KUALITAS PELAYANAN PEMBUATAN IZIN MENDIRIKAN BANGUNAN DI BADAN PENANAMAN MODAL DAN PELAYANAN PERIZINAN
TERPADU KABUPATEN WONOSOBO
SKRIPSI
Diajukan kepada Fakultas Ilmu Sosial Universitas Negeri Yogyakarta untuk Memenuhi Sebagian Persyaratan guna Memperoleh Gelar Sarjana Sosial
Disusun oleh :
Muslimah Nur Aini
NIM: 12417141042
ILMU ADMINISTRASI NEGARA FAKULTAS ILMU SOSIAL
ii LEMBAR PERSETUJUAN
Tugas Akhir Skripsi dengan Judul
KUALITAS PELAYANAN PEMBUATAN IZIN MENDIRIKAN BANGUNANDI BADAN PENANAMAN MODAL DAN PELAYANAN
PERIZINAN TERPADU KABUPATEN WONOSOBO
Disusun oleh: Muslimah Nur Aini
NIM. 12417141042
Telah disetujui dan disahkan pada tanggal 15 November 2016
Untuk dipertahankan di depan Dewan Penguji Skripsi
Jurusan Ilmu Administrasi Negara
Fakultas Ilmu Sosial
Universitas Negeri Yogyakarta
Yogyakarta,15 November 2016
Pembimbing,
Fransisca Winarni, M.Si.
iii SURAT PERNYATAAN
Yang bertanda tangan di bawah ini :
Nama : Muslimah Nur Aini
NIM : 12417141042
Program Studi : Ilmu Administrasi Negara
Fakultas : Fakultas Ilmu Sosial
Judul TAS : “Kualitas Pelayanan Pembuatan Izin Mendirikan Bangunan di Badan Penanaman Modal dan Pelayanan Perizinan Terpadu Kabupaten Wonosobo”
Dengan ini, Saya menyatakan bahwa skripsi Saya benar-benar karya Saya
sendiri. Sepanjang sepengetahuan Saya tidak terdapat karya yang ditulis orang lain,
kecuali dengan tata penulisan karya ilmiah yang lazim. Tanda tangan dosen penguji
yang tertera dalam halaman pengesahan adalah asli. Jika tidak asli, Saya siap
menerima sanksi yang ditentukan oleh fakultas.
Yogyakarta, 9 November 2016
Yang menyatakan,
Muslimah Nur Aini
v MOTTO
‘’Musuh yang paling berbahaya diatas dunia ini adalah penakut dan bimbang. Teman
yang paling setia, hanyalah keberanian dan keyakinan yang teguh.’’
vi HALAMAN PERSEMBAHAN
Syukur Alhamdulillah, Saya panjatkan kepada Allah SWT yang telah
senantiasa memberikan rahmat dan nikmat yang luar biasa. Rasa syukur ini tiada
cukup untuk menggambarkan nikmat yang telah Engkau limpahkan pada hambamu
yang tidak pandai bersyukur ini. Serta kepada Nabi Muhammad SAW, tiada manusia
sempurna selain Engkau untuk dijadikan suri teladan bagi hamba yang jauh dari
sempurna ini.
Karya kecil ini Saya persembahkan untuk :
Bapak Jaslan dan Ibu Rodhiyah yang terkasih telah mengasuhku dengan
kehangatan cinta, atas segala jerih payah, doa, usaha dan motivasi yang telah
diberikan selama ini.
Almamaterku Universitas Negeri Yogyakarta, Fakultas Ilmu Sosial,
vii KUALITAS PELAYANAN PEMBUATAN IZIN MENDIRIKAN
BANGUNANDI BADAN PENANAMAN MODAL DAN PELAYANAN PERIZINAN TERPADU KABUPATEN WONOSOBO
Oleh : Muslimah Nur Aini
NIM 12417141042
Abstrak
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui dan mendeskripsikan mengenai kualitas pelayanan pembuatan Izin Mendirikan Bangunan dan kendala yang terjadi dalam pelayanan IMB yang dilaksanakan di Badan Penanaman Modal dan Pelayanan Perizinan Terpadu Kabupaten Wonosobo.
Desain penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah penelitian deskriptif kualitatif. Peneliti bertindak sebagai instrumen utama. Informan penelitian dalam penelitian ini yakni Kasubbid IMB, Staff IMB, dan pengguna layanan IMB yang ada di BPMPPT Kabupaten Wonosobo. Teknik pengumpulan data dilakukan dengan wawancara, observasi, dan dokumentasi. Analisis data menggunakan teknik analisis data menurut Miles yang terdiri dari pengumpulan data, reduksi data, penyajian data, dan penarikan kesimpulan. Pengujian keabsahan data menggunakan triangulasi sumber.
Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa kualitas pelayanan pembuatan IMB di BPMPPT Kabupaten Wonosobo sudah baik. (1) Dimensi Tangible (Berwujud) dilihat dari penampilan pegawai yang sopan dan rapi, kemudahan akses, dan tersedianya sarana prasarana. (2) Dimensi Reliability (Kehandalan) dilihat darikecermatan, kemampuan, dan keahlian pegawai yang baik, serta adanya SOP pembuatan IMB. (3) Dimensi Responsiviness (Ketanggapan) dilihat dari ramahnya respon pegawai terhadap pengguna layanan baik itu respon kedatangan pengguna layanan maupun keluhan. (4) Dimensi Assurance (Jaminan) dilihat dari adanya jaminan kepastian biaya dan jaminan legalitas, namun untuk jaminan kepastian waktu belum dilaksanakan dengan baik. (5) Dimensi Emphaty (Empati) dilihat dari pegawai yang mendahulukan kepentingan pengguna layanan, tidak ada diskriminasi, serta menghargai pengguna layanan. Kendala yang terjadi dalam pelaksanaan pelayanan IMB yaitu terbatasnya SDM pegawai BPMPPT sehingga SK IMB selesai melebihi waktu yang ditentukan, dan kurangnya pengetahuan masyarakat mengenai mekanisme pembuatan IMB.
viii KATA PENGANTAR
Puji syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT yang telah melimpahkan
rahmat, hidayah dan ridho serta karunia-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan
skripsi dengan judul “Kualitas Pelayanan Pembuatan Izin Mendirikan Bangunan di
Badan Penanaman Modal dan Pelayanan Perizinan Terpadu Kabupaten Wonosobo”.
Penyusunan skripsi ini bertujuan untuk memenuhi sebagian persyaratan guna
memperoleh gelar Sarjana Sosial pada JurusanIlmuAdministrasiNegara
FakultasIlmuSosialUniversitasNegeri Yogyakarta.
Pelayanan perizinan khususnya IMB yang ada di BPMPPT dinilai belum
memuaskan pengguna layanan, khususnya dalam hal penyelesaian waktu dalam
membuat SK IMB terbit. Menurut masyarakat selaku pengguna layanan, mereka
menganggap bahwa pegawai di BPMPPT belum dapat menyelesaikan pembuatan
IMB sesuai ketentuan yakni 7 hari kerja, padahal BPMPPT sudah memakai sistem
PTSP (Pelayanan Terpadu Satu Pintu/ One Stop Service). Hal ini juga yang
menyebabkan sebagian masyarakat atau pengguna layanan enggan/malas untuk
mengurus membuat izin, yang mana mereka berpendapat bahwa mengurus IMB itu
susah, prosesnya berbelit-belit, biaya yang besar, dan SK IMB terbitnya lama.
Berdasarkan Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 96 Tahun 2012
tentang Pelaksanaan Undang-Undang Nomor 25 Tahun 2009 tentang Pelayanan
Publik. Pada pasal 1 ayat 9, disebutkan bahwa sistem pelayanan terpadu merupakan
ix tempat dan dikontrol oleh sistem pengendalian manajemen guna mempermudah,
mempercepat, dan mengurangi biaya. Namun pada kenyataannya masih banyak
kekurangan yang terjadi dalam pelaksanaannya, masih ada beberapa kendala yang
terjadi mengenai pembuatan IMB tersebut. Untuk itu dilakukan penelitian ini guna
mengetahui Kualitas Pelayanan Pembuatan IMB di BPMPPT Kabupaten Wonosobo.
Penulis menyadari bahwa skripsi ini tidak akan terwujud tanpa adanya suatu
usaha maksimal, bimbingan serta bantuan baik moril maupun materiil dari pihak.
Oleh karena itu, pada kesempatan ini perkenankanlah penulis mengucapkan terima
kasih yang setulus-tulusnya kepada yang terhormat :
1. Bapak Prof. Rochmat Wahab, M.Pd, M.A Rektor Universitas Negeri Yogyakarta.
2. Bapak Prof. Dr. Ajat Sudrajat, M.Ag., Dekan Fakultas Ilmu Sosial Universitas
Negeri Yogyakarta yang telah berkenan memberikan ijin untuk mengadakan
penelitian dan telah menfasilitasi sarana prasarana selama penulis menempuh
studi.
3. Bapak Drs. Argo Pambudi, M.Si., Ketua Jurusan Ilmu Administrasi Negara
sekaligus Ketua Penguji TAS yang telah memberikan masukan membangun bagi
skripsi yang penulis selesaikan.
4. Ibu F. Winarni, M.Si. Dosen Pembimbing sekaligus Sekretaris Penguji TAS yang
telah meluangkan waktunya untuk memberikan bimbingan, pengarahan dan
x 5. Ibu Marita Ahdiyana, M.Si., Dosen Narasumber dan Penguji Utama TAS yang
telah memberikan saran/masukan dan memberikan ilmunya untuk
menyempurnakan skripsi ini menjadi lebih baik.
6. Bapak dan Ibu Dosen jurusan Ilmu Adminsitrasi Negara yang telah memberikan
ilmu dan wawasan selama masa studi penulis.
7. Bapak Miko sebagai admin Jurusan Ilmu Administrasi Negara yang dengan
senang hati membantu penulis dalam hal pembuatan surat izin selama
penyusunan skripsi dilakukan.
8. Seluruh narasumber atas kerjasama dan informasinya berkaitan dengan penelitian
ini.
9. Untuk Bapak Jaslan, Ibu Rodhiyah serta kakak-kakakku Yayuk Sugiharti, Nur
Asiyah Subekti, dan Lina Zubaidah yang terkasih senantiasa mendoakan dan
memberikan dukungan untuk dapat menyelesaikan tugas akhir skripsi ini.
10.Sahabat-sahabat terkasih Nita Sintia, Dian Khoirotul, NikenVentila, Novi
Andriyasari, Fatmawati Khasanah, Debby K Mulyono, Nur Istikhatu F, Astuti
Apriyani, Qori Handayani, Risa Kurnia, Tyara Aulia Mufidah, Anyta Fitriana,
Riska Nurhana Putri, Dewi Putri Isnaeni, Aisya Ahma, dan Fifid Ayu A yang
telah memberikan semangat dukungan, bantuan dan motivasi dalam setiap
langkah untuk menyelesaikan penelitian ini.
11.Teman-teman mahasiswa Ilmu Administrasi Negara kelasAangkatan 2012,
terima kasih atas semangat dan kebersamaan kita selama ini. Semoga kesuksesan
xii DAFTAR ISI
hal
HALAMAN JUDUL ... i
HALAMAN PERSETUJUAN ... ii
SURAT PERNYATAAN ... iii
HALAMAN PENGESAHAN ... iv
MOTTO ... ... v
HALAMAN PERSEMBAHAN ... vi
ABSTRAK ... vii
KATA PENGANTAR ... viii
DAFTAR ISI ... xii
DAFTAR TABEL ... xv
DAFTAR GAMBAR ... xvi
DAFTAR LAMPIRAN ... xvii
BAB I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah... 1
B. Identifikasi Masalah ... 6
C. Batasan Masalah ... 7
D. Rumusan Masalah ... 8
E. Tujuan Penelitian ... 8
xiii BAB II. KAJIAN PUSTAKA
A. Pelayanan Publik ... 11
1. Pengertian Pelayanan Publik ... 11
2. Jenis pelayanan publik ... 12
3. Unsur-unsur pelayanan publik ... ... 14
4. Faktor-faktor yang mempengaruhi pelayanan ... 15
5. Standar pelayanan publik ... ... 16
B. Pengertian Kualitas Pelayanan IMB ... 17
C. Dimensi Kualitas Pelayanan Publik ... 19
1. Dimensi Tangible (Berwujud)... 20
2. Dimensi Reliability (Kehandalan) ... 21
3. Dimensi Responsiviness (Ketanggapan) ... 21
4. Dimensi Assurance (Jaminan) ... 22
5. Dimensi Emphaty (Empati) ... 22
D. Penelitian Relevan ... 24
E. Kerangka Pikir ... 26
F. Pertanyaan Penelitian ... 30
BAB III. METODE PENELITIAN A. Desain Penelitian ... 31
B. Lokasi dan Waktu Penelitian ... 31
C. Subjek Penelitian ... 32
D. Instrumen Penelitian ... 32
E. Data dan Sumber Data ... 33
F. Teknik Pengumpulan Data ... . 35
G. Teknik Pemeriksaan Keabsahan Data ... 38
xiv BAB IV. HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN
A. Hasil Penelitian ... 41
1. Deskripsi Umum Lokasi Penelitian ... 41
a.Kondisi Geografis Kabupaten Wonosobo ... 41
b.Profil BPMPPT Kabupaten Wonosobo ... 42
2. Deskripsi Data ... 51
a.Kualitas Pelayanan Pembuatan IMB di BPMPPPT ... 51
b.Kendala dalam proses pelayanan IMB ... 83
B. Pembahasan ... 85
BAB V. KESIMPULAN DAN SARAN A. Kesimpulan ... 96
B. Implikasi ... 98
C. Saran ... 99
DAFTAR PUSTAKA ... . 100
xv DAFTAR TABEL
xvi DAFTAR GAMBAR
xvii DAFTAR LAMPIRAN
1. Struktur Organisasi BPMPPT Kabupaten Wonosobo
2. Foto sarana dan prasarana di BPMPPT Kabupaten Wonosobo
3. Pedoman Wawancara
4. Pedoman Observasi
5. Surat Izin Penelitian
6. Peraturan Daerah Kabupaten Wonosobo Nomor 2 Tahun 2009 tentang
Pelayanan Publik
7. Peraturan Daerah Kabupaten Wonosobo Nomor 5 Tahun 2011 tentang
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Otonomi daerah yang tertuang dalam UU No 23 Tahun 2014 tentang
Pemerintahan Daerah pada pasal 1 ayat 11 menerangkan bahwa tugas
pembantuan adalah penugasan dari Pemerintah Pusat kepada daerah otonom
untuk melaksanakan sebagian Urusan Pemerintahan yang menjadi
kewenangan Pemerintah Pusat atau dari Pemerintah Daerah Provinsi kepada
Daerah Kabupaten/Kota untuk melaksanakan sebagian Urusan Pemerintahan
yang menjadi kewenangan Daerah Provinsi. Maksud dari pelimpahan sebagian
kewenangan pusat ke daerah yaitu untuk mempercepat tercapainya
kesejahteraan masyarakat melalui peningkatan pelayanan terhadap publik,
pemberdayaan dan peran serta masyarakat di dalamnya.
Pelayanan kepada masyarakat merupakan hal yang penting dan harus
diperhatikan. Pelayanan umum adalah hak bagi setiap warga negara,
sedangkan pemerintah hanya sebagai fasilitator untuk mewujudkannya.
Selaras dengan adanya kebijakan otonomi daerah juga tuntutan masyarakat
yang semakin besar untuk mewujudkan good governance. Peraturan
Pemerintah Republik Indonesia Nomor 96 Tahun 2012 tentang Pelaksanaan
Undang-Undang Nomor 25 Tahun 2009 tentang Pelayanan Publik,
menjelaskan bahwa pelayanan publik adalah kegiatan atau rangkaian kegiatan
perundang-undangan bagi setiap warga negara dan penduduk atas barang, jasa,
dan/atau pelayanan administratif yang disediakan oleh penyelenggara
pelayanan publik.
Hal yang paling esensial dalam peningkatan kualitas pelayanan adalah
adanya kesetaraan hubungan antara masyarakat pengguna jasa dengan aparat
yang bertugas memberikan jasa pelayanan. Pelayanan publik hanya akan
menjadi baik atau berkualitas apabila masyarakat yang mengurus suatu jenis
pelayanan tertentu mempunyai posisi tawar yang sebanding dengan posisi
tawar petugas pemberi pelayanan (Ratminto dan Atik Septi Winarsih, 2008:
36).
Pelayanan yang berkualitas sangat tergantung pada berbagai aspek,
yaitu bagaimana pola penyelenggaraannya (tata laksana), dukungan sumber
daya manusia, dan kelembagaan. Dilihat dari sisi pola penyelenggaraannya,
pelayanan publik masih memiliki berbagai kelemahan antara lain: kurang
responsif, kurang informatif, kurang accessible, kurang koordinasi, kurang
birokratis, kurang mau mendengar keluhan/saran/aspirasi masyarakat, dan
inefisien (Mohamad dalam Hardiyansyah, 2011: 121).
Kabupaten Wonosobo sebagai kota yang masuk ke dalam Provinsi
Jawa Tengah, pada tahun 2014 mendapat nominasi 3 kategori pelayanan
publik terbaik tingkat Kabupaten/Kota di Jawa Tengah. Tiga kategori tersebut
yaitu kategori kelembagaan, kategori pelayanan publik, dan kategori kinerja
pelayanan publik. Setiap kategori terdapat 10 nominator yang mana
Kabupaten Wonosobo berhasil mendapat peringkat pertama pada kategori
kelembagaan terbaik.
Badan Penanaman Modal dan Pelayanan Perizinan Terpadu
(BPMPPT) Kabupaten Wonosobo merupakan instansi pemerintah yang
menangani urusan penyelenggaraan pelayanan perizinan dan non perizinan.
Dalam hal ini pegawai atau pemberi pelayanan di BPMPPT Wonosobo
berfungsi untuk menciptakan pelayanan yang prima kepada masyarakat atau
penerima pelayanan agar masyarakat merasa puas atas pelayanan yang telah
diberikan serta hal ini berimplikasi pada meningkatnya kualitas pelayanan
publik.
Secara kelembagaan Badan Penanaman Modal dan Pelayanan
Perizinan Terpadu (BPMPPT) Kabupaten Wonosobo dibentuk berdasarkan
Perda Kabupaten Wonosobo Nomor 15 Tahun 2008, tentang Pembentukan
Organisasi dan Tata Kerja Lembaga Teknis Daerah dan Kantor Pelayanan
Perizinan Terpadu Kabupaten Wonosobo. Dengan dasar Keputusan Bupati
Wonosobo No: 503/297/2008 Tentang Pendelegasian Wewenang
Penandatanganan Pelayanan Umum Perizinan di Kabupaten Wonosobo dan
Peraturan Bupati Wonosobo Nomor: 29 Tahun 2008 tentang Jenis-jenis
Pelayanan Umum/Perizinan yang dikelola oleh Badan Penanaman Modal dan
Pelayanan Perizinan Terpadu Kabupaten Wonosobo, sampai saat ini BPMPPT
Kabupaten Wonosobo mengelola/melayani 26 jenis perizinan.
Terkait dengan kualitas pelayanan yang ada di BPMPPT Kabupaten
pegawai BPMPPT kepada masyarakat maka dibuat Indeks Kepuasan
Masyarakat (IKM). Indeks Kepuasan Masyarakat (IKM) pelayanan perizinan
di BPMPPT Kabupaten Wonosobo pada tahun 2012 berada di angka 74, 00.
Angka tersebut meningkat menjadi 75,22 di awal tahun 2013, dan meningkat
lagi menjadi 78,02 pada akhir tahun 2013
(http://wonosoboasri.xyz/v3/artikel127-pelayanan-terpadu-satu-pintu-upaya-peningkatan-pelayanan-publik).
Pada era globalisasi yang semakin maju membuat perkembangan
dalam pembangunan menjadi semakin meningkat. Kawasan perkotaan dari
waktu ke waktu terus mengalami kemajuan mengingat kota merupakan tempat
yang strategis bagi berbagai kegiatan khususnya yang berkaitan di bidang
ekonomi. Akibat yang timbul adalah semakin pesatnya laju pertumbuhan
penduduk yang berakibat pada dibutuhkan semakin banyak ruang untuk
menampung dan menunjang berbagai aktivitas penduduknya. Berkaitan
dengan semakin tingginya kebutuhan akan ruang, pemerintah dituntut untuk
mampu mengendalikannya agar tetap sesuai dengan rencana tata ruang yang
telah ditetapkan. Dalam rangka menunjang upaya pengendalian pemanfaatan
ruang, maka diterapkan mekanisme perizinan bagi segala kegiatan. Apabila
dikaitkan dengan pembangunan fisik maka salah satu izin yang memegang
peranan cukup penting adalah Izin Mendirikan Bangunan (IMB).
Izin Mendirikan Bangunan (IMB) adalah izin yang diberikan oleh
Pemerintah Daerah kepada pribadi atau badan usaha untuk mengatur
memperbaiki, merombak atau merobohkan bangunan agar desain pelaksanaan
pembangunan sesuai dengan tata ruang yang berlaku. Adapun tujuan dari IMB
ini adalah terwujudnya tertib bangunan yang aman, nyaman, serasi, dan
seimbang (http://www.izinbangunan.com).
Salah satu permasalahan mengenai Izin Mendirikan Bangunan (IMB)
menurut Anggota Komisi B DPRD Wonosobo bidang perekonomian yaitu
Bapak Suyarto, menyatakan bahwa saat ini banyak gedung yang dibangun
tidak memiliki izin resmi. Salah satunya yaitu bangunan ruko. Hal ini
dibuktikan dengan tidak adanya papan nama izin dari pemerintah yang
dipasang saat membangun ruko. Sesuai aturan, saat membangun ruko IMB
harus dipasang. Pantauan di lapangan, sejak satu tahun terakhir pertumbuhan
pembangunan ruko di Wonosobo terus berkembang tak pernah berhenti.
Hampir di seluruh jalan di sepanjang kota seperti Jalan Ahmad Yani, Jalan S
Parman, dan Jalan Bambang Sugeng berdiri ruko yang tak berizin resmi
(http://suaramerdeka.com/v1/index.php/read/cetak/2012/11/01/203864/Pemba
ngunan-Ruko-Tak-Terkendali).
Untuk melaksanakan pembangunan tempat tinggal baik yang
dilakukan oleh pribadi maupun pihak swasta yang mempunyai bidang usaha di
bidang pembangunan diperlukan izin yang dikenal Izin Mendirikan Bangunan
(IMB) yang dilakukan oleh BPMPPT. Meskipun berbagai kebijakan telah
diterapkan, namun dalam perkembangannya belum banyak memberikan hasil
sebagaimana yang diharapkan. Kenyataan di lapangan, masih banyak terdapat
sehingga masyarakat selaku pengguna layanan kurang memahami tentang
prosedur pembuatan IMB. Sebagian masyarakat Kabupaten Wonosobo
mendirikan, menambah, atau mengurangi suatu bangunan tanpa mengurus
IMB dengan alasan bermacam-macam seperti malas mengurus, tingginya
biaya pengurusan, prosedur yang berbelit-belit dan sebagainya.
Berdasarkan observasi yang dilakukan oleh peneliti bahwa kualitas
pelayanan IMB di BPMPPT Kabupaten Wonosobo belum baik, salah satunya
yaitu SK IMB selesai tidak tepat waktu atau tidak sesuai dengan ketentuan.
Hal ini mengakibatkan pelayanan IMB di BPMPPT Kabupaten Wonosobo
memerlukan perbaikan demi terciptanya kualitas pelayanan IMB yang baik.
Oleh karena itu, peneliti tertarik untuk mengetahui Kualitas Pelayanan
Pembuatan Izin Mendirikan Bangunan (IMB) di Badan Penanaman Modal dan
Pelayanan Perizinan Terpadu (BPMPPT) Kabupaten Wonosobo.
B. Identifikasi Masalah
Berdasarkan latar belakang di atas, maka dapat disimpulkan beberapa
masalah sebagai berikut:
1. Kabupaten Wonosobo masuk ke dalam 3 kategori pelayanan publik
terbaik tingkat Kabupaten/Kota di Jawa Tengah pada tahun 2014.
2. Indeks Kepuasan Masyarakat (IKM) pelayanan perizinan di BPMPPT
Kabupaten Wonosobo dari tahun 2012 selalu mengalami peningkatan
3. Banyak bangunan gedung di Wonosobo salah satunya yaitu ruko yang
dibangun tetapi tidak memiliki Izin Mendirikan Bangunan (IMB).
4. Kurangnya pemahaman masyarakat di Kabupaten Wonosobo mengenai
pembuatan IMB sehingga sebagian masyarakat tidak membuat IMB
karena malas mengurus dan beranggapan bahwa prosedurnya yang
berbelit-belit, tingginya biaya pembuatan, dan sebagainya.
5. Berdasarkan observasi yang dilakukan oleh peneliti bahwa kualitas
pelayanan IMB di BPMPPT Kabupaten Wonosobo belum baik, salah
satunya yaitu SK IMB selesai tidak tepat waktu atau tidak sesuai dengan
ketentuan.
C. Batasan Masalah
Berdasarkan identifikasi masalah yang telah diuraikan, peneliti
membatasi masalah pada kualitas pelayanan perizinan khususnya pembuatan
Izin Mendirikan Bangunan (IMB) dengan studi penelitian di Badan
Penanaman Modal dan Pelayanan Perizinan Terpadu (BPMPPT) Kabupaten
Wonosobo. Peneliti tertarik untuk membahas kualitas pelayanan karena
sampai saat ini masih marak terjadi penyimpangan dan permasalahan lainnya
terkait proses pelayanan publik khususnya dalam pelayanan IMB. Badan
Penanaman Modal dan Pelayanan Perizinan Terpadu (BPMPPT) Kabupaten
Wonosobo menjadi tempat yang dipilih oleh peneliti karena Indeks Kepuasan
Masyarakat (IKM) BPMPPT Kabupaten Wonosobo terbilang baik namun
Disamping itu, pembatasan penelitian dimaksudkan agar penelitian ini dapat
lebih fokus, terarah dan tidak menyimpang dari sasaran pokok penelitian.
D. Rumusan Masalah
Berdasarkan pembatasan masalah diatas, maka dapat diambil rumusan
masalah yakni:
a. Bagaimana kualitas pelayanan pembuatan Izin Mendirikan Bangunan di
Badan Penanaman Modal dan Pelayanan Perizinan Terpadu Kabupaten
Wonosobo?
b. Apa saja kendala dalam proses pelayanan pembuatan Izin Mendirikan
Bangunan di Badan Penanaman Modal dan Pelayanan Perizinan Terpadu
Kabupaten Wonosobo?
E. Tujuan Penelitian
Berdasarkan rumusan masalah diatas, tujuan dari penelitian ini yaitu:
a. Mengetahui kualitas pelayanan pembuatan Izin Mendirikan Bangunan di
Badan Penanaman Modal dan Pelayanan Perizinan Terpadu Kabupaten
Wonosobo.
b. Mengetahui kendala dalam proses pelayanan pembuatan Izin Mendirikan
Bangunan di Badan Penanaman Modal dan Pelayanan Perizinan Terpadu
Kabupaten Wonosobo.
Manfaat yang diharapkan dari penelitian ini yaitu:
1. Manfaat Teoritis
Hasil dari penelitian ini diharapkan dapat memberikan komtribusi
terhadap pengembangan ilmu pengetahuan khususnya Ilmu Administrasi
Negara dan dapat dijadikan bahan acuan untuk penelitian serupa dalam
bidang kualitas pelayanan publik khususnya pada pembuatan Izin
Mendirikan Bangunan di Badan Penanaman Modal dan Pelayanan
Perizinan Terpadu Kabupaten Wonosobo.
2. Manfaat Praktis
a. Bagi peneliti
Manfaat bagi peneliti yaitu sebagai sarana implementasi
teori-teori yang telah didapatkan di Perguruan Tinggi dan mengetahui
kualitas pelayanan pembuatan Izin Mendirikan Bangunan (IMB)di
Badan Penanaman Modal dan Pelayanan Perizinan Terpadu
(BPMPPT) Wonosobo. Selain itu, penelitian ini juga untuk memenuhi
Tugas Akhir Skripsi sebagai salah satu prasyarat memperoleh gelar
Sarjana Sosial di Fakultas Ilmu Sosial Universitas Negeri Yogyakarta.
b. Bagi Badan Penanaman Modal dan Pelayanan Perizinan Terpadu
(BPMPPT) Kabupaten Wonosobo
Penelitian ini diharapkan dapat bermanfaat sebagai bahan
evaluasi dan referensi terhadap pelaksanaan pelayanan publik
diharapkan berguna sebagai masukan bagi Badan Penanaman Modal
dan Pelayanan Perizinan Terpadu (BPMPPT) Kabupaten Wonosobo
dalam menciptakan pelayanan perizinan yang berkualitas.
c. Bagi Masyarakat
Penelitian ini diharapkan mampu memberikan pengetahuan dan
wawasan mengenai kualitas pelayanan pembuatan Izin Mendirikan
Bangunan (IMB) khususnya di Badan Penanaman Modal dan
BAB II
KAJIAN PUSTAKA
A. Deskripsi Teoritik
1. Pelayanan Publik (Public Service)
Menurut Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 25 Tahun
2009 tentang Pelayanan Publik, definisi pelayanan umum/publik yaitu:
Pelayanan Publik adalah kegiatan atau rangkaian kegiatan dalam rangka pemenuhan kebutuhan pelayanan sesuai dengan peraturan perundang-undangan bagi setiap warga negara dan penduduk atas barang, jasa, dan/atau pelayanan administratif yang disediakan oleh penyelenggara pelayanan publik.
Dalam Peraturan Daerah (Perda) Kabupaten Wonosobo Nomor 2
Tahun 2009 tentang Pelayanan Publik, dijelaskan bahwa “pelayanan publik adalah segala kegiatan atau rangkaian kegiatan dalam rangka
pemenuhan kebutuhan dasar sesuai dengan hak-hak sipil setiap warga
masyarakat dan penduduk atas suatu barang, jasa dan atau pelayanan
administrasi yang diselenggarakan oleh penyelenggara pelayanan publik”. Pelayanan publik sebagai suatu kebutuhan yang dirasakan oleh
masyarakat, menjadi hal yang sangat penting untuk dipahami.
Sebagaimana pendapat dari Pamudji (1994: 21) yang mana ia
mengemukakan bahwa “Pelayanan publik adalah berbagai kegiatan yang bertujuan memenuhi kebutuhan masyarakat akan barang-barang dan
Dalam penjelasannya Pamudji berpendapat bahwa “pelayanan publik adalah kegiatan yang bertujuan untuk memenuhi kebutuhan akan
suatu barang dan jasa yang diberikan oleh pemerintah kepada masyarakat
dalam hal ini adalah hubungan antara pemerintah dan yang diperintah
guna mencukupi dan memenuhi kebutuhan dan keperluan yang
dibutuhkan”.
Berdasarkan uraian tersebut, dapat disimpulkan bahwa pelayanan
publik merupakan suatu pelayanan perizinan maupun non perizinan yang
diberikan oleh instansi pemerintah kepada masyarakat dalam bentuk
barang dan jasa.
2. Jenis Pelayanan Publik
Munculnya pelayanan umum atau publik dikarenakan adanya
kepentingan, dan kepentingan tersebut bermacam-macam bentuknya
sehingga pelayanan publik yang dilakukan ada beberapa macam.
Menurut Hardiyansyah (2011: 23) jenis pelayanan umum atau
publik yang diberikan pemerintah terbagi dalam tiga kelompok, yaitu:
a. Pelayanan administratif
Pelayanan administratif adalah pelayanan berupa penyediaan berbagai bentuk dokumen yang diperlukan oleh publik, misalnya: Kartu Tanda Penduduk (KTP), Sertifikat Tanah, Akta Kelahiran, Buku Kepemilikan Kendaraan Bermotor (BPKB), Surat Tanda Nomor Kendaraan (STNK), Izin Mendirikan Bangunan (IMB), Paspor, dan lain sebagainya. b. Pelayanan Barang
Pelayanan barang adalah pelayanan yang menghasilkan berbagai bentuk/jenis barang yang menjadi kebutuhan publik, misalnya: jaringan telepon, penyediaan tenaga listrik, penyediaan air bersih.
Pelayanan jasa adalah pelayanan yang menghasilkan berbagai bentuk jasa yang dibutuhkan publik, misalnya: pendidikan tinggi dan menengah, pemeliharaan kesehatan, penyelenggaraan transportasi, jasa pos, sanitasi lingkungan, persampahan, penanggulangan bencana, pelayanan sosial.
Sedangkan Howlet dan Ramesh dalam Ratminto & Atik Septi
Winarsih (2005: 7-8) membedakan adanya empat macam barang/jasa,
antara lain:
a. Barang/Jasa Privat
Barang/jasa privat adalah barang/jasa yang derajat eksklusivitas dan derajat keterhabisannya sangat tinggi, seperti misalnya makanan atau jasa potong rambut yang dapat dibagi-bagi untuk beberapa pengguna, tetapi yang kemudian tidak tersedia lagi untuk orang lain apabila telah dikonsumsi oleh seorang pengguna.
b. Barang/Jasa Publik
Barang/jasa publik adalah barang/jasa yang derajat eksklusivitas dan derajat keterhabisannya sangat mudah, seperti misalnya penerangan jalan atau keamanan, yang tidak dapat dibatasi penggunaannya, dan tidak habis meskipun telah dinikmati oleh banyak pengguna.
c. Peralatan Publik
Peralatan publik ini kadang-kadang dikatakan juga sebagai barang/jasa semi publik, yaitu barang/jasa yang tingkat eksklusivitasnya tinggi, tetapi tingkat kehabisannya rendah. Contohnya yaitu jembatan/jalan raya yang tetap masih dipakai oleh pengguna lain setelah dipakai oleh seseorang pengguna, tetapi yang memungkinkan untuk dilakukan penarikan biaya kepada setiap pemakai.
d. Barang/Jasa milik bersama
Adalah barang/jasa yang eksklusivitasnya rendah, tetapi tingkat keterhabisannya tinggi. Contohnya yaitu ikan di laut yang kuantitasnya berkurang setelah terjadinya pemakaian, tetapi yang tidak mungkin untuk dilakukan penarikan biaya secara langsung kepada orang yang menikmatinya.
Berdasarkan uraian diatas, dapat disimpulkan bahwa jenis
barang, dan pelayanan jasa. Dalam penelitian ini BPMPPT termasuk ke
dalam jenis pelayanan administratif.
3. Unsur-unsur Pelayanan Publik
Terdapat empat unsur penting dalam proses pelayanan publik
(Bharata, 2004: 11) antara lain:
a. Penyedia layanan, yaitu pihak yang dapat memberikan suatu layanan tertentu kepada konsumen, baik berupa layanan dalam bentuk penyediaan dan penyerahan barang atau jasa-jasa. b. Penerima pelayanan, yaitu mereka yang disebut sebagai
konsumen atau customer yang menerima berbagai pelayanan dari penyedia layanan.
c. Jenis layanan, yaitu layanan yang dapat diberikan oleh penyedia layanan kepada pihak yang membutuhkan layanan. d. Kepuasan pelanggan, dalam memberikan layanan penyedia
layanan harus mengacu pada tujuan utama pelayanan, yaitu kepuasan pelanggan. Hal ini sangat penting dilakukan karena tingkat kepuasan yang diperoleh para pelanggan itu biasanya sangat berkaitan erat dengan standar kualitas barang dan atau jasa yang mereka nikmati.
Ciri-ciri pelayanan publik yang baik adalah memiliki unsur-unsur
sebagai berikut (Kasmir, 2006: 34):
a. Tersedianya karyawan yang baik.
b. Tersedianya sarana dan prasarana yang baik.
c. Bertanggung jawab kepada setiap nasabah (pelanggan) sejak awal hingga akhir.
d. Mampu melayani secara cepat dan tepat. e. Mampu berkomunikasi.
f. Memberikan jaminan kerahasiaan setiap transaksi. g. Memiliki pengetahuan dan kemampuan yang baik. h. Berusaha memahami kebutuhan nasabah (pelanggan).
i. Mampu memberikan kepercayaan kepada nasabah (pelanggan).
Dengan demikian, unsur pelayanan publik sangat penting dan
berkaitan erat dalam menciptakan kualitas publik yang baik. Unsur
serta sarana dan prasarana yang memadai. Unsur pelayanan publik tersebut
menjadi kunci agar fungsi dan tujuan sebuah instansi dapat tercapai
dengan baik.
4. Faktor-faktor yang Mempengaruhi Pelayanan
Pelayanan yang baik pada akhirnya akan mampu memberikan
kepuasan kepada masyarakat. Pelayanan yang optimal pada akhirnya juga
akan mampu meningkatkan image organisasi sehingga citra organisasi di
mata masyarakat terus meningkat. Adanya citra organisasi yang baik,
maka segala yang dilakukan oleh organisasi akan dianggap baik
pula.Menurut Kasmir (2006: 3), faktor yang mempengaruhi pelayanan
adalah:
Faktor utama yang mempengaruhi pelayanan adalah sumber daya manusia. Artinya, peranan manusia (karyawan) yang melayani masyarakat merupakan faktor utama karena hanya dengan manusialah pelanggan dapat berkomunikasi secara langsung dan terbuka.
Menurut Atep Adya Barata (2003: 37), kualitas pelayanan terbagi
menjadi dua bagian yaitu kualitas pelayanan internal dan eksternal.
Masing-masing bagian tersebut dipengaruhi oleh beberapa faktor yang
cukup penting, yaitu sebagai berikut:
a. Faktor yang mempengaruhi kualitas pelayanan internal (interaksi pegawai organisasi), yaitu pola manajemen umum organisasi, penyediaan fasilitas pendukung, pengembangan sumber daya manusia, iklim kerja dan keselarasan hubungan kerja, serta pola insentif.
Berdasarkan uraian diatas, faktor yang paling utama dalam
mendukung pelayanan yang baik yaitu faktor sumber daya manusia
beserta sarana prasarana yang ada. Sumber daya manusia yang
berkompeten sangat berperan penting demi kelancaran proses pelayanan
publik.
5. Standar Pelayanan Publik
Setiap penyelenggara pelayanan publik harus memiliki standar
pelayanan dan dipublikasikan sebagai jaminan adanya kepastian bagi
penerima pelayanan. Standar pelayanan merupakan ukuran yang
dibakukan dalam penyelenggaraan pelayanan publik yang wajib ditaati
oleh pemberi dan atau penerima pelayanan.
Menurut Rahmayanty (2010: 89-90) standar pelayanan
sekurang-kurangnya meliputi:
1) Prosedur pelayanan. Prosedur pelayanan yang dibakukan bagi pemberi dan penerima pelayanan termasuk pengaduan.
2) Waktu penyelesaian. Waktu penyelesaian yang ditetapkan sejak saat pengajuan permohonan sampai dengan penyelesaian pelayanan termasuk pengaduan.
3) Biaya pelayanan. Biaya/tarif pelayanan termasuk rinciannya yang ditetapkan dalam proses pemberian pelayanan.
4) Produk pelayanan. Hasil pelayanan yang akan diterima sesuai dengan ketentuan yang telah ditetapkan.
5) Sarana dan prasarana. Penyediaan sarana dan prasarana pelayanan yang memadai oleh penyelenggara pelayanan publik.
6) Kompetensi petugas pemberi pelayanan publik. Kompetensi petugas pemberi pelayanan harus ditetapkan berdasarkan pengetahuan, keahlian, keterampilan, sikap, dan perilaku yang dibutuhkan.
Menurut Surjadi (2009: 46), kriteria pelayanan yang memuaskan
pakar, namun esensi pelayanan prima pada dasarnya mencakup empat
prinsip, yaitu CETAK, yang terdiri dari Cepat, Tepat, Akurat, dan
Berkualitas. CETAK dalam hal ini maksudnya adalah:
1) Pelayanan harus cepat. Dalam hal ini pelanggan tidak menbutuhkan waktu tunggu yang lama.
2) Pelayanan harus tepat. Ketepatan dalam berbagai aspek yaitu: aspek waktu, biaya prosedur, sasaran, kualitas maupun kuantitas serta kompetensi petugas.
3) Pelayanan harus akurat. Produk pelayanan tidak boleh salah, harus ada kepastian, kekuatan hukum, tidak meragukan keabsahannya.
4) Pelayanan harus berkualitas. Produk pelayanannya tidak seadanya sesuai dengan keinginan pelanggan, memuaskan, berpihak, dan untuk kepentingan pelanggan.
Berdasarkan uraian diatas, maka standar pelayanan menjadi faktor
kunci dalam upaya meningkatkan kualitas pelayanan publik. Dapat
dikatakan bahwa standar pelayanan publik merupakan suatu tolak ukur
yang dipergunakan sebagai pedoman penyelenggaraan pelayananan dan
acuan penilaian kualitas pelayanan sebagai komitmen atau janji dari
penyelenggara pelayanan kepada masyarakat untuk memberikan
pelayanan yang berkulalitas.
6. Kualitas Pelayanan Izin Mendirikan Bangunan (IMB)
Kualitas pelayanan publik menurut Wyckof yang dikutip Tjiptono
(2004: 59), yaitu sebagai berikut:
pelayanan yang diterima lebih rendah daripada yang diharapkan, maka kualitas jasa atau pelayanan dipersepsikan buruk.
Menurut Lewis & Booms (dalam Tjiptono, 2012:157)
mendefinisikan kualitas pelayanan secara sederhana, yaitu “ukuran seberapa bagus tingkat layanan yang diberikan mampu sesuai dengan
ekspektasi pelanggan”. Artinya kualitas pelayanan ditentukan oleh kemampuan perusahaan atau lembaga tertentu untuk memenuhi
kebutuhan yang sesuai dengan apa yang diharapkan atau diinginkan
berdasarkan kebutuhan pelanggan/pengunjung.
Berdasarkan uraian diatas, dapat disimpulkan bahwa kualitas
pelayanan merupakan suatu ukuran tingkat pelayanan yang diberikan oleh
pemberi pelayanan kepada penerima pelayanan. Hasil yang didapat ada
dua macam yaitu pelayanan tersebut mempunyai kualitas baik ataupun
berkualitas buruk.
Dalam Peraturan Menteri Pekerjaan Umum RI Nomor
24/PRT/M/2007 tentang pedoman teknis izin mendirikan bangunan
gedung (IMB) menyatakan bahwa Izin Mendirikan Bangunan adalah
perizinan yang diberikan oleh pemerintah daerah, dan oleh pemerintah
atau pemerintah provinsi untuk bangunan fungsi khusus, kepada pemilik
bangunan untuk kegiatan yang meliputi:
a. Pembangunan bangunan gedung baru, dan/atau prasarana bangunan gedung;
b. Rehabilitasi/renovasi bangunan gedung dan/atau prasarana bangunan gedung, meliputi perbaikan/perawatan, perubahan, perluasan atau pengurangan; dan
Izin Mendirikan Bangunan (IMB) menurut Undang-undang Nomor
28 Tahun 2002 tentang Bangunan Gedung pasal 8 ayat 1 huruf c
menjelaskan:
Izin Mendirikan Bangunan (IMB) adalah surat bukti dari Pemerintah Daerah bahwa pemilik bangunan gedung dapat mendirikan bangunan sesuai fungsi yang telah ditetapkan dan berdasarkan rencana teknis bangunan gedung yang telah disetujui oleh Pemerintah Daerah.
Berdasarkan uraian diatas, dapat disimpulkan bahwa Izin
Mendirikan Bangunan merupakan suatu izin untuk mendirikan,
memperbaiki, mengubah, atau merenovasi suatu bangunan yang
dikeluarkan oleh Kepala Bidang Pelayanan IMB di BPMPPT.
Berdasarkan uraian diatas mengenai Kualitas Pelayanan dan Izin
Mendirikan Bangunan (IMB), maka dapat disimpulkan bahwa Kualitas
Pelayanan Izin Mendirikan Bangunan (IMB) merupakan suatu ukuran
tingkat pelayanan yang diberikan oleh pegawai/staff IMB kepada
pengguna layanan IMB.
7. Dimensi Kualitas Pelayanan Publik
Setiap pelayanan akan menghasilkan beragam penilaian yang
datangnya dari pihak yang dilayani atau pengguna layanan. Pelayanan
yang baik tentunya akan memberikan penilaian yang baik pula dari para
pelanggan, tetapi apabila pelayanan yang diberikan tidak memberikan
maka akan menimbulkan kekecewaan pelanggan dan bisa memperburuk
citra instansi pemberi layanan.
Untuk dapat menilai sejauh mana mutu atau kualitas pelayanan
IMB yang diberikan pegawai kepada masyarakat, memang tidak bisa
dihindari, bahwa menjadi tolok ukur kualitas pelayanan dapat dibedakan
dari kriteria dimensi-dimensi kualitas pelayanan publik.
Zeithaml dkk 1990 dalam buku Hardiyansyah (2011: 46-47)
kualitas pelayanan dapat diukur dari 5 dimensi, yaitu: Tangible
(Berwujud), Reliability (Kehandalan), Responsiviness (Ketanggapan),
Assurance (Jaminan), dan Emphaty (Empati). Masing-masing dimensi
memiliki indikator-indikator sebagai berikut:
a. Dimensi Tangible (Berwujud), terdiri atas indikator:
1) Penampilan petugas dalam melayani pengguna layanan. Penampilan adalah suatu bentuk citra diri yang terpancar pada diri seorang dan merupakan sarana komunikasi diri dengan orang lain. Berpenampilan menarik adalah salah satu kunci sukses dalam bekerja, terutama pada bidang pekerjaan yang sering berhubungan dengan orang banyak. Contohnya memiliki inner beauty yang baik, self control terkendali, memperhatikan ekspresi, body language, cara berbicara, menjaga kesehatan tubuh, berpakaian sesuai ketentuan, bersih, dan rapi.
2) Kenyamanan tempat melakukan pelayanan.
Kenyamanan yaitu lingkungan pelayanan harus tertib, teratur, disediakan ruang tunggu yang nyaman dengan menggunakan pendingin ruangan agar pengguna layanan nyaman dalam melakukan pelayanan, bersih, rapi, lingkungan yang indah dan sehat serta dilengkapi dengan fasilitas pendukung pelayanan.
3) Kemudahan dalam proses pelayanan.
Kemudahan proses pelayanan yaitu kemudahan pengguna layanan dalam mengurus keperluannya di kantor pelayanan, kemudian kemudahan tempat dan lokasi serta sarana dan prasarana dan pendukung lainnya yang memadai.
Kedisiplinan yaitu dimana pegawai pelayanan disiplin dalam melayani pengguna layanan seperti mengerjakan keperluan pengguna layanan dengan tepat waktu dan tidak membuat pengguna layanan menunggu terlalu lama.
5) Kemudahan akses dalam pelayanan.
Kemudahan akses yang dimaksud disini yaitu mengenai strategis atau tidaknya lokasi suatu instansi pelayanan untuk dijangkau oleh masyarakat melalui berbagai macam alat transportasi.
6) Penggunaan alat bantu dalam pelayanan.
Penggunaan alat bantu dalam proses pelayanan sangat dibutuhkan demi kelancaran proses pelayanan. Alat bantu yang dimaksud adalah alat bantu yang digunakan dalam proses pelayanan seperti komputer beserta perangkatnya.
b. Dimensi Reliability (Kehandalan), terdiri atas indikator: 1) Kecermatan pegawai dalam melayani pengguna layanan.
Kecermatan atau ketelitian pegawai sangat diperlukan agar tidak terjadi kesalahan dalam melayani pengguna layanan. 2) Memiliki standar pelayanan yang jelas.
Dalam melaksanakan pelayanan publik, penyedia layanan harus mempunyai standar pelayanan publik yang jelas meliputi prosedur pelayanan, waktu pelayanan, biaya pelayanan, produk pelayanan, sarana prasarana, dan kompetensi petugas pelayanan.
3) Kemampuan menggunakan alat bantu pelayanan.
Kemampuan pegawai pelayanan dalam menggunakan alat bantu yang tersedia sangat dibutuhkan agar memudahkan pengguna layanan dalam melakukan proses pelayanan. 4) Keahlian petugas menggunakan alat bantu pelayanan.
Keahlian berarti sudah lebih mampu dalam menguasai. Keahlian merupakan sesuatu yang harus dimiliki pegawai dalam proses pelayanan agar pelayanan berjalan dengan lancar.
c. Dimensi Responsiviness (Ketanggapan), terdiri atas: 1) Merespon setiap pelanggan.
Merespon berarti tanggap. Sikap respon ini dibutuhkan agar pengguna layanan merasa senang dan merasa dihargai ketika pegawai layanan dapat memberikan sikap respon kepada pengguna layanan.
2) Pelayanan dengan cepat, tepat, dan cermat.
pekerjaan dilakukan dan dikerjakan dengan tepat waktu maka tidak akan membuat pengguna layanan menunggu terlalu lama. Waktu yang tepat disini dapat diartikan sesuai dengan standar pelayanan publik yang sudah dibuat oleh masing-masing penyedia layanan.
3) Respon keluhan pelanggan.
Setiap penyedia layanan publik wajib untuk merespon dan menanggapi keluhan pelanggan. Biasanya keluhan terjadi jika pegawai layanan tidak melaksanakan proses pelayanan dengan baik.
d. Dimensi Assurance (Jaminan), terdiri atas indikator: 1) Jaminan tepat waktu pelayanan.
Jaminan tepat waktu sangat diperlukan oleh pengguna layanan agar pengguna layanan merasa yakin dengan waktu yang diberikan oleh penyedia layanan.
2) Jaminan kepastian biaya dalam pelayanan.
Jaminan kepastian biaya biasanya ada pada standar pelayanan publik masing-masing penyedia layanan.
3) Jaminan legalitas dalam pelayanan.
Legalitas menjadi hal yang sangat penting bagi instansi atau lembaga pelayanan dalam melakukan pelayanan kepada masyarakat berdasarkan peraturan yang ada.
e. Dimensi Emphaty (Empati), terdiri atas indikator: 1) Mendahulukan kepentingan pengguna layanan.
Pengguna layanan merupakan prioritas dalam proses pelayanan. Sebagai pegawai pelayanan sebaiknya mendahulukan kepentingan pengguna layanan daripada kepentingan yang bersifat pribadi.
2) Melayani dengan sikap ramah dan sopan santun.
Keramahan dan kesopanan pegawai sangat diperlukan dalam proses pelayanan agar pengguna layanan merasa senang dengan pelayanan yang diberikan oleh penyedia layanan khususnya pegawai pelayanan. Pengguna layanan akan merasa dihargai ketika pegawai pelayanan bersikap ramah dan sopan santun.
3) Tidak diskriminasi.
Dalam melayani pengguna layanan, pegawai tidak boleh membeda-bedakan pengguna layanan yang akan mengurus keperluannya di kantor pelayanan. Semua harus dilayani sesuai dengan nomor antrian yang disediakan.
4) Melayani dan menghargai setiap pelanggan
layanan, menanyakan keperluan pengguna layanan, memberikan penjelasan yang berkaitan dengan keperluan pengguna layanan dan berusaha agar kebutuhan pengguna layanan dapat terpenuhi.
Ciri-ciri atau atribut-atribut yang ikut menentukan kualitas
pelayanan menurut Tjiptono (1995: 25) antara lain:
a. Ketepatan waktu pelayanan, yang meliputi waktu tunggu dan waktu proses.
b. Akurasi pelayanan, yang meliputi bebas dari kesalahan. c. Kesopanan dan keramahan dalam memberikan pelayanan. d. Kemudahan mendapatkan pelayanan, misalnya banyaknya
petugas yang melayani dan banyaknya fasilitas pendukung seperti komputer.
e. Kenyamanan dalam memperoleh pelayanan, berkaitan dengan lokasi, ruang tempat pelayanan, tempat parkir, ketersediaan informasi dan lain-lain.
f. Atribut pendukung pelayanan lainnya seperti ruang tunggu ber-AC, kebersihan, dan lain-lain.
Selanjutnya, Kumorotomo (1996) menyatakan bahwa kualitas
pelayanan publik terdiri atas empat dimensi, yaitu dimensi:
a. Efisiensi, terdiri dari indikator:
1) Keberhasilan organisasi pelayanan publik mendapatkan laba 2) Memanfaatkan faktor-faktor produksi
3) Pertimbangan yang berasal dari rasionalitas ekonomis b. Efektivitas, terdiri dari indikator:
1) Tujuan organisasi 2) Rasionalitas teknis 3) Nilai
4) Fungsi sebagai agen pembangunan c. Keadilan, terdiri dari indikator:
1) Distribusi
2) Cakupan layanan
d. Daya tanggap, terdiri dari indikator:
1) Daya tanggap terhadap kebutuhan masyarakat
2) Tanggap terhadap keluhan atau pengaduan masyarakat
Kualitas pelayanan pembuatan IMB yang akan digunakan oleh
dkk dalam Hardiyansyah (2011: 46-47) yaitu dimensi Tangibel
(berwujud), Reliability (kehandalan), Responsiviness (ketanggapan),
Assurance (jaminan), dan Emphaty (empati).
B. Penelitian Relevan
Penelitian yang relevan dengan penelitian yang dilakukan yaitu:
1. Penelitian oleh Afif Amrulloh Suganda (2013) dengan judul “Kualitas Pelayanan Publik di Kantor Pos Kabupaten Klaten” dengan menggunakan jenis penelitian deskriptif kualitatif. Penelitian ini bertujuan untuk
memperoleh gambaran dan pemahaman secara mendalam tentang kualitas
pelayanan publik di Kantor Pos Kabupaten Klaten dalam memberikan
pelayanan kepada masyarakat yang membutuhkan pelayanan. Hasil dari
penelitian ini menunjukkan bahwa pelayanan yang diberikan oleh Kantor
Pos Klaten kepada pelanggan mempunyai kualitas yang baik. Dimana dari
lima dimensi kualitas pelayanan pada Kantor Pos Klaten yaitu pada
dimensi Tangibel (Berwujud) semuanya baik tapi ada yang kurang baik
yakni ruang tunggu pelayanan yang panas dan parkir yang berbayar, pada
dimensi Reability (Kehandalan) semuanya menunjukkan hasil yang baik,
indikator pada Responsiviness (Ketanggapan) tidak semuanya baik karena
minimnya partisipasi masyarakat dalam memberi kritik dan saran,
Assurance (Jaminan) memiliki hal yang baik semua, sedangkan pada
dimensi Emphaty (Empati) ada hal yang perlu dibenahi yakni pemberian
berarti perbedaan kedudukan pada pelayanan. Relevansi penelitian
tersebut dengan penelitian yang akan dilakukan oleh peneliti yakni terletak
pada penggunaan jenis penelitian deskriptif kualitatif, teori yang
digunakan, serta tujuan penelitian mengenai kualitas pelayanan publik.
Sedangkan perbedaan dari penelitian ini adalah dari tempat penelitian serta
fokus penelitiannya lebih ditekankan pada pelayanan perizinan, dalam hal
ini yaitu pelayanan pembuatan Izin Mendirikan Bangunan (IMB).
2. Penelitian oleh Riska Wirawan (2013) dengan judul “Kualitas Pelayanan di Kantor Kecamatan Bener Kabupaten Purworejo” dengan menggunakan jenis penelitian deskriptif kualitatif. Penelitian ini bertujuan untuk
mengetahui kualitas pelayanan Kantor Kecamatan Bener Kabupaten
Purworejo dan faktor penghambat serta pendukung yang ditemui. Hasil
dari penelitian ini menunjukkan bahwa kualitas pelayanan umum yang ada
di Kantor Kecamatan Bener dinilai cukup baik, namun disisi lain masih
ada beberapa kendala yang terjadi yaitu mengenai kehandalan pegawai
yang kurang, kemudian kendala dari sarana prasarana yang ada kurang
memadai serta kendala dari sisi respon pegawai dalam menanggapi
pelayanan dirasa kurang. Relevansi penelitian tersebut dengan penelitian
yang akan dilakukan oleh peneliti yakni terletak pada penggunaan jenis
penelitian yang digunakan yakni jenis penelitian deskriptif dengan
pendekatan kualitatif, tujuan penelitian tentang kualitas pelayanan dan
kendala/hambatan yang ada, serta dasar teori yang digunakan. Sedangkan
penelitiannya lebih ditekankan pada pelayanan perizinan, dalam hal ini
yaitu pelayanan pembuatan Izin Mendirikan Bangunan (IMB).
C. Kerangka Pikir
Beberapa hal yang masih menjadi sorotan di Kabupaten Wonosobo
saat ini yaitu mengenai pelayanan publik khususnya pelayanan perizinan.
Dalam pelaksanaan pelayanan perizinan, kualitas pelayanan perizinan di
BPMPPT Kabupaten Wonosobo sudah baik bisa dilihat pada (1) Kabupaten
Wonosobo masuk ke dalam 3 kategori pelayanan publik terbaik tingkat
Kabupaten/Kota di Jawa Tengah dan berhasil mendapat terbaik pertama pada
kategori kelembagaan terbaik pada tahun 2014 dan (2) Indeks Kepuasan
Masyarakat (IKM) pelayanan perizinan di BPMPPT Kabupaten Wonosobo
dari tahun 2012 selalu mengalami peningkatan sampai pada akhir tahun 2013.
Namun masih ada beberapa permasalahan yang muncul yaitu (3) Banyaknya
bangunan gedung yaitu ruko yang dibangun tidak memiliki IMB di
Wonosobo, dan (4) Kurangnya pemahaman masyarakat Wonosobo mengenai
pembuatan IMB sehingga masyarakat tidak membuat IMB karena malas dan
beranggapan bahwa prosedurnya berbelit-belit, tingginya biaya pembuatan,
dan sebagainya. (5) Berdasarkan observasi yang dilakukan oleh peneliti bahwa
kualitas pelayanan IMB di BPMPPT Kabupaten Wonosobo belum baik, salah
satunya yaitu SK IMB selesai tidak tepat waktu atau tidak sesuai dengan
diharapkan masyarakat, sehingga menyebabkan munculnya beberapa masalah
yang berkaitan dengan kualitas pelayanan IMB.
Dalam Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 96 Tahun
2012 tentang Pelaksanaan UU Nomor 25 Tahun 2009 tentang pelayanan
publik, dijelaskan bahwa pelayanan publik adalah kegiatan atau rangkaian
kegiatan dalam rangka pemenuhan kebutuhan pelayanan sesuai dengan
peraturan perundang-undangan bagi setiap warga negara dan penduduk atas
barang, jasa, dan/atau pelayanan administratif yang disediakan oleh
penyelenggara pelayanan publik.
Berkaitan masalah yang terjadi berimplikasi pada rendahnya tingkat
kepercayaan masyarakat terhadap kualitas pelayanan yang diberikan oleh
pemerintah khususnya instansi terkait. Untuk memahami sejauh mana kualitas
pelayanan publik khususnya pada pelayanan pembuatan Izin Mendirikan
Bangunan (IMB), perlu dilakukan analisis secara mendalam dengan
pengukuran kualitas pelayanan.
Berdasarkan alasan tersebut peneliti memutuskan untuk menggunakan
teori yang mengemukakan bahwa indikator atau dimensi pengukuran kualitas
pelayanan IMB oleh Zeithaml dkk meliputi Reliability (kehandalan) dengan
pelayanan yang tepat dan benar, Tangible (kenampakan fisik/wujud) dengan
SDM dan sumber daya lainnya yang memadai, Responsiviness (daya tanggap)
dengan melayani secara tepat, Assurance (jaminan) dengan etika moral dalam
pelayanan, serta Emphaty (empati) dengan mengetahui keinginan dan
Dengan menerapkan lima indikator/dimensi tersebut, akan didapatkan
kejelasan mengenai kualitas pelayanan publik khususnya pelayanan Izin
Mendirikan Bangunan (IMB) serta kendala yang terjadi didalamnya. Hasil
analisis terhadap penilaian kualitas pelayanan Izin Mendirikan Bangunan
(IMB) akan menghasilkan masukan dan rekomendasi bagi perbaikan
kebijakan maupun proses implementasinya. Pemaparan kerangka berpikir
Gambar 1. Kerangka Berpikir
Kualitas pelayanan Izin Mendirikan Bangunan (IMB) yang prima (sederhana, jelas, aman, transparan, effisien, ekonomis, adil, dan tepat
waktu)
PP Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pelaksanaan UU Nomor 25 Tahun 2009 tentang Pelayanan Publik
Identifikasi masalah mengenai kualitas pelayanan publik khususnya pelayanan Izin Mendirikan Bangunan (IMB):
1. Kabupaten Wonosobo masuk ke dalam 3 kategori pelayanan publik
terbaik tingkat Kabupaten/Kota di Jawa Tengah pada tahun 2014.
2. Indeks Kepuasan Masyarakat (IKM) pelayanan perizinan di BPMPPT
Kabupaten Wonosobo dari tahun 2012 selalu mengalami peningkatan sampai pada akhir tahun 2013.
3. Banyaknya bangunan gedung yang tidak memiliki IMB.
4. Kurangnya pemahaman masyarakat mengenai pembuatan IMB sehingga
masyarakat tidak membuat IMB karena malas mengurus, berbelit-belit, dan tingginya biaya pembuatan.
5. Kualitas pelayanan IMB di BPMPPT Kabupaten Wonosobo belum baik, salah satunya yaitu SK IMB selesai tidak tepat waktu atau tidak sesuai dengan ketentuan.
Kualitas Pelayanan Pembuatan IMB di BPMPPT Kabupaten Wonosobo dengan
menggunakan indikator menurut Zeithaml:
1. Tangible (Berwujud) 2. Reliability (Kehandalan) 3. Responsiviness (Ketanggapan) 4. Assurance (Jaminan)
5. Emphaty (Empati)
Faktor Penghambat dalam pelayanan pembuatan IMB di BPMPPT Kabupaten Wonosobo:
1. Kurangnya pengetahuan
masyarakat mengenai mekanisme pembuatan IMB.
2. Keterbatasan tenaga
D. Pertanyaan Penelitian
1. Bagaimana kualitas pelayanan IMB terkait dimensi Tangibel (Berwujud)
dalam memberikan kepuasan kepada masyarakat di BPMPPT Kabupaten
Wonosobo?
2. Bagaimana kualitas pelayanan IMB terkait dimensi Reliability
(Kehandalan) dalam memberikan kepuasan kepada masyarakat di
BPMPPT Kabupaten Wonosobo?
3. Bagaimana kualitas pelayanan IMB terkait dimensi Responsiviness
(Ketanggapan) dalam memberikan kepuasan kepada masyarakat di
BPMPPT Kabupaten Wonosobo?
4. Bagaimana kualitas pelayanan IMB terkait dimensi Assurance (Jaminan)
dalam memberikan kepuasan kepada masyarakat di BPMPPT Kabupaten
Wonosobo?
5. Bagaimana kualitas pelayanan IMB terkait dimensi Emphaty (Empati)
dalam memberikan kepuasan kepada masyarakat di BPMPPT Kabupaten
Wonosobo?
6. Apa saja kendala dalam proses pelayanan IMB di BPMPPT Kabupaten
BAB III
METODE PENELITIAN
A. Desain Penelitian
Jenis penelitian yang digunakan adalah penelitian deskriptif dengan
pendekatan kualitatif. Penelitian deskriptif yaitu penelitian yang bertujuan
untuk mendeskripsikan hasil penelitian. Bogdan dan Taylor (dalam Moleong,
2014: 4), menjelaskan bahwa:
Metode penelitian kualitatif merupakan prosedur penelitian yang menghasilkan data deskriptif berupa kata-kata tertulis atau lisan dari orang-orang dan perilaku yang dapat diamati.
Penggunaan desain penelitian deskriptif kualitatif dalam penelitian ini
adalah untuk memahami dan mendeskripsikan kualitas pelayanan Izin
Mendirikan Bangunan (IMB) dan kendala yang ada di Badan Penanaman
Modal dan Pelayanan Perizinan Terpadu (BPMPPT) Kabupaten Wonosobo.
B. Lokasi dan Waktu Penelitian
Penelitian ini dilaksanakan di Badan Penanaman Modal dan Pelayanan
Perizinan Terpadu (BPMPPT) Kabupaten Wonosobo yang beralamat di Jalan
Kartini No. 11, Kabupaten Wonosobo. Alasan pemilihan lokasi ini karena
BPMPPT Kabupaten Wonosobo merupakan penyelenggara (pelaksana)
pelayanan pembuatan IMB kepada masyarakat Wonosobo. Waktu penelitian
ini dilaksanakan mulai bulan April tahun 2016 sampai dengan bulan
C. Subjek Penelitian
Subjek penelitian merupakan informan penelitian yang mampu
memberikan informasi mengenai situasi dan kondisi yang ada sehingga data
yang diperoleh akurat dan terpercaya. Informan yang dipilih dalam penelitian
ini adalah informan yang mampu memberikan keterangan terkait dengan
kualitas pelayanan pembuatan Izin Mendirikan Bangunan (IMB) di Badan
Penanaman Modal dan Pelayanan Perizinan Terpadu (BPMPPT) Kabupaten
Wonosobo. Adapun subjek penelitian tersebut antara lain:
1. Kepala Sub Bidang Pelayanan Perizinan Jasa (R. Agus Setyotomo,
AP, MM)
2. Staff atau pegawai BPMPPT bagian pelayanan IMB (Fresti
Setiyoko, S.STP)
3. Pengguna/penerima pelayanan IMB di BPMPPT Wonosobo
sebanyak empat orang:
a. Pak Zulvan
b. Pak Ary
c. Pak Aryadi
d. Pak Jono
D. Instrumen Penelitian
Instrumen penelitian dalam penelitian ini adalah peneliti sendiri.
Menurut Moleong (2012: 9), dalam penelitian kualitatif peneliti sendiri
yang sangat besar dalam proses pengumpulan data sehingga seakan-akan
peneliti menjadi instrumen tunggal dalam penelitian ini. Selain itu, peneliti
juga dapat beradaptasi dengan perubahan fenomena yang ada di lapangan serta
dapat berhubungan dengan responden atau objek lainnya sehingga dapat
memperoleh informasi sesuai dengan yang dibutuhkan. Meskipun demikian,
diri peneliti sebagai instrumen tetap harus melakukan validasi untuk
mengetahui seberapa jauh peneliti siap melakukan penelitian. Dalam
penelitian ini, validasi dilakukan oleh diri peneliti sendiri melalui evaluasi diri
tentang pemahaman terhadap metode kualitatif, penguasaan teori mengenai
kualitas pelayanan pembuatan IMB di BPMPPT Kabupaten Wonosobo.
Dalam penelitian ini, peneliti sendiri yang menjadi instrumen utama dalam
pelaksanaannya akan menggunakan alat bantu berupa pedoman wawancara
dan pedoman observasi.
E. Data dan Sumber Data
Data merupakan faktor penting dalam penelitian, data yang terkumpul
digunakan sebagai bahan analisis untuk memecahkan masalah dalam
penelitian tersebut. Menurut Lofland dan Lofland (dalam Moleong, 2014:
157) sumber data utama dalam penelitian kualitatif ialah kata-kata dan
tindakan, selebihnya adalah data tambahan seperti dokumen dan lain-lain.
Sumber data yang digunakan dalam penelitian ini adalah sumber data primer
1. Data primer
Data primer adalah data yang diperoleh dan dikumpulkan dari sumber
pertama. Data dikumpulkan dari wawancara maupun observasi secara
langsung. Dalam penelitian ini, data primer akan didapatkan melalui
wawancara mendalam dengan informan penelitian untuk mendapatkan
informasi mengenai kualitas pelayanan pembuatan IMB di BPMPPT
Wonosobo. Informan peneliti dalam penelitian ini yakni Bapak Agus,
Bapak Fresty, Bapak Zulvan, Bapak Ary, Bapak Aryadi, dan Bapak Jono.
Selain itu, peneliti juga menggunakan data hasil observasi lapangan yakni
berupa pengamatan peneliti pada pelaksanaan pelayanan pembuatan IMB
yang dilakukan oleh pegawai kepada pengguna layanan.
2. Data sekunder
Menurut Moleong (2014: 159), data sekunder yaitu data yang diperoleh
bukan dari sumber pertama, namun sumber kedua, ketiga, dan seterusnya.
Data sekunder bisa berupasumber tertulis (buku dan majalah ilmiah,
sumber dari arsip, dokumen pribadi maupun dokumen resmi, hasil-hasil
studi seperti disertasi, tesis, jurnal), foto, data statistik, maupun sumber
data tambahan lain yang berkaitan dengan topik penelitian.
Sumber-sumber tersebut digunakan untuk memperkuat data primer yang didapat
dari wawancara dan observasi. Dalam penelitian ini, sumber data sekunder
yang digunakan antara lain:
a. Peraturan Pemerintah Nomor 96 Tahun 2012 tentang Pelaksanaan
b. Peraturan Daerah Kabupaten Wonosobo Nomor 2 Tahun 2009
tentang Pelayanan Publik.
c. Peraturan Daerah Kabupaten Wonosobo Nomor 5 Tahun 2011
tentang Retribusi Perizinan Tertentu.
d. Peraturan Daerah Kabupaten Wonosobo Nomor 9 Tahun 2011
tentang Bangunan Gedung.
e. Buku Profil Badan Penanaman Modal dan Pelayanan Perizinan
Terpadu (BPMPPT) Kabupaten Wonosobo Tahun2015.
f. Dokumentasi foto kegiatan pelayanan pembuatan IMB di BPMPPT
Wonosobo.
g. Dokumen-dokumen lain yang terkait dengan pelaksanaan
pelayanan pembuatan IMB di BPMPPT Wonosobo.
F. Teknik Pengumpulan Data
Teknik pengumpulan data merupakan langkah yang strategis karena
pada dasarnya penelitian dilakukan bertujuan untuk mendapatkan data. Dalam
penelitian kualitatif, pengumpulan data dilakukan pada natural setting
(kondisi yang alamiah), sumber data primer, dan teknik pengumpulan data
lebih banyak observasi tanpa berperan serta (participan non observation),
wawancara mendalam (in depth interview) dan dokumentasi (Catherine
Marshall, Gretchen B. Rossman dalam Sugiyono, 2009: 225).
Data yang dikumpulkan dengan cara wawancara, observasi non
pelayanan pembuatan IMB dari ketiga teknik yang digunakan tersebut sangat
menentukan keberhasilan peneliti dalam mengumpulkan data apabila
digunakan dengan tepat.
1. Wawancara
Menurut Esterberg (dalam Sugiyono, 2009: 231),“wawancara adalah pertemuan dua orang untuk bertukar informasi dan ide melalui
tanya jawab sehingga dapat dikonstruksikan makna dalam suatu topik
tertentu”.
Teknik wawancara dalam penelitian ini adalah wawancara semi
terbuka yaitu wawancara yang menggunakan pertanyaan terbuka, namun
ada batasan tema dan alur pembicaraan serta ada pedoman wawancara
(guideline interview) yang digunakan sebagai kontrol dalam alur
pembicaraan. Teknik wawancara ini dilakukan dengan cara tanya jawab
langsung dengan informan mengenai Kualitas Pelayanan Pembuatan Izin
Mendirikan Bangunan (IMB) di Badan Penanaman Modal dan Pelayanan
Perizinan Terpadu (BPMPPT) Kabupaten Wonosobo.
2. Observasi
Menurut Nasution (dalam Sugiyono, 2009: 227) dikatakan bahwa
“observasi adalah dasar semua ilmu pengetahuan. Para ilmuwan hanya dapat bekerja berdasarkan data yaitu fakta mengenai dunia kenyataan yang
diperoleh melalui observasi”. Dari segi proses pelaksanaan, pengumpulan data observasi dibedakan menjadi participant observation (observasi
serta). Pada participant observation, seorang peneliti harus terlibat dan
berperan serta dalam kegiatan-kegiatan yang berkaitan dengan masalah
penelitian. Sementara pada non participant observation, peneliti tidak
terlibat secara langsung dan hanya berperan sebagai pengamat independen.
Penelitian ini menggunakan non participant observation yaitu
peneliti hanya mengamati dan tidak ikut terlibat dalam kegiatan-kegiatan
yang berkaitan dengan masalah penelitian. Pengamatan disini dilakukan
dengan cara mengamati mekanisme pelaksanaan pelayanan pembuatan
IMB di BPMPPT Kabupaten Wonosobo.
3. Dokumentasi
Penggunaan dokumen dalam penelitian ini sangat penting sebagai
data sekunder menjadi bahan pendukung data primer yang telah didapat
dari wawancara untuk menjawab rumusan masalah. Cara mengumpulkan
data melalui rekaman atau catatan dan data sekunder lainnya. Seperti
surat-surat, memo atau nota, foto-foto, kliping, berita koran, hasil-hasil
penelitian dan agenda kegiatan. Menurut Sugiyono (2009: 240), pengertian
dokumen yaitu:
Dokumen merupakan catatan peristiwa yang sudah berlalu. Dokumen bisa berbentuk tulisan, gambar, atau karya-karya monumental dari seseorang. Studi dokumen merupakan pelengkap dari penggunaan metode observasi dan wawancara dalam penelitian kualitatif.
Dalam penelitian ini, dokumen yang digunakan antara lain:
a. Peraturan Pemerintah RI Nomor 96 Tahun 2012 tentang Pelaksanaan
b. Peraturan Daerah Kabupaten Wonosobo Nomor 2 Tahun 2009 tentang
Pelayanan Publik.
c. Peraturan Daerah Kabupaten Wonosobo Nomor 5 Tahun 2011 tentang
Retribusi Perizinan Tertentu.
d. Peraturan Daerah Kabupaten Wonosobo Nomor 9 Tahun 2011 tentang
Bangunan Gedung.
e. Buku Profil Badan Penanaman Modal dan Pelayanan Perizinan
Terpadu (BPMPPT) Kabupaten Wonosobo Tahun 2015.
f. Dokumentasi foto kegiatan pelayanan pembuatan IMB di BPMPPT
Wonosobo.
g. Dokumen-dokumen lain yang terkait dengan pelaksanaan pelayanan
pembuatan IMB di BPMPPT Wonosobo.
G. Teknik Pemeriksaan Keabsahan Data
Untuk memperoleh data yang dapat dipertanggungjawabkan secara
ilmiah perlu dilaksanakan pemeriksaan keabsahan data. Tekniki pemeriksaan
keabsahan data dalam penelitian ini menggunakan teknik triangulasi.
Triangulasi adalah teknik pemeriksaan keabsahan data yang memanfaatkan
sesuatu yang lain (Moleong, 2012: 330). Teknik triangulasi yang digunakan
dalam penelitian ini adalah triangulasi dengan sumber. Triangulasi sumber
berarti membandingkan dan memeriksa kembali derajat kepercayaan suatu
informasi yang diperoleh melalui waktu dan alat yang berbeda (Moelong,
satu informan dengan informan lain, serta membandingkan hasil wawancara
tersebut dengan dokumen-dokumen yang terkait.
H. Teknik Analisis Data