di dalam Daerah Pabean yang Dilakukan oleh Pengusaha atau ekspor BKP Berwujud oleh PKP dan/atau penyerahan BKP berupa aktiva yang menurut tujuan semula tidak untuk diperjualbelikan oleh PKP, kecuali atas penyerahan aktiva yang pajak masukannya tidak dapat dikreditkan;

2. Penyerahan JKP di dalam Daerah Pabean yang dilakukan oleh Pengusaha;

3. Ekspor BKP Tidak Berwujud ata ekspor BKP berwujud;

4. Ekspor JKP

Faktur Pajak

Undang-undang Nomor 42 tahun 2009, menyatakan berdasarkan hukum yang berkenan faktur pajak diatur alam undang-undang tersebut adalah perubahan atas undang-undang nomor 8 tahun 1983 PPN dan PPnBM. Paktur pajak yang berarti pungutan pajak yang dibuat oleh pengusaha kena pajak yang melakukan penyerahan barang kena pajak (BKP) atau penyerahan kena pajak atau bukti pungutan pajak karena impor barang kena pajak yang diguakan oleh Direktorat Jenderal Bea dan Cukai, Sedangkan berdasarkan Keputusan Direktur Jenderal Pajak nomor KEP-08/PJ/2015 tanggal 30 Januari 2015 tentang Penetapan Pengusaha Kena Pajak yang diwajibkan Membuat Faktur Pajak Berbentuk Elektronik Faktur pajak dan bisa juga merupakan sarana untuk mengkreditkan pajak masukan. Oleh karena itu, faktur pajak elektronik harus benar baik secara formal maupun secara material. Faktur pajak harus diisi secara lengkap,jelas dan benar tidak perlu lagi di tanda tangani Pengusaha Kena Pajak sedangkan aplikasi Faktur Pajak satu kesatuan dengan aplikasi e-SPT, sehingga lebih memudahkan pelaporan SPT

Masa PPN. Pengusaha kena wajib membuat faktur pajak untuk setiap penyerahan barang kena pajak atau jasa kena pajak.

Berdasarkan Undang-Undang No 42 Tahun 2009, ada 4 jenis faktur pajak diantaranya sebagai berikut:

1. Faktur pajak standar adalah faktur pajak yang paling sedikit memuat keterangan tentang:

a. Nama, alamat, Nomor Pokok Wajib Pajak pembeli barang kena pajak atau jasa kena pajak.

b. Nama, alamat, dan Nomor Pokok Wajib Pajak pembeli kena pajak atau penerima Jasa Kena Pajak.

c. Jenis barang atau jasa, jumlah harga jual tau penggantian dan potongan harga. d. Pajak pertambahan nilai yang dipungut. e. Pajak penjualan atas barang mewah

yang dipungut.

f. Kode nomor seri dan tanggal pembuatan faktur pajak

g. Nama, jabatan dan tanda tangan yang berhak mendatangani faktur pajak. 2. Faktur pajak gabungan adalah faktur pajak

untuk semua penyerahan barang kena pajak dan/atau penyerahan jasa kena pajak yang tejadi selama satu bulan takwim kepada pembeli barang barang kena barang kena pajak yang sama.

3. Faktur pajak sederhana adalah faktur pajak yang dapat berbentuk:

a. Slip cash register atau segi cash register yang dibuat oleh pedagang eceran selain yang menggunakan norma faktur pajak sederhana.

b. Apabila dalam harga jual kena pajak sudah termasuk pajak pertambahan nilai, slip cash resgister atau segi cash

register sebagaimana dalam ayat (1)

wajib diberi keteranagan “untuk barang kena pajak harga sudah termasuk PPN”. 4. Faktur pajak khusus adalah faktur pajak yang

khusus digunakan untuk keperluan khusus. Contoh PIB (Pemberitahuan Impor Barang)

Berdasarkan Undang-Undang Nomor 42 Tahun 2009 tentang PPN dan PPnBM menyatakan, bahwa faktur pajak yang berlaku adalah satu jenis faktur pajak sedangkan faktur pajak lainnya tidak berlaku lagi.

Faktur pajak tandar harus dibuat paling lambat:

a. Pada akhir bulan berikutnya setelah bulan penyerahan brang kena pajak dan/atau jasa

(6)

Vol. 13 No. 1 Februari 2017 ISSN : 1693-5236

34 |

P a g e

kena pajak dalam hal pembayaran diterima

seteah buln berikutnya setelah penyeraha BKP dan/atau jasa penyerahan JKP.

b. Pada saat penerimaan pembayaran dalam hal pembayaran terjadi sebelum akhir bulan berikutnya setelah bulan penyerahan BKP dan/atau sebelum penyerahan JKP.

c. Pada saat penerimaan pembayaraan terjadi sebelum penyerahan BKP dan/atau sebelum penyerahan JKP.

d. Saat penerimaan Pengusaha Kena Pajak rekanan penyerahan sebagian tahap pekerjaan.

e. Pada saat Pengusaha Kena Pajak rekanan

menyampaikan tagihan kepada

bendaharawan pemerintah sebagai pemungut pajak pertambahan nilai.

Sedangkan berdasarkan Undang-Undang No.42 Tahun 2009 hanya terdapat 3 jenis unsur pajak yaitu:

a. faktur pajak

b. faktur pajak gabungan

c. dokumen tertentu yang berkedudukannya dipersamakan dengan faktur pajak.

Sejak ditetapkannya undang-undang no 42 tahun 2009, nomor pajak diberikan Direktorat Jenderal Pajak kepada prngusaha kena pajak dengan mekanisme tertentu untuk penomoran faktur pajak yanag berupa angka, huruf, atau kombinasi angka dan huruf yang ditentukan oleh direktorat jenderal pajak. e-Faktur adalah Faktur Pajak yang dibuat melalui aplikasi atau sistem elektronik yang telah ditentukan oleh Direktorat Jenderal Pajak.

e-Faktur sendiri mempunyai dasar hukum yaitu :

a. Peraturan Menteri Keuangan Nomor 151/PMK.03/2013 tentang Tata Cara Pembuatan dan Tata Cara Pembetulan atau Penggantian Faktur Pajak;

b. Peraturan Direktur Jenderal Pajak Nomor PER-16/PJ/2014 tentang Tata Cara Pembuatan dan Pelaporan Faktur Pajak Berbentuk Elektronik;

c. Peraturan Direktur Jenderal Pajak Nomor PER-17/PJ/2014 tentang Perubahan Kedua atas Peraturan Direktur Jenderal Pajak Nomor PER-24/PJ/2012 tentang Bentuk, Ukuran, Tata Cara Pengisian Keterangan, Prosedur Pemberitahuan dalam rangka Pembuatan, Tata Cara Pembetulan atau

Penggantian, dan Tata Cara Pernbatalan Faktur Pajak;

d. Keputusan Direktur Jenderal Pajak Nomor KEP-136/PJ/2014 tentang Penetapan Pengusaha Kena Pajak yang Diwajibkan Membuat Faktur Pajak Berbentuk Elektronik;

e. Keputusan Direktur Jenderal Pajak Nomor KEP-224/PJ/2014 tentang Penetapan Pengusaha Kena Pajak yang Diwajibkan Membuat Faktur Pajak Berbentuk Elektronik;

f. Keputusan Direktur Jenderal Pajak Nomor KEP-33/PJ/2015 tentang Penetapan Pengusaha Kena Pajak yang Diwajibkan Membuat Faktur Pajak Berbentuk Elektronik; dan

g. Pengumuman Direktur Jenderal Pajak Nomor PENG-01/PJ.02/2014 tentang Faktur Pajak Berbentuk Elektronik (e-Faktur). Secara Garis besar e-Faktur nantinya akan terbagi menjadi 2 poin besar yaitu : Sertifikat Elektronik dan Faktur Pajak Elektronik. Lalu apa bedanya? Siapa yang harus menggunakan Faktur? mulai kapan e-Faktur harus digunakan? Latar belakang penggunaan e-faktur sendiri adalah : Penyalahgunaan pkp/faktur pajak seperti Non PKP yang menerbitkan Faktur Pajak, Faktur Pajak yang tidak/terlambat terbit, Faktur pajak fiktif, Faktur pajak ganda, Kepatuhan PKP yang menurun, Penerimaan ppn kurang optimal dan juga beban admnistrasi faktur pajak.

Secara umum Wajib pajak badan dan wajib pajak pribadi bisa mengajukan surat permintaan sertifikat elektronik dan surat persetujuan penggunaan sertifikat elektronik dengan ditandatangani dan disampaikan oleh pengurus PKP yang bersangkutan secara langsung dan tidak diperkenankan untuk dikuasakan ke pihak lain. Untuk Wajib pajak badan wajib menyertakan asli SPT tahunan PPh Badan beserta bukti penerimaan surat/tanda terima pelaporan SPT (untuk WP Badan pusat/tunggal), sedangkan untuk Wajib Pajak Orang Pribadi wajib menyampaikan SPT Tahunan PPh orang pribadi tahun pajak terakhir yang jangka waktu penyampainnya telah jatuh tempo pada saat pengajuan surat permintaan sertifikat elektronik telah disampaikan ke KPP dengan dibuktikan asli SPT Tahunan PPh Badan beserta bukti penerimaan surat/tanda terima pelaporan SPT.

(7)

Vol. 13 No. 1 Februari 2017 ISSN : 1693-5236

35 |

P a g e

Selain itu baik Wajib pajak badan dan

wajib pajak orang pribadi harus menunjukkan asli dan menyerahkan fotocopy Kartu identitas berupa Kartu Tanda Penduduk (KTP), Kartu Keluarga (KK) untuk WNI atau paspor , Kartu Izin Tinggal Terbatas (KITAS), atau Kartu izin Tinggal Tetap (KITAP) untuk WNA dan juga menyampaikan softcopy pas foto terbaru yang disimpan dalam compact disc (CD) atau media lain sebagai kelengkapan surat permintaan sertifikat elektronik (file foto diberi nama: NPWP PKP-nama pengurus-nomor kartu identitas pengurus).

Pengajuan permintaan sertifikat elektronik dapat dilakukan oleh PKP mulai 1 Januari 2015, melalui Kantor Pelayanan Pajak tempat PKP dikukuhkan dengan cara menyampaikan Surat Permintaan Sertifikat Elektronik dan laman (website) yang ditentukan dan/atau disediakan oleh Direktorat Jenderal Pajak dengan mengikuti petunjuk pengisian (manual user) yang disediakan oleh Direktorat Jenderal Pajak. PKP yang wajib menggunakan e-Faktur telah ditetapkan oleh Direktorat Jenderal pajak sebagai berikut :

1. Wajib e-Eaktur per 1 juli 2014 : 100 PKP LTO dan Madya.

2. Wajib e-Faktur per 1 juli 2015 : PKP di Jawa dan Bali.

3. Wajib e-Faktur per 1 juli 2016 : seluruh PKP (nasional)

e-Faktur wajib dibuat oleh pkp saat penyerahan Barang kena pajak, Jasa kena pajak, saat penerimaan pembayaran dalam hal penerimaan pembayaran terjadi sebelum penyerahan barang kena pajak dan/atau sebelum penyerahan jasa kena pajak, saat penerimaan pembayaran termin dalam hal penyerahan sebagian tahap pekerjaan dan saat lain yang diatur atau berdasarkan Peraturan Menteri Keuangan tersendiri.

Apabila hasil cetak e-Faktur rusak atau hilang, Pengusaha kena pajak yang membuat e-faktur dapat melakukan cetak ulang melalui aplikasi atau sistem elektronik yang ditentukan oleh Direktorat Jenderal Pajak. Selain itu PKP dapat mengajukan permintaan data e-faktur ke DJP melalui KPP tempat PKP dikukuhkan dengan menyampaikan surat permintaan data e-Faktur (terbatas pada data e-Faktur yang telah diunggah/upload ke DJP dan telah mendapat persetujuan dari DJP). Dalam hal terjadi keadaan tertentu yang menyebabkan PKP tidak dapat membuat e-Faktur, PKP diperkenankan untuk

membuat E-Faktur dalam bentuk kertas. Keadaan tertentu yang dimaksud adalah keadaan yang disebabkan oleh peperangan, kerusuhan, revolusi, bencana alam, pemogokan, kebakaran, dan sebab lainnya diluar kuasa PKP (force majour).

Ketepatan Waktu Pelaporan

Kreteria Ketepatan Untuk Laporan Pajak Terutang PPn

Menurut UU nomor 42 Tahun 2009, muncul lagi ketentuan formal dalam UU yang bersifat material ini yakni tepatnya di Pasal 15 A,

penyetoran Pajak Pertambahan Nilai oleh Pengusaha Kena Pajak sebagaimana dimaksud dalam Pasal 9 ayat (3) harus dilakukan paling

lama akhir bulan berikutnya setelah berakhirnya

Masa Pajak dan sebelum Surat Pemberitahuan Masa Pajak Pertambahan Nilai disampaikan dan Surat Pemberitahuan Masa Pajak Pertambahan Nilai disampaikan paling lama akhir bulan berikutnya setelah berakhirnya Masa Pajak. Sedangkan ketelambatan Pajak Pertmbahan Nilai dikenakan denda administrasi Rp. 500.000 dan denda bunga 2% perbulan.

Ketepatan waktu mengimplikasikan bahwa pelaporan seharusnya disajikan pada suatu interval waktu, untuk menjelaskan perubahan dalam perusahaanyang mungkin mempengaruhi pemakai informasi dalam membuat prediksi dan keputusan. Ketepatan waktu dapat didefinisikan dengan dua cara: Chambers dan Penman (1984) dalam Hilmi dan Ali (2008) mendefinisikan ketepatan waktu dalam dua cara yaitu :

1. Ketepatan waktu didefinisikan sebagai keterlambatan waktu pelaporan dari tanggal laporan sampai tanggal melaporkan.

2. Ketepatan waktu ditentukan dengan ketepatan waktu pelaporan relatif atas tanggal pelaporan yang diharapkan. Menurut Dyer dan Mc Hugh (1975) dalam Hilmi dan Ali (2008) ada tiga kriteria keterlambatan untuk melihat ketepatan waktu penyampaian pelaporan antara lain :

Preliminary lag yaitu interval jumlah hari

antara tanggal pelaporan sampai penerimaan laporan akhir preleminary oleh bursa.

3. Auditor’s report lag yaitu interval jumlah hari antara tanggal pelaporan sampai tanggal laporan auditor ditandatangani.

Keterlambatan terjadi jika perusahaan melaporkan informasi setelah tanggal yang ditentukan. Hal ini sesuai dengan peraturan X.K.2 yang diterbitkan Bapepam dan didukung oleh

(8)

Vol. 13 No. 1 Februari 2017 ISSN : 1693-5236

36 |

P a g e

peraturan terbaru Bapepam, X.K.6 tertanggal 7

Desember 2006, maka penyampaian pelaporan yang telah diaudit dikatakan tepat waktu apabila diserahkan sebelum atau paling lambat pada akhir bulan ketiga setelah tanggal pelaporan tersebut. Sedangkan untuk laporan tengah tahunan : (1) selambat-lambatnya 30 hari setelah tengah tahun buku berakhir,jika tidak disertai laporan akuntan, (2) selambat-lambatnya 60 hari setelah tengah tahun berakhir jika disertai laporan akuntan dalam rangka penelaahan terbatas, (3) selambat lambatnya 90 hari setelah tengah tahun buku berakhir jika disertai laporan akuntan yang memberikan pendapat tentang kewajaran pelaporan secara keseluruhan. Rentang waktu antara tanggal pelaporan dan tanggal ketika informasi pelaporan diumumkan kepublik berhubungan dengan kualitas informasi yang dilaporkan (McGee, 2007). Untuk mendapatkan informasi yang relevan tersebut, terdapat beberapa kendala, salah satunya adalah kendala ketepatan waktu. Hendriksen dan Van (2000) menyatakan bahwa informasi tidak dapat relevan jika tidak tepat waktu, yaitu hal itu harus tersedia bagi pengambil keputusan sebelum kehilangan kapasitasnya untuk mempengaruhi keputusan. Ketepatan waktu tidak menjamin relevansinya, tetapi relevansi tidaklah mungkin tanpa ketepatan waktu. Oleh karena itu, ketepatan waktu adalah batasan penting pada publikasi laporan keuangan. Akumulasi, peringkasan danpenyajian selanjutnya informasi akuntansi harus dilakukan secepat mungkin untuk menjamin tersedianya informasi sekarang di tangan pemakai. Ketepatan waktujuga menunjukkan bahwa laporan keuangan harus disajikan pada kurun waktuyang teratur untuk memperlihatkan perubahan keadaan perusahaan yang pada gilirannya mungkin akan mempengaruhi prediksi dan keputusan pemakai. Tepat waktu diartikan bahwa informasi harus disampaikan sedini mungkin untuk dapat digunakan sebagai dasar untuk membantu dalam pengambilan keputusan keputusan ekonomi dan untuk menghindari tertundanya pengambilan keputusan tersebut (Baridwan, 1997). Ketepatan waktu tidak menjamin relevansi, tetapi relevansi informasi tidak dimungkinkan tanpa ketepatan waktu. Informasi mengenai kondisi dan posisi perusahaan harus secara cepat dan tepat waktu pelaporan. Ketepatan waktu tidak menjamin relevansi, tetapi relevansi informasi tidak dimungkinkan tanpa ketepatan waktu informasi mengenai kondisi dan posisi perusahaan harus cepat dan tepat waktu sampai ke pemakai laporan.

Ketepatan waktu mengimplikasikan bahwa pelaporan seharusnya disajikan pada suatu interval waktu, untuk menjelaskan perubahan dalam perusahaan dan mempengaruhi pemakai informasi dalam membuat prediksi dan keputusan (Hendriksen, 1992) pelaporan yang dinyatakan Baridwan (1997) yaitu hasil akhir dari suatu proses pencatatan yang merupakan suatu ringkasan dari transaksi transaksi keuntungan yang terjadi selama tahun buku yang bersangkutan. Laporan dibuat oleh manajemen dengan tujuan membebaskan diri dari tanggungjawab yang dibebankan kepadanya oleh para pemilik perusahaan. Disamping itu laporan dapat juga digunakan unutk memenuhi tujuan-tujuan lain sebagai laporan kepada pihak-pihak di luar perusahaan.

Ketepatan waktu menunjukan rentang waktu antara penyajian informasi yang diinginkan dengan frekuensi pelaporan informasi. Apabila informasi tidak disampaikan dengan tepat waktu akan menyebabkan informasi tersebut kehilangan nilai di dalam mempengaruhi kualitas keputusan (Ifada, 2009). Chamber dan Penman dalam (Dwiyanti, 2010) mendefinisikan ketepatan waktu dalam dua cara yaitu: Ketepatan waktu didefinisikan sebagai keterlambatan waktu pelaporan dari tanggal laporan sampai tanggal melaporkan.

METODE PENELITIAN Desain Penelitian

Desain penelitian merupakan rancangan penelitian yang digunakan sebagai pedoman dalam melakukan proses penelitian. Desain penelitian akan berguna bagi semua pihak yang terlibat dalam proses penelitian, karena langkah dalam melakukan penelitian mengacu kepada desain penelitian yang telah dibuat. Desain penelitian ini adalah kuantitatif, menurut pernyataan Sugiyono, (2008:18) desain penelitian kuantitatif adalah proses penelitian yang dapat disimpulkan dari Sumber masalah, Rumusan masalah, Konsep dan teori yang relevan dan penemuan yang relevan, Pengajuan hipotesis, Metode penelitian, Menyusun instrument penelitian dan Kesimpulan”.Untuk dapat melakukan sebuah penelitian, maka seorang peneliti harus menentukan metode yang dipakai sehingga akan mempermudah langkah-langkah penelitian. Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah penelitian deskriptif

(9)

Vol. 13 No. 1 Februari 2017 ISSN : 1693-5236

37 |

P a g e

kuantitatif. Metode kuantitatif adalah pendekatan

ilmiah yang memandang suatu realitas itu dapat diklarifikasikan, konkrit, teramati dan terukur hubungan variabelnya bersifat sebab akibat dimana data penelitiannya berupa angka-angka dan analisisnya menggunakan statistik.

Dari penjabaran diatas, dapat ditarik kesimpulan bahwa penelitian deskriptif kuantitatif berfungsi untuk mencari hubungan antar variabel. Disini penulis menggunakan metode penelitian deskriptif kuantitatif karena untuk mengetahui pengaruh antar variabel yang diteliti sehingga menghasilkan kesimpulan yang akan memperjelas gambaran mengenai objek yang diteliti.

Instrumen Penelitian

Instrumen ini digunakan sebagai alat pengumpul data. Instrumen pada penelitian ini berbentuk kuesioner, untuk pedoman wawancara atau observasi. Sebelum instrumen digunakan untuk pengumpulan data, maka instrumen penelitian harus terlebih dulu diuji validitas dan reabilitasnya. Dimana validitas digunakan untuk mengukur kemampuan sebuah alat ukur dan reabilitas digunakan untuk mengukur sejauh mana pengukuran tersebut dapat dipercaya. Setelah data terkumpul maka selanjutnya dianalisis untuk menjawab rumusan masalah dan menguji hipotesis yang diajukan dengan teknik statistik tertentu. Pada penelitian ini untuk menguji adanya pengaruh penerapan E-Faktur (Variable X1),

terhadap efektivitas perpajakan pada PT. Internasional Sukses Abadi (Variable Y), ketepatan waktu pelaporan (Variable X2),terhadap

efektivitas perpajakan pada PT. Internasional Sukses Abadi (Variable Y).

Variabel Bebas / Independent (X)

Variabel X adalah variabel Bebas yang merupakan variabel stimulus atau variabel yang dapat mempengaruhi variabel lain. Variabel bebas merupakan variabel yang variabelnya diukur, dimanipulasi, atau dipilih oleh peneliti untuk menentukan pengaruh dengan suatu gejala yang diobservasi. Dalam hal ini variabel bebas yang akan berkaitan dengan masalah yang akan diteliti adalah . penerapan E-Faktur dan ketepatan waktu pelaporan.

Variabel tidak bebas/terikat /Dependent (Y).

Variabel terikat adalah variabel yang dipengaruhi oleh variabel bebas. Variabel terikat

adalah variabel yang variabelnya diamati dan diukur untuk menentukan pengaruh yang disebabkan oleh variabel bebas, maka yang menjadi variabel terikat adalah efektivitas perpajakan.

Populasi dan Sampel.

Menurut Sugiyono (2008) populasi adalah wilayah generalisasi yang terdiri atas objek atau subjek yang mempunyai kualitas dan karakteristik tertentu yang ditetapkan oleh peneliti untuk dipelajari dan kemudian ditarik kesimpulannya. Populasi yang digunakan dalam penelitian ini adalah berjumlah 110 responden wajib pajak yang ditemui saat membayar pajak berdasarkan kuesioner yang di sebarkan kuesioner tiap variabel yaitu variabel independen penerapan E-Faktur dan ketepatan waktu pelaporan sedangkan variable dependen efektivitas perpajakan pada CV. Hanada Tricipta Bekasi.

Sampel adalah bagian dari jumlah dan karakteristik yang dimiliki oleh populasi tersebut Sugiyono (2008) Dalam penelitian ini, pemilihan sampel dilakukan dengan menggunakan metode

purposive sampling adalah teknik penentuan

sampel dengan pertimbangan tertentu (Sugiyono, 2008). Adapun sampel yang digunakan dalam penelitian ini adalah 110.

ANALISIS DAN PEMBAHASAN Analisis Statistik Deskriptif

Uji Analisis statistik deskriptif digunakan untuk mengetahui gambaran, mengenai variable yang diteliti melalui rata-rata (mean), nilai maximum, nilai minimum dan standar deviasi.

Tabel 1

Hasil Uji Statistik Deskriptif Descriptive Statistics

N Mean

Std.

Deviation Minimum Maximum X1 100 50.4500 1.70190 46.00 54.00 X2 100 48.9500 1.38078 45.00 53.00 Y 100 50.1800 2.11479 44.00 55.00 Sumber : Data Primer diolah (2017)

Berdasarkan tabel di atas, dapat diambil kesimpulan bahwa jumlah responden PT.Internasional Sukses Abadi ada 100. Dari 100

(10)

Vol. 13 No. 1 Februari 2017 ISSN : 1693-5236

38 |

P a g e

responden Penerapan e-faktur (X1) memiliki nilai

minimum sebesar 46.00 dan nilai maximum sebesar 54.00 dengan nilai rata-rata total jawaban 50.4500 dan standar deviasi 1.70190. Pada variabel ketepatan waktu pelaporan memiliki nilai minimum sebesar 45.00 dan nilai maximum sebesar 53.00 dengan nilai rata-rata total jawaban 48.9500 dan nilai standar deviasi 1.38078. Dan pada variabel efektifitas pajak memiliki nilai minimum 44.00 dan nilai maximum sebesar 55.00 dengan nilai rata-rata 50.1800 dan standar deviasi 2.11479.

Uji Validitas dan Reliabilitas Uji Validitas

Uji validitas digunakan untuk mengetahui apakah item-item yang ada di dalam kuesioner mampu mengukur peubah yang didapatkan dalam penelitian ini (Ghazali,2001:45). Maksud dari pernyataan tersebut adalah analisis untuk mengukur valid atau tidaknya butir-butir kuesioner jika pernyataan dalam kuesioner tersebut mampu mengungkapkan sesuatu yang akan diukur. Uji validitas ini dapat dilakukan dengan menggunakan korelasi antar skor butir pertanyaan dengan total skor konstruk atau variabel. Setelah itu tentukan hipotesis Ho: skor butir pertanyaan berkorelasi positif dengan total skor konstruk dan Ha: skor butir pertanyaan tidak berkorelasi positif dengan total skor konstruk. Setelah menentukan hipotesis Ho dan Ha, kemudian uji dengan membandingkan r hitung (tabel corrected item-total correlation) dengan r tabel (tabel Product Moment dengan signifikansi 0,05) untuk degree of freedom (df) = n-2, dimana “n” adalah jumlah sampel penelitian sebanyak 100 responden sehingga diperoleh nilai (df) = 100-2. Jika r hitung > r tabel maka kuesioner

dinyatakan valid (Ghazali, 2001:45). Untuk nilai r tabel dilihat dari jumlah N, jika nilai N =100 maka r tabel 0,195. Kuesioner akan dikatan valid

jika dari hasil uji validitas memiliki r hitung lebih

besar dari r tabel (r hitung > r tabel).

Hasil pengujian validitas ditunjukan dalam tabel berikut :

1. Uji Validitas Item Variabel penerapan

e-Faktur

Tabel 2

Hasil Uji Validitas Item Variabel penerapan

e-Faktur

Variabel Item r hitung r tabel Kesimpulan

Penerapan e-faktur X1 1 0,368 0,195 Valid 2 0,662 0,195 Valid 3 0,524 0,195 Valid 4 0,173 0,195 Tidak Valid 5 0,721 0,195 Valid

Sumber: Data primer diolah,2017

Berdasarkan pernyataan dari tabel variabel Penerapan e-faktur (X1) dari 5 item pertanyaan

dan pernyataan adalah item no 4 yang tidak valid (gugur) yaitu 0,173 < 0,195 (lihat di lampiran) dan sehingga item yang valid adalah 4 hal ini dapat dilihat dari nilai korelasi product

moment (r hitung) untuk masing-masing item

pertanyaan lebih besar dari nilai r-tabel sebesar 0,195 (taraf signifikan 5% dan n = 5), Dengan demikian maka 5 item dalam instrumen memenuhi persyaratan validitas atau shahih secara statistik dan data tersebut dapat digunakan untuk mengukur penelitian ini dengan tepat dan cermat.

2. Uji Validitas Item Variabel Ketepatan Waktu Pelaporan (X2)

Tabel 3

Hasil Uji Validitas Item Variabel Ketepatan Waktu Pelaporan

Variabel Item r hitung r tabel Kesimpulan

Ketepatan Waktu Pelaporan (X2) 1 0,181 0,195 Tidak Valid 2 0,806 0,195 Valid 3 0,476 0,195 Valid 4 0,372 0,195 Valid 5 0,551 0,195 Valid Sumber: Data SPSS 2017

Berdasarkan pernyataan dari tabel variabel Ketepatan Waktu Pelaporan (X2) dari 5 item

pertanyaan dan pernyataan adalah 4 item yang valid, 1 item yang tidak valid yaitu item no. 1 yaitu 0, 181< 0,195 (lihat di lampiran) dan sehingga item yang valid adalah 4 hal ini dapat dilihat dari nilai korelasi product moment (r hitung) untuk masing-masing item pertanyaan lebih besar dari nilai r-tabel sebesar 0,195 (taraf signifikan 5% dan n = 5), Dengan demikian maka dari 4 item dalam instrumen memenuhi persyaratan validitas atau shahih secara statistik dan data tersebut dapat digunakan untuk mengukur penelitian ini.

3. Uji Validitas Item Variabel Efektifitas Pajak (Y)

Tabel 4

Hasil Uji Validitas Item Variabel Efektifitas Pajak

Variabel Item r hitung r tabel Kesimpulan

Efektifitas Pajak (Y)

1 0,073 0,195 Tidak Valid 2 0,649 0,195 Valid

(11)

Vol. 13 No. 1 Februari 2017 ISSN : 1693-5236

39 |

P a g e

3 0,198 0,195 Valid 4 0,307 0,195 Valid 5 0,202 0,195 Valid

Sumber: Data primer diolah,2017

Berdasarkan pernyataan dari tabel variabel Efektifitas Pajak (Y) dari 5 item pertanyaan dan pernyataan adalah 4 item yang valid dan 1 item tidak valid yaitu item No.1 0,073< 0,195, item (lihat di lampiran), sehingga item yang valid adalah 4 hal ini dapat dilihat dari nilai korelasi

product moment (r hitung) untuk masing-masing

item pertanyaan lebih besar dari nilai r-tabel sebesar 0,195 (taraf signifikan 5% dan n = 5), Dengan demikian maka dari 4 item dalam instrumen memenuhi persyaratan validitas atau shahih secara statistik dan data tersebut dapat digunakan untuk mengukur penelitian ini

Uji Reliabilitas

Uji reliabilitas ini dilakukan untuk menguji konsistensi jawaban dari responden melalui kuesioner yang diberikan. Hasil dari pengujian reliabilitien digunakan untuk mengetahui apakah instrumen penelitian yang dipakai dapat digunakan berkali-kali pada waktu yang berbeda. Reliabilities sebenarnya adalah alat untuk mengukur suatu kuesioner yang merupakan indikator dari variabel atau konstruk. Suatu kuesioner dapat dikatakan reliabel atau handal jika jawaban responden terhadap pertanyaan adalah konsisten atau stabil dari waktu ke waktu.

Dalam pengujian reliabilities ini, peneliti menggunakan metode statistik Cronbach Alpha dari suatu variabel lebih kecil dari 0,6 maka butir pertanyaan tersebut tidak reliabel. (Ghozali,2001:42). Hasil pengujian reliabilitas instrumen penelitian adalah sebagai berikut:

Tabel 5 Uji Reliabilitas

Nama Variabel Nilai

Alpha Standar Kesimpulan Penerapan E-Faktur (X1) 0,606 0,6 Reliabel Ketepatan waktu Pelaporan (X2) 0,759 0,6 Reliabel Efektifitas Pajak (Y) 0,615 0,6 Reliabel

Sumber: Data primer diolah,2017

Berdasarkan tabel 5 menunjukan bahwa instrumen untuk setiap variabel penelitian adalah reliabel, karena α hitung > 0,6 pada variabel

Penerapan e-faktur memiliki α hitung 0,606 > 0,6 variabel Ketepatan waktu pelaporan memiliki α hitung 0,759 > 0,6 dan variabel Penyelesaian

Kredit Bermaslah dengan Jaminan Hak Tanggungan memiliki α hitung 0,615 > 0,6.

.

Uji Hipotesis Uji t (T-test)

Uji t digunakan untuk menguji apakah variabel independen (variable bebas) berengaruh secara parsial terahadap variabel dependen (variable terikat). Pada penelitian hipotesis 1 sampai dengan hipotesis 3 diuji dengan menggunakan uji t. pada uji t dilakukan dengan cara berdasarkan nilai probabilitas. Jika nilai signifikan lebih kecil dari 0,05 atau 5% maka hipotesis yang diajukan diterima atau dikatakan signifikan. Sedangkan jika nilai signifikan lebih besar dari 0,05 atau 5% maka hipotesis yang diajukan ditolak atau dikatakan tidak signifikan. Hasil uji t pada penelitian ini dapat dilihat pada tabel 6 berikut ini;

Tabel. 6 Hasil Uji t Coefficientsa Model Unstandardized Coefficients Standardized Coefficients t Sig. B Std. Error Beta 1 (Constant) 62.355 9.552 6.528 .000 X1 .044 .124 .035 .355 .723 X2 -.294 .153 -.192 -1.926 .057 a. Dependent Variable: Y

Sumber: Data Primer yang diolah 2017

Berdasarkan tabel Coefficients diatas menunjukan bahwa variabel independen yang dimasukkan dalam model yaitu penerapan e-faktur (X1) dan ketepatan waktu pelaporan (X2)

terhadap efektivitas pajak (Y) adalah tidak signifikan. Hal ini dapat dilihat probabilitas signifikannya lebih besar dari 0,05 yang berarti Ha1 ditolak. Berdasarkan hasil statistik uji regresi

berganda pada tabel menunjukan bahwa

1. Pengaruh penerapan e-faktur terhadap efektivitas pajak secara parsial diperoleh diperoleh nilai t hitung sebesar 0,355 dan sig 0,723 jadi penerapan e-faktur secara parsial terhadap efektivitas pajak tidak berpengaruh secara signifikan karena nilai signifikansi lebih besar dari 0,05. (0,355 >0,05)

2. Pengaruh ketepatan waktu pelaporan terhadap efektivitas pajak secara parsial diperoleh diperoleh nilai t hitung sebesar 0,-1.926 dan sig. 0,057 jadi ketepatan waktu

(12)

Vol. 13 No. 1 Februari 2017 ISSN : 1693-5236

40 |

P a g e

pelaporan terhadap efektivitas pajak tidak

berpengaruh secara signifikan karena nilai signifikansi lebih besar dari 0,05. (0,-1.926>0,057)

Dengan demikian penerapan e-faktur dan ketepatan waktu pelaporan terhadap efektivitas pajak masing-masing tidak berpengaruh secara positif dan signifikan.

Uji F (F – test)

Uji F digunakan untuk menguji pengaruh variabel bebas terhadap variabel terikat secara bersama–sama. Untuk mendapatkan informasi tentang adanya pengaruh secara menyeluruh dari variabel bebas terhadap variabel terikat dengan jalan membandingkan F hitung dengan F tabel. Jika nilai signifikan lebih kecil dari 0,05 maka Ho ditolak, artinya ada pengaruh yang signifikan dari variabel bebas (independen) terhadap variabel terikat (dependen). Sedangkan jika nilai signifikan lebih besar dari 0,05 maka Ho diterima, artinya tidak ada pengaruh yang signifikan dari variabel independen terhadap variabel dependen. Hasil uji F pada penelitian ini dapat dilihat pada tabel berikut ini:

Tabel. 7 Hasil Uji Statistik

ANOVAb Model Sum of Squares df Mean Square F Sig. 1 Regression 16.639 2 8.320 1.894 .156a Residual 426.121 97 4.393 Total 442.760 99 a. Predictors: (Constant), X2, X1 a. Dependent Variable: Y

Sumber: Data primer yang telah diolah (2017)

Berdasarkan tabel dapat dilihat bahwa hasil uji F menunjukan nilai F hitung sebesar 1.894 dari nilai taraf signifikansi 0,156 lebih besar dari 0,05 (dalam hal ini taraf signifikasi sebesar 5%). Dengan demikian maka dapat disimpulkan bahwa alternatif hipotesis (Hα) yang berbunyi “Terdapat pengaruh penerapan e-faktur (X1) dan ketepatan

waktu pelaporan (X2) terhadap efektivitas pajak

(Y)” tidak terbukti.

Hasil Uji Koefisien Determinasi (R2)

Koefisien determinasi adalah kadar kontribusi variabel bebas terhadap variabel terikat (r2, R2). Koefisien determinasi dilambangkan

dengan nilai r2. Misalkan nilai r2 = 96%, maka

nilai variabel dependen yang dapat diterangkan oleh variabel independen adalah sebesar 96%

sedangkan 4% sisanya diterangkan oleh galat (error) atau pengaruh variabel lain. Hasil uji koefisien determinasi dapat dilihat pada kolom adjusted R square, yang ditampilkan pada tabel berikut:

Tabel 8

Hasil Uji Analisis Regresi Determinasi (R2)

Model Summaryb Model R R Square Adjusted R Square Std. Error of the Estimate Change Statistics Durbin-Watson R Square Change F Change df1 df2 Sig. F Change 1 .194a .038 .018 2.09595 .038 1.894 2 97 .156 2.074 a. Predictors: (Constant), X2, X1 b. Dependent Variable: Y

Berdasarkan tabel diatas dapat dilihat bahwa nilai koefisien Adjusted R Square yang dihasilkan oleh variabel - variabel independen sebesar 0,018 atau 1,8%. Hal ini menunjukan bahwa presentase variable penerapan e-faktur dan ketepatan waktu pelaporan dapat menjelaskan variable variable efektifitas pajak sebesar 18%. Sedangkan sisanya sebesar 98,2% (100%-1,8%) dipengaruhi oleh variabel lain.

Standar error of the estimate adalah suatu ukuran banyaknya kesalahan model regresi dalam memprediksi nilai Y. dari hasil regresi diatas dapat nilai 2.09595, hal ini berarti efektifitas tidak efektif yaitu 2.09595.

PENUTUP Kesimpulan

Berdasarkan hasil analisis dan pembahasan yang telah dilakukan yaitu mengenai pengaruh penerapan e-Faktur dan ketepatan waktu pelaporan terhadap efektifitas pajak dapat disimpulkan sebagai berikut.

1. Penerapan e-Faktur perpajakan pada PT.Internasional Sukses Abadi tidak berpengaruh positif dan signifikan terhadap efektifitas pajak. Hal ini menunjukan bahwa Penerapan e-Faktur dan ketepatan waktu pelaporan belum dilakukan dengan baik sehingga efektifitas pajak dapat dikatakan efektif.

2. Ketepatan waktu pelaporan pada PT Internasional Sukses Abadi tidak berpengaruh positif dan signifikan terhadap efektifitas pajak. Hal ini menunjukan bahwa tingkat kesadaran perpajakan seseorang masih rendah.

(13)

Vol. 13 No. 1 Februari 2017 ISSN : 1693-5236

41 |

P a g e

3. Kemampuan persamaan regresi ini untuk

menjelaskan besarnya variasi yang terjadi dalam variabel terikat adalah sebesar 1,8% sementara 98,2% dijelaskan oleh variabel lain yang tidak dipengaruhi dalam persamaan regresi ini.

DAFTAR PUSTAKA

Halim, Abdul. “Auditing: Dasar-Dasar Audit

Laporan Keuangan” Edisi IV, Jilid 1,

Jakarta: UPP STIM YKPN, 2004.

Danim, Sudarman 2004. Motivasi Kepemimpinan dan Efektivitas Kelompok. Penerbit Rineka Cipta.

Harahap, Sofyan Yafri. “Analisis Kritis Atas

Laporan Keuangan”, Jakarta:PT. Rajagrafindo Persada, 2010.

Liberti Pandiangan. 2010. Modernisasi Dan Reformasi Pelayanan Perpajakan Berdasarkan UU Terbaru. Jakarta: PT Elek Media Komputindo.

Prawirosoentono,Suyadi.1997. Kebijakan Kinerja Karyawan. Yogyakarta :BPFE.

Direktorat Jenderal Pajak. 2007. Undang-Undang PPn No 42 . Jakarta : Direktorat Jenderal Pajak.

Direktorat Jenderal Pajak. 2009. Ketentuan Perundang-Undangan No 28 . Jakarta :

Direktorat Jenderal Pajak.

Nurfransa Wira, Sakti. 2015. Buku E-Faktur Per-16/PJ/2014. (dikutip dari website Direktorat Jenderal Pajak

http://www.pajak.go.id/content/article/ Per-16/PJ/2014).

Prakosa, Kesit Bambang, 2003, Pajak dan Retribusi Daerah, UII Pres, Yogyakarta. Djajadiningrat. 2011. Perpajakan Indonesia,

Jakarta: Salemba Empat.

Sukardji, Untung. 2010. Pokok Pajak Pertambahan Nilai. Edisi Revisi. PT. Raja Grafindo Persada. Jakarta.

Ndraha, Taliziduhu, 2005. Budaya Organisasi, Rineka Cipta, jakarta.

Djoko Mulyono. (2010). Hukum Pajak, Konsep, Aplikasi, dan Penuntun Praktis, Yogyakarta : Penerbit Andi Offset.

Hilmi, Utara, Syaiful Ali, 2008. “Analisis Faktor-faktor yang Mempengaruhi Ketepatan Waktu Penyampaian Laporan Keuangan (Studi Empiris pada Perusahaan-perusahaan yang Terdaftar di BEJ Periode 2004-2006), Jurnal Akuntansi Keuangan.

Direktorat Jendral Pajak. Tata Cara Pembayaran dan Penyetoran PPN dan PPnBM. Diunduh dari: http: // www.Pajak.go.id.diakses pada tanggal 27 februari 2017

Referensi

Dokumen terkait

Hasil regresi logistik ganda umur, jenis kelamin, tingkat pendidikan, status kepegawaian, dan masa kerja terhadap kelengkapan pengisian dokumentasi asuhan keperawatan rawat inap

Dari penelitian ini diharapkan dapat mengetahui respon gerak struktur aquaculture model SeaStation apabila di pasang pada perairan dalam Indonesia.Pengerjaan tugas akhir ini

Pada contoh kedua pembayaran belanja barang langganan daya dan j asa pada jurnal akrual menggunakan akun beban jasa, hal ini dikarenakan Laporan Operasional

Carole Maggio has been teaching Facercise for fifteen years and thousands of people throughout the world have enjoyed the rejuvenating benefits of her program through her

Data dan informasi yang digunakan untuk mengukur tingkat likuiditas, sovabilitas, rentabilitas adalah dengan menggunakan laporan keuangan yaitu neraca dan laba rugi.. Analisis

Pondok Pesantren Annuqayah sampai saat ini telah menjadi salah satu lembaga pendidikan yang tidak hanya menjadi pusat kajian keislaman tapi juga mampu

Selaku Dekan Fakultas Psikologi yang sangat banyak membantu peneliti di saat perkuliahan serta senantiasa memberikan motivasi pada saya dalam penyusunan

Peneliti juga memperoleh gambaran tentang pelaksanaan dari wawancara dengan peserta didik. Ummu Hani, salah satu Peserta Didik Kelas VIII saat ditanya tentang pembelajaran