• Tidak ada hasil yang ditemukan

Bahu Jalan Berdasarkan MKJI KATA PENGANTAR

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "Bahu Jalan Berdasarkan MKJI KATA PENGANTAR"

Copied!
130
0
0

Teks penuh

(1)

i KATA PENGANTAR

Pengembangan Sumber Daya Manusia di bidang Jasa Konstruksi bertujuan untuk meningkatkan kompetensi sesuai bidang kerjanya, agar mereka mampu berkompetisi dalam memperebutkan pasar kerja. Berbagai upaya dapat ditempuh, baik melalui pendidikan formal, pelatihan secara berjenjang sampai pada tingkat pemagangan di lokasi proyek atau kombinasi antara pelatihan dan pemagangan, sehingga tenaga kerja mampu mewujudkan standar kinerja yang dipersyaratkan ditempat kerja.

Untuk meningkatkan kompetensi tersebut, Pusat Pembinaan Kompetensi dan Pelatihan Konstruksi yang merupakan salah satu institusi pemerintah yang ditugasi untuk melakukan pembinaan kompetensi, secara bertahap menyusun standar-standar kompetensi kerja yang diperlukan oleh masyarakat jasa konstruksi. Kegiatan penyediaan kompetensi kerja tersebut dimulai dengan analisa kompetensi dalam rangka menyusun suatu standar kompetensi kerja yang dapat digunakan untuk mengukur kompetensi tenaga kerja di bidang Jasa Konstruksi yang bertugas sesuai jabatan kerjanya sebagaimana dituntut dalam Undang-Undang No. 18 tahun 1999, tentang Jasa Konstruksi dan peraturan pelaksanaannya.

Sebagai alat untuk mengukur kompetensi tersebut, disusun dan dibakukan dalam bentuk SKKNI (Standar Kompetensi Kerja Nasional Indonesia) yang unit-unit kompetensinya dikembangkan berdasarkan pola RMCS (Regional Model Competency Standard). Dari standar kompetensi tersebut, pengembangan dilanjutkan menyusun Standar Latih Kompetensi, Materi Uji Kompetensi, serta Materi Pelatihan yang berbasis kompetensi.

Modul / Materi Pelatihan : TRE – 03 / Penetapan Lebar Jalur Lalu Lintas dan Bahu Jalan berdasarkan Manual Kapasitas Jalan Indonesia (MKJI), merepresentasikan unit

kompetensi : “Menerapkan prinsip-prinsip dasar Manual Kapasitas Jalan Indonesia (MKJI)

untuk penetapan lebar jalur lalu lintas dan bahu jalan” dengan elemen-elemen kompetensi terdiri dari :

1. Menerapkan prinsip-prinsip dasar perhitungan kapasitas ruas jalan luar kota 2. Menerapkan prinsip-prinsip dasar perhitungan kapasitas ruas jalan perkotaan 3. Menerapkan prinsip-prinsip dasar perhitungan kapasitas ruas jalan bebas hambatan

(2)

ii Uraian penjelasan bab per bab dan pencakupan materi latih ini merupakan representasi dari elemen-elemen kompetensi tersebut, sedangkan setiap elemen kompetensi dianalisis kriteria unjuk kerjanya sehingga materi latih ini secara keseluruhan merupakan penjelasan dan penjabaran dari setiap kriteria unjuk kerja untuk menjawab tuntutan pengetahuan, keterampilan dan sikap kerja yang dipersyaratkan pada indikator-indikator kinerja/ keberhasilan yang diinginkan dari setiap KUK (Kriteria Unjuk Kerja) dari masing-masing elemen kompetensinya.

Modul ini merupakan salah satu sarana dasar yang digunakan dalam pelatihan sebagai upaya meningkatkan kompetensi seorang pemangku jabatan kerja seperti tersebut diatas, sehingga masih diperlukan materi-materi lainnya untuk mencapai kompetensi yang dipersyaratkan setiap jabatan kerja.

Disisi lain, modul ini sudah barang tentu masih terdapat kekurangan dan keterbatasan, sehingga diperlukan adanya perbaikan disana sini dan kepada semua pihak kiranya kami mohon sumbangan saran demi penyempurnaan kedepan.

Jakarta, Oktober 2007

KEPALA PUSAT PEMBINAAN

KOMPETENSI DAN PELATIHAN KONSTRUKSI

Ir. DJOKO SUBARKAH, Dipl.HE

(3)

iii PRAKATA

Modul ini berisi bahasan mengenai Penetapan Lebar Jalur Lalu Lintas dan Bahu Jalan berdasarkan Manual Kapasitas Jalan Indonesia (MKJI). Tujuan dari penyusunan manual untuk Jalan Luar Kota, Jalan Perkotaan, dan Jalan Bebas Hambatan adalah berdasarkan pada pengumpulan data yang lengkap serta analisis karakteristik lalu lintas dan analisis perilaku pengemudi. Manual ini dapat menyajikan prakiraan kecepatan arus bebas, kapasitas dan hubungan arus-kecepatan dari suatu jalan sebagai fungsi dari rencana geometrik, perkerasan jalan, lingkungan dan lalu lintas.

Kami menyadari bahwa modul ini masih jauh dari sempurna baik ditinjau dari segi materi, sistematika penulisan maupun tata bahasanya. Untuk itu kami mengharapkan kritik dan saran dari para peserta dan pembaca semua, dalam rangka penyempurnaan modul ini. Demikian modul ini dipersiapkan untuk membekali seorang AHLI TEKNIK LALU LINTAS (Traffic Engineer) dengan pengetahuan yang berkaitan ; mudah-mudahan modul ini dapat bermanfaat bagi yang memerlukannya.

Jakarta, Oktober 2007

(4)

iv DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR ... i

PRAKATA ... iii

DAFTAR ISI ... iv

SPESIFIKASI PELATIHAN ... vii

A. Tujuan Pelatihan ... vii

B. Tujuan Pembelajaran ... vii

PANDUAN PEMBELAJARAN ... viii

A. Kualifikasi Pengajar/Instruktur ... viii

B. Penjelasan Singkat Modul ... viii

C. Proses Pembelajaran ... ..ix

BAB 1 PENDAHULUAN ... 1-1

1.1. Umum ... 1-1 1.2. Ringkasan Modul ... 1-2 1.3. Batasan / Rentang Variabel ... 1-4 1.3.1. Batasan / Rentang Variabel Unit Kompetensi ... 1-4 1.3.2. Batasan / Rentang Variabel Pelaksanaan Pelatihan ... 1-4 1.4 Panduan Penilaian ... 1-4 1.4.1. Acuan Penilaian berdasarkan SKKNI ... 1-5 1.4.2. Kualifikasi Penilai ... 1-6 1.4.3. Penilaian Mandiri ... 1-7 1.5. Sumber Daya Pembelajaran ... 1-8

BAB 2 PENERAPAN PRINSIP PRINSIP DASAR PERHITUNGAN

KAPASITAS RUAS JALAN LUAR KOTA ... 2-1

2.1. Umum ... 2-1 2.1.1 Lingkup dan Tujuan ... 2-1 2.1.2 Karakteristik Jalan ... 2-4 2.2. Metodologi ... 2-6 2.2.1. Pendekatan Umum ... 2-6 2.2.2. Variabel ... 2-8 2.2.2. Hubungan Dasar ... 2-18 2.2.3. Karakteristik Geometrik ... 2-21

(5)

v 2. 3. Panduan Rekayasa Lalu Lintas ... 2-23

2.3.1. Tujuan ... 2-23 2.3.2. Tipe Jalan Standar Dan Potongan Melintang ... 2-24 2.3.3. Pemilihan Tipe Jalan Dan Penampang Melintang... 2-25 2.3.4. Rencana Detail ... 2-33 2.3.5. Kelandaian Khusus ... 2-33 2.4. Prosedur Perhitungan Kapasitas Jalan luar Kota ... 2-35 RANGKUMAN ... 2-42 LATIHAN / PENILAIAN MANDIRI ... 2-43

BAB 3 PENERAPAN PRINSIP-PRINSIP DASAR PERHITUNGAN

KAPASITAS RUAS JALAN PERKOTAAN ... 3-1

3.1. Umum ... 3-1 3.1.1. Lingkup Dan Tujuan ... 3-1 3.1.2. Karakteristik Jalan ... 3-4 3.2. Metodologi ... 3-6

3.2.1. Pendekatan Umum ... 3-6 3.2.2. Variabel ... 3-8 3.2.3. Hubungan Dasar Kecepatan, Arus, Kerapatan ... 3-13 3.2.4. Karakteristik Geometrik ... 3-16 3.3. Panduan Rekayasa Lalu Lintas ... 3-18 3.3.1. Tujuan ... 3-18 3.3.2. Standar Tipe Jalan Dan Penampang Melintang ... 3-19 3.3.3. Pemilihan Tipe Dan Penampang Melintang Jalan ... 3-20 3.3.4. Perencanaan Rinci ... 3-25 3.4. Prosedur Perhitungan Kapasitas Ruas Jalan Perkotaan ... 3-27 RANGKUMAN ... 3-32 LATIHAN / PENILAIAN MANDIRI ... 3-33

BAB 4 PENERAPAN PRINSIP-PRINSIP DASAR PERHITUNGAN

KAPASITAS RUAS JALAN BEBAS HAMBATAN ... 4-1

4.1. Umum ... 4-1 4.1.1. Lingkup dan Tujuan ... 4-1 4.1.2. Karakteristik Jalan Bebas Hambatan ... 4-2 4.2. Metodologi ... 4-4 4.2.1. Pendekatan Umum ... 4-4

(6)

vi 4.2.2. Variabel ... 4-6 4.2.3. Hubungan Dasar ... 4-16 4.2.4. Karakteristik Geometrik ... 4-19 4.3. Panduan Rekayasa Lalu Lintas ... 4-21 4.3.1. Tujuan ... 4-21 4.3.2. Tipe Jalan Stándar Dan Potongan Melintang ... 4-21 4.3.3. Pemilihan Tipe Jaln Dan Penampang Melintang Jalan ... 4-22 4.3.4. Rencana Detail ... 4-26 4.3.5. Panduan Untuk Kelandaian Khusus ... 4-27 4.4. Prosedur Perhitungan Kapasitas Jalan Bebas Hambatan ... 4-28 RANGKUMAN ... 4-34 LATIHAN / PENILAIAN MANDIRI ... 4-35

KUNCI JAWABAN PENILAIAN MANDIRI DAFTAR PUSTAKA

(7)

vii SPESIFIKASI PELATIHAN

A. Tujuan Pelatihan

 Tujuan Umum Pelatihan

Setelah selesai mengikuti pelatihan peserta diharapkan mampu :

Melaksanakan pekerjaan perencanaan lalu lintas untuk keperluan perencanaan umum (planning & programming) dan perencanaan teknis jalan.

 Tujuan Khusus Pelatihan

Setelah selesai mengikuti pelatihan peserta mampu :

1. Menerapkan ketentuan Undang-Undang Jasa Konstruksi (UUJK) dan undang-undang terkait.

2. Melakukan survai lalu lintas dan prakiraan volume lalu lintas untuk keperluan perencanaan umum (planning & programming) dan perencanaan teknis jalan. 3. Menerapkan prinsip-prinsip dasar Manual Kapasitas Jalan Indonesia untuk

penetapan lebar jalur lalu lintas dan bahu jalan.

4. Menerapkan prinsip-prinsip dasar persimpangan sebidang atau tidak sebidang 5. Merencanakan penempatan alat pengendali lalu lintas (traffic control devices)

untuk memberikan petunjuk bagi pengguna jalan.

6. Membuat laporan rekayasa lalu lintas (traffic engineering).

B. Tujuan Pembelajaran

Seri / Judul Modul : TRE – 03 / Penetapan Lebar Jalur Lalu Lintas dan Bahu Jalan berdasarkan Manual Kapasitas Jalan Indonesia (MKJI), merepresentasikan unit

kompetensi : “Menerapkan prinsip-prinsip dasar Manual Kapasitas Jalan Indonesia

(MKJI) untuk penetapan lebar jalur lalu lintas dan bahu jalan”.

 Tujuan Pembelajaran

Setelah modul ini dibahas diharapkan peserta :

Mampu menerapkan prinsip-prinsip dasar Manual Kapasitas Jalan Indonesia (MKJI) untuk penetapan lebar jalur lalu lintas dan bahu jalan

 Kriteria Penilaian

1. Menerapkan prinsip-prinsip dasar perhitungan kapasitas ruas jalan luar kota. 2. Menerapkan prinsip-prinsip dasar perhitungan ruas jalan perkotaan

(8)

viii PANDUAN PEMBELAJARAN

A. Kualifikasi Pengajar / Instruktur

 Instruktur harus mampu mengajar, dibuktikan dengan sertifikat TOT (Training of Trainer) atau sejenisnya.

 Menguasai substansi teknis yang diajarkan secara mendalam.  Konsisten mengacu SKKNI dan SLK

 Pembelajaran modul-modulnya disertai dengan inovasi dan improvisasi yang relevan dengan metodologi yang tepat.

B. Penjelasan Singkat Modul

Modul-modul yang diajarkan di program pelatihan ini :

No. Kode Judul Modul

1. TRE – 01 Penerapan ketentuan Undang-Undang Jasa

Konstruksi (UUJK) dan undang-undang terkait

2. TRE – 02 Survai dan prakiraan volume lalu lintas

3. TRE – 03

Penetapan lebar jalur lalu lintas dan bahu jalan berdasarkan Manual Kapasitas Jalan Indonesia (MKJI)

4. TRE – 04 Penerapan prinsip-prinsip dasar persimpangan

sebidang atau tidak sebidang

5. TRE – 05 Perencanaan penempatan alat pengendali lalu lintas

(traffic control devices)

6. TRE – 06 Penyiapan laporan rekayasa lalu lintas (traffic

engineering)

Sedangkan modul yang akan diuraikan adalah :

 Seri / Judul : TRE – 03 / Penetapan Lebar Jalur Lalu Lintas dan Bahu Jalan

berdasarkan Manual Kapasitas Jalan Indonesia (MKJI)

 Deksripsi Modul : Penetapan Lebar Jalur Lalu Lintas dan Bahu Jalan

berdasarkan Manual Kapasitas Jalan Indonesia (MKJI) merupakan salah satu modul yang direncanakan untuk membekali Ahli Teknik Lalu Lintas (Traffic Engineer) dengan pengetahuan, keterampilan dan sikap kerja dalam menerapkan prinsip-prinsip dasar perhitungan Kapasitas ruas jalan luar kota, ruas jalan perkotaan, dan ruas jalan bebas hambatan.

(9)

ix C. Proses Pembelajaran

Kegiatan Instruktur Kegiatan Peserta Pendukung

1. Ceramah Pembukaan :

 Menjelaskan Tujuan Pembelajaran.  Merangsang motivasi peserta

dengan pertanyaan atau pengalaman melakukan koordinasi pengumpulan dan penggunaan data teknis.

Waktu : 5 menit.

 Mengikuti penjelasan  Mengajukan pertanyaan

apabila kurang jelas. OHT – 1

2. Penjelasan Bab 1 : Pendahuluan.  Modul ini merepresentasikan unit

kompetensi.  Umum  Ringkasan Modul  Batasan/Rentang Variabel  Panduan Penilaian  Panduan Pembelajaran Waktu : 30 menit.  Mengikuti penjelasan instruktur dengan tekun dan aktif.

 Mencatat hal-hal penting.  Mengajukan pertanyaan

bila perlu.

OHT – 2

3. Penjelasan Bab 2 : Menerapkan prinsip-prinsip dasar perhitungan kapasitas ruas jalan luar kota

 Umum  Metodologi

 Panduan Rekayasa Lalu Lintas  Prosedur perhitungan untuk jalan

luar kota Waktu : 75 menit.

 Mengikuti penjelasan instruktur dengan tekun dan aktif.

 Mencatat hal-hal penting.  Mengajukan pertanyaan

bila perlu.

OHT – 3

4. Penjelasan Bab 3 : Menerapkan prinsip-prinsip dasar perhitungan kapasitas ruas jalan perkotaan

 Umum  Metodologi

 Panduan Rekayasa Lalu Lintas

 Mengikuti penjelasan instruktur dengan tekun dan aktif.

(10)

x

Waktu : 75 menit.  Mencatat hal-hal penting.

 Mengajukan pertanyaan bila perlu.

5. Penjelasan Bab 4 : Menerapkan prinsip-prinsip dasar perhitungan kapasitas ruas jalan bebas hambatan  Umum

 Metodologi

 Panduan Rekayasa Lalu Lintas  Prosedur perhitungan jalan bebas

hambatan Waktu : 75 menit.

 Mengikuti penjelasan instruktur dengan tekun dan aktif.

 Mencatat hal-hal penting.  Mengajukan pertanyaan

bila perlu.

OHT – 5

6. Rangkuman dan Penutup.  Rangkuman

 Tanya jawab.  Penutup. aktu : 10 menit.

 Mengikuti penjelasan instruktur dengan tekun dan aktif.

 Mencatat hal-hal penting.  Mengajukan pertanyaan

bila perlu.

(11)

1-1 BAB 1

PENDAHULUAN

1.1 Umum

Modul TRE – 03 : Penetapan Lebar Jalur Lalu Lintas dan Bahu Jalan berdasarkan Manual Kapasitas Jalan Indonesia (MKJI) merepresentasikan salah satu unit kompetensi dari program pelatihan Ahli Teknik Lalu Lintas (Traffic Engineer).

Sebagai salah satu unsur, maka pembahasannya selalu memperhatikan unsur-unsur lainnya, sehingga terjamin keterpaduan dan saling mengisi tetapi tidak terjadi tumpang tindih (overlapping) terhadap unit-unit kompetensi lainnya yang direpresentasikan sebagai modul-modul yang relevan.

Adapun Unit Kompetensi untuk mendukung kinerja efektif yang dipersyaratkan sebagai Ahli Teknis Lalu Lintas adalah :

No. Kode Unit Unit Kompetensi

I. Kompetensi Umum

1. INA.5211.113.07.01.07 Menerapkan ketentuan Undang-Undang Jasa

Konstruksi (UUJK) dan undang-undang terkait

II. Kompetensi Inti

1. INA.5211.113.07.02.07 Melakukan survai lalu lintas dan prakiraan volume lalu

lintas untuk keperluan perencanaan umum (planning & programming) dan perencanaan teknis jalan

2. INA.5211.113.07.03.07 Menerapkan prinsip-prinsip dasar Manual Kapasitas

Jalan Indonesia untuk penetapan lebar jalur lalu lintas dan bahu jalan

3. INA.5211.113.07.04.07 Menerapkan prinsip-prinsip dasar persimpangan

sebidang atau tidak sebidang

4. INA.5211.113.07.05.07 Merencanakan penempatan alat pengendali lalu lintas

(traffic control devices) untuk memberikan petunjuk bagi pengguna jalan

5. INA.5211.113.07.06.07 Membuat laporan rekayasa lalu lintas (traffic

engineering)

(12)

1-2 1.2 Ringkasan Modul

Ringkasan modul ini disusun konsisten dengan 0tuntutan atau isi kompetensi ada judul unit, deskripsi unit, elemen kompetensi dan KUK (Kriteria Unjuk Kerja) dengan uraian sebagai berikut :

A. Unit Kompetensi

Modul Unit Kompetensi yang akan disusun adalah sebagai berikut :

KODE UNIT : INA.5211.113.07.03.07

JUDUL UNIT : Penerapan prinsip-prinsip dasar Manual Kapasitas Jalan Indonesia untuk penetapan lebar jalur lalu lintas dan bahu jalan

DESKRIPSI UNIT : Unit kompetensi ini mencakup pengetahuan, keterampilan dan sikap kerja yang diperlukan untuk menerapkan prinsip-prinsip dasar Manual Kapasitas Jalan Indonesia untuk penetapan lebar jalur lalu lintas dan bahu jalan dalam perencanaan umum (planning & programming) dan perencanaan teknis jalan.

B. Elemen Kompetensi dan KUK (Kriteria Unjuk Kerja)

Elemen Kompetensi dan KUK (Kriteria Unjuk Kerja) terdiri dari :

1. Elemen Kompetensi : Menerapkan Prinsip-Prinsip Dasar Perhitungan Kapasitas Ruas Jalan Luar Kota, direpresentasikan pada modul berjudul :

Bab 2 Penerapan Prinsip-Prinsip Dasar Perhitungan Kapasitas Ruas Jalan Luar Kota.

Uraian rinci KUK (Kriteria Unjuk Kerja) adalah sebagai berikut :

1.1 Lingkup dan tujuan perhitungan kapasitas ruas jalan luar kota dikuasai untuk perhitungan kapasitas jalan.

1.2 Metodologi dan prosedur perhitungan kapasitas ruas jalan luar kota diterapkan sesuai dengan manual yang berlaku.

1.3 Kesimpulan hasil perhitungan kapasitas ruas jalan luar kota dibuat untuk perencanaan jalan.

(13)

1-3 2. Elemen Kompetensi : Menerapkan Prinsip-Prinsip Dasar Perhitungan Kapasitas Ruas Jalan Perkotaan, direpresentasikan pada modul berjudul :

Bab 3 Penerapan Prinsip-Prinsip Dasar Perhitungan Kapasitas Ruas Jalan Perkotaan.

Uraian rinci KUK (Kriteria Unjuk Kerja) adalah sebagai berikut :

2.1 Lingkup dan tujuan perhitungan kapasitas ruas jalan perkotaan dikuasai untuk perhitungan kapasitas jalan.

2.2 Metodologi dan prosedur perhitungan kapasitas ruas jalan perkotaan diterapkan sesuai dengan manual yang berlaku.

2.3 Kesimpulan hasil perhitungan kapasitas ruas jalan perkotaan dibuat untuk perencanaan jalan.

3. Elemen Kompetensi : Menerapkan Prinsip-Prinsip Dasar Perhitungan Kapasitas Ruas Jalan Bebas Hambatan, direpresentasikan pada modul berjudul : Bab 4 Penerapan Prinsip-Prinsip Dasar Perhitungan Kapasitas

Ruas Jalan Bebas Hambatan.

Uraian rinci KUK (Kriteria Unjuk Kerja) adalah sebagai berikut :

3.1 Lingkup dan tujuan perhitungan kapasitas ruas jalan bebas hambatan dikuasai untuk perhitungan kapasitas jalan.

3.2 Metodologi dan prosedur perhitungan kapasitas ruas jalan bebas hambatan diterapkan sesuai dengan manual yang berlaku.

3.3 Kesimpulan hasil perhitungan kapasitas ruas jalan bebas hambatan dibuat untuk perencanaan jalan.

Penulisan dan uraian rinci modul selalu konsisten mengacu kepada masing-masing Elemen Kompetensi, KUK (Kriteria Unjuk Kerja), dan analisis IUK (Indikator Kinerja / Keberhasilan).

IUK (Indikator Unjuk Kerja / Keberhasilan) adalah dasar dari tolok ukur penilaian, sehingga modul pelatihan berbasis kompetensi perlu menguraikan secara rinci pengetahuan, keterampilan, dan sikap kerja yang mendukung terwujudnya IUK, dan dapat dipergunakan untuk melatih tenaga kerja dengan hasil yang jelas, lugas dan terukur.

(14)

1-4 1.3 Batasan / Rentang Variabel

Batasan / rentang variabel adalah ruang lingkup atau situasi dimana KUK (Kriteria Unjuk Kerja) dapat diterapkan. Mendefinisikan situasi dari unit kompetensi dan memberikan informasi lebih jauh tentang tingkat otonomi perlengkapan dan materi yang mungkin digunakan dan mengacu kepada syarat-syarat yang ditetapkan termasuk peraturan dan produk atau jasa yang dihasilkan.

1.3.1 Batasan / Rentang Variabel Unit Kompetensi

Batasan / rentang variabel untuk unit kompetensi ini adalah sebagai berikut :

1. Kompetensi ini diterapkan dalam satuan kerja berkelompok;

2. Tersedia Manual Kapasitas Jalan Indonesia (MKJI) untuk keperluan penetapan lebar jalur lalu lintas dan bahu jalan;

1.3.2 Batasan / Rentang Variabel Pelaksanaan Pelatihan

Batasan / rentang variabel untuk pelaksanaan pelatihan adalah sebagai berikut :

1. Seleksi calon peserta dievaluasi dengan kompetensi prasyarat yang tertuang dalam SLK (Standar Latih Kompetensi) dan apabila terjadi kondisi peserta kurang memenuhi syarat, maka proses dan waktu pelaksanaan latihan disesuaikan dengan kondisi peserta, namun tetap mengacu kepada tercapainya tujuan pelatihan dan tujuan pembelajaran; 2. Persiapan pelaksanaan pelatihan termasuk prasarana dan sarana sudah

mantap;

3. Proses pembelajaran teori dan praktek dilaksanakan hingga tercapainya kompetensi minimal yang dipersyaratkan;

4. Penilaian dan evaluasi hasil pembelajaran didukung juga dengan batasan / rentang variabel yang dipersyaratkan dalam unit kompetensi.

1.4 Panduan Penilaian

Untuk membantu menginterpretasikan dan menilai unit kompetensi dengan mengkhususkan petunjuk nyata yang perlu dikumpulkan untuk memperagakan kompetensi sesuai tingkat kecakapan yang digambarkan dalam setiap kriteria unjuk kerja yang meliputi :

(15)

1-5

• Pengetahuan, keterampilan dan sikap kerja yang dibutuhkan untuk seseorang

dinyatakan kompeten pada tingkatan tertentu.

• Ruang lingkup pengujian menyatakan dimana, bagaimana dan dengan metode

apa pengujian seharusnya dilakukan.

• Aspek penting dari pengujian menjelaskan hal-hal pokok dari pengujian dan kunci pokok yang perlu dilihat pada waktu pengujian.

1.4.1 Acuan Penilaian berdasarkan SKKNI

Adapun acuan untuk melakukan penilaian yang tertuang dalam SKKNI adalah sebagai berikut :

A. Pengetahuan, Keterampilan, dan Sikap Kerja

Pengetahuan, keterampilan, dan sikap kerja untuk mendemonstrasikan unit kompetensi ini terdiri dari :

1. Pemahaman terhadap ketentuan-ketentuan dan atau persyaratan-persyaratan yang berkaitan dengan:

- penetapan lebar jalur lalu lintas dan bahu jalan,

- penetapan kapasitas ruas jalan luar kota,

- penetapan kapasitas ruas jalan perkotaan,

- penetapan kapasitas ruas jalan bebas hambatan;

2. Penerapan data dan informasi tersebut butir 1 untuk keperluan perencanaan teknis jalan

3. Cermat, teliti, tekun, obyektif, dan konsisten dalam menerapkan prinsip-prinsip dasar Manual Kapasitas Jalan Indonesia untuk penetapan lebar jalur lalu lintas dan bahu jalan

B. Konteks Penilaian

Konteks Penilaian terdiri dari :

1. Unit ini dapat dinilai di dalam maupun di luar tempat kerja yang menyangkut pengetahuan teori

2. Penilaian harus mencakup aspek pengetahuan, keterampilan dan sikap kerja / perilaku.

3. Unit ini harus didukung oleh serangkaian metode untuk menilai pengetahuan dan keterampilan yang ditetapkan dalam Materi Uji Kompetensi (MUK).

(16)

1-6 C. Aspek Penilaian

Aspek penting penilaian terdiri dari :

1. Kemampuan untuk memahami lingkup dan tujuan serta metodologi dan prosedur perhitungan kapasitas ruas jalan luar kota, ruas jalan perkotaan, dan jalan bebas hambatan;

2. Ketelitian dan kecermatan dalam melakukan perhitungan kapasitas ruas jalan luar kota, ruas jalan perkotaan, dan jalan bebas hambatan;

1.4.2 Kualifikasi Penilai

Kualifikasi penilai terdiri dari :

1. Penilai harus kompeten paling tidak tentang unit-unit kompetensi sebagai assesor (penilai) antara lain :

• merencanakan penilaian,

• melaksanakan penilaian, dan

• mengkaji ulang / review penilaian

serta dibuktikan dengan sertifikat assesor.

2. Penilai juga harus kompeten tentang teknis substansi dari unit-unit yang akan didemonstrasikan dan bila ada syarat-syarat industri perusahaan lainnya muncul, penilai bisa disyaratkan untuk :

• Mengetahui praktek-praktek / kebiasaan industri / perusahaan yang ada sekarang dalam pekerjaan atau peranan yang kinerjanya sedang dinilai.

• Mempraktekkan kecakapan inter-personal seperlunya yang

diperlukan dalam proses penilaian.

3. Apabila terjadi kondisi Penilai (assesor) kurang menguasai subtansi teknis, maka dapat mengambil langkah untuk menggunakan penilai yang memenuhi syarat dari berbagai konteks tempat kerja dan lembaga, industri, atau perusahaan. Opsi-opsi tersebut termasuk :

• Penilai di tempat kerja yang kompeten teknis substansial yang

relevan dan dituntut memiliki pengetahuan tentang praktek-praktek / kebiasaan industri / perusahaan yang ada sekarang.

• Suatu panel penilai yang didalamnya termasuk paling sedikit satu orang yang kompeten dalam kompetensi subtansial yang relevan.

(17)

1-7

• Pengawas tempat kerja dengan kompetensi dan pengalaman

subtansial yang relevan yang disarankan oleh penilai eksternal yang kompeten menurut standar penilai.

• Opsi-opsi ini memang memerlukan sumber daya dan khususnya

penyediaan dana yang lebih besar (mahal).

Ikhtisar (gambaran umum) tentang proses untuk mengembangkan sumber daya penilaian berdasar pada Standar Kompetensi Kerja (SKK) perlu dipertimbangkan untuk mengembangkan mekanisme pada proses tersebut.

Sumber daya penilaian harus divalidasi untuk menjamin bahwa penilai dapat mengumpulkan informasi yang cukup, valid dan terpercaya untuk membuat keputusan penilaian berdasar standar kompetensi.

KOMPETENSI ASESOR

1.4.3 Penilaian Mandiri

Penilaian mandiri merupakan suatu upaya untuk mengukur kapasitas kemampuan peserta pelatihan terhadap penguasaan substansi materi pelatihan yang sudah dibahas dalam proses pembelajaran teori maupun praktek.

Penguasaan substansi materi diukur dengan IUK (Indikator Unjuk Kerja / Keberhasilan) dari masing-masing KUK (Kriteria Unjuk Kerja), dimana IUK merupakan hasil analisis dari setiap KUK yang dipergunakan untuk menyusun kurikulum silabus pelatihan.

Bentuk penilaian mandiri antara lain :

Memiliki Kompetensi bidang Subtansi Memiliki Kompetensi Assessment

Kompeten

(18)

1-8 A. Pertanyaan dan Kunci Jawaban

Pertanyaan adalah ukuran kemampuan apa saja yang telah dikuasai untuk mewujudkan KUK (Kriteria Unjuk Kerja), dan dilengkapi dengan Kunci Jawaban sebagai IUK (Indikator Unjuk Kerja / Keberhasilan) dari masing-masing KUK (Kriteria Unjuk Kerja).

B. Tingkat Keberhasilan Peserta Pelatihan

Dari penilaian mandiri akan terungkap tingkat keberhasilan peserta pelatihan dalam mengikuti proses pembelajaran.

Apabila tingkat keberhasilan peserta rendah, perlu evaluasi terhadap :

1. Peserta pelatihan, terutama tentang pemenuhan kompetensi prasyarat dan ketekunan serta kemampuan mengikuti proses pembelajaran.

2. Materi / modul pelatihan, apakah sudah mengikuti dan konsisten mengacu kepada Unit Kompetensi, Elemen Kompetensi, KUK (Kriteria Unjuk Kerja), maupun IUK (Indikator Unjuk Kerja / Keberhasilan) ?

3. Instruktur / fasilitator, apakah konsisten dengan materi / modul yang sudah valid mengacu kepada Unit Kompetensi beserta unsur-unsurnya yang diwajibkan untuk dibahas dengan metodologi yang tepat.

4. Mungkin juga karena penyelenggaraan pelatihannya atau sebab lain.

1.5 Sumber Daya Pembelajaran

Sumber daya pembelajaran terdiri dari :

A. Sumber daya pembelajaran teori :

• OHT dan OHP (Over Head Projector) atau LCD dan Lap top.

• Ruang kelas lengkap dengan fasilitasnya.

• Materi pembelajaran.

B. Sumber daya pembelajaran praktek :

(19)

1-9 • Alat tulis, kertas dan lain-lain yang diperlukan untuk membantu peserta

pelatihan dalam menghitung dan merencanakan bangunan atas jembatan.

C. Tenaga kepelatihan, instruktur, assesor, dan tenaga pendukung

(20)

21 BAB 2

PENERAPAN PRINSIP-PRINSIP DASAR PERHITUNGAN KAPASITAS RUAS JALAN LUAR KOTA

2.1 Umum

Bab Umum ini menjelaskan lingkup dan tujuan, serta karakteristik jalan luar kota seperti dijelaskan di bawah ini.

2.1.1 Lingkup Dan Tujuan

A. Definisi dan Jenis Prasarana

Suatu segmen jalan didefinisikan sebagai jalan luar kota atau jalan perkotaan/semi perkotaan sebagai berikut:

Segmen jalan perkotaan / semi perkotaan: Mempunyai perkembangan secara

permanen dan menerus sepanjang seluruh atau hampir seluruhnya, minimal pada satu sisi jalan tersebut. Jalan raya di atau dekat pusat perkotaan dengan penduduk lebih dari 100.000 jiwa selalu digolongkan dalam kelompok ini. Jalan raya di daerah perkotaan dengan penduduk kurang dari 100.000 jiwa juga digolongkan dalam kelompok ini jika mempunyai perkembangan samping jalan yang permanen dan menerus.

Segmen jalan luar kota: Tanpa perkembangan yang menerus pada sisi

manapun, meskipun mungkin terdapat perkembangan permanen yang sebentar-sebentar terjadi, seperti rumah makan, pabrik, atau perkampungan. (Catatan: Kios kecil dan kedai pada sisi jalan bukan merupakan perkembangan permanen).

Indikasi penting lebih lanjut tentang suatu daerah perkotaan atau semi perkotaan adalah karakteristik arus lalu-lintas puncak pada pagi dan sore hari, secara umum lebih tinggi dan terdapat perubahan dalam komposisi lalu-lintasnya (dengan persentase kendaraan pribadi dan sepeda motor yang lebih tinggi, dan persentase truk berat yang lebih rendah dalam arus lalu-lintas). Suatu peningkatan arus puncak yang berarti akan terlihat pada perubahan (yang lebih tak merata) dalam pemisahan arah lalu-lintas, dan dengan demikian batas segmen jalan harus ditentukan antara segmen jalan luar kota dan semi perkotaan. Dengan cara yang sama, perubahan yang berarti pada arus akan juga mendorong diadakannya

(21)

22 batas segmen. Indikator lain yang membantu (meskipun tidak selalu) yaitu adalah adanya kereb: jalan raya luar kota jarang dilengkapi kereb.

Tipe jalan luar kota adalah sebagai berikut: - Jalan dua-lajur dua-arah tak-terbagi (2/2UD) - Jalan empat-lajur dua-arah

- Tak terbagi (yaitu tanpa median) (4/2UD) - Terbagi (yaitu dengan median) (4/2 D) - Jalan enam-lajur dua-arah terbagi (6/2 D)

B. Penggunaan

Karakteristik geometrik dari tipe jalan yang digunakan telah didefinisikan pada bagian TipeJalan.

Untuk masing-masing tipe jalan yang ditentukan, cara perhitungan dapat digunakan untuk :

- Analisis operasional, perencanaan dan perancangan jalan pada alinyemen datar, bukit atau gunung.

- Analisis operasional perencanaan dan perancangan pada suatu kelandaian tertentu (misalnya lajur pendakian).

Meskipun Bab ini berjudul 'Jalan Luar Kota', prosedur yang terdapat didalamnya dapat diterapkan bukan hanya pada jalan nasional tetapi juga pada jalan propinsi dan kabupaten. Dalam kenyataannya prosedur dapat diterapkan pada setiap jalan yang bukan perkotaan atau semi perkotaan, asalkan karakteristik jalan berada dalam ruang lingkup yang diberikan dalam Bab ini.

C. Segmen Jalan

Segmen jalan didefinisikan sebagai suatu panjang jalan:

- Di antara dan tak terpengaruh oleh simpang utama, dan

- Mempunyai rencana geometrik dan arus serta komposisi lalu-lintas yang serupa di seluruh panjangnya.

Titik di mana karakteristik jalan berubah secara berarti otomatis menjadi batas segmen sekalipun tidak ada simpang di dekatnya.

(22)

23 Karakteristik jalan yang penting dalam hal ini dijelaskan di bawah.

Segmen jalan luar kota secara umum diharapkan jauh lebih panjang dari segmen jalan perkotaan atau semi perkotaan karena pada umumnya karakteristik geometrik dan karakteristik lainnya tidak sering berubah dan simpang utamanya tidak terlalu berdekatan. Panjangnya mungkin puluhan kilometer. Tetapi adalah perlu untuk menetapkan batas segmen dimana terdapat perubahan karakteristik yang penting, walaupun segmen yang dihasilkan jauh lebih pendek.

Batas segmen harus ditempatkan di mana tipe medan berubah, walaupun karakteristik lainnya untuk geometrik, lalu-lintas dan lingkungan (hambatan) tetap sama. Tetapi tidak perlu mempermasalahkan tentang perubahan kecil pada geometriknya (misalnya perbedaan lebar jalur lalu-lintas yang kurang dari 0,5 m), terutama jika perubahan kecil tersebut sebentar-sebentar terjadi. Kelandaian khusus selalu merupakan segmen tersendiri.

D. Daerah Perkotaan Dan Simpang Sepanjang Jalan

Batas segmen harus dibuat apabila jalan luar kota dianggap telah menjadi jalan perkotaan atau semi perkotaan (atau sebaliknya), meskipun karakteristik geometrik atau lainnya tidak berubah.

Daerah pedesaan tidak boleh dianggap sebagai daerah perkotaan, kecuali jalan tersebut melalui pusat kota yang mempunyai karakteristik samping jalan sesuai dengan jalan perkotaan / semi perkotaan yang dijelaskan pada bagian Definisi dan Jenis Prasarana

Dengan cara yang sama, jika jalan luar kota bertemu dengan satu atau lebih simpang utama, terutama jika simpang bersinyal, baik di daerah perkotaan maupun bukan, maka pengaruh simpang(-simpang) tersebut perlu diperhitungkan. Hal ini dapat dikerjakan sebagai berikut:

- Hitung waktu tempuh, dengan menggunakan prosedur jalan luar kota, seolah-olah tidak ada gangguan dari simpang(-simpang) yaitu kerjakan analisis seolah-olah tidak ada simpang (-simpang) ("waktu tempuh tak terganggu").

- Untuk setiap simpang utama sepanjang jalan tersebut, hitung tundaan, dengan menggunakan prosedur perhitungan simpang.

(23)

24 - Tambahkan tundaan(-tundaan) simpang pada waktu tempuh tak terganggu,

untuk mendapatkan waktu tempuh keseluruhan dan jika diperlukan, konversikan ke kecepatan rata-rata dengan membagi jarak keseluruhan (km) dengan waktu tempuh keseluruhan (jam).

2.1.2 Karakteristik Jalan

Karakteristik utama jalan yang akan mempengaruhi kapasitas dan perilakunya apabila dibebani lalu-lintas ditunjukkan di bawah. Setiap titik dari jalan tertentu yang mempunyai perubahan penting dalam rencana geometrik, karakteristik arus lalu-lintas atau kegiatan samping jalan, menjadi batas segmen jalan seperti diuraikan di bagian Segmen Jalan

A. Geometrik

1. Lebar jalur lalu-lintas: kapasitas meningkat dengan bertambahnya lebar jalur lalu-lintas.

2. Karakteristik bahu: kapasitas, dan kecepatan pada arus tertentu, bertambah sedikit dengan bertambahnya lebar bahu. Kapasitas berkurang jika terdapat penghalang tetap dekat pada tepi jalur lalu-lintas.

3. Ada atau tidaknya median (terbagi atau tak terbagi): median yang direncanakan dengan baik meningkatkan kapasitas. Tetapi mungkin ada alasan lain mengapa median tidak diinginkan, misalnya kekurangan tempat, biaya, jalan masuk ke prasarana samping jalan dsb.

4 Lengkung vertikal: ini mempunyai dua pengaruh, makin berbukit jalannya, makin lambat kendaraan bergerak di tanjakan (ini biasanya tidak diimbangi di turunan) dan juga pundak bukit mengurangi jarak pandang. Kedua pengaruh ini mengurangi kapasitas dan perilaku pada arus tertentu.

5. Lengkung Horisontal: Jalan dengan banyak tikungan tajam memaksa kendaraan untuk bergerak lebih lambat dari pada di jalan lurus, agar yakin bahwa ban mempertahankan gesekan yang aman dengan permukaan jalan. Lengkung horisontal dan vertikal dapat dinyatakan sebagai tipe alinyemen umum (datar, bukit atau gunung). Mereka sering juga dihubungkan dengan kelas jarak pandang. Lengkung vertikal dan horisontal adalah sangat penting pada jalan dua-lajur dua-arah.

(24)

25 6. Jarak pandang: Apabila jarak pandangnya panjang, menyalip akan lebih

mudah dan kecepatan serta kapasitas lebih tinggi.

Meskipun sebagian tergantung pada lengkung vertikal dan horisontal, jarak pandang juga tergantung pada ada atau tidaknya penghalang pandangan dari tumbuhan, pagar, bangunan dan lain-lain.

B. Arus, Komposisi Dan Pemisahan Arah

1. Pemisahan arah lalu-lintas: kapasitas adalah tertinggi pada jalan datar tak terbagi apabila pemisahan arah adalah 50 - 50 yaitu: apabila arus pada kedua arah adalah sama.

2. Komposisi lalu-lintas:

Komposisi lalu-lintas mempengaruhi hubungan arus-kecepatan jika arus dan kapasitas dinyatakan dalam kend/jam, yaitu tergantung pada rasio sepeda motor atau kendaraan berat dalam arus. Jika arus dan kepasitas dinyatakan dalam satuan mobil penumpang (smp), maka kecepatan kendaraan ringan dan kapasitas (smp/jam) tidak terpengaruh oleh komposisi lalu-lintas.

C. Pengendaliaan Lalu-Lintas

Pengendalian kecepatan, pergerakan kendaraan berat, parkir, dsb akan mempe-ngaruhi kapasitas jalan.

D. Aktivitas Samping Jalan ("Hambatan Samping")

Banyaknya kegiatan di samping jalan di Indonesia sering menimbulkan konflik, kadang kala berat, dengan arus lalu-lintas. Pengaruh dari konflik ini, ("hambatan samping"), diberi perhatian lebih dalam Manual Kapasitas Jalan Indonesia, jika dibandingkan dengan manual dari negara Barat. Hambatan samping yang telah terbukti sangat berpengaruh pada kapasitas dan perilaku jalan luar kota adalah :

- Pejalan kaki;

- Pemberhentian angkutan umum dan kendaraan lain; - Kendaraan lambat (misal becak, kereta kuda);

- Kendaraan masuk dan keluar dari lahan di samping jalan

Untuk menyederhanakan penyertaannya dalam prosedur perhitungan, jenis-jenis hambatan ini telah diterangkan juga sehubungan dengan lebar efektif bahu .

(25)

26 E. Fungsi Jalan Dan Tata Guna Lahan

Kelas fungsi jalan (arteri, kolektor, lokal) dapat mempengaruhi kecepatan arus bebas, karena kelas fungsi jalan cenderung mencerminkan jenis perjalanan yang terjadi di jalan. Ada hubungan yang kuat antara kelas fungsi jalan dan kelas administratif jalan (nasional, propinsi, kabupaten). Jika terdapat keraguan tentang kelas fungsional dari suatu jalan, maka kelas administratif dapat digunakan sebagai indikator.

F. Pengemudi Dan Populasi Kendaraan

Perilaku pengemudi dan populasi kendaraan (umur, tenaga dan kondisi kendaraan dalam masing-masing kelas, sebagaimana ternyata dari komposisi kendaraan) adalah berbeda untuk berbagai daerah di Indonesia. Kendaraan yang lebih tua dari suatu tipe tertentu, atau perilaku pengemudi yang kurang gesit dapat menghasilkan kapasitas dan perilaku yang lebih rendah. Pengaruh-pengaruh ini tidak dapat diukur secara langsung tetapi dapat diperhitungkan melalui pemeriksaan setempat dari parameter kunci.

2.2 Metodologi

2.2.1 Pendekatan Umum

Prosedur perhitungan yang diberikan dalam Manual Kapasitas Jalan Indonesia dalam beberapa hal, setidaknya secara umum, serupa dengan yang ada dalam U.S. Highway Capacity Manual 1985 (US-HCM) dan perubahannya tahun 1994. Hal ini merupakan kesengajaan, karena pemakai dari Manual Kapasitas Jalan Indonesia mungkin sudah mengenal prosedur US HCM. Tetapi secara rinci, prosedur-prosedur tersebut adalah tidak sama. Beberapa variabel umum berbeda untuk kondisi Indonesia, karena nilai-nilai variabel untuk kondisi Indonesia sangat berbeda dari US HCM.

A. Tipe Perhitungan

Prosedur yang diberikan dalam bab ini memungkinkan perhitungan karakteristik lalu-lintas berikut, untuk segmen jalan tertentu :

- Kecepatan arus bebas: - Kapasitas;

- Derajat kejenuhan (arus/kapasitas); - Kecepatan pada kondisi arus lapangan;

(26)

27 - Arus lalu-lintas yang dapat ditampung oleh segmen jalan sambil

mempertahankan kualitas lalu-lintas tertentu (yaitu kecepatan atau derajat iringan yang ditentukan).

B. Tingkat Analisis

Prosedur ini memungkinkan proses analisis untuk dua tingkat analisis yang berbeda:

1. Analisis operasional dan Perencanaan: Penentuan perilaku segmen jalan akibat kebutuhan lalu-lintas yang ada atau yang diramalkan. Kapasitas dapat juga dihitung, dan juga arus maksimum yang dapat disalurkan sambil mempertahankan kualitas lalu-lintas tertentu. Lebar jalan atau jumlah lajur yang diperlukan untuk menyalurkan arus lalu-lintas tertentu, sambil mempertahankan tingkat perilaku (jalan) yang dapat diterima dapat juga dihitung untuk keperluan perencanaan. Pengaruh pada kapasitas dan perilaku dari sejumlah segi perencanaan lainnya, misalnya pemasangan median atau modifikasi lebar bahu, dapat juga diperkirakan. Ini adalah tingkat analisis yang paling rinci.

2 Analisis Perancangan: Sebagaimana untuk perencanaan, sasarannya adalah untuk memperkirakan jumlah lajur yang diperlukan untuk jalan yang direncanakan, tetapi keterangan tentang arus diberikan hanya berupa LHRT perkiraan saja. Rincian geometrik serta masukan lainnya dapat berupa anggapan atau dapat juga didasarkan pada nilai normal yang dianjurkan.

Metode yang digunakan dalam analisis operasional dan analisis perencanaan adalah sama, dan berbeda terutama dalam tingkatan perincian dari masukan dan keluarannya. Metode yang digunakan dalam analisis perancangan mempunyai latar belakang teoritis yang sama, tetapi telah sangat disederhanakan karena data masukan terincinya dianggap tidak ada.

Prosedur ini juga memungkinkan analisis operasional untuk dua tipe segmen jalan yang berbeda:

1. Segmen alinyemen umum : Dalam hal ini segmen digolongkan dalam tipe alinyemen yang menggambarkan kondisi umum lengkung horisontal dan vertikal dari segmen: datar, bukit atau gunung.

(27)

28 2. Kelandaian khusus : Suatu bagian jalan yang curam menerus dapat menjadi

'pemerkecil' kapasitas dalam kedua arah mendaki dan menurun dan dapat mempunyai pengaruh perilaku yang tidak diperhitungkan secara penuh apabila menggolongkan bagian curam dalam tipe alinyemen umum. Maka dari itu Manual Kapasitas Jalan Indonesia juga memungkinkan untuk analisis operasional dari kelandaian khusus. Prosedur kelandaian khusus yang diberikan dalam Manual Kapasitas Jalan Indonesia pada dasarnya hanya berlaku untuk jalan dua-lajur dua-arah karena masalah kelandaian biasanya terburuk pada tipe jalan ini. Prosedur memungkinkan pengaruh kemiringan diperhitungkan sebagai dasar studi tindakan perbaikan, seperti pelebaran atau penyediaan suatu lajur pendakian.

C. Periode Analisis

Analisis kapasitas jalan dilakukan untuk suatu periode satu-jam puncak; arus serta kecepatan rata-rata ditentukan bagi periode ini. Menggunakan periode analisis sehari penuh (LHRT) adalah terlalu kasar untuk analisis operasional dan perencanaan. Di lain pihak, menggunakan 15 menit puncak dari satu jam puncak adalah terlalu rinci. Satuan arus lalu lintas dinyatakan dalam satuan mobil penumpang per jam (smp/jam), kecuali dinyatakan lain.

Untuk perancangan, di mana arus biasanya diberikan hanya dalam LHRT, telah disiapkan tabel untuk mengubah arus secara langsung dari LHRT menjadi ukuran perilaku dan sebaliknya, untuk anggapan kondisi tertentu.

D. Jalan Terbagi Dan Tak-Terbagi

Untuk jalan tak-terbagi, termasuk jalan bebas hambatan tak-terbagi, seluruh analisis (selain analisis untuk kelandaian khusus) dikerjakan untuk gabungan kedua arah gerakan, dengan menggunakan satu set formulir analisis. Untuk jalan terbagi, analisis dikerjakan terpisah untuk masing-masing arah, seolah-olah masing-masing arah merupakan jalan satu-arah yang terpisah.

2.2.2 Variabel

A. Arus Dan Komposisi Lalu-Lintas

Nilai arus lalu lintas (Q) mencerminkan komposisi lalu-lintas, dengan menyatakan arus dalam satuan mobil penumpang (smp). Semua nilai arus lalu-lintas (per arah dan total) dikonversikan menjadi satuan mobil penumpang (smp) dengan menggu-nakan ekivalensi mobil penumpang (emp) yang diturunkan secara empiris untuk

(28)

29 tipe kendaraan berikut :

- Kendaraan ringan (meliputi mobil penumpang, minibus, truk pik-up dan jeep) - Kendaraan berat menengah (meliputi truk dua gandar dan bus kecil)

- Bus besar

- Truk besar (meliputi truk tiga gandar dan truk gandengan) - Sepeda motor

Pengaruh kehadiran kendaraan tak bermotor dimasukkan sebagai kejadian terpisah dalam faktor penyesuaian hambatan samping.

Ekivalensi mobil penumpang (emp) untuk masing-masing tipe kendaraan tergantung pada tipe jalan, tipe alinyemen dan arus lalu-lintas total yang dinyatakan dalam kendaraan/jam. Emp sepeda motor ada juga dalam masalah jalan 2/2, tergantung pada lebar efektif jalur lalu-lintas. Semua emp kendaraan yang berbeda pada alinyemen datar, bukit dan gunung disajikan dalam bentuk tabel dan gambar di bawah ini.

(29)

210 Tabel 2:2 Ekivalensi kendaraan penumpang (emp) untuk jalan empat-lajur dua-arah (terbagi

(30)

211 Gambar 2:1 Emp untuk jalan tak terbagi

(31)

212 Gambar 2.2 Emp untuk jalan terbagi

(32)

213 Tabel 2.3 Ekivalensi kendaraan penumpang (emp) untuk jalan enam-lajur dua-arah

terbagi

B. Kecepatan Arus Bebas

Kecepatan arus bebas didefinisikan sebagai kecepatan pada saat tingkatan arus nol, sesuai dengan kecepatan yang akan dipilih pengemudi seandainya mengendarai kendaraan bermotor tanpa halangan kendaraan bermotor lain di jalan (yaitu saat arus = 0).

Kecepatan arus bebas telah diamati melalui pengumpulan data lapangan, dari mana hubungan antara kecepatan arus bebas dengan kondisi geometrik dan lingkungan telah ditetapkan dengan cara regresi. Kecepatan arus bebas kendaraan ringan telah dipilih sebagai kriteria dasar untuk perilaku segmen jalan pada saat arus = 0. Kecepatan arus bebas kendaraan berat menengah, bus besar, truk besar dan sepeda motor juga diberikan sebagai rujukan. Kecepatan arus bebas mobil penumpang biasanya adalah 10-15% lebih tinggi dari tipe kendaraan ringan lain.

Persamaan untuk penentuan kecepatan arus bebas mempunyai bentuk umum berikut :

(33)

214 FV = (FV0 + FVW)  FFVSF  FFVRC

di mana:

FV = Kecepatan arus bebas kendaraan ringan pada kondisi lapangan

(km/jam)

FV0 = Kecepatan arus bebas dasar kendaraan ringan pada jalan dan

alinyemen yang diamati (km/jam)

FVW = Penyesuaian kecepatan akibat lebar jalan (km/jam)

FFVSF = Faktor penyesuaian akibat hambatan samping dan lebar bahu

FFVRC = Faktor penyesuaian akibat kelas fungsi jalan dan guna lahan

C. Kapasitas

Kapasitas didefinisikan sebagai arus maksimum yang dapat dipertahankan persatuan jam yang melewati suatu titik di jalan dalam kondisi yang ada. Untuk jalan dua-lajur dua-arah, kapasitas didefinisikan untuk arus dua-arah (kedua arah kombinasi), tetapi untuk jalan dengan banyak lajur, arus dipisahkan per arah perjalanan dan kapasitas didefinisikan per lajur.

Nilai kapasitas telah diamati melalui pengumpulan data lapangan sejauh memungkinkan. Oleh karena kurangnya lokasi yang arusnya mendekati kapasitas segmen jalan sendiri (sebagaimana ternyata dari kapasitas simpang sepanjang jalan), kapasitas juga telah diperkirakan secara teoritis dengan menganggap suatu hubungan matematik antara kerapatan, kecepatan dan arus, lihat bagian Hubungan Dasar di bawah ini. Kapasitas dinyatakan dalam satuan mobil penumpang (smp), lihat di bawah. Persamaan dasar untuk penentuan kapasitas adalah sebagai berikut:

C = CO  FCW  FCSP  FCSF

di mana:

C = kapasitas (smp/jam)

CO = kapasitas dasar (smp/jam)

FCW = faktor penyesuaian lebar jalan

FCSP = faktor penyesuaian pemisahan arah (hanya untuk jalan tak-terbagi)

(34)

215 D. Derajat Kejenuhan

Derajat kejenuhan didefinisikan sebagai rasio arus terhadap kapasitas, digunakan sebagai faktor kunci dalam penentuan perilaku lalu-lintas pada suatu simpang dan juga segmen jalan. Nilai Derajat kejenuhan menunjukkan apakah segmen jalan akan mempunyai masalah kapasitas atau tidak.

DS = Q/C; DS = Derajat kejenuhan

Derajat kejenuhan dihitung dengan menggunakan arus dan kapasitas yang dinyatakan dalam smp/jam. Derajat kejenuhan digunakan untuk analisis perilaku lalu-lintas berupa kecepatan, dan untuk perhitungan Derajat Iringan.

Gambar 2. 3

(35)

216 Gambar 2.4

Kecepatan sebagai fungsi dari derajat kejenuhan pada jalan empat jalur

E. Kecepatan

Manual Kapasitas Jalan Indonesia menggunakan kecepatan tempuh sebagai ukuran utama perilaku segmen jalan, karena ini mudah dimengerti dan diukur, dan merupakan masukan yang penting bagi biaya pemakai jalan dalam analisis ekonomi. Kecepatan tempuh didefinisikan dalam Manual Kapasitas Jalan Indonesia sebagai kecepatan rata-rata ruang dari kendaraan ringan sepanjang segmen jalan :

V = L/TT

di mana:

V = kecepatan ruang rata-rata kend. ringan (km/jam)

L = panjang segmen (km)

TT = waktu tempuh rata-rata dari kend. ringan sepanjang segmen (jam)

F. Derajat Iringan

Indikator penting lebih lanjut mengenai perilaku lalu-lintas pada segmen jalan adalah derajat iringan yang terjadi yaitu rasio arus kendaraan di dalam peleton terhadap arus total.

(36)

217 gerakan dari kendaraan yang beriringan dengan waktu antara (gandar depan ke gandar depan dari kendaraan yang di depan) dari setiap kendaraan, kecuali kendaraan pertama pada peleton, sebesar < 5 detik. Kendaraan tak bermotor tidak dianggap sebagai bagian peleton. Derajat iringan adalah fungsi dari Derajat Kejenuhan seperti dapat dilihat di bawah ini.

Gambar 2.5

Derajat iringan (hanya pada jalan 2 lajur-2 arah) sebagai fungsi derajat kejenuhan

7. Perilaku Lalu-Lintas

Di dalam US HCM perilaku jalan diwakili oleh tingkat pelayanan (LOS): suatu ukuran kualitatif yang mencerminkan persepsi pengemudi tentang kualitas berkendaraan. LOS berhubungan dengan suatu ukuran pendekatan kuantitatif, seperti kerapatan atau persen tundaan. Konsep tingkat pelayanan telah dikemba-ngkan untuk penggunaan di Amerika Serikat dan definisi LOS tidak secara langsung berlaku di Indonesia. Dalam Manual Kapasitas Jalan Indonesia kecepatan, derajat kejenuhan dan derajat iringan digunakan sebagai indikator perilaku lalu-lintas (di jalan) dan parameter yang sama telah digunakan dalam pengembangan "petunjuk pelaksanaan lalu-lintas" yang berdasar "penghematan" sebagaimana disajikan pada bagian Panduan Rekayasa Lalu Lintas dibawah.

(37)

218 2.2.3 Hubungan Dasar

A. Hubungan Kecepatan, Arus, Kerapatan

Prinsip umum yang mendasari analisis kapasitas segmen jalan adalah bahwa kecepatan berkurang bila arus bertambah. Pengurangan kecepatan akibat penambahan arus mendekati konstan pada arus rendah dan menengah, tetapi menjadi lebih besar pada arus yang mendekati kapasitas.

Mendekati kapasitas, sedikit penambahan pada arus akan menghasilkan pengurangan yang besar pada kecepatan.

Hubungan khas antara kecepatan dan kerapatan dan antara kecepatan dan arus digambarkan dengan bantuan data lapangan (di Indonesia) untuk jalan empat-lajur terbagi, dan untuk jalan dua-lajur dua-arah pada Gambar dibawah. Gambaran matematis yang baik dari hubungan untuk jalan berlajur banyak seringkali dapat diperoleh dengan menggunakan model Rejim Tunggal:

V = FV[1-(D/Dj)(l-1)]1/(1-m); D0/Dj = [(1-m)/(l-m)]1/(l-1)

di mana:

FV = Kecepatan arus bebas (km/jam)

D = Kerapatan (smp/km) (dihitung sebagai Q/V)

Dj = Kerapatan pada saat jalan macet total

D0 = Kerapatan pada saat kapasitas

l,m = Konstanta

Untuk jalan dua-lajur tak terbagi hubungan kecepatan-arus seringkali mendekati linier dan dapat digambarkan dengan model linier yang sederhana.

Data dari survei lapangan telah dianalisis untuk mendapatkan hubungan khas antara kecepatan-arus jalan tak terbagi dan jalan terbagi dengan menggunakan model ini. Arus pada sumbu horisontal telah diganti dengan derajat kejenuhan, dan sejumlah lengkung telah digambar untuk mewakili beberapa kecepatan arus bebas agar hubungan tersebut dapat digunakan.

Di Indonesia kecepatan biasanya jauh lebih rendah dibanding dengan di negara maju, pada semua nilai derajat kejenuhan lalu-lintas.

(38)

219

Gambar 2.6

Hubungan kecepatan-kerapatan untuk jalan empat-lajur terbagi

(39)

220

Gambar 2.8 Hubungan kecepatan-kerapatan untuk jalan dua-lajur tak terbagi

B. Hubungan Antara Derajat Kejenuhan Dan Derajat Iringan

Derajat iringan adalah variabel yang lebih sensitif terhadap arus dibandingkan terhadap kecepatan, dan dengan demikian memberikan perkiraan perilaku lalu-lintas (di jalan) yang masuk akal. Tipe model matematik yang sama seperti yang diterangkan untuk kecepatan di atas telah digunakan untuk mengembangkan hubungan umum antara derajat kejenuhan dan derajat iringan, lihat Gambar di bawah.

(40)

221 2.2.4 Karakteristik Geometrik

A. Tipe Alinyemen

Tiga tipe alinyemen umum disarankan untuk digunakan dalam analisis operasional dan perancangan :

Tabel 2.4 Karakteristik Alinyemen

Tipe alinyemen Naik + Turun (m/km) Lengkung horisontal (rad/km) Alinyemen datar Alinyemen bukit Alinyemen gunung < 10 10 - 30 > 30 < 10 1,0 - 2,5 > 2,5

Untuk studi khusus jalan 2/2 UD, Manual Kapasitas Jalan Indonesia menyajikan juga kecepatan arus bebas sebagai fungsi umum dari alinyemen vertikal yang dinyatakan sebagai naik+turun (m/km) dan alinyemen horisontal yang dinyatakan sebagai lengkung (rad/km).

B. Tipe Jalan

1. Jalan Dua-Lajur Dua-Arah Tak Terbagi (2/2 UD)

Tipe jalan ini meliputi semua jalan dua-arah dengan lebar jalur sampai dengan 11 meter. Untuk jalan dua-arah yang lebih lebar daripada 11 meter, cara beroperasi jalan sesungguhnya selama kondisi arus tinggi harus diperhatikan sebagai dasar dalam pemilihan prosedur perhitungan untuk jalan dua-lajur atau empat-lajur tak-terbagi.

Keadaan dasar dari tipe jalan ini yang digunakan untuk menentukan kecepatan arus bebas dan kapasitas dicatat sebagai berikut :

- Lebar jalur lalu-lintas efektif tujuh meter

- Lebar efektif bahu 1,5 m pada masing-masing sisi (bahu tak diperkeras, tidak sesuai untuk lintasan kendaraan bermotor)

- Tidak ada median

- Pemisahan arah lalu-lintas 50 - 50 - Tipe alinyemen: Datar

- Tata guna lahan: Tidak ada pengembangan samping jalan - Kelas hambatan samping: Rendah (L)

(41)

222 - Kelas fungsional jalan: Jalan arteri

- Kelas jarak pandang: A

Tabel 2.5 Kelas Jarak Pandang

Kelas Jarak Pandang % Segmen dengan Jarak Pandang Minimum 300m A B C > 70% 30 – 70% < 30%

2. Jalan Empat-Lajur Dua-Arah Tak Terbagi (4/2 UD)

Tipe jalan ini meliputi semua jalan dua-arah tak terbagi dengan marka lajur untuk empat lajur dan lebar total jalur lalu-lintas tak terbagi antara 12 dan 15 meter.

Jalan standar dari tipe ini didefinisikan sebagai berikut :

- Lebar jalur lalu-lintas empat belas meter

- Lebar efektif bahu 1,5 m pada masing-masing sisi (bahu tak diperkeras, tidak sesuai untuk lintasan kendaraan bermotor)

- Tidak ada median

- Pemisahan arah lalu-lintas 50 - 50 % - Tipe alinyemen: Datar

- Tata guna lahan: Tidak ada pengembangan samping jalan - Kelas hambatan samping: Rendah (L)

- Kelas fungsional jalan: Jalan arteri - Kelas jarak pandang: A

3. Jalan Empat-Lajur Dua-Arah Terbagi (4/2 D)

Tipe jalan ini meliputi semua jalan dua-arah dengan dua jalur lalu-lintas yang dipisahkan oleh median. Setiap jalur lalu-lintas mempunyai dua lajur bermarka dengan lebar antara 3,0 - 3,75 m.

Jalan standar dari tipe ini didefinisikan sebagai berikut : - Lebar jalur lalu-lintas 2 x 7,0 m (tak termasuk lebar median)

- Lebar efektif bahu 2.0 m diukur sebagai lebar bahu dalam + bahu luar (lihat Gambar A.2:1 pada Bagian 3) untuk setiap jalur lalu-lintas (bahu tak diperkeras, tidak sesuai untuk lintasan lalu-lintas)

(42)

223 - Median

- Tipe alinyemen: Datar

- Guna lahan: Tidak ada pengembangan samping jalan - Kelas hambatan samping: Rendah (L)

- Kelas fungsional jalan: Jalan arteri - Kelas jarak pandang: A

Gambar 2.10 Istilah Gepmetrik yang digunakan untuk jalan terbagi

4. Jalan Enam-Lajur Dua-Arah Terbagi (6/2 D)

Jalan enam-lajur dua-arah dengan karakteristik umum sama sebagaimana diuraikan untuk 4/2 D di atas dapat juga dianalisis dengan menggunakan Manual Kapasitas Jalan Indonesia.

Standar tipe penampang melintang untuk semua tipe jalan dapat dilihat pada Tabel di bawah ini.

2.3 Panduan Rekayasa Lalu-Lintas 2.3.1 Tujuan

Tujuan bagian ini adalah untuk membantu para pengguna Manual Kapasitas Jalan Indonesia dalam memilih penyelesaian yang sesuai dengan masalah-masalah umum perancangan, perencanaan, dan operasional dengan menyediakan saran-saran mengenai tipe dan denah standar jalan luar kota pada alinyemen datar, bukit dan gunung dan penerapannya pada berbagai kondisi arus. Disarankan untuk perencanaan jalan luar kota baru sebaiknya didasarkan pada analisis biaya siklus hidup dari perencanaan yang paling ekonomis pada arus lalu-lintas tahun dasar yang berbeda, lihat bagian Pertimbangan Ekonomi. Informasi ini dapat digunakan sebagai

(43)

224 dasar pemilihan asumsi awal tentang denah dan rencana yang diterapkan jika menggunakan metode perhitungan untuk ruas jalan luar kota.

Untuk analisis operasional dan peningkatan jalan luar kota yang sudah ada, saran diberikan dalam bentuk perilaku lalu-lintas sebagai fungsi arus pada keadaan standar, lihat bagian Perilaku Lalu Lintas. Rencana dan bentuk pengaturan lalu-lintas harus dengan tujuan memastikan derajat kejenuhan tidak melebihi nilai yang dapat diterima (biasanya 0,75). Saran-saran juga diberikan mengenai masalah berikut yang berkaitan dengan rencana detail dan pengaturan lalu-lintas:

- Dampak perubahan rencana geometrik dan pengaturan lalu-lintas terhadap keselamatan lalu-lintas dan asap kendaraan.

- Rencana detail yang berkaitan dengan kapasitas dan keselamatan. - Perlu tidaknya lajur pendakian pada kelandaian khusus.

2.3.2 Tipe Jalan Standar Dan Potongan Melintang

"Spesifikasi Standar untuk Perencanaan Geometrik Jalan Luar Kota" (Bina Marga, Bipran, Subdir. Perencanaan Teknis Jalan, Desember 1990) memberikan panduan umum perencanaan jalan luar kota. Usulan standar baru untuk jalan luar kota diberikan dalam "Tata Cara Perencanaan Geometri Jalan Antar Kota" (Kelompok Bidang Keahlian Teknik Lalu-lintas dan Transportasi, 1995).

Dokumen ini menetapkan parameter perencanaan untuk kelas-kelas jalan yang berbeda, dan menetapkan tipe-tipe penampang melintang dalam batasan tertentu bekenaan dengan lebar jalan dan bahu. Sejumlah tipe penampang melintang standar dipilih untuk penggunaan dalam bagian panduan ini yang didasarkan pada standar-standar ini seperti terlihat pada Tabel di bawah.

Semua penampang melintang dianggap mempunyai bahu berkerikil yang dapat digunakan untuk parkir dan kendaraan berhenti, tetapi bukan untuk lajur perjalanan.

(44)

225 Tabel 2.6 Definisi tipe penampang melintang jalan

*) didefinisikan pada panduan perancangan yang ada

(Spesifikasi Standar untuk Perencanaan Geometrik Jalan Luar Kota) Tipe jalan / kode Kelas Jarak Pandang Lebar jalan (m) Lebar bahu (m) Luar Dalam

Datar Bukit Gunung

2/2 UD-5,0 *) B 5,0 1,50 1,50 1,00 2/2 UD-6 *) B 6,0 1,50 1,50 1,00 2/2 UD-7 *) B 7,0 1,50 1,50 1,00 2/2 UD-10 B 10,0 1,50 1,50 1,00 4/2 UD-12 B 12,0 1,50 1,50 1,00 4/2 UD-14 B 14,0 1,50 1,50 1,00 4/2 D-12 A 12,0 1,75 1,75 1,25 0,25 4/2 D-14 *) A 14,0 1,75 1,75 1,25 0,25 6/2 D-21 A 21,0 1,75 1,75 1,25 0,25

2.3.3 Pemilihan Tipe Jalan Dan Penampang Melintang A. Hal Umum

Dokumen standar jalan Indonesia yang dirujuk di atas menetapkan tipe jalan dan penampang melintang untuk jalan baru yang tergantung pada faktor-faktor berikut:

- Fungsi jalan (arteri, kolektor, lokal) - Kelas jalan

- Tipe medan: datar, perbukitan, pegunungan

Untuk setiap kelas, jalur lalu-lintas standar, lebar bahu dan parameter alinyemen jalan dispesifikasikan dalam rentang tertentu. Manual Kapasitas Jalan Indonesia memperhatikan tipe jalan, rencana geometrik dan tipe alinyemen, tetapi tidak memberi nama secara jelas tipe jalan yang berbeda dengan kode kelas jalan seperti terlihat di atas.

Tipe jalan dan penampang melintang tertentu dapat dipilih untuk analisis berdasarkan satu atau beberapa alasan berikut :

.1 Untuk menyesuaikan dengan dokumen standar jalan yang sudah ada dan/atau praktek rekayasa setempat.

(45)

226 .2 Untuk memperoleh penyelesaian yang paling ekonomis.

.3 Untuk memperoleh perilaku lalu-lintas tertentu. .4 Untuk memperoleh angka kecelakaan yang rendah.

B. Pertimbangan Ekonomi

Tipe jalan yang paling ekonomis (jalan umum atau jalan bebas hambatan) berdasarkan analisis biaya siklus hidup (BSH). Ambang arus lalu-lintas tahun ke 1 untuk rencana yang paling ekonomis jalan luar kota yang baru diberikan pada Tabel di bawah sebagai fungsi dari tipe alinyemen dan kelas hambatan samping untuk dua hal yang berbeda:

1. Pembuatan jalan baru, dengan umur rencana 23 tahun 2. Pelebaran jalan yang ada, dengan umur rencana 10 tahun

Rentang arus lalu-lintas (jam puncak tahun 1) yang didapatkan, menentukan penampang melintang dengan biaya siklus hidup total terendah untuk pembuatan jalan baru atau pelebaran (peningkatan jalan) seperti terlihat pada Tabel di bawah untuk berbagai tipe alinyemen.

(46)

227 Tabel 2.7 Rentang arus lalu-lintas (jam puncak tahun 1) untuk memilih tipe jalan

Pembuatan Jalan Baru

Kondisi

Rentang ambang arus lalu-lintas dalam kend/jam Tahun ke-1 (jam puncak)

Tipe jalan/lebar jalur lalu-lintas (m) Tipe alinyemen Hambatan Samping 2/2 UD 4/2 UD 4/2 D 6/2 D 5 m 6 m 7 m 10 m 12 m 14 m 12 m 14 m 21 m Datar Rendah < 300 250 - 300 300 - 450 450 - 550 450 - 550 550 - 650 650 - 950 800 - 1.250 > 1.450 Datar Tinggi < 300 200 - 300 250 - 350 350 - 500 450 - 500 500 - 700 700 - 1.250 > 1.450 Bukit / Gunung Rendah < 300 250 - 300 300 - 400 450 - 500 450 - 500 500 - 600 600 - 650 800 - 950 > 1.450 Bukit / Gunung Tinggi < 250 200 - 250 300 - 350 350 - 450 450 - 500 500 - 700 700 - 950 > 1.350

Tabel 2.8 Rentang arus lalu-lintas (jam puncak tahun 1) untuk memilih tipe jalan

Pelebaran Jalan

Kondisi Ambang arus lalu-lintas dalam kend/jam tahun ke-1

Tipe jalan/pelebaran lebar jalur dari .. ke .. (m)

Tipe Alinyemen Hambatan Samping 2/2 UD 4/2 UD 4/2 D 5 ke 6 5 ke 7 6 ke 9 7 ke 10 7 ke 12 7 ke 14 Datar Rendah 250 400 700 1.050 1.100 1.200 Datar Tinggi 200 350 650 950 1.050 1.100 Bukit/Gunung Rendah 200 350 650 950 1.050 1.100 Bukit/Gunung Tinggi 150 300 550 850 950 1.050 C. Perilaku Lalu-Lintas

Dalam perencanaan dan analisis operasional (untuk meningkatkan) ruas

jalan luar kota yang sudah ada, tujuannya sering untuk membuat perbaikan

(47)

228 diinginkan. Gambar-gambar di bawah menggambarkan hubungan antara kecepatan kendaraan ringan rata-rata (km/jam) dan arus lalu-lintas total (kedua arah) jalan luar kota pada alinyemen datar, bukit, dan gunung dengan hambatan samping rendah atau tinggi. Hasilnya menunjukkan rentang perilaku lalu-lintas masing-masing tipe jalan, dan dapat digunakan sebagai sasaran perancangan atau alternatif anggapan, misalnya dalam analisis perencanaan dan operasional untuk meningkatkan ruas jalan yang sudah ada. Dalam hal seperti ini, perlu diperhatikan untuk tidak melewati derajat kejenuhan 0,75 pada jam puncak tahun rencana.

(48)

229 Gambar 2.11

Perilaku lalu-lintas pada jalan luar kota datar S = derajat kejenuhan; LV = kendaraan ringan

(49)

230

Gambar 2.12

Perilaku lalu-lintas pada jalan luar kota bukit DS = derajat kejenuhan; LV = kendaraan ringan

(50)

231 Gambar 2.13

Perilaku lalu-lintas pada jalan luar kota gunung DS = derajat kejenuhan; LV = kendaraan ringan

(51)

232 D. Pertimbangan Keselamatan Lalu-Lintas

Tingkat kecelakaan lalu-lintas untuk jalan luar kota telah diestimasi dari data statistik kecelakaan di Indonesia.

Pengaruh umum dari rencana geometrik terhadap tingkat kecelakaan dijelaskan sebagai berikut :

- Pelebaran lajur akan mengurangi tingkat kecelakaan antara 2 - 15% per meter pelebaran (nilai yang besar mengacu ke jalan kecil/sempit).

- Pelebaran atau peningkatan kondisi permukaan bahu meningkatan keselamatan lalu lintas, meskipun mempunyai tingkat yang lebih rendah dibandingkan dengan pelebaran lajur lalu-lintas.

- Lajur pendakian pada kelandaian curam mengurangi tingkat kecelakaan sebesar 25 - 30%.

- Lajur menyalip (lajur tambahan untuk menyalip pada daerah datar) mengurangi tingkat kecelakaan sebesar 15 - 20 %.

- Meluruskan tikungan tajam setempat mengurangi tingkat kecelakaan sebesar 25 - 60 %.

- Pemisah tengah mengurangi tingkat kecelakaan sebesar 30 %.

- Median penghalang (digunakan jika terdapat keterbatasan ruang untuk membuat pemisah tengah yang lebar) mengurangi kecelakaan fatal dan luka berat sebesar 10-30%, tetapi menambah kecelakaan yang mengakibatkan kerusakan material.

Batas kecepatan, jika dilaksanakan dengan baik, dapat mengurangi tingkat kecelakaan sebesar faktor (Vsesudah/Vsebelum)2.

E. Pertimbangan Lingkungan

Emisi gas buangan kendaraan dan kebisingan berhubungan erat dengan arus lalu-lintas dan kecepatan. Pada arus lalu-lintas yang tetap, emisi ini berkurang dengan berkurangnya kecepatan sepanjang jalan tersebut tidak macet. Saat arus lalu-lintas mendekati kapasitas (derajat kejenuhan > 0,8), kondisi arus tersendat "berhenti dan berjalan" yang disebabkan oleh kemacetan

(52)

233 menyebabkan bertambahnya emisi gas buangan dan juga kebisingan jika dibandingkan dengan perilaku lalu-lintas yang stabil.

Alinyemen jalan yang tidak baik, seperti tikungan tajam dan kelandaian curam, menambah emisi gas buangan dan kebisingan.

2.3.4 Rencana Detail

Lihat Bagian 2.3.2 di atas mengenai daftar referensi untuk perencanaan geometrik secara detail. Jika standar-standar ini diikuti, jalan yang aman dan efisien biasanya akan diperoleh. Sebagai prinsip umum, kondisi berikut ini harus dipenuhi :

- Standar jalan harus sedapat mungkin tetap sepanjang rute.

- Bahu jalan harus rata dan sama tinggi dengan jalur lalu-lintas sehingga dapat digunakan oleh kendaraan berhenti.

- Halangan seperti tiang listrik, pohon, dll. sebaiknya tidak terletak di bahu jalan, halangan lebih disukai jika terletak jauh di luar bahu untuk kepentingan keselamatan.

- Persimpangan dengan jalan kecil (minor) dan jalan masuk/keluar ke sisi jalan harus dibuat tegak lurus terhadap jalan utama, dan hindari terletak pada lokasi dengan jarak pandang yang buruk.

2.3.5 Kelandaian Khusus

Pada jalan dua lajur, dua arah tak-terbagi (2/2 UD) pada alinyemen bukit dan gunung dengan ruas tanjakan yang panjang, akan menguntungkan jika menambah lajur pendakian untuk menaikkan kondisi lalu-lintas yang aman dan efisien. Tujuan bagian ini adalah untuk menolong pengguna Manual Kapasitas Jalan Indonesia untuk memilih penyelesaian terbaik bagi masalah perencanaan dan operasional jalan luar kota dengan kelandaian khusus.

A. Standar Tipe Jalan Dan Penampang Melintang

Panduan umum untuk perencanaan jalan luar kota yang dipublikasikan oleh Bina Marga (lihat bagian 2.3.2) juga menetapkan kriteria bagi penggunaan lajur pendakian. Sejumlah penampang melintang standar yang digunakan dalam panduan ini didasarkan pada standar-standar ini dan terlihat pada Tabel dibawah

(53)

234 Tabel 2.9 Penampang melintang kelandaian khusus yang dianalisis

Tipe jalan / kode

Kelas jarak pandang

Lebar jalur lalu-lintas (m) Lebar bahu (m) Tanjakan Turunan 2/2 UD A 3,5 3,5 1,0 2/2 UD Lajur pendakian A 6,0 3,5 1,0

B. Pemilihan Tipe Jalan Dan Penampang Melintang

Panduan berikut untuk menentukan kapan lajur pendakian dapat dibenarkan secara ekonomis yang dibuat berdasarkan analisis biaya siklus hidup.

Tabel 2.10 Ambang arus lalu-lintas (tahun 1, jam puncak) untuk lajur pendakian pada kelandaian khusus di jalan luar kota dua lajur dua arah (umur

rencana 23 tahun)

Panjang

Ambang arus lalu-lintas (kend/jam) tahun 1, jam puncak Kelandaian

3 % 5 % 7 %

0,5 km 500 400 300

> 1 km 325 300 300

Referensi

Dokumen terkait

Lebih jelasnya akan dibahas mengenai karakterisasi ideal prima, karakterisasi ideal maksimal, keterkaitan antara kedua ideal tersebut, dan keterkaitan antara kedua

Hasil penelitian yang diperoleh dalam penelitian ini adalah : Variabel service quality memiliki pengaruh yang signifikan terhadap customer satisfaction, service quality

(setiap akan pergi papalele diawali dengan berdoa “Tuhan saya mau pergi cari bahan untuk dijual. Jualan apapun yang didapat, adalah dari Tuhan dan pasti ada untuk

bahwa berdasarkan Undang-undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah dan Peraturan Pemerintah Nomor 38 Tahun 2007 tentang Pembagian Urusan Pemerintahan

Sistem ini menggunakan kamera perekam yang dipasang pada suatu jalur dengan lokasi yang berdekatan dengan persimpangan lampu lalu lintas untuk menghitung jumlah

• Class adalah suatu struktur dalam program yan g berisi satu atau beberapa m etode (dapat berupa fun gsi dan / atau prosedur) dan atribut (dapat berupa data ataupun variabel

dalam merangsang anak bercakap-cakap hingga akrab. Melalui percakapan dengan anak, diharapkan orang tua dapat megetahui apa yang dibutuhkan olehnya, bagaimana pendapat anak

Dari dua variabel yang diteliti, yaitu ukuran perusahaan dan kepemilikan saham manajerial berpengaruh positif terhadap struktur modal perusahaan Hal ini menunjukkan semakin