• Tidak ada hasil yang ditemukan

PEMANFAATAN PROGRAM GIZI DI POSYANDU DAN FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI STATUS GIZI IBU MENYUSUI DAN BAYINYA ELY WALIMAH

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "PEMANFAATAN PROGRAM GIZI DI POSYANDU DAN FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI STATUS GIZI IBU MENYUSUI DAN BAYINYA ELY WALIMAH"

Copied!
89
0
0

Teks penuh

(1)

PEMANFAATAN PROGRAM GIZI DI POSYANDU

DAN FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI

STATUS GIZI IBU MENYUSUI DAN BAYINYA

ELY WALIMAH

SEKOLAH PASCASARJANA

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

BOGOR

2007

(2)

ABSTRACT

ELY WALIMAH. Utilization of Nutritional Program In Posyandu and Determinant Factors Breast-Feeding Mothers Nutritional Status and Their Infants Nutritional Status. Under Direction of HADI RIYADI and DADANG SUKANDAR.

Human quality is characterized with strong physic, powerful mental, optimal health and able to adapt knowledge and technology easily. One of indicator to measure the human quality is Human Development Indeks (HDI). Three main factor of HDI indicators are education, health and economic. Those factors related to community nutritional status. Malnutrition will cause physic, mental and intelligence growth failure, low productivity and increasing diseases and deaths. Malnutrition occurs as a result of economic crisis that happenned recently and also caused by the social institution that exist in social issues are not function any longer. One of the social institution is Posyandu (Health and Nutrition Integrated Services Center). Posyandu was not running optimally this recently. The general purpose of the research to get informations about utilization of nutritional program at posyandu and also some factors that related to nutritional status of breast-feeding mothers and their infants.

The research design was using a cross sectional study. Design population in this research are breast-feeding mothers and their infants from each posyandu under responsibility of Puskesmas Ciranjang area and Puskesmas Karang Tengah area. The total number of samples are 100 breast-feeding mothers and 100 their infants. Sample were taken by using a simple random sampling method. Data were taken by interview breast-feeding mothers and measured breast-feeding mothers body mass indeks and their infants. Data were analyzed by multiple regression linear model.

The multiple regression linear model results, there were relation between utilization of nutritional program in posyandu with breast-feeding mothers (p value = 0.001), there were relation between utilization of nutritional program in posyandu with infant nutritional status with used index weight for length (p-value = 0.001). Knowledge of nutrition, vitamin B1 (thiamin), vitamin C, vitamin A have positive significant on breast-feeding mothers (P<0.05). Household income, fosfor, Vitamin C, protein have positive significant on infant nutritional status with index weight for length (P<0.05). Household income, fosfor, Vitamin C, vitamin A have positive significant on infant nutritional status with index length for age and weight for age (P<0.05).

(3)

RINGKASAN

ELY WALIMAH. Pemanfaatan Program Gizi di Posyandu dan Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Status Gizi Ibu Menyusui dan Bayinya. Dibimbing oleh HADI RIYADI dan DADANG SUKANDAR.

Sumber daya manusia (SDM) yang berkualitas dicirikan dengan fisik yang tangguh, mental yang kuat, kesehatan yang prima dan menguasai ilmu pengetahuan serta teknologi. Salah satu indikator untuk mengukur tinggi rendahnya kualitas SDM adalah Indeks Pembangunan Manusia (Human Development Indeks atau HDI). Tiga faktor utama penentu HDI adalah pendidikan, kesehatan dan ekonomi. Ketiga faktor tersebut erat kaitannya dengan status gizi masyarakat. Kurang gizi akan mengakibatkan kegagalan pertumbuhan fisik, perkembangan mental dan kecerdasan, menurunkan produktivitas, meningkatkan kesakitan dan kematian.

Kurang gizi selain terjadi karena kondisi saat ini sedang krisis dapat juga ditimbulkan karena berbagai lembaga sosial yang ada tidak difungsikan kembali. Salah satu lembaga sosial adalah posyandu dan lembaga ini kelihatan tidak berfungsi secara optimal. Secara umum penelitian ini bertujuan menggali informasi mengenai pemanfaatan program gizi di posyandu dan menganalisis faktor-faktor yang mempengaruhi status gizi ibu menyusui serta bayinya sebagai pengguna posyandu. Secara khusus penelitian ini bertujuan untuk menganalisis hubungan pemanfaatan program gizi di posyandu dengan status gizi ibu menyusui dan bayinya, menganalisis faktor-faktor yang mempengaruhi status gizi ibu menyusui dan bayinya.

Rancangan penelitian ini menggunakan desain Cross Sectional Study. Populasi yang diambil adalah seluruh ibu menyusui dan bayinya dari setiap posyandu yang berada di wilayah kerja Puskesmas Ciranjang dan Karang Tengah. Jumlah sampel yang diambil sebanyak 100 orang ibu menyusui dan 100 bayinya dengan menggunakan metode acak sederhana. Jenis data yang dikumpulkan meliputi data primer dan data sekunder. Data primer diperoleh dengan cara wawancara langsung dengan responden.

Karakteristik bayi meliputi umur dan jenis kelamin. Data status gizi bayi 0-11 bulan diperoleh dengan cara pengukuran antropometri yang meliputi berat badan dan panjang badan. Berat badan bayi diukur dengan menggunakan timbangan injak digital merek ”easttech” dengan ketelitian 0.1 kg. Teknik pengukuran berat badan bayi yaitu bayi digendong oleh ibunya sehingga diketahui berat badan bayi dan ibunya kemudian dikurangi berat badan ibu yang sebelumnya sudah diketahui untuk memperoleh berat badan bayi. Data karakteristik ibu meliputi umur, pendidikan ibu dan pekerjaan. Data status gizi ibu diperoleh dengan cara pengukuran antropometri berdasarkan berat badan dan tinggi badan. Pengukuran berat badan dengan cara menimbangan langsung ibu menyusui menggunakan alat ukur timbangan injak digital merek ”easttech” dengan ketelitian 0.1 kg. Pengukuran tinggi badan dengan menggunakan microtoise dengan ketelitian 0.1 cm. Data konsumsi pangan ibu menyusui dan bayinya dikumpulkan melalui metode recall 2 x 24 jam.

(4)

Data pengetahuan gizi ibu diperoleh dengan mengajukan 10 pertanyaan tentang zat gizi dan fungsinya, persepsi ibu tentang program gizi diperoleh dengan mengajukan 10 pertanyaan yang meliputi proses pelaksanaan program posyandu, dan pelayanan program gizi diperoleh dengan mengajukan 9 pertanyaan meliputi cakupan pelaksanaan program posyandu yang diperoleh oleh ibu menyusui dan bayinya. Data akses pelayanan program gizi diperoleh dengan mengajukan pertanyaan mengenai jarak rumah dengan tempat pelayanan program gizi serta keterjangkauan transportasi.

Berdasarkan hasil analisis korelasi pearson pada α = 0.01 diketahui bahwa faktor-faktor yang berhubungan dengan status gizi ibu adalah tingkat kecukupan protein, tingkat kecukupan vitamin A, tingkat kecukupan vitamin C, tingkat kecukupan B1 (tiamin), tingkat kecukupan kalsium, tingkat kecukupan fosfor,

tingkat kecukupan zat besi, sedangkan dari hasil analisis regresi linear berganda pada α = 0.05 dapat diketahui bahwa tingkat kecukupan B1 (tiamin), tingkat

kecukupan vitamin C, tingkat kecukupan vitamin A, pemanfaatan program gizi di posyandu dan pengetahuan gizi ibu berpengaruh positif terhadap status gizi ibu menyusui.

Berdasarkan hasil analisis korelasi pearson pada α = 0.01 diketahui bahwa faktor-faktor yang berhubungan dengan status gizi bayi adalah tingkat kecukupan protein, tingkat kecukupan vitamin A, tingkat kecukupan vitamin C, tingkat kecukupan vitamin B1 (tiamin), tingkat kecukupan kalsium, tingkat kecukupan

fosfor dan tingkat kecukupan besi, sedangkan dari hasil analisis regresi linear berganda pada α = 0.05 dapat diketahui bahwa tingkat kecukupan protein, tingkat kecukupan vitamin C, tingkat kecukupan fosfor, pemanfaatan program gizi di posyandu dan pendapatan keluarga berpengaruh positif terhadap status gizi bayi menurut indeks BB/PB . Tingkat kecukupan vitamin A, tingkat kecukupan vitamin C, tingkat kecukupan fosfor dan pendapatan keluarga berpengaruh positif terhadap status gizi bayi menurut indeks PB/U dan BB/U

Keywords : Posyandu, Bayi, Ibu Menyusui dan Status Gizi.

(5)

PEMANFAATAN PROGRAM GIZI DI POSYANDU

DAN FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI

STATUS GIZI IBU MENYUSUI DAN BAYINYA

ELY WALIMAH

TESIS

Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Magister Sains pada

Departemen Gizi Masyarakat dan Sumberdaya Keluarga

SEKOLAH PASCASARJANA

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

BOGOR

2007

(6)

Judul Tesis : Pemanfaatan Program Gizi di Posyandu dan Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Status Gizi Ibu Menyusui dan Bayinya

Nama : Ely Walimah NIM : A 551050011

Disetujui Komisi Pembimbing

Diketahui

Ketua Program Studi Gizi Masyarakat Dekan Sekolah Pascasarjana dan Sumberdaya Keluarga

Dr.Ir. Hadi Riyadi, MS Ketua

Prof.Dr.Ir. Ali Khomsan, MS Prof. Dr.Ir. Khairil A.Notodiputro, MS Dr. Ir. Dadang Sukandar, MSc

Anggota

(7)

“Jadikanlah sabar dan sholat sebagai penolongmu. Dan sesungguhnya yang

demikian itu sungguh berat, kecuali bagi orang-orang khusyu”

(Q.S. Al-Baqoroh :45)

Kepersembahkan karya ilmiah ini teruntuk :

Keluarga dan semua keponakanku, suami dan bayiku tercinta

(8)

PRAKATA

Sujud syukur sudah sepantasnya penulis abdikan pada Dzat Yang Maha Tunggal, Maha Agung, Maha Sempurna, Allah Azza Wa Jalla, sebagai wujud rasa syukur seorang hamba atas Qudroh dan Irodah-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan penulisan tesis ini. Setelah melalui proses yang cukup panjang, dengan segala “cobaan” yang menerpa, alhamdulillah, penulis dapat menyelesaikan penulisan tesis ini dengan judul : “Pemanfaatan Program Gizi di Posyandu dan Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Status Gizi Ibu Menyusui dan Bayinya”.

Terima kasih penulis ucapkan kepada Bapak Dr. Ir. Hadi Riyadi, MS dan Bapak Dr. Ir. Dadang Sukandar, MSc selaku pembimbing serta Bapak Prof.Dr.Ir.Ali Khomsan, MS sebagai ketua tim penelitian payung dengan judul Studi Implementasi Program Gizi : Pemanfaatan oleh Rumah Tangga, Keterjangkauan, Effectivitas dan Dampak terhadap Status Gizi di Daerah Miskin yang bekerjasama dengan Neysvan Hoogstraten Foundation (NHF) The Netherlands. Ungkapan terima kasih juga disampaikan kepada teman-teman enumerator atas segala bantuan dan kerjasamanya.

Akhirul kalam semoga tesis ini bermanfaat bagi penulis khususnya dan masyarakat pembaca pada umumnya.

Bogor, Agustus 2007 Ely walimah

(9)

RIWAYAT HIDUP

Penulis dilahirkan di Sumedang pada tanggal 1 April 1980 sebagai anak ke-empat dari empat bersaudara dari pasangan Engkos Teteng Kosasih (alm) dan Cucu Jumirah. Pendidikan sarjana ditempuh di Program Studi Kesehatan Masyarakat Jurusan Pendidikan Kesehatan dan Ilmu Perilaku Universitas Muhammadiyah Jakarta, lulus pada tahun 2003. Pada tahun 2005 penulis diterima di Program Studi Gizi Masyarakat dan Sumberdaya Keluarga pada Program Pascasarjana IPB. Penulis bekerja sebagai dosen tetap di Fakultas Ilmu Kesehatan Universitas Muhammadiyah Maluku Utara (UMMU) sejak tahun 2003. Penulis juga pernah menjabat sebagai sekretaris Temu Kaji Ilmiah Dosen (TEKAD) dan editor pelaksana Jurnal SAIN Universitas Muhammadiyah Maluku Utara dari tahun 2003-2005.

(10)

DAFTAR ISI

Halaman

DAFTAR TABEL ... xii

DAFTAR GAMBAR ... xiv

DAFTAR LAMPIRAN ... xv

PENDAHULUAN ... 1

TINJAUAN PUSTAKA Perkembangan Posyandu di Indonesia ... 5

Pelayanan Posyandu ... 6

Revitalisasi Posyandu ... 8

Pelayanan Dasar Gizi ... 9

Status gizi & Pengukurannya ... 11

Faktor-faktor yang mempengaruhi Status Gizi ... 15

Pendapatan ... 17

Pendidikan dan Pengetahuan Ibu ... 17

Zat Gizi, Vitamin dan Mineral ... 18

KERANGKA PEMIKIRAN & HIPOTESIS Kerangka Pemikiran ... 24

Hipotesis ... 25

Kerangka Konsep ... 26

METODE PENELITIAN Disain dan Tempat Penelitian ... 27

Teknik Penarikan Contoh ... 27

Jenis dan Cara Pengumpulan Data ... 30

Pengolahan dan Analisis Data ... 31

Batasan Operasional ... 36

HASIL DAN PEMBAHASAN Keadaaan Umum Daerah Penelitian ... 38

Karakteristik Keluarga... 40

Karakteristik Bayi... 42

Pengeluaran Pangan... 41

Persepsi Ibu tentang Program Gizi ... 44

Pengetahuan Gizi Ibu ... 45

Pemanfaatan Pelayanan Gizi ... 47

Pelayanan Program Posyandu... 48

Akses Pelayanan Program Gizi ... 49

Rata-Rata Konsumsi dan Tingkat Kecukupan Konsumsi Ibu Menyusui... ... 50

Rata-Rata Konsumsi dan Tingkat Kecukupan Konsumsi Bayi ... 52

(11)

Status Gizi Ibu ... 54

Status Gizi Bayi ... 55

Hubungan Pemanfaatan dengan Status Gizi Ibu dan Bayi ... 57

Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Status Gizi Ibu dan Bayi ... 58

DAFTAR PUSTAKA ... 69

(12)

DAFTAR TABEL

Halaman

1 Sebaran populasi dan sample di Kecamatan Ciranjang ... 28

2 Sebaran populasi dan sample di Kecamatan Karang Tengah... 28

3 Sebaran karakteristik keluarga menurut pendidikan,umur dan pekerjaan... 40

4 Sebaran keluarga menurut pendapatan Rp/kapita/bln ... 41

5 Sebaran bayi menurut jenis kelamin... 43

6 Sebaran karakteritik keluarga menurut pengeluaran pangan... 43

7 Sebaran karakteritik rumah tangga menurut pengeluaran pangan, dan status ekonomi keluarga ... 43

8 Sebaran ibu menurut persepsi terhadap program posyandu ... 45

9 Sebaran ibu menurut pengetahuan gizi ... 45

10 Sebaran ibu menurut jawaban benar dan salah dari pertanyaan tentang pengetahuan gizi ... 46

11 Sebaran ibu menurut pemanfaatan program gizi ... 47

12 Sebaran ibu menurut pelayanan program posyandu ... 49

13 Sebaran ibu menurut akses pelayanan program gizi di posyandu ... 49

14 Statistik konsumsi dan tingkat kecukupan konsumsi ibu ... 50

15 Sebaran ibu menurut tingkat kecukupan zat gizi ... 52

16 Statistik konsumsi dan tingkat kecukupan konsumsi bayi... 50

17 Sebaran bayi menurut tingkat kecukupan zat gizi ... 52

18 Sebaran ibu menurut status gizi ... 55

19 Sebaran status gizi bayi menurut indeks BB/PB, PB/U, BB/U ... 56

20 Variabel yang bermakna pada α=0.01 berdasarkan hasil analisis korelasi pearson ... 58

21 Variabel yang bermakna pada α=0.05 berdasarkan hasil analisis regresi linear berganda ... 59

22 Variabel yang bermakna pada α=0.05 berdasarkan hasil analisis regresi linear berganda ... 60 23 Variabel yang bermakna pada α=0.01 berdasarkan hasil analisis

(13)

korelasi pearson ... 61 24 Variabel yang bermakna pada α=0.05 berdasarkan hasil analisis

regresi linear berganda ... 62 25 Variabel yang bermakna pada α=0.05 berdasarkan hasil analisis

(14)

DAFTAR GAMBAR

Halaman

1 Metode Penelitian Status Gizi ... 15

2 Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Status Gizi Balita ... 16

3 Hubungan antara Pendidikan dan Status Gizi ... 18

(15)

DAFTAR LAMPIRAN

Halaman 1 Variabel yang pada alpha 0.05 berdasarkan hasil analisis regresi

linier berganda... 74 2 Variabel yang pada alpha 0.05 berdasarkan hasil analisis

(16)

PENDAHULUAN

Latar Belakang

Pembangunan suatu bangsa pada hakekatnya adalah suatu upaya pemerintah bersama masyarakat untuk mensejahterakan bangsa. Salah satu faktor penentu keberhasilan pembangunan nasional suatu bangsa adalah tersedianya sumber daya manusia (SDM) yang berkualitas. Sumber daya manusia (SDM) yang berkualitas dicirikan dengan fisik yang tangguh, mental yang kuat, kesehatan yang prima dan menguasai ilmu pengetahuan serta teknologi. Salah satu indikator untuk mengukur tinggi rendahnya kualitas SDM adalah Indeks Pembangunan Manusia (Human Development Indeks atau HDI). Tiga faktor utama penentu HDI yaitu pendidikan, kesehatan dan ekonomi. Ketiga faktor tersebut erat kaitannya dengan status gizi masyarakat. Kurang gizi berdampak pada penurunan kualitas SDM. Berdasarkan Indeks Pembangunan Manusia (IPM) maka pembangunan sumber daya manusia Indonesia belum menunjukkan hasil yang menggembirakan. Pada tahun 2003, IPM Indonesia menempati urutan ke 112 dari 174 negara. Pada tahun 2004, Indeks Pembangunan Manusia (IPM) Indonesia menempati peringkat 111 dari 177 negara. Pada tahun 2006, Indeks Pembangunan Manusia (IPM) Indonesia menempati peringkat 108 dari 177 negara (UNDP 2003, 2004, 2006).

Kurang gizi akan mengakibatkan kegagalan pertumbuhan fisik, perkembangan mental dan kecerdasan, menurunkan produktivitas, meningkatkan kesakitan dan kematian (Azwar 2004). Status gizi masyarakat dipengaruhi oleh banyak faktor yang saling mempengaruhi secara kompleks. Di tingkat rumah tangga status gizi dipengaruhi oleh kemampuan rumah tangga menyediakan pangan yang cukup baik kuantitas maupun kualitasnya, asuhan gizi ibu dan anak dipengaruhi oleh faktor pendidikan dan perilaku serta keadaan kesehatan anggota rumah tangga. Berdasarkan hal tersebut terlihat eratnya hubungan antara ketahanan pangan dan perbaikan gizi masyarakat sehingga menjadi komitmen global. Melalui international conference on nutrition 1992 hingga world food summit 2002, menegaskan komitmen masing-masing negara termasuk Indonesia untuk melanjutkan upaya peningkatan ketahanan pangan, menghapuskan kelaparan dan kekurangan gizi (Azwar 2004).

(17)

Peningkatan kualitas Sumber Daya Manusia (SDM) mempengaruhi peningkatan dari status gizi masyarakatnya. Status gizi merupakan salah satu faktor penyebab dari kualitas hidup manusia. Perbaikan gizi merupakan syarat utama dalam perbaikan kesehatan ibu hamil, menurunkan angka kematian bayi dan balita. Menurut kepala Dinas Kesehatan Cianjur bahwa sebesar 12.6% dari jumlah total 167.019 balita di Kabupaten Cianjur menderita gizi kurang dan 1.4% menderita gizi buruk. Kondisi ini diantaranya disebabkan karena faktor ekonomi (Abdul 2005).

Upaya pemerintah dalam meningkatkan gizi di Indonesia sudah berjalan semenjak 30 tahun dan masih berfokus pada masalah gizi utama yaitu Kekurangan Energi dan Protein (KEP), defisiensi vitamin A, anemia zat besi dan defisiensi iodium. Menurut Soekirman (1998) bahwa kurang gizi selain terjadi karena kondisi saat ini sedang krisis dapat juga ditimbulkan karena berbagai lembaga sosial yang ada tidak berfungsi secara optimal. Salah satu dari lembaga sosial adalah posyandu dan lembaga ini kelihatan tidak berfungsi secara optimal. Menurut Surat Edaran Menteri Dalam Negeri dan Otonomi Daerah Nomor : 411.3/1116/SJ tanggal 13 Juni 2001 tentang Pedoman Umum Revitalisasi Posyandu bahwa posyandu harus mampu dalam upaya pemenuhan kebutuhan kesehatan dasar dan peningkatan status gizi masyarakat serta posyandu harus mampu berperan sebagai wadah pelayanan kesehatan dasar berbasis masyarakat. Bayi, balita, ibu hamil dan ibu menyusui merupakan golongan rawan terhadap masalah kekurangan gizi. Oleh sebab itu bayi, balita, ibu hamil dan ibu menyusui menjadi sasaran dalam kegiatan posyandu. Secara umum revitalisasi posyandu bertujuan meningkatkan fungsi dan kinerja Posyandu sehingga bisa memenuhi kebutuhan tumbuh kembang anak sejak dalam kandungan dan mampu meningkatkan atau mempertahankan status gizi serta derajat kesehatan ibu dan anak.

Tujuan dari program pemerintah dalam meningkatkan status gizi masyarakat adalah meningkatkan intelegensi dan kinerja seseorang sehingga bisa meningkatkan kualitas sumber daya manusia. Tujuan lainnya adalah menurunkan angka penyakit yang disebabkan kekurangan zat gizi (KEP, defisiensi vitamin A, anemia zat besi dan defisiensi iodium). Program gizi mendukung dalam

(18)

peningkatan status gizi masyarakat pada umumnya melalui peningkatan pola konsumsi pangan beragam, seimbang dan berkualitas (Atmarita & Fallah 2004). Pelaksanaan program gizi pada tatanan masyarakat dilaksanakan melalui posyandu.

Posyandu yang didirikan sejak tahun 1986 merupakan wadah masyarakat untuk mendapatkan pelayanan kesehatan secara terpadu dalam berbagai sektor, oleh karena itu posyandu yang telah ada secara tidak langsung dapat membantu mengatasi masalah dari dampak krisis ekonomi yang melanda negara khususnya dalam bidang kesehatan ibu dan anak yang termasuk kelompok rawan gizi dan sangat perlu diperhatikan. Posyandu yang merupakan penyelenggarakan pelayanan program gizi yang paling “dekat” dengan masyarakat sehingga apabila fungsi dan kinerjanya baik kemudian dimanfaatkan oleh masyarakat, secara tidak langsung mampu mengatasi masalah gizi yang terjadi selama ini. Secara umum pelaksanaan program gizi telah mengurangi penyakit akibat zat gizi (Kodyat et al 1998).

Dari latar belakang di atas penulis tertarik untuk menggali bagaimana pelaksanaan program gizi di tingkat posyandu wilayah Kecamatan Ciranjang dan Karang Tengah Kabupaten Cianjur serta melihat faktor-faktor yang mempengaruhi status gizi ibu menyusui dan bayinya yang termasuk kelompok rawan gizi. Berdasarkan informasi dari Dinas Kesehatan Kabupaten Cianjur bahwa wilayah Kecamatan Ciranjang dan Karang tengah merupakan 2 wilayah yang paling banyak pelaksanaan program gizi dibandingkan dengan wilayah kecamatan lainnya yang berada di kabupaten Cianjur.

(19)

Tujuan Penelitian

Tujuan Umum

Secara umum penelitian ini bertujuan menganalisis pemanfaatan program gizi di posyandu dan berbagai faktor yang mempengaruhi status gizi ibu menyusui dan bayinya sebagai pengguna posyandu di Kecamatan Ciranjang dan Karang Tengah Kabupaten Cianjur Propinsi Jawa Barat.

Tujuan Khusus

Penelitian ini secara khusus bertujuan untuk :

1. Mengidentifikasi karakteristik keluarga, konsumsi makan, pelayanan program gizi, akses pelayanan program gizi, pemanfaatan program gizi, pengeluaran pangan, persepsi program gizi, pengetahuan gizi dan status gizi ibu menyusui dan bayinya.

2. Menganalisis hubungan pemanfaatan program gizi dengan status gizi ibu menyusui dan bayinya.

3. Menganalisis faktor-faktor yang mempengaruhi status gizi ibu menyusui dan bayinya.

Manfaat

Penelitian ini diharapkan dapat memberikan masukan atau informasi tentang kegiatan program gizi di posyandu sehingga bisa memberikan masukan bagi para penentu kebijakan dalam menentukan pelaksanaan program gizi yang lebih efektif dan tepat sasaran.

(20)

TINJAUAN PUSTAKA

Perkembangan Posyandu di Indonesia

Upaya perbaikan gizi di Indonesia telah dirintis sejak tahun 1950-an yang dimulai dengan pembentukan panitia perbaikan makanan rakyat di Jawa Tengah. Pada tahun yang hampir bersamaan dilaksanakan kegiatan serupa di berbagai negara lain. FAO dan WHO merumuskan suatu program yang dinamakan Applied Nutrition Program (ANP) yaitu upaya yang bersifat edukatif untuk meningkatkan gizi rakyat terutama golongan rawan gizi dengan peran serta masyarakat setempat dengan dukungan dari berbagai instansi secara terkordinasi.

Tahun 1969 melalui pertemuan berbagai instansi dilahirkan nama UPGK dengan menggunakan konsep ANP (Applied Nutrition Program) dari FAO-WHO. Dalam perkembangannya pada tahun 1984 dicanangkan oleh masyarakat dengan bantuan alat dan tenaga khusus dari pemerintah. Posyandu merupakan salah satu bentuk Pembangunan Kesehatan Masyarakat Desa (PKMD). PKMD merupakan suatu pendekatan yang kekuatannya terletak pada pelayanan kesehatan dasar, kerjasama lintas sektoral dan peran serta msyarakat.

Tujuan dari Posyandu adalah:

1) Mempercepat penurunan angka kematian bayi dan anak balita serta penurunan angka kelahiran.

2) Mempercepat penerimaan Norma Keluarga Kecil Bahagia Sejahtera (NKKBS).

3) Meningkatkan kemampuan masyarakat untuk mengembangkan kegiatan kesehatan dan kegiatan-kegiatan lain yang menunjang sesuai dengan kebutuhan (Depkes 1986,1997).

Posyandu digolongkan menjadi 4 tingkatan yaitu :

1. Posyandu tingkat pratama adalah posyandu yang masih belum optimal kegiatannya dan belum bisa melaksanakan kegiatan rutinnya tiap bulan dan kader aktifnya masih terbatas.

2. Posyandu tingkat madya adalah posyandu yang sudah dapat melaksanakan kegiatan lebih dari 8 kali per tahun, dengan rata-rata jumlah kader 5 atau

(21)

lebih, tetapi cakupan program utamanya (KB,KIA,GIZI dan Imunisasi) masih rendah yaitu kurang dari 50%. Kelestarian dari kegiatan posyandu ini sudah baik tetapi masih rendah cakupannya.

3. Posyandu tingkat purnama adalah posyandu yang frekuensi pelaksanaannya lebih dari 8 kali per tahun, rata-rata jumlah kader yang bertugas 5 orang atau lebih, cakupan program utamanya (KB, KIA, GIZI dan Imunisasi) lebih dari 50% sudah dilaksanakan, serta sudah ada program tambahan bahkan sudah ada Dana Sehat yang masih sederhana.

4. Posyandu tingkat mandiri adalah posyandu yang sudah bisa melaksanakan programnya secara mandiri, cakupan program utamanya sudah bagus, ada program tambahan Dana Sehat dan telah menjangkau lebih dari 50% Kepala Keluarga (KK).

Pelayanan Posyandu

Posyandu merupakan lanjutan dari Taman Gizi/Pos Penimbangan, selama ini dilaksanakan oleh PKK yang kemudian dilengkapi dengan pelayanan KB dan Kesehatan. Posyandu sebagai pusat kegiatan masyarakat dalam bidang kesehatan melaksanakan pelayanan KB, gizi, imunisasi, penanggulangan diare dan KIA. Upaya keterpaduan pelayanan ini merupakan salah satu cara untuk meningkatkan jangkauan pelayanan kesehatan kepada masyarakat. Dengan keterpaduan 5 program tersebut baik dari segi lokasi, sarana maupun kegiatan dalam diri petugas, akan sangat memudahkan dalam memberikan pelayanan. Oleh sebab itu, sebaiknya Posyandu berada pada tempat yang mudah didatangi masyarakat dan ditentukan oleh masyarakat sendiri seperti ditempat pertemuan RT/RW atau tempat khusus yang dibangun masyarakat (Harianto 1992).

Kodyat (1998) menjelaskan bahwa pelayanan gizi di posyandu diupayakan dan dikelola oleh lembaga swadaya masyarakat setempat dan berakar pada msyarakat pedesaan terutama oleh organisasi wanita termasuk PKK. Dengan semakin meluasnya Posyandu di hampir semua desa, maka pelayanan gizi di pedesaan makin dekat dan makin terjangkau oleh keluarga. Keterpaduan

(22)

pelayanan kesehatan dasar khususnya untuk ibu dan anak, posyandu akan menjadi ujung tombak dalam penanggulangan masalah kurang gizi.

Kegiatan pelayanan gizi di posyandu meliputi :

1. Pemantauan pertumbuhan dan perkembangan anak balita antara lain dengan penimbangan berat badan secara teratur sebulan sekali.

2. Pemberian paket pertolongan gizi berupa tablet tambah darah untuk ibu hamil dan pemberian kapsul yodium untuk ibu hamil, ibu nifas (menyusui) dan anak balita pada daerah rawan GAKY serta pemeberian vitamin A pada bayi, balita dan ibu nifas (menyusui).

3. Pemberian makanan tambahan sumber energi dan protein bagi anak balita KEP, jenis makanan tambahan disesuaikan dengan keadaan setempat dan sejauh mungkin menjadi tanggung jawab keluarga dan masyarakat.

4. Pemantauan dini terhadap perkembangan kehamilan dan persiapan persalinan terutama mengenai pemanfaatan ASI untuk kebutuhan gizi bayi.

Penyelenggaraan Posyandu dilaksanakan dengan pola lima meja. Kegiatan Posyandu dilaksanakan oleh kader. Pola lima meja tersebut adalah :

Meja 1 : Pendaftaran

Meja 2 : Penimbangan bayi dan balita Meja 3 : Pencatatan (pengisian KMS) Meja 4 : Penyuluhan perorangan meliputi :

a. Informasi kesehatan tentang anak balita berdasarkan hasil penimbangan berat badan, diikuti pemberian makanan tambahan, oralit dan vitamin A dosis tinggi.

b. Memberikan informasi kepada ibu hamil yang termasuk risiko tinggi tentang kesehatannya diikuti dengan pemberian tablet tambah darah. c. Memberikan informasi kepada PUS (Pasangan Usia Subur) agar

menjadi anggota KB lestari diikuti dengan pemberian dan pelayanan alat kontrasepsi.

Meja 5 : Pelayanan oleh tenaga profesional meliputi pelayanan KIA,KB,imunisasi serta pelayanan lain sesuai kebutuhan setempat.

(23)

Kegiatan diatas dilaksanakan sebulan sekali, khusus meja 1 sampai meja 4 merupakan kegiatan UPGK di Posyandu. Sedangkan kegiatan UPGK di luar jadwal Posyandu seperti kegiatan pemanfaatan pekarangan, motivasi dan penggerakkan UPGK melalui jalur agama dan BKKBN, PMT dan pemberian ASI dalam keluarga dapat dilaksanakan sebagai kegiatan sehari-hari UPGK dalam keluarga.

Revitalisasi Posyandu

Revitalisasi Posyandu merupakan upaya pemenuhan kebutuhan kesehatan dasar dan peningkatan status gizi masyarakat yang secara umum terpuruk sebagai akibat langsung maupun tidak langsung adanya krisis multi dimensi di Indonesia. Oleh karena itu, untuk meningkatkan kemampuan setiap keluarga dalam memaksimalkan potensi pengembangan kualitas sumber daya manusia diperlukan dalam upaya revitalisasi Posyandu sebagai unit pelayanan kesehatan dasar masyarakat yang langsung dapat dimanfaatkan untuk melayani pemenuhan kebutuhan dasar, pengembangan kualitas manusia dini, sekaligus merupakan salah satu komponen perwujudan kesejahteraan keluarga. Peran Posyandu sebagai salah satu sistem penyelenggaraan pelayanan kebutuhan kesehatan dasar dalam rangka peningkatan kualitas sumberdaya manusia. Agar Posyandu dapat melaksanakan fungsi dasarnya maka perlu upaya revitalisasi terhadap fungsi dan kinerja Posyandu yang telah dilaksanakan sejak krisis ekonomi yang melanda bangsa kita. Upaya revitalisasi posyandu telah dilaksanakan sejak tahun 1999 di seluruh Indonesia, tetapi fungsi dan kinerja posyandu secara umum masih belum menunjukkan hasil yang optimal. Oleh karena itu pula, upaya revitalisasi posyandu perlu terus ditingkatkan dan dilanjutkan agar mampu memenuhi kebutuhan pelayanan terhadap kelompok sasaran rawan gizi. Secara umum revitalisasi posyandu bertujuan meningkatkan fungsi dan kinerja Posyandu sehingga bisa memenuhi kebutuhan tumbuh kembang anak sejak dalam kandungan dan mampu meningkatkan atau mempertahankan status gizi serta derajat kesehatan ibu dan anak.

(24)

Sedangkan secara khusus bertujuan sebagai :

a. Meningkatkan kualitas kemampuan dan ketrampilan kader Posyandu. b. Meningkatkan pengelolaan dalam pelayanan Posyandu.

c. Meningkatkan pemenuhan kelengkapan sarana, alat, dan obat di Posyandu. d. Meningkatkan kemitraan dan pemberdayaan masyarakat untuk

kesinambungan kegiatan Posyandu.

e. Meningkatkan fungsi pendampingan dan kualitas pembinaan Posyandu (Depdagri 2001).

Pelayanan Dasar Gizi

Menurut Soekirman (2000) pelayanan dasar adalah pelayanan utama yang harus diberikan kepada golongan masyarakat yang rawan terhadap risiko kurang gizi dan terserang penyakit. Kelompok tersebut adalah wanita, balita dan usia lanjut. Pelayanan untuk wanita meliputi pelayanan kepada wanita remaja calon ibu, wanita hamil, wanita nifas dan wanita menyusui.

Di negara berkembang seperti di Indonesia, apabila ditelusuri ke belakang, status gizi kurang dan buruk pada balita ada hubungannya dengan status gizi ibunya ketika masih remaja. Pada usia remaja terjadi perubahan fisik yang cepat. Oleh karena itu, mereka harus didukung oleh keadaan gizi kesehatan yang optimal. Menurut hasil Survey Kesehatan Kesehatan Rumah Tangga (SKRT) dari Departemen Kesehatan tahun 1995; 39% remaja wanita menderita KEP tingkat ringan dan 15.8% KEP buruk. Angka tersebut lebih tinggi dibanding pada remaja laki-laki. Remaja wanita juga menderita anemi sebesar 49.2% dan infeksi saluran pernafasan atas (ISPA) sebesar 29.6%.

Pelayanan dasar yang diberikan kepada wanita biasanya berupa pengetahuan tentang cara memelihara dan meningkatkan kesehatan diri dan keluarga, mengatur gizi seimbang dan pentingnya keluarga berencana. Selain itu, mereka disiapkan secara fisik dengan memberikan imunisasi pada waktu akan menikah dan jika perlu untuk penderita anemi besi diberikan suplemen pil zat besi atau tablet tambah darah (TTD), pelayanan pendidikan gizi, kesehatan dan Keluarga Berencaan (KB). Pelayanan ini dapat diberikan melalui berbagai program seperti usaha perbaikan gizi keluarga (UPGK), program makanan

(25)

tambahan anak sekolah (PMT-AS), kesehatan sekolah, kesehatan keluarga dan melalui kegiatan rutin puskesmas.

Pelayanan dasar yang diberikan untuk ibu hamil dan meyusui terutama berupa pemeriksaan kehamilan dan sebelum persalinan (prenatal care), pertolongan persalinan dan pelayanan pasca persalinan (post-natal care). Pelayanan gizi dasar bagi ibu hamil dan menyusui dapat berupa penyuluhan gizi seimbang, pemantauan pertambahan berat badan waktu hamil, suplemen zat yodium, suplemen pil zat besi dan suplemen energi dan protein. Salah satu pengetahuan gizi yang harus ditanamkan kepada ibu hamil adalah mengenai pentingnya Air Susu Ibu (ASI) bagi bayi. Pada masa setelah melahirkan, selain pengetahuan tentang ASI, diperlukan pengetahuan tentang pentingnya makanan pendamping ASI (MP-ASI) sesudah bayi berumur 4 bulan. Pelayanan ini dapat dilaksanakan melalui program UPGK, Posyandu, Puskesmas dan kesehatan keluarga atau program khusus lainnya.

Pelayanan dasar bagi balita (0-5 tahun) terutama ditujukan untuk menjaga agar pertumbuhan potensional (berat badan dan tinggi badan) anak sejak lahir dapat berlangsung normal, demikian juga daya tahannya terhadap penyakit. Dengan pertumbuhan fisik yang normal, perkembangan mental dan kecerdasan anak juga dapat dipicu dengan lingkungan hidup yang baik dan pola pengasuhan yang mendukung. Untuk itu pelayanan dasar bagi balita meliputi pemberian imunisasi, pendidikan dan penyuluhan gizi pada ibu, menciptakan lingkungan yang bersih, penyediaan fasilitas stimulasi perkembangan mental dan kecerdasan anak dan penyediaan oralit untuk mengurangi bahaya penyakit diare.

Pelayanan dasar gizi dan kesehatan untuk anak balita dapat dilaksanakan melalui Posyandu, Puskesmas, program kesehatan keluarga dan program lain. Berbagai lembaga pelayanan dasar tersebut harus bisa terjangkau baik secara fisik (mudah dicapai) maupun ekonomi (sesuai daya beli) oleh setiap keluarga, termasuk mereka yang miskin dan tinggal di daerah terpencil.

(26)

Status Gizi dan Pengukurannya

Menurut Hermana (1993) status gizi merupakan hasil masukan zat gizi makanan dan pemanfaatannya di dalam tubuh. Sedangkan Riyadi (1995) mendefinisikan status gizi sebagai keadaan kesehatan tubuh seseorang atau sekelompok orang yang diakibatkan oleh konsumsi, penyerapan (absorpsi) dan penggunaan (utilization) zat gizi makanan yang ditentukan berdasarkan ukuran tertentu.

Pencapaian status gizi yang baik, didukung oleh konsumsi pangan yang mengandung zat gizi cukup dan aman untuk dikonsumsi. Bila terjadi gangguan kesehatan, maka pemanfaatan zat gizi pun akan terganggu. Bayi yang berstatus gizi lebih baik dan sehat, lebih berpeluang mempunyai kemampuan mental dan intelektual yang lebih baik dan mempunyai usia harapan hidup dan waktu produktif yang lebih tinggi (FNB-NAS 1990). Oleh karena itu, perhatian akan pemenuhan kecukupan gizi dan kesehatan pada bayi menjadi semakin penting. Cukup beralasan bahwa salah satu tujuan kebijakan pangan dan gizi di Indonesia adalah perbaikan mutu gizi makanan penduduk, khususnya golongan rawan gizi seperti anak dibawah lima tahun termasuk bayi dan ibu menyusui

Status gizi pada saat bayi dapat memberi andil terhadap status gizi anak-anak bahkan masa dewasa (Winarno 1990). Mengingat pentingnya status gizi masa bayi, maka orang tua dalam hal ini ibu mempunyai peran yang penting untuk dapat mengendalikan agar status gizi anaknya dapat mencapai optimal.

Kebutuhan nutrisi pada saat menyusui jauh lebih besar dibandingkan pada saat kehamilan. Pada 4-6 bulan pertama melahirkan, berat seorang bayi menjadi dua kali lipat dibandingkan pada saat umur sembilan bulan di dalam kandungan. Susu yang dihasilkan selama 4 bulan mengandung energi yang ekuivalen dengan energi total pada waktu kehamilan. Tetapi, meskipun demikian sejumlah energi dan banyak dari nutrien yang dimakan selama kehamilan dipergunakan untuk mendukung produksi dari ASI. Jumlah ASI yang diproduksi pada masa menyusui, energi dan kandungan dari nutrisi, jumlah energi yang dibutuhkan ibu serta nutrisi yang tersedia. Kebutuhan nutrisi pada masa menyusui meningkat hingga 500 kal/hari yang disertai dengan peningkatan kebutuhan protein, vitamin dan mineral. Masa menyusui yang cukup lama merupakan masa drainase zat-zat makanan bagi

(27)

ibu, karena melalui ASI, sang ibu memberikan kepada bayinya zat-zat gizi yang cukup untuk pertumbuhan bayi normal. Oleh karena itu ibu menyusui memerlukan sejumlah zat-zat gizi yang lebih banyak dari ibu yang sedang hamil, apalagi bila ibu itu tetap bekerja secara aktif di rumah atau di luar rumah. Bila ibu tidak mendapat tambahan gizi yang cukup, maka ibu akan menjadi kurus dan mudah letih, karena zat-zat makanan yang diperlukan untuk ASI diambil dari jaringan tubuh ibu. Oleh karena itu selama masa ASI ekslusif atau sebelum bayi mendapatkan makanan pendamping, tidak dianjurkan untuk melakukan diet penurunan berat badan.

Proses menyusui dapat dikatakan berhasil jika bayi berkembang dengan baik dan status biokimia yang normal. Jumlah ASI yang dikonsumsi bayi dan komposisi nutrisi dari ASI biasa digunakan sebagai dasar untuk melihat adekuatnya nutrisi dari ibu pada masa menyusui (As’ad 2002).

Menurut Nyoman et al. (2001) penilaian status gizi dapat diukur secara langsung dan tidak langsung. Secara langsung dapat dilakukan dengan cara : 1. Anthropometri yaitu diartikan secara umum ukuran tubuh manusia. Ditinjau

dari sudut pandang gizi, anthropometri gizi berhubungan dengan berbagai macam pengukuran dimensi tubuh dan komposisi tubuh dari berbagai tingkat umur dan tingkat gizi. Penggunaan anthropometri ini secara umum digunakan untuk melihat ketidakseimbangan asupan protein dan energi. Ketidakseimbangan ini terlihat pada pola pertumbuhan fisik dan proporsi jaringan tubuh seperti lemak, otot dan jumlah air dalam tubuh. Sedangkan menurut Jelliffe (1989) anthropometri merupakan metode pengukuran secara langsung dan yang paling umum digunakan untuk menilai dua masalah gizi utama yaitu masalah gizi kurang (terutama pada anak-anak dan wanita hamil) dan masalah gizi lebih pada semua kelompok umur. Menurut suhardjo dan Riyadi (1990) pengukuran status gizi dengan menggunakan anthropometri dapat memberikan gambaran tentang status konsumsi energi dan protein seseorang. Oleh karena itu, anthropometri sering digunakan sebagai indikator status gizi yang berkaitan dengan masalah kurang energi-protein. Indikator anthropometri yang sering dipakai ada tiga macam yaitu : berat badan untuk mengetahui massa tubuh, tinggi badan untuk mengetahui dimensi linear

(28)

panjang tubuh dan tebal lipatan kulit serta lingkar lengan atas untuk mengetahui komposisi dalam tubuh, cadangan energi dan protein. dalam penggunaan indikator anthropometri tersebut selalu dibandingkan dengan umur dari yang akan diukur. Atas dasar itu maka penentuan status gizi dengan menggunakan anthropometri adalah dengan indeks berat badan menurut umur (BB/U), tinggi badan menurut umur (TB/U), berat badan menurut tinggi (BB/TB), dan lingkar lengan atas menurut umur (LLA/U) (WHO 1995).

Berat badan mencerminkan masa tubuh, seperti otot dan lemak yang peka terhadap perubahan sesaat karena adanya kekurangan gizi dan penyakit. Oleh karena itu, indeks BB/U menggambarkan keadaan gizi saat ini. Tinggi badan menggambarkan skeletal yang bertambah sesuai dengan bertambahnya umur dan tidak begitu peka terhadap perubahan sesaat. Oleh karena itu indeks TB/U lebih banyak menggambarkan keadaan gizi seseorang pada masa lalu. Indeks BB/TB mencerminkan perkembangan massa tubuh dan pertumbuhan skeletal yang menggambarkan keadaan gizi saat itu. Indeks BB/TB sangat berguna apabila umur yang diukur sulit diketahui. lingkar lengan atas memberi gambaran tentang keadaan jaringan otot dan lapisan lemak bawah kulit. Seperti halnya dengan berat badan, indikator LLA dapat naik dan turun dengan cepat, oleh karenanya LLA/U merupakan indikator status gizi saat ini. Diantara indikator-indikator anthropometri yang telah disebutkan, indeks BB/U merupakan pilihan yang tepat untuk dipergunakan dalam rangka pemantauan status gizi sebab sensitif terhadap perubahan mendadak dan dapat menggambarkan keadaan gizi saat ini (Khumaidi 1997). Penilaian status gizi berdasarkan indikator BB/U, hasilnya kemudian dibandingkan dengan data anthropometri standar WHO-NCHS (National Center for Health Statistics) (WHO 1995), dengan kriteria adalah gizi lebih bila skor-z > 2; normal bila skor- z antara -2 dan 2, gizi kurang bila skor-z < -3 hingga -2 dan gizi buruk bila skor-z < -3.

2. Pemeriksaan secara klinis yaitu metode yang sangat penting untuk menilai status gizi masyarakat. Metode ini didasarkan atas perubahan-perubahan yang terjadi yang dihubungkan dengan ketidakcukupan zat gizi. Hal ini dapat dilihat pada jaringan epitel (supervicial epithelial tissues) seperti kulit, mata, rambut

(29)

dan mukosa oral atau pada organ-organ yang dekat dengan permukaan tubuh seperti kelenjar tiroid. Penggunaan metode ini umumnya digunakan untuk survei klinis secara cepat (rapid clinical surveys). Survei ini dirancang untuk mendeteksi secara cepat tanda-tanda klinis umum dari kekurangan salah satu atau lebih zat gizi. Disamping itu digunakan untuk mengetahui tingkat status gizi seseorang dengan melakukan pemeriksaan fisik yaitu tanda (sign) dan gejala (symptom) atau riwayat penyakit.

3. Biokimia yaitu penilaian status gizi dengan melakukan pemeriksaan specimen yang diuji secara laboratories yang dilakukan pada berbagai macam jaringan tubuh. Jaringan tubuh yang digunakan antara lain : darah, urine, tinja dan juga beberapa jaringan tubuh seperti hati dan otot. Metode biokimia digunakan untuk suatu peringatan bahwa kemungkinan akan terjadi keadaan malnutrisi yang lebih parah lagi. Banyak gejala klinis yang kurang spesifik, maka penentuan kimia faali dapat lebih banyak menolong untuk menentukan kekurangan gizi yang spesifik.

4. Penilaian status gizi secara biofisik yaitu merupakan metode penentuan status gizi dengan melihat kemampuan fungsi (khususnya jaringan) dan melihat perubahan struktur dari jaringan. Metode ini digunakan dalam situasi tertentu seperti kejadian buta senja epidemik (epidemic of night blindness). Cara yang digunakan adalah tes adaptasi gelap.

Sedangkan penilaian status gizi secara tidak langsung dilakukan dengan cara : 1. Survei konsumsi makanan yaitu metode penentuan status gizi secara tidak

langsung dengan melihat jumlah dan jenis zat gizi yang dikonsumsi. Pengumpulan data konsumsi makanan dapat memberikan gambaran tentang konsumsi berbagai zat gizi pada masyarakat, keluarga dan individu. Survei ini dapat mengidentifikasikan kelebihan dan kekurangan zat gizi.

2. Statistik Vital yaitu pengukuran status gizi dengan menganalisis data beberapa statistik kesehatan seperti angka kematian berdasarkan umur, angka kesakitan dan kematian akibat penyebab tertentu dan data lainnya yang berhubungan dengan gizi. Penggunaannya dipertimbangkan sebagai dari indikator tidak langsung pengukuran status gizi masyarakat.

(30)

3. Faktor Ekologi, malnutrisi merupakan masalah ekologi sebagai hasil interaksi beberapa faktor fisik, biologis dan lingkungan budaya. Jumlah makanan yang tersedia sangat tergantung dari keadaan ekologi seperti iklim, tanah, irigasi dan lain-lain. Pengukuran faktor ekologi dipandang sangat penting untuk mengetahui penyebab malnutrisi di suatu masyarakat sebagai dasar untuk melakukan program intervensi gizi.

Gambar 1 Metode penilaian status gizi

Sumber : Jelliffe (1989)

Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Status Gizi

Status gizi menurut Husaini (1977) ditentukan oleh banyak faktor, yang sering dikelompokkan kedalam penyebab langsung dan tidak langsung. Secara langsung dapat disebabkan oleh kurangnya konsumsi makanan dan infeksi, sedangkan secara tidak langsung dapat disebabkan oleh rendahnya daya beli terutama untuk konsumsi pangan yang dipengaruhi oleh tingkat pendapatan, tingkat pendidikan, pemeliharaan kesehatan dan lingkungan serta berbagai faktor lainnya. Faktor tidak langsung yang dapat mempengaruhi status gizi pada anak yang merupakan faktor resiko yaitu pendidikan orang tua yang rendah, pendapatan yang rendah, terlalu banyak jumlah anggota keluarga, anak menderita

Penilaian status gizi

Pengukuran langsung Pengukuran tidak langsung

1. Anthropometri 2. Biokimia 3. Klinis 4. Biofisik 1. Survei konsumsi 2. Statistik vital 3. Faktor ekologi

(31)

infeksi yang akut atau kronis seperti diare dan sanitasi di dalam dan di luar rumah yang tidak cukup baik. Salah satu hal yang terpenting strategi UNICEF dalam status gizi adalah kerangka kerja konseptual untuk menganalisis penentu kekurangan gizi dalam konteks spesifik. Dalam penentuan status gizi ada tiga elemen yang harus dipenuhi, yaitu makanan, kesehatan dan perawatan. Adapun kerangka kerja konseptual UNICEF dalam status gizi disajikan pada gambar 2.

Komunikasi Informasi dan Edukasi

Struktur, Sosial, Budaya, Politik dan Keadaan Struktur Ekonomi

Gambar 2 Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Status Gizi Balita Sumber : UNICEF (1997)

Kelangsungan Hidup, Pertumbuhan dan Perkembangan Anak Hasil

Asupan Makanan yang Cukup Kesehatan

Perawatan Wanita Pemberian Asi/Makanan Praktek-praktek Higiene Praktek-praktek Kesehatan Rmah Pelayanan Kesehatan dan Lingkungan Sehat Penyebab langsung Penyebab Tidak Langsung Ketahana Pangan Rumah Tangga

Sumberdaya Masyarakat dan Keluarga

Sumberdaya Potensial

Faktor yang menentukan

(32)

Pendapatan

Pendapatan merupakan faktor yang menentukan kuantitas dan kualitas pangan yang dikonsumsi (Berg 1986). Rendahnya pendapatan (keadaan miskin) merupakan salah satu sebab rendahnya konsumsi pangan dan gizi serta buruknya status gizi. Kurang gizi akan mengurangi daya tahan tubuh, rentan terhadap penyakit, menurunkan produktivitas kerja dan menurunkan pendapatan. Akhirnya masalah pendapatan rendah, kurang konsumsi, kurang gizi dan rendahnya mutu hidup membentuk siklus yang berbahaya (Suhardjo & Hardinsyah 1987).

Penelitian yang dilakukan Megawangi (1991) di tiga propinsi di Indonesia menunjukkan bahwa pendapatan tidak berpengaruh positif terhadap status gizi anak balita. Bagaimana hubungan antara pendapatan dan status gizi tidak secara langsung, tetapi melalui variabel antara misalnya distribusi makanan dalam keluarga, kesehatan dan keadaan sanitasi, pengetahuan dan keterampilan orang tua, dan banyak faktor lainnya.

Makanan adalah kebutuhan utama manusia sehingga dalam keadaan pendapatan rendah (terbatas) sebagian besar pendapatan tersebut akan dipakai atau dibelanjakan untuk memenuhi kebutuhan makanan. Semakin meningkat pendapatan biasanya semakin berkurang presentase yang dibelanjakan untuk makan. Hal tersebut sesuai dengan hukum Engel yang mengatakan bahwa jika pendapatan meningkat, proporsi pengeluaran untuk makanan terhadap pendapatan total menurun, tetapi pengeluaran absolut untuk makanan meningkat. Hukum ini tidak berlaku pada masyarakat miskin, yang sudah memiliki pengetahuan absolut untuk makanan sudah sangat rendah (dibawah kebutuhan minimum) sehingga jika terjadi peningkatan pendapatan maka proporsi pengeluaran untuk makan pun meningkat (Berg 1986).

Pendidikan dan Pengetahuan Ibu

Pendidikan merupakan kebutuhan dasar manusia yang sangat diperlukan untuk pengembangan diri. Semakin tinggi pendidikan, semakin mudah menerima serta mengembangkan pengetahuan dan teknologi, dan semakin meningkat produktivitas, serta semakin meningkat kesejahteraan keluarga.

(33)

Suatu model hubungan antara pendidikan dan status gizi anak dikemukakan oleh Leslie (1985) bahwa pendidikan ibu akan mempengaruhi pengetahuan mengenai praktek kesehatan dan gizi anak sehingga anak berada dalam keadaan status gizi yang baik. Hubungan tersebut dapat digambarkan sebagai berikut :

Makin tinggi pendidikan orang tua, makin baik status gizi anaknya. Anak-anak dari ibu mempunyai latar belakang pendidikan lebih tinggi akan mendapatkan kesempatan hidup serta tumbuh lebih baik, karena berdasarkan penelitian yang dilakukan di Bangladesh menunjukkan bahwa pendidikan berpengaruh positif terbadap asupan protein pada anak-anak pra sekolah, terutama anak yang berusia muda (tahun pertama kehidupannya). Tingkat pendidikan ibu berpengaruh terhadap tingkat pengertiannya terhadap perawatan kesehatan, higiene, serta kesadarannya terhadap kesehatan anak-anak dan keluarganya. Ibu yang berpendidikan rendah memiliki akses yang lebih sedikit terhadap informasi dan keterampilan yang terbatas untuk menggunakan informasi tersebut, sehingga mempengaruhi kemampuan ibu dalam merawat anak-anak mereka dan melindunginya dari gangguan kesehatan.

Zat Gizi, Vitamin dan Mineral

Energi

Manusia membutuhkan energi untuk mempertahankan hidup, menunjang pertumbuhan dan melakukan aktivitas fisik. Energi diperoleh dari karbohidrat lemak dan protein yang berada di dalam makanan yang kita makan. Dalam kondisi normal jumlah energi yang kita peroleh sangat tergantung dari jumlah sumber energi yang kita makan. Menurut Brody (1994) bahwa energi diperlukan

Pendidikan Ibu mengenai praktek Pengetahuan kesehatan dan gizi

anak

Status Gizi Anak Gambar 3 Hubungan Antara Pendidikan dan Status Gizi

(34)

dalam proses sintesis glikogen dan trigliserida. Energi yang berlebihan menjadi lemak yang disimpan dalam jaringan adiposa.

Protein

Protein adalah bagian dari sel hidup dan merupakan bagian terbesar tubuh sesudah air. Protein mempunyai fungsi khas yang tidak dapat digantikan oleh zat gizi lain yaitu membangun serta memelihara sel-sel dan jaringan tubuh (Almatsier 2001). Protein tersusun oleh polimer asam amino. Daging, ikan merupakan sumber protein yang sangat bagus. Sebagai contoh ikan salmon mengandung 30 gram protein dalam 100 gram (Brody 1994).

Vitamin A

Defisiensi vitamin A merupakan masalah kesehatan masyarakat yang nyata di lebih 70 negara. Pada tahun 1995, diperkirakan sekitar 3 juta anak-anak di seluruh dunia setiap tahun menunjukkan xerophthalmia. Vitamin A mempunyai keunikan sebagai vitamin larut lemak yang pertama kali diketahui. Fungsi yang paling dikenal dari vitamin A adalah peranannya dalam penglihatan. Bentuk retinol (11-cis-retinaldehyde) dari vitamin A diperlukan oleh mata untuk transduksi cahaya menjadi sinyal-sinyal syaraf yang diperlukan untuk penglihatan. Bentuk asam retinoat diperlukan untuk mempertahankan diferensiasi kornea dan membran konjugtiva, sehingga mencegah xerophthalmia. Vitamin A juga dibutuhkan untuk untuk integritas sel ephitel di seluruh tubuh (Muhilal & Sulaiman 2004). Makanan yang berasal dari hewan merupakan sumber dari vitamin A yang sudah jadi (preformed vitamin A) atau retinol, kebanyakan berada dalam bentuk retynil ester. Hati merupakan tempat penyimpanan vitamin A. Daging, unggas, ikan dan telur mengandung vitamin A dalam jumlah yang cukup tinggi. Sedangkan bahan-bahan nabati seperti buah-buahan, sayuran berdaun hijau, akar, dan umbi-umbian (seperti wortel dan ubi jalar merah) serta minyak sawit merah mengandung vitamin A dalam bentuk prekursor atau karotenoid provitamin A.

(35)

Vitamin C

Manusia dan beberapa hewan memerlukan vitamin C dari makanan karena tubuhnya tidak memiliki enzim L-gulono-α-lactone oxidase, yang diperlukan untuk sintesa vitamin C. Vitamin C pada asupan normal dapat diabsorpsi sebesar 90-95%, transportasi dalam bentuk bebas di plasma dan mudah diambil oleh jaringan yang memerlukan. Absorpsi akan meningkat sampai dosis 150 mg per hari. Ekstraksi melalui urin dalam bentuk metabolitnya yaitu asam oksilat. Asupan lebih dari 60 mg akan meningkatkan ekskresi bentuk vitamin C secara proporsional. Sumber utama vitamin C adalah buah dan sayuran segar. Biasanya sumber vitamin C dikaitkan dengan jeruk walaupun buah dan sayuran daun yang lain juga merupakan sumber yang baik.

Dalam menetapkan Angka Kecukupan (AKG) Vitamin C perlu diketahui jumlah cadangan dalam tubuh yang dapat memelihara fungsi vitamin C dan laju turn over yang terjadi. Cadangan sebesar 1500 mg merupakan jumlah maksimum yang dapat dimetabolisir di jaringan tubuh dan dapat mencerminkan aktivitas fisiologis yang optimal. Dengan jumlah cadangan yang demikian maka perkirakaan turn over vitamin C adalah 60 mg per hari. Dengan memperhitungkan kemampuan absorpsi maka jumlah yang diperlukan adalah 70-75 mg yang mungkin bisa meningkat untuk beberapa individu sampai 100 mg.

Untuk ibu hamil dan menyusui perlu diperhatikan kebutuhan janin dalam kandungan ataupun bayi yang menyusu. Penambahan pada ibu hamil harus memperhatikan peningkatan kebutuhan ibu dan kebutuhan janin yang dikandungnya. Untuk ibu menyusui, hendaknya disesuaikan dengan produksi ASI dan kandungan vitamin C dalam ASI serta intik bayi yang mendapat ASI eksklusif.

Vitamin B1 (Tiamin)

Nama lain dari vitamin B1 adalah Tiamin. Tiamin merupakan koenzim yang penting pada metabolisme energi dari karbohidrat. Vitamin ini larut dalam air dan tidak tahan panas. Tiamin merupakan faktor pada dekarboksilat oksidatif dari asam α-ketoglutarat. Selain itu, ia terlibat pada pembentukan dan degradasi keton oleh transketolase yang mengkatalis interkonversi gula dengan 3 sampai 7

(36)

atom karbon. Dengan demikian kebutuhan tiamin dikaitkan dengan asupan karbohidrat. Absorspsi vitamin dalam jumlah asupan sehari-hari relatif mudah di bagian proksimal intestin. Ekskresi melalui ginjal dalam bentuk tiamin asetat atau metabolitnya. Kebutuhan tiamin dipengaruhi oleh umur, asupan energi, asupan karbohidrat, dan berat badan. Aktivitas fisik akan mempengaruhi kebutuhan energi, sehingga aktivitas fisik rata-rata perhari perlu diperhatikan untuk penetapan jumlah asupan yang dianjurkan. Food and Nutrition Board USA memberikan rekomendasi berdasarkan beberapa studi jumlah 0,5 mg per 1000 Kal dan minimal 1 mg untuk asupan energi kurang dari 2000 Kal. Untuk ibu hamil dan menyusui diperlukan tambahan sebesar 0,3 mg per hari.

Kalsium (Ca)

Hampir seluruh kalsium di dalam tubuh ada dalam tulang yang berperan sentral dalam struktur dan kekuatan tulang dan gigi. Tubuh orang dewasa mengandung sekitar 1000-1300 g kalsium yang kurang dari 2% berat tubuh. Kandungan normal kalsium darah adalah 9-11 mg per 100 ml. Sekitar 48 % serum kalsium adalah ionik dimana 46 % dalam senyawa protein darah. Sisanya dalam bentuk senyawa komplek yang mudah difusi, seperti dalam bentuk sitrat .

Sumber utama kalsium untuk masyarakat dengan tingkat sosial ekonomi tinggi (kaya) adalah susu dan hasil olahnya yang mengandung sekitar 1150 mg kalsium per liter. Sumber lain kalsium adalah sayuran hijau, kacang-kacangan dan ikan yang dikalengkan. Faktor yang mempengaruhi kebutuhan adalah biovailabilitas, aktivitas fisik dan keberadaan zat gizi lain. Penyerapan kalsium kurang baik pada bahan makanan yang mengandung tinggi asam oksalat (bayam, ubi jalar) atau asam fitat (biji-bijian, kacang-kacangan). ASI merupakan sumber zat gizi utama bagi bayi 0-6 bulan. Kadar kalsium ASI relatif tetap rata-rata 260 mg/L. Asumsi rata-rata volume ASI untuk Indonesia adalah 750 ml/hari untuk 6 bulan pertama dan 600 ml untuk 6 bulan kedua. Jika 80% asupan kalsium berasal dari ASI rata-rata penyerapannya 61 %. Kalsium dari makanan tidak berpengaruh negatif terhadap biovailibilitas kalsium dari ASI. Retensi kalsium pada bayi diperhitungkan 68 mg/hari berdasarkan kehilangan kalsium. Tingkat penambahan kalsium dihitung 30-35 mg/hari untuk bayi 0-4 bulan dan 50-55 mg/hari untuk

(37)

bayi 5-11 bulan. Selama masa menyusui diperlukan 250 mg sehari kalsium agar kualitas ASI tetap baik. Kehilangan kalsium selama menyusui akan segera dapat teratasi setelah penyapihan. Sama seperti ibu hamil, diperkirakan sekitar 50% ibu menyusui di Indonesia masih dalam usia pertumbuhan. Jika untuk pertumbuhan diperlukan tambahan kaslium sekitar 300 mg/hari. Maka ibu menyusui di Indonesia perlu tambahan 150 mg/hari. Oleh sebab itu, asupan kalsium selama masa menyusui ditetapkan sama dengan selama masa kehamilan yaitu 950 mg/hari (Soekatri M & Kartono D 2004a).

Fosfor (F)

Fosfor adalah mineral terbanyak kedua setelah kalsium dalam tubuh. Dalam tubuh fosfor mempunyai peran struktural dan fungsional. Penetapan kecukupan fosfor untuk bayi 0-11 bulan adalah didasarkan pada AI (asupan rata-rata). ASI merupakan sumber fosfor satu-satunya pada bayi 0-6 bulan yang mendapat ASI eksklusif. Tidak ada laporan tentang kekurangan fosfor pada bayi lahir cukup bulan yang mendapat ASI eksklusif. Kadar fosfor dalam ASI rata-rata 110 mg/L. Rata-rata penyerapan fosfor dari ASI adalah 85%. Retensi fosfor pada bayi diperhitungkan 59 mg/hari. Rata-rata penyerapan fosfor dari makanan pada anak adalah 70% sedangkan pada dewasa adalah 60%. AI fosfor untuk bayi 0-6 bulan didasarkan pada asupan fosfor dari ASI sekitar 750 ml sehari yaitu 100mg/hari. Kecukupan fosfor untuk bayi 7-11 bulan didasarkan pada asupan ASI 600 ml/hari atau 75 mg fosfor sehari ditambah asupan dari MP-ASI sekitar 150mg/hari. MP-ASI umumnya mengandung tinggi fosfor dibanding ASI. Sehingga rata-rata asupan 225 mg/hari fosfor sehari akan dapat memenuhi kecukupannya.

Selama masa kehamilan ataupun menyusui efisiensi penyerapan fosfor adalah 60% dan EAR ditetapkan 490 mg/hari. Belum ada informasi yang menyatakan bahwa selama masa kehamilan dibutuhkan fosfor lebih banyak dibanding masa tidak hamil. Kecukupan fosfor rata-rata selama masa kehamilan sama dengan selama masa menyusui yaitu 600 mg/hari. Jika kehamilan ataupun menyusui terjadi pada umur kurang dari 19 tahun maka kecukupan fosfor adalah 1100 mg/hari.

(38)

Besi (Fe)

Besi ada dihampir semua bentuk makanan dan minuman serta wadah yang digunakan baik untuk menyimpan maupun untuk tempat makanan. Dalam bentuk padat besi sebagai metal atau senyawa besi. Dalam larutan, besi ada dalam bentuk ferro dan bentuk ferri. AI besi untuk bayi 0-6 bulan didasarkan pada asupan besi dari ASI sekitar 750 ml sehari yaitu 0.27 mg/hari. FAO/WHO (2001) dalam Soekatri dan Kartono (2004b) berasumsi bahwa simpanan besi cukup untuk 6 bulan pertama kehidupan bayi. Oleh sebab itu kecukupan besi bayi 0-6 bulan adalah 0.50 mg/hari.

Masa menyusui pada bulan pertama tidak ada kehilangan besi akibat menstruasi dan setelah 6 bulan dipastikan sudah mendapatkan menstruasi lagi. Kecukupan besi selama masa menyusui memperhitungkan kehilangan besi akibat menstruasi serta kebutuhan untuk mempertahankan kualitas besi ASI. Jika kecukupan besi pada keadaan normal (tidak hamil) adalah 26 mg/hari. Ekskresi besi melalui ASI sekitar 0.25 mg/hari atau dibutuhkan sekitar 2.5 mg/hari jika tingkat penyerapan 10 %. Oleh sebab itu, kecukupan besinya adalah 32 mg/hari.

(39)

KERANGKA PEMIKIRAN DAN HIPOTESIS

Kerangka Pemikiran

Indonesia saat ini masih dihadapkan dengan 4 masalah gizi utama yaitu Kekurangan Energi Protein (KEP), defisiensi vitamin A, defisiensi anemia besi dan defisiensi iodium. Selain itu Indonesia mengalami tingginya prevalensi gizi kurang, Indonesia juga dihadapkan dengan masalah gizi lebih pada masyarakat perkotaan. Masalah gizi terjadi pada suluruh siklus kehidupan mulai dari bayi sampai balita, anak usia sekolah, remaja, dewasa termasuk ibu hamil dan ibu menyusui. Jika tidak segera diatasi, masalah gizi Indonesia akan mengalami loss generation. Oleh karena itu, upaya mengatasi masalah gizi melalui penyelenggaraan pelayanan gizi sudah dilaksanakan oleh pemerintah pada setiap siklus kehidupan.

Program pelaksanaan gizi yang diselenggarakan oleh pemerintah sudah sangat luas. Pelayanan dasar program gizi dari pemerintah adalah posyandu. Pelayanan yang diberikan posyandu meliputi:

1) Pemberian suplemen makanan bagi balita, ibu hamil dan anak usia sekolah. 2) Menyediaan kapsul vitamin A dosis tinggi untuk bayi usia 6-11 bulan, balita

dan ibu nifas.

3) Pemberian tablet tambah darah bagi ibu hamil.

4) Pemberian kapsul iodium untuk anak usia sekolah dan ibu hamil terutama di daerah endemik.

5) Memonitoring pertumbuhan balita.

Pelayanan gizi secara umum sudah dikenal oleh masyarakat. Tetapi sampai saat ini penggunaan pelayanan belum optimal. Penggunaan yang belum optimal terhadap pelayanan gizi oleh masyarakat tergantung dari akses masyarakat terhadap pelayanan dan penampilan dari pusat pelayanan tersebut. Akses terhadap pelayanan gizi tergantung dari beberapa faktor yaitu : Jarak antara rumah dengan lokasi pelayanan, ketersediaan transfortasi, pengetahuan gizi, informasi tentang

(40)

fungsi dan keuntungan dari pelayanan, pendidikan, pendapatan dan pelaksaanan program posyandu itu sendiri.

Penggunaan pelayanan gizi oleh ibu menyusui yang merupakan kelompok sasaran posyandu perlu diketahui karena bisa melihat seberapa banyak jumlah ibu menyusui dan bayinya mendapatkan kapsul vitamin A. Penggunaan pelayanan gizi oleh ibu sangat bermanfaat untuk monitoring status gizi bayinya. Jumlah serta kualitas makanan sangat berpengaruh terhadap status gizi ibu menyusui dan bayi. Namun, berbagai kemungkinan faktor yang dapat diduga mempengaruhi status gizi pada ibu menyusui dan bayinya terlihat pada gambar 4.

Hipotesis

1. Karakteristik keluarga, Pengeluaran pangan, konsumsi pangan, persepsi program gizi, pelayanan program gizi mempengaruhi status gizi ibu menyusui dan bayinya.

2. Pemanfaatan program gizi di posyandu berhubungan dengan keadaan status gizi ibu menyusui dan bayinya.

(41)

Karakteristik Keluarga - Pendidikan orang tua

- Pekerjaan orang tua - Pendapatan

Persepsi ibu tentang program gizi Pemanfaatan pelayanan gizi

- Program vitamin A untuk ibu nifas dan bayinya - Program penimbangan bayi di posyandu - Program penyuluhan gizi

- Kepemilikan KMS Status Gizi Ibu Menyusui

Pengeluaran

Non Pangan Tingkat

Kecukupan Energi dan Zat

Gizi

Ibu&Bayi Konsumsi Pangan Ibu&Bayi Pelayanan program Gizi

- Distribusi kapsul vitamin A - Monitoring pertumbuhan anak

Akses pelayanan program gizi - Jarak rumah dengan tempat pelayanan

program gizi

- Keterjangkauan transportasi

= Variabel tidak diteliti = Variabel yang diteliti

Pola Asuh

Status Gizi bayi

Gambar 4 Kerangka Konsep

Penyakit Infeksi Pengetahuan

(42)

METODE PENELITIAN

Disain dan Tempat Penelitian

Penelitian ini bagian dari penelitian yang dilaksanakan Khomsan et al (2006) bekerjasama dengan Neysvan Hoogstraten Foundation (NHF) The Netherlands yang dilaksanakan di Kecamatan Ciranjang dan Kecamatan Karang Tengah Kabupaten Cianjur Propinsi Jawa Barat. Penulis terlibat dalam pengambilan data yang dilaksanakan pada bulan September-Oktober 2006. Disain penelitian yang digunakan adalah potong lintang atau cross sectional study. Disain potong lintang merupakan disain penelitian untuk mempelajari dinamika korelasi antara faktor-faktor resiko dengan efek, dengan model pendekatan atau observasi sekaligus pada satu saat atau point time approach (Pratiknya 2001). Penelitian ini dilakukan di 2 (dua) kecamatan yaitu Kecamatan Ciranjang dan Kecamatan Karang Tengah Kabupaten Cianjur. Berdasarkan informasi dari Dinas Kesehatan Kabupaten Cianjur bahwa Kecamatan Ciranjang dan Karang Tengah merupakan 2 (dua) Kecamatan yang paling banyak program gizi dibandingkan dengan Kecamatan lain yang berada di wilayah Kabupaten Cianjur Propinsi Jawa Barat.

Teknik Penarikan Contoh

Populasi dalam penelitian ini adalah Ibu menyusui dan bayinya di seluruh posyandu yang termasuk wilayah kerja Puskesmas Ciranjang dan Puskesmas Karang Tengah yang telah berkunjung ke posyandu 1 sampai 6 kali. Ukuran contoh diambil secara acak pada setiap Posyandu wilayah kerja Puskesmas Ciranjang dan Karang Tengah dengan rumus sebagai berikut :

Dimana;

di = Ukuran contoh ibu menyusui dan bayinya pada setiap posyandu di = di/D x 100

(43)

i = Posyandu ke-i pada setiap Desa di Kecamatan Ciranjang dan Karang Tengah

D = Total jumlah ibu menyusui dan bayinya

Pengambilan contoh dalam penelitian ini dilakukan dengan menggunakan penarikan contoh acak sederhana tanpa pemulihan. Teknik ini dilakukan karena populasi bersifat homogen (Gulo 2005). Jumlah populasi ibu menyusui sebanyak 508, jumlah sampel yang diambil sebanyak 100 orang ibu menyusui dan 100 bayinya. Sebaran populasi dan sampel pada masing-masing posyandu yang terpilih bisa dilihat pada tabel 1 dan 2.

Tabel 1 Sebaran Populasi dan Sampel di Kecamatan Ciranjang

Desa Posyandu ke-i N n

Ciranjang Flamboyan Melati Anggrek Dahlia I Bougenville Dahlia II 10 2 2 18 5 3 2 1 1 1 3 1 Cibiuk Hegarmanah Sukamaju Sengkong Pasir Jeruk 10 18 3 10 2 3 1 2 Mekargalih Pasir Kihiang Cibogo 3 Bedahan 1 11 7 1 2 1 Sindang Sari Melati III Melati IV Melati VI 12 1 21 2 1 4 Nanggala Mekar Bungbulang Pasir Pasir Peusing Pasir Luhur 8 19 21 2 2 4 4 1 Total 184 39

(44)

Tabel 2 Sebaran Populasi dan Sampel di Kecamatan Karang Tengah

Desa Posyandu ke-i N n

Sukamanah Melati Cempaka 7 19 1 4

Bojong Melati Sedap Malam Bougenville Dahlia Seroja Mawar 2 Aster Kenanga 12 16 20 17 8 13 5 15 2 3 4 3 2 2 1 3 Sindanglaka Harapan Ibu II Anggrek 2 6 1 1

Maleber Cempaka Melati Mawar Wijaya Kusuma 20 13 15 18 4 2 3 3 Sindang Asih Gurame I Mujair 14 17 3 3

Sukataris Dahlia Anggrek Aster 23 5 5 4 1 1 Sabandar Mawar I Mawar II Melati Aster II 6 12 5 12 1 2 1 2

Sukamulya Cempaka Dahlia 2 11

8

2 2

(45)

Jenis dan Cara Pengumpulan Data

Jenis data yang dikumpulkan meliputi data primer dan data sekunder. Pengumpulan data dengan cara survei. Data primer diperoleh melalui wawancara langsung dengan ibu menyusui menggunakan instrumen kuesioner. Data sekunder diperoleh dari kantor kelurahan, kecamatan dan puskesmas. Data primer yang dikumpulkan meliputi karakteristik keluarga, data karakteristik ibu dan bayinya, persepsi ibu tentang program gizi, akses pelayanan program gizi, pelayanan program gizi, pengeluaran pangan, pengetahuan gizi ibu, konsumsi pangan ibu dan bayinya.

Data karakteristik bayi meliputi umur dan jenis kelamin. Data status gizi bayi 0-11 bulan diperoleh dengan cara pengukuran antropometri yang meliputi berat badan dan panjang badan. Berat badan bayi diukur dengan menggunakan timbangan injak digital merek ”easttech” dengan ketelitian 0.1 kg. Teknik pengukuran berat badan bayi yaitu bayi digendong oleh ibunya sehingga diketahui berat badan bayi dan ibunya kemudian dikurangi berat badan ibu yang sebelumnya sudah diketahui untuk memperoleh berat badan bayi. Pengukuran panjang badan bayi menggunakan microtoise dengan cara anak dibaringkan pada tempat yang rata kemudian diberi tanda dan diukur. Data konsumsi pangan bayi menggunakan metode recall 2 x 24 jam melalui wawancara langsung dengan ibunya secara berturut-turut yang meliputi jenis dan jumlah pangan yang dikonsumsi dan frekuensi pangan. Data frekuensi dan lama pemebrian ASI diperoleh dengan metode recall 2x24 jam berturut-turut dengan menanyakan berapa kali dalam sehari anak menyusu dan berapa menit setiap kali menyusu.

Data karakteristik ibu meliputi umur, pendidikan ibu dan pekerjaan. Data status gizi ibu diperoleh dengan cara pengukuran antropometri berdasarkan berat badan dengan cara penimbangan menggunakan timbangan injak digital merek ”easttech” dengan ketelitian 0.1 kg. Pengukuran tinggi badan dengan menggunakan microtoise dengan ketelitian 0.1 cm. Data konsumsi pangan ibu menyusui dikumpulkan melalui metode recall 2 x 24 jam.

Data pengetahuan gizi ibu diperoleh dengan mengajukan 10 pertanyaan tentang zat gizi dan fungsinya, persepsi ibu tentang program gizi diperoleh dengan mengajukan 10 pertanyaan yang meliputi proses pelaksanaan program posyandu, dan pelayanan program gizi diperoleh dengan mengajukan 9 pertanyaan meliputi

(46)

cakupan pelaksanaan program posyandu yang diperoleh oleh ibu menyusui dan bayinya. Data akses pelayanan program gizi diperoleh dengan mengajukan pertanyaan mengenai jarak rumah dengan tempat pelayanan program gizi, keterjangkauan transportasi.

Pengolahan dan Analisis Data

Dalam tahap pengolahan data dilakukan kegiatan-kegiatan seperti pengkodean, penghitungan manual, entri data dan editing serta analisis. Program komputer yang digunakan untuk membuat database dan penyimpanannya adalah Microsoft Office Excel 2003. Sedangkan untuk menganalisis hubungan dan pengaruh dari tiap variabel menggunakan program SPSS 13.0 for windows dan SAS 6.12, sedangkan untuk menganalisis data status gizi ibu menyusui dan bayinya menggunakan program penilaian status gizi WHO 2005.

Data karakteristik keluarga seperti tingkat pendidikan ayah dan tingkat pendidikan ibu dilihat dari jumlah tahun mengikuti pendidikan formal, kemudian dikategorikan menurut jenjang pendidikan SD, SLTP, SLTA dan PT. Data pendapatan keluarga merupakan penjumlahan dari pendapatan seluruh anggota keluarga baik dari hasil pekerjaan utama maupun pekerjaan tambahan atau sumber lainnya selama satu bulan.

Dalam penentuan tingkat pengetahuan diberi kode 1 jika jawabannya benar dan jika salah diberi kode 0. Nilai pengetahuan gizi ibu dilihat dari jumlah skor atas pertanyaan yang diberikan. Skor minimal pengetahuan gizi ibu adalah 0 dan skor maksimal adalah 10. Kemudian dikategorikan rendah apabila skor yang diperoleh kurang dari 60% dari total skor; kategori sedang apabila skor yang diperoleh antara 60% sampai 80% dari total skor dan kategori baik apabila lebih dari 80% dari total skor (Khomsan 2000). Dalam penentuan persepsi dengan menggunakan kategori baik, sedang dan kurang.

Data antropometri bayi usia 0-11 bulan diolah dengan cara membandingkan dengan standar NCHS/WHO 1995 sehingga dapat diperoleh Z-skor berat badan menurut umur (BB/U); Z-Z-skor panjang badan menurut umur (PB/U) dan Z-skor berat badan menurut panjang badan. Titik batas (cutt-off point)

(47)

Z-skor -2 digunakan untuk mendeteksi status underweight, stunting dan wasting pada bayi.

Data antropometri ibu diolah dengan menggunakan indeks massa tubuh (IMT), dengan rumus :

Berdasarkan nilai IMT dibuat klasifikasi status gizi sesuai dengan kriteria Departemen Kesehatan RI tahun 1994 sebagai berikut :

KATEGORI IMT Kekurangan berat badan tingkat berat < 17.0

Kurus

Kekurangan berat badan tingkat ringan 17.0 - 18.5

Normal 18.5 - 25.0

Gemuk Kelebihan berat badan tingkat ringan Kelebihan berat badan tingkat berat

25.0 - 27.0 > 27.0 Sumber : Nyoman et al. (2001)

Metode recall 2x24 jam digunakan untuk memperoleh data konsumsi pangan bayi usia 0-11 bulan dan ibu menyusui. Pada metode recall ini ditanyakan jenis pangan yang dikonsumsi dan banyaknya pangan tersebut dalam ukuran rumah tangga. Pangan yang dikonsumsi kemudian dikonversi beratnya dalam gram, kemudian dihitung kandungan zat gizi yaitu energi (kkal, protein (g), vitamin A (μgRE), vitamin C (mg), vitamin B1 (mg), kalsium (mg), fosfor (mg),

zat besi (mg) dengan menggunakan Daftar Komposisi Bahan Pangan tahun 2004. Konversi dihitung dengan rumus sebagai berikut (Hardinsyah&Briawan 1994):

dimana;

Kgij = Kandungan zat gizi-i dalam bahan makanan-j Bj = Berat makanan-j yang dikonsumsi (gr)

Gij = Kandungan zat gizi dalam 100 gram BDD bahan makanan-j BDDj = bagian bahan makanan-j yang dapat dimakan

Kgij = (Bj/100) x Gij x (BDD/100) IMT = Berat Badan (kg)

Gambar

Gambar 1 Metode penilaian status gizi
Gambar 2  Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Status Gizi Balita   Sumber : UNICEF (1997)
Gambar 3  Hubungan Antara Pendidikan dan Status Gizi  Sumber : Leslie (1985)
Gambar 4  Kerangka Konsep
+7

Referensi

Dokumen terkait

YANG MENJADIKAN BAKPIA SEBAGAI USAHA POKOK // KEGIATAN HOME INDUSTRI SEPERTI INI / MENJADI SALAH SATU WUJUD POTENSI USAHA MASYARAKAT / YANG SUDAH. SELAYAKNYA MENDAPAT DUKUNGAN DARI

Pengukuran ini tidak hanya melihat dari rasio keuangan tetapi juga mengukur rasio-rasio non keuangan, yaitu dari perspektif pelanggan, perspektif proses bisnis internal,

BADAN PERENCANAAN PEMBANGUNAN DAERAH

Judul : Pengaruh Hasil Belajar Mata kuliah Kapita Selekta Kimia Terhadap Kemampuan Penguasaan Materi Kimia SMA Dalam Menghadapi Praktek Pengalaman Lapangan (PPL) Mahasiswa

Prosedur tetap adalah tata cara pembibitan sapi yang baik sesuai dengan Pedoman yang ditetapkan oleh Menteri Pertanian tentang Pedoman Pembibitan Sapi Potong yang

Pokja ULP UPTP Balai Besar Pengembangan Latihan Kerja – Bekasi pada Kementerian ketenagakerjaan RI akan melaksanakan Lelang Sederhana dengan pascakualifikasi

[r]

Pengembangan Kemampuan Berbahasa Anak Usia Dini4. Bahasa