• Tidak ada hasil yang ditemukan

PENGUKURAN KEMIRIPAN CITRA BERBASIS WARNA, BENTUK, DAN TEKSTUR MENGGUNAKAN BAYESIAN NETWORK RIZKI PEBUARDI

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "PENGUKURAN KEMIRIPAN CITRA BERBASIS WARNA, BENTUK, DAN TEKSTUR MENGGUNAKAN BAYESIAN NETWORK RIZKI PEBUARDI"

Copied!
29
0
0

Teks penuh

(1)

PENGUKURAN KEMIRIPAN CITRA BERBASIS WARNA, BENTUK,

DAN TEKSTUR MENGGUNAKAN BAYESIAN NETWORK

RIZKI PEBUARDI

DEPARTEMEN ILMU KOMPUTER

FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

BOGOR

2008

(2)

PENGUKURAN KEMIRIPAN CITRA BERBASIS WARNA, BENTUK,

DAN TEKSTUR MENGGUNAKAN BAYESIAN NETWORK

Skripsi

sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Komputer

pada Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam

Institut Pertanian Bogor

RIZKI PEBUARDI

G64104016

DEPARTEMEN ILMU KOMPUTER

FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

BOGOR

2008

(3)

ABSTRAK

RIZKI PEBUARDI. Pengukuran Kemiripan Citra Berbasis Warna, Bentuk, dan Tekstur Menggunakan Bayesian Network. Dibimbing oleh AGUS BUONO dan YENI HERDIYENI.

Penelitian ini mengimplementasikan dan menganalisis kinerja model Bayesian network dalam pengukuran kemiripan citra menggunakan informasi warna, bentuk, dan testur. Ciri warna diekstraksi menggunakan histogram-162, ciri bentuk diekstraksi menggunakan edge direction histogram, dan ciri tekstur diekstraksi menggunakan co-occurrence matrix. Pada model ini, nilai bobot untuk setiap informasi ditetapkan secara automatis oleh sistem berdasarkan informasi citra yang lebih dominan. Jika setiap karakteristik citra memiliki peluang kejadian pada setiap citra yang ada di basis data, maka peluang kemiripan setiap citra terhadap citra kueri dapat diketahui. Hal ini dapat dimodelkan menggunakan model Bayesian network. Pada model Bayesian network, karakteristik-karakteristik citra, citra kueri, dan citra-citra yang ada di basis data dapat dianggap sebagai node-node yang saling berhubungan membentuk sebuah model Bayesian network.

Evaluasi hasil temu kembali menggunakan rataan precision untuk tiap tingkat recall. Secara umum, model Bayesian network dapat digunakan untuk meningkatkan nilai precision hasil temu kembali. Rata-rata peningkatan nilai precision dengan menggunakan model Bayesian network sebesar 8.28 %. Nilai rata-rata precision untuk semua citra di basis data dengan menggunakan model Bayesian

network lebih tinggi daripada menggunakan informasi warna, bentuk, dan tekstur secara terpisah.

(4)

Judul : Pengukuran Kemiripan Citra Berbasis Warna, Bentuk, dan Tekstur

Menggunakan Bayesian Network

Nama : Rizki Pebuardi

NIM : G64104016

Menyetujui:

Pembimbing I

Pembimbing II

Ir. Agus Buono, M.Si., M.Kom.

Yeni Herdiyeni, S.Si., M.Kom.

NIP 132045532

NIP 132282665

Mengetahui:

Dekan Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam

Institut Pertanian Bogor

Dr. drh. Hasim, DEA

NIP 131578806

(5)

RIWAYAT HIDUP

Penulis dilahirkan di Bukittinggi pada tanggal 18 Februari 1986. Penulis merupakan anak keempat dari pasangan Herman dan Lismar.

Pada tahun 2004, penulis lulus dari SMU Negeri 1 IV Angkat Candung, Agam, Sumatera Barat dan pada tahun yang sama penulis mendapat undangan seleksi masuk IPB (USMI) dan terdaftar sebagai mahasiswa Departemen Ilmu Komputer Fakultas MIPA Institut Pertanian Bogor hingga saat ini.

Pada tahun 2007, penulis melaksanakan praktik kerja lapangan (PKL) di PT. Sigma Cipta Utama selama kurang lebih dua bulan. Selama mengikuti perkuliahan penulis pernah menjadi asisten Algoritme dan Pemrograman, Bahasa Pemrograman, Organisasi Komputer dan Penerapan Komputer.

(6)

PRAKATA

Alhamdulillahi Rabbil ‘alamin, puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah SWT atas

segala curahan rahmat dan karunia-Nya sehingga tugas akhir ini dapat diselesaikan. Tugas akhir ini berjudul Pengukuran Kemiripan Citra Berbasis Warna, Bentuk, dan Tekstur Menggunakan Bayesian

Network.

Dalam menyelesaikan tugas akhir ini penulis mendapatkan banyak sekali bantuan, bimbingan dan dorongan dari berbagai pihak. Oleh karena itu, penulis ingin mengucapkan terima kasih kepada semua pihak yang telah membantu dalam penyelesaian tugas akhir ini, antara lain:

1 Kedua orang tua tercinta, Apak dan Amak atas segala do’a, kasih sayang, dan dukungannya,

2 Da Em, Ni Si, Da Al, Deboy, dan keluarga tercinta yang selalu memberikan motivasi dalam

penyelesaian tugas akhir ini,

3 Bapak Ir. Agus Buono, M.Si., M.Kom. dan Ibu Yeni Herdiyeni, S.Si., M.Kom. atas bimbingan dan

arahannya selama pengerjaan tugas akhir ini,

4 Bapak Firman Ardiansyah, S.Kom., M.Si. selaku moderator dalam seminar dan penguji dalam

sidang,

5 Imam, Gibtha, William, dan rekan-rekan Lab. CI atas kebersamaan, motivasi, dan bantuannya,

6 Riza, Hasan, Dhani, Wawan, dan teman-teman di Wisma Badenten atas kebersamaan dan

dukungannya,

7 Endang dan Ina atas motivasinya,

8 Seluruh teman-teman seperjuangan Program Studi Ilmu Komputer angkatan 41 yang tidak dapat

disebutkan namanya satu-persatu.

Penulis juga mengucapkan terima kasih kepada semua pihak yang telah membantu selama penyelesaian tugas akhir ini yang tidak dapat disebutkan satu-persatu. Semoga penelitian ini dapat memberi manfaat.

Bogor, September 2008

(7)

v

DAFTAR ISI

Halaman DAFTAR TABEL ... vi DAFTAR GAMBAR ... vi DAFTAR LAMPIRAN ... vi PENDAHULUAN ... 1 Latar Belakang ... 1 Tujuan ... 1 Ruang Lingkup ... 1 Manfaat Penelitian ... 1 TINJAUAN PUSTAKA ... 1

Content Based Image Retrieval (CBIR) ... 1

Conventional Color Histogram (CCH) ... 1

Edge Detection ... 2

Sobel Edge Detector ... 2

Texture ... 2

Co-occurrence Matrix ... 2

Formula Bayes ... 3

Bayesian Network... 3

Recall dan Precision ... 4

METODE PENELITIAN ... 4

Ekstraksi Ciri ... 4

Ekstraksi Ciri Warna ... 4

Ekstraksi Ciri Bentuk ... 5

Ekstraksi Ciri Tekstur ... 5

Model Bayesian Network ... 6

Pengukuran Tingkat Kemiripan ... 6

Evaluasi Hasil Temu Kembali ... 7

Perangkat Lunak dan Perangkat Keras ... 8

HASIL DAN PEMBAHASAN... 8

Data Penelitian ... 8

Praproses Citra ... 8

Ekstraksi Ciri ... 8

Ekstraksi Ciri Warna ... 8

Ekstraksi Ciri Bentuk ... 8

Ekstraksi Ciri Tekstur ... 8

Hasil Temu Kembali ... 8

Evaluasi Hasil Temu Kembali ... 9

KESIMPULAN DAN SARAN ... 12

Kesimpulan ... 12

Saran ... 12

DAFTAR PUSTAKA ... 12

(8)

vi

DAFTAR TABEL

Halaman

Perbandingan nilai recall precision pada kelas mobil ... 9

2 Perbandingan nilai recall precision pada kelas singa ... 9

3 Perbandingan nilai recall precision pada kelas matahari terbenam ... 10

4 Perbandingan nilai recall precision pada kelas tekstur ... 10

5 Perbandingan nilai recall precision pada kelas gajah ... 10

6 Perbandingan nilai recall precision rata-rata semua citra di basis data ... 11

7 Persentase peningkatan nilai precision menggunakan model Bayesian network ... 11

DAFTAR GAMBAR

Halaman 1 Sistem temu kembali citra ... 1

2 Model umum Bayesian network untuk CBIR. ... 3

3 Contoh pembangunan co-occurrence matrix ... 3

4 Metode penelitian ... 4

5 Model umum Bayesian network untuk CBIR menggunakan informasi tekstur. ... 6

6 Model umum Bayesian network untuk CBIR menggunakan gabungan informasi warna, bentuk, dan tekstur ... 7

7 Hasil temu kembali menggunakan informasi warna ... 8

8 Hasil temu kembali menggunakan informasi bentuk ... 8

9 Hasil temu kembali menggunakan informasi tekstur ... 9

10 Hasil temu kembali menggunakan model Bayesian network. ... 9

11 Grafik recall precision menggunakan informasi warna, bentuk, tekstur, dan Bayesian network. .. 11

DAFTAR LAMPIRAN

Halaman 1 Penentuan nilai threshold pada Sobel edge detector ... 14

2 Nilai recall precision temu kembali citra menggunakan informasi tekstur untuk beberapa level keabuan dalam pembangunan co-occurrence matrix ... 15

3 Contoh citra yang digunakan untuk masing-masing kelas ... 16

4 Perbandingan nilai recall precision pada kelas beruang, tanda panah, pemandangan, reptil, dan pesawat ... 19

(9)

1

PENDAHULUAN

Latar Belakang

CBIR (content based image retrieval) dikembangkan untuk menemukembalikan citra berdasarkan pada informasi citra yang terdiri atas warna (color), bentuk (shape), dan tekstur (texture). CBIR terdiri atas beberapa proses utama antara lain praproses, ekstraksi ciri, pengindeksan, dan penemuan kembali citra. Salah satu proses yang memegang peranan penting pada proses penemuan kembali citra adalah pengukuran tingkat kemiripan citra. Pengukuran kemiripan citra dapat dilakukan antara lain dengan menggunakan perhitungan jarak Euclidean dan dengan menggunakan perhitungan peluang.

Vailaya (1995) menggunakan fungsi pembobotan (weighted function) untuk mengukur kemiripan citra berdasarkan gabungan informasi warna dan bentuk. Sementara itu, Osadebey (2006) menggunakan fungsi pembobotan untuk mengukur kemiripan citra berdasarkan gabungan informasi tekstur, bentuk, dan spasial. Pada pengukuran kemiripan menggunakan fungsi pembobotan, nilai kemiripan yang diperoleh menggunakan informasi-informasi yang berbeda dikalikan dengan bobot tertentu, untuk mendapatkan nilai kemiripan berdasarkan gabungan informasi-informasi tersebut. Penggunaan fungsi pembobotan kadang-kadang memberikan hasil temu kembali yang kurang tepat karena nilai bobot ditetapkan secara manual.

Rodrigues dan Araujo (2004) telah mengembangkan sebuah model Bayesian

network dalam pengukuran tingkat kemiripan

citra pada suatu sistem CBIR. Model Bayesian

network menerapkan teori peluang (probabilistic) untuk pengukuran kemiripan citra. Model ini digunakan untuk menggabungkan kemiripan citra berdasarkan informasi warna, bentuk, dan tekstur. Model ini dapat digunakan untuk mengatasi kekurangan yang terjadi pada penggunaan fungsi pembobotan karena nilai bobot ditetapkan secara automatis oleh sistem berdasarkan informasi citra yang lebih dominan.

Jika setiap karakteristik citra memiliki peluang kemunculan/kejadian pada setiap citra yang ada di basis data, maka peluang kemiripan setiap citra terhadap citra kueri dapat diketahui. Hal ini dapat dimodelkan menggunakan model

Bayesian network. Pada Bayesian network,

karakteristik-karakteristik citra, citra kueri dan citra-citra yang ada di basis data dapat dianggap

sebagai node-node yang saling berhubungan membentuk sebuah model Bayesian network. Penelitian ini mengimplementasikan dan menganalisis kinerja model Bayesian network yang telah dikembangkan oleh Rodrigues dan Araujo (2004). Penelitian ini melakukan perbaikan pada ekstraksi ciri citra menggunakan informasi bentuk dan tekstur untuk mendapatkan hasil yang lebih optimal.

Tujuan

Tujuan utama dari penelitian ini adalah untuk mengimplementasikan dan menganalisis kinerja model Bayesian network dalam pengukuran kemiripan citra.

Ruang Lingkup

Ruang lingkup penelitian ini adalah : 1 Kemiripan citra diukur menggunakan model

Bayesian network.

2 Ciri warna diekstraksi menggunakan

histogram-162.

3 Ciri bentuk diekstraksi menggunakan edge

direction histogram.

4 Ciri tekstur diekstraksi menggunakan

co-occurrence matrix.

Manfaat Penelitian

Penggunaan model Bayesian network pada sistem CBIR diharapkan dapat meningkatkan relevansi dari hasil temu kembali citra.

TINJAUAN PUSTAKA

Content Based Image Retrieval (CBIR)

Secara umum, proses temu kembali citra (image retrieval) dapat dibagi menjadi dua proses utama yaitu pengindeksan dan penemuan kembali citra. Content based image retrieval (CBIR) merupakan suatu pendekatan pada temu kembali citra yang didasarkan pada ciri atau informasi yang terkandung di dalam citra seperti warna, bentuk, dan tekstur (Rodrigues & Araujo 2004). Proses utama pada temu kembali citra diilustrasikan pada Gambar 1 berikut ini:

Gambar 1 Sistem temu kembali citra.

Conventional Color Histogram (CCH)

Histogram warna menyatakan frekuensi kemunculan atau peluang keberadaan setiap

(10)

2 warna dalam sebuah citra. Banyaknya nilai

warna (bin) dapat ditetapkan sesuai kebutuhan pembuatan histogram. Histogram warna dapat dinyatakan sebagai berikut:

1, jika piksel ke-j dikuantisasi ke bin-i 0, selainnya

Histogram warna seperti ini disebut

conventional color histogram (Han & Ma

2002).

Edge Detection

Edge detection adalah operasi yang

dijalankan untuk mendeteksi garis tepi (edge) yang membatasi dua wilayah citra homogen yang memiliki tingkat kecerahan yang berbeda (Pitas dalam Wahyuningsih 2006). Beberapa metode pendeteksi garis tepi yang umum digunakan antara lain Sobel, Prewitt, Roberts, Laplacian of a Gaussian, Zero crossings, dan Canny (Gonzalez 2004).

Sobel Edge Detector

Sobel edge detector merupakan salah satu

metode pendeteksi tepi yang umum digunakan (Rodrigues & Araujo 2004). Sobel edge

detector menggunakan dua buah matriks

konvolusi berukuran 3 x 3. Matriks konvolusi pertama digunakan untuk mengestimasi gradien pada arah sumbu x. Berikut ini adalah matriks konvolusi yang digunakan :

-1 -2 -1

0 0 0

1 2 1

Sementara itu, matriks konvolusi kedua digunakan untuk mengestimasi gradien pada arah sumbu y. Berikut ini adalah matriks konvolusi yang digunakan :

-1 0 1 -2 0 2 -1 0 1

Misalkan Gx adalah matriks hasil operasi konvolusi terhadap citra I dalam arah sumbu x, dan Gy adalah matriks hasil operasi konvolusi terhadap citra I dalam arah sumbu y, maka magnitudo (edge strength) dari gradien didekati menggunakan persamaan berikut ini:

Sebuah piksel akan dianggap sebagai edge (bernilai satu) jika nilai magnitudonya lebih

besar dari nilai threshold yang ditetapkan (Gonzalez 2004).

Texture

Pada area pemrosesan citra tidak ada definisi yang jelas tentang tekstur. Hal ini disebabkan definisi tekstur yang ada didasarkan kepada metode analisis tekstur dan fitur yang diekstrak dari citra. Akan tetapi, tekstur dapat dianggap sebagai pola piksel yang berulang pada wilayah spasial dimana penambahan noise pada pola dan perulangan frekuensinya, dapat terlihat secara acak dan tidak terstruktur (Osadebey 2006).

Beberapa metode yang berbeda diusulkan untuk menghitung ciri tekstur karena tidak ada definisi matematika yang jelas tentang tekstur. Metode yang paling sering digunakan untuk mendeskripsikan ciri tekstur adalah metode berbasis statistika dan berbasis transformasi (Ojala & Pietikainen dalam Osadebey 2006).

Penelitian ini menggunakan metode berbasis statistika untuk mengekstraksi ciri tekstur. Metode berbasis statistika menganalisis distribusi spasial dari nilai keabuan dengan menghitung ciri lokal pada setiap titik citra, kemudian menurunkan beberapa perhitungan statistika dari distribusi ciri lokal tersebut. Salah satu jenis metode ini adalah co-occurrence

matrix yang akan digunakan pada penelitian ini.

Co-occurrence Matrix

Co-occurrence matrix menggunakan matriks

derajat keabuan untuk mengambil contoh bagaimana suatu derajat keabuan tertentu terjadi, dalam hubungannya dengan derajat keabuan yang lain. Matriks derajat keabuan adalah sebuah matriks yang elemen-elemennya merupakan frekuensi relatif kejadian (occurrence), dari kombinasi level keabuan antar pasangan piksel, dengan hubungan spasial tertentu (Osadebey 2006).

Misal diketahui sebuah citra I(i, j), p(i, j) merupakan posisi dari operator, dan A adalah sebuah matriks. Elemen A(i, j) menyatakan jumlah berapa kali titik tersebut terjadi dengan

grey-level (intensitas) g(i) pada posisi tertentu

menggunakan operator p, relatif terhadap titik dengan intensitas g(j). Matriks A merupakan

co-occurrence matrix yang didefinisikan oleh p.

Operator p didefinisikan dengan sebuah sudut dan jarak d.

Gambar 2 menjelaskan pembangunan

co-occurrence matrix untuk citra I yang berukuran

4 x 5 piksel yang memiliki delapan level keabuan. Posisi operator p didefinisikan dengan jarak d = 1 dan = 00. Matriks A

(11)

3 1 1 5 6 8 2 3 5 7 1 4 5 7 1 2 8 5 1 2 5 1 2 3 4 5 6 7 8 1 1 2 0 0 1 0 0 0 2 0 0 1 0 1 0 0 0 3 0 0 0 0 1 0 0 0 4 0 0 0 0 1 0 0 0 5 1 0 0 0 0 1 2 0 6 0 0 0 0 0 0 0 1 7 2 0 0 0 0 0 0 0 8 0 0 0 0 1 0 0 0

merepresentasikan jumlah titik yang memiliki intensitas g(i) terjadi pada posisi yang didefinisikan oleh operator p, relatif tehadap titik dengan intensitas g(j) (Osadebey 2006).

Formula Bayes

Formula Bayes dapat digunakan untuk menghitung peluang bersyarat yaitu peluang suatu kejadian setelah kejadian lain terjadi (Neapolitan 2004). Berikut ini adalah formula Bayes :

Formula di atas juga dapat ditulis :

disebut juga posterior probability adalah peluang A terjadi setelah B terjadi.

adalah peluang A dan B terjadi bersamaan.

disebut juga likelihood adalah peluang B terjadi setelah A terjadi.

disebut juga prior adalah peluang kejadian A.

adalah peluang kejadian B dan 0.

Bayesian Network

Bayesian network adalah sebuah graf

berarah tanpa cycle (directed acyclic graph) yang digunakan untuk representasi grafis dan pengambilan keputusan (reasoning) mengenai wilayah yang tidak pasti (Neapolitan 2004) yang terdiri atas :

1 Satu set node, setiap node

merepresenta-sikan setiap variabel yang ada di sistem. 2 Link antara dua node yang

merepresenta-sikan hubungan sebab dari satu node ke

node yang lain.

3 Distribusi bersyarat.

Pengimplementasian Bayesian network secara umum terdiri atas tahapan-tahapan berikut ini :

1. Pembangunan hubungan (relationship)

Hubungan antara n variabel dapat dibangun dengan bantuan pakar, dari data observasi atau dari gabungan keduanya. Jika diberikan n variabel dan satu set data observasi, maka semua relationship yang mungkin harus ditentukan.

Rodrigues dan Araujo (2004) telah membangun sebuah model Bayesian network yang digunakan untuk CBIR. Model Bayesian

network yang dibangun dapat dilihat pada

Gambar 3.

Gambar 3 Model umum Bayesian network untuk CBIR.

Pada Gambar 3, C merupakan karakteristik citra, sedangkan Ij adalah citra-citra yang ada di basis data. Garis berarah menunjukkan peluang sebuah citra Ij memiliki karakteristik Ci.

Nilai peluang kemiripan antara citra kueri dan citra di basis data dapat dihitung menggunakan formula Bayes berikut ini :

Nilai merupakan nilai pengukuran kemiripan antara dua buah citra. Jika sebuah citra direpresentasikan sebagai sebuah vektor, maka nilai akan sama dengan cosine

similarity antara vektor citra kueri dengan

vektor citra-citra di basis data. Berikut ini adalah formula cosine similarity :

!

" ! # " ! #

dengan Ii merupakan karakteristik ke-i dari sebuah citra di basis data, sedangkan Qi merupakan karakteristik ke-i dari citra kueri. A

I

Gambar 2 Contoh pembangunan co-occurrence

(12)

4 Semakin dekat nilai cosine similarity ke nilai 1

(satu) maka semakin mirip citra tersebut dengan citra kueri. Kelemahan formula ini adalah hanya dapat mengukur kemiripan dua citra yang memiliki karakteristik homogen, misalnya membandingkan kemiripan dua citra berdasarkan informasi warnanya.

Model umum Bayesian network dapat digunakan untuk mengombinasikan informasi warna, bentuk, dan tekstur. Misalkan informasi warna direpresentasikan dengan CC, bentuk dengan CS, dan tekstur dengan CT. Jika diberikan kueri Q, maka peluang citra I yang memiliki informasi CC, CS, dan CT dapat ditentukan dengan :

$$ $% $& '' '(')

$$ $% $& $$ $% $& '' '(')

2. Inference menggunakan Bayesian network

Tujuan utama melakukan inference

(inferensia) pada suatu Bayesian network adalah untuk menghitung nilai peluang posterior dari satu set variabel kueri. Berdasarkan inference yang dilakukan oleh Rodrigues dan Araujo (2004), nilai dapat dihitung dengan :

*+ , $$.... $$ …

-… $%.... $%- $&.... $& /

-*+ , , $$ $$ …

… , $% $% , $& $& /

yang merupakan persamaan umum model

Bayesian network untuk CBIR dengan * adalah

sebuah konstanta.

Recall dan Precision

Recall dan precision merupakan parameter

yang digunakan untuk mengukur keefektifan hasil temu kembali. Recall menyatakan proporsi materi relevan yang ditemukembalikan. Sementara itu, precision menyatakan proporsi materi yang ditemukembalikan yang relevan (Baeza-Yates & Ribeiro-Neto 1999).

012344 030

512 67 03

dengan Ra adalah jumlah citra relevan yang ditemukembalikan, R adalah jumlah citra

relevan yang ada di basis data, dan A adalah jumlah seluruh citra yang ditemukembalikan.

METODE PENELITIAN

Penelitian ini dilakukan dalam beberapa tahap yaitu ekstraksi ciri, pembangunan model

Bayesian network, pengukuran tingkat kemiripan, dan evaluasi hasil temu kembali. Tahap-tahap yang dilakukan pada penelitian ini diilustrasikan pada Gambar 4.

Gambar 4 Metode penelitian. Ekstraksi Ciri

Pada penelitian ini, ekstraksi ciri dilakukan berdasarkan warna, bentuk, dan tekstur citra. a Ekstraksi ciri warna

Ekstraksi ciri warna dilakukan dengan menentukan histogram warna menggunakan CCH (conventional color histogram). Pada langkah awal pemrosesan citra, citra RGB diubah menjadi HSV. Hal ini dilakukan karena HSV (hue, saturation, value) merupakan ruang warna yang komponen-komponennya berkontri-busi langsung pada persepsi visual. Hue digunakan untuk membedakan warna misalnya merah, hijau, dan biru serta untuk menentukan tingkat kemerahan, kehijauan, dst dari sebuah cahaya. Saturation merupakan persentase cahaya putih yang ditambahkan ke cahaya murni. Sementara itu, value merupakan

(13)

5 intensitas cahaya yang dirasakan (Rodrigues &

Araujo 2004).

Transformasi RGB menjadi HSV diperoleh menggunakan formula di bawah ini :

8 9=> , 9 : ? <: ; <@

9 26 A B = + 5 , : 5 , < / " 5 , : # 5 , < : , < C ,5 : < + 7 5 : < /D

E D 5 : <

dengan (r, g, b) adalah warna-warna pada ruang warna RGB dan (h, s, v) adalah warna-warna pada ruang warna HSV (Gonzalez 2004).

Setelah citra diubah menjadi HSV, langkah selanjutnya adalah melakukan kuantisasi warna. Kuantisasi warna dilakukan untuk mengurangi waktu komputasi dan menghemat tempat penyimpanan (Rodrigues & Araujo 2004). Selain itu, kuantisasi warna juga dapat mengeliminasi komponen warna yang dapat dianggap sebagai noise. Pada penelitian ini, kuantisasi warna yang digunakan adalah histogram-162 (HSV-162). Pada HSV-162, hue dikuantisasi menjadi 18 bin, saturation dikuantisasi menjadi 3 bin, sedangkan value dikuantisasi menjadi 3 bin, sehingga akan didapatkan kombinasi sebanyak 18 x 3 x 3 = 162. Hue dikuantisasi menjadi 18 bin karena sistem visual manusia lebih sensitif terhadap

hue dibandingkan saturation dan value.

Setiap citra akan direpresentasikan dengan sebuah vektor yang memiliki elemen sebanyak 162 buah. Nilai elemen vektor menyatakan jumlah piksel citra yang masuk ke dalam bin yang sesuai. Dengan kata lain, vektor dari citra merepresentasikan histogram warna dari citra tersebut. Setelah histogram citra selesai dihitung, langkah terakhir adalah melakukan normalisasi terhadap vektor masing-masing citra.

b Ekstraksi ciri bentuk

Ekstraksi ciri bentuk dilakukan dengan menentukan edge direction histogram. Langkah awal yang dilakukan untuk menentukan edge

direction histogram dari sebuah citra adalah

mengubah citra RGB menjadi citra grayscale. Setelah itu, operasi Sobel edge detector dilakukan terhadap citra.

Arah (direction) dapat dihitung mengguna-kan persamaan berikut ini:

9 F37A G

dengan Gx merupakan matriks hasil operasi konvolusi terhadap citra I dalam arah sumbu x, dan Gy adalah matriks hasil operasi konvolusi terhadap citra I dalam arah sumbu y. Jika nilai

Gx sama dengan nol, maka nilai arah dapat

bernilai 900 atau 00 tergantung kepada nilai Gy. Jika Gy bernilai nol, maka nilai arah sama dengan 00. Sebaliknya, jika nilai Gy tidak sama dengan nol, maka nilai arah sama dengan 900 (Green 2002).

Setelah nilai edge direction diperoleh, langkah selanjutnya adalah menentukan piksel-piksel citra yang merupakan garis (edge). Sebuah piksel akan dianggap sebagai edge jika nilai magnitudonya lebih besar dari nilai

threshold yang ditetapkan. Langkah-langkah

penentuan nilai threshold dapat dilihat pada Lampiran 1.

Jumlah bin yang digunakan pada penelitian ini adalah 72 bin masing-masing sebesar 50. Jadi, setiap citra akan direpresentasikan dengan sebuah vektor yang memiliki elemen sebanyak 72 buah. Setelah edge dan edge direction ditentukan, langkah selanjutnya adalah menghitung jumlah piksel pada edge yang bersesuaian arahnya dengan 72 buah bin yang didefinisikan. Nilai vektor yang didapatkan dinormalisasi dengan cara membagi nilai vektor dengan jumlah piksel penyusun edge agar vektor bentuk yang didapatkan tidak dipengaruhi oleh perubahan skala citra (scale

invariant) (Vailaya 1996).

c Ekstraksi ciri tekstur

Ekstraksi ciri tekstur dilakukan dengan menggunakan co-occurrence matrix. Menurut Osadebey (2006), representasi co-occurrence

matrix dapat digunakan untuk menghitung energy, moment, entropy, maximum probability, contrast, dan correlation. Menurut Rodrigues

dan Araujo (2004), informasi tekstur dari suatu citra dapat direpresentasikan menggunakan

maximum probability, moment, variance, contrast, dan entropy. Sementara itu, menurut

Haralick dan Shapiro (1992), informasi tekstur dapat direpresentasikan dengan contrast,

correlation, energy, dan homogeneity. Pada

penelitian ini, informasi tekstur akan direpresentasikan dengan menggunakan gabungan dari ketiga pendapat di atas yaitu

energy, moment, entropy, maximum probability, contrast, correlation, dan homogeneity.

(14)

6 Berikut ini adalah definisi matematika dari

tujuh fitur di atas :

1715: H # 7E15 1 6 17F , HH # I 17F56J , H 46: H 3 K J56<3< 4F 3 H 267F53 F , H# H 2655143F67 , L H , LM M H 6 6:171 F , HH

dengan H adalah elemen baris ke-i, kolom ke-j dari co-occurrence matrix yang telah dinormalisasi. L adalah nilai rata-rata baris ke-i

dan L adalah nilai rata-rata kolom ke-j pada

matriks P. M adalah standard deviasi baris ke-i

dan M adalah standard deviasi kolom ke-j pada

matriks P.

Langkah awal yang dilakukan untuk mendapatkan informasi tekstur dari sebuah citra adalah dengan menentukan co-occurrence

matrix. Co-occurrence matrix dihitung dalam

empat arah yaitu 00, 450, 900, dan 1350. Jadi, untuk setiap citra akan dihasilkan empat

co-occurrence matrix. Setelah itu, nilai energy, moment, entropy, maximum probability, contrast, correlation, dan homogeneity dihitung

untuk setiap co-occurrence matrix, sehingga untuk setiap fitur akan diperoleh empat nilai, masing-masing untuk arah 00, 450, 900, dan 1350. Nilai dari setiap fitur diperoleh dengan menghitung rata-rata keempat nilai fitur yang bersangkutan. Hal ini dilakukan agar informasi tekstur yang diperoleh tidak peka terhadap rotasi (rotation-invariant). Informasi tekstur untuk setiap citra akan direpresentasikan dengan sebuah vektor yang memiliki tujuh elemen dan nilai akhir dari informasi tekstur diperoleh dengan melakukan normalisasi terhadap vektor masing-masing citra.

Penelitian ini menggunakan beberapa jumlah level keabuan dalam pembangunan

co-occurrence matrix untuk mendapatkan hasil

yang optimal. Jumlah level keabuan yang

digunakan yaitu 8, 16, 32, dan 64. Jumlah level keabuan yang dipilih adalah yang mengoptimalkan precision untuk temu kembali menggunakan informasi tekstur. Berdasarkan Lampiran 2 diperoleh bahwa jumlah level keabuan yang mengoptimalkan hasil temu kembali menggunakan informasi tekstur adalah 16.

Model Bayesian Network

Penelitian ini menggunakan model Bayesian

network yang merupakan hasil penelitian

Rodrigues dan Araujo (2004). Model Bayesian

network digunakan pada proses pengindeksan

citra dan pada proses penemuan kembali citra. Informasi warna direpresentasikan dengan vektor yang panjangnya 162, bentuk direpresentasikan dengan vektor yang panjangnya 72, dan tekstur direpresentasikan dengan vektor yang panjangnya 7. Setiap bin dari ketiga vektor di atas memiliki peluang kemunculan pada setiap citra di basis data. Hal inilah yang dimodelkan dalam sebuah struktur

network sebagaimana diilustrasikan pada

Gambar 3. Model tersebut dapat digambar ulang untuk informasi tekstur pada Gambar 5.

Gambar 5 Model umum Bayesian network untuk CBIR menggunakan informasi tekstur.

Pada model network di Gambar 5,

node-node pada level pertama adalah fitur-fitur dari

informasi tekstur. Jadi, level pertama akan terdiri atas tujuh node. Jika network memodelkan informasi warna, maka level pertama network akan terdiri atas 162 node. Sementara itu, Jika network memodelkan informasi bentuk, maka level pertama network akan terdiri atas 72 node. Node-node pada level kedua network adalah citra-citra yang ada di basis data yaitu sebanyak 1100 citra.

Pada model network yang dibangun, nilai peluang kejadian sebuah citra Ii di basis data yang memiliki karakteristik Cj ( $ ) merupakan nilai elemen vektor citra Ii yang ke-j. Misalnya, nilai peluang kejadian citra I15 di basis data yang memiliki karakteristik moment pada informasi tekstur, merupakan nilai elemen kedua dari vektor tekstur citra I15. Hal ini merupakan penggunaan model Bayesian

(15)

7 Gambar 6 Model umum Bayesian network untuk CBIR menggunakan gabungan informasi warna,

bentuk, dan tekstur. Pengukuran Tingkat Kemiripan

Model Bayesian network yang dikembangkan, selain digunakan pada proses pembangunan indeks citra, juga digunakan untuk mengukur tingkat kemiripan antara citra kueri dengan citra-citra yang ada di basis data. Jika citra kueri diketahui, maka nilai peluang citra kueri untuk setiap karakteristik $

dapat diketahui. Dengan demikian, peluang terjadinya setiap citra di basis data jika diketahui sebuah citra kueri dapat dihitung. Dengan kata lain, nilai kemiripan antara setiap citra di basis data terhadap citra kueri dapat dihitung. Model network yang digunakan pada proses ini dapat dilihat pada Gambar 6.

Pada Gambar 6, basis data digambarkan sebanyak tiga kali agar garis berarah antara tiap-tiap karakteristik dengan citra-citra di basis data dapat terlihat dengan jelas.

Nilai kemiripan antara citra kueri dan citra yang ada di basis data dihitung menggunakan persamaan umum model Bayesian network yaitu :

*+ , , $$ $$ …

… , $% $% , $& $& / $$ $$ , $% $% , dan $& $&

dihitung dengan menggunakan cosine similarity. $$ $$ merupakan nilai

kemiripan antara vektor warna citra kueri dengan vektor warna citra di basis data,

$% $% untuk vektor bentuk, dan $& $&

untuk vektor tekstur.

Selain dapat digunakan untuk mengom-binasikan informasi warna, bentuk, dan tekstur, persamaan di atas juga dapat digunakan untuk

mengukur kemiripan berdasarkan salah satu informasi warna, bentuk, atau tekstur. Pengukuran kemiripan berdasarkan informasi warna saja, dapat dilakukan dengan mengabaikan nilai $% $% dan $& $&

dengan mendefinisikan $% $% N dan $& $& N , sehingga diperoleh persamaan :

*+ , , $$ $$ /

Pengukuran kemiripan berdasarkan informasi bentuk saja atau tekstur saja, dapat dilakukan menggunakan cara yang sama. Dengan demikian, pengukuran kemiripan berdasarkan informasi bentuk saja, dapat dilakukan menggunakan persamaan berikut:

*+ , , $% $% /

Sementara itu, pengukuran kemiripan berdasarkan informasi tekstur saja, dapat dilakukan menggunakan persamaan berikut :

*+ , , $& $& /

Hasil pada tahap ini adalah nilai kemiripan antara setiap citra di basis data dengan citra kueri. Setelah nilai kemiripan diketahui, citra-citra diurutkan berdasarkan nilai kemiripannya. Evaluasi Hasil Temu Kembali

Pada tahap evaluasi dilakukan penilaian kinerja sistem dengan melakukan pengukuran

recall dan precision untuk menentukan tingkat

keefektifan proses temu kembali. Setiap citra dijadikan sebagai citra kueri dan citra yang relevan ditentukan secara manual dengan menghitung jumlah citra yang satu kelas dengan citra kueri. Nilai precision untuk setiap kelas dihitung dari rata-rata nilai precision setiap citra yang berada pada kelas tersebut. Pada tahap selanjutnya dibuat tabel perbandingan recall

(16)

8 dan precision untuk tiap-tiap kelas dan untuk

sistem secara umum.

Perangkat Lunak dan Perangkat Keras Perangkat lunak yang digunakan dalam penelitian ini adalah Windows XP SP 2 dan Matlab 7.0.1. Perangkat keras yang digunakan adalah sebuah notebook dengan prosesor AMD Turion 64 X2 2.0 GHz, memori 1 GB dan hard

disk 120 GB.

HASIL DAN PEMBAHASAN

Data Penelitian

Data yang digunakan pada penelitian ini terdiri atas 1100 citra yang dikelompokkan secara manual menjadi 10 kelas yaitu mobil, singa, matahari terbenam, tekstur, beruang, gajah, tanda panah, pemandangan, reptil, dan pesawat. Data ini berasal dari http://www.fei.edu.br/~psergio/MaterialAulas/G eneralist1200.zip. Citra memiliki format TIF dengan ukuran yang bervariasi. Beberapa contoh citra yang digunakan dapat dilihat pada Lampiran 3.

Praproses Citra

Praproses citra dilakukan untuk menghilangkan garis tepi citra asli. Hal ini bertujuan agar Sobel edge detector tidak menangkap informasi yang salah dalam menentukan edge pada sebuah citra. Tahap ini dilakukan dengan melakukan operasi cropping. Ekstraksi Ciri

a Ekstraksi ciri warna

Hasil dari ekstraksi ciri warna untuk seluruh citra yang ada di basis data adalah sebuah matriks berukuran 162 × 1100, karena terdapat 1100 buah citra di basis data dan setiap citra direpresentasikan dengan sebuah vektor yang memiliki elemen sebanyak 162 buah.

b Ekstraksi ciri bentuk

Operasi sobel edge detector dilakukan terhadap semua citra di basis data, kemudian

edge direction histogram-nya ditentukan. Setiap

citra akan direpresentasikan dengan sebuah vektor berukuran 72 elemen. Hasil akhir dari proses ini adalah sebuah matriks berukuran 72 × 1100 karena ada sebanyak 1100 citra di basis data.

c Ekstraksi ciri tekstur

Hasil dari ekstraksi ciri tekstur untuk seluruh citra yang ada di basis data adalah

sebuah matriks berukuran 7 × 1100, karena terdapat 1100 buah citra di basis data dan setiap citra direpresentasikan dengan sebuah vektor yang memiliki elemen sebanyak 7 buah yaitu

energy, moment, entropy, maximum probability, contrast, dan correlation.

Hasil Temu Kembali

Hasil temu kembali menggunakan informasi warna dapat dilihat pada Gambar 7.

Gambar 7 Hasil temu kembali menggunakan informasi warna.

Hasil temu kembali menggunakan informasi bentuk dapat dilihat pada Gambar 8.

Gambar 8 Hasil temu kembali menggunakan informasi bentuk.

Hasil temu kembali menggunakan informasi tekstur dapat dilihat pada Gambar 9.

(17)

9 Gambar 9 Hasil temu kembali menggunakan

informasi tekstur.

Sementara itu, hasil temu kembali menggunakan model Bayesian network dapat dilihat pada Gambar 10.

Gambar 10 Hasil temu kembali menggunakan model Bayesian network.

Evaluasi Hasil Temu Kembali

Nilai recall dan precision dihitung untuk menentukan tingkat keefektifan proses temu kembali. Untuk mendapatkan nilai precision dari suatu kelas, maka setiap citra yang ada di kelas tersebut dijadikan sebagai citra kueri. Nilai precision untuk kelas tersebut diperoleh dengan merata-ratakan nilai precision dari setiap citra kueri. Hal ini dilakukan untuk mengetahui performa model Bayesian network pada sistem temu kembali yang dibangun.

Pada uraian di bawah ini akan dipaparkan nilai precision untuk beberapa kelas yaitu kelas mobil, singa, matahari terbenam, tekstur, dan gajah. Nilai precision yang disajikan adalah nilai precision untuk temu kembali berdasarkan informasi warna, bentuk, dan tekstur secara

terpisah serta penggabungan ketiga informasi tersebut menggunakan model Bayesian.

Tabel 1 menyajikan perbandingan nilai

precision pada kelas mobil. Kelas ini terdiri atas

176 citra. Pada kelas ini, nilai rata-rata precision tertinggi diperoleh menggunakan model

Bayesian network. Sementara itu, nilai rata-rata precision menggunakan informasi bentuk lebih

tinggi jika dibandingkan dengan nilai rata-rata

precision menggunakan informasi warna dan

tekstur. Hal ini disebabkan citra-citra pada kelas mobil memiliki bentuk yang hampir sama, sebagaimana dapat dilihat pada Lampiran 3. Tabel 1 Perbandingan nilai recall precision

pada kelas mobil

Recall Warna Bentuk Tekstur Bayes

0 1.0000 1.0000 1.0000 1.0000 0.1 0.3198 0.4447 0.3758 0.4993 0.2 0.2870 0.4079 0.3325 0.4413 0.3 0.2641 0.3936 0.3086 0.3999 0.4 0.2382 0.3791 0.2905 0.3646 0.5 0.2230 0.3643 0.2798 0.3412 0.6 0.2092 0.3408 0.2684 0.3194 0.7 0.1993 0.3171 0.2585 0.3012 0.8 0.1933 0.2887 0.2495 0.2834 0.9 0.1877 0.2348 0.2238 0.2537 1 0.1755 0.1654 0.1909 0.1920 Rataan 0.2997 0.3942 0.3435 0.3996 Kelas singa terdiri atas 103 citra. Nilai rata-rata precision pada kelas singa dapat dilihat pada Tabel 2.

Tabel 2 Perbandingan nilai recall precision pada kelas singa

Recall Warna Bentuk Tekstur Bayes

0 1.0000 1.0000 1.0000 1.0000 0.1 0.4746 0.2290 0.2572 0.5502 0.2 0.4104 0.2244 0.2047 0.4459 0.3 0.3794 0.2201 0.1787 0.3830 0.4 0.3475 0.2111 0.1589 0.3188 0.5 0.3163 0.2045 0.1519 0.2718 0.6 0.2965 0.2013 0.1397 0.2385 0.7 0.2748 0.1948 0.1116 0.2120 0.8 0.2552 0.1829 0.1087 0.1880 0.9 0.2313 0.1738 0.1092 0.1675 1 0.1156 0.1349 0.1095 0.1368 Rataan 0.3729 0.2706 0.2300 0.3557

(18)

10 Pada Tabel 2 dapat dilihat bahwa nilai

rata-rata precision tertinggi diperoleh ketika menggunakan informasi warna. Hal ini disebabkan citra-citra pada kelas singa memiliki kemiripan warna yang dapat diamati secara visual sebagaimana diperlihatkan pada Lampiran 3. Pada kelas ini, nilai rata-rata

precision untuk model Bayesian network lebih

rendah dari rata-rata precision menggunakan informasi warna, tetapi lebih tinggi dari rata-rata precision menggunakan informasi bentuk dan tekstur. Akan tetapi, pada recall 0.1, 0.2, 0.3, dan 1 nilai precision menggunakan model

Bayesian network lebih tinggi daripada

menggunakan informasi warna.

Sementara itu, nilai rata-rata precision untuk kelas matahari terbenam dapat dilihat pada Tabel 3. Kelas ini terdiri atas 102 citra.

Tabel 3 Perbandingan nilai recall precision pada kelas matahari terbenam

Recall Warna Bentuk Tekstur Bayes

0 1.0000 1.0000 1.0000 1.0000 0.1 0.3494 0.3356 0.4149 0.5640 0.2 0.2919 0.2624 0.3743 0.5089 0.3 0.2552 0.2194 0.3245 0.4708 0.4 0.2272 0.1972 0.3000 0.4305 0.5 0.2070 0.1769 0.2847 0.3796 0.6 0.1868 0.1602 0.2576 0.3292 0.7 0.1720 0.1457 0.2374 0.2815 0.8 0.1560 0.1319 0.2142 0.2290 0.9 0.1379 0.1171 0.1616 0.1752 1 0.1121 0.0946 0.1228 0.1123 Rataan 0.2814 0.2583 0.3356 0.4074 Berdasarkan Tabel 3, nilai rata-rata

precision tertinggi diperoleh menggunakan

model Bayesian network. Sementara itu, nilai rata-rata precision menggunakan informasi tekstur lebih tinggi jika dibandingkan dengan nilai rata-rata precision menggunakan informasi warna dan bentuk. Sebagaimana dapat dilihat pada Lampiran 3 bahwa citra-citra pada kelas matahari terbenam memiliki warna dan bentuk yang lebih beragam, sedangkan teksturnya cenderung lebih mirip. Hal ini menyebabkan nilai precision untuk informasi warna dan bentuk lebih kecil.

Tabel 4 menyajikan nilai rata-rata precision pada kelas tekstur. Kelas ini terdiri atas 175 citra. Berdasarkan Tabel 4, nilai rata-rata

precision tertinggi diperoleh menggunakan

model Bayesian network. Sementara itu, nilai

rata-rata precision menggunakan informasi tekstur lebih tinggi jika dibandingkan dengan nilai rata-rata precision menggunakan informasi warna dan bentuk. Hal ini disebabkan citra-citra pada kelas tekstur memiliki tekstur yang hampir sama, sebagaimana dapat dilihat pada Lampiran 3.

Tabel 4 Perbandingan nilai recall precision pada kelas tekstur

Recall Warna Bentuk Tekstur Bayes

0 1.0000 1.0000 1.0000 1.0000 0.1 0.4071 0.4418 0.5220 0.5780 0.2 0.3663 0.3701 0.4954 0.5394 0.3 0.3162 0.3210 0.4860 0.5218 0.4 0.2858 0.2939 0.4710 0.4958 0.5 0.2638 0.2671 0.4510 0.4601 0.6 0.2485 0.2513 0.3994 0.4096 0.7 0.2359 0.2317 0.3440 0.3536 0.8 0.2223 0.2079 0.2702 0.2881 0.9 0.2004 0.1782 0.2238 0.2300 1 0.1676 0.1609 0.1601 0.1637 Rataan 0.3376 0.3385 0.4384 0.4582 Pada Tabel 5 disajikan nilai rata-rata

precision pada kelas gajah. Kelas ini terdiri atas

98 citra.

Tabel 5 Perbandingan nilai recall precision pada kelas gajah

Recall Warna Bentuk Tekstur Bayes

0 1.0000 1.0000 1.0000 1.0000 0.1 0.2876 0.5017 0.2194 0.4193 0.2 0.2027 0.4594 0.1956 0.3395 0.3 0.1871 0.4175 0.1715 0.3003 0.4 0.1725 0.3831 0.1621 0.2659 0.5 0.1668 0.3525 0.1536 0.2504 0.6 0.1620 0.3196 0.1478 0.2290 0.7 0.1533 0.2866 0.1385 0.2084 0.8 0.1428 0.2469 0.1363 0.1903 0.9 0.1292 0.2095 0.1317 0.1689 1 0.1028 0.1461 0.1062 0.1281 Rataan 0.2461 0.3930 0.2330 0.3182 Pada Tabel 5 dapat dilihat bahwa nilai rata-rata precision tertinggi diperoleh ketika menggunakan informasi bentuk. Pada kelas ini, nilai rata-rata precision untuk model Bayesian

network lebih rendah dari rata-rata precision

(19)

precision

dapat dilihat bahwa citra memiliki kemir

Sementara itu, citra memiliki warna dan tekstur

Hal ini dapat dibuktikan dengan nilai rata

precision

dari rata kelas yang la Secara umum, nilai

tersebut memiliki kecenderungan yang hampir sama dengan kelas

precision

data. Seluruh citra yang ada di basis data sebanyak 1100 citra digunakan sebagai citra kueri. Tabel Recall Rataan precision model rata

warna lebih tinggi daripada menggunakan informasi bentuk dan tekstur. Hal ini menunjukkan bahwa untuk sistem temu kembali yang dibangun, model

meningkatkan nilai

network

bentuk, dan tekstur terbukti lebih baik jika dibandingkan dengan penggunaan informasi warna, bentuk, atau tekstur secara terpisah. Peningkatan nilai

relevansi citra

dengan citra kueri lebih tinggi.

precision warna dan tekstur. Pada Lampiran

dapat dilihat bahwa citra memiliki kemir

Sementara itu, citra memiliki warna dan tekstur

Hal ini dapat dibuktikan dengan nilai rata

precision warna dan tekstur yang lebih

dari rata-rata precision Perbandinga

kelas yang lain dapat dilihat pada Lampiran Secara umum, nilai

tersebut memiliki kecenderungan yang hampir sama dengan kelas

Pada Tabel

precision untuk semua citra yang ada di basis

data. Seluruh citra yang ada di basis data sebanyak 1100 citra digunakan sebagai citra kueri.

Tabel 6 Perbandingan nilai

rata-rata semua citra di basis data

Recall Warna 0 1.0000 0.1 0.4008 0.2 0.3448 0.3 0.3058 0.4 0.2754 0.5 0.2568 0.6 0.2395 0.7 0.2237 0.8 0.2076 0.9 0.1924 1 0.1586 Rataan 0.3277 Berdasarkan

precision tertinggi diperoleh menggunakan

model Bayesian rata-rata precision

warna lebih tinggi daripada menggunakan informasi bentuk dan tekstur. Hal ini menunjukkan bahwa untuk sistem temu kembali yang dibangun, model

meningkatkan nilai

network yang menggabungkan informasi warna,

bentuk, dan tekstur terbukti lebih baik jika dibandingkan dengan penggunaan informasi warna, bentuk, atau tekstur secara terpisah. Peningkatan nilai

relevansi citra

dengan citra kueri lebih tinggi.

warna dan tekstur. Pada Lampiran dapat dilihat bahwa

citra-memiliki kemiripan bentuk secara visual. Sementara itu, citra-citra di kelas tersebut memiliki warna dan tekstur yang lebih beragam Hal ini dapat dibuktikan dengan nilai rata

warna dan tekstur yang lebih

precision bentuk.

Perbandingan nilai rata-rata

in dapat dilihat pada Lampiran Secara umum, nilai precision

tersebut memiliki kecenderungan yang hampir sama dengan kelas-kelas yang telah dibahas.

Pada Tabel 6 disajikan nilai rata untuk semua citra yang ada di basis data. Seluruh citra yang ada di basis data sebanyak 1100 citra digunakan sebagai citra

Perbandingan nilai

rata semua citra di basis data Warna Bentuk 1.0000 1.0000 0.4008 0.3346 0.3448 0.2859 0.3058 0.2580 0.2754 0.2407 0.2568 0.2221 0.2395 0.2062 0.2237 0.1914 0.2076 0.1735 0.1924 0.1522 0.1586 0.1249 0.3277 0.2900 Berdasarkan Tabel 6

tertinggi diperoleh menggunakan

Bayesian network. Sementara itu, nilai precision menggunakan informasi

warna lebih tinggi daripada menggunakan informasi bentuk dan tekstur. Hal ini menunjukkan bahwa untuk sistem temu kembali yang dibangun, model Bayesian

meningkatkan nilai precision

yang menggabungkan informasi warna, bentuk, dan tekstur terbukti lebih baik jika dibandingkan dengan penggunaan informasi warna, bentuk, atau tekstur secara terpisah. Peningkatan nilai precision

relevansi citra-citra yang ditemukembalikan dengan citra kueri lebih tinggi.

warna dan tekstur. Pada Lampiran -citra di kelas ini ipan bentuk secara visual. citra di kelas tersebut yang lebih beragam Hal ini dapat dibuktikan dengan nilai rata

warna dan tekstur yang lebih bentuk.

rata precision in dapat dilihat pada Lampiran

precision pada kelas

tersebut memiliki kecenderungan yang hampir kelas yang telah dibahas.

disajikan nilai rata untuk semua citra yang ada di basis data. Seluruh citra yang ada di basis data sebanyak 1100 citra digunakan sebagai citra Perbandingan nilai recall precision

rata semua citra di basis data Tekstur Bayes 1.0000 1.0000 0.3561 0.4861 0.3136 0.4223 0.2798 0.3777 0.2564 0.3386 0.2383 0.3050 0.2134 0.2704 0.1929 0.2415 0.1724 0.2122 0.1525 0.1825 0.1267 0.1392 0.3002 0.3614 Tabel 6, nilai rata tertinggi diperoleh menggunakan

. Sementara itu, nilai menggunakan informasi warna lebih tinggi daripada menggunakan informasi bentuk dan tekstur. Hal ini menunjukkan bahwa untuk sistem temu kembali

Bayesian network precision. Model Bayesian

yang menggabungkan informasi warna, bentuk, dan tekstur terbukti lebih baik jika dibandingkan dengan penggunaan informasi warna, bentuk, atau tekstur secara terpisah.

precision berarti tingkat

citra yang ditemukembalikan dengan citra kueri lebih tinggi.

warna dan tekstur. Pada Lampiran 3 citra di kelas ini ipan bentuk secara visual. citra di kelas tersebut yang lebih beragam. Hal ini dapat dibuktikan dengan nilai rata-rata warna dan tekstur yang lebih kecil untuk in dapat dilihat pada Lampiran 4. pada kelas-kelas tersebut memiliki kecenderungan yang hampir

kelas yang telah dibahas. disajikan nilai rata-rata untuk semua citra yang ada di basis data. Seluruh citra yang ada di basis data sebanyak 1100 citra digunakan sebagai citra

precision

rata semua citra di basis data Bayes 1.0000 0.4861 0.4223 0.3777 0.3386 0.3050 0.2704 0.2415 0.2122 0.1825 0.1392 0.3614 , nilai rata-rata tertinggi diperoleh menggunakan . Sementara itu, nilai menggunakan informasi warna lebih tinggi daripada menggunakan informasi bentuk dan tekstur. Hal ini menunjukkan bahwa untuk sistem temu kembali dapat

Bayesian

yang menggabungkan informasi warna, bentuk, dan tekstur terbukti lebih baik jika dibandingkan dengan penggunaan informasi warna, bentuk, atau tekstur secara terpisah. erarti tingkat citra yang ditemukembalikan

menggunakan informasi warna, bentuk, tekstur, dan model

Gambar 11

Gambar

yang diperoleh menggunakan model

network

Tabel

menggunakan model

dibandingkan dengan nilai rata

menggunakan informasi warna. Hal ini dilakukan karena nilai rata

Grafik perbandingan nilai

menggunakan informasi warna, bentuk, tekstur, dan model Bayesian

Gambar 11.

Gambar 11 Grafik

kan informasi warna, bentuk, tekstur, dan

Sementara itu, p

yang diperoleh menggunakan model

network disajikan pada Tabel

Tabel 7 Persentase peningkatan nilai menggunakan model network Recall Warna 0 1.0000 0.1 0.4008 0.2 0.3448 0.3 0.3058 0.4 0.2754 0.5 0.2568 0.6 0.2395 0.7 0.2237 0.8 0.2076 0.9 0.1924 1 0.1586 Rataan 0.3277 Pada Tabel menggunakan model

dibandingkan dengan nilai rata

menggunakan informasi warna. Hal ini dilakukan karena nilai rata

Grafik perbandingan nilai

menggunakan informasi warna, bentuk, tekstur,

Bayesian network

Grafik recall precision

kan informasi warna, bentuk, tekstur, dan Bayesian

Sementara itu, peningkatan nilai yang diperoleh menggunakan model

disajikan pada Tabel

Persentase peningkatan nilai menggunakan model network Warna Bayes 1.0000 1.0000 0.4008 0.4861 0.3448 0.4223 0.3058 0.3777 0.2754 0.3386 0.2568 0.3050 0.2395 0.2704 0.2237 0.2415 0.2076 0.2122 0.1924 0.1825 0.1586 0.1392 0.3277 0.3614 abel 7, nilai rata menggunakan model Bayesian

dibandingkan dengan nilai rata

menggunakan informasi warna. Hal ini dilakukan karena nilai rata

Grafik perbandingan nilai recall precision menggunakan informasi warna, bentuk, tekstur,

network dapat dilihat pada

recall precision mengguna

kan informasi warna, bentuk,

Bayesian network

eningkatan nilai precision yang diperoleh menggunakan model Bayesian

disajikan pada Tabel 7.

Persentase peningkatan nilai precision menggunakan model Bayesian

Bayes Peningkatan (%) 1.0000 0.0000 0.4861 17.5591 0.4223 18.3532 0.3777 19.0406 0.3386 18.6793 0.3050 15.8142 0.2704 11.4136 0.2415 7.3467 0.2122 2.1676 0.1825 -5.4027 0.1392 -13.8753 0.3614 8.2815 , nilai rata-rata precision

Bayesian network

dibandingkan dengan nilai rata-rata precision menggunakan informasi warna. Hal ini dilakukan karena nilai rata-rata precision

11

precision

menggunakan informasi warna, bentuk, tekstur, ilihat pada

mengguna-kan informasi warna, bentuk,

etwork. precision Bayesian precision Bayesian Peningkatan 0.0000 17.5591 18.3532 19.0406 18.6793 15.8142 11.4136 7.3467 2.1676 5.4027 13.8753 8.2815 precision network precision

menggunakan informasi warna. Hal ini

(20)

12 menggunakan warna lebih tinggi daripada

bentuk dan tekstur. Pada Tabel 7 dapat dilihat bahwa rata-rata peningkatan nilai precision sebesar 8.2815 %. Pada Tabel 7 juga dapat dilihat bahwa performa model Bayesian

network bagus untuk nilai recall antara recall 0

sampai 0.8. Sementara itu, untuk nilai recall 0.9 dan 1, performa model Bayesian network lebih kecil dari penggunaan informasi warna (nilai peningkatan precision bernilai negatif). Secara umum, penggunaan model Bayesian network meningkatkan nilai precision jika dibandingkan dengan penggunaan informasi warna, bentuk, atau tekstur secara terpisah.

KESIMPULAN DAN SARAN

Kesimpulan

Penelitian ini telah berhasil mengimplemen-tasikan model Bayesian network dalam pengukuran kemiripan citra dengan menggabungkan informasi warna, bentuk, dan tekstur dari suatu citra. Informasi warna diekstraksi dengan histogram 162, informasi bentuk dengan edge direction histogram, dan tekstur dengan co-occurrence matrix.

Model Bayesian network memberikan nilai bobot secara automatis berdasarkan kepada informasi citra yang lebih dominan. Secara umum, model Bayesian network dapat digunakan untuk meningkatkan nilai precision hasil temu kembali. Nilai rata-rata precision untuk semua citra di basis data dengan menggunakan model Bayesian network lebih tinggi daripada menggunakan informasi warna, bentuk, dan tekstur secara terpisah. Pada beberapa kelas, nilai rata-rata precision menggunakan model Bayesian network lebih rendah dari salah satu informasi warna, bentuk, atau tekstur, tetapi tetap lebih tinggi dari dua informasi lainnya.

Saran

Model Bayesian network dapat bekerja dengan baik jika hasil ekstraksi ciri warna, bentuk, dan tekstur menghasilkan ciri yang bagus. Oleh karena itu, penelitian selanjutnya disarankan menggunakan metode lain untuk ekstraksi ciri, baik ciri warna, bentuk, maupun tekstur untuk mendapatkan ciri yang lebih bagus. Penelitian selanjutnya dapat menggunakan fuzzy color histogram untuk ekstraksi ciri warna, Hough transform untuk ekstraksi ciri bentuk, dan Tamura untuk ekstraksi ciri tekstur.

DAFTAR PUSTAKA

Baeza-Yates R & Berthier Ribeiro-Neto. 1999.

Modern Information Retrieval. New York :

Addison Wesley.

Gonzalez RC, et al. 2004. Digital Image

Processing Using Matlab. New Jersey :

Pearson Prentice Hall.

Green B. 2002. Edge Detection Tutorial. http://www.pages.drexel.edu/%7Eweg22/ed ge.html [28 Juli 2008]

Han J & Kai-Kuang Ma. 2002. Fuzzy Color

Histogram and Its Use in Color Image Retrieval. IEEE Transaction on Image

Processing, vol. 11, no. 8, 2002.

Haralick RM & Linda G. Shapiro. 1992.

Computer and Robot Vision. Vol. 1, p. 460.

New York : Addison Wesley.

Neapolitan RE. 2004. Learning Bayesian

Networks. Illinois : Prentice Hall.

Osadebey ME. 2006. Integrated Content-Based

Image Retrieval Using Texture, Shape and Spatial Information [thesis]. Umea :

Department of Applied Physics and Electronics, Umea University.

Rodrigues PS & Arnaldo de Albuquerque Araujo. 2004. A Bayesian Network Model

Combining Color, Shape and Texture Information to Improve Content Based Image Retrieval Systems. LNCC, Petropolis,

Brazil.

Vailaya A & Anil Jain. 1995. Image Retrieval

Using Color and Shape. Michigan :

Michigan State University.

Vailaya A. 1996. Shape-Based Image Retrieval [thesis]. Michigan : Michigan State University.

Vailaya A, et al. 1998. On Image Clasification :

City Images vs. Landscapes. Michigan :

Department of Computer Science, Michigan State University.

Wahyuningsih Y. 2006. Metode Hough

Transform untuk Ekstraksi Ciri Bentuk pada

Citra Bunga [skripsi]. Bogor : Departemen Ilmu Komputer, Institut Pertanian Bogor.

(21)

13

LAMPIRAN

(22)

14 Lampiran 1 Penentuan nilai threshold pada Sobel edge detector

Penentuan nilai threshold dilakukan melalui langkah-langkah sebagai berikut :

1 Nilai threshold untuk edge detector dari setiap citra yang ada di basis data ditentukan dengan

menggunakan fungsi edge yang ada di Matlab sehingga setiap citra akan memiliki nilai threshold yang berbeda-beda. Hasil dari proses ini adalah sebuah array threshold yang mempunyai elemen sebanyak citra di basis data.

2 Nilai mean dan standard deviasi dari hasil pada langkah satu dihitung untuk menentukan

penyebaran nilai threshold. Nilai threshold yang digunakan adalah nilai yang berada di dalam selang kepercayaan yaitu antara mean dikurang standard deviasi sampai mean ditambah standard deviasi.

3 Edge dari setiap citra dihitung menggunakan beberapa nilai threshold yang berada di dalam selang

kepercayaan. Setelah itu, edge direction histogram untuk tiap-tiap citra dihitung.

4 Nilai precision untuk temu kembali citra menggunakan informasi bentuk dihitung menggunakan

edge direction histogram yang diperoleh. Setiap citra dijadikan sebagai kueri sehingga nilai precision akhir dapat diperoleh dengan merata-ratakan nilai precision dari setiap citra kueri.

5 Nilai threshold yang dipilih adalah threshold yang memaksimumkan nilai precision.

6 Nilai threshold untuk edge detector dari setiap citra yang ada di basis data ditentukan dengan

menggunakan fungsi edge yang ada di Matlab, sehingga akan dihasilkan sebuah array yang memiliki 1100 elemen. Nilai mean yang diperoleh adalah 0.12348, sedangkan nilai standard deviasinya adalah 0.057643. Dengan demikian, nilai threshold yang digunakan adalah yang berada di antara selang 0.065839 sampai 0.18112. Berdasarkan batas dari selang kepercayaan, maka dipilih beberapa nilai threshold sebagai sample yaitu 0.066, 0.08, 0.10, 0.12, 0.14, 0.16, dan 0.18. 7 Edge dari setiap citra ditentukan menggunakan nilai-nilai threshold di atas, kemudian edge

direction histogram-nya ditentukan sehingga untuk setiap citra akan dihasilkan tujuh edge direction histogram. Setelah itu, dengan memperlakukan setiap citra di basis data sebagai citra

kueri, maka nilai precision rata-rata akan diperoleh. Tabel di bawah ini menyajikan nilai rata-rata

precision yang diperoleh untuk beberapa nilai threshold yang digunakan pada pemrosesan edge :

Tabel nilai recall dan precision untuk beberapa nilai threshold

Recall Threshold 0.0660 0.0800 0.1000 0.1200 0.1400 0.1600 0.1800 0.1 0.3346 0.3379 0.3363 0.3219 0.3183 0.3036 0.2882 0.2 0.2859 0.2879 0.2840 0.2754 0.2737 0.2598 0.2482 0.3 0.2580 0.2587 0.2533 0.2441 0.2378 0.2266 0.2153 0.4 0.2407 0.2387 0.2297 0.2197 0.2133 0.2044 0.1962 0.5 0.2221 0.2187 0.2120 0.2025 0.1968 0.1883 0.1787 0.6 0.2062 0.2031 0.1964 0.1871 0.1804 0.1718 0.1647 0.7 0.1914 0.1874 0.1797 0.1714 0.1658 0.1583 0.1525 0.8 0.1735 0.1698 0.1637 0.1555 0.1512 0.1468 0.1426 0.9 0.1522 0.1491 0.1444 0.1407 0.1379 0.1361 0.1343 1 0.1249 0.1223 0.1206 0.1204 0.1218 0.1236 0.1268 Rataan 0.2190 0.2174 0.2120 0.2039 0.1997 0.1919 0.1847

Berdasarkan data yang disajikan pada tabel di atas dapat disimpulkan bahwa nilai rata-rata

precision tertinggi diperoleh ketika menggunakan nilai threshold 0.066. Oleh karena itu, nilai threshold 0.066 akan digunakan sebagai threshold pada proses edge detection.

(23)

15 Lampiran 2 Nilai recall precision temu kembali citra menggunakan informasi tekstur untuk beberapa

level keabuan dalam pembangunan co-occurrence matrix

Tabel nilai recall precision untuk beberapa nilai level keabuan

Recall Jumlah level keabuan

8 16 32 64 0 1.0000 1.0000 1.0000 1.0000 0.1 0.3478 0.3561 0.3441 0.3397 0.2 0.3034 0.3136 0.3056 0.2952 0.3 0.2705 0.2798 0.2696 0.2597 0.4 0.2436 0.2564 0.2462 0.2403 0.5 0.2244 0.2383 0.2297 0.2242 0.6 0.2003 0.2134 0.2015 0.1955 0.7 0.1810 0.1929 0.1856 0.1831 0.8 0.1616 0.1724 0.1637 0.1586 0.9 0.1465 0.1525 0.1484 0.1445 1 0.1247 0.1267 0.1253 0.1232 Rataan 0.2913 0.3002 0.2927 0.2876

Jumlah level keabuan yang digunakan adalah 16 karena mengoptimalkan hasil temu kembali menggunakan informasi tekstur.

(24)

16 Lampiran 3 Contoh citra yang digunakan untuk masing-masing kelas

1 Kelas mobil

Citra 1 Citra 7 Citra 18 Citra 32 Citra 39

Citra 49 Citra 92 Citra 113 Citra 165 Citra 159

2 Kelas singa

Citra 177 Citra 182 Citra 189 Citra 194 Citra 198

Citra 237 Citra 253 Citra 271 Citra 276 Citra 279

3 Kelas matahari terbenam

Citra 281 Citra 285 Citra 310 Citra 317 Citra 317

Citra 335 Citra 341 Citra 348 Citra 369 Citra 376

4 Kelas tekstur

(25)

17 Lanjutan

Citra 444 Citra 516 Citra 528 Citra 534 Citra 550

5 Kelas beruang

Citra 558 Citra 563 Citra 567 Citra 577 Citra 589

Citra 595 Citra 621 Citra 630 Citra 644 Citra 654

6 Kelas gajah

Citra 668 Citra 676 Citra 686 Citra 716 Citra 722

Citra 726 Citra 731 Citra 746 Citra 752 Citra 754

7 Kelas tanda panah

Citra 757 Citra 759 Citra 762 Citra 767 Citra 769

(26)

18 Lanjutan

8 Kelas pemandangan

Citra 804 Citra 823 Citra 837 Citra 847 Citra 853

Citra 861 Citra 888 Citra 902 Citra 916 Citra 927

9 Kelas reptil

Citra 938 Citra 942 Citra 943 Citra 948 Citra 955

Citra 957 Citra 959 Citra 975 Citra 982 Citra 995

10 Kelas pesawat

Citra 1002 Citra 1005 Citra 1015 Citra 1024 Citra 1039

(27)

19 Lampiran 4 Perbandingan nilai recall precision pada kelas beruang, tanda panah, pemandangan, reptil,

dan pesawat

1 Perbandingan nilai recall precision pada kelas beruang

Recall Warna Bentuk Tekstur Bayes

0 1.0000 1.0000 1.0000 1.0000 0.1 0.3068 0.1913 0.2504 0.3277 0.2 0.2205 0.1427 0.2107 0.2558 0.3 0.1949 0.1247 0.1765 0.2164 0.4 0.1710 0.1158 0.1568 0.1818 0.5 0.1621 0.1146 0.1420 0.1572 0.6 0.1500 0.1106 0.1309 0.1436 0.7 0.1414 0.1073 0.1249 0.1366 0.8 0.1328 0.1054 0.1293 0.1297 0.9 0.1252 0.1038 0.1228 0.1241 1 0.1081 0.0967 0.1001 0.1036 Rataan 0.2466 0.2012 0.2313 0.2524

2 Perbandingan nilai recall precision pada kelas tanda panah

Recall Warna Bentuk Tekstur Bayes

0 1.0000 1.0000 1.0000 1.0000 0.1 0.9737 0.6777 0.9830 0.9877 0.2 0.9666 0.5526 0.8071 0.9796 0.3 0.8122 0.4612 0.5199 0.7726 0.4 0.8318 0.3997 0.3121 0.6194 0.5 0.8148 0.2677 0.1957 0.5362 0.6 0.7856 0.1752 0.0596 0.4358 0.7 0.7714 0.1187 0.0625 0.4201 0.8 0.7810 0.0593 0.0364 0.3846 0.9 0.7843 0.0453 0.0396 0.3568 1 0.7997 0.0406 0.0419 0.2554 Rataan 0.8474 0.3453 0.3689 0.6135

(28)

20 Lanjutan

3 Perbandingan nilai recall precision pada kelas pemandangan

Recall Warna Bentuk Tekstur Bayes

0 1.0000 1.0000 1.0000 1.0000 0.1 0.2594 0.2268 0.1674 0.2291 0.2 0.2149 0.1833 0.1567 0.1855 0.3 0.1966 0.1611 0.1506 0.1682 0.4 0.1808 0.1533 0.1521 0.1607 0.5 0.1726 0.1488 0.1507 0.1557 0.6 0.1651 0.1457 0.1483 0.1495 0.7 0.1568 0.1430 0.1423 0.1444 0.8 0.1473 0.1377 0.1377 0.1400 0.9 0.1368 0.1281 0.1338 0.1316 1 0.1252 0.1247 0.1285 0.1244 Rataan 0.2505 0.2320 0.2244 0.2354

4 Perbandingan nilai recall precision pada kelas reptil

Recall Warna Bentuk Tekstur Bayes

0 1.0000 1.0000 1.0000 1.0000 0.1 0.2650 0.2264 0.1119 0.2597 0.2 0.1066 0.1653 0.0863 0.1225 0.3 0.0644 0.1469 0.0775 0.1061 0.4 0.0517 0.1395 0.0738 0.1005 0.5 0.0507 0.1309 0.0719 0.0956 0.6 0.0517 0.1245 0.0627 0.0844 0.7 0.0530 0.1158 0.0599 0.0746 0.8 0.0554 0.1030 0.0606 0.0721 0.9 0.0577 0.0886 0.0608 0.0705 1 0.0595 0.0691 0.0602 0.0630 Rataan 0.1651 0.2100 0.1569 0.1863

(29)

21 Lanjutan

5 Perbandingan nilai recall precision pada kelas pesawat

Recall Warna Bentuk Tekstur Bayes

0 1.0000 1.0000 1.0000 1.0000 0.1 0.7421 0.1085 0.4520 0.6576 0.2 0.7167 0.0864 0.3744 0.5908 0.3 0.6464 0.0811 0.3375 0.5118 0.4 0.5316 0.0806 0.3050 0.4464 0.5 0.4788 0.0774 0.2597 0.3674 0.6 0.4207 0.0771 0.2228 0.2940 0.7 0.3579 0.0810 0.1848 0.2292 0.8 0.2779 0.0851 0.1470 0.1799 0.9 0.2336 0.0887 0.1225 0.1340 1 0.1374 0.0924 0.1018 0.0987 Rataan 0.5039 0.1689 0.3189 0.4100

Gambar

Gambar 1 Sistem temu kembali citra.
Gambar  3  Model  umum  Bayesian  network  untuk CBIR.
Gambar 4 Metode penelitian.
Gambar  5  Model  umum  Bayesian  network  untuk  CBIR  menggunakan  informasi tekstur
+6

Referensi

Dokumen terkait

(10) Setiap orang atau badan yang menemukan adanya kegiatan pengumpulan sumbangan uang atau barang yang diindikasikan tidak mempunyai izin, atau dilakukan dengan pemaksaan

Dari beberapa pendapat oleh para ahli tentang cooperative learning yang telah dikemukakan di atas dapat di simpulkan bahwa pembelajaran kooperatif merupakan pembelajaran

Rasio likuiditas menunjukkan kemampuan perusahaan untuk memenuhi kewajibannya dalam jangka pendek. Perusahaan dalam keadaan likuid apabila perusahaan mampu memenuhi

perencanaan ini dapat dilakukan dengan tes ini dapat dilakukan dengan tes yang yang dilakukan sebelum kegiatan pembelajaran, Hasilnya adalah nanti pengajar akan tahu apakah

Bahaya lingkungan yang ditimbulkan dari risiko pada bahaya kebakaran di PT Pertamina (Persero) Refinery Unit IV Cilacap sangat berpengaruh pada lingkungan sekitar. Sehingga

Penelitian ini secara umum bertujuan untuk mengetahui kebiasaan jajan siswa sekolah dasar di SDN Lawanggintung 01 Kota Bogor. Adapun tujuan khususnya adalah 1)

Pada tahap pengawasan, masyarakat hanya melakukan 2 dari 3 tindakan manajemen. Bentuk tindakan pemantauan informasi yang dilakukan adalah secara intensif selama 24 jam

tidak melakukan Kegiatan Lalu Lintas Devisa (LLD), yaitu tidak melakukan transaksi LLD melalui rekening giro perusahaan pada bank di luar negeri (OCA) dan tidak memiliki utang