Urgensi Peningkatan Kualitas dan Kuantitas Tenaga Pendidik dan
Pelaksanaan Otonomi pendidikan untuk Memecahkan Masalah
Pendidikan di Daerah 3T.
Ketika kita berbicara mengenai permalahan pendidikan di daerah 3T(terluar, terpencil dan terisolir) maka kita harus melihat dulu isi dari UUD 1945 RI Pasal 31 “(1) Setiap warga Negara berhak mendapat pendidikan (2) Setiap warga Negara wajib mengikuti pendidikan dasar dan pemerintah wajib menbiayainya (3) Pemerintah mengusahakan dan menyelenggarakan satu sistem pendidikan nasional, yang meningkatkan keimanan dan ketakwaan serta akhlak mulia dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa, yang diatur dengan undang-undang (4) Negara memprioritaskan anggaran pendidikan sekurang-kurangnya dua puluh persen dari anggaran pendapatan dan belanja Negara serta dari anggaran pendapatan dan belanja daerah untuk memenuhi kebutuhan penyelenggaraan pendidikan nasional”. Rumusan UUD tersebut
merupakan sikap bangsa dan negara untuk memprioritaskan penyelenggaraan pendidikan sebagai upaya mencerdaskan kehidupan bangsa dan memajukan kebudayaan nasional.1
Tetapi, kenyataan yang terjadi justru sebaliknya. Banyak sekali kita temukan
permasalahan-permasalahan pendidikan yang terjadi di daerah-daerah, terutama daerah yang sangat terpencil dan jauh dari kota, seperti kurangnya tenaga pendidik, fasilitas yang
akses pendidikan yang memadai, maka mereka tidak mengetahui tentang nasionalisme dan akhirnya mereka berpindah kewarganegaraan dan lain sebagainya.
Penulis juga ingin memberikan solusi terhadap permasalahan ini, yaitu Pemerintah harus meningkatkan kualitas dan kuantitas tenaga pendidik, terutama tenaga pendidik yang akan dikirim ke daerah-daerah terpencil. Karena selama ini tenaga pendidik yang berada di daerah terpencil masih sangat kurang. Oleh karena itu, pemerintah perlu membuat program yang dapat membuat para guru tersebut merasa tertarik untuk mau mengajar di daerah, seperti memberikan tunjangan hidup bagi para guru tersebut, memberikan rumah yang layak selama di daerah, dan lain sebagainya. Pemerintah juga harus mampu menyediakan dana yang mencukupi sehingga anak-anak yang berada di daerah terpencil dapat bersekolah dengan murah atau gratis.
Pemerintah pusat dapat melakukan kerjasama dengan pemerintah daerah ataupun pihak swasta dalam menyediakan dana pendidikan tersebut. Pemerintah juga dapat melaksanakan program otonomi daerah yang salah satu sub programnya yaitu Otonomi Pendidikan, sehingga daerah dapat mengatur program pendidikannya sendiri sesuai dengan karakteristik daerah atau Kearifan Lokal/local wisdom.
Maksud Otonomi pendidikan di sini bukanlah kewenangan pendidikan semua di berikan ke daerah, tetapi pemerintah daerah memiliki memiliki wewenang yang lebih besar dalam beberapa hal seperti, dalam membangun sekolah yang ada di daerah masing-masing, memiliki wewenang memasukkan pelajaran karakter dan potensi masing-masing daerah, dan memiliki wewenang untuk mengangkat dan menempatkan guru sesuai kebutuhan daerah, serta wewenang untuk mengatur dana pendidikan sesuai kondisi daerah tersebut. Tetapi pemerintah pusat tetap memiliki wewenang penuh terhadap pembuatan kebijakan kurikulum, mengatur anggaran pendidikan secara nasional. Jadi, dengan adanya Otonomi pendidikan ini peran Pemerintah terbatas pada hal-hal yang bersifat nasional dan formal, sedangkan hal-hal yang bersifat
subtansial dan kedaerahan menjadi wewenang daerah. Karena yang mengetahui permasalahan-permasalahan pendidikan di suatu daerah tentu daerah itu sendiri, terutama daerah yang
Jadi, dalam memecahkan permasalahan pendidikan di daerah 3T(terluar, terpencil,dan terisolir) maka harus dilakukan beberapa solusi, yaitu dengan mengirim guru-guru yang
berkualitas ke daerah-daerah terpencil, memberikan tunjangan hidup kepada para guru tersebut, pemerintah menyediakan dana pendidikan yang memadai, serta dengan dilaksanakannya
Daftar Pustaka
1. MPR RI,Panduan pemasyarakatan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945,Jakarta : Sekretariat Jenderal MPR RI, 2010.
2. Noor, Isran,Politik Otonomi Daerah Untuk Penguatan NKRI,Jakarta : Seven strategic studies, 2012.