KEMUNGKINAN DIBANGUNNYA PEMBANGKIT LISTRIK
TENAGA NUKLIR (PLTN) DI INDONESIA
Oleh :
Timbangen Sembiring
Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam
Jurusan Fisika
KEMUNGKINAN DIBANGUNNYA
PEMBANGKIT LISTRIK TENAGA NUKLIR (PLTN) DI INDONESIA
TIMBANGEN SEMBIRING
Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam
Jurusan Fisika
Universitas Sumatera Utara
1. PERMASALAHAN
Akhir-akhir ini kebutuhan akan energi (dalam hal ini energi listrik) dalam skala global meningkat
tajam seiring dengan perkembangan dunia industri serta pertambahan jumlah penduduk dunia.
Diperkirakan, kebutuhan akan energi listrik dunia akan naik dua kali lipat pada kurun waktu
2004 hinga 2020. Sementara itu sumber pembangkit energi listrik bukannya bertambah akan
tetapi berkurang setiap saat. Hingga kini sumber pembangkit listrik dunia masih didominasi dari
hasil pembakaran bahan fosil seperti batu bara dan minyak bumi. Jenis sumber energi ini tidak
hanya semakin berkurang jumlahnya seiring pertambahan waktu, akan tetapi dampak negatif
terhadap lingkungan juga tidak kalah pentingnya untuk selalu dibicarakan. Salah satu sinyal
bahwa semakin kritisnya kebutuhan akan energi listrik tersebut dapat dilihat dari meningkatnya
harga minyak mentah dunia yang saat ini menembus batas psikologis, yaitu di atas US$ 100
per barrel1.
Di Indonesia, krisis akan energi listrik ini telah terasa sejak sepuluh tahun terakhir ini akibat
meningkatnya harga minyak dunia serta salah kelola (mismanagement) pada perusahaan.
Pemandangan ini hampir setiap hari terlihat dimana Perusahaan Listrik Negara (PLN) telah
melakukan pemadaman bergilir di hampir setiap daerah. Dari segi produktivitas/ekonomi,
pemadaman sedemikian rupa tentu berdampak negatif yaitu tidak berputarnya roda
perekonomian secara maksimal.
Persoalan utama yang muncul di hampir setiap negara bila membicarakan tentang energi
kelistrikan adalah dua hal utama. Pertama, menipisnya sumber cadangan bahan bakar fosil
(minyak, batu bara, dll.), yang meningkatkan harga minyak mentah dunia. Kedua,
permasalahan emisi gas akibat pembakaran sumber bahan bakar fosil, yang menyumbang
paling banyak gas CO2 ke ligkungan. Khusus bagi Indonesia, konsumsi BBM yang mencapai
1,3 juta/barel tidak seimbang dengan produksinya yang nilainya sekitar 1 juta/barel sehingga
terdapat defisit yang harus dipenuhi melalui impor. Berdasarkan data Departemen Energi dan
Sumber Daya Mineral (ESDM, 2006) cadangan minyak Indonesia hanya tersisa sekitar 9
milliar barel, yang berarti bahwa apabila terus dikonsumsi secara terus menerus tanpa
puluhan tahun mendatang.
Untuk mengurangi ketergantungan terhadap bahan bakar minyak pemerintah Indonesia telah
menerbitkan sebuah peraturan (PP Nomor 5, 2006 )tentang kebijakan energi nasional untuk
mengembangkan sumber energi alternatif sebagai pengganti bahan bakar minyak. Kebijakan
tersebut menekankan pada sumber daya yang dapat diperbaharui sebagai altenatif pengganti
bahan bakar minyak. Salah satu sumber energi alternatif adalah pembangunan instalasi listrik
berbasis nuklir (Pembangkit Listrik Tenaga Nuklir, PLTN). Sebenarnya, rencana pembangunan
PLTN di Indonesia telah lama dicanangkan, akan tetapi akibat penolakan dari berbagai elemen
masyarakat dan kondisi ekonomi yang tidak kunjung membaik, maka pemerintah masih
mengkaji untung rugi dari proyek tersebut.
2. KRISI ENERGI LISTRIK
Di Indonesia, sumber bahan bakar penghasil energi listrik adalah minyak, batubara, gas dan
tenaga air (hydropower). Akhir-akhir ini, sumber penghasil energi listrik tersebut di atas
sudah mulai berkurang baik kualitas maupun kuantitasnya. Sebagai contoh, sumber energi
listrik berbasis hydropower telah berkurang secara drastis akibat rendahnya debit air.
Berkurangnya debit air ini diakibatkan oleh penebangan hutan secara liar dan besar-besaran.
Sementara usaha penanaman kembali (reboisasi) yang dilakukan jauh lebih kecil dari
penebangan kayu (illegal logging). Sebagaimana agenda keprihatianan terhadap lingkungan
pada Protokol Kyoto dan Konferensi Perubahan Iklim di Bali maka penggunaan bahan bakar
fosil seperti minyak dan batubara sebisa mungkin dikurangi pemakaiannya mengingat kedua
jenis bahan bakar tersebut menyumbangkan gas CO2 terbesar. Hal ini dapat dilihat dari
Gambar 1, yaitu data tentang persentase penggunaan berbagai jenis bahan bakar dunia
pada tahun 2004. Sebaliknya, persentase sumber bahan bakar non-fossil jauh lebih kecil
dari bahan bakar fossil. Penggunaan energi non-fosil sebagai alternatif juga telah
dimanfaatkan walaupun belum maksimal seperti tenaga air, panas bumi, tenaga surya, angin
dan uranium.
Berdasarkan data yang dikeluarkan ESDM bahwa penduduk Indonesia yang belum bisa
menikmati listrik ada sekitar 100 juta penduduk dari total 234.693.997 penduduk. Maka jika
masih saja menggunakan bahan baku minyak yang rentan terhadap perubahan harga, maka
dikhawatirkan Indonesia akan mengalami krisis energi listrik. Setelah di pulau Jawa, Madura
dan Bali (pengkonsumsi terbesar), Sumatera juga mengalami defisit energi listrik sebesar
Berdasarkan data ESDM bahwa cadangan terbukti minyak mentah Indonesia adalah sekitar
5,67 miliar barrel dan cadangan potensialnya sekitar 48,48 miliar barrel. Bila produksi minyak
mentah saat ini sekitar 485 juta barrel pertahun, maka cadangan tersebut akan habis dalam
kurun waktu 12 tahun (apabila tidak ada penemuan baru) hingga 100 tahun (bila cadangan
potensial ditemukan). Adapun cadangan batubara Indonesai yang diperkirakan lebih kurang
30 miliar ton juga akan habis pada satu saat. Bila penggunaan batubara sebagaimana yang
dikonsumsi sekarang ini, maka batubara tersebut akan habis dalam kurun waktu antara 40
hingga 290 tahun, dengan catatan tidak ditemukan potensi cadangan baru.
Gambar 1. Persentase penggunaan berbagai sumber bahan bakar pembangkit energi listrik
dunia pada tahun 2004, dimana sumber bahan bakar fossil masih mendominasi
dibandingkan dengan bahan bakar non-fossil.
Sebagaimana diketahui bahwa penggunaan batubara dalam jumlah massif akan berujung
kepada peningkatan kadar karbon dioksida ke udara. Dampak lanjutan dari gas CO2 ini akan
meningkatkan suhu rata-rata bumi (global warming). Kontribusi gas CO2 sisa pembakaran
batubara merupakan terbesar yaitu sekitar 80 persen lebih, yang diikuti oleh hasil pembakaran
minyak bumi sebesar 70-80 persen serta gas alam sedikitnya 60 persen. Mengingat
Pemerintah Indonesia telah meratifikasi Protokol Kyoto, maka kita harus peduli akan
kelangsungan lingkungan yang bersih. Potensi tenaga air dan panas bumi diperkirakan
masing-masing sebesar 750.000 MW dan 20.000 MW yang dapat menghasilkan energi
3. AWAL MULA IDE PROYEK PLTN DI INDONESIA
Sejarah perkembangan nuklir di Indonesia bermula dari sebuah seminar yang diprakarsai
oleh Departemen PUTL bekerjasama dengan BATAN pada tahun 1968. Tindak lanjut dari
seminar ini terulang pada seminar berikutnya di Yogyakarta pada tahun 1970, yang
menghasilkan sebuah komisi yaitu Komisi Persiapan Pembangunan PLTN (KP2-PLTN).
Setelah kedua momentum tersebut, wacana teknologi PLTN mulai mendapat perhatian
serius oleh para ahli nuklir di Indonesia.
Pada 1989, Presiden Suharto saat meresmikan labolatoria BATAN, LIPI dan BPPT
dikawasan Puspitek Serpong, menginstruksikan agar dilakukan usaha persiapan
sebaik-baiknya untuk membangun suatu pembangkit listrik tenaga nuklir di Indonesia. Usaha
persiapan pembangunan PLTN tersebut dijabarkan secara lebih kongkrit dengan keputusan
Badan Koordinasi Energi Nasional (BAKOREN) yang menunjuk BATAN untuk memulai
kegiatan yang terarah menuju pembangunan PLTN. Untuk itu BATAN melakukan
pemutakhiran studi kelayakan Pembangunan PLTN yang dimulai sejak akhir tahun 1991 dan
berakhir pada pertengahan tahun 1996 ini. Namun, beberapa kendala merintangi rencana
tersebut antara lain berkaitan dengan isu politik, keamanan, ekonomi dan terjadinya
kecelakaan reaktor nuklir di Chernobyl.
Pada 31 Januari 1996, Menristek/Kepala BPPT pada saat itu dijabat oleh BJ Habibie,
mempertegas mengenai rencana pendirian PLTN Muria di hadapan Komisi X DPR yang
kemudian menuai reaksi dari berbagai lapisan dan kelompok masyarakat. Akhirnya, Menteri
Negara Riset dan Teknologi/Kepala BPPT, pada 7 Januari 2003 yang lalu, menyampaikan
bahwa rencana pembangunan PLTN di semenanjung Muria, Jawa Tengah, akan diteruskan,
dan diproyeksikan mulai beroperasi tahun 2015.
4. TRAUMA KECELAKAAN REAKTOR NUKLIR
Pada tahun 1979 salah satu reactor nuklir di Amerika mengalami kecelakaan yaitu reaktor
nuklir Three Mile Island (TMI). Salah satu penyebab kecelakaan disebabkan oleh kombinasi
antara kegagalan salah satu bagian peralatan dan kesalahan operator yang akhirnya
menyebabkan melelehnya sebagian dari bahan bakar di teras reaktor karena kehilangan air
pendingin. Akan tetapi, masyarakat disekitarnya masih beruntung karena struktur
pembungkus reaktor tidak mengalami kerusakan dan berjalan sebagaimana yang dirancang
sehingga sangat sedikit zat radioaktif yang terlepas keluar bangunan reaktor. Memang
kepercayaan masyarakat terhadap pembangkit listrik tenaga nuklir sebagai pembangkit listrik
menjadi rendah.
Chernobyl (kota kecil di Ukraine) memiliki reactor nuklir Unit-4 jenis RBMK-1000 yang
mengalami kecelakaan pada 26 April 1986 dini hari. Kecelakaan ini menelan korban 31 orang
meninggal, 200 orang luka-luka dan sekitar 135 ribu orang pada zone 30 km di sekeliling
reaktor dievakuasi, dan sebagian hingga kini belum diperkenankan kembali. Kontaminasi
radioaktif tingkat rendah terbawa angin ke daerah yang lebih luas di Uni Sovyet dan Eropa.
Sehari sebelumnya, reactor ini sebenarnya sedang dipadamkan (shutdown) dalam rangka
perawatan rutin (maintenance). Pada waktu yang sama operator bermaksud menguji prosedur
keselamatan reaktor. Uji keselamatan ini dimaksudkan untuk memeriksa apakah turbin
generator yang melambat masih menghasilkan daya yang cukup untuk menjalankan pompa
pendingin sampai generator diesel darurat dihidupkan. Untuk itu, rencananya reaktor akan
dioperasikan pada tingkat daya 30 % dari daya maksimalnya, tetapi kelewatan sehingga turun
sampai 10 %. Untuk menaikkannya kembali sampai tingkat daya 30 % operator melakukan
kesalahan kritis dengan menarik batang kendali, akibatnya uap pun bertambah. Pertambahan
uap yang tidak terkendali menyebabkan pertambahan daya yang tidak dapat dikontrol. Reaktor
jenis ini diketahui memiliki tingkat daya yang rendah.
Dari pengalaman kecelakaan di Chernobyl ini, yang dikenal sebagai kecelakaan paling besar,
masyarakat menilai bahwa keberadaan PLTN adalah membahayakan masyarakat oleh
karena radiasinya yang sangat besar dan bertahan lama. Memang setelah dilakukan
penyelidikan terhadap reactor nuklir di Chernobyl beberapa factor penyebabnya adalah berupa
cacat desain, yaitu tidak stabilnya operasi pada tingkat daya rendah.
5. PROYEK PLTN SEMENANJUNG MURIA
Kekhawatiran akibat deficit tenaga listrik terutama di Jawa-Bali pada tahun 2015, pemerintah
telah berulangkali mengkaji dan meneliti meliputi sisi ekonomi, social, teknologi dan lingkungan
Terlepas dari kontroversi keberadaan PLTN, Indonesia mesti siap beralih untuk mulai
melangsungkan pembangunan pembangkit tenaga listrik dengan sumber energi
non-konvensional atau energi terbarukan yaitu: solar sel, panas bumi, angin, biomassa,
gelombang laut, dan energi nuklir. Rencananya pembangunan PLTN berlokasi di Muria, dekat
Jepara dan Madura. PLTN yang akan dibangun di Madura berkapasitas sebesar 1000 MW,
yang akan diawasi oleh Badan Pengawas Tenaga Nuklir (Bapeten) terutama mengenai
regulasi, perundang-undangan, dan tenaga ahlinya. Rencana pembanguan PLTN Muria I ini
Kemudian pada tahun 1996 juga sudah dilakukan studi dan direncanakan dibangun tahun
1997 yang kemudian terjadi krisis sehingga ditunda. Pada tahun 2001 juga akan dibangun
namun tahun 2002 kembali terhenti.
Banyak pihak terutama penggiat lingkungan hidup meragukan kemampuan tenaga pengelola
dan teknisi bila PLTN jadi dibangun di Indonesia. Sebenarnya, Badan Tenaga Atom Nasional
(Batan) telah lama mengoperasikan tiga reactor nuklir yaitu di Serpong (30 MW), Bandung
(menghasilkan 2 MW dan dibangun tahun 1964) dan Jogyakarta (100 MW. Adapun jenis
reactor yang dipakai adalah berbasis teknologi pressurized water reactor (PWR). Teknologi
reactor tipe PWR ini memiliki tingkat keselamatan yang tinggi dan telah lama digunakan di
berbagai Negara seperti Jepang, Amerika, Korea dan Negara Eropah. Sebenarnya ada tipe
lain, yaitu BWR (boiling water reactor) dan PHWR (pressurize heavy water reactor).
6. PERSEPSI MASYARAKAT TENTANG NUKLIR
Kata nuklir bagi sebagian besar masyarakat Indonesia mengandung pengertian yang
mengerikan (menakutkan) terutama bagi orang-orang yang masih mengalami zaman perang
kemerdekaan. Hal ini dapat dimengerti bahwa dampak dari reaksi nuklir telah dirasakan dan
diketahui dari peristiwa dijatuhkannya bom atom di Hiroshima dan Nagasaki, Jepang pada
tahun 1945. Korban yang ditimbulkannya pun tidak sedikit yang akhirnya Jepang menyerah
terhadap Negara Sekutu. Padahal, pemakaian nuklir telah lama digunakan di rumah-rumah
sakit untuk pengobatan pasien yang menderita tumor (kanker). Pemakaian radiasi nuklir di
sini memang menggunakan dosis yang rendah (dalam batas ambang) dan terkendali
(digunakan pada jangka-jangka tertentu). Di samping itu Badan Tenaga Atom Nasional
(BATAN) telah lama menerapkan teknologi nuklir dalam pembuatan benih-benih padi unggul.
Dengan bergulirnya rencana pemerintah membangun PLTN, berbagai tanggapan dan
komentar yang bernada menentang khususnya di sekitar rencana lokasi dan beberapa
lembaga swadaya masyarakat yang peduli lingkungan tentu menolak keras. Aksi penolakan
ini menghiasi di hampir semua media massa Indonesia, demonstrasi ke kantor-kantor
pemerintah serta lobi-lobi dari para ulama. Beberapa alasan penolakan mereka adalah
antara lain trauma radiasi nuklir bila terjadi kecelakaan, dan minimnya pemehaman tentang
sifat-sifat radiasi nuklir. Mereka hanya melihat dari dampak negatifnya saja. Selain itu,
mereka juga was-was dengan sumber daya manusia Indonesia yang akan menangani PLTN
tersebut. Watak koruptif yang masih merajalela di hampir semua birokrasi juga menimbulkan
tanda tanya besar bagi mereka. Namun, banyak juga masyarakat mendukung akan
Untuk mengantisipasi gerakan anti nuklir ini menjadi lebih luas, pemerintah perlu melakukan
beberapa langkah antara lain:
1. Memberikan pemahaman kepada seluruh elemen masyarakat mengenai karakteristik
radiasi nuklir, manfaat dalam pemenuhan kebutuhan energi dan muderatnya bagi
masyarakat, sehingga masyarakat mengetahui secara benar keberadaan PLTN.
2. Meluruskan pernyataan-pernyataan yang bertolak belakang dengan kenyataan
mengenai nuklir unuk tujuan damai (nuclear for peace). Bagi yang anti nuklir akan selalu
memberikan propaganda kepada masyarakat akan dampak negative nuklir, dan bukan
dari sisi positifnya.
3. Menjelaskan kepada masyarakat mengenai perbandingan sumber-sumber pembangkit
listrik yang selama ini dipakai dan dampaknya kepada lingkungan hidup, pemanasan
global dan menipisnya cadangan-cadangan tersebut.
4. Pemerintah selaku pengelola proyek hendaknya menangani pembangunan PLTN ini
secara terbuka, bersih dari praktek-prakte koruptif dan professional. Jangan sekali-kali
proyek PLTN ini dikerjakan dengan setengah hati sebagaimana pengerjaan
proyek-proyek lainnya yang selalu berujung kepada tindakan koruptif.
Sosialisasi akan langkah-langkah di atas akan jauh lebih efektif bila dilakukan pada berbagai
media massa seperti surat kabar, televise, radio, pamlet-pamflet dan lain sebagainya.
7, KESIMPULAN
Berdasarkan uraian di atas bahwa konsumsi energi listrik dunia yang setiap tahun naik secara
drastis sementara cadangan sumber bahan bakar semakin hari semakin menipis maka sudah
sangat perlu untuk memikirkan sumber energi alternatif bila tidak ingin terlanda akan krisis
energi listrik. Dalam mencari sumber-sumber energi alternative tersebut tidak kalah penting
juga perlu ditelaah adalah dampaknya kepada lingkungan yaitu persoalan efek gas kaca dan
pemanasan global disamping segi efisiensi dan teknologi. Salah satu sumber energi yang
menjanjikan itu adalah penggunaan tenaga nuklir, yang tidak saja ramah lingkungan akan
tetapi memiliki efisiensi lebih baik dari sumber energi yang selama ini digunakan, Namun,
sebagaimana produk teknologi lainnya yang memiliki sisi buruk dan sisi baik, PLTN juga
demikian. Dengan penguasaan teknologi yang lebih baik dan diawasi oleh badan nuklir
internasional, maka sangat mungkin dan mendesak pembangunan pembangkit listrik tenaga
nuklir di Indonesia. Dalam jangka yang tidak terlalu lama pembangunan PLTN lainnya sudah
perlu dipikirkan tidak hanya di pulau Jawa akan tetapi di Sumatera yang kian hari mengalami
defisit listrik.
DAFTAR PUSTAKA
Press.
2. Ridwan, Muhammad.; (1978). Ilmu Pengetahuan dan Teknologi Nuklir, BATAN,
Jakarta.
3.
Yergin, Daniel (1993).
The Prize
. Simon & Schuster: New York.
ISBN 0-671-79932-0
4. International Energy Agency (2007). Retrieved on 2007-12-08.
5. Thomas, Smith.; (1995). Nuclear Accident, John Willey, New York.
6. International Energy Outlook 2007. United States Department of Energy - Washington, DC.
Retrieved on 2007-06-06.
7.
International Energy Agency. (2006) World Energy Outlook 2006.
ISBN 92-64-10989-7
8.