ANALISIS PENGOLAHAN LIMBAH PADA PEMBANGKIT
LISTRIK TENAGA UAP (PLTU) LABUHAN ANGIN DI
KABUPATEN TAPANULI TENGAH
SKRIPSI
OLEH :
MITRA SETIAWATI GULO NIM : 111000265
FAKULTAS KESEHATAN MASYARAKAT
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
ANALISIS PENGOLAHAN LIMBAH PADA PEMBANGKIT LISTRIK TENAGA UAP (PLTU) LABUHAN ANGIN DI
KABUPATEN TAPANULI TENGAH
Skripsi ini diajukan sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar
Sarjana Kesehatan Masyarakat
OLEH :
MITRA SETIAWATI GULO NIM : 111000265
FAKULTAS KESEHATAN MASYARAKAT
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
ABSTRAK
Pembangkit listrik tenaga uap (PLTU) Labuhan Angin menghasilkan limbah yang diklasifikasikan menjadi limbah padat berupa abu sebanyak
45ton/hari/unit operasi, limbah cair yang dihasilkan dengan debit 60 M3/jam dan
limbah gas yang berupa emisi gas SOx, NOx dan partikulat. Limbah ini
menimbulkan dampak bagi kesehatan manusia dan lingkungan.
Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui dan menganalisis gambaran pengolahan limbah pada PLTU Labuhan Angin. Jenis penelitian ini adalah survei bersifat deskriptif. Metode pengumpulan data dilakukan dengan wawancara dengan menggunakan lembar observasi, observasi langsung, dan wawancara dengan menggunakan kuesioner.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa limbah abu yang dihasilkan dibuang ke landfill terbuka dengan pelapis High Density Polyethylene (HDPE) yang kedap air. Petugas pengolah limbah sebagian besar memiliki tindakan yang baik dalam menangani limbah. Sarana pengolahan limbah cair dan gas pada PLTU Labuhan Angin sudah memenuhi syarat sehingga limbah yang dihasilkan tidak ada yang melebihi baku mutu yang ditetapkan.
Kesimpulan dari penelitian ini bahwa pengolahan limbah PLTU Labuhan Angin sudah memenuhi syarat. Disarankan agar parameter yang sudah memenuhi baku mutu tetap dipertahankan, melakukan pengukuran kecepatan alir emisi, dan memberikan pelatihan kepada petugas pengolah limbah yang memiliki tindakan yang sedang dan kurang dalam menangani limbah.
ABSTRACT
Steam power plant Labuhan Angin producing waste that is classified into solid waste such as ash with quantity 45 tons / day / unit operation, liquid waste generated by the discharge of 60 M3 / hr and gas waste in the form of the emission of SOx, NOx and particulates. This waste impacts to human health and the environment.
The aims of this study is to identify and analyze the representative on the sewage treatment plant Labuhan Angin. This study was a descriptive survey. Data collection methods is done through interview using observation sheets, observation, and questionnaires.
The results showed that the ash was generated dumped to opened landfill with layering High Density Polyethylene (HDPE) which is impermeable. Personnel who handle the waste mostly has good action in handling the waste. Wastewater treatment dan waste gas facilities at Labuhan Angin power plant has qualified so there is no waste generated parameter does not exist that exceed quality standards established.
The conclusion from this study is the processing of waste treatment in Labuhan Angin Power Plant has qualified. It is recommended that parameter already qualified the quality standards can be sustained , measuring the flow rate of emissions, and providing training to personnel who handle the waste that has a medium and lower behavior in handling waste.
DAFTAR RIWAYAT HIDUP
Nama : Mitra Setiawati Gulo
Tempat Lahir : Fodo
Tanggal Lahir : 19 Oktober 1993
Suku Bangsa : Nias
Agama : Kristen Protestan
Nama Ayah : Drs. Tehenasokhi Gulo
Suku Bangsa Ayah : Nias
Nama Ibu : Yaniria Zebua, S.Pd
Suku Bangsa Ibu : Nias
Pendidikan Formal
1. SD/Tamat Tahun : SDN No. 070981 Fodo / 2005
2. SMP/Tamat Tahun : SMP Negeri 1 Gunungsitoli / 2008
3. SMA/Tamat Tahun : SMA Negerti 1 (Plus) Matauli Pandan
KATA PENGANTAR
Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Tuhan Yesus Kristus atas
segalakasih dan rahmat-Nya penulis dapat menyelesaikan skripsi dengan
judul“ANALISIS PENGOLAHAN LIMBAH PADA PEMBANGKIT
LISTRIK TENAGA UAP (PLTU) LABUHAN ANGIN DI KABUPATEN
TAPANULI TENGAH” .
Skripsi ini disusun guna memenuhi salah satu syarat dalam memperoleh
gelar Sarjana Kesehatan Masyarakat di Fakultas Kesehatan Masyarakat
Universitas Sumatera Utara. Penulisan skripsi ini tidak terlepas dari bantuan dan
dukungan dari berbagai pihak, baik secara moril dan materil. Untuk itu pada
kesempatan ini penulis ingin menyampaikan ucapan terima kasih yang
sebesar-besarnya kepada :
1. Dr. Drs. Surya Utama, MS, selaku Dekan Fakultas Kesehatan Masyarakat
Universitas Sumatera Utara (FKM USU).
2. Ir. Evi Naria, MKes, selaku Ketua Departemen Kesehatan Lingkungan
Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Sumatera Utara.
3. Ir. Evi Naria, M. Kes, selaku Dosen Pembimbing I sekaligus Ketua Penguji
yang telah banyak meluangkan waktu untuk memberikan saran, bimbingan
dan arahan kepada penulis dalam penulisan skripsi ini.
4. dr. Devi Nuraini Santi, M. Kes selaku Dosen Pembimbing II sekaligus
Penguji I yang telah banyak meluangkan waktu untuk memberikan bimbingan
5. Ir. Indra Chahaya, M.Si, selaku Dosen Penguji II yang telah memberikan
bimbingan, saran serta masukan kepada penulis dalam perbaikan skripsi ini.
6. Prof. Dr. Dra. Irnawati Marsaulina, MS, selaku Dosen Penguji III yang telah
memberikan bimbingan, saran serta masukan kepada penulis dalam perbaikan
skripsi ini.
7. Seluruh Dosen, dan Staf di FKM USU yang telah banyak membantu dan
memberikan bekal ilmu selama penulis mengikuti pendidikan.
8. Bapak Ombun Sihombing, selaku Manager Sektor PT. PLN (Persero)
Pembangkitan Sumatera Utara Sektor Labuhan Angin, yang telah banyak
membantu dan memberikan izin kepada penulis untuk melakukan penelitian
di PLTU Labuhan Angin.
9. Seluruh keluarga besar PT. PLN (Persero) Pembangkitan Sumatera Utara
Sektor Labuhan Angin, khususnya Bapak Adang Taufik Hermansyah, selaku
Asisten Manager PT. PLN (Persero) Pembangkitan Sumatera Utara Sektor
Labuhan Angin, Bapak Andre Diaryan Tampubolon, selaku Junior Enjiner
Lingkungan & K2, Bang Ricky dan Alva, yang juga turut berpartisipasi dan
banyak membantu penulis dalam menyelesaikan penelitian di lapangan.
10. Teristimewa kepada orangtuaku tersayang, Drs. Tehenasokhi Gulo dan
Yaniria Zebua, S.Pd serta adikku, Stefan Kristianto Gulo yang selalu
mendoakan yang terbaik untukku dan sudah menjadi motivator terbaikku.
11. Kepada Baya A. Yogi Lase sekeluarga dan juga Kak Pdt. Martina Gulo, S.Th,
yang memberi tumpangan dan kasih sayang yang tulus selama melakukan
15. Untuk Bapak Sa’a dan Mama Sa’a (A/I. Happy Gulo), Bapak Talu dan Mama
Talu (A/I. Dema Gulo), Bapak Sakhi dan Mama Sakhi (A/I. Bertha Gulo)
sekeluarga dan keluarga besar yang lain, yang telah mendukung dalam doa.
16. Kepada warga jemaat gereja BNKP Betania dan seluruh rekan pelayanan di
Chapel Oikumene USU khususnya kepada Ibu Pdt. Gloria I. Balle dan Bapak
Pnt. Dhani Barus yang telah mendukug dalam doa.
17. Kepada keluarga besar POMK FKM terkhusus KK Sammantha (Dian, Herna,
Ita, Renita, Ririn) dan Anunciata Dominik (Asrina, Erafita, Monalisa, Nenny,
Vero) yang senantiasa mendukung dalam doa.
18. Kepada seluruh mahasiswa FKM USU 2011, terkhusus peminatan Kesehatan
Lingkungan, Alayers, teman-teman PBL dan LKP, dan masih banyak lagi,
yang namanya tidak dapat penulis sebutkan satu-persatu yang telah banyak
memberi semangat kepada penulis dalam penyelesaian skripsi ini.
Penulis menyadari bahwa skripsi ini masih jauh dari kesempurnaan baik
dari segi bahasa maupun isinya, sehingga saran dan masukan sangat diharapkan
untuk kesempurnaan skripsi ini. Akhir kata, saya berharap Tuhan berkenan
membalas segala kebaikan semua pihak yang telah membantu. Semoga skripsi ini
membawa manfaat bagi pengembangan ilmu.
Medan, Juli 2015
DAFTAR ISI
DAFTAR LAMPIRAN ... xiii
BAB I PENDAHULUAN ... 1
1.1 LatarBelakang ... 1
1.2 RumusanMasalah ... 3
1.3 TujuanPenelitian ... 3
1.3.1 TujuanUmum ... 3
2.3DefenisiPembangkitListrikTenagaUap (PLTU) ... 7
2.4LimbahPembangkitListrikTenagaUap (PLTU) ... 11
2.4.1LimbahPadat PLTU ... 11
2.4.1.1 SumberLimbahPadat ... 11
2.4.1.2 KarateristikLimbahPadat ... 12
2.4.1.3 PengolahanLimbahPadat ... 13
2.4.1.4PersyaratanPengumpulandanPenyimpananLimbah B3 ....14
2.4.1.5 DampakLimbahPadat ... 16
2.4.2 LimbahCair PLTU ... 17
2.4.2.1 SumberLimbahCair ... 17
2.4.2.2 KarateristikLimbahCair ... 18
2.4.2.3 Parameter LimbahCair ... 19
2.4.2.4 PengolahanLimbahCair ... 21
2.4.2.5 DampakLimbahCair ... 24
2.4.3 Limbah Gas PLTU ... 25
2.4.3.2 KomposisiLimbahGas ... 26
2.4.3.3 Parameter LimbahGas ... 26
2.4.3.4 PengolahanLimbah Gas ... 26
2.4.3.5 DampakLimbah Gas ... 29
2.5 KerangkaKonsep ... 31
BAB III METODE PENELITIAN ... 32
3.1 JenisPenelitian ... 32
3.2 LokasidanWaktuPeelitian ... 32
3.2.1 LokasiPenelitian ... 32
3.2.2 WaktuPenelitian ... 32
3.3 ObjekPenelitian ... 32
3.4 MetodePengumpulan Data ... 33
3.4.1 Data Primer ... 33
3.4.2 Data Sekunder ... 33
3.5 DefenisiOperasional ... 33
3.6 AspekPengukuran ... 35
3.7 Analisis Data ... 36
BAB IV HASIL PENELITIAN ... 37
4.1 GambaranUmum Perusahaan ... 37
4.1.2 StrukturOrganisasi ... 38
4.2 HasilPenelitian ... 38
4.2.1 JumlahLimbah Yang Dihasilkan ... 38
4.2.2 KarateristikPetugas Yang MenanganiPengolahan Limbah ... 39
4.2.2.1 UmurResponden ... 39
4.2.2.2 JenisKelamin ... 39
4.2.2.3 Tingkat Pendidikan ... 39
4.2.2.4 Lama Bekerja ... 40
4.2.2.5 TindakanResponden ... 41
4.2.3 SaranaPengolahanLimbah ... 42
4.2.4 Proses PengolahanLimbah ... 44
4.2.4.1 LimbahPadat ... 44
4.2.4.2 LimbahCair ... 44
4.2.4.3 Limbah Gas ... 48
4.2.5 KarakteristikBangunan/TempatPenyimpananKemasan Bekas B3 ... 50
4.2.6 KualitasLimbahCair ... 51
4.2.7 KualitasEmisi ... 52
BAB V PEMBAHASAN ... 54
5.1 JumlahLimbah Yang Dihasilkan ... 54
5.2 KarateristikPetugas Yang MenanganiPengolahanLimbah ... 54
5.3 SaranaPengolahanLimbah ... 57
5.4.1 PenangananLimbahPadat ... 59
5.4.2 PengolahanLimbahCair ... 61
5.4.3 PengolahanLimbah Gas ... 62
5.5 KarakteristikBangunan/TempatPenyimpananKemasan Bekas B3 ... 62
5.6 KualitasLimbahCair ... 63
5.7 KualitasEmisi ... 64
BAB VI Kesimpulandan Saran ... 65
6.1 Kesimpulan ... 65
62 Saran ... 66
DAFTAR PUSTAKA ... 67
DAFTAR TABEL
Halaman
Tabel 4.1 DistribusiRespondenBerdasarkanKelompokUmur PadaPetugas Yang MenanganiPengolahanLimbah
di PLTU LabuhanAnginTahun 2015 ... 39
Tabel 4.2 DistribusiRespondenBerdasarkan Tingkat Pendidikan PadaPetugas Yang MenanganiPengolahanLimbah
di PLTU LabuhanAnginTahun 2015 ... 40
Tabel 4.3 DistribusiRespondenBerdasarkan Lama Bekerja PadaPetugas Yang MenanganiPengolahanLimbah
di PLTU LabuhanAnginTahun 2015 ... 40
Tabel 4.4 DistribusiRespondenBerdasarkanPertanyaanPadaKuesioner PadaPetugas Yang MenanganiPengolahanLimbah
di PLTU LabuhanAnginTahun 2015 ... 41
Tabel 4.5 DistribusiRespondenBerdasarkanTindakanDalamMenangani LimbahPadaPetugas Yang MenanganiPengolahanLimbah
di PLTU LabuhanAnginTahun 2015 ... 42
Tabel 4.6 Data HasilPengukuranKualitasLimbahCair
PLTU LabuhanAnginTahun 2015 ... 52
Tabel 4.7 Data HasilPengukuranKualitasLimbahCair
DAFTAR GAMBAR
Halaman
Gambar 1. PrinsipKerja PLTU ... 8
Gambar 2. KerangkaKonsep ... 31
Gambar 3. SkemaPenangananfly ash ... 44
Gambar 4. SkemaWaste Water Treatment Plant (WWTP) ... 47
Gambar 5. SkemaCoal Waste Water Treatment Plant (CWWTP) ... 48
DAFTAR LAMPIRAN
Halaman
Lampiran 1. LembarObservasiPenelitian ... 67
Lampiran 2. KuesionerPenelitian ... 74
Lampiran 3. KeputusanKa. Bapedal No. 1 Tahun 1995 ... 75
Lampiran 4. Lampiran I dan II Permen LH No.08 tahun 2009 ... 77
Lampiran 5. Lampiran I B Permen LH No.09 tahun 2001 ... 79
Lampiran 6. Data HasilPengukuranLimbahCair ... 80
Lampiran 7. Data HasilPengukurankualitasEmisi ... 82
Lampiran 8. StrukturOrganisasi ... 83
Lampirna 9. Pengolahan Data SPSS ... 84
Lampiran 10. PermohonanIzinSurveiPendahuluan ... 89
Lampiran 11. PermohonanIzinPenelitian/Riset ... 90
Lampiran 12. Surat Keterangan dari PLTU LabuhanAngin ... 91
ABSTRAK
Pembangkit listrik tenaga uap (PLTU) Labuhan Angin menghasilkan limbah yang diklasifikasikan menjadi limbah padat berupa abu sebanyak
45ton/hari/unit operasi, limbah cair yang dihasilkan dengan debit 60 M3/jam dan
limbah gas yang berupa emisi gas SOx, NOx dan partikulat. Limbah ini
menimbulkan dampak bagi kesehatan manusia dan lingkungan.
Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui dan menganalisis gambaran pengolahan limbah pada PLTU Labuhan Angin. Jenis penelitian ini adalah survei bersifat deskriptif. Metode pengumpulan data dilakukan dengan wawancara dengan menggunakan lembar observasi, observasi langsung, dan wawancara dengan menggunakan kuesioner.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa limbah abu yang dihasilkan dibuang ke landfill terbuka dengan pelapis High Density Polyethylene (HDPE) yang kedap air. Petugas pengolah limbah sebagian besar memiliki tindakan yang baik dalam menangani limbah. Sarana pengolahan limbah cair dan gas pada PLTU Labuhan Angin sudah memenuhi syarat sehingga limbah yang dihasilkan tidak ada yang melebihi baku mutu yang ditetapkan.
Kesimpulan dari penelitian ini bahwa pengolahan limbah PLTU Labuhan Angin sudah memenuhi syarat. Disarankan agar parameter yang sudah memenuhi baku mutu tetap dipertahankan, melakukan pengukuran kecepatan alir emisi, dan memberikan pelatihan kepada petugas pengolah limbah yang memiliki tindakan yang sedang dan kurang dalam menangani limbah.
ABSTRACT
Steam power plant Labuhan Angin producing waste that is classified into solid waste such as ash with quantity 45 tons / day / unit operation, liquid waste generated by the discharge of 60 M3 / hr and gas waste in the form of the emission of SOx, NOx and particulates. This waste impacts to human health and the environment.
The aims of this study is to identify and analyze the representative on the sewage treatment plant Labuhan Angin. This study was a descriptive survey. Data collection methods is done through interview using observation sheets, observation, and questionnaires.
The results showed that the ash was generated dumped to opened landfill with layering High Density Polyethylene (HDPE) which is impermeable. Personnel who handle the waste mostly has good action in handling the waste. Wastewater treatment dan waste gas facilities at Labuhan Angin power plant has qualified so there is no waste generated parameter does not exist that exceed quality standards established.
The conclusion from this study is the processing of waste treatment in Labuhan Angin Power Plant has qualified. It is recommended that parameter already qualified the quality standards can be sustained , measuring the flow rate of emissions, and providing training to personnel who handle the waste that has a medium and lower behavior in handling waste.
BAB I PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Sejak revolusi industri abad ke-18 telah terjadi perubahan tatanan ekonomi
masyarakat dunia, dari sistem agraris menjadi sistem industrialisasi yang berbasis
pada teknologi yang membutuhkan bahan bakar minyak bumi, gas dan batubara.
Proses industri semacam ini menghasilkan produk samping serta limbah yang
dibuang ke lingkungan (Kristanto, 2013).
Salah satu industri yang menghasilkan limbah adalah pembangkit listrik
tenaga uap (PLTU) (Kristanto, 2013). PLTU merupakan pembangkit listrik yang
mengandalkan energi dari uap untuk menghasilkan energi listrik. Pembangkit
listrik ini menggunakan bahan bakar batubara, minyak atau gas sebagai sumber
energi primer (Marsudi, 2005).
Selain menghasilkan listrik yang bermanfaat bagi manusia, PLTU
berbahan bakar batubara juga menghasilkan aneka limbah yang dapat mencemari
lingkungan. Proses pembakaran batubara pada unit pembangkit uap(boiler)
menghasilkan dua jenis abu yaitu abu terbang (fly ash) danabu dasar (bottom ash).
Komposisi abu batubara yang dihasilkanterdiri dari 10 - 20 % abu dasar, sedang
sisanya sekitar 80 - 90 %berupa abu terbang.Beberapa logam berat juga
terkandung dalam abu batubara seperti Cu, Pb, Zn, Cd, dan Cr (Munir, 2008).
Hasil analisis pada PLTU 50 MWatt dengan bahan bakar batubara
1.7284,65 kg (Megasari, K., dkk., 2008). Limbah abu ini mengandung unsur
toksik dan berpotensi besar menjadi masalah lingkungan, bahkan Kementerian
Negara Lingkungan Hidup (KNLH) telah menetapkannya ke dalam kategori
limbah bahan berbahaya dan beracun (B3) berdasarkan PP No. 85 Tahun 1999
tentang perubahan atas Peraturan Pemerintah No. 18 Tahun 1999 tentang
pengelolaan limbah bahan berbahaya dan beracun (Lestiani, DD., dkk, 2010).
Kegiatan operasi PLTU batubara juga menghasilkan limbah cair yang
secara umum tergolong zat pencemar dengan kriteria yang bersifat fisika dan
kimia termasuk kandungan unsur logam dan minyak (Pusat Penelitian
Lingkungan Hidup, 2007). Menurut laporan Sprint Consultant (2014), hasil
pemantauan pH air PLTU Paiton pada inletwaste water treatment plant (WWTP)
periode Mei 2014 adalah 10,43.
PLTU batubara juga menghasilkan limbah gas yang dapat menimbulkan
emisi pencemaran udara. Emisi yang dihasilkan terdiri dari SOx, NOx, COx, dan
partikel debu yang mengandung unsur radioaktif (Iswan, 2010). Gas SO2 di udara
bereaksi dengan uap air atau larut pada tetesan air membentuk H2SO4 yang
merupakan komponen utama dari hujan asam. Dengan cara yang sama, NOx
diudara bereaksi dengan uap air atau larut pada tetesan air membentuk HNO3
yang juga merupakan komponen utama dari hujan asam (Mulia, 2005).
Pembangkit Listrik Tenaga Uap (PLTU) Labuhan Angin merupakan salah
satu penyuplai listrik yang berada di wilayah Desa Tapian Nauli 1, Tapanuli
Tengah, Sumatera Utara. Bahan bakar PLTU Labuhan Angin menggunakan
CO2berdasarkan konsumsi batubara di PLTU Labuhan Angin 115 MW dengan
nilai efesiensi 35% dan laju alir batubara 70 ton/jam dihasilkan CO2 sebanyak 103
ton/hari.
Hasil survei pendahuluan yang dilakukan peneliti bahwa PLTU Labuhan
Angin menghasilkan ash sebanyak 45 ton/hari/uni operasi. Abu (ash) ini belum
dilakukan pengolahannya. Saat ini pemanfaatan abu yang dihasilkan PLTU
Labuhan angin sedang dalam tahap menjalin kerjasama dengan pihak ketiga .
Upaya menjaga kesehatan lingkungan memerlukan pengolahan limbah
yang tepat sehingga limbah yang dibuang ke lingkungan sesuai dengan baku mutu
yang telah di tetapkan.Berdasarkan pemaparan di atas, penulis bermaksud untuk
melakukan analisispengolahan limbah pada pembangkit listrik tenaga uap (PLTU)
Labuhan Angin di Kabupaten Tapanuli Tengah.
1.2 Rumusan Masalah
Proses pembangkit listrik tenaga uap (PLTU) berbahan bakar batubara
menghasilkan limbah padat meliputi fly ash dan bottom ash, limbah cair meliputi
perubahan pH air, TSS, Cl2, Cr2, Cu, Fe, Zn, PO4-, SO4(2-), salinitas, minyak dan
lemak, dan limbah gas berupa SO2, NO2, dan total partikulat. Oleh karena itu
perlu dilakukan analisis pengolahan limbah pada PLTU Labuhan Angin tersebut.
1.3 Tujuan Penelitian 1.3.1 Tujuan Umum
Untuk mengetahui gambaran pengolahan limbah pada pembangkit listrik
tenaga uap (PLTU) Labuhan Angin dan mengetahui kualitas limbah setelah diolah
1.3.2 Tujuan Khusus
1. Untuk mengetahui jumlah limbah padat, limbah cair dan limbah gas yang
dihasilkan dari kegiatan operasional PLTU Labuhan Angin
2. Untuk mengetahui karakteristik petugas yang menangani pengolahan limbah di
PLTU Labuhan Angin.
3. Untuk mengetahui sarana pengolahan limbah padat, limbah cair dan gas yang
ada di PLTU Labuhan Angin.
4. Untuk mengetahui proses pengolahan limbah padat, limbah cair dan gas yang
ada di PLTU Labuhan Angin.
5. Untuk mengetahui karakteristik bangunan/tempat penyimpanan kemasan
bekas bahan berbahaya dan beracun (B3).
6. Untuk menganalisis data hasil pengukuran kualitas limbah cair meliputi pH,
TSS, Cl2, Cr, Cu, Fe, Zn, SO4(2-), PO-4, temperatur, salinitas, minyak dan lemak
7. Untuk menganalisis data hasil pengukuran emisi berupa SO2, NO2, total
partikulat, dan opasitas.
1.4 Manfaat Penelitian
1. Memberikan informasi kepada petugas yang menangani pengolahan limbah
tentang dampak yang ditimbulkan dari limbah yang ditangani.
2. Menambah pengetahuan dan pengalaman penulis dalam hal penanganan
limbah industri khususnya PLTU.
3. Sebagai bahan informasi kepada pembaca tentang pengolahan limbah PLTU
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Pengertian Limbah Industri
Limbah adalah buangan yang kehadirannya pada suatu saat dan tempat
tertentu tidak dikehendaki lingkungan karena tidak memiliki nilai ekonomis
(Kristanto, 2013). Menurut Palar (2004), limbah industri adalah semua jenis
bahan sisa atau bahan buangan yang berasal dari hasil samping suatu proses
perindustrian. Limbah industri dapat menjadi limbah yang sangat berbahaya bagi
lingkungan hidup dan manusia.
2.2 Klasifikasi Limbah Industri
Menurut Setiawan (2015), berdasarkan dari wujud limbah yang dihasilkan,
limbah dibagi menjadi tiga yaitu limbah padat, limbah cair dan gas.Limbah yang
dihasilkan dari proses atau kegiatan industri antara lain:
1. Limbah padat
Limbah padat industri menurut Kristanto (2013) secara garis besar
diklasifikasikan menjadi limbah padat yang mudah terbakar, limbah padat yang
tidak mudah terbakar, limbah padat yang mudah membusuk, debu, lumpur, dan
limbah yang dapat di daur ulang.PLTU menghasilkan sisa pembakaran berupa
limbah padat abu dasar (bottom ash) dan abu terbang (fly ash) (Lestiani, dkk,
2010). Adapun kategori untuk limbah padat pada industri adalah :
a. Limbah padat non B3 (bahan berbahaya dan beracun) diantaranya lumpur,
tangan, dan sebagainya.
b. Limbah padat B3 (bahan berbahaya dan beracun) diantaranya bahan radioaktif,
bahan kimia, toner catridge, minyak, dan sebagainya (Marbun, 2008).
Menurut PP No. 18 tahun 1999, limbah bahan berbahaya dan beracun,
disingkat limbah B3, adalah sisa suatu usaha dan/atau kegiatan yang mengandung
bahan berbahaya dan/atau beracun yang karena sifat dan/atau konsentrasinya
dan/atau jumlahnya, baik secara langsung maupun tidak langsung, dapat
mencemarkan dan/atau merusakkan lingkungan hidup, dan/atau dapat
membahayakan lingkungan hidup, kesehatan, kelangsungan hidup manusia serta
makhluk hidup lain. Limbah yang termasuk sebagai limbah B3 apabila memiliki
salah satu atau lebih karakteristik sebagai berikut :
a. mudah meledak
b. mudah terbakar
c. bersifat reaktif
d. beracun
e. menyebabkan infeksi dan
f. bersifat korosif
2. Limbah cair
Limbah cair adalah limbah yang berwujud cair. Limbah cair terlarut dalam
air, selalu berpindah, dan tidak pernah diam. Contoh limbah cair industri adalah
bahan kimia, hasil pelarut, air bekas produksi, oli bekas, dll (Setiawan, 2015).
Limbah cair yang dihasilkan dalam kegiatan operasi PLTU batubara dapat
operasi, sisa atau bekas minyak berupa oli bekas dan ceceran minyak (Pusat
Penelitian Lingkungan Hidup, 2007).
3. Limbah gas
Limbah gas adalah limbah zat (zat buangan) yang berwujud gas (Setiawan,
2015). Kondisi udara di dalam atmosfer tidak pernah ditemukan dalam keadaan
bersih, melainkan sudah tercampur dengan gas-gas lain dan partikulat-partikulat
yang tidak kita perlukan. (Sumantri, 2013). Jenis bahan pencemar yang paling
sering dijumpai ialah karbon monoksida (CO), nitrogen dioksida (NO2), sulfur
dioksida (SO2), komponen organik terutama hidrokarbon, dan substansi partikel
(Darmono, 2001).
Limbah gas dan partikel adalah limbah yang dibuang ke udara. Jenis
industri yang menjadi sumber pencemaran udara (Kristanto, 2013) yaitu : industri
besi dan baja, industri semen, industri kendaraan bermotor, industri pupuk,
industri aluminium, industri pembangkit tenaga listrik, industri kertas, industri
kilang minyak, dan industri pertambangan.
2.3 Defenisi Pembangkit Litrik Tenaga Uap (PLTU)
Pembangkit listrik tenaga uap (PLTU) adalah pembangkit yang
mengandalkan energi dari uap untuk menghasilkan energi listrik. Pembangkit
listrik ini menggunakan bahan bakar batubara, minyak atau gas sebagai sumber
energi primer (Marsudi, 2005).
Pembangkit listrik tenaga uap (PLTU), merupakan salah satu andalan
pembangkit tenaga listrik yang merupakan jantung untuk kegiatan industri. Salah
batubara ini adalah batubara sebagai bahan bakar utama harus disediakan dengan
kualifikasi tertentu untuk jangka waktu lama (Sukandarrumidi, 2006).
Prinsip kerja PLTU batubara secara umum adalah sebagai berikut
(Nursyahid, 2013):
Gambar 1. Prinsip Kerja PLTU
Keterangan gambar :
1. Cooling tower 15. Penampung batubara
2. Cooling water pump 16. Pemecah batubara
3. Transimission line 3 phase 17. Tabung Boiler
4. Transformer 3-phase 18. Penampung abu batubara
5. Generator Listrik 3-phase 19. Pemanas
6. Low pressure turbine 20. Forced draught fan
7. Boiler feed pump 21. Preheater
8. Condenser 22. combustion air intake
9. Intermediate pressure turbine 23. Economizer
10. Steam governor valve 24. Air preheater
11. High pressure turbine 25. Precipitator
12. Deaerator 26. Induced air fan
13. Feed heater 27. Cerobong
Prinsip kerja :
1. Batubara dari luar dialirkan ke penampung batubara dengan conveyor(14)
kemudian dihancurkan dengan thepulverized fuel mill(16) sehingga menjadi
tepung batubara.
2. Kemudian batubara halus tersebut dicampur dengan udara panas(24) oleh
forced draught fan(20) sehingga menjadi campuran udara panas dan bahan
bakar (batu bara).
3. Dengan tekanan yang tinggi, campuran udara panas dan batu bara
disemprotkan kedalam boiler sehingga akan terbakar dengan cepat seperti
semburan api.
4. Kemudian air dialirkan keatas melalui pipa yang ada dinding boiler, air
tersebut akan dimasak dan menjadi uap, dan uap tersebut dialirkan ke tabung
boiler(17) untuk memisahkan uap dari air yang terbawa.
5. Selanjutnya uap dialirkan ke superheater(19) untuk melipatgandakan suhu
dan tekanan uap hingga mencapai suhu 570°C dan tekanan sekitar 200 bar
yang meyebabkan pipa ikut berpijar merah.
6. Uap dengan tekanan dan suhu yang tinggi ini, menjadi sumber tenaga turbin
tekanan tinggi(11) yang merupakan turbin tingkat pertama dari 3 tingkatan.
7. Untuk mengatur turbin agar mencapai set point, kita dapat menyeting steam
governor valve (10) secara manual maupun otomatis.
8. Suhu dan tekanan uap yang keluar dari turbin tekanan tinggi (11) akan sangat
berkurang drastis, untuk itu uap ini dialirkan kembali ke boiler reheater (21)
9. Uap yang sudah dipanaskan kembali tersebut digunakan sebagai penggerak
turbin tingkat kedua atau disebut turbin tekanan sedang (9), dan keluarannya
langsung digunakan untuk menggerakkan turbin tingkat 3 atau turbin tekanan
rendah (6).
10. Uap keluaran dari turbin tingkat 3 mempunyai suhu sedikit diatas titik didih,
sehingga perlu dialirkan ke condensor(8) agar menjadi air untuk dimasak
ulang.
11. Air tersebut kemudian dialirkan melalui deaerator (12) oleh feed pump (7)
untuk dimasak ulang. Awalnya dipanaskan di feed heater (13) yang panasnya
bersumber dari high pressureset, kemudian ke economizer (23) sebelum
dikembalikan ke tabung boiler (17).
12. Air pendingin dari condensor akan disemprotkan kedalam cooling tower (1) ,
dan inilah yang meyebabkan timbulnya asap air pada cooling tower.
kemudian air yang sudah agak dingin dipompa balik ke condensor sebagai air
pendingin ulang.
13. Ketiga turbin di gabung dengan shaft yang sama dengan generator 3
phase(5). Generator ini kemudian membangkitkan listrik tegangan menengah
(20-25kV).
14. Dengan menggunakan transformer 3phase(4) , tegangan dinaikkan menjadi
tegangan tinggi berkisar 250-500 kV yang kemudian dialirkan ke sistem
15. Sedangkan gas buang dari boiler diisap oleh kipas pengisap(26) agar
melewati electrostatic precipitator(25) untuk mengurangi polusi dan
kemudian gas yang sudah disaring akan dibuang melalui cerobong(27).
2.4 Limbah Pembangkit Listrik Tenaga Uap (PLTU)
Batubara dan minyak merupakan bahan bakar utama untuk menghasilkan
tenaga listrik. Banyak keuntungan yang diperoleh dari penggunaan bahan bakar
tersebut, yaitu biayanya relatif murah dan mudah didapatkan karena produknya
berlimpah. Di lain pihak, batubara ini dapat menimbulkan masalah serius dalam
lingkungan (Darmono, 2001).
2.4.1 Limbah Padat PLTU 2.4.1.1 Sumber Limbah Padat
Sumber limbah padat yang dihasilkan dari pengoperasian PLTU batubara
Pusat Penelitian Lingkungan Hidup (2007) :
a. selama penampungan dan pemindahan batubara menghasilkan debu batubara,
b. sisa pembakaran batubara yang terbawa bersama-sama gas buang
menghasilkan abu terbang (fly ash),
c. sisa pembakaran batubara yang terakumulasi di bawah tungku pembakaran,
menghasilkan abu dasar (bottom ash),
d. di dasar kolam pengendapan, air larian permukaan, lapangan penumpukan
batubara, dan kolam instalasi pengolahan air limbah lainnya terkumpul
2.4.1.2 Karakteristrik Limbah Padat
PLTU berbahan bakar batubara biasanya menghasilkan limbah padat
dalam bentuk abu. Abu batubara yang merupakan limbah dari proses pembangkit
tenaga listrik tersebut dapat berupa abu terbang, abu dasar dan lumpur flue gas
desulfurization (Samijo, 2010). Limbah B3 yang dihasilkan oleh pembangkit
antara lain : fly ash, bottom ash, sludge cake (lumpur dari IPAL), oli bekas , bahan
terkontaminasi, glasswool, serta limbah laboratorium yang berupa botol kemasan
bahan kimia dan bahan kimia kadaluwarsa (Sprint Consultan, 2014).
Jumlah abu batubara yang dihasilkan per hari dapat mencapai 500 - 1000
ton (Samijo, 2010). Partikulat debu melayang (fly ash) merupakan campuran yang
sangat rumit dari berbagai senyawa organik dan anorganik yang tersebar di udara
dengan diameter yang sangat kecil, mulai dari < 1 mikron sampai dengan
maksimal 500 mikron. Partikulat debu tersebut akan berada di udara dalam waktu
yang relatif lama dalam keadaan melayang-layang di udara dan masuk kedalam
tubuh manusia melalui saluran pernafasan (Pasaribu, 2010).
2.4.1.3 Pengolahan Limbah Padat
Pengolahan limbah padat dapat dilakukan melalui proses sebagai berikut:
1. Pemisahan
Pemisahan perlu dilakukan karena dalam limbah terdapat berbagai ukuran dan
kandungan bahan tertentu. Proses pemisahan dapat dilakukan dengan cara-cara
sebagai berikut :
a. Sistem Balistik : pemisahan cara ini dilakukan untuk mendapatkan ukuran
b. Sistem Gravitasi : pemisahan dilakukan berdasarkan gaya beratnya,
misalnya terhadap bahan yang terapung dan bahan yang tenggelam dalam
air yang karena gravitasi akan mengendap.
c. Sistem Magnetis : bahan yang bersifat magnetis akan menempel pada
magnet yang terdapat pada peralatan sedangkan yang tidak mempunyai akan
langsung terpisah.
2. Penyusutan Ukuran
Ukuran bahan diperkecil untuk mendapatkan ukuran yang lebih homogen
sehingga mempermudah pemberian perlakuan terhadap pengolahan berikutnya,
dengan maksud antara lain :
a. Ukuran bahan menjadi lebih kecil
b. Volume bahan lebih kecil
c. Berat dan volume bahan lebih kecil
3. Pengomposan, bahan kimia yang terdapat di dalam limbah diuraikan secara
biokoimia.
4. Pembuangan limbah.
Limbah dapat dibuang di laut maupun di darat (sanitary landfill). Pembuangan
ke laut harus memperhatikan pemanfaatan laut oleh masyarakat di sekitar
tempat pembuangan juga memperhatikan kedalaman laut. Hendaknya lokasi
yang ditetapkan adalah lokasi yang benar-benar tidak ekonomis
(non-ekonomis) untuk kepentingan apapun (Kristanto, 2013).
Limbah padat yang mengandung bahan berbahaya dan beracun, diperlukan
dilakukan dengan cara thermal dengan mengoperasikan insinerator dengan
speksifikasi sesuai dengan karakteristik dan jumalah limbah B3 yang diolah, dapat
memenuhi efisiensi pembakaran minimal 99,99% dan efisiensi penghancuran dan
penghilangan.
Hirarki pengelolaan limbah B3 dimaksudkan agar limbah B3 yang
dihasilkan masing-masing unit produksi sesedikit mungkin dan bahkan
diusahakan sampai nol, dengan mengupayakan reduksi pada sumber dengan
pengolahan bahan, subtitusi bahan, pengaturan operasi kegiatan, dan
digunakannya teknologi bersih. Bilamana masih menghasilkan limbah B3 maka
diupayakan pemanfaatan limbah B3 (PP RI No. 18 tahun 1999).
2.4.1.4 Persyaratan Penyimpanan Dan Pengumpulan Limbah B3 : 1. Tata cara penyimpanan kemasan limbah B3 :
a. Penyimpanan kemasan harus dibuat dengan sistem blok.
Setiap blok terdiri atas 2 (dua) x 2 (dua) kemasan, sehingga dapat dilakukan
pemeriksaan menyeluruh terhadap setiap kemasan sehingga jika terdapat
kerusakan kecelakaan dapat segera ditangani.
b. Lebar gang antar blok harus memenuhi persyaratan peruntukannya.
Lebar gang untuk lalu lintas manusia minimal 60 cm dan lebar gang untuk lalu
lintas kendaraan pengangkut (forklift) disesuaikan dengan kelayakan
pengoperasiannya.
c. Penumpukan kemasan limbah B3 harus mempertimbangkan kestabilan
tumpukan kemasan. Jika kemasan berupa drum logam (isi 200 liter), maka
palet mengalasi 4 drum). Jika tumpukan lebih dan 3 (tiga) lapis atau kemasan
terbuat dari plastik, maka harus dipergunakan rak.
d. Jarak tumpukan kemasan tertinggi dan jarak blok kemasan terluar terhadap
atap dan dinding bangunan penyimpanan tidak boleh kurang dari 1 (satu)
meter.
e. Kemasan-kemasan berisi limbah B3 yang tidak saling cocok harus disimpan
secara terpisah, tidak dalam satu blok, dan tidak dalam bagian penyimpanan
yang sama. Penempatan kemasan harus dengan syarat bahwa tidak ada
kemungkinan bagi limbah-limbah yang tersebut jika terguling/tumpah akan
tercampur/masuk ke dalam bak penampungan bagian penyimpanan lain.
2. Persyaratan bangunan tempat penyimpanan kemasan limbah B3
a. memiliki rancang bangun dan luas ruang penyimpanan yang sesuai dengan
jenis, karakteristik dan jumlah limbah B3 yang dihasilkan/akan disimpan;
b. terlindung dari masuknya air hujan baik secara langsung maupun tidak
langsung;
c. dibuat tanpa plafon dan memiliki sistem ventilasi udara yang memadai untuk
mencegah terjadinya akumulasi gas di dalam ruang penyimpanan, serta
memasang kasa atau bahan lain untuk mencegah masuknya burung atau
binatang kecil lainnya ke dalam ruang penyimpanan;
d. memiliki sistem penerangan (lampu/cahaya matahari) yangmemadai untuk
operasional penggudangan atau inspeksirutin. Jika menggunakan lampu, maka
lampu peneranganharus dipasang minimal 1 meter di atas kemasan
e. dilengkapi dengan sistem penangkal petir;
f. pada bagian luar tempat penyimpanan diberi penandaan (simbol) sesuai dengan
tata cara yang berlaku.
3. Persyaratan Lokasi Pengumpulan Limbah B3
a. Luas tanah termasuk untuk bangunan penyimpanan dan fasilitas lainnya
sekurang-kurangnya 1 (satu) hektar;
b. Area secara geologis merupakan daerah bebas banjir tahunan;
c. Lokasi harus cukup jauh dari fasilitas umum dan ekosistem tertentu.
Jarak terdekat yang diperkenankan adalah:
150 meter dari jalan utama atau jalan tol; 50 meter dari jalan lainnya;
300 meter dari fasilitas umum seperti daerah pemukiman, perdagangan,
rumah sakit, pelayanan kesehatan atau kegiatan sosial, hotel, restoran,
fasilitas keagamaan, fasilitas pendidikan, dll.
300 meter dari perairan seperti garis pasang tertinggi laut, badan sungai,
daerah pasang surut, kolam, danau, rawa, mata air, sumur penduduk, dll.
300 meter dari daerah yang dilindungi seperti cagar alam, hutan lindung,
kawasan suaka, dll (Keputusan Kepala Bapedal No. 1 tahun 1995).
2.4.1.5 Dampak Limbah Padat 1. Terhadap lingkungan
a. Dampak menguntungkan
Limbah batubara mempunyai potensi untuk dimanfaatkan salah satunya
b. Dampak merugikan
Partikel debu dengan diameter > 10 μm biasanya jatuh ke permukaan tanah.
Peningkatan kadar debu terbang (fly ash) diperkirakan dapat mengganggu/
menurunkan produktifitas usaha perkebunan yang terdapat di sekitar lokasi
proyek (Pusat Penelitian Lingkungan Hidup, 2007).
2. Terhadap manusia
a. Dampak menguntungkan
Abu dari PLTU yang tertampung dapat dijual untuk kebutuhan di pabrik
semen atau pada pembuatan paving block (Iswan, 2010).
b. Dampak merugikan
Abu dasar dan abu terbang PTLU mengandung unsur toksik seperti arsen
(As) dan kromium (Cr) pada dan berpotensi besar menjadi masalah
lingkungan (Lestiani, dkk , 2010). Arsen adalah racun yang bekerja dalam
protoplasma sel secara umum. Sekitar 90% arsen yang diabsorbsi di dalam
tubuh tersimpan dalam hati, ginjal, dinding saluran pencernaan, limfa, dan
paru (Darmono, 2001).
2.4.2 Limbah Cair PLTU 2.4.2.1 Sumber Limbah Cair
Limbah cair bersumber dari pabrik yang biasanya banyak menggunakan
air dalam proses produksinya. Di samping itu ada, pula bahan baku yang
mengandung air sehingga dalam proses pengolahannya, air tersebut harus dibuang
Menurut Peraturan Menteri Lingkungan Hidup No. 08 tahun 2009, air
limbah dari usaha dan/atau kegiatan pembangkit listrik tenaga termal bersumber
dari: proses utama, kegiatan pendukung dan kegiatan lain yang menghasilkan oily
water. Proses utama adalah proses yang menghasilkan air limbah yang bersurnber
dari proses pencucian (dengan atau tanpa bahan kimia) dari semua peralatan
logam, blowdown cooling tower, blowdown boiler, laboratorium, dan regenerasi
resin water treatment plant. Kegiatan pendukung meliputi kegiatan fasilitas air
pendingin, kegiatan fasilitas desalinasi, kegiatan fasilitas stockpile batu bara, dan
kegiatan air buangan dari fasilitas flue gas desulphurization (FGD) sistem
seawater scrubber.
2.4.2.2 Karakteristik Limbah Cair
Air buangan dari pabrik membawa sejumlah padatan dan partikel, baik
yang larut maupun mengendap. Kerap kali air buangan pabrik berwarna keruh dan
bersuhu tinggi. Air limbah yang tercemar mempunyai ciri yang dapat
diidentifikasi secara visual lewat kekeruhan, warna, rasa, bau, yang ditimbulkan
dan indikasi lainnya. Secara laboratorium, limbah cair ditandai dengan
peruabahan sifat kimia air, dimana air telah mengandung bahan berbahaya dan
beracun (B3) dalam konsentrasi yang telah melampauhi batas Kristanto (2013).
Limbah cair yang dihasilkan dalam kegiatan operasi PLTU batubara
menurut Pusat Penelitian Lingkungan Hidup (2007) dapat diketagorikan sebagai
limbah domestik, air larian permukaan, limbah cair proses operasi, sisa atau bekas
tergolongzat pencemar dengan kriteria yang bersifat fisika dan kimia (termasuk
kandungan
unsur logam dan minyak).
2.4.2.3 Parameter Limbah Cair
Menurut Sumantri (2013), dalam air limbah terdapat beberapa parameter
yang perlu untuk diketahui. Beberapa parameter ini diantaranya :
1. Biochemical Oxygen Demand (BOD)
Biochemical Oxygen Demand (BOD) adalah banyaknya oksigen dalam ppm
atau miligram/liter (mg/L) yang diperlukan untuk menguraikan benda organik
oleh bakteri pada suhu 20oC selama 5 hari. Biasanya hanya dalam waktu 5
hari, sebanyak 60-70% kebutuhan terbaik karbon dapat tercapai.
2. Chemical Oxygen Demand (COD)
Chemical Oxygen Demand (COD) menggambarkan jumlah total oksigen
yang diperlukan untuk mengoksidasi bahan organik secara kimiawi, baik
yang dapat didekomposisi secara biologis (biodegredable) maupun yang
sukar didekomposisi secara biologis (nonbiodegredable). Oksigen yang
dikonsumsi setara dengan jumlah dikromat yang diperlukan untuk
mengoksidasi air sampel.
3. Oksigen Terlarut (Disolved Oxygen)
Oksigen Terlarut (Disolved Oxygen) adalah banyaknya oksigen yang
terkandung di dalam air dan diukur dalam satuan mg/L. Semakin besar
oksigen terlarut, maka menunjukkan derajat pengotoran semakin kecil.
Kesadahan adalah gambaran kation logam divelansi (valensi 2) yang terdapat
dalam air. Kation-kation ini dapat bereaksi dengan sabun membentuk
endapan (presipitas) maupun dengan anion-anion yang terdapat di dalam air
membentuk endapan atau karat pada peralatan logam.
5. Seattleable Solid
Adalah lumpur yang mengendap degan sendirinya pada kondisi yang tenang
selama satu jam secara gaya beratnya sendiri.
6. TSS ( Total Suspended Solid)
Adalah jumlah berat dalam mg/L kering lumpur yang di dalam air limbah
setelah mengalami penyaringan dengan membran berukuran 0,45 mikron.
Suspended Solid (material tersuspensi) dapat dibagi menjadi zat padat dan
koloid. Selain suspended solid ada juga istilah dissolved solid (padatan
terlarut).
7. MLSS (Mixed Liquor Suspendid Solid)
MLSS adalah jumlah TSS yang berasal dari pengendap lumpur aktif setelah
dipanaskan pada suhu 103o - 105oC.
8. MLVSS (Mixed Liquor Volatile Suspendid Solid)
MLVSS adalah kandungan organicmatter yang terdapat dalam MLSS.
Didapat dari pemanasan MLSS pada suhu 600oC. Benda volatile menguap
disebut MLVSS.
Kekeruhan adalah ukuran yang menggunakan efek cahaya sebagai dasar
untuk mengukur keadaan air. Kekeruhan ini disebabkan oleh adanya benda
tercampur atau benda koloid dalam air.
2.4.2.4 Pengolahan Limbah Cair
Mulia (2005), pengolahan air limbah dapat dilakukan secara alamiah
maupun peralatan. Pengolahan air limbah secara alamiah biasanya dilakukan
dengan bantuan kolam stabilisasi. Pengolahan air limbah dengan bantuan
peralatan biasanya dilakukan pada instalasi pengolahan air limbah/IPAL (Waste
Water Treatment Plant/ WWTP).
Berdasarkan karakteristik dari limbah, proses proses pengolahan dapat
digolongkan menjadi tiga bagian, yaitu proses fisika, kimia, dan biologi
(Kristanto, 2013) :
1. Proses fisika
Perlakuan terhadap air limbah dengan cara fisika adalah proses
pengolahan secara mekanis dengan atau tanpa penambahan bahan kimia. Proses
tersebut diantaranya adalah :
a. Penyaringan, agar padatan yang larut dan bahan kasar lainnya terpisah.
b. Penghancuran, agar padatan yang larut menjadi butir yang lebih kecil dan
seragam.
c. Perataan air, dapat dilakukan dengan dua cara yaitu perataan aliran dengan
mengubah sistem saluran dan dengan membuat kolam. Tujuan daripada kedua
cara ini adalah agar terdapat keseragaman aliran pada saat terjadi percampuran
d. Penggumpalan
Partikel yang tak larut di dalam air akan terapung di atas permukaan air atau
membentuk endapan di dasar wadah. Penambahan zat kimia tertentu membuat
partikel ini akan beraksi membentuk suatu gumpalan sehingga dimensi partikel
menjadi lebih besar dan karena pengaruh gravitasi maka partikel tersebut akan
mengendap. Bahan kimia yang digunakan untuk penggumpalan, misalnya
aluminum sulfat atau ferro sulfat. Untuk mempercepat reaksi pada umumnya
diguankan bantuan pengaduk yang kecepatannnya dapat diatur.
e. Sedimentasi, untuk mengendapkan bahan lain yang tidak ikut bereaksi.
f. Pengapungan
Dalam proses ini digunakan bantuan pompa kompresor untuk memasukkan
udara ke dalam air tujuannya agar bahan-bahan lemak dan minhyak dengan
cepat naik ke permukaan air. Pemasukan udara ke dalam air akan menciptakan
gelembung-gelembung yang melekat pada suatu partikel dan dibawa naik ke
permukaan air.
g. Filtrasi
Merupakan proses penyaringan padatan halus yang tidak mengendap walaupun
sudah ditambah bahan kimia. Penyaringan ini menggunakan media seperti
pasir, kerikil dan karbon aktif.
2. Proses Kimia
a. Pengendapan dengan bahan kimia.
- fosfat terlarut dapat direduksi jika konsentrasinya kurang dari 1 mg/l dengan
bahan aluminium feri sulfat.
- Beberapa kalsium, magnesium, silica dapat dihilangkan dengan NaOH.
- Beberapa logam berat dapat dihilangkan dengan kapur (lime)
- Pengurangan bakteri virus dapat dicapai dengan kapur pada kondisi pH
10,5-11,5 dengan cara penggumpalan dan sedimentasi.
b. Proses dengan lagon
Lagon atau kolam sering diguakan sebagai reactor biological. Lagon
dilengkapi dengan peralatan aerasi baik secara alamiah, atau memberikan udara
dengan menggunakan kompresor jika dalam kolam tumbuh algae.
c. Netralisasi
Air limbah yang terdapat dalam kondisi asam atau basa membutuhkan
netralisasi sebelum dan sesudah perlakuan (treatment).
d. Sedimentasi
Proses ini menggunakan bantuan koagulan (zat pengendap). Tujuan utama
proses sedimentasi melalui proses kimia adalah untuk menghilangkan padatan
tersuspensi.
e. Oksisdasi dan reduksi
f. Klorinasi
g. Oksidasi phenol dan sulfur
a. Pengolahan cara anaerob, melalui reactor aerobik yang berfungsi untuk
mengubah bahan organik menjadi air dan karbon dioksida dalam keadaan
tersedia oksigen.
b. Pengolahan cara anaerob, mengubah bahan organik dalam limbah cair tanpa
ada oksigen.
4. Proses fisika-kimia-biologi
Ada diantara bahan-bahan yang tidak dapat dihilangkan atau diendapkan
dengan penambahan basa atau asam. Karena itu gabungan proses kimia-fisika-
biologi amat dibutuhkan untuk meningkatkan efesiensi peralatan pengolahan.
Proses kimia meliputi netralisasi, oksidasi, dan reduksi, pengendapan dengan
bahan kimia tambahan untuk mengikat bahan pencemar kimia anorganik. Proses
fisika menekankan pengolahan pada unsur fisik bahan pencemar, misalnya ukuran
bahan yang terlalu kasar dan padat, bannyaknya minyak yang bercampur.
5. Pengolahan lanjut
Seringkali proses pengolahan limbah pada proses fisika-kimia-biologi
tidak memberikan hasil yang memuaskan. Proses lanjutan ini terdiri dari beberapa
pilihan proses, yaitu : stripping udara, karbon aktif, absorbsi, dan regenerasi.
Upaya pengolahan limbah cair PLTU yaitu dengan waste water treatment
plant (WWTP). WWTP dirancang dan dibangun untuk menampung, memproses
serta membuang limbah cair yang dihasilkan oleh pabrik pembangkit saat
beroperasi, termasuk luapan air limpasan dari areal penyimpanan batubara. Proses
dilanjutkan pengadukan secara cepat, pengadukan lambat dan pengendapan,
penyaringan, serta penyesuaian akhir kadar pH (Sprint Consultant, 2014).
2.4.2.5 Dampak Limbah Cair 1. Terhadap lingkungan
Pengoperasian PLTU juga akan menghasilkan bahan buangan (limbah)
cair yang jika tidak sempurna proses pengolahannya akan dapat mencemari badan
air penerima. Jika limbah cair yang dibuang ke lingkungan sekitar tersebut tanpa
proses pengolahan terlebih dahulu diperkirakan akan dapat menyebabkan
penurunan kualitas air yang akan berdampak langsung pada penurunan kepadatan
dan kelimpahan, serta perubahan komposisi jenis biota akuatik.
2. Terhadap manusia
Kegiatan pemeliharaan dan pengecekan sistem kerja peralatan PLTU
dilakukan terhadap: boiler dan bag house (akan menghasilkan logam teroksidasi),
peralatan balance of plant (akan menghasilkan logam dan ceceran oli), kolam
penampung lindi, batubara dan oil water separator (akan menghasilkan padatan
tersuspensi, logam dan ceceran oli). Hasil pemeliharaan peralatan ini apabila tidak
terkelola dengan baik potensial untuk masuk ke dalam aliran air ke sungai
sehingga meningkatkan kadar COD, padatan tersuspensi, minyak, dan logam berat
di perairan umum (Pusat Penelitian Lingkungan Hidup, 2007).
Menurut Darmono (2001), minyak yang mencemari daratan dan terbawa
arus air hujan atau air sungai dapat mencemari daerah panai dan berdampak serius
terhadap sistem perekonomiann daerah sekitar pantai. Aktivitas para nelayan dan
2.4.3 Limbah Gas PLTU 2.4.3.1 Sumber Limbah Gas
Menurut Kristanto (2013), pada dasarnya limbah gas industri bersumber
dari penggunaan bahan baku, proses dan sisa-sisa pembakaran. Limbah yang
terjadi disebabkan karena reaksi kimia, kebocoran gas, penghancuran
bahan-bahan, dan lain-lain. Pengoperasian PLTU yang membakar sejumlah batubara
akan menghasilkan emisi yang dikeluarkan dari cerobong (Pusat Penelitian
Lingkungan Hidup, 2007).
2.4.3.2 Komposisi Limbah Gas
Pembakaran batubara akan menghasilkan sejumlah polutan berupa gas dan
abu. Pembangkit listrik tenaga uap (PLTU) batubara yang berkapasitas 2 x 15
MW, prediksi jumlah abu yang dihasilkan sebanyak 358.298,61 mg/detik. 10%
akan mengendap di tungku pembakaran berupa abu dasar (bottom ash) dan
sisanya berupa abu terbang (fly ash) yang diemisikan melalui cerobong ke udara
bebas (udara ambien).
Pembakaran batubara juga menghasilkan CO2 yang berperan dalam proses
pemanasan global (Megasari, dkk, 2008). Apabila proses pembakaran batubara
berlangsung tidak sempurna, akan timbul gas CO (Sukandarrrumidi, 2006).
2.4.3.3 Parameter Limbah Gas
Menurut Peraturan Menteri Negara Lingkungan Hidup No. 21 Tahun
2008, parameter emisi yang diukur pada sumber tidak bergerak bagi usaha
lpartikulat, dan opasitas dengan baku mutu SO2 adalah 750 mg/Nm3, NO2 adalah
750 mg/Nm3, total partikulat adalah 100 mg/Nm3 dan opasitas 20 %.
2.4.3.4 Pengolahan Limbah Gas 1. SOx
Teknologi (Flue Gas Desulfurization) FGD digunakan untuk mengurangi
emisi SO2 yang dapat mencemari air hujan menjadi hujan asam. Ada dua tipe
FGD yaitu FGD basah (Wet Limestone Scrubbing) dan FGD kering (Dry
Limestone Scrubbing). Pada FGD basah, campuran air dan gamping (batu kapur)
disemprotkan dalam gas buang. Cara ini dapat mengurangi emisi SO2 sampai
70-95 %. Kalsium karbonat (CaCO3) dalam batu kapur diubah terlebih dahulu
menjadi kalsium sulfit (CaSO3). SO2 yang diserap kemudian direaksikan dengan
CaSO3 membentuk senyawa baru yaitu kalsium sulfat (CaSO4) atau gypsum.
FGD kering menggunakan campuran air dan batu kapur atau gamping yang
diinjeksikan ke dalam ruang bakar. Cara ini dapat mengurangi emisi SO2 sampai
70-97 %. FGD kering menghasilkan produk sampingan gypsum yang bercampur
dengan limbah lainnya (Sugiono, 2000).
2. NOx
Penelitian dan pengembangan untuk melakukan kendali terhadap
pencemaran NOx terutama ditujukan pada dua model kendali, yaitu :
a. Modifikasi pembakaran dengan menurunkan jumlah NOx yang dihasilkan
b. Menghilangkan NOx dari gas buang
Semakin tinggi suhu pemabakaran, semakin banyak NOx dihasilkan. Rasio
lebih sedikit, tetapi kelebihan udara pada konsentrasi tertentu akan mengencerkan
gas-gas pembakaran sehingga menghasilkan suhu pembakaran yang lebih rendah,
dan akibatnya akan terjadi penurunan konsentrasi NOx. Beberapa cara telah
dilakukan untuk menguragi NOx yang diproduksi selama pembakaran :
a. Metode pembakaran dua tahap, yaitu sebagian bahan bakar dibakar dengan
udara dalam jumlah stoikiometrik lebih rendah dari yang tersedia sehingga
oksigen yang tersedia tidak berlebih dan mengurangi produksi NOx. Pada tahap
kedua, pembakaran dilanjutkan setelah injeksi udara ke dalam campuran.
Menghilangkan panas di antara kedua tahapan tersebut, suhu dimana
pembakaran terjadi pada keadaan kelebihan udara menjadi lebih rendah
sehingga konsentrasi NO yang terbentuk juga berkurang.
b. Resirkulasi gas buang kembali ke ruang bakar akan menurunkan suhu api dan
menurunkan konsentrasi oksigen yang tersedia. Kedua hal ini mengakibatkan
penurunan produksi NOx.
c. Uap air atau air yang diinjeksikan ke dalam ruang bahan bakar juga dapat
menurunkan suhu api dan mengurangi produksi NOx (Kristanto, 2013).
3. Partikel Debu
Electrostatic precipitator (ESP) yang dipasang pada setiap boiler berfungsi
untuk memastikan bahwa partikel debu fly ash yang dihasilkan dari proses
pembakaran batubara dapat ditangkap oleh alat ini. ESP tersebut dirancang untuk
mencapai efisiensi hingga 99% (Sprint Consultant, 2014).
ESP atau pengendap udara electrostatik adalah suatu alat yang
suatu gaya yang diinduksikan. Alat ini mengalirkan tegangan yang tinggi dan
dikenakan pada aliran gas yang berkecepatan rendah. Debu yang telah menempel
dapat dihilangkan secara beraturan dengan cara getaran. Keuntungan yang
diperoleh dari penggunaan pengendap elektrostatik ini ialah didapatkannya debu
yang kering dengan ukuran rentang 0,3 - 40 mikron (Pasaribu, 2010).
Menurut Mulia (2005) alat ini digunakan untuk membersihkan udara yang
kotor dalam jumlah (volume) yang relative besar. Alat pengendap ini berupa
tabung silinder yang di tengahnya dipasang kawat yang dialiri arus listrik.
2.4.3.5 Dampak Limbah Gas 1. Terhadap lingkungan
Analisis emisi udara pada PLTU 50 MWatt, diperoleh jenis emisi udara
NOx, SOx, CO dan CO2, partikulat dan senyawa organik volatile (Megasari, dkk,
2008). Gas SO2 dan SO3, apabila kontak dengan air akan membentuk asam sulfat
(H2SO4) yang bersifat korosif dan dapat merusak instalasi tungku serta dapat
membentuk kabut di atmosfer, sehingga mengakibatkan terjadinya hujan asam
yang membahayakan kehidupan tanaman dan binatang. Gas nitrogen oksida
apabila bereaksi dengan uap atau gas dari senyawa organik dengan bantuan sinar
matahari akan menimbulkan kabut fotokimia (Sukandarrumidi, 2006).
Peningkatan kadar debu di udara juga mengenai populasi fauna darat
(terutama aves) yang berkurang atau menghilang dari kawasan PLTU dan wilayah
terkena dampak debu (Pusat Penelitian Lingkungan Hidup, 2007). Menurut Darmono (2001), partikel ukuran < 1μm dapat bertahan lama dan melayang di
Kristanto (2013), partikel dengan diameter <1μm biasanya diklasifikasikan
sebagai debu dan partikel ini cukup kecil untuk mengendap di tanah, tetapi
berlaku sebagai aerosol.
2. Terhadap manusia
a. Dampak menguntungkan
Iswan (2010), menyatakan bahwa hasil samping dari teknik FGD pada
PLTU yang dipakai untuk menekan gas SO2 adalah gypsum sintetis yang senyawa
kimianya sama dengan gypsum alam. Gipsum yang dihasilkan sangat bernilai
ekonomis, karena dapat dimanfaatkan untuk keperluan bangunan. Gipsum ini
dapat dibuat papan gipsum (gypsum board) yang dipakai untuk plafon
(langit-langit rumah), dinding penyekat (partition board) dan pelapis dinding (wall
board).
b. Dampak merugikan
Menurut Iswan (2010), batubara sebagai bahan bakar akan menimbulkan
emisi berupa SO2, NO2, CO, CO2, VHC (Volatile Hydrocarbon) dan SPM
(Suspended Particulate Matter). SOx merupakan sumber gangguan paru-paru dan
berbagai penyakit pernapasan. SO2 dapat dideteksi dari baunya pada konsentrasi
3-5 ppm. Konsentrasi 20 ppm merupakan jumlah minimal SO2 mengakibatkan
iritasi pada mata; dan pada konsentrasi 400-500 ppm berbahaya walaupun kontak
Sukandarrumidi (2006) menjelaskan bahwa CO timbul sebagai akibat dari
pembakaran batubara yang berlangsung tidak sempurna. Gas ini apabila terhisap
oleh manusia melalui pernafasan akan bereaksi dengan hemoglobin dalam darah,
sehingga akan menghambat transfer oksigen yang pada akhirya membahayakan
kehidupan manusia. Kedua bentuk NOx, yaitu NO dan NO2 sangat berbahaya bagi
manusia dan bahwa NO2 empat kali lebih berbahaya dibandingkan NO. NO2
bersifat racun terutama terhadap paru-paru Kristanto (2013).
BAB III
METODE PENELITIAN
3.1 Jenis Penelitian
Jenis penelitian ini adalah survei bersifat deskriptif yang dilakukan dengan
melakukan wawancara dan obsevasi lokasi penelitian untuk melakukan analisis
pengolahan limbah pada PLTU Labuhuan Angin di Kabupaten Tapanuli Tengah.
3.2 Lokasi dan waktu Penelitian 3.2.1 Lokasi Penelitian
Lokasi penelitian dilakukan di PLTU Labuhan Angin Kabupaten Tapanuli
Tengah. Alasan pemilihan lokasi ini karena :
1. Limbah PLTU merupakan limbah Bahan Berbahaya dan Beracun (B3) yang
harus dikelola dengan baik sehingga memenuhi baku mutu yang ditetapkan.
2. Belum pernah dilakukan penelitian tentang analisis pengelolaan limbah di
PLTU Labuhan Angin.
3.2.2 Waktu Penelitian
Penelitian ini dilakukan pada bulanApril sampai dengan bulan Juni tahun
3.3 Objek Penelitian
Objek penelitian ini adalah sarana dan proses pengolahan limbah yang
dilakukan di PLTU Labuhan Angin Kabupaten Tapanuli Tengah.
3.4 Metode Pengumpulan Data 3.4.1 Data Primer
Data primer diperoleh dengan cara observasi langsung terhadap objek
penelitian, wawancara dengan pimpinan PLTU Labuhan Angin ataudengan
pegawai di bidang pengolahan limbah atau lingkungandan melalui kuesioner yang
akan diberikan kepada petugas/tenaga kerja yang menangani pengolahan limbah
yang ada di PLTU Labuhan Angin untuk mengetahui karakteristikpetugas/tenaga
kerja pengolah limbah tersebut.
3.4.2 Data Sekunder
Data sekunder diperoleh dengan mengumpulkan semua data-data dari
perusahaan, peraturan pemerintah, buku, dan jurnal yang berhubungan dengan
pelaksanaan pengolahan limbah pada PLTU.
3.5 Defenisi Operasional
1. Sarana pengolahan limbah adalahmedia atau alat yang digunakan dalam
pengolahan limbah padat, cair dan gas pada PLTU.
2. Petugas adalah tenaga kerja / staf yang menangani pengolahan limbah di
3. Umur adalah usia responden yang dimiliki sejak lahir hingga dilakukan
penelitian ini.
4. Jenis kelamin adalah jenis kelamin responden yang menangani pengolahan
limbah.
5. Pendidikan adalah tingkat pendidikan formal yang dimiliki responden saat
penelitian ini dilaksanakan.Tingkat pendidikan ini dibagi menjadi :
a. Tingkat pendidikan rendah : yaitu petugas yang menangani pengolahan
limbah yang tidak pernah duduk dibangku sekolah, tidak menyelesaikan
SD, dan tamat SD.
b. Tingkat pendidikan yang sedang : yaitu petugas yang menangani
pengolahan limbah yang memiliki ijazah terakhir SLTP dan SLTA.
c. Tingkat pendidikan tinggi : yaitu petugas yang menangani pengolahan
limbah yang memiliki ijazah terakhir akademi dan perguruan tinggi.
6. Lama kerja adalah waktuyang sudah dihabiskan responden sejak
bekerjasebagai petugas yang menangani limbah di PLTU Labuhan Angin.
7. Tindakan adalah cara atau perbuatan responden menangani limbah dengan
baik dan benar.
8. Penanganan limbah padat adalah perlakuan yang diberikan terhadap limbah
padat yang dihasilkan PLTU Labuhan Angin meliputi penimbunan Abu dan
penyimpanan kemasan Bekas B3
9. Proses pengolahan limbah cair adalah tahapan-tahapan pengolahan air limbah
dari sumber limbah sampai menjadi air bersih meliputi unit waste water
10. Proses pengolahan limbah gas adalah tahapan-tahapan kerja peralatanyang
digunakan PLTU Labuhan Angin dalam mengendalikan emisi denganbahan
pencemar berupa partikulat, SO2, dan NO2 untuk menjaga kadar parameter
emisi tidak melebihi baku mutu yang ditetapkan.
11. Karakteristik bangunan/ tempat penyimpanan kemasan B3 adalah konstruksi
bangunan penyimpanan limbah B3 yang akan dibandingkan sesuai dengan
persyaratan bangunan penyimpanan limbah B3 dalam KepKa Bapedal No.1
Tahun 1995.
12. Kualitas limbah cair adalah hasil pengukuran parameter limbah cair yang
meliputi pH, TSS, Cl2, Cr, Cu, Fe, Zn, SO4(2-), PO-4temperatur, salinitas,
minyak dan lemak.
13. Kualitas limbah gasadalah hasil pengukuran parameter emisi gas buang yang
meliputi SO2, NO2, total partikulat dan opasitas.
14. Memenuhi syarat kesehatan adalah apabila bangunan penyimpanan limbah
B3 memenuhi syarat yang ditetapkan dalam KepKaBapedal No. 1 tahun
1995, parameter limbah cair tidak melebihi baku mutu air limbah dalam
PerMen LH No. 08 tahun 2009, dan parameteremisitidak melebihi baku mutu
emisi berdasarkan PerMen LH No. 21 tahun 2008.
15. Tidak memenuhi syarat kesehatan adalah apabila limbah padat, cair dan emisi
tidak sesuai dengan dengan perundangan yang digunakan.
3.6 Aspek Pengukuran
Karakteristik tenaga pengolah limbah diketahui berdasarkan jawaban dari
pertanyaan dengan total skor 16. Ada pun ketentuan pemberian skor yaitu : jika reponden menjawab “ya”, maka diberi skor 2 dan jika responden menjawab
“Tidak”, maka diberi skor 0. Berdasarkan jumlah skor, selanjutnya tindakan
tenaga pengolah limbah dikategorikan sebagai berikut :
a. Baik, apabila responden mendapat nilai > 75% dari seluruh skor yang ada atau
lebih dari 12.
b. Sedang, apabila responden mendapat nilai 45-75% dari skor yang ada atau
antara 8-12.
c. Kurang, apabila responden mendapat nilai < 45% dari skor yang ada atau
kurang dari 8.
3.7 Analisis Data
Data yang dikumpulkan disajikan dalam bentuk tabel distribusi kemudian
dinarasikan. Kemudian data kualitas limbahyang diperoleh dianalisis secara
deskriptif dengan cara membandingkannya dengan teori-teori yang ada dan baku
mutu yang digunakan untuk limbah padat berdasarkan Keputusan Kepala Bapedal
No. 1 tahun 1995 tentang tata cara dan persyaratan teknispenyimpanan dan
pengumpulan limbah bahanberbahaya dan beracun, untuk limbah cair berdasarkan
PerMen LH No. 08 tahun 2009 tentang baku mutu air limbah bagi usaha dan/atau
kegiatan pembangkit listrik tenaga termal, dan untuk limbah gas berdasarkan
PerMen LH No. 21 tahun 2008 tentang baku mutu emisi sumber tidak bergerak
BAB IV
HASIL PENELITIAN
4.1 Gambaran Umum Perusahaan
Sesuai Kebijakan Nasional di bidang energi, maka untuk memenuhi
kebutuhan energi di dalam negeri dapat dimanfaatkan berbagai macam energi,
seperti tenaga air, minyak bumi, gas, batubara dan panas bumi. Berhubung
minyak bumi merupakan sumber devisa terpenting saat ini, maka dalam kebijakan
nasional di bidang energi, perlu adanya diversifikasi. Rencana pembangunan
PLTU Labuhan Angin di Tapanuli Tengah, Provinsi Sumatera Utara merupakan
salah satu upaya pemerintah untuk melakukan diversifikasi energi.
Upaya tersebut merupakan salah satu usaha yang bertujuan untuk
meningkatkan pemenuhan kebutuhan enegi bagi industri di Sumatera Utara dan
Aceh secara khusus agar dapat mendorong kegiatan ekonomi daerah Tapanuli
Tengah.
Untuk menunjang hal tersebut dan melihat potensinya, maka pemerintah
dalam hal ini PT. PLN (Persero) bermaksud akan membangun pembangkit Listrik
Tenaga Uap Batubara Labuhan Angin dengan kapasitas terpasang sebesar 2 x 115
MW. Letak proyek di desa Tapian Nauli, Kecamatan Tapian Nauli I, Kabupaten
Tapanuli Tengah, Provinsi Sumatera Utara. Lokasi Proyek ± 300 km dari Provinsi
Sumatera Utara di tepi Teluk Tapian Nauli, dimana lokasi tersebut terletak antara
010 37’ 15’’ – 01014’ 18’’ LU dan 98044’ 55’’ – 98050’ 05’’ BT.
Status lahan yang digunakan untuk pembangunan PLTU Labuhan Angin