JNJ
Vol. 3, No. 1, January 2021 Jambura Nursing Journal pISSN: 2654-2927, eISSN: 2656-4653
http://ejurnal.ung.ac.id/index.php/jnj | 39
Kejadian Bullyng Pada Remaja dan Faktor yang Berhubungan
Rosmin Ilham1, Rachmawaty D. Hunawa2, Fadillah Iralisty Hunta3
1,2,3Program Studi Ilmu Keperawatan Universitas Negeri Gorontalo E-mail: rosmin_ilham@yahoo.com
Abstrak
Bullying merupakan perilaku agresif seseorang atau sekelompok orang yang dilakukan secara berulang terhadap orang atau sekelompok orang lain yang lebih lemah untuk menyakiti korban secara fisik maupun mental. Banyak faktor yang dapat berhubungan dengan kejadian bullying antara lain yaitu faktor jenis kelamin, teman sebaya dan media social. Tujuan penelitian ini adalah menganalisa dan menidentifikasi faktor-faktor yang berhubungan dengan kejadian bullying pada remaja di SMP N 3 Gorontalo. Metode yang digunakan yaitu menggunakan desain penelitian cross sectional. Populasinya adalah seluruh siswa kelas VII di SMP N 3 Gorontalo. Dan instrumennya yaitu menggunakan data demografi dan kuesioner. Hasil penelitian ini menggunakan uji fisher’s exact test. Didapatkan bahwa yang paling banyak melakukan bullying yaitu yang berjenis kelamin perempuan 78 responden (51%), teman sebaya dalam kategori sedang 93 responden (60.8%), dan media sosial dalam kategori tinggi 112 responden (73.2%). Kesimpulan dari penelitian ini adalah ada hubungan antara faktor jenis kelamin (0,034), teman sebaya (0,039), dan media sosial (0,028) terhadap kejadian bullying pada remaja di SMP N 3 Gorontalo.
Kata Kunci : Bullying, remaja
Abstract
Bullying is the aggressive behavior of a person or group of people which is repeated against another person or group of weaker people to hurt the victim physically or mentally. Many factors can be associated with the incidence of bullying, including gender, peer and social media factors. The purpose of this study was to analyze and identify factors related to the incidence of bullying in adolescents at SMP N 3 Gorontalo. The method used is to use a cross sectional research design. The population was all grade VII students at SMP N 3 Gorontalo. And the instruments are using demographic data and questionnaires. The results of this study used fisher's exact test. It was found that the most bullying was female, 78 respondents (51%), peers in the medium category of 93 respondents (60.8%), and social media in the high category of 112 respondents (73.2%). The conclusion of this study is that there is a relationship between gender (0.034), peer (0.039), and social media (0.028) on the incidence of bullying in adolescents at SMP N 3 Gorontalo.
Keywords: Bullying, teenagers
Pendahuluan
Remaja merupakan seorang individu yang berada pada fase dimana mereka mulai mencari jati diri, biasanya berada pada rentang usia antara 10-19 tahun. Di fase ini, remaja akan berusaha beradaptasi dengan perubahan yang terjadi baik dalam aspek biologis maupun psikologis dalam perkembangan remaja (WHO, 2014).
Pada masa remaja terjadi perkembangan kepercayaan diri yang
berasal dari konsep diri. Masa remaja memiliki rasa egosentrisme yang tinggi, hal ini dapat memicu terjadinya penyimpangan perilaku atau yang biasa disebut dengan
bullying. Fenomena perilaku bullying
merupakan salah satu bagian dari kenakalan remaja di masa-masa remaja. Akhir-ahir ini maraknya kasus bullying justru bertempat di sekolah. Sekolah yang harusnya menjadi tempat bagi anak untuk menimbang ilmu dan membentuk karakter pribadi yang
JNJ
Vol. 3, No. 1, January 2021 Jambura Nursing Journal pISSN: 2654-2927, eISSN: 2656-4653
http://ejurnal.ung.ac.id/index.php/jnj | 40 sifatnya positif ternyata malah menjadi
lokasi praktek bullying (Sripurwaningsih, 2017).
Bullying merupakan perilaku agresif
berupa penyalahgunaan kekuatan /kekuasaan yang dilakukan oleh seseorang/sekelompok kepada orang lain, sehingga dapat mengakibatkan kerusakan fisik, psikologis dan sosial secara berulang, yang sering terjadi di sekolah dan tempat lain di mana anak berkumpul, termasuk juga media sosial (WHO, 2018).
Fenomena seputar perilaku bullying sudah terjadi sejak tahun 1960 akhir atau sekitar awal permulaan 1970 di sweden, (Provis, 2012). Fenomena bullying pertama kali diteliti di sekolah-sekolah di Norwegia dan Swedia oleh seorang peneliti berkebangsaan Norwegia. Hasilnya menunjukan bahwa kurang lebih 7% dari siswa di dua negara tersebut terlibat dalam
bullying, dan antara 5% dan 15% siswa
pernah menjadi korban bullying. Penelitian serupa juga pernah dilakukan di beberapa negara lain seperti Austria, Kanada, Inggris, Italia, dan Amerika Serikat. Dan di negara Asia sendiri bullying telah banyak diteliti di Jepang, Korea, China Malaysia, Singapura, Filiphina, Dan Indonesia (Moon et al 2008, dalam Darmawan 2017).
Di salah satu riset yang telah dilakukan oleh LSM Plan International dan
International Center for Research on Women (ICRW) didapatkan fakta
mengejutkan terkait kekerasan anak di sekolah. Di tingkat Asia, kasus bullying yang terjadi pada siswa di sekolah mencapai angka 70% (Qodar, 2015). Selain itu, hasil riset yang dilakukan oleh National
Association of School Psychologist
menunjukkan bahwa lebih dari 160.000 remaja di Amerika Serikat bolos sekolah setiap hari karena takut di bullying (Sari, 2010 dalam Puluhulawa, 2018).
Indonesia juga terlibat dalam kasus bullying, dibuktikan dengan hasil survei dari yayasan SEJIWA (Semai Jiwa Amini). Peneliitian SEJIWA pada tahun 2008 tentang kekerasan bullying di tiga kota besar di Indonesia, yaitu Yogyakarta, Surabaya, dan Jakarta mencatat terjadinya tingkat kekerasan sebesar 67,9% di tingkat Sekolah Menengah Atas (SMA) dan 66,1% di tingkat Sekolah Menengah Pertama (SMP). Kekerasan yang dilakukan sesama siswa dengan kategori tertinggi yaitu kekerasan psikologis berupa pengucilan. Peringkat kedua ditempati kekerasan verbal seperti mengejek dan terakhir kekerasan fisik (Wiyani, 2012).
Di Gorontalo sendiri juga sudah banyak terjadi kasus bullying. Informasi-informasi tersebut sudah didapatkan melalui media salah satunya kabar harian
JNJ
Vol. 3, No. 1, January 2021 Jambura Nursing Journal pISSN: 2654-2927, eISSN: 2656-4653
http://ejurnal.ung.ac.id/index.php/jnj | 41 Gorontalo. Kasus kekerasan yang
dilakukan oleh delapan orang senior kepada junior, di sekolah lain juga ditemukan kasus serupa yaitu penindasan yang dilakukan oleh kakak kelas kepada adik kelasnya sampai mempengaruhi beberapa organ vital dari korban. Korban-korban yang bersangkutan bolos sekolah bahkan sampai ada yang dirawat di rumah sakit (Harian Banthayo.ID, Gorontalo 2019).
Faktor yang berhubungan dengan perilaku bullying pada remaja disekolah, antara lain yaitu jenis kelamin, teman sebaya, media sosial, peringkat kelas, dan kepribadian. Faktor jenis kelamin berpengaruh sebab berbeda aktivitas yang dilakukan jika disekolah, laki-laki cenderung lebih banyak adu fisik jika berkelahi seperti saling pukul, saling tendang bahkan sampai tawuran. Sedangkan, anak perempuan lebih cenderung untuk berkumpul atau membentuk geng dan bercakap- cakap seperti bergosip, menggunjing, menyindir dan lain sebagainya. Di kedua perbedaan ini menunjukan bahwa kejadian bullying yang akan timbul menunjukkan dua sisi yang berbeda. Faktor teman sebaya juga berhubungan dengan kejadian bullying. Remaja membutuhkan dorongan dari teman-teman sepergaulan dengan umur
yang sama. Pada masa remaja hubungan persahabatan serta dukungan sebaya sangatlah penting sehingga ada kecenderungan mandiri dan tidak tergantung pada orang tua. Hal ini menyebabkan seorang remaja akan berusaha dekat dengan teman- temannya untuk mendapatkan dukungan disetiap perbuatannya. Dukungan ini biasanya diberikan pada individu yang menunjukkan kekuatan dan kekuasaan di lingkungannya, sehingga ditakuti oleh teman-temannya. Namun, ada juga beberapa yang melakukan bullying dalam usaha untuk membuktikan bahwa mereka bisa masuk dalam kelompok tertentu, meskipun mereka sendiri merasa tidak nyaman dengan perilaku tersebut. Akan tetapi, hubungan teman sebaya yang tidak sehat akan berdampak signifikan pada resiko terjadinya perilaku bullying (Hong & Espelage, 2012).
Faktor media sosial dianggap berhubungan erat dengan bullying karena masa remaja masih hangat- hangatnya dengan perkembangan teknologi yang terjadi. Maka tidak dapat dipungkiri semua informasi dapat terhubung melalui media, tontonan-tontonan yang tidak sesuai dengan batasan usia dapat mempengaruhi seorang remaja untuk meniru apa yang ditotonya ke dalam lingkungan sekolah (Jannatung, 2018).
JNJ
Vol. 3, No. 1, January 2021 Jambura Nursing Journal pISSN: 2654-2927, eISSN: 2656-4653
http://ejurnal.ung.ac.id/index.php/jnj | 42 Penelitian yang dilakukan oleh
Putri (2015) menunjukan bahwa faktor teman sebaya ada hubungan yang signifikan dengan perilaku bullying pada remaja. Teman sebaya disekolah biasanya dianggap sebagai partner yang saling mendukung satu sama lain, sehingga sebagian siswa yang melakukan perilaku
bullying di sekolah disebabkan oleh
dorongan teman-temannya. Menurut putri, untuk mencegah terjadinya kejadian yang serupa maka pihak sekolah diharapkan lebih memperketat pengawasan terhadap siswa- siswanya, selain itu, sekolah juga diharapkan terus meningkatkan pelaksanaan kegiatan pembinaan.
Berdasarkan survey awal yang dilakukan di SMP N 3 Gorontalo pada tgl 12 februari 2020, hasil wawancara oleh 6 siswa didapatkan4 siswa laki-laki mengatakan bullying yang sering terjadi yaitu saling ejek mengejek sehingga sampai terjadi perkelahian. Dari 2 siswa perempuan menyatakan bahwa kasus
bullying diawali oleh miskomunikasi,
salah presepsi, sehingga terjadi adu fisik. Berdasarkan wawancara dengan guru BK bahwa kasus bullying yang berat baru 1 kali yaitu kasus penganiyayaan sehingga organ vital korban terganggu. Dari kejadian ini sekolah telah mengambil tindakan berupa mengeluarkan pelaku
bullying dari sekolah.
Berdasarkan latar belakang yang telah dipaparkan, maka peneliti tertarik untuk mengetahui faktor- faktor yang berhubungan dengan kejadian bullying pada remaja SMP Negeri 3 Gorontalo.
Metode
Penelitian ini menggunakan desain penelitian analitik korelasional dengan pendekatan cross sectional yaitu rancangan penelitian dengan melakukan pengukuran dan pengamatan pada waktu yang bersamaan. Populasi dalam penelitian ini adalah seluruh siswa kelas VII yang sekolah di SMP N 3 Gorontalo berjumlah 153 siswa. Sampel pada penelitian ini adalah seluruh siswa kelas VII yang sekolah di SMP N 3 Gorontalo berjumlah
153 siswa. Teknik pengambilan sampel dalam penelitian ini adalah total sampling. Pengumpulan data menggunakan data demografi dan kuesioner pernyataan teman sebaya, media sosial dan bullying.
JNJ
Vol. 3, No. 1, January 2021 Jambura Nursing Journal pISSN: 2654-2927, eISSN: 2656-4653
http://ejurnal.ung.ac.id/index.php/jnj | 43
Tabel 1 Frekuensi responden
berdasrkan Umur, Jenis Kelamin, Teman sebaya, Media Sosial, dan
Bullying Variabel n % Umur 12 tahun 22 14.38 13 tahun 81 52.94 14 tahun 44 28.76 15 tahun 16 tahun 5 1 3.27 0.65 Total 153 100 Jenis kelamin Laki laki 64 41.8 Perempuan 89 58.2 Total 153 100 Teman Sebaya Sedang 108 70.6 Tinggi 45 29.4 Total 153 100 Media sosial Sedang Tinggi 21 132 13.7 86.3 Total 153 100 Bullying Tidak bullying Bullying 28 125 18.3 81.7 Total 153 100
Sumber : Data primer diolah, 2020
Tabel 2 Hubungan Jenis Kelamin, teman sebaya, dan media sosial dengan Kejadian Bullying
Tidak bullying
Bullying Jumlah Uji statist ik Variabel n % N % n % Jenis kelamin 𝜌 = 0.034 Laki-laki 17 11.1 47 30.7 64 41.8 perempuan 11 7.2 78 51 89 58.2 Total 28 18.3 125 81.7 153 100 Teman sebaya Sedang Tinggi 15 13 9.8 8.5 93 32 60.8 20.9 108 45 70.6 29.4 𝜌 = 0,039 Total 28 18.3 125 81.7 153 100 Media sosial Sedang tinggi 8 20 5.2 13.1 13 112 8.5 73.2 21 132 13.7 86.3 𝜌= 0.028 Total 28 18.3 125 81.7 153 100
Sumber : Data primer diolah, 2020
Pembahasan
Hubungan Jenis Kelamin dengan
Kejadian Bullying
Hasil penelitian didapatkan bahwa sebagian besar 78 responden (51%) yang berjenis kelamin perempuan melakukan
bullying. Hal ini disebabkan oleh karena
dari hasil wawancara yang dilakukan penelitipada saat observasi awal didapatkan sebagian besar siswa yang berjenis kelamin perempuan sering keluar masuk ruang BK dengan kasus bullying yang berawal dari saling mengejek, memfitnah, dan bergosip. Kemudian, berlanjut hingga adu fisik.
Menurut Fisniwati (2018) terdapat perbedaan kepribadian laki-laki dan perempuan secara rinci yaitu : 1) Laki-laki : tidak emosional, pasif, tertutup, dan sangat sedikit membutuhkan dukugan kelompok; 2) Perempuan : sangat emosional, senang dengan suasana kompetitif, aktif, terbuka, percaya diri, dan sangat membutuhkan dukungan kelompok. Sehingga, dapat dikatakan perempuan lebih cenderung dapat melakukan bullying.
Sugiyanto (2012) menjelaskan bahwa pada usia 9-12 tahun mulai muncul tanda perkembangan identitas remaja untuk berkelompok dan menunjukkan tanda-tanda konformitas (bentuk sikap penyesuaian diri seseorang dalam masyarakat/kelompok karena dia terdorong untuk mengikuti
JNJ
Vol. 3, No. 1, January 2021 Jambura Nursing Journal pISSN: 2654-2927, eISSN: 2656-4653
http://ejurnal.ung.ac.id/index.php/jnj | 44 kaidah- kaidah dan nilai-nilai yang sudah
ada), terutama pada anak perempuan. Penelitian ini sependapat dengan penelitian yang dilakukan oleh Putri (2015) yang berjudul “Faktor-faktor yang berhubungan dengan kejadian bullying pada remaja.” Menurut Putri (2015), bahwa: “ada hubungan antara jenis kelamin dengan kejadian bullying. Ketimpangan gender dalam lingkungan permainan anak sekolah dapat menyebabkan anak tumbuh dalam iklim pergaulan yang tidak sesuai dengan kecenderungan jenis kelaminnya untuk bermain dan berkelompok sesuai dengan sifat jenis kelamin bawaannya.” Didukung oleh penelitian Sugmalestari (2016) yang berjudul hubungan jenis kelamin dengan perilaku bullying pada anak usia sekolah di sd muhammadiyah mlangi gamping sleman yogyakarta. Menurut Sugmalestari (2016), bahwa: “jenis kelamin lebih berperan dalam menentukan tipe bullying. Perempuan lebih cenderung melakukan tipe bullying psikologis dibandingkan laki dan laki-laki lebih cenderung melakukan tipe
bullying fisik dibandingkan perempuan.”
Hubungan teman sebaya dengan
Kejadian Bullying
Berdasarkan hasil analisa bivariat uji hubungan menggunakan fisher’s exact test diperoleh p Vaule 0,039. Karena nilai p
Vaule < 0,005, maka dapat dikatakan
bahwa ada hubungan antara teman sebaya dengan kejadian bullying di SMP N 3 Gorontalo.
Hasil penelitian pada tabel 4.7 didapatkan bahwa sebagian besar teman sebaya dalam kategori sedang 93 responden (60.8%) melakukan bullying. Menurut Septiyuni (2015), bahwa: “Perilaku bullying merupakan tindakan delikuen remaja yang secara sosiologis disebabkan oleh pergaulan remaja dengan lingkungan sosialnya yang cenderung dalam frekuensi usia yang sama. Memiliki beberapa persamaan adalah salah satu kriteria dalam pembentukan kelompok sebaya. Tidak jarang seorang remaja akan lebih percaya terhadap informasi yang disampaikan oleh teman sebayanyanya daripada informasi yang disampaikan oleh orang tuanya (Suryanita, 2016).
Adanya dukungan teman sebaya secara tidak langsung memberitahukan kepada anak tersebut bahwa tindakan yang ia lakukan adalah hal yang benar dan menunjukkan bahwa banyak orang yang berpihak padanya. Sehingga, tidak menutup kemungkinan anak tersebut bisa melakukan hal yang lebih besar lagi jika mendapat dukungan dari teman sebayanya. Penelitian yang dilakukan pada kelompok teman sebaya didapatkan bahwa penolakan dari teman sebaya dapat menimbulkan perasaan kesepian dan dimusuhi, sehingga dapat
JNJ
Vol. 3, No. 1, January 2021 Jambura Nursing Journal pISSN: 2654-2927, eISSN: 2656-4653
http://ejurnal.ung.ac.id/index.php/jnj | 45 mempengaruhi kesehatan mental dan
menimbulkan masalah kriminal. Teman sebaya juga dapat mengenalkan kepada alkohol, perilaku abnormal dan kenakalan- kenalan lainnya (Santrock, 2017).
Penelitian ini sependapat dengan penelitian yang dilakukan oleh Jannatung (2015) dengan judul “Faktor - faktor penyebab terjadinya perilaku bullying di sman 2 barru.” Menurut Jannatung (2018), bahwa: “ada hubungan antara teman sebaya dengan kejadian bullying. Pada penelitiannya, dijelaskan bahwa pada masanya remaja memiliki keinginan untuk tidak lagi terlalu bergantung pada keluarganya dan mulai mencari dukungan dan rasa aman dari kelompok sebayanya.” Didukung juga oleh penelitian Budimansyah (2015). Menurut Budimansyah (2015), bahwa: “Korelasi antara kelompok teman sebaya dan perilaku bullying adalah positif dan signifikan dengan nilai koefisien korelasi sebesar 0,360 dan nilai ρ < 0,05 sehingga kelompok teman sebaya berpengaruh terhadap terjadinya perilaku bullying siswa di sekolah, dapat diterima dan telah diuji keberartiannya.
Hubungan media sosial dengan Kejadian
Bullying
Berdasarkan hasil analisa bivariat uji hubungan menggunakan fisher’s exact test
diperoleh p Vaule 0,028. Karena nilai p
Vaule < 0,005, maka dapat dikatakan
bahwa ada hubungan antara media sosial dengan kejadian bullying di SMP N 3 Gorontalo.
Hasil penelitian pada tabel 4.8 didapatkan bahwa sebagian besar media sosial dalam kategori tinggi 112 responden (73.2%) melakukan bullying. Menurut Pearce (2015) media sosial merupakan sebuah media daring yang penggunanya dengan mudah berpatisipasi, berbagi, dan membuat isi meliputi blog, jejaring sosial, forum, dan dunia virtual. Dampak yang sering terjadi adalah bullying. Perilaku ini akan menjadi kebiasaan dan mengakibatkan ketidakseimbangan kekuasaan sosial dan fisik. Bagi anak yang menonton TV maupun tontonan yang didapatkan di media sosial lainnya dengan rating umur yang tidak sesuai dapat membuat agresivitas mereka dalam peningkatan tindakan
bullying pada anak.
Kalangan remaja yang mempunyai media sosial biasanya memposting tentang kegiatan pribadinya, curhatannya, serta fotofoto bersama teman. Dalam media sosial siapapun dapat dengan bebas berkomentar serta menyalurkan pendapatnya tanpa rasa khawatir. Hal ini dikarenakan dalam internet khususnya media sosial sangat mudah memalsukan jati diri atau melakukan kejahatan. Padahal
JNJ
Vol. 3, No. 1, January 2021 Jambura Nursing Journal pISSN: 2654-2927, eISSN: 2656-4653
http://ejurnal.ung.ac.id/index.php/jnj | 46 dalam perkembangannya di sekolah, remaja
berusaha mencari identitasnya dengan bergaul bersama teman sebayanya. Namun saat ini seringkali remaja beranggapan bahwa semakin aktif dirinya di media sosial maka mereka akan semakin dianggap keren dan gaul. Sedangkan remaja yang tidak mempunyai media sosial biasanya dianggap kuno atau ketinggalan jaman dan kurang bergaul (Nurwati, 2016).
Penelitian ini sependapat dengan penelitian yang dilakukan oleh Sufriani (2018) yang berjudul “Faktor yang mempengaruhi bullying pada anak usia sekolah di sekolah dasar.” Menurut Sufriani (2018), bahwa: “Ada hubungan antara media sosial dengan kejadian bullying. Dalam penelitiannya, Sufriani menyatakan bahwa tindakan bullying lebih banyak berasal dari tontonan-tontonan kekerasan yang di dapatkan dari media sosial maupun media cetak.
Televisi dan media cetak membentuk pola perilaku bullying dari segi tayangan yang mereka tampilkan.” Di dukung juga oleh penelitian Naning (2017) dengan judul “Pengaruh intensitas penggunaan sosial media dan penerimaan teman sebaya terhadap perilaku bullying siswa. Menurut Naning (2017), bahwa: “Hasil intensitas penggunaan sosial media berpengaruh secara signifikan terhadap bullying yang terjadi. Semakin tinggi tingkat penggunaan
media sosial semakin tinggi pula perilaku
bullying.”.
Simpulan
Kejadian bullying di SMP N 3 Gorontalo masih tinggi dengan presentasi 81.7% (125 responden). Dalam penelitian ini juga didapatkan ada hubungan antara jenis kelamin, teman sebaya, dan media sosisal dengan kejadian bullying di SMA N 3 Gorontalo.
Daftar Pustaka
Ariobimo, N. 2010. Bullying : Mengatasi
Kekerasan Disekolah Dan
Lingkungan Sekitar Anak. Jakarta : PT
Grasindo
Banthayo.Id, Gorontalo. 2019. Pelajar SMP Di Gorontalo Diduga Dianiaya Senior Gara-Gara Pacarnya.
www.Kumparan.Com
Cornell et al. 2016. The Authoritative
school climate survey and the schol climate bullying survey. Journal Of Virgina University 2(1)
Darmawan, 2017. Fenomena Bullying (Perisakan) Di Lingkungan Sekolah. Jurnal Kependidikan 1(2) 253-262 Husaini, A. N. 2015. Hubungan Antara
Presepsi Jenis Pola Asuh Orang Tua Terhadap Resiko Perilaku Bullying Siswa Di SMA Triguna Utama. Skripsi. Kedokteran Dan Ilmu Kesehatan UIN Syarif Hidayatullah
Hymel, S. Et Al. 2015. Four Decades Of Research On School Bullying: An
Introduction. American
Psychologist, 70(4), 293-299
Greogory et al. 2017. Teori Kepribadian. Jakarta : Salemba Humanika
JNJ
Vol. 3, No. 1, January 2021 Jambura Nursing Journal pISSN: 2654-2927, eISSN: 2656-4653
http://ejurnal.ung.ac.id/index.php/jnj | 47 Imron. 2011. Metode Penelitian
Kuantitatif, Kualitatif Dan R&D.
Bandung: Alfabeta.
Jannatung, A. 2018. Faktor-Faktor Penyebab Terjadinya Bullying Di Sma 2 Baru. Skripsi. Program Sarjana Universitas Hasanuddin
Juvonen, J. (2018). Bullying In School And
Online Contexts: Social Dominance,
Bynstander Compliance, And
Emotional Pain Of Victim. Psyarxiv
Larasati, A. 2016. Kecenderungan Perilaku Cyberbullying Ditinjau Dari Trait Dalam Pendekatan Big-Five Personality Pada Siswa Sekolah Menegah Atas Negeri Kota Yogyakarta. Jurnal psikologi integratif 4(2) 161-182
Kusumawati, F. 2010. Buku Ajar Keperawatan Jiwa. Jakarta : Salemba
Medika
Notoatmojo. 2012. Metode Penelitian
Kesehatan. Jakarta: Rineka Cipta.
Nursalam. 2013. Metode Penelitian Ilmu
Keperawatan: Pendekatan Praktis
Edisi 3. Jakarta: Salemba Medika.
Patchin, J. 2012. Cyberbullying Prevention
And Response: Exper Perspective.
Routledge
Provis, S. A. 2012. Bullying (1950- 2010):
The Bully And The Bullie.
Disesertation. School Of Education
Puluhulawa, E. 2018. Hubungan
Bullying Dengan Prestasi Belajar
Siswa Smp Negeri 6 Kota Gorontalo.
Skripsi. Program Sarjana Universitas
Negeri Gorontalo
Putri, H. 2015. Faktor-Faktor Yang Berhubungan Dengan Perilaku Bullying Pada Remaja. Journal Of
Medical 2(2)1149-1159
Qodar, N. 2015. Survei ICRW : 84% Anak
Indonesia Alami Kekerasan
Disekolah. Liputan 6.Com
Qomariyah, A. 2011. Perilaku Penggunaan Internet Pada Kalangan
Remaja Di Perkotaan. Surabaya:
Universitas Airlangga Republika Online. 2014. Aduan Bullying Tertinggi. Www.Google.Co.Id/Amp/M. Republika.Co.Id/Amp_Versio n/Ndh4sp
Riyanto, A. 2011. Pengolahan Dan
Analisis Data Kesehatan. Yogyakarta:
Medikal Book.
Sripurwaningsih, I. 2017. Hubungan Perundungan (Bullying) Dengan
Kepercayaan Diri Siswa Kelas X Sma Muhammadiyah1
Karanganyar. Skripsi. Program Sarjana Institut Agama Islam Negeri Surakarta Sugiyono. 2017. Metode Penelitian Kuantitatif, Kualitatif Dan R&D.
Bandung: Alfabeta.
Sugmalestari, A. 2016. Hubungan Jenis Kelamin Dengan Perilaku Bullying Pada Anak Usia Sekolah Di SD Muhammadiyah Mlangi Gamping Sleman. Skripsi. Program Sarjana Universitas Aisyiyah Yogyakarta Wardhana, K. 2015. Buku Panduan
Melawan Bullying. Jakarta:
Sudahdong.Com
Wardiati, E. 2018. Pengaruh Bullying Terhadap Moralitas Siswa Pada Smp Negeri 1 Darul Hikmah Kabupaten Aceh Jaya. Skripsi. Program Sarjana Universitas Islam Negeri Ar-Rainiry Darussalam Banda Aceh
JNJ
Vol. 3, No. 1, January 2021 Jambura Nursing Journal pISSN: 2654-2927, eISSN: 2656-4653
http://ejurnal.ung.ac.id/index.php/jnj | 48 WHO (World Health Organization). 2010.
Prevention Of Bullying-Related Morbidity And Mortality: A Call For Public Health Policies
2014. Health Topic :Adolescents Health..Who.Int/En/
Wiyani, N.A. 2012. Save Our Children
From School Bullying. AR-RUZZ
MEDIA: Jogjakarta
Yunita, B. 2019. Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Perilaku Bullying Pada Remaja Awal. Nursing News, 4(1). Zakiyah, E. 2017. Faktor Yang
Mempengaruhi Remaja Dalam Melakukan Bullying Journal Unpad 4(2): 129- 389