• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Pengertian Limbah Industri - Analisis Pengolahan Limbah pada Pembangkit Listrik Tenaga Uap (PLTU) Labuhan Angin di Kabupaten Tapanuli Tengah

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2019

Membagikan "BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Pengertian Limbah Industri - Analisis Pengolahan Limbah pada Pembangkit Listrik Tenaga Uap (PLTU) Labuhan Angin di Kabupaten Tapanuli Tengah"

Copied!
27
0
0

Teks penuh

(1)

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1

Pengertian Limbah Industri

Limbah adalah buangan yang kehadirannya pada suatu saat dan tempat

tertentu tidak dikehendaki lingkungan karena tidak memiliki nilai ekonomis

(Kristanto, 2013). Menurut Palar (2004), limbah industri adalah semua jenis

bahan sisa atau bahan buangan yang berasal dari hasil samping suatu proses

perindustrian. Limbah industri dapat menjadi limbah yang sangat berbahaya bagi

lingkungan hidup dan manusia.

2.2 Klasifikasi Limbah Industri

Menurut Setiawan (2015), berdasarkan dari wujud limbah yang dihasilkan,

limbah dibagi menjadi tiga yaitu limbah padat, limbah cair dan gas.Limbah yang

dihasilkan dari proses atau kegiatan industri antara lain:

1. Limbah padat

Limbah padat industri menurut Kristanto (2013) secara garis besar

diklasifikasikan menjadi limbah padat yang mudah terbakar, limbah padat yang

tidak mudah terbakar, limbah padat yang mudah membusuk, debu, lumpur, dan

limbah yang dapat di daur ulang.PLTU menghasilkan sisa pembakaran berupa

limbah padat abu dasar (

bottom ash

) dan abu terbang (

fly ash

) (Lestiani, dkk,

2010). Adapun kategori untuk limbah padat pada industri adalah :

a. Limbah padat non B3 (bahan berbahaya dan beracun) diantaranya lumpur,

(2)

tangan, dan sebagainya.

b. Limbah padat B3 (bahan berbahaya dan beracun) diantaranya bahan radioaktif,

bahan kimia,

toner catridge

, minyak, dan sebagainya (Marbun, 2008).

Menurut PP No. 18 tahun 1999, limbah bahan berbahaya dan beracun,

disingkat limbah B3, adalah sisa suatu usaha dan/atau kegiatan yang mengandung

bahan berbahaya dan/atau beracun yang karena sifat dan/atau konsentrasinya

dan/atau jumlahnya, baik secara langsung maupun tidak langsung, dapat

mencemarkan dan/atau merusakkan lingkungan hidup, dan/atau dapat

membahayakan lingkungan hidup, kesehatan, kelangsungan hidup manusia serta

makhluk hidup lain. Limbah yang termasuk sebagai limbah B3 apabila memiliki

salah satu atau lebih karakteristik sebagai berikut :

a.

mudah meledak

b.

mudah terbakar

c.

bersifat reaktif

d.

beracun

e.

menyebabkan infeksi dan

f.

bersifat korosif

2. Limbah cair

Limbah cair adalah limbah yang berwujud cair. Limbah cair terlarut dalam

air, selalu berpindah, dan tidak pernah diam. Contoh limbah cair industri adalah

bahan kimia, hasil pelarut, air bekas produksi, oli bekas, dll (Setiawan, 2015).

Limbah cair yang dihasilkan dalam kegiatan operasi PLTU batubara dapat

(3)

operasi, sisa atau bekas minyak berupa oli bekas dan ceceran minyak (Pusat

Penelitian Lingkungan Hidup, 2007).

3. Limbah gas

Limbah gas adalah limbah zat (zat buangan) yang berwujud gas (Setiawan,

2015). Kondisi udara di dalam atmosfer tidak pernah ditemukan dalam keadaan

bersih, melainkan sudah tercampur dengan gas-gas lain dan partikulat-partikulat

yang tidak kita perlukan. (Sumantri, 2013). Jenis bahan pencemar yang paling

sering dijumpai ialah karbon monoksida (CO), nitrogen dioksida (NO

2

), sulfur

dioksida (SO

2

), komponen organik terutama hidrokarbon, dan substansi partikel

(Darmono, 2001).

Limbah gas dan partikel adalah limbah yang dibuang ke udara. Jenis

industri yang menjadi sumber pencemaran udara (Kristanto, 2013) yaitu : industri

besi dan baja, industri semen, industri kendaraan bermotor, industri pupuk,

industri aluminium, industri pembangkit tenaga listrik, industri kertas, industri

kilang minyak, dan industri pertambangan.

2.3 Defenisi Pembangkit Litrik Tenaga Uap (PLTU)

Pembangkit listrik tenaga uap (PLTU) adalah pembangkit yang

mengandalkan energi dari uap untuk menghasilkan energi listrik. Pembangkit

listrik ini menggunakan bahan bakar batubara, minyak atau gas sebagai sumber

energi primer (Marsudi, 2005).

Pembangkit listrik tenaga uap (PLTU), merupakan salah satu andalan

pembangkit tenaga listrik yang merupakan jantung untuk kegiatan industri. Salah

(4)

batubara ini adalah batubara sebagai bahan bakar utama harus disediakan dengan

kualifikasi tertentu untuk jangka waktu lama (Sukandarrumidi, 2006).

Prinsip kerja PLTU batubara secara umum adalah sebagai berikut

(Nursyahid, 2013):

Gambar 1. Prinsip Kerja PLTU

Keterangan gambar :

1.

Cooling tower

15. Penampung batubara

2.

Cooling water pump

16. Pemecah batubara

3.

Transimission line 3 phase

17. Tabung Boiler

4.

Transformer 3-phase

18. Penampung abu batubara

5. Generator Listrik 3-

phase

19. Pemanas

6.

Low pressure turbine

20.

Forced draught fan

7.

Boiler feed pump

21

. Preheater

8.

Condenser

22.

combustion air intake

9.

Intermediate pressure turbine

23. Economizer

10.

Steam governor valve

24.

Air preheater

11.

High pressure turbine

25.

Precipitator

12

. Deaerator

26.

Induced air fan

13.

Feed heater

27. Cerobong

(5)

Prinsip kerja :

1. Batubara dari luar dialirkan ke penampung batubara dengan

conveyor

(14)

kemudian dihancurkan dengan

thepulverized fuel mill

(16) sehingga menjadi

tepung batubara.

2. Kemudian batubara halus tersebut dicampur dengan udara panas(24) oleh

forced draught fan

(20) sehingga menjadi campuran udara panas dan bahan

bakar (batu bara).

3. Dengan tekanan yang tinggi, campuran udara panas dan batu bara

disemprotkan kedalam boiler sehingga akan terbakar dengan cepat seperti

semburan api.

4. Kemudian air dialirkan keatas melalui pipa yang ada dinding boiler, air

tersebut akan dimasak dan menjadi uap, dan uap tersebut dialirkan ke tabung

boiler(17) untuk memisahkan uap dari air yang terbawa.

5. Selanjutnya uap dialirkan ke

superheater

(19) untuk melipatgandakan suhu

dan tekanan uap hingga mencapai suhu 570°C dan tekanan sekitar 200 bar

yang meyebabkan pipa ikut berpijar merah.

6. Uap dengan tekanan dan suhu yang tinggi ini, menjadi sumber tenaga turbin

tekanan tinggi(11) yang merupakan turbin tingkat pertama dari 3 tingkatan.

7. Untuk mengatur turbin agar mencapai

set point

, kita dapat menyeting steam

governor valve

(10) secara manual maupun otomatis.

8. Suhu dan tekanan uap yang keluar dari turbin tekanan tinggi (11) akan sangat

berkurang drastis, untuk itu uap ini dialirkan kembali ke boiler

reheater

(21)

(6)

9. Uap yang sudah dipanaskan kembali tersebut digunakan sebagai penggerak

turbin tingkat kedua atau disebut turbin tekanan sedang (9), dan keluarannya

langsung digunakan untuk menggerakkan turbin tingkat 3 atau turbin tekanan

rendah (6).

10. Uap keluaran dari turbin tingkat 3 mempunyai suhu sedikit diatas titik didih,

sehingga perlu dialirkan ke

condensor

(8) agar menjadi air untuk dimasak

ulang.

11. Air tersebut kemudian dialirkan melalui

deaerator

(12) oleh

feed pump

(7)

untuk dimasak ulang. Awalnya dipanaskan di

feed heater

(13) yang panasnya

bersumber dari

high pressureset

, kemudian ke

economizer

(23) sebelum

dikembalikan ke tabung boiler (17).

12. Air pendingin dari condensor akan disemprotkan kedalam

cooling tower

(1) ,

dan inilah yang meyebabkan timbulnya asap air pada

cooling tower

.

kemudian air yang sudah agak dingin dipompa balik ke

condensor

sebagai air

pendingin ulang.

13. Ketiga turbin di gabung dengan

shaft

yang sama dengan

generator 3

phase

(5). Generator ini kemudian membangkitkan listrik tegangan menengah

(20-25kV).

14. Dengan menggunakan

transformer 3phase

(4) , tegangan dinaikkan menjadi

tegangan tinggi berkisar 250-500 kV yang kemudian dialirkan ke sistem

(7)

15. Sedangkan gas buang dari boiler diisap oleh kipas pengisap(26) agar

melewati

electrostatic precipitator

(25) untuk mengurangi polusi dan

kemudian gas yang sudah disaring akan dibuang melalui cerobong(27).

2.4 Limbah Pembangkit Listrik Tenaga Uap (PLTU)

Batubara dan minyak merupakan bahan bakar utama untuk menghasilkan

tenaga listrik. Banyak keuntungan yang diperoleh dari penggunaan bahan bakar

tersebut, yaitu biayanya relatif murah dan mudah didapatkan karena produknya

berlimpah. Di lain pihak, batubara ini dapat menimbulkan masalah serius dalam

lingkungan (Darmono, 2001).

2.4.1 Limbah Padat PLTU

2.4.1.1 Sumber Limbah Padat

Sumber limbah padat yang dihasilkan dari pengoperasian PLTU batubara

Pusat Penelitian Lingkungan Hidup (2007) :

a.

selama penampungan dan pemindahan batubara menghasilkan debu batubara,

b.

sisa pembakaran batubara yang terbawa bersama-sama gas buang

menghasilkan abu terbang (

fly ash

),

c.

sisa pembakaran batubara yang terakumulasi di bawah tungku pembakaran,

menghasilkan abu dasar (

bottom ash

),

d.

di dasar kolam pengendapan, air larian permukaan, lapangan penumpukan

batubara, dan kolam instalasi pengolahan air limbah lainnya terkumpul

(8)

2.4.1.2 Karakteristrik Limbah Padat

PLTU berbahan bakar batubara biasanya menghasilkan limbah padat

dalam bentuk abu. Abu batubara yang merupakan limbah dari proses pembangkit

tenaga listrik tersebut dapat berupa abu terbang, abu dasar dan lumpur

flue gas

desulfurization

(Samijo, 2010). Limbah B3 yang dihasilkan oleh pembangkit

antara lain :

fly ash, bottom ash

,

sludge cake

(lumpur dari IPAL), oli bekas , bahan

terkontaminasi,

glasswool

, serta limbah laboratorium yang berupa botol kemasan

bahan kimia dan bahan kimia kadaluwarsa (Sprint Consultan, 2014).

Jumlah abu batubara yang dihasilkan per hari dapat mencapai 500 - 1000

ton (Samijo, 2010). Partikulat debu melayang (fly ash) merupakan campuran yang

sangat rumit dari berbagai senyawa organik dan anorganik yang tersebar di udara

dengan diameter yang sangat kecil, mulai dari < 1 mikron sampai dengan

maksimal 500 mikron. Partikulat debu tersebut akan berada di udara dalam waktu

yang relatif lama dalam keadaan melayang-layang di udara dan masuk kedalam

tubuh manusia melalui saluran pernafasan (Pasaribu, 2010).

2.4.1.3 Pengolahan Limbah Padat

Pengolahan limbah padat dapat dilakukan melalui proses sebagai berikut:

1.

Pemisahan

Pemisahan perlu dilakukan karena dalam limbah terdapat berbagai ukuran dan

kandungan bahan tertentu. Proses pemisahan dapat dilakukan dengan cara-cara

sebagai berikut :

a. Sistem Balistik : pemisahan cara ini dilakukan untuk mendapatkan ukuran

(9)

b. Sistem Gravitasi : pemisahan dilakukan berdasarkan gaya beratnya,

misalnya terhadap bahan yang terapung dan bahan yang tenggelam dalam

air yang karena gravitasi akan mengendap.

c. Sistem Magnetis : bahan yang bersifat magnetis akan menempel pada

magnet yang terdapat pada peralatan sedangkan yang tidak mempunyai akan

langsung terpisah.

2.

Penyusutan Ukuran

Ukuran bahan diperkecil untuk mendapatkan ukuran yang lebih homogen

sehingga mempermudah pemberian perlakuan terhadap pengolahan berikutnya,

dengan maksud antara lain :

a.

Ukuran bahan menjadi lebih kecil

b.

Volume bahan lebih kecil

c.

Berat dan volume bahan lebih kecil

3.

Pengomposan, bahan kimia yang terdapat di dalam limbah diuraikan secara

biokoimia.

4.

Pembuangan limbah.

Limbah dapat dibuang di laut maupun di darat (

sanitary landfill

). Pembuangan

ke laut harus memperhatikan pemanfaatan laut oleh masyarakat di sekitar

tempat pembuangan juga memperhatikan kedalaman laut. Hendaknya lokasi

yang ditetapkan adalah lokasi yang benar-benar tidak ekonomis

(non-ekonomis) untuk kepentingan apapun (Kristanto, 2013).

Limbah padat yang mengandung bahan berbahaya dan beracun, diperlukan

(10)

dilakukan dengan cara thermal dengan mengoperasikan insinerator dengan

speksifikasi sesuai dengan karakteristik dan jumalah limbah B3 yang diolah, dapat

memenuhi efisiensi pembakaran minimal 99,99% dan efisiensi penghancuran dan

penghilangan.

Hirarki pengelolaan limbah B3 dimaksudkan agar limbah B3 yang

dihasilkan masing-masing unit produksi sesedikit mungkin dan bahkan

diusahakan sampai nol, dengan mengupayakan reduksi pada sumber dengan

pengolahan bahan, subtitusi bahan, pengaturan operasi kegiatan, dan

digunakannya teknologi bersih. Bilamana masih menghasilkan limbah B3 maka

diupayakan pemanfaatan limbah B3 (PP RI No. 18 tahun 1999).

2.4.1.4 Persyaratan Penyimpanan Dan Pengumpulan Limbah B3 :

1. Tata cara penyimpanan kemasan limbah B3 :

a.

Penyimpanan kemasan harus dibuat dengan sistem blok.

Setiap blok terdiri atas 2 (dua) x 2 (dua) kemasan, sehingga dapat dilakukan

pemeriksaan menyeluruh terhadap setiap kemasan sehingga jika terdapat

kerusakan kecelakaan dapat segera ditangani.

b.

Lebar gang antar blok harus memenuhi persyaratan peruntukannya.

Lebar gang untuk lalu lintas manusia minimal 60 cm dan lebar gang untuk lalu

lintas kendaraan pengangkut (

forklift

) disesuaikan dengan kelayakan

pengoperasiannya.

c.

Penumpukan kemasan limbah B3 harus mempertimbangkan kestabilan

tumpukan kemasan. Jika kemasan berupa drum logam (isi 200 liter), maka

(11)

palet mengalasi 4 drum). Jika tumpukan lebih dan 3 (tiga) lapis atau kemasan

terbuat dari plastik, maka harus dipergunakan rak.

d.

Jarak tumpukan kemasan tertinggi dan jarak blok kemasan terluar terhadap

atap dan dinding bangunan penyimpanan tidak boleh kurang dari 1 (satu)

meter.

e.

Kemasan-kemasan berisi limbah B3 yang tidak saling cocok harus disimpan

secara terpisah, tidak dalam satu blok, dan tidak dalam bagian penyimpanan

yang sama. Penempatan kemasan harus dengan syarat bahwa tidak ada

kemungkinan bagi limbah-limbah yang tersebut jika terguling/tumpah akan

tercampur/masuk ke dalam bak penampungan bagian penyimpanan lain.

2. Persyaratan bangunan tempat penyimpanan kemasan limbah B3

a.

memiliki rancang bangun dan luas ruang penyimpanan yang sesuai dengan

jenis, karakteristik dan jumlah limbah B3 yang dihasilkan/akan disimpan;

b.

terlindung dari masuknya air hujan baik secara langsung maupun tidak

langsung;

c.

dibuat tanpa plafon dan memiliki sistem ventilasi udara yang memadai untuk

mencegah terjadinya akumulasi gas di dalam ruang penyimpanan, serta

memasang kasa atau bahan lain untuk mencegah masuknya burung atau

binatang kecil lainnya ke dalam ruang penyimpanan;

d.

memiliki sistem penerangan (lampu/cahaya matahari) yangmemadai untuk

operasional penggudangan atau inspeksirutin. Jika menggunakan lampu, maka

lampu peneranganharus dipasang minimal 1 meter di atas kemasan

(12)

e.

dilengkapi dengan sistem penangkal petir;

f.

pada bagian luar tempat penyimpanan diberi penandaan (simbol) sesuai dengan

tata cara yang berlaku.

3. Persyaratan Lokasi Pengumpulan Limbah B3

a. Luas tanah termasuk untuk bangunan penyimpanan dan fasilitas lainnya

sekurang-kurangnya 1 (satu) hektar;

b. Area secara geologis merupakan daerah bebas banjir tahunan;

c. Lokasi harus cukup jauh dari fasilitas umum dan ekosistem tertentu.

Jarak terdekat yang diperkenankan adalah:

150 meter dari jalan utama atau jalan tol; 50 meter dari jalan lainnya;

300 meter dari fasilitas umum seperti daerah pemukiman, perdagangan,

rumah sakit, pelayanan kesehatan atau kegiatan sosial, hotel, restoran,

fasilitas keagamaan, fasilitas pendidikan, dll.

300 meter dari perairan seperti garis pasang tertinggi laut, badan sungai,

daerah pasang surut, kolam, danau, rawa, mata air, sumur penduduk, dll.

300 meter dari daerah yang dilindungi seperti cagar alam, hutan lindung,

kawasan suaka, dll (Keputusan Kepala Bapedal No. 1 tahun 1995).

2.4.1.5 Dampak Limbah Padat

1. Terhadap lingkungan

a. Dampak menguntungkan

Limbah batubara mempunyai potensi untuk dimanfaatkan salah satunya

(13)

b. Dampak merugikan

Partikel debu dengan diameter > 10 μm biasanya jatuh ke permukaan tanah.

Peningkatan kadar debu terbang (

fly ash

) diperkirakan dapat mengganggu/

menurunkan produktifitas usaha perkebunan yang terdapat di sekitar lokasi

proyek (Pusat Penelitian Lingkungan Hidup, 2007).

2. Terhadap manusia

a. Dampak menguntungkan

Abu dari PLTU yang tertampung dapat dijual untuk kebutuhan di pabrik

semen atau pada pembuatan

paving block

(Iswan, 2010).

b. Dampak merugikan

Abu dasar dan abu terbang PTLU mengandung unsur toksik seperti arsen

(As) dan kromium (Cr) pada dan berpotensi besar menjadi masalah

lingkungan (Lestiani, dkk , 2010). Arsen adalah racun yang bekerja dalam

protoplasma sel secara umum. Sekitar 90% arsen yang diabsorbsi di dalam

tubuh tersimpan dalam hati, ginjal, dinding saluran pencernaan, limfa, dan

paru (Darmono, 2001).

2.4.2 Limbah Cair PLTU

2.4.2.1 Sumber Limbah Cair

Limbah cair bersumber dari pabrik yang biasanya banyak menggunakan

air dalam proses produksinya. Di samping itu ada, pula bahan baku yang

mengandung air sehingga dalam proses pengolahannya, air tersebut harus dibuang

(14)

Menurut Peraturan Menteri Lingkungan Hidup No. 08 tahun 2009, air

limbah dari usaha dan/atau kegiatan pembangkit listrik tenaga termal bersumber

dari: proses utama, kegiatan pendukung dan kegiatan lain yang menghasilkan

oily

water.

Proses utama adalah proses yang menghasilkan air limbah yang bersurnber

dari proses pencucian (dengan atau tanpa bahan kimia) dari semua peralatan

logam,

blowdown cooling tower, blowdown boiler,

laboratorium, dan regenerasi

resin

water treatment plant.

Kegiatan pendukung meliputi kegiatan fasilitas air

pendingin, kegiatan fasilitas desalinasi, kegiatan fasilitas

stockpile

batu bara, dan

kegiatan air buangan dari fasilitas

flue gas desulphurization

(FGD) sistem

seawater scrubber.

2.4.2.2 Karakteristik Limbah Cair

Air buangan dari pabrik membawa sejumlah padatan dan partikel, baik

yang larut maupun mengendap. Kerap kali air buangan pabrik berwarna keruh dan

bersuhu tinggi. Air limbah yang tercemar mempunyai ciri yang dapat

diidentifikasi secara visual lewat kekeruhan, warna, rasa, bau, yang ditimbulkan

dan indikasi lainnya. Secara laboratorium, limbah cair ditandai dengan

peruabahan sifat kimia air, dimana air telah mengandung bahan berbahaya dan

beracun (B3) dalam konsentrasi yang telah melampauhi batas Kristanto (2013).

Limbah cair yang dihasilkan dalam kegiatan operasi PLTU batubara

menurut Pusat Penelitian Lingkungan Hidup (2007) dapat diketagorikan sebagai

limbah domestik, air larian permukaan, limbah cair proses operasi, sisa atau bekas

(15)

tergolongzat pencemar dengan kriteria yang bersifat fisika dan kimia (termasuk

kandungan

unsur logam dan minyak).

2.4.2.3 Parameter Limbah Cair

Menurut Sumantri (2013), dalam air limbah terdapat beberapa parameter

yang perlu untuk diketahui. Beberapa parameter ini diantaranya :

1.

Biochemical Oxygen Demand

(BOD)

Biochemical Oxygen Demand

(BOD) adalah banyaknya oksigen dalam ppm

atau miligram/liter (mg/L) yang diperlukan untuk menguraikan benda organik

oleh bakteri pada suhu 20

o

C selama 5 hari. Biasanya hanya dalam waktu 5

hari, sebanyak 60-70% kebutuhan terbaik karbon dapat tercapai.

2.

Chemical Oxygen Demand

(COD)

Chemical Oxygen Demand

(COD) menggambarkan jumlah total oksigen

yang diperlukan untuk mengoksidasi bahan organik secara kimiawi, baik

yang dapat didekomposisi secara biologis (

biodegredable

) maupun yang

sukar didekomposisi secara biologis (

nonbiodegredable

). Oksigen yang

dikonsumsi setara dengan jumlah dikromat yang diperlukan untuk

mengoksidasi air sampel.

3. Oksigen Terlarut (

Disolved Oxygen

)

Oksigen Terlarut (

Disolved Oxygen

) adalah banyaknya oksigen yang

terkandung di dalam air dan diukur dalam satuan mg/L. Semakin besar

oksigen terlarut, maka menunjukkan derajat pengotoran semakin kecil.

(16)

Kesadahan adalah gambaran kation logam divelansi (valensi 2) yang terdapat

dalam air. Kation-kation ini dapat bereaksi dengan sabun membentuk

endapan (presipitas) maupun dengan anion-anion yang terdapat di dalam air

membentuk endapan atau karat pada peralatan logam.

5.

Seattleable Solid

Adalah lumpur yang mengendap degan sendirinya pada kondisi yang tenang

selama satu jam secara gaya beratnya sendiri.

6. TSS ( Total Suspended Solid)

Adalah jumlah berat dalam mg/L kering lumpur yang di dalam air limbah

setelah mengalami penyaringan dengan membran berukuran 0,45 mikron.

Suspended Solid

(material tersuspensi) dapat dibagi menjadi zat padat dan

koloid. Selain suspended solid ada juga istilah

dissolved solid

(padatan

terlarut).

7. MLSS (

Mixed Liquor Suspendid Solid

)

MLSS adalah jumlah TSS yang berasal dari pengendap lumpur aktif setelah

dipanaskan pada suhu 103

o

- 105

o

C.

8. MLVSS (

Mixed Liquor Volatile Suspendid Solid

)

MLVSS adalah kandungan

organicmatter

yang terdapat dalam MLSS.

Didapat dari pemanasan MLSS pada suhu 600

o

C. Benda

volatile

menguap

disebut MLVSS.

(17)

Kekeruhan adalah ukuran yang menggunakan efek cahaya sebagai dasar

untuk mengukur keadaan air. Kekeruhan ini disebabkan oleh adanya benda

tercampur atau benda koloid dalam air.

2.4.2.4 Pengolahan Limbah Cair

Mulia (2005), pengolahan air limbah dapat dilakukan secara alamiah

maupun peralatan. Pengolahan air limbah secara alamiah biasanya dilakukan

dengan bantuan kolam stabilisasi. Pengolahan air limbah dengan bantuan

peralatan biasanya dilakukan pada instalasi pengolahan air limbah/IPAL (

Waste

Water Treatment Plant/

WWTP).

Berdasarkan karakteristik dari limbah, proses proses pengolahan dapat

digolongkan menjadi tiga bagian, yaitu proses fisika, kimia, dan biologi

(Kristanto, 2013) :

1. Proses fisika

Perlakuan terhadap air limbah dengan cara fisika adalah proses

pengolahan secara mekanis dengan atau tanpa penambahan bahan kimia. Proses

tersebut diantaranya adalah :

a. Penyaringan, agar padatan yang larut dan bahan kasar lainnya terpisah.

b. Penghancuran, agar padatan yang larut menjadi butir yang lebih kecil dan

seragam.

c. Perataan air, dapat dilakukan dengan dua cara yaitu perataan aliran dengan

mengubah sistem saluran dan dengan membuat kolam. Tujuan daripada kedua

cara ini adalah agar terdapat keseragaman aliran pada saat terjadi percampuran

(18)

d. Penggumpalan

Partikel yang tak larut di dalam air akan terapung di atas permukaan air atau

membentuk endapan di dasar wadah. Penambahan zat kimia tertentu membuat

partikel ini akan beraksi membentuk suatu gumpalan sehingga dimensi partikel

menjadi lebih besar dan karena pengaruh gravitasi maka partikel tersebut akan

mengendap. Bahan kimia yang digunakan untuk penggumpalan, misalnya

aluminum sulfat atau ferro sulfat. Untuk mempercepat reaksi pada umumnya

diguankan bantuan pengaduk yang kecepatannnya dapat diatur.

e. Sedimentasi, untuk mengendapkan bahan lain yang tidak ikut bereaksi.

f. Pengapungan

Dalam proses ini digunakan bantuan pompa kompresor untuk memasukkan

udara ke dalam air tujuannya agar bahan-bahan lemak dan minhyak dengan

cepat naik ke permukaan air. Pemasukan udara ke dalam air akan menciptakan

gelembung-gelembung yang melekat pada suatu partikel dan dibawa naik ke

permukaan air.

g. Filtrasi

Merupakan proses penyaringan padatan halus yang tidak mengendap walaupun

sudah ditambah bahan kimia. Penyaringan ini menggunakan media seperti

pasir, kerikil dan karbon aktif.

2. Proses Kimia

a. Pengendapan dengan bahan kimia.

(19)

- fosfat terlarut dapat direduksi jika konsentrasinya kurang dari 1 mg/l dengan

bahan aluminium feri sulfat.

- Beberapa kalsium, magnesium, silica dapat dihilangkan dengan NaOH.

- Beberapa logam berat dapat dihilangkan dengan kapur (

lime)

- Pengurangan bakteri virus dapat dicapai dengan kapur pada kondisi pH

10,5-11,5 dengan cara penggumpalan dan sedimentasi.

b. Proses dengan lagon

Lagon atau kolam sering diguakan sebagai

reactor biological

. Lagon

dilengkapi dengan peralatan aerasi baik secara alamiah, atau memberikan udara

dengan menggunakan kompresor jika dalam kolam tumbuh algae.

c. Netralisasi

Air limbah yang terdapat dalam kondisi asam atau basa membutuhkan

netralisasi sebelum dan sesudah perlakuan (

treatment

).

d. Sedimentasi

Proses ini menggunakan bantuan koagulan (zat pengendap). Tujuan utama

proses sedimentasi melalui proses kimia adalah untuk menghilangkan padatan

tersuspensi.

e. Oksisdasi dan reduksi

f. Klorinasi

g. Oksidasi phenol dan sulfur

(20)

a. Pengolahan cara anaerob, melalui

reactor aerobik

yang berfungsi untuk

mengubah bahan organik menjadi air dan karbon dioksida dalam keadaan

tersedia oksigen.

b. Pengolahan cara anaerob, mengubah bahan organik dalam limbah cair tanpa

ada oksigen.

4. Proses fisika-kimia-biologi

Ada diantara bahan-bahan yang tidak dapat dihilangkan atau diendapkan

dengan penambahan basa atau asam. Karena itu gabungan proses kimia-fisika-

biologi amat dibutuhkan untuk meningkatkan efesiensi peralatan pengolahan.

Proses kimia meliputi netralisasi, oksidasi, dan reduksi, pengendapan dengan

bahan kimia tambahan untuk mengikat bahan pencemar kimia anorganik. Proses

fisika menekankan pengolahan pada unsur fisik bahan pencemar, misalnya ukuran

bahan yang terlalu kasar dan padat, bannyaknya minyak yang bercampur.

5. Pengolahan lanjut

Seringkali proses pengolahan limbah pada proses fisika-kimia-biologi

tidak memberikan hasil yang memuaskan. Proses lanjutan ini terdiri dari beberapa

pilihan proses, yaitu :

stripping

udara, karbon aktif, absorbsi, dan regenerasi.

Upaya pengolahan limbah cair PLTU yaitu dengan

waste water treatment

plant

(WWTP). WWTP dirancang dan dibangun untuk menampung, memproses

serta membuang limbah cair yang dihasilkan oleh pabrik pembangkit saat

beroperasi, termasuk luapan air limpasan dari areal penyimpanan batubara. Proses

(21)

dilanjutkan pengadukan secara cepat, pengadukan lambat dan pengendapan,

penyaringan, serta penyesuaian akhir kadar pH (Sprint Consultant, 2014).

2.4.2.5 Dampak Limbah Cair

1. Terhadap lingkungan

Pengoperasian PLTU juga akan menghasilkan bahan buangan (limbah)

cair yang jika tidak sempurna proses pengolahannya akan dapat mencemari badan

air penerima. Jika limbah cair yang dibuang ke lingkungan sekitar tersebut tanpa

proses pengolahan terlebih dahulu diperkirakan akan dapat menyebabkan

penurunan kualitas air yang akan berdampak langsung pada penurunan kepadatan

dan kelimpahan, serta perubahan komposisi jenis biota akuatik.

2. Terhadap manusia

Kegiatan pemeliharaan dan pengecekan sistem kerja peralatan PLTU

dilakukan terhadap:

boiler

dan

bag house

(akan menghasilkan logam teroksidasi),

peralatan

balance of plant

(akan menghasilkan logam dan ceceran oli), kolam

penampung lindi, batubara dan

oil water separator

(akan menghasilkan padatan

tersuspensi, logam dan ceceran oli). Hasil pemeliharaan peralatan ini apabila tidak

terkelola dengan baik potensial untuk masuk ke dalam aliran air ke sungai

sehingga meningkatkan kadar COD, padatan tersuspensi, minyak, dan logam berat

di perairan umum (Pusat Penelitian Lingkungan Hidup, 2007).

Menurut Darmono (2001), minyak yang mencemari daratan dan terbawa

arus air hujan atau air sungai dapat mencemari daerah panai dan berdampak serius

terhadap sistem perekonomiann daerah sekitar pantai. Aktivitas para nelayan dan

(22)

2.4.3 Limbah Gas PLTU

2.4.3.1 Sumber Limbah Gas

Menurut Kristanto (2013), pada dasarnya limbah gas industri bersumber

dari penggunaan bahan baku, proses dan sisa-sisa pembakaran. Limbah yang

terjadi disebabkan karena reaksi kimia, kebocoran gas, penghancuran

bahan-bahan, dan lain-lain. Pengoperasian PLTU yang membakar sejumlah batubara

akan menghasilkan emisi yang dikeluarkan dari cerobong (Pusat Penelitian

Lingkungan Hidup, 2007).

2.4.3.2 Komposisi Limbah Gas

Pembakaran batubara akan menghasilkan sejumlah polutan berupa gas dan

abu. Pembangkit listrik tenaga uap (PLTU) batubara yang berkapasitas 2 x 15

MW, prediksi jumlah abu yang dihasilkan sebanyak 358.298,61 mg/detik. 10%

akan mengendap di tungku pembakaran berupa abu dasar (

bottom ash

) dan

sisanya berupa abu terbang (

fly ash

) yang diemisikan melalui cerobong ke udara

bebas (udara ambien).

Pembakaran batubara juga menghasilkan CO

2

yang berperan dalam proses

pemanasan global (Megasari, dkk, 2008). Apabila proses pembakaran batubara

berlangsung tidak sempurna, akan timbul gas CO (Sukandarrrumidi, 2006).

2.4.3.3 Parameter Limbah Gas

Menurut Peraturan Menteri Negara Lingkungan Hidup No. 21 Tahun

2008, parameter emisi yang diukur pada sumber tidak bergerak bagi usaha

(23)

lpartikulat, dan opasitas dengan baku mutu SO

2

adalah 750 mg/Nm

3

, NO

2

adalah

750 mg/Nm

3

, total partikulat adalah 100 mg/Nm

3

dan opasitas 20 %.

2.4.3.4 Pengolahan Limbah Gas

1. SO

x

Teknologi (

Flue Gas Desulfurization

)

FGD digunakan untuk mengurangi

emisi SO

2

yang dapat mencemari air hujan menjadi hujan asam. Ada dua tipe

FGD yaitu FGD basah (

Wet Limestone Scrubbing

) dan FGD kering (

Dry

Limestone Scrubbing

). Pada FGD basah, campuran air dan gamping (batu kapur)

disemprotkan dalam gas buang. Cara ini dapat mengurangi emisi SO

2

sampai

70-95 %. Kalsium karbonat (CaCO

3

) dalam batu kapur diubah terlebih dahulu

menjadi kalsium sulfit (CaSO

3

). SO

2

yang diserap kemudian direaksikan dengan

CaSO3 membentuk senyawa baru yaitu kalsium sulfat (CaSO

4

) atau gypsum.

FGD kering menggunakan campuran air dan batu kapur atau gamping yang

diinjeksikan ke dalam ruang bakar. Cara ini dapat mengurangi emisi SO

2

sampai

70-97 %. FGD kering menghasilkan produk sampingan gypsum yang bercampur

dengan limbah lainnya (Sugiono, 2000).

2. NO

x

Penelitian dan pengembangan untuk melakukan kendali terhadap

pencemaran NO

x

terutama ditujukan pada dua model kendali, yaitu :

a. Modifikasi pembakaran dengan menurunkan jumlah NO

x

yang dihasilkan

b. Menghilangkan NO

x

dari gas buang

Semakin tinggi suhu pemabakaran, semakin banyak NO

x

dihasilkan. Rasio

(24)

lebih sedikit, tetapi kelebihan udara pada konsentrasi tertentu akan mengencerkan

gas-gas pembakaran sehingga menghasilkan suhu pembakaran yang lebih rendah,

dan akibatnya akan terjadi penurunan konsentrasi NO

x

. Beberapa cara telah

dilakukan untuk menguragi NO

x

yang diproduksi selama pembakaran :

a.

Metode pembakaran dua tahap, yaitu sebagian bahan bakar dibakar dengan

udara dalam jumlah stoikiometrik lebih rendah dari yang tersedia sehingga

oksigen yang tersedia tidak berlebih dan mengurangi produksi NO

x

. Pada tahap

kedua, pembakaran dilanjutkan setelah injeksi udara ke dalam campuran.

Menghilangkan panas di antara kedua tahapan tersebut, suhu dimana

pembakaran terjadi pada keadaan kelebihan udara menjadi lebih rendah

sehingga konsentrasi NO yang terbentuk juga berkurang.

b.

Resirkulasi gas buang kembali ke ruang bakar akan menurunkan suhu api dan

menurunkan konsentrasi oksigen yang tersedia. Kedua hal ini mengakibatkan

penurunan produksi NO

x

.

c.

Uap air atau air yang diinjeksikan ke dalam ruang bahan bakar juga dapat

menurunkan suhu api dan mengurangi produksi NO

x

(Kristanto, 2013).

3. Partikel Debu

Electrostatic precipitator

(ESP) yang dipasang pada setiap boiler berfungsi

untuk memastikan bahwa partikel debu

fly ash

yang dihasilkan dari proses

pembakaran batubara dapat ditangkap oleh alat ini. ESP tersebut dirancang untuk

mencapai efisiensi hingga 99% (Sprint Consultant, 2014).

ESP atau pengendap udara electrostatik adalah suatu alat yang

(25)

suatu gaya yang diinduksikan. Alat ini mengalirkan tegangan yang tinggi dan

dikenakan pada aliran gas yang berkecepatan rendah. Debu yang telah menempel

dapat dihilangkan secara beraturan dengan cara getaran. Keuntungan yang

diperoleh dari penggunaan pengendap elektrostatik ini ialah didapatkannya debu

yang kering dengan ukuran rentang 0,3 - 40 mikron (Pasaribu, 2010).

Menurut Mulia (2005) alat ini digunakan untuk membersihkan udara yang

kotor dalam jumlah (volume) yang relative besar. Alat pengendap ini berupa

tabung silinder yang di tengahnya dipasang kawat yang dialiri arus listrik.

2.4.3.5 Dampak Limbah Gas

1. Terhadap lingkungan

Analisis emisi udara pada PLTU 50 MWatt, diperoleh jenis emisi udara

NO

x

, SO

x

, CO dan CO

2

, partikulat dan senyawa organik volatile (Megasari, dkk,

2008). Gas SO

2

dan SO

3

, apabila kontak dengan air akan membentuk asam sulfat

(H

2

SO

4

) yang bersifat korosif dan dapat merusak instalasi tungku serta dapat

membentuk kabut di atmosfer, sehingga mengakibatkan terjadinya hujan asam

yang membahayakan kehidupan tanaman dan binatang. Gas nitrogen oksida

apabila bereaksi dengan uap atau gas dari senyawa organik dengan bantuan sinar

matahari akan menimbulkan kabut fotokimia (Sukandarrumidi, 2006).

Peningkatan kadar debu di udara juga mengenai populasi fauna darat

(terutama aves) yang berkurang atau menghilang dari kawasan PLTU dan wilayah

terkena dampak debu (Pusat Penelitian Lingkungan Hidup, 2007). Menurut

Darmono (2001), partikel ukuran < 1μm

dapat bertahan lama dan melayang di

(26)

Kristanto (2013), partikel dengan diameter <1μm biasanya diklasifikasikan

sebagai debu dan partikel ini cukup kecil untuk mengendap di tanah, tetapi

berlaku sebagai aerosol.

2. Terhadap manusia

a. Dampak menguntungkan

Iswan (2010), menyatakan bahwa hasil samping dari teknik FGD pada

PLTU yang dipakai untuk menekan gas SO

2

adalah

gypsum

sintetis yang senyawa

kimianya sama dengan

gypsum

alam. Gipsum yang dihasilkan sangat bernilai

ekonomis, karena dapat dimanfaatkan untuk keperluan bangunan. Gipsum ini

dapat dibuat papan gipsum (

gypsum board

) yang dipakai untuk plafon

(langit-langit rumah), dinding penyekat (

partition board

) dan pelapis dinding (

wall

board

).

b. Dampak merugikan

Menurut Iswan (2010), batubara sebagai bahan bakar akan menimbulkan

emisi berupa SO

2

, NO

2

, CO, CO

2

, VHC (

Volatile Hydrocarbon

) dan SPM

(

Suspended Particulate Matter

). SO

x

merupakan sumber gangguan paru-paru dan

berbagai penyakit pernapasan. SO

2

dapat dideteksi dari baunya pada konsentrasi

3-5 ppm. Konsentrasi 20 ppm merupakan jumlah minimal SO

2

mengakibatkan

iritasi pada mata; dan pada konsentrasi 400-500 ppm berbahaya walaupun kontak

(27)

Sukandarrumidi (2006) menjelaskan bahwa CO timbul sebagai akibat dari

pembakaran batubara yang berlangsung tidak sempurna. Gas ini apabila terhisap

oleh manusia melalui pernafasan akan bereaksi dengan hemoglobin dalam darah,

sehingga akan menghambat transfer oksigen yang pada akhirya membahayakan

kehidupan manusia. Kedua bentuk NO

x

, yaitu NO dan NO

2

sangat berbahaya bagi

manusia dan bahwa NO

2

empat kali lebih berbahaya dibandingkan NO. NO

2

bersifat racun terutama terhadap paru-paru Kristanto (2013).

Gambar

Gambar 1. Prinsip Kerja PLTU
Gambar 2. Kerangka Konsep

Referensi

Dokumen terkait

Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi dengan judul “Kajian Kearifan Lokal dan Kualitas Air dalam Konservasi Mata Air di Wilayah Kecamatan Bayat Kabupaten Klaten” ini

Berdasarkan kondisi di atas, penilaian resiko kredit yang lebih besar pada usaha mikro menjadi salah satu faktor yang membuat usaha-usaha mikro tidak dapat untuk mengakses

Menu file sendiri menampilkan beberapa sub menu untuk mengimput data master atau data pokok untuk laboratorium, diantaranya data mahasiswa, data asisten, data dosen,

Pengembangan Model Intuition Based Learning (IBL) dengan Scientific Approach Untuk Meningkatkan Hasil Belajar Matematika Siswa Kelas XI SMA Negeri 2 Sragen Tahun Pelajaran

Adapun tujuan dari penelitian ini adalah (1) Menemukan konstruksi Islamisasi pengetahuan tentang filsafat dari Ismail Raji’ Al-Faruqi, (2) Menemukan konstruksi

%ada janin letak lintang baru mati dalam proses persalinan, bayi dapat dilahirkan dengan alat melalui jalan lahir biasa. *edangkan pada janin keil dan sudah beberapa

Berdasarkan hasil penelitian dan analisis pembahasan, peneliti menyimpulkan aktualisasi dakwah Afrizal Luthfi Lisdianta: musik rock sebagai media dakwah terdapat

Skripsi ini disusun berdasarkan penelitian yang telah dilakukan selama tiga bulan yaitu pada bulan Desember 2018 – Februari 2019 di Laboratorium Mikrobiologi, Bidang