• Tidak ada hasil yang ditemukan

PENGOLAHAN LIMBAH RADIOAKTIF PEMBANGKIT LISTRIK TENAGA NUKLIR (PLTN)

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "PENGOLAHAN LIMBAH RADIOAKTIF PEMBANGKIT LISTRIK TENAGA NUKLIR (PLTN)"

Copied!
9
0
0

Teks penuh

(1)

PENGOLAHAN LIMBAH RADIOAKTIF PEMBANGKIT LISTRIK TENAGA

NUKLIR (PLTN)

Fitriana Meilasari, Hendri Sutrisno

Universitas Tanjungpura, Jl. Pr. Dr. Hadadri Nawawi, Kota Pontianak dan 78124

email: fitriana@untan.ac.id

ABSTRAK

PENGOLAHAN LIMBAH RADIOAKTIF PEMBANGKIT LISTRIK TENAGA NUKLIR (PLTN). Kebutuhan energi listrik terus meningkat setiap tahunnya. Peningkatan kebutuhan energi listrik menyebabkan peningkatan konsumsi energi fosil. Penggunaan energi fosil menghasilkan gas rumah kaca. Oleh karena itu, diperlukan alternatif sumber energi seperti PLTN. Namun, penggunaan PLTN memberikan dampak timbulnya limbah radioaktif. Limbah radioaktif jika tidak dikelola dengan baik maka akan menyebabkan kerusakan lingkungan dan mengganggu kesehatan. Kajian tentang teknologi pengolahan limbah radioaktif hasil aktivitas PLTN perlu dilakukan. Limbah radioaktif PLTN berdasarkan bentuknya terbagi menjadi 3 (tiga) yaitu cair, padat dan gas. Pengolahan limbah radioaktif cair dengan cara evaporasi, sorbsi dan pertukaran ion, serta pengolahan secara kimia (koagulasi dan flokulasi). Limbah radioaktif padat diolah dengan cara insenerasi, kompaksi, dan imobilisasi. Limbah radioaktif gas diolah dengan filtrasi, sedangkan abu sisa pembakaran diimobilisasi..

Kata kunci: Energi, Limbah Radioaktif, Teknologi. ABSTRACT

THE PROCESSING OF RADIOACTIVE WASTE FROM NUCLEAR POWER PLANT (NPP). The electrical energy requirements continues to increase every year. The electrical energy requirements causes the increasing consumption of fossil energy. The use of fossil energy produces greenhouse gases. Therefore, the alternative energy sources such as nuclear power plants are needed. However, the use of nuclear power plant creates radioactive waste. The radioactive waste if not managed properly will cause environmental damage and disturb health. Therefore, there needs to be a study of radioactive waste treatment technology. The radioactive waste from nuclear power plant is divided into 3 (three): liquid, solid and gas. The processing of liquid radioactive waste: evaporation, sorbsi and ion exchange, and chemical treatment (coagulation and flocculation). The processing of solid radioactive waste: incineration, compacting, and immobilization. The gas of radioactive waste is treated by filtration, while the residual ash of combustion is immobilized..

Keyword: Energy, Radioactive Waste, Technology PENDAHULUAN

Kebutuhan energi listrik terus meningkat setiap tahunnya [1,2]. Berdasarkan data Kementerian ESDM, konsumsi listrik Indonesia 2017 (1.012 KWH/ kapita) meningkat 5,9% dari dari tahun 2016 (956,36 KWH/ kapita) dengan peningkatan rasio elektrifikasi 4,19% (Rasio elektrifikasi 91,16 % (Tahun 2016) dan pada tahun 2017 rasio elektrifikasi mencapai 95,35 %). Peningkatan kebutuhan energi listrik menyebabkan peningkatan konsumsi energi fosil (minyak bumi, batu bara, dan gas alam) [2]. Penggunaan energi fosil menghasilkan gas rumah kaca [2,3]. Berdasarkan data PLN pada tahun 2012 diperkirakan produksi energi listrik di Indonesia mencapai 192,590 GWh, berarti 172,360 GWh listrik yang diproduksi menggunakan energi fosil. Jumlah ini mengakibatkan terjadi pelepasan 168 juta ton CO2, 159,6 ribu ton SO2 serta 120,7 ribu ton NOx. Oleh karena itu, diperlukan alternatif sumber energi seperti energi non fosil / energi terbarukan (air/hydro, angin, dan matahari/solar). Namun pemanfaatan potensi energi non fosil memiliki kelemahan seperti biaya investasi tinggi, harga energi terbarukan belum dapat bersaing dengan harga energi fosil, kemampuan sumber daya manusia relatif rendah, untuk energi terbarukan yang belum komersial dan kemampuan jasa dan industri energi kurang mendukung [2].

Energi mempunyai peranan penting dalam mendukung pembangunan nasional [4]. Oleh karena itu, perlu dilakukan pencarian energi alternatif dalam rangka mendukung konsep pembangunan nasional yang berdampak pada kesejahteraan sosial, ekonomi dan tetap

(2)

menjaga kestabilan dan kelestarian lingkungan. Salah satu alternatif pembangkitan energi yang dikembangkan adalah pembangkit listrik tenaga nuklir (PLTN) [3]. Penggunaan PLTN memberikan dampak timbulnya limbah radioaktif (padat, cair, dan gas) [5,6]. Limbah tersebut perlu dikelola dengan baik agar aman bagi manusia dan lingkungan [7]. Sebagaimana disebutkan dalam Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 10 Tahun 1997 Pasal 22 Ayat 1 Tentang Ketenaganukliran adalah pengelolaan limbah radioaktif dilaksananakan untuk mencegah timbulnya bahaya radiasi terhadap pekerja, anggota masyarakat, dan lingkungan hidup [8]. Prinsip dasar pengelolaan limbah radioaktif adalah reduksi volume [9,5], perubahan komposisi, dan pemisahan radionuklida cair [5]. Berdasarkan pada permasalah diatas maka perlu adanya kajian tentang teknologi pengolahan limbah radioaktif hasil aktivitas PLTN.

TEORI

Limbah radioaktif adalah zat radioaktif dan atau bahan serta peralatan yang telah terkena zat radioaktif atau menjadi radioaktif karena pengoperasian instalasi nuklir atau instalasi yang memanfaatkan radiasi pengion yang tidak dapat digunakan lagi [10,7]. Limbah radioaktif merupakan limbah yang mengandung sejumlah radionuklida yang sangat berbahaya bagi kesehatan manusia maupun lingkungan, sehingga harus dikelola dengan baik [11]. Secara umum besarnya laju paparan radiasi dipengaruhi oleh:

(1). Radiasi sinar kosmik sekunder pada lapisan bawah atmosfir.

(2). Radiasi latar gamma alamiah dari radionuklida primordial dan anak turunnya di dalam tanah dan udara.

(3). Isotop antropogenik pemancar gamma dalam kaitannya dengan radiasi langsung dari fasilitas nuklir dan pengendapan jatuhan [12].

1. KLASIFIKASI LIMBAH RADIOAKTIF

Limbah radioaktif diklasifikasikan dalam jenis limbah radioaktif tingkat rendah, tingkat sedang, dan tingkat tinggi [10,6]. Tinggi rendahnya kandungan zat radioaktif pada limbah ditentukan oleh konsentrasi radionuklida. Menurut Martono dan Aisyah (2003) klasifikasi limbah radioaktif berdasarkan atas penyimpanan dalam jangka panjang adalah [9]:

(1). Limbah aktivitas rendah dan menengah, yaitu limbah radioaktif yang mengandung radionuklida pemancar beta dan atau gama, dan sedikit atau tidak sama sekali mengandung radionuklida pemancar alfa (aktinida).

(2). Limbah aktivitas tinggi, yaitu limbah radioaktif yang banyak mengandung radionuklida hasil belah pemancar beta dan gama dan sedikit mengandung radionuklida pemancar alfa.

(3). Limbah transuranium (TRU) yaitu limbah radioaktif yang banyak mengandung radionuklida pemancar alfa dan sedikit radionuklida hasil belah pemancar beta dan gama. Limbah transuranium merupakan limbah radioaktif yang ditimbulkan dari produksi bahan bakar nuklir seperti uranium dan HF [7].

Limbah radioaktif yang telah diklasifikasikan harus dikelompokkan berdasarkan kuantitas dan karakteristik limbah radioaktif yang meliputi:

(1). Aktivitas; (2). Waktu paro; (3). Jenis radiasi;

(4). Bentuk fisik dan kimia; (5). Sifat racun;

(6). Asal limbah radioaktif [10].

Contoh perhitungan estimasi konsentrasi radionuklida pada pendingin primer dan sekunder (Persamaan (1) dan (2)) [13].

(3)

Keterangan:

Nc = Konsentrasi nuklida di dalam pendingin reaktor (atom/g) Nf = Populasi nuklida di dalam bahan bakar (atom)

t = Waktu operasi (detik)

R = Koefisien lepasan nuklida (1/detik)

F = Fraksi batang bahan bakar dengan kelongsong yang cacat Mc = Massa pendingin reaktor (g)

λ = Konstanta peluruhan nuklida (1/detik)

D = Koefisien dilusi (pelarutan) melalui umpan (feed) dan bleed = [β/(B0 – βt)] × 1/DF

B0 = Konsentrasi awal boron (ppm)

β = Laju penurunan konsentrasi boron (ppm/detik) DF = Faktor dekontaminasi karena factor demineralisasi QL = Laju alir massa letdown atau purifikasi (g/detik)

f = Fraksi dari kejadian peluruhan nuklida induk yang menghasilkan pembentukan nuklida anak

Subskrip p menunjukkan nuklida induk. Subskrip d menunjukkan nuklida anak.

Limbah radioaktif juga diklasifikasikan berdasarkan bentuknya yaitu: (1). Limbah radioaktif padat

Contoh limbah radioaktif padat adalah resin bekas, filter-filter udara maupun cairan, konsentrat evaporator, barang-barang bekas laboratorium, gloves, alat-alat/bahan-bahan proteksi keselamatan kerja, alat-alat perawatan dan alat-alat proses bekas, kertas-kertas (kertas merang, kertas filter, dll), plastik, sarung tangan (kain atau karet), baju kerja, sepatu kerja, masker debu, tisu dari Laboratorium, dan dsb [14,11].

Limbah TRU padat berupa bahan padat yang terkontaminasi aktinida pada pabrik bahan bakar reactor pembiak [9].

(2). Limbah radioaktif cair

Limbah radioaktif cair berupa floor drains, limbah laundry, limbah hasil dekontaminasi (dekontaminasi peralatan maupun pencucian alat-alat gelas), larutan regenerasi resin, resin yang terikut ke dalam cairan dan dekontaminasi personil, limbah air dari wastafel di ruang kerja dan ruang dekontaminasi, dsb [11].

Limbah cair trans-uranium (TRU) berupa pelarut bekas dari proses olah ulang bahan bakar bekas reaktor nuklir, yang banyak mengandung aktinida yang toksisitasnya tinggi, berumur paruh panjang dan mengandung sedikit hasil belah [9].

(3). Limbah radioaktif gas

Limbah radioaktif gas berasal dari off gas teras reaktor dan peralatan sistem tata udara.

2. PENGOLAHAN LIMBAH RADIOAKTIF

Pengolahan limbah radioaktif ada 2 tahapan, yaitu: (1). Treatment (Pengolahan) / Reduksi volume

Reduksi volume bertujuan untuk mengurangi volume limbah radioaktif. Contoh reduksi volume adalah kompaksi, insenerasi, evaporasi, sorbsi dan penukaran ion, dan pengolahan dengan kimia (koagulasi dan flokulasi) [9,

1].

(2). Kondisioning (Imobilisasi)

Imobilisasi / solidifikasi merupakan proses yang melibatkan pencampuran limbah dengan zat pengikat untuk mereduksi pelindian kontaminan baik secara fisik dan kimia [15]. Solidifikasi bertujuan untuk mengikat radionuklida dengan bahan matriks tertentu, sehingga tidak mudah terlindih oleh air tanah dan terlepas ke lingkungan [9].

3. SOLIDIFIKASI

Solidifikasi adalah proses pemadatan limbah radioaktif dengan menggunakan zat pengikat. Solidifikasi bertujuan untuk memudahkan handling limbah radioaktif serta mengurangi bahaya radiasi ke lingkungan [15]. Teknologi solidifikasi terbagi menjadi 3 (tiga) yaitu:

(1). Solidifikasi secara fisik

Proses solidifikasi secara fisik dilakukan dengan cara kapsulasi limbah radioaktif. Teknik kapsulasi limbah radioaktif terbagi menjadi 3 (tiga), yaitu kapsulasi makro, kapsulasi mikro, dan kapsulasi termoplastik [15].

(4)

(2). Solidifikasi secara kimia

Solidifikasi secara kimia melibatkan reaksi bahan kimia dalam proses pemadatannya. Bahan kimia yang digunakan seperti semen, bitumen, dan polimer [9].

(3). Solidifikasi secara thermal.

Solidifikasi secara thermal atau vitrifikasi adalah proses solidifikasi yang menggunakan panas untuk melelehkan dan mensolidifikasi senyawa berbahaya pada pada massa yang solid [15]. Solidifikasi dengan thermal menggunakan bahan seperti glas seperti glas keramik [9] dan glass frit [16].

METODOLOGI

Penelitian menggunakan metode deskriptif. Tujuan dari metode deskriptif adalah menghasilkan gambaran tentang teknologi pengolahan limbah radioakif. Pengumpulan data dilakukan dengan cara mengkaji beberapa literatur dan menganalisis data sekunder (data hasil penelitian dan kajian yang sudah ada).

HASIL DAN PEMBAHASAN

Bagian penting dalam kegiatan PLTN adalah pengelolaan limbah radioaktif. Pengelolaan limbah radioaktif dilaksananakan untuk mencegah timbulnya bahaya radiasi terhadap pekerja, anggota masyarakat, dan lingkungan hidup [8]. Pengelolaan limbah radioaktif adalah kegiatan-kegiatan yang dimulai dari pengumpulan, pengelompokan, pengangkutan, pengolahan, penyimpanan sementara sampai pada penyimpanan lestari atau pembuangan limbah radioaktif [11]. Pengolahan limbah radioaktif merupakan bagian penting dalam pengelolaan limbah radioaktif. Pemilihan teknologi pengolahan limbah sangat menentukan hasil akhir dalam proses reduksi volume limbah radioaktif dan reduksi bahaya radiasi dari limbah radioaktif. Teknologi pengolahan limbah berdasarkan bentuknya terbagi menjadi 3 (tiga), yaitu:

1. Pengolahan Limbah Radioaktif Cair

Limbah radioaktif cair umumnya mengandung komponen radioaktif (larut dan tidak larut) dan non radioaktif. Pemilihan proses pengolahan limbah radoaktif tergantung dari jenis dan bentuk radionuklida dalam limbah. Proses pengolahan limbah radioaktif cair terdiri dari:

(1). Evaporasi

Evaporasi menghasilkan faktor dekontaminasi yang tinggi, tetapi biayanya mahal [9,6]. (2). Sorbsi

Sorbsi adalah proses penyerapan konsentrasi dari limbah radioaktif cair. Salah satu media adsorben adalah zeolit. Contoh limbah radioaktif cair yang proses pengolahannya dengan zeolit adalah Stronsium-90 (Sr-90). Sr-90 merupakan radionuklida pemancar sinar beta murni dengan energi maksimum sebesar 0,544 MeV dan waktu para 28, 1 tahun [18].

(3). Pertukaran ion

Pengolahan dilakukan dengan cara memisahkan uranium yang terkandung dalam limbah dengan proses pertukaran ion. Beberapa bahan yang dapat dipakai sebagai penukar ion dalam pengolahan limbah uranium diantaranya adalah resin, zeolit, maupun zeolit modifikasi. Zeolit alam dapat dimodifikasi menjadi penukar ion ganda bentuk alumino-silikofosfat (ASP). ASP memiliki daya serap cukup tinggi terhadap logam berat dan radionuklida. Komposisi ASP terbaik diperoleh pada perbandingan 1:1, waktu kontak 15 menit dan pH 7, dengan penyerapan uranium sebesar 93,5 % [7]. (4). Pengolahan secara kimia (koagulasi dan flokulasi)

Koagulasi dan flokulasi adalah proses kimia yang bertujuan untuk mengikutsertakan unsur-unsur dalam proses pengendapan kimia. Koagulasi termasuk destabilisasi, pembentukan ikatan bersama dari koloid, dimana koloid ini membentuk gumpalan kimia atau flok yang mengadsorbsi, menangkap atau membawa bersama suspensi padat yang ada dalam limbah cair. Salah satu bahan koagulan yang dapat digunakan dalam proses pengolahan limbah radioaktif cair adalah larutan garam ferri FeCI3. Variabel-variabel yang berpengaruh dalam proses pengendapan kimia pada pengolahan limbah cair adalah : pH pengolahan, jumlah koagulan, kecepatan pengadukan dan lama pengadukan [17].

Sorbsi, penukar ion, dan pengolahan secara kimia menghasilkan faktor dekontaminasi yang rendah, tetapi biayanya lebih murah [9].

(5)

Tiap tahapan dalam pengolahan limbah cair menghasilkan residu (Tabel 1). Sedangkan diagram pengolahan limbah radioaktif cair dapat dilihat pada Gambar 1.

Tabel 1. Tahapan dan Residu yang Dihasilkan dari Proses Pengolahan Limbah Radioaktif Cair

NO Proses Pengolahan Limbah

Radioaktif Cair Residu

1 Evaporasi Konsentrat hasil evaporasi

2 Pengolahan secara kimia (koagulasi dan

flokulasi) Flok hasil koagulasi –flokulasi

3 Pertukaran Ion Resin bekas

4 Penyerapan (sorbsi) Sisa adsorben hasil penyerapan limbah radioaktif

5 Bio-oksidasi dengan Bakteri Sludge

Residu hasil pengolahan limbah radioaktif cair diproses lebih lanjut, agar kandungannya tidak menyebar (terdispersi) ke lingkungan. Proses pengolahannya dilakukan dengan cara imobilisasi / solidifikasi. Beberapa contoh proses pengolahan residu hasil pengolahan limbah radioaktif:

(1). Residu dari proses penyerapan (sorbsi)

Limbah radioaktif cair yang diserap dengan zeolite menghasilkan residu (zeolite penyerap). Zeolit penyerap diproses lebih lanjut, agar Sr-90 yang terkandung di dalamnya tidak terdispersi ke lingkungan. Proses pemadatan limbah residu hasil pengolahan limbah radoaktif cair dengan cara sementasi. Adapun komponen bahan yang digunakan dalam proses sementasi adalah zeolit penyerap limbah radio aktif cair, serat kelapa, dan semen. Penambahan serat kelapa bertujuan untuk meningkatkan kekuatan mekanik dan memperlambat laju pelindian sehingga radionuklida Sr-90 yang terserap dalam zeolit dan terikat oleh semen. Adapun konsentrasi serat yang optimum adalah 0,50 % volume dan panjangnya 3 cm dengan kuat tekan sebesar 92,313 N/mm2 atau naik 119,21 % dan kuat tekan mortar nonserat [18].

(2). Residu hasil pertukaran ion

Uranium yang telah terpisah dari proses pertukaran ion diimobilisasi dengan polimer Resin epoksi jenis EPOSIR 7120. Resin epoksi jenis EPOSIR 7120 memiliki sifat yang unggul, diantaranya sifat mekanik yang baik, tahan terhadap bahan kimia, adesif dan mudah diproses, harganya murah, serta mampu membentuk bahan keras dengan campuran air dalam jumlah terbatas [7].

(3). Sludge

Sludge yang mengandung uranium dari hasil bio-oksidasi dengan bakteri diimobilisasi

dengan proses pemadatan. Proses imobilisasi dilakukan dengan mencampur limbah

sludge radioaktif dengan abu terbang batubara dan prekursor oksida yaitu BaO, CaO,

dan TiO2 sebagai bahan matriks tambahan. Kualitas terbaik blok synroc limbah diperoleh pada tingkat muat limbah 30 % berat, suhu sintering 1100oC selama 3,5 jam dengan harga densitas 2,29 g/cm3, kuat tekan 6,97 kN/cm2, dan laju pelindihan uranium 3,16x10-6 g.cm-2.hari-1 [19,20].

(6)

Gambar 1. Diagram Pengolahan Limbah Radioaktif cair

2. Pengolahan Limbah Radioaktif Padat

Pengolahan limbah radioaktif padat berdasarkan pada karakertistik limbah. Karakteristik limbah radioaktif padat terbagi menjadi 3 (tiga) yaitu:

(1). Limbah radioaktif padat mudah dibakar

Contoh limbah radioaktif padat mudah dibakar adalah kertas, tisu, karet, dan plastik yang berasal dari laboratorium PTNBR. Limbah ini diolah dengan cara dibakar dengan menggunakan insenerator pada temperatur 700 – 11000C. Pembakaran limbah dengan insenerasi menghasilkan gas buang. Gas buang yang mengandung radioaktif difilter. Kemudian abu sisa pembakaran diimobilisasi (solidifikasi) [14].

(2). Limbah radioaktif padat tidak dapat dibakar

Limbah radioaktif padat tidak dapat dibakar diolah dengaan cara dikompaksi [21]. (3). Limbah radioaktif padat tidak dapat dibakar dan dikompaksi

Limbah radioaktif padat tidak dapat dibakar dan dikompaksi langsung diimobilisasi.

Gambar 2. Diagram Pengolahan Limbah Radioaktif Padat

Sisa Adsorben Hasil Penyerapan

Limbah Radioaktif Cair

Koagulasi-Flokulasi Sorbsi Pertukaran Ion Evaporasi

Flok Hasil Koagulasi-Flokulasi

Resin Bekas Konsentrat

hasil evaporasi Imobilisasi / Solidifikasi Penyimpanan Sementara Limbah Radioaktif Bio-oksidasi Sludge Dikompaksi

Limbah Radioaktif Padat

Limbah Dapat Limbah Tidak Limbah Tidak Diinsenerasi pada temperatur 700 – 11000C Gas buang Imobilisasi / Solidifikasi Penyimpanan Sementara Limbah Radioaktif Filtrasi Abu sisa

(7)

3. Pengolahan Limbah Radioaktif Gas

Limbah radioaktif gas dari PLTN biasanya berupa produk fisi (hasil belah) yang timbul karena reaksi fisi pada bahan bakar yang bisa lolos keluar dari kelongsong bahan bakar. Limbah gas tersebut mengandung bahan radioaktif [22]. Limbah gas diolah dengan cara mengambil radionuklida menggunakan filter (karbon aktif dan hepa filter) [22,23]. Kemudian, filter bekas yang mengandung radioaktif diolah dengan cara superkompaksi atau kompaksi 2 arah, sehingga reduksi volume yang didapat maksimal. Sedangkan karbon aktif diolah dengan cara insenerasi, dan abu yang ditimbulkan diimobilisasi dengan semen [23].

4. Pengolahan Limbah Transuranium (TRU)

Kandungan unsur-unsur aktinida minor (americium, neptunium dan curium) dalam bahan bakar bekas hasil operasi PLTN jenis PWR termasuk kategori limbah radioaktif tingkat tinggi [24]. Salah satu cara untuk meminimalkan keradioaktifan tersebut adalah dengan cara transmutasi, di mana limbah radioaktif yang terdiri atas nuklida-nuklida umur`panjang ditransmutasi menjadi nuklida lebih stabil. Sistem transmutasi berbasis pada penggerak akselerator atau Accelerator Driven System (ADS) [24,25]. Metode ini belum diaplikasikan sampai saat ini. Kelebihan ADS dibanding transmuter jenis lainnya adalah lebih aman pengendaliannya, ploriferasi terjamin dan limbah yang dihasilkan lebih sedikit [25]. Proses pembakaran aktinida minor (MA) ada 2 (dua) cara, yaitu:

(1) Dibakar bersama dengan unsur plutonium pada fasilitas pembakar transuranium (TRU burner);

(2) Dibakar secara terpisah dalam fasilitas yang sepenuhnya sebagai pembakar MA (fully

dedicated for MA burner) [25].

Sistem transmutasi menggunakan ADS ini dirancang menggunakan sistem reaktor dengan daya termal 400 MWth akan dapat melayani 7 buah PWR-UOX, dan dalam sistem PWR yang menggunakan bahan bakar UOX dan MOX maka satu ADS akan melayani 3 buah sistem PWR [25].

KESIMPULAN

[1] Teknologi Pengolahan limbah radioaktif cair dengan cara evaporasi, sorbsi dan pertukaran ion, serta pengolahan secara kimia (koagulasi dan flokulasi). Residu hasil pengolahan limbah radioaktif cair disolidifikasi, agar kandungannya tidak menyebar (terdispersi) ke lingkungan.

[2] Pengolahan limbah radioaktif padat diolah dengan cara insenerasi, kompaksi, dan imobilisasi.

[3] Limbah radioaktif gas diolah dengan filtrasi, sedangkan abu sisa pembakaran diimobilisasi.

[4] Kandungan unsur-unsur aktinida minor (MA) yang terkandung dalam limbah radioaktif tingkat tinggi diolah dengan sistem transmutasi menggunakan ADS.

UCAPAN TERIMA KASIH

Puji syukur atas berkat Tuhan Yang Maha Esa sehingga jurnal yang berjudul “PENGOLAHAN LIMBAH RADIOAKTIF PEMBANGKIT LISTRIK TENAGA NUKLIR (PLTN)” dapat terselesaikan. Semoga jurnal ini bermanfaat dan dapat diterima dengan baik. Terima Kasih.

DAFTAR PUSTAKA

[1] Harjanto T.N., ”Dampak Lingkungan Pusat Listrik Tenaga Fosil dan Prospek PLTN Sebagai Sumber Energi Nasional”, ISSN 1979-2409, (2008)

[2] Rohi D., “Alternatif Pembangkit Tenaga Listrik yang Ramah Lingkungan di Indonesia”, EECCIS, Surabaya (2008).

[3] Sulaiman F., ”Identifikasi Potensi, Dampak dan pengendalian Lingkungan Dalam Pengembangan Pembangkit Listrik Tenaga Nuklir”, DEDIKASI, Volume 2 No. 3 Hal. 27- 54, (2011).

[4] Sagala F.P., “Peran Energi Dalam Pembangunan Nasional Memasuki Milenium M”, Widyanuklida, Volume 3 No.1 Hal. 1-5, (2000).

[5] Santoso G., ”Studi Pengelolaan Limbah Radioaktif Padat Pembangkit Listrik Tenaga Nuklir”, Buletin Limbah, Volume 8 No. 2 Hal. 11–16, ( 2004).

(8)

[6] Tarigan C., ”Prarancangan Sistem Pengolahan Llmbah Radioaktif Cair Pemancar Alfa dari PLTN Tipe PWR 1000 MW”, Prosiding Pertemuan Ilmiah Rekayasa Perangkat Nuklir PRPN – BATAN, Hal. 258 – 263, Banten, (2010).

[7] Aisyah, Mortono H, dan Wati., ”Pengolahan Limbah Uranium Menggunakan Alumino Siliko Fosfat”, Jurnal Zeolit Indonesia, Volume 7 No. 2, ISSN : 1411-6723, ( 2008). [8] Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 10 Tahun 1997 Tentang Ketenaganukliran. [9] Martono H dan Aisyah., “Material Untuk Solidifikasi Limbah Radioaktif Dalam

Keselamatan Penyimpanan”. Seminar Tahunan Pengawasan Pemanfaatan Tenaga Nuklir, Hal. 250 – 262, ISSN 1693 – 7902, Jakarta (2003).

[10] Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 27 Tahun 2002 Tentang Pengelolaan Limbah Radioaktif.

[11] Sunardi, Susanto, dan Prayitno B., ”Pengelolaan Limbah Radioaktif Padat dan Cair di Pusat Teknologi Bahan Bakar Nuklir Tahun 2010”. Seminar Nasional SDM Teknologi Nuklir VII, Hal. 237 – 244, ISSN 1978-0176, Yogyakarta ( 2011).

[12] Yazid M, Sutresna G, Sulistiyono A, dan Ngasifudin., ” Evaluasi Dampak Radiologi Pengoperasian Reaktor Kartini dan Radioaktivitas Alami Kawasan Calon Tapak PLTN”, Prosiding Presentasi Ilmiah Keselamatan Radiasi dan Lingkungan’, Hal. 145 – 151, ISSN : 0854-4085, Yogyakarta (1996).

[13] Zamroni H dan Artiani A.P., “Pengolahan Limbah Radioaktif Terpadu dari PLTN”. Prosiding Seminar Nasional Teknologi Pengelolaan Limbah IX, Pusat Teknologi Limbah Radioaktif-BATAN, Hal. 57 – 66, ISSN 1410-6086.

[14] Rahardjo P.H., “Karakteristik Temperatur dan Reduksi Limbah Radioaktif Padat Ruang Bakar Prototipe Tungku HK – 2010”, Jurnal Sains dan Teknologi Nuklir Indonesia, Volume 14 No. 1 Hal. 37 - 50, ISSN 1411 – 3481, Bandung (2013).

[15] Anrozi R dan Trihadiningrum Y., ”Kajian Teknologi dan Mekanisme Stabilisasi/ Solidifikasi untuk Pengolahan Limbah B3”, Jurnal Teknik ITS, Volume 6 No. 2 Hal. F-456 - F-461, ISSN: 2337-3539 (2301-9271 Print), Surabaya (2017).

[16] Martono H., “Glass Frit dan Polimer Untuk Solidifikasi Limbah Cair Aktivitas Rendah Skala Industri”, Prosiding Seminar Nasional Teknologi Pengelolaan Limbah IX Pusat Teknologi Limbah Radioaktif-BATAN, Hal. 125 – 132, ISSN 1410-6086.

[17] Kuncoro H.A dan Birmono D.M., ”Kajian Proses Pengolahan Limbah Radioaktif Cair Hasil Olah-Ulang Bahan Bakar Nuklir Bekas Dengan Metoda Pengendapan Kimia”, Prosiding Pesentasi Ilmiah Daur Ulang Bahan Bakar Nuklir II, Hal. 301 – 311, ISSN 1410-1998, Jakarta (1996).

[18] Kasmudin dan Kusnanto., ” Peningkatan Kekuatan Tekan Sementasi Zeolit Penyerap Limbah Cair Sr-90 Dengan Serat Kelapa”, Prosiding Seminar Nasional ke-8 Teknologi dan Keselamatan PLTN Serta Fasilitas Nuklir, ISSN: 0854 -2910, Jakarta (2002).

[19] Gunandjar, Sundari T, Purwanto Y., ”Imobilisasi Limbah Radioaktif Uranium Menggunakan Abu Batubara Sebagai Bahan Matriks Synroc”. Prosiding Seminar Nasional Teknik Kimia “Kejuangan”, HaI. (I2 – 1) – (I2 – 9), ISSN 1693-4393, Yogyakarta (2015).

[20] Gunandjar dan Purwanto , Y., “Pengembangan Teknologi Pengolahan Limbah Radioaktif Pra-disposal : Imobilisasi Limbah Radioaktif Uranium Menggunakan Abu Batubara Sebagai Bahan Matriks Synroc”, Prosiding Seminar Nasional Teknologi Pengelolaan Limbah XIV Pusat Teknologi Limbah Radioaktif – BATAN, Hal. 1-13, ISSN 1410 – 6086, Banten.

[21] Aisyah., ” Karakteristik Ketahanan Korosi Wadah Limbah Radioaktif Aktivitas Rendah dan Tinggi”. Seminar Nasional VI SDM Teknologi Nuklir, Hal. 621 – 632, ISSN 1978-0176, Yogyakarta ( 2010).

[22] Zamroni H., “Studi Limbah Radioaktif Yang Ditimbulkan dari Operasional PLTN PWR 1000 Mwe”, Buletin LIMBAH, Volume 8 No. 2 Hal. 1-10, (2004).

[23] Suryantoro., ”Predisposal Limbah Radioaktif dari Operasional PLTN 1000 MWe”. Prosiding Seminar Teknologi Pengolahan Limbah V, Hal. 1 – 4, ISSN 1410-6086.

[24] Marsodi, Lasman N.A, Nishihara K, Marsongkohadi, Su'ud Z., “Unjuk Kerja Sistem Transmutasi ADS Untuk Menangani MA yang Terkandung Dalam Limbah Radioaktif Tingkat Tinggi”, Prosiding Seminar Nasional ke-8 Teknologi dan Keselamatan PLTN Serta Fasilitas Nuklir, ISSN: 0854- 2910, Jakarta (2002).

[25] Silakhuddin., “Analisis dan Konsep Penanganan Aktinida Minor Dalam Limbah PLTN Menggunakan Teknologi ADS”, GANENDRA, Volume XI No. 2 Hal. 53 - 59, ISSN 1410-6957, Yogyakarta (2008).

(9)

DISKUSI/TANYA JAWAB :

1. PERTANYAAN (Ari Nugroho -PKSEN BATAN):

Seberapa jauh limbah cair dianggap tidak berbahaya ketika jatuh ke dalam media air seperti yang terjadi di fukusima (fungsi volume) ?

JAWABAN :

Tergantung tebal dari kontainer shell beton 350L untuk aktivitas tinggi, memiliki ketebalan 30 cm, tinggi 30 cm dan diameter 140 cm, sedangkan shell beton 950L untuk limbah aktivitas rendah dan resin bekas dan ketebalan 10 cm, tinggi 130 cm dan diameter 140 cm; limbah cair dianggap tidak berbahaya tergantung dari umur paruh yang telah luruh selama proses solidifikasi / imobilisasi.

2. PERTANYAAN (Boni P. Laparparo -UNTAN) :

Apa solusi limbah PLTN Kalbar untuk imobilisasi terkait lokasi ?

JAWABAN :

Hanya dikaji lebih jauh terkait manajemen pengelolaan limbah terutama terkait limbah HLW; Limbah radioaktif diimobilisasi tergantung dari konsentrasi limbah, missal untuk limbah HLW perlu divitrivikasi dengan glas (?) kemudian disimpan diinformasi geologi 500-1000 m dilengkapi dengan penahanan ganda rekayasa.

Gambar

Tabel 1. Tahapan dan Residu yang Dihasilkan dari Proses Pengolahan   Limbah Radioaktif Cair
Gambar 2. Diagram Pengolahan Limbah Radioaktif Padat Sisa Adsorben

Referensi

Dokumen terkait

Sarana pengolahan limbah cair dan gas pada PLTU Labuhan Angin sudah memenuhi syarat sehingga limbah yang dihasilkan tidak ada yang melebihi baku mutu yang

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui potensi dari bakteri Deinococcus radiodurans dalam proses pengembalian kembali produktifitas tanah dan air yang tercemar dengan

Pemanfaatan limbah ternak sebagai sumber tenaga listrik adalah sebuah langkah dalam penerapan energi terbaharukan (renewable energy) dalam penghematan penggunaan

(1) Pengolahan dengan metode peluruhan aktivitas sebagaimana dimaksud dalam Pasal 38 ayat (1) huruf a dilakukan dengan menyimpan sementara zat radioaktif terbuka

(1) Pengolahan dengan metode peluruhan aktivitas sebagaimana dimaksud dalam Pasal 40 ayat (1) huruf a dilakukan dengan menyimpan sementara zat radioaktif

Sarana pengolahan limbah cair dan gas pada PLTU Labuhan Angin sudah memenuhi syarat sehingga limbah yang dihasilkan tidak ada yang melebihi baku mutu yang

Limbah radioaktif padat tingkat tinggi, yaitu limbah yang lerdiri dari bahan-bahan sisa perlengkapan pabrik proses olah ulang, lerutama bekas kelongsong elemen bahan bakar nuklir

Bahan bakar nuklir setelah digunakan di dalam reaktor akan berkurang nilai burnupnya sehingga kurang ekonomis lagi sebagai bahan bakar dikeluarkan sebagai bahan