• Tidak ada hasil yang ditemukan

PERILAKU VERBAL DAN NONVERBAL GURU DALAM PENGAJARAN BAHASA INDONESIA PADA SISWA TUNARUNGU DI SMA LUAR BIASA GOLONGAN B SINGARAJA

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "PERILAKU VERBAL DAN NONVERBAL GURU DALAM PENGAJARAN BAHASA INDONESIA PADA SISWA TUNARUNGU DI SMA LUAR BIASA GOLONGAN B SINGARAJA"

Copied!
12
0
0

Teks penuh

(1)

1

PERILAKU VERBAL DAN NONVERBAL GURU DALAM

PENGAJARAN BAHASA INDONESIA PADA SISWA TUNARUNGU

DI SMA LUAR BIASA GOLONGAN B SINGARAJA

Wayan Febby Evayana Karnawa, I Nengah Suandi, Ni Made Rai Wisudariani

e-mail: evayanafebby@yahoo.co.id nengah_suandi@yahoo.co.id ejournal_pbsi@yahoo.co.id

Abstrak

Penelitian ini bertujuan untuk memberikan gambaran mengenai (1) bentuk dan fungsi perilaku verbal dalam pengajaran bahasa Indonesia di SMA Luar Biasa Golongan B Singaraja dan (2) jenis dan fungsi perilaku nonverbal guru dalam pengajaran bahasa Indonesia di SMA Luar Biasa Golongan B Singaraja. Penelitian ini menggunakan rancangan deskriptif dengan menggunakan pendekatan kualitatif dan kuantitatif. Subjek penelitian ini adalah guru Bahasa Indonesia kelas XI di SMA Luar Biasa Golongan B Singaraja, sedangkan objek penelitian ini adalah perilaku verbal (PV) dan nonverbal (PNV) guru. Pengumpulan data dilakukan dengan menggunakan observasi dan wawancara. Rancangan penelitian deskriptif yang menggunakan analisis kualitatif dan kuantitatif digunakan untuk menggambarkan bentuk dan fungsi PV guru, jenis dan fungsi PNV. Hasil analisis menunjukkan bentuk bahwa PV yang digunakan guru yaitu deklaratif 61,22%, imperatif 22,44%, dan interogatif 13,79%. Fungsi PV yang muncul yaitu asertif 40,81%, direktif 36,73%, ekspresif 16,32%, komisif sebanyak 4,08%, dan deklarasi 2,04%. Jenis PNV yang digunakan guru yaitu gerakan tangan (selanjutnya disingkat GT) dan ekspresi 33,82%, GT 30,88%, gerakan kepala dan tangan (selanjutnya disingkat GKT) dan ekspresi 10,29%, GKT 8,82%, gerakan kepala (selanjutnya disingkat GK) 7,35%, ekspresi 4,41%, dan GK dan ekspresi 4,41%. Fungsi PNV yang digunakan yaitu melengkapi dan menekankan 35,29%, melengkapi 25%, menggantikan 17,65%, menekankan 14,70%, serta melengkapi dan mengatur 7,35%. PV dan PNV sangat penting sehingga dapat disarankan agar guru memadukan PV dan PNV dalam mengajar sesuai dengan nilai-nilai sosial budaya masyarakat Bali.

Kata kunci: perilaku verbal dan perilaku nonverbal.

Abstract

This study aims to provide an overview of (1) the form and function of verbal behavior in the teaching of Indonesian in high school Extraordinary Class B Singaraja and (2) the types and functions of nonverbal behavior of teachers in the teaching of Indonesian in high school Extraordinary Class B Singaraja. This study used a descriptive design using qualitative and quantitative approaches. The subjects were Indonesian teacher in high school class XI Extraordinary Class B Singaraja, while the object of this study is verbal behavior (PV) and nonverbal (PNV) teacher. The data was collected through observation and interviews. Descriptive study design using qualitative and quantitative analysis are used to describe the form and function of PV teacher, the type and function of PNV. The results of the analysis showed that teachers use the form PV is the declarative form 61.22%, 22.44% imperative, and interrogative 13.79%. The PV function is a function that appears assertive 40.81%, 36.73% directive, expressive 16.32%, commissive as much as 4.08%, and 2.04% declaration. The type of teacher that is used PNV GT and expression of 33.82%, 30.88% GT, GKT and ekspresi 10.29%, 8.82% GKT , GK 7.35%, 4.41% expression, and the expression of GK and 4.41%. PNV functions used are complementary and emphasize 35.29%, 25% complement, replace 17.65%, 14.70% stressed , and equip and arrange 7.35%. PV and PNV is very important so that it can be suggested that teachers memaduka PV and PNV in teaching in accordance with the socio-cultural values of the people of Bali.

(2)

2 PENDAHULUAN

Manusia sebagai makhluk sosial, tidak bisa luput dari aktivitas komunikasi. Komunikasi terjadi dalam kehidupan manusia kapan saja, di mana saja, dan bagi siapa saja, tidak terkecuali dalam bidang pendidikan dan pengajaran di sekolah. Dalam bidang pengajaran, salah satu bentuk komunikasi yang terjadi antara guru dan siswa adalah komunikasi verbal dan komunikasi nonverbal. Komunikasi ini berkaitan dengan cara guru mengajar atau menyampaikan materi di kelas. Guru yang profesional akan mampu mengajar dan menciptakan suasana yang kondusif sehingga siswa akan lebih bersemangat dan dapat memahami materi dengan baik. Untuk membuat kondisi belajar yang kondusif, kegiatan interaksi yang terjadi tidak terlepas dari perilaku verbal (perilaku yang berupa kata-kata) dan nonverbal (perilaku yang bukan berupa kata-kata melainkan berupa gerak-gerik) yang dilakukan guru.

Pengajaran Bahasa Indonesia juga tidak terlepas dari perilaku verbal dan nonverbal guru. Interaksi antara guru dan siswa dalam pengajaran termasuk dalam bentuk komunikasi. Tanpa disadari, saat berkomunikasi penutur akan melibatkan komunikasi verbal dan komunikasi nonverbal yang dalam hal ini dapat dilihat dari perilaku verbal dan perilaku nonverbal. Perilaku verbal dan nonverbal sangat berkaitan erat. Perilaku verbal yang berupa kata-kata akan didukung oleh informasi nonverbal yang berupa gerak-gerik untuk memantapkan makna dan maksud penutur. Mulyana (2003:308) mengatakan bahwa manusia tidak hanya dipersepsi lewat bahasa verbalnya, seperti bahasa halus, kasar, dan seterusnya tetapi juga melalui perilaku nonverbalnya. Menurut Suwito (1989:32), komunikasi nonverbal sangat penting artinya bagi keberhasilan komunikasi terutama komunikasi interpersonal. Effendy (1981:31) juga berpendapat senada, bahwa komunikasi verbal dan nonverbal itu saling melengkapi untuk mencapai

keefektifan komunikasi, seperti ungkapan bukan apa yang ia katakan, tetapi bagaimana cara ia mengatakannya. Pandangan-pandangan tersebut mengindikasikan bahwa perilaku nonverbal sangat berperan penting dalam keberhasilan berkomunikasi.

Secara tidak langsung pernyataan-pernyataan para ahli tersebut mengakui pentingnya perilaku nonverbal dalam mendukung perilaku verbal demi ketercapaian dan keefektifan komunikasi. Namun, pada kenyataannya, penelitian perilaku nonverbal dalam komunikasi belum banyak dilakukan. Penelitian-penelitian yang selama ini dilakukan hanya sebatas pada penelitian perilaku verbal saja.

Komunikasi nonverbal dapat menjalankan sejumlah fungsi penting. Riset yang dilaksanakan Ekman, (dalam DeVito, 1996: 177) mengidentifikasikan enam fungsi utama, yaitu: (1) menekan, komunikasi nonverbal untuk menonjolkan atau menekan beberapa bagian dari pesan verbal, (2) melengkapi (complement), komunikasi nonverbal untuk memperkuat warna atau sikap umum yang dikomunikasikan oleh pesan verbal, (3) menunjukan kontradiksi, penutur dapat secara sengaja mempertentangkan pesan verbal dengan menggunakan gerakan nonverbal, (4) mengatur, gerak-gerik nonverbal dapat mengendalikan atau mengisyaratkan keinginan penutur untuk mengatur arus pesan verbal, (5) mengulangi, penutur dapat mengulangi atau merumuskan ulang makna dari pesan verbal, dan (6) menggantikan, komunikasi nonverbal dapat menggantikan komunikasi verbal.

Aspek utama dan yang merupakan permasalahan sekaligus keunikan dan kekhasan paling mendasar yang dimiliki anak tunarungu yaitu terutama dalam komunikasi. Hal ini merupakan realita yang terjadi karena secara lahiriah anak tunarungu mengalami gangguan pada organ pendengaran yang menyebabkan sulit untuk menangkap, mengolah, mengekspresikan, dan merespon

(3)

bunyi-3 bunyi dari lingkungan dengan tepat, sehingga berpengaruh pada perkembangan bicara. Dalam hal ini peranan guru juga sangat mempengaruhi komunikasi anak tunarungu. Untuk membuat kondisi belajar anak tunarungu yang kondusif, interaksi yang terjadi tidak terlepas dari perilaku verbal (perilaku yang berupa kata-kata) dan nonverbal (perilaku yang bukan berupa kata-kata melainkan berupa gerak-gerik) yang dilakukan guru.

Pada observasi awal yang peneliti lakukan di kelas XI SMA Luar Biasa Golongan B Singaraja, ditemukan data bahwa sebagian besar siswa mengalami tunarungu. Kondisi ini membuat guru lebih banyak menggunakan perilaku nonverbal dalam mengajar. Dalam kaitannya dengan perilaku verbal dan nonverbal, dalam penelitian ini guru yang diteliti dalam pengajaran Bahasa Indonesia di SMA Luar Biasa golongan B ini sangatlah aktif dalam penggunaan perilaku nonverbal, baik yang diikuti dengan perilaku verbal maupun tidak.

Kenyataan di lapangan telah diamati melalui metode observasi awal, terlihat bahwa guru menggunakan perilaku nonverbal yaitu menggunakan gerakan-gerakan tangan, aktif menggunakan berbagai sentuhan kepada siswa, menggunakan berbagai macam isyarat, serta menggunakan suara atau vokal yang bervariasi agar murid lebih paham dengan maksud guru dalam pengajaran Bahasa Indonesia. Melihat hasil observasi awal ini, peneliti tertarik untuk mengetahui lebih lanjut bentuk dan fungsi perilaku verbal guru serta bentuk dan fungsi perilaku nonverbal guru.

Berdasarkan kenyataan di atas, peneliti mengangkat masalah ini sebagai bahan penelitian agar nantinya pembaca menyadari bahwa dalam pengajaran Bahasa Indonesia juga tidak terlepas dari perilaku verbal dan nonverbal guru. Interaksi antara guru dan siswa dalam pengajaran termasuk dalam bentuk komunikasi. Penelitian sejenis juga pernah dilakukan, seperti pada penelitian yang dilakukan oelh Sriasih, dkk. Yang berjudul “Perilaku Verbal dan Nonverbal dalam Aktivitas Seni Mabebasan di Bali” (2006). Penelitian lain yang terkait yaitu, penelitian

oleh Suandi, dkk. (2009) yang berjudul “Keserasian Tindak Tutur Komunikasi Verbal dan Tindak Komunikasi Nonverbal dalam Pemakaian Sor Singgih Bahasa Bali”. Penelitian lain terkait dengan perilaku verbal dan nonverbal juga dilakukan oleh Diarsa (2010) dengan judul penelitian “Perilaku Verbal dan Nonverbal Guru Praktik Komputer di SMK Negeri 3 Singaraja”. Penelitian selanjutnya dilakukan oleh Ardianto, tahun 2012 yang berjudul “Tindak Tutur Direktif Guru dalam Wacana Interaksi Kelas Anak Tunarungu di SLB-B YPTB Malang”. Penelitian lain pada tahun 2012 yang dilakukan oleh Suko Winarsih yang berjudul “Ekspresi Tutur Anak Tuna Rungu dalam Interaksi Pembelajaran di Kelas”. Penelitian lain dilakukan oleh Mei Lamria Entalya Nababan pada tahun 2010 yang berjudul “Kesatuan Verbal dan Nonverbal pada Tuturan Direktif dalam Pembelajaran di SMP Taman Rama National Plus Jimbaran”. Penelitian selanjutnya pada tahun 2013 yang dilakukan oleh Made Ratminingsih yang berjudul “Tindak Tutur Guru dalam Proses Belajar di TK Wangun Sesana Penarukan”.

Penulis melakukan penelitian berbeda dengan keenam penelitian di atas. Penelitian ini berfokus pada perilaku nonverbal yang dapat berdiri sendiri tanpa disertai dengan perilaku verbal tidak seperti pada penelitian yang sudah ada yang menyatakan bahwa perilaku verbal dan perilaku nonverbal itu saling berkaitan dan dalam perilaku nonverbal akan selalu disertai perilaku verbal. Subjek penelitian ini adalah guru Bahasa Indonesia yang mengajar di kelas XI SMA Luar Biasa Golongan B Singaraja.

Berdasar pada hal-hal tersebut di atas peneliti tertarik untuk melaksanakan penelitian yang berjudul “Perilaku Verbal dan Nonverbal Guru dalam Pengajaran Bahasa Indonesia pada Siswa Tunarungu SMA Luar Biasa Golongan B Singaraja”.

Berdasarkan latar belakang di atas, permasalahan yang dibahas dalam penelitian ini sebagai berikut. (1) Apa saja bentuk dan fungsi perilaku verbal guru dalam pengajaran Bahasa Indonesia pada siswa tunarungu di SMA Luar Biasa Golongan B Singaraja?, (2) Apa saja jenis

(4)

4 dan fungsi perilaku nonverbal guru dalam pengajaran Bahasa Indonesia pada siswa tunarungu di SMA Luar Biasa Golongan B Singaraja?

Adapun tujuan yang ingin penulis capai dalam penelitian ini yaitu, (1) Mendeskripsikan bentuk dan fungsi perilaku verbal guru dalam pengajaran Bahasa Indonesia pada siswa tunarungu di SMA Luar Biasa Golongan B Singaraja, (2) Mendeskripsikan jenis dan fungsi perilaku nonverbal guru dalam pengajaran Bahasa Indonesia pada siswa tunarungu di SMA Luar Biasa Golongan B Singaraja.

Manfaat yang ingin dicapai penulis dalam pelaksaan penelitian ini ada dua, yaitu manfaat teoretis dan manfaat praktis. Untuk manfaat toeretis, hasil penelitian ini dapat dijadikan sebagai masukan bagi para ahli mengenai perilaku verbal dan nonverbal dalam pengajaran Bahasa Indonesia. Selain itu, hasil penelitian ini bermanfaat untuk mengeksistensikan keberadaan teori-teori yang berkaitan dengan penelitian ini. Selain itu, hasil penelitian ini dapat memperkaya khazanah ilmu pengetahuan, khususnya penggunaan bahasa verbal dan nonverbal dalam pembelajaran Bahasa Indonesia. Sedangkan manfaat praktis, hasil penelitian ini dapat bermanfaat bagi sekolah, guru, siswa, peneliti sendiri, dan peneliti lain.

Bagi sekolah, hasil penelitian ini diharapkan dapat dijadikan sumber informasi mengenai manfaat penggunaan perilaku verbal dan nonverbal yang berguna untuk efektivitas kegiatan pengajaran. Bagi guru, hasil penelitian ini diharapkan brmanfaat bagi para guru mengenai manfaat penggunaan perilaku verbal dan nonverbal yang berguna untuk efektivitas kegiatan pengajaran. Bagi siswa, hasil penelitian ini diharapkan dapat memacu semangat belajar siswa, untuk meningkatkan pemahaman mengenai dan merasakan pentingnya perilaku nonverbal guru dalam pembelajaran. Bagi peneliti, hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan arahan mengenai penggunaan perilaku verbal dan noinverbal dalam pengajaran. Bagi peneliti

lain, hasil penelitian ini diharapkan dapat menjadi pedoman, informasi, dan bahan bandingan untuk melakukan penelitian lain yang berkaitan dengan perilaku verbal dan perilaku nonverbal.

METODE PENELITIAN

Penelitian ini dirancang dengan

metode penelitian yang meliputi, (1) rancangan penelitian, (2) subjek dan

objek penelitian, (3) metode pengumpulan data, (4) instrumen data, dan (5) metode analisis data.

Penelitian ini menggunakan rancangan penelitian deskriptif. Subjek dalam penelitian ini adalah Ketut Kusumayuningsih, S. Pd. selaku guru kelas XI SMA Luar Biasa Golongan B Singaraja. Objek yang dikaji dalam penelitian ini adalah perilaku verbal dan nonverbal guru dalam pengajaran Bahasa Indonesia bagi siswa tunarungu di SMA Luar Biasa Golongan B Singaraja.

Pengumpulan data dalam penelitian ini dilakukan dengan metode observasi dan wawancara. Metode observasi digunakan untuk mengumpulkan data mengenai perilaku verbal dan nonverbal guru dalam pembelajaran Bahasa Indonesia. Metode wawancara digunakan untuk melengkapi data-data yang menurut peneliti masih kurang dan untuk mendapatkan data yang lebih akurat. Instrumen yang peneliti gunakan yaitu, observasi dan wawancara.

Pengolahan data dilakukan dengan menggunakan metode deskriptif. Analisis data adalah proses pelacakan dan pengaturan secara sistematis transkip wawancara, catatan lapangan, dan bahan-bahan tersebut agar dapat dipresentasikan semuanya kepada orang lain. Tahapan analisis data ini akan melewati lima alur, menurut Sugiyono (2006: 338—345) yaitu 1) reduksi data, 2) penyajian data, 3) klasifikasi data, 4) penyimpulan, dan 5) Teknik Pemeriksaan Keabsahan Data.

(5)

5 HASIL DAN PEMBAHASAN

Hasil

Observasi dilakukan untuk mengetahui bentuk dan fungsi perilaku verbal guru di SMA Luar Biasa Golongan B Singaraja. Dari penelitian yang dilakukan menunjukkan bahwa dari tiga bentuk tindak tutur menurut Wijana (1996: 30), bentuk yang frekuensinya tertinggi muncul dalam pengajaran bahasa Indonesia pada siswa tunarungu di SMA Luar Biasa Golongan B Singaraja adalah bentuk deklaratif dan frekuensi terendah tampak pada bentuk interogatif. Untuk fungsi perilaku verbal guru tampak dari kelima fungsi PV, ternyata frekuensi tertinggi tampak pada fungsi asertif dan frekuensi terendah tampak pada fungsi deklarasi. Sajian data secara kualitatif masing-masing bentuk PV beserta fungsi makro yang menyertainya, dipaparkan beberapa contoh berikut ini sebagai sampel.

Terdapat beberapa bentuk deklaratif dengan fungsi makro asertif, fungsi perilaku verbal asertif atau representatif dilakukan penuturnya dengan maksud mengikat mitratuturnya akan kebenaran yang diujarkan. Fungsi makro asertif memiliki beberapa fungsi mikro PV yakni : menunjukkan, memberikan informasi, menjelaskan, menyebutkan, menyimpulkan, dan membandingkan. Berikut beberapa contoh tuturannya.

Fungsi mikro menunjukkan, fungsi ini dimaksudkan oleh penutur untuk menunjukkan suatu arah atau suatu benda kepada lawan bicaranya, seperti pada contoh tuturan berikut.

Konteks: Guru memberikan contoh tentang kalimat fakta dan kalimat opini.

Guru : “ini fakta, ini opini” Siswa : (diam)

Tuturan tersebut disampaikan kepada siswa yang masih bingung dengan kalimat fakta dan kalimat opini. Berdasarkan bentuk PV, guru memberika informasi kepada siswa mengenai kalimat fakta dan kalimat opini sehingga bentuk PV pada tuturan di atas termasuk bentuk PV deklaratif.

Bentuk deklaratif dengan fungsi makro komisif ialah bentuk suatu tuturan yang berupa pernyataan yang mengandung informasi disampaikan penutur kepada mitratutur. Tindak tutur fungsi komisif dilakukan penutur dengan maksud sedikit banyak mengikat penuturnya pada suatu tindakan di masa depan. Bentuk deklaratif dengan fungsi mikro komisif termasuk ke dalam fungsi mikro PV yakni mengancam. Berikut di paparkan contoh tuturan tersebut secara kualitatif.

Fungsi mikro PV mengancam disampaikan penutur untuk mengikat mitratutur untuk melaksanakan yang disebutkan di dalam tuturan penutur, seperti tampak pada contoh tuturan guru berikut ini.

Konteks : Guru mengatakan kepada siswa yang tidak memperhatikan untuk keluar dari kelas.

Guru : “Ibu tidak akan mengajar siswa yang tidak memperhatikan. Hanya beberapa orang yang memperhatikan pelajaran saja yang akan ibu ajar.

Siswa: (diam)

Tuturan di atas diucapkan dengan maksud mengancam siswa yang tidak memperhatikan guru saat menjelaskan untuk keluar kelas. Tuturan tersebut disampaikan guru dalam sebuah perrnyataan yang mengandung informasi ancaman dari guru untuk siswa. Tuturan tersebut termasuk PV bentukdeklaratif dengan fungsi komisif mengancam.

Bentuk deklaratif dengan fungsi makro ekspresif ialah tuturan yang mengungkapkan atau mengutarakan sikap psikologis penutur terhadap keadaan yang tersirat dalam tuturan. Dari fungsi makro ekspresif tersebut terdapat beberapa fungsi mikro yaitu mengucapkan salam, memuji, dan menyalahkan.

Fungsi memberi salam adalah tindak tutur yang dilakukan dengan maksud memberikan salam kepada lawan biacara atau mitratutur. Seperti pada contoh tuturan berikut ini.

Konteks : Guru mengawali pembelajaran dengan memberi salam.

Siswa : “Panganjali Umat” Guru : “Om suastiastu”

(6)

6 Tuturan “Om Suastiastu”, disampaikan guru kepada siswa dengan maksud untuk memberi salam sebelum pelajaran dimulai. Tuturan tersebut disampaikan dengan bentuk pernyataan yang berisi informasi berupa salam kepada siswa. Tuturan ini merupakan tindak tutur berbentuk deklaratif dengan fungsi ekspresif memberi salam.

Perilaku verbal dengan bentuk imperatif adalah tuturan yang digunakan secara umum untuk memerintah seseorang dan biasanya ditandai dengan penggunaan tanda seru dalam tulisannya.

Bentuk imperatif dengan fungsi makro asertif dilakukan penuturnya dengan maksud mengikat mitratuturnya akan kebenaran yang diujarkan.

Berikut dipaparkan bentuk PV imperatif dengan fungsi makro asertif yang dibagi lagi menurut fungsi mikronya.

Fungsi mikro menunjukan dimaksudkan oleh penutur untuk menunjukan suatu arah atau suatu benda kepada lawan biacaranya, seperti pada contoh tuturan berikut.

Konteks : Siswa melakukan kesalahan dalam menyusun kalimat sehingga guru mengatakan perlu adanya perbaikan.

Guru : “Itu kalimatmu kurang lengkap, makannya lain kali perlu diperhatikan lagi!” Siswa : (diam)

Tuturan di atas, disampaikan guru dengan maksud menunjukan suatu susunan kalimat kepada siswa, yaitu guru menunjukan kesalahan pada penyusunan kalimat yang ditulis oleh salah satu siswa di papan tulis. Guru menyampaikan tuturan tersebut dengan agak kesal dan sedikit tegang kepada siswa. Tuturan tersebut termasuk PV bentuk imperatif dengan fungsi makro direktif dan fungsi mikro menunjukan.

Bentuk imperatif dengan fungsi makro direktif dilakukan penutur dengan maksud menghasilkan sesuatu efek berupa tindakan yang dilakukan oleh penuturnya. Bentuk imperatif adalah tuturan yang digunakan secara umum untuk memerintah seseorang. Berdasarkan hasil observasi yang

dilakukan oleh peneliti, didapat 4 fungsi mikro PV, yakni : menyarankan, menyuruh, meminta, dan mengajak.

Fungsi mikro menyarankan dimaksudkan penutur secara halus kepada mitratutur untuk melakukan suatu tindakan, tampak pada contoh berikut ini.

Konteks : Guru menilai penyusunan kalimat fakta oleh siswa.

Guru : “Dalam penyusunan kalimat fakta tolong diperhatikan kebenarannya!”

Siswa : (Iya Bu, nanti saya perbaiki)

Tuturan di atas, disampaikan guru dengan maksud secara halus meminta siswa untuk melakukan perbaikan dari segi kebenaran kalimatnya yang ternyata banyak terjadi kesalahan. Guru menyarankan siswa untuk lebih memperhatikan penulisan dan tuturan ini disampaikan untuk memerintah siswa. Tuturan tersebut termasuk PV bentuk imperatif dengan fungsi direktif menyarankan.

Bentuk imperatif dengan fungsi mikro ekspresif ialah tuturan yang mengungkapkan atau menguratakan sikap psikologis penutur terhadap keadaan yang tersirat dalam tuturan. Selama observasi, peneliti mendapat PV fungsi ekspresif dengan bentuk imperatif muncul dengan fungsi mikro memuji.

Perilaku verbal dengan bentuk interogatif, pada umunya bentuk tuturan ini digunakan untuk bertanya sehingga dalam penulisannya ditandai dengan tanda tanya. Bentuk interogatif ini dapat dibagi lagi menjadi 2 tuturan bentuk interogatif dengan fungsi asertif dan tuturan bentuk interogatif dengan fungsi direktif. Berikut disajikan beberapa contohnya sebagai sampel berdasarkan fungsi makro.

Berdasarkan hasil observasi yang dilakukan peneliti, terdapat beberapa tuturan bentuk interogatif dengan fungsi direktif. Tuturan bentuk interogatif dengan fungsi mikro direktif dibagi menjadi 2 fungsi mikro PV, yakni meminta dan bertanya. Berikut dipaparkan secara kualitatif beberapa tuturan yang memiliki bentuk interogatif dengan fungsi makro

(7)

7 direktif yang dapat dibagi lagi menjadi beberapa fungsi mikro.

Fungsi mikro meminta disampaikan secara halus kepada mitratutur untuk melakukan suatu tindakan. Tampak pada contoh tuturan berikut.

Konteks : Guru menghampiri salah satu siswa dan meminta siswa tersebut untuk menunjukan catatan pada minggu lalu.

Guru : “Mana catatan kamu tentang kesimpulan pada minggu lalu?”

Siswa : (siswa tersebut mengeluarkan buku catatan dari dalam tasnya)

Tuturan “mana catatan kamu tentang kesimpulan pada lalu?” dikatakan guru kepada salah satu siswa yang belum mengeluarkan catatannya dengan maksud secara halus kepada siswa untuk melakuakan sesuatu, yaitu mengeluarkan buku catatan yang dimaksud oleh guru. Tuturan tersebut berbentuk interogatif yang digunakan guru untuk bertanya dengan fungsi direktif meminta.

Jenis dan fungsi pemunculan PNV yang dilakukan peneliti terhadap PNV guru dalam pembelajaran bahasa Indonesia di SMA Luar Biasa Golongan B Singaraja dan sesuai pula dengan lingkup penelitian yang telah dikemukakan pada Bab I, ditemukan bahwa jenis PNV meliputi (1) GK (Gerakan Kepala), (2) GT (Gerakan Tangan), (3) Ekspresi, (4) GKT (Gerakan Kepala dan Tangan), (5) GK dan Ekspresi, (6) GT dan Ekspresi, dan (7) GKT dan Ekpresi. Tangan yang dimaksud dalam penelitian ini adalah anggota badan dari siku sampai ke ujung jari atau pergelangan sampai ke ujung jari (Mulyono, 1988: 897)

Fungsi melengkapi, dalam kaitannya dengan fungsi ini, penutur menggunakan PNV untuk memperkuat sikap umum yang dikomunikasikan oleh PV, seperti tampak pada gambar berikut.

Pada gambar di atas, tampak seorang guru mengancungkan telunjuk tangan kanan ke arah atas ketika menanyakan siswa jika ada yang ingin maju ke depan untuk menuliskan jawaban yang telah dibuat.

Fungsi menggantikan, dalam kaitannya dengan fungsi ini, penutur menggunakan PNV untuk menggantikan maksud dari PV yang diucapkan, seperti tampak pada gambar berikut ini.

Pada gambar di atas, tampak seorang guru memggunakan jari tangannya untuk membentuk huruf “C” yang artinya catatan, sambil berkata “Tolong buka catatan kalian!. Pemunculan PNV GT pada gambar di atas berfungsi untuk menggantikan PV guru yaitu bermaksud agar siswa membuka buku catatan masing-masing.

Melengkapi dan menekankan, dalam fungsi ini terdapat PNV GT dan ekspresi PNV gerakan tangan dan ekspresi yang memiliki fungsi melengkapi dan menekankan tampak apda gambar berikut.

Pada gambar di atas, tampak seorang guru yang sedang mendatangi seorang siswa yang ketahuan tidak membawa buku catatan. Pemunculan PNV guru pada gambar 20 di atas berfungsi untuk melengkapi dan menekankan PV guru. Guru

mengancungkan telunjuk (GT)

Guru menggunakan jari tangannya untuk membentuk huruf “C”

Guru menunjuk buku salah satu siswa dengan menunjukkan ekspresi kesal

(8)

8 Fungsi melengkapi dan mengatur, dalam fungsi ini terdapat PNV GK dan ekspresi. Dalam kaitannya dengan fungsi ini, disampaikan penutur untuk memperkuat sikap umum yang dikomunikasikan sekaligus mengatur arus PV, seperti tampak pada gambar berikut.

Pada gambar 22 di atas, tampak seorang guru berekspresi kesal sambil menggerakkan kepala ke seluruh siswa. Guru melakukan gerakan ini karena siswa ribut saat guru sedang berbicara.guru menatap seluruh siswa dengan kesal. Pemunculan PNV GKT dan ekspresi guru yang tampak pada gambar 22 berfungsi untuk melengkapi dan mengatur.

Fungsi Menekankan terdapat PNV GT, dalam kaitannya dengan fungsi ini, penututr menggunakan PNV untuk menekankan beberapa bagian dari PNV seperti tampak pada gambar berikut.

Pada gambar di atas, tampak seorang guru mengacungkan telunjuknya ke arah siswa yang akan maju ke depan kelas untuk menuliskan jawabannya di papan tulis. Pemunculan PNV yang berupa GT seperti tampak pada gambar di atas berfungsi untuk menekankan.

Pembahasan

Mengenai bentuk dan fungsi perilaku verbal guru dalam penelitian ini menunjukan bahwa dari ketiga bentuk PV yang dikemukakan oleh Wijana (1996:

30), bentuk PV yang muncul saat pengajaran bahasa Indonesia di SMA Luar Biasa Golongan B Singaraja, bentuk deklaratiflah yang memiliki frekuensi pemunculan tertinggi sementara yang terendah adalah bentuk interogatif. Secara berjenjang frekuensi pemunculan PV dapat dilihat sebagai berikut.

Dari penelitian ini ditemukan bahwa bentuk PV deklaratif adalah bentuk yang paling tinggi. Tingginya pemunculan bentuk deklaratif tidak terlepas dari situasi tuturan yang diteliti, yaitu dalam situasi pengajaran guru di sekolah kepada siswa. Dalam situasi ini, tujuan tujuan guru dalam komunikasi yaitu menyampaikan materi atau pelajaran kepada siswa berupa pernyataan-pernyataan yang berisi informasi. Dengan kata lain, guru bertujuan memberikan informasi sebanyak-banyaknya kepada siswa.

Setingkat lebih rendah frekuensi pemunculannya dari deklaratif yaitu bentuk PV imperatif. Temuan ini menunjukan bahwa selain guru memberikan informasi berupa pernyataan, guru juga sering menggunakan bentuk tindak tutur memerintah kepada siswa. Tindak tutur bentuk imperatif adalah tindak tutur yang digunakan untuk memerintah mitratutur melakukan suatu tindakan. Tindak tutur imperatif ini muncul pada saat guru memerintah siswa yang ribut agar diam dan memerhatikan ke depan, memerintah siswa untuk menjawab pertanyaan, memerintah siswa untuk ke depan kelas, ataupun untuk melarang siswa. Intinya, bentuk imperatif ini muncul pada saat guru bermaksud agar siswa melakukan suatu tindakan yang ada dalam tuturan. Hal ini dikarenakan guru selain sebagai penyampai informasi, juga selain pengatur jalannya pengajaran di kelas. Konteks pengajaran guru kepada siswa demi kelancaran pengajaran di kelas. Guru mengatur tingkah laku siswa dengan menggunakan tuturan berbentuk imperatif.

Bentuk PV terendah yaitu interogatif, muncul dengan presentase terkecil. Temuan ini menunjukan betapapun guru menyampaikan banyak informasi dan mengatur siswa, guru juga hendaknya menghargai siswa dengan memberiikan Guru menggerakkan

kepala kepada

seluruh siswa dengan ekspresi kesal

Guru mengacungkan telunjuk

(9)

9 kesempatan kepada siswa untuk menyampaikan pikirannya. Bentuk interogatif ialah bentuk tindak tutur yang digunakan penutur untuk meminta kejelasan, meminta keterangan, atau pun bertanya kepada mitratutur.

Guru menggunakan bentuk ini saat menanyakan batas keterpahaman siswa terhapdap materi yang di ajarkan, muncul pula saat guru meminta penjelaan mengenai isi tugas yang di buat di depan kelas, atau pun saat guru menggali pengetahuan awal siswa sebelum menjelaskan materi., dan muncul saat guru mengadakan evaluasi secara lisan berupa tanya jawab kepada siswa. Selain memberikan informasi dan mengatur sikap siswa, guru juga perlu mengahargai siswa sebagai manusia dengan memberikan kesempatan kepada siswa untuk mengemukakan pikirannya. Akan tetapi perlu dilakukan pancingan berupa pertanyaan-pertanyaan kepada siswa.

Dalam penelitian ini juga tampak bahwa kelima fungsi tindak tutur menurut Sealre (1993: 164), muncul dalam PV guru saat pengajaran bahasa Indonesia di SMA Luar Biasa Golongan B Singaraja. Dari kelima fungsi tersebut, frekuensi tertinggi tampak pada fungsi asertif, sementara frekuensi terendah tampak pada fungsi deklarasi. Secara berjenjang frekuensi pemunculan dapat dilihat sebagai berikut.

Tingginya fungsi asertif tidak terlepas dari jenis situasi tutur yang diteliti, yaitu dalam situasi pengajaran bahasa Indonesia. Dalam situasi ini, tujuan guru dalam komunikasi yakni menyampaikan materi atau pelajaran kepada siswa. Penyampaian materi atau pelajaran ini ditunjukan untuk meningkatkan siswa akan kebenaran yang diujarkan guru. Guru menyampaikan materi atau meberikan informasi kepada siswa sesuai dengan kebenaran yang ada dan teori atau materi-materi pelajaran ini sebagai bekal ilmu dan dapat dimanfaatkan dengan baik. Selain itu tidak terlepas dari strategi pengajaran yang digunakn oleh guru, yaitu pengajaran yang berpusat pada guru sehingga yang lebih aktif adalah guru untuk memberikan materi kepada siswa. Temuan ini menunjukan

bahwa guru dalam situasi pengajaran bahasa Indonesia selalu mendahulukan pemberian informasi atau materi yang nantinya akan mengikat siswa sebagai bekal. Hal ini sejalan dengan hakikat asertif, yaitu tindak tutur yang mengikat penuturnya akan kebenaran yang diujarkan seperti menjelaskan, memberikan informasi, menunjukan, mengemukakan, memberikan informasi, menunjukan, mengemukankan pendapat, menyimpulkan, menyebutkan, membandingkan, memberi contoh dan merinci.

Setingkat lebih rendah frekuensi pemunculannya dari asertif adalah tindak tutur direktif. Temuan ini menunjukan bahwa selain mengikat siswa akan kebenaran materi atau informasi yang ada dalam tuturan, guru juga wajib memberikan pelatihan kepada siswa akan materi yang disampaikan. Guru melatih siswa dengan memberikan arahan-arahan tindakaan untuk dilaksanakan dalam pelaksanaan pembelajaran. Guru melakukan hal tersebut dengan maksud agar siswa mengikuti atau menuruti hal atau tindakan yang disampaikan dalam tuturan. Hal ini sejalan dengan hakikat direktif, yaitu tindak tutur yang disebutkan dalam tuturan seperti mempersilahkan, meminta, menyuruh, menyarankan, menuntut, malarang, mengajak, memberi nasihat, dan bertanya.

Fungsi PV tertinggi ketiga yaitu fungsi ekspresif, betapa pun guru memberikan informasi dan memerintah siswa, guru juga manusia yang memiliki perasaan. Saat pengajaran, guru tidak jarang memperlihatkan perasaannya, baik itu positif maupun negatif seperti memuji, menyalahkan, memberi salam, atau pun mengeluh. Banyak tingkah laku siswa yang dapat memancing perasaan guru. Hal ini sejalan dengan hakikat tindak tutur ekspresif, yaitu mengungkapkan atau mengutarakan sikap psikologis penutur terhadap keadaan yang tersirat dalam tuturan.

Tindak tutur dengan fungsi komisif muncul terendah kedua sebelum tidak tutur deklaratif. Hal ini dikarenakan, guru lebih fokus untuk memberikan informasi dan mengatur sikap siswa dibandingkan

(10)

10 dengam memuturkan sesuatu yang akan mengikatnya di masa depan seperti hakikat tindak tutur komisif. Tindak tutur ini dilakukan dengan maksud sedikit banyak mengikat penuturnya pada suatu tindakan di masa depan. Saat mengajar, tuturan yang berfungsi komisif seperti menjanjikan dan mengancam

Fungsi PV guru terendah yaitu fungsi deklarasi. Hal ini terjadi mengingat hakikat fungsi deklaratif, yaitu tindak tutur yang dimaksudkan penuturnya untuk menciptakan hal yang baru, spserti memecat, mengangkat, memberi anma, membatalkan, mengundurkan diri, dan mengizinkan. Situasi yang diteliti dalam penelitian ini yaitu pengajaran bahasa Indonesia di SMA Luar Biasa Golongan B Singaraja, secara logika, fungsi-fungsi mikro deklaratif di atas tidak akan muncul dalam situasi ini kecuali guru memberi izin siswa melakukan sesuatu dan hal inilah yang ditemukan peneliti di lapangan. Fungsi deklaratif guru yang muncul hanya saat guru memberikan izin kepada siswa untuk permisi ke toilet saat pengajaran berlangsung.

Berkaitan dengan jenis dan fungsi PNV yang dilakukan guru dalam pengajaran bahasa Indonesia, akan dijelaskan sebagai berikut. Jenis PNV yang paling banyak muncul saat guru mengajarkan materi bahasa Indonesia di SMA Luar Biasa Golongan B adalah gerakan tangan dan ekspresi dengan fungsi PNV melengkapi dan menekankan. Ditinjau dari jenis, yaitu jenis PNV yang paling sering diguankan guru adalah gerakan tangan dan ekspresi. Hal ini sejalan dengan hasil penelitian Sang Ayu Sriasih (2006: 105) dan hasil penelitian Diarsa (2010: 64). Kedua penelitian yang meneliti mengenai jenis perilaku nonverbal, menemukan bahwa gerakan tanganlah yang paling sering muncul. Hal ini dapat dijelaskan sebagai berikut.

Pertama, dibandingkan gerakan kepala, tangan tergolong anggota tubuh yang bersifat dinamis. Karena sifatnya dinamis, tangan paling mudah digerakkan baik ke depan, ke belakang, ke samping kiri, ke samping kanan, ke atas, dan ke bawah. Kedua, dibandingkan kepala,

gerakan tangan tergolong paling banyak variasinya. Secara garis besar, gerakan tangan itu dapat dibedakan atas dua macam, yaitu gerakan satu tangan dan gerakan dua tangan. Ketiga, ekspresi wajah adalah salah satu PNV yang paling mudah berganti-ganti sesuai dengan situasi dan kondisi guru serta lingkungan. Seni seorang guru dalam mengajar ialah akting yang diperkuat dengan ekspresi wajah. Hal ini diungkapkan oleh salah seorang guru yaitu Ketut Kusumayuningsih, S. Pd. saat diwawancara.

Ditinjau dari segi fungsi, PNV yang dilakukan guru sebagian besar untuk melengkapi dan menekankan PV. Hal ini didapat dari hasil wawancara dengan guru. Guru melakukan gerakan saat mengajar berdasarkan situasi dan kondisi di kelas serta materi yang diajarkan. Salah seorang guru, yaitu Putu Dewi Resiani, S. Pd, mengatakan bawa jika guru hanya berbiacara saja tanpa adanya gerakan, siswa tidak akan tertarik dan kurang memahami informasi yang disampaikan. Karena itu, guru kadang kala melakukan gerakan yang fungsinya untuk melengkapi dan menekankan maksud tuturannya. Guru lain, yaitu Putu Suamba Adi Putra, S. Ag. mengatakan bahwa, siswa SLB akan lebih cepat paham dan mengerti apabila pengajaran dilakukan dengan menggunakan gerakan-gerakan atau perilaku nonverbal yang bisa dimengerti oleh siswa. Intinya, PNV lebih banyak digunakan guru untuk melengkapi dan menekankan tuturannya saat mengajar. SIMPULAN

Berdasarkan hasil sajian penelitian pada BAB IV dan sesuai pula dengan permasalahan penelitian yang telah dikemukakan, dapatlah disimpulkan hal-hal di bawah ini.

Yang pertama, dari hasil penelitian ditemukan bahwa bentuk PV guru Bahasa Indonesia di SMA Luar Biasa Golongan B Singaraja didominasi oleh bentuk deklaratif sementara yang terendah adalah bentuk interogatif. Sedangkan jenis perilaku PV guru Bahasa Indonesia di SMA Luar Biasa Golongan B Singaraja yang tertinggi adalah fungsi asertif dan

(11)

11 yang terendah adalah fungsi deklarasi. Secara berjenjang frekuensi pemunculan PV dapat dilihat sebagai berikut.

Dari ketiga bentuk PV yang ditemukan, bentuk deklaratiflah yang berada pada posisi paling tinggi. Dalam PV bentuk deklaratif terdapat lima fungsi makro PV, yaitu asertif, direktif, komisif, ekspresif dan deklarasi. Dari kelima fungsi makro PV, fungsi asertiflah yang memiliki kedudukan paling tinggi dengan enam fungsi mikro PV di dalamnya, antara lain fungsi menunjukan, memberikan informasi, menjelaskan, menyebutkan, menyimpulkan, dan membandingkan. Fungsi PV terbanyak kedua dalam bentuk PV deklaratif adalah fungsi PV direktif. Dalam fungsi PV direktif terdapat empat fungsi mikro PV, yaitu fungsi mempersilahkan, menyarankan, meminta dan memberi nasihat. Fungsi PV yang selanjutnya ialah fungsi makro PV ekspresif yang memiliki tiga fungsi mikro PV, seperti mengucapkan salam, memuji, dan menyalahkan. Sedangkan fungsi PV terendah nomor dua adalah fungsi mikro komisif yang memiliki satu fungsi mikro mengancam. Fungsi makro PV dengan bentuk PV deklaratif adalah fungsi deklarasi dengan fungsi mikro mengizinkan.

Yang kedua, dari hasil penelitian yang dilakukan, bentuk PV yang kedua terbanyak adalah bentuk PV imperatif. Dalam bentuk ini memiliki tiga fungsi makro PV, dengan urutan sebagai berikut. Yang pertama adalah fungsi direktif, fungsi ini memiliki empat fungsi mikro, yaitu menyuruh, meminta, mengajak, dan menyarankan. Yang kedua adalah fungsi makro asertif dengan tiga fungsi mikro menunjukan, memberikan contoh, dan memberi penilaian. Yang terakhir adalah fungsi makro ekspresif dengan fungsi ikro memuji.

Bentuk PV terakhir adalah bentuk interogatif. Bentuk ini adalah bentuk yang paling sedikit memiliki angka kemunculan dengan hanya dua fungsi makro PV yaitu fungsi asertif dan direktif. Dalam fungsi makro PV asertif memiliki dua fungsi mikro yaitu fungsi bertanya dan meminta. Sedangkan fungsi asertif hanya memiliki

satu fungsi mikro PV yaitu fungsi memberi penilaian.

Dengan demikian, secara umum bentuk perilaku verbal yang paling tinggi frekuensi pemunculannya oleh guru dalam pengajaran bahasa Indonesia di SMA Luar Biasa Golongan B Singaraja adalah bentuk deklaratif, terbanyak kedua adalah bentuk imperatif, dan terendah yaitu bentuk interogatif sedangkan fungsi PV yang paling tinggi adalah fungsi asertif, yang kedua fungsi direktif, ketiga fungsi ekspresif, keempat komisif, dan yang terakhir adalah fungsi deklarasi.

Dari hasil penelitian juga ditemukan bahwa jenis PNV guru Bahasa Indonesia di SMA Luar Biasa Golongan B Singaraja ada tujuh jenis PNV yang didominasi oleh jenis GT dan yang terendah adalah jenis PNV GK dan ekspresi. Sedangkan fungsi PNV yang dilakukan guru Bahasa Indonesia di SMA Luar Biasa Golongan B Singaraja ada lima fungsi dengan fungsi yang tertinggi adalah fungsi PNV melengkapi dan menekankan dan fungsi yang terendah adalah fungsi PNV melengkapi dan mnegatur. Secara berjenjang frekuensi pemunculan PNV dapat dilihat sebagai berikut.

Jenis PNV yang pertama adalah jenis GT dengan empat fungsi PNV yaitu fungsi melengkapi dan menekankan, melengkapi, menggantikan, dan menekankan. Jenis PNV yang kedua adalah jenis GT dan ekspresi dengan empat fungsi PNV yaitu fungsi melengkapi dan menekankan, menekankan, menggantikan dan melengkapi. Jenis PNV yang ketiga yaitu jenis GKT dan ekspresi dengan dua fungsi PNV yaitu fungsi melengkapi dan menekankan dan fungsi melengkapi dan mengatur. Jenis PNV yang keempat yaitu GKT dengan tiga fungsi PNV yaitu fungsi melengkapi dan menekankan, menggantikan dan menekankan. Jenis PNV yang kelima yaitu GK dengan fungsi PNV melengkapi. Yang terakhir yaitu jenis PNV GK dan ekspresi dengan fungsi melengkapi dan mengatur.

Dengan demikian, jenis perilaku PNV guru Bahasa Indonesia di SMA Luar Biasa Golongan B Singaraja yang paling tinggi adalah jenis GT dan yang terendah

(12)

12 adalah jenis ekspresi. Sedangkan PNV tertinggi digunakan guru dalam pengajaran bahasa Indonesia di SMA Luar Biasa Golongan B Singaraja adalah perilaku nonverbal dengan fungsi melengkapi dan menekankan dan fungsi PNV terendah adalah melengkapi dan mengatur.

Sebagian perilaku verbal guru dalam melakukan pengajaran di SMA Luar Biasa Golongan B Singaraja disertai dengan gerakan nonverbal. Perilaku verbal muncul saat pengajaran sebanyak 49 tuturan dan perilaku nonverbal muncul sebanyak 68 tuturan sehingga pemunculan perilaku nonverbal yang menyertai perilaku verbal sebanyak 72,06%. Hal ini terjadi karena guru di SMA Luar Biasa Golongan B Singaraja lebih dominan menggunakan gerakan dalam kegiatan pengajaran karena situasi dan kondisi siswa yang sebgaian besar tunarungu menuntut semua guru untuk melakukan hal tersebut.

DAFTAR PUSTAKA

DeVito,

Joseph

A.

1996.

Human

Communication. New York: Harper

Collins Publisher (Terjemahan oleh

Agus Maulana. 1997. Komunikasi

Antarmanusia. Jakarta: Profesional

Books).

Diarsa, Nyoman. 2010. Perilaku Verbal

dan

Nonverbal

Guru

dalam

Pengajaran Praktik Komputer di

SMK Negeri 3 Singaraja. Skripsi

(tidak

direbitkan).

Jurusan

Pendidikan

Bahasa

dan

Sastra

Indonesia, Universitas Pendidikan

Ganesha.

Effendy, Onong U. 1981. Dimensi-dimensi

Komunikasi. Bandung: Alumni.

Mulyana, Deddy. 2003. Ilmu Komunikasi:

Suatu Pengantar. Bandung: PT

Remaja Rosdakarya Offset.

---. 2000. Ilmu Komunikasi: Suatu

Pengantar. Bandung: PT Remaja

Rosdakarya.

Sriasih, Sang Ayu Putu, dkk. 2006.

Perilaku Verbal dan Nonverbal

dalam Aktivitas Seni Mabebasan

(Kajian Saxlopragmatik) (Laporan

Penelitian

Fundamental

Tahun

2006).

Sulastrini, Luh. 2012. Penerapan Media

Gambar Berseri Berlatar Budaya

Bali

untuk

Meningkatkan

Kemampuan Menulis Cerpen Siswa

Kelas VIII SMP N 4 Tejekula.

Skripsi (tidak diterbitkan). Jurusan

Pendidikan

Bahasa

dan

Sastra

Indonesia, Universitas Pendidikan

Ganesha.

Wijana, I Dewa. 1996. Dasar-dasar

Pragmatik.

Yogyakarta:

Andi

Referensi

Dokumen terkait

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui implementasi pembelajaran kelas Imersi di SMA Negeri 2 Karanganyar, mengetahui kendala yang dihadapi SMA Negeri 2

Sebuah skripsi yang diajukan untuk memenuhi sebagian syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Pariwisata pada Program Studi Manajemen Pemasaran Pariwisata. Fakultas Pendidikan

Perangkat Desa adalah Pejabat Pemerintah Desa yang membantu tugas Kepala Desa dalam menyelengarakan Pemerintahan Desa, melaksanakan Pembangunan Desa, pembinaan

2) satuan kerja atau fungsi yang membawahkan audit internal; dan/atau 3) pihak lain. LJKNB wajib memastikan ketersediaan jejak audit atas seluruh kegiatan penyelenggaraan

Saya menyatakan, bahwa untuk semua keterangan dan jawaban-jawaban dari Calon Pemegang Polis dan Calon Tertanggung yang dinyatakan dalam SPAJ ini telah diberikan dengan lengkap

Pendekatan yang digunakan dalam penelitian ini adalah pendekatan penelitian kualitatif dengan metode studi kasus (case study) , artinya penelitian difokuskan pada kasus

Ketentuan dalam Peraturan Gubernur Jambi Nomor 38 Tahun 2009 tentang Pengelolaan Pelayanan Obat Dan Alat Kesehatan Di Rumah Sakit Umum Daerah Raden Mattaher Provinsi

kendaraan ke dalam peta digital, sistem juga dilengkapi dengan notifikasi bunyi pada perangkat mobile yang digunakan di dalam kendaraan sebagai peringatan jika