• Tidak ada hasil yang ditemukan

TINJAUAN PUSTAKA

2.3 Defenisi Pembangkit Litrik Tenaga Uap (PLTU)

2.4.3 Limbah Gas PLTU .1 Sumber Limbah Gas .1 Sumber Limbah Gas

Menurut Kristanto (2013), pada dasarnya limbah gas industri bersumber dari penggunaan bahan baku, proses dan sisa-sisa pembakaran. Limbah yang terjadi disebabkan karena reaksi kimia, kebocoran gas, penghancuran bahan-bahan, dan lain-lain. Pengoperasian PLTU yang membakar sejumlah batubara akan menghasilkan emisi yang dikeluarkan dari cerobong (Pusat Penelitian Lingkungan Hidup, 2007).

2.4.3.2 Komposisi Limbah Gas

Pembakaran batubara akan menghasilkan sejumlah polutan berupa gas dan abu. Pembangkit listrik tenaga uap (PLTU) batubara yang berkapasitas 2 x 15 MW, prediksi jumlah abu yang dihasilkan sebanyak 358.298,61 mg/detik. 10% akan mengendap di tungku pembakaran berupa abu dasar (bottom ash) dan sisanya berupa abu terbang (fly ash) yang diemisikan melalui cerobong ke udara bebas (udara ambien).

Pembakaran batubara juga menghasilkan CO2 yang berperan dalam proses pemanasan global (Megasari, dkk, 2008). Apabila proses pembakaran batubara berlangsung tidak sempurna, akan timbul gas CO (Sukandarrrumidi, 2006).

2.4.3.3 Parameter Limbah Gas

Menurut Peraturan Menteri Negara Lingkungan Hidup No. 21 Tahun 2008, parameter emisi yang diukur pada sumber tidak bergerak bagi usaha

lpartikulat, dan opasitas dengan baku mutu SO2 adalah 750 mg/Nm3, NO2 adalah

750 mg/Nm3, total partikulat adalah 100 mg/Nm3 dan opasitas 20 %.

2.4.3.4 Pengolahan Limbah Gas 1. SOx

Teknologi (Flue Gas Desulfurization) FGD digunakan untuk mengurangi

emisi SO2 yang dapat mencemari air hujan menjadi hujan asam. Ada dua tipe FGD yaitu FGD basah (Wet Limestone Scrubbing) dan FGD kering (Dry Limestone Scrubbing). Pada FGD basah, campuran air dan gamping (batu kapur)

disemprotkan dalam gas buang. Cara ini dapat mengurangi emisi SO2 sampai

70-95 %. Kalsium karbonat (CaCO3) dalam batu kapur diubah terlebih dahulu menjadi kalsium sulfit (CaSO3). SO2 yang diserap kemudian direaksikan dengan

CaSO3 membentuk senyawa baru yaitu kalsium sulfat (CaSO4) atau gypsum.

FGD kering menggunakan campuran air dan batu kapur atau gamping yang

diinjeksikan ke dalam ruang bakar. Cara ini dapat mengurangi emisi SO2 sampai

70-97 %. FGD kering menghasilkan produk sampingan gypsum yang bercampur dengan limbah lainnya (Sugiono, 2000).

2. NOx

Penelitian dan pengembangan untuk melakukan kendali terhadap

pencemaran NOx terutama ditujukan pada dua model kendali, yaitu :

a. Modifikasi pembakaran dengan menurunkan jumlah NOx yang dihasilkan b. Menghilangkan NOx dari gas buang

Semakin tinggi suhu pemabakaran, semakin banyak NOx dihasilkan. Rasio

lebih sedikit, tetapi kelebihan udara pada konsentrasi tertentu akan mengencerkan gas-gas pembakaran sehingga menghasilkan suhu pembakaran yang lebih rendah, dan akibatnya akan terjadi penurunan konsentrasi NOx. Beberapa cara telah

dilakukan untuk menguragi NOx yang diproduksi selama pembakaran :

a. Metode pembakaran dua tahap, yaitu sebagian bahan bakar dibakar dengan

udara dalam jumlah stoikiometrik lebih rendah dari yang tersedia sehingga

oksigen yang tersedia tidak berlebih dan mengurangi produksi NOx. Pada tahap

kedua, pembakaran dilanjutkan setelah injeksi udara ke dalam campuran. Menghilangkan panas di antara kedua tahapan tersebut, suhu dimana pembakaran terjadi pada keadaan kelebihan udara menjadi lebih rendah sehingga konsentrasi NO yang terbentuk juga berkurang.

b. Resirkulasi gas buang kembali ke ruang bakar akan menurunkan suhu api dan

menurunkan konsentrasi oksigen yang tersedia. Kedua hal ini mengakibatkan

penurunan produksi NOx.

c. Uap air atau air yang diinjeksikan ke dalam ruang bahan bakar juga dapat

menurunkan suhu api dan mengurangi produksi NOx (Kristanto, 2013). 3. Partikel Debu

Electrostatic precipitator (ESP) yang dipasang pada setiap boiler berfungsi

untuk memastikan bahwa partikel debu fly ash yang dihasilkan dari proses

pembakaran batubara dapat ditangkap oleh alat ini. ESP tersebut dirancang untuk mencapai efisiensi hingga 99% (Sprint Consultant, 2014).

ESP atau pengendap udara electrostatik adalah suatu alat yang membersihkan partikel-partikel dari udara yang mengalir dengan menggunakan

suatu gaya yang diinduksikan. Alat ini mengalirkan tegangan yang tinggi dan dikenakan pada aliran gas yang berkecepatan rendah. Debu yang telah menempel dapat dihilangkan secara beraturan dengan cara getaran. Keuntungan yang diperoleh dari penggunaan pengendap elektrostatik ini ialah didapatkannya debu yang kering dengan ukuran rentang 0,3 - 40 mikron (Pasaribu, 2010).

Menurut Mulia (2005) alat ini digunakan untuk membersihkan udara yang kotor dalam jumlah (volume) yang relative besar. Alat pengendap ini berupa tabung silinder yang di tengahnya dipasang kawat yang dialiri arus listrik.

2.4.3.5 Dampak Limbah Gas 1. Terhadap lingkungan

Analisis emisi udara pada PLTU 50 MWatt, diperoleh jenis emisi udara

NOx, SOx, CO dan CO2, partikulat dan senyawa organik volatile (Megasari, dkk,

2008). Gas SO2 dan SO3, apabila kontak dengan air akan membentuk asam sulfat

(H2SO4) yang bersifat korosif dan dapat merusak instalasi tungku serta dapat

membentuk kabut di atmosfer, sehingga mengakibatkan terjadinya hujan asam yang membahayakan kehidupan tanaman dan binatang. Gas nitrogen oksida apabila bereaksi dengan uap atau gas dari senyawa organik dengan bantuan sinar matahari akan menimbulkan kabut fotokimia (Sukandarrumidi, 2006).

Peningkatan kadar debu di udara juga mengenai populasi fauna darat (terutama aves) yang berkurang atau menghilang dari kawasan PLTU dan wilayah terkena dampak debu (Pusat Penelitian Lingkungan Hidup, 2007). Menurut Darmono (2001), partikel ukuran < 1μm dapat bertahan lama dan melayang di udara sehingga cukup lama dapat terbawa angin ke seluruh penjuru dunia.

Kristanto (2013), partikel dengan diameter <1μm biasanya diklasifikasikan sebagai debu dan partikel ini cukup kecil untuk mengendap di tanah, tetapi berlaku sebagai aerosol.

2. Terhadap manusia a. Dampak menguntungkan

Iswan (2010), menyatakan bahwa hasil samping dari teknik FGD pada

PLTU yang dipakai untuk menekan gas SO2 adalah gypsum sintetis yang senyawa

kimianya sama dengan gypsum alam. Gipsum yang dihasilkan sangat bernilai

ekonomis, karena dapat dimanfaatkan untuk keperluan bangunan. Gipsum ini dapat dibuat papan gipsum (gypsum board) yang dipakai untuk plafon (langit-langit rumah), dinding penyekat (partition board) dan pelapis dinding (wall board).

b. Dampak merugikan

Menurut Iswan (2010), batubara sebagai bahan bakar akan menimbulkan

emisi berupa SO2, NO2, CO, CO2, VHC (Volatile Hydrocarbon) dan SPM

(Suspended Particulate Matter). SOx merupakan sumber gangguan paru-paru dan

berbagai penyakit pernapasan. SO2 dapat dideteksi dari baunya pada konsentrasi

3-5 ppm. Konsentrasi 20 ppm merupakan jumlah minimal SO2 mengakibatkan iritasi pada mata; dan pada konsentrasi 400-500 ppm berbahaya walaupun kontak secara singkat (Kristanto, 2013).

Sukandarrumidi (2006) menjelaskan bahwa CO timbul sebagai akibat dari pembakaran batubara yang berlangsung tidak sempurna. Gas ini apabila terhisap oleh manusia melalui pernafasan akan bereaksi dengan hemoglobin dalam darah, sehingga akan menghambat transfer oksigen yang pada akhirya membahayakan kehidupan manusia. Kedua bentuk NOx, yaitu NO dan NO2 sangat berbahaya bagi manusia dan bahwa NO2 empat kali lebih berbahaya dibandingkan NO. NO2 bersifat racun terutama terhadap paru-paru Kristanto (2013).

Dokumen terkait