• Tidak ada hasil yang ditemukan

Pemupukan N,P, dan K pada Tanaman Jagung Komposit di Tanah Vertisol

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "Pemupukan N,P, dan K pada Tanaman Jagung Komposit di Tanah Vertisol"

Copied!
9
0
0

Teks penuh

(1)

Pemupukan N,P, dan K pada Tanaman Jagung Komposit di Tanah Vertisol

Syafruddin

Balai Penelitian Tanaman Serealia

Jl. Dr. Ratulangi No. 274, Maros, Sualwesi Selatan E-mail: syaf.syafruddin@gmail.com

Abstrak

Setiap jenis tanah mempunyai kemampuan menyediakan hara berbeda, sehingga respon tanaman jagung terhadap pemupukan berbeda, karena itu pemupukan bersifat spesfik lokasi bertujuan untuk memperroleh rekomendai pemupukan N,P, dan K pada tanaman jagung di tanah Vertisol. Penelitian dilaksanakan pada akhir Juli – awal 0ktober 2013 di lahan sawah tadah hujan di kabupaten Pangkep, Sulawesi Selatan pada group tanah Vertisol. Penelitian menggunakan petak omisi dengan rancangan acak kelompok dan dilaksanakan pada 3 lokasi yang merupakan ulangan pada areal yang berbeda dalam suatu kawasan pengembangan jagung. Takaran pupuk untuk petak omisi yang digunakan adalah 1. 150 kg N/ha , 54 kg P2O5/ha dan 30 kg K2O /ha (NPK),

2).54 kg P2O5/ha dan 30 kg K2O /ha (Tanpa N), 3). 150 kg N/ha dan 30 kg K2O /ha (Tanpa P),

4). 150 kg N/ha dan 54 kg P2O5/ha (Tanpa K). Hasil penelitian menujukkan bahwa Hara N dan P

menjadi faktor pembatas yang paling dominan pengaruhnya terhadap pertumbuhan, hasil jagung, dan serapan hara pada tanah Vertisol Untuk mendapatkan hasil jagung komposit >6 t/ha pada tanah Vertisol diperlukan pupuk 186 N, 31 P2O5, dan 46 K2O kg/ha

Kata Kunci : Jagung, spesifik lokasi, vertisol

Pendahuluan

Jagung merupakan komoditas strategis kedua setelah padi di Indonesia. Jagung digunakan sebagai pakan, pangan, dan bahan baku industri. Permintaan akan jagung meningkat tiap tahun seiring dengan pertambahan jumlah penduduk, kemajuan industri pengolahan pangan, dan perkembangan sektor peternakan. Pada tahun 2014 Indonesia masih mengimpor jagung sektar 2,6 juta ton, dan ditargetkan swasembada berkelanjutan pada tahun 2017.

Produktivitas jagung Nasional pada tahun 2014 sebesar 4,96 t/ha (BPS 2015), masih berada di bawah potensi hasil jagung varietas komposit, yaitu 6 – 8 t/ha dan varietas hibrida berkisar 9 - 12 t ha-1 (Aqil et al. 2012). Faktor kesenjangan produktivitas jagung antara lain disebabkan: 1) penggunaan varietas yang berpotensi hasil rendah, 2) pertanaman jagung di lahan marginal, 3) pengelolaan tanaman yang tidak optimal.

Upaya peningkatan produktiviatas pertanaman jagung nasional yang sekarang rata-ratanya masih rendah, berikut peningkatan pendapatan usaha tani jagung akan terwujud diantaranya melalui pemberian pupuk. Pemberian pupuk dalam jumlah yang cukup dan seimbang menjadi faktor kunci dalam peningkatan produktiitas dan produksi jagung (Attanandana dan Yost 2003). Hampir semua tanah di Indonsia defisiensi hara, terutama hara N, P, dan K untuk pertumbuhan dan menghasilkan jagung secara optimal, sehingga penggunaan pupuk akhir-akhir terus mengalami peningkatan seiring dengan usaha peningkatan produksi, baik melalui perluasan pengembangan jagung maupun peningkatan intensifikasi jagung. Peningkatan pengunaan pupuk saat ini tidak hanya terjadi pada peningkatan pupuk N (urea) tatapi juga pupuk pupuk P dan K yang bersumber dari pupuk majemuk.

(2)

Lahan pengembangan jagung di Indonesia beragam, karena itu rekomendasi bersifat spesifik lokasi. Pengelolaan hara spesfik lokasi mengurangi kehilangan pupuk dan memperoleh hasil optimal (Doberman et al. 2003). Hasil jagung dan keuntungan meningkat jika menggunakan pengelolaan hara dan tanaman spesfik lokasi (Murni et al. 2010, Pasuquin et al. 2011, Satyanarayana et al. 2011)

Kesesuaian rekomendasi tidak hanya berkaitan dengan tingkat produktivitas dan kualitas hasil, tetapi juga efisiensi ekonomi dan dampak lingkungan. Kekurangan pemberian pupuk akan menyebabkan produktivitas dan kualitas hasil yang rendah, sebaliknya kelebihan pemberian pupuk menyebabkan laju pertumbuhan vegetatif lebih banyak sehingga hasil menurun, tidak efisien dan berdampak negatif terhadap lingkungan. Rekomendasi pemupukan N berdasarkan analisis tanah dan tanaman dapat mengurangi emisi N2O sebesar 7% pada kawasan yang berpotensi hasil tinggi

dan 38% pada kawasan bepotensi hasil rendah (Sehy et al. 2003). Dampak lingkungan diakibatkan oleh pemupukan N dapat dikurangi dengan pemberian pupuk N secara optimal (Liu et al. 2012).

Pemupukan N atau K yang berlebih pada tanaman jagung menyebabkan pertumbuhan vegetatif lebih dominan dibanding pertumbuhan generatif, yang akibanya menurunkan hasil jagung (Grzebisz et al. 2014). Karena itu diperlukan pemupukan N,P, dan K yang berimbang. Keseimbangan pemupukan N dengan hara lain, terutama kecukupan hara P meningkatkan hasil jagung dan mengurangi dampak lingkungan (Ferguson et al. 2002, Qiao et al. 2014). Keseimbangan kombinasi pupuk N,P, dan K yang tepat mempunyai efisiensi penggunaan hara dan hasil lebih tinggi dibanding tanpa pemberian salah satu hara N, P, atau K (Syafruddin et al. 2006).

Informasi kebutuhan pupuk yang optimal, khususnya N, P, dan K pada tanaman jagung di tanah Vertisol dibutuhkan untuk menjamin pertumbuhan dan produktivitas jagung yang memadai dan meningkatkan efisiensi pemupukan.

Metodologi

Penelitian dilaksanakan pada akhir Juli – awal Oktober 2013 di lahan sawah tadah hujan di kabupaten Pangkep, Sulawesi Selatan pada tanah Vertisol. Lokasi tempat percobaan mempunyai tekstur liat dengan kadar N 0,20% (rendah), kadar P 0,94 ppm (sangat rendah), kadar K 0,35 me/100 g (rendah) dan kadar C-organik 3,18% (tinggi). Penelitian menggunakan petak omisi dengan rancangan acak kelompok dan dilaksanakan pada 3 lokasi yang merupakan ulangan pada areal yang berbeda dalam suatu kawasan pengembangan jagung. Takaran pupuk untuk petak omisi yang digunakan adalah 135 kg N/ha (300 kg urea/ha), 54 kg P2O5/ha (150 kg SP 36/ha) dan

90 kg K2O/ha (150 kg KCl/ha).

Susunan perlakuan adalah sebagai berikut. 1. 54 kg P2O5/ha dan 30 kg K2O /ha (Tanpa N)

2. 150 kg N/ha dan 30 kg K2O /ha (Tanpa P)

3. 150 kg N/ha dan 54 kg P2O5/ha (Tanpa K)

(3)

Varietas yang digunakan adalah jagung komposit Lamuru. Benih ditanam 2 biji/lubang tanam pada jaran katan 75 cm x 20 cm, setelah umur 10 HST dilakukan penjarangan dengan menyisakan 1 tanama/rumpun. Ukuran setiap plot omisi adalah 7,5 m x 6 m.

Seluruh takaran pupuk P, ½ takaran K dan 50 kg takaran N masing-masing perlakuan diberikan pada 7 hari setelah tanam (hst). Sisa takaran N dan K diberikan pada fase V9 . Pemberian pupuk dilakuan secara secara tugal sekitar 5 - 7 cm dari tanaman Panen dilakukan setelah masak fisiologis

Data yang dikumpulkan adalah:

1. Analisis tanah sebelum penelitian pada setiap lokasi penelitian

2. Tinggi tanaman, diukur dari pangkal batang sampai ke pangkal bunga jantan sebanyak 10 sampel secara acak setiap plot percobaan

3. Bobot brangkasan kering pada saat panen, diperoleh dengan cara sepuluh sampel brangkasan (janggel, batang, dan kelobot) segar ditimbang, kemudian 2 sampel tanaman secara acak dicacah dan dikeringkan dalam pemanas oven pada suhu 70oC selama seminggu, selanjutnya dikonversi ke dalam bobot kering berangkasan (t/ha).

4. Nisbah bobot biji/tongkol pada sepuluh sampel saat panen

5. Analisis kadar N, P, dan K terhadap brangkasan dan biji. Masing-masing jaringan (berangkasan dan biji) didestruksi basa dengan menggunakan pengekstrak H2SO4 + H2O2.

Analisis N menggunakan metode Kjeldahl, analisis P menggunakan metode spectrometer. dan analisis K mengunakan metode flamefotometer. Hasil analisis kadar hara digunakan untuk menghitung serapan hara tanaman dengan mengalikan kadar hara dengan bobot kering berangkasan atau biji.

6. Hasil bijii dalam t/ha diperoleh dari luasan panen 2,8 m x 3 m per plot yang telah dikonversi pada kadar air 14 %.

7. Indeks panen diperoleh dengan menggunakan rumus :

IP = Berat Biji * 0.86 /(berat biji *0,86 + berat brangkasan kering oven)

Perbedaan antara setiap perlakuan pada data tinggi tanaman, hasil biji, nisbah bobot biji-tongkol, bobot berangkasan, indeks panen, dan serapan N dalam biji dan berangkasan dianalisis berdasarkan uji berjarak Duncan taraf 5% menggunakan program SAS 6.12. Sedangkan untuk mengetahui peluang hasil tertinggi yang mungkin dapat dicapai di lokasi percobaan adalah rata-rata dari hasil tertinggi yang diperoleh hubungan antara serapan total tanaman masing-masing hara (N, P, dan K) dengan hasil biji menggunakan regresi quadratik sederhana menggunakan program microsoft exel.

Efisiensi penggunaan hara diekspresikan sebagai berikut: 1. Efisiensi Agronomik (AE)

AEx = (Ynpk – Yox)*0,86/Fx...(Sing et al.,1998) 2. Efisiensi internal (IE)

IEx = Ynpk*0,86 /Hnpk...(Sing et al.,1998) 3. Efisiensi rekoveri( RE)

(4)

Rekomendasi pemupukan dihitung dengan menggunakan rumus sebagai berikut: FR (kg /ha) = (Ytarget – Yox)/ (IEx x REx)

IEx = Ynpk x 0.86/Hnpk ………..(Singh et al., 1998) REx = (Hnpk – Hox)/Fx...(Witt, 2005) Keterangan:

AEx = efisiensi agronomik N, P atau K (kg hasil biji yang diperoleh per kg pupuk yang diberikan)

FR = takaran pupuk N, P, atau K yang direkomendasikan (kg/ha)

REx = efisiensi recovery N, P, atau K (kg pupuk yang dimanfaatkan per kg pupuk yang diaplikasikan)

IE x = efisiensi internal N, P atau K (kg hasil biji yang diperoleh per kg hara yang diserap)

Y target = hasil biji kering 90-95 % dari peluang hasil tertinggi (t/ha) Yox = hasil biji tanpa hara N, P, atau K (t/ha)

Ynpk = Hasil biji dengan pemupukan lengkap NPK (t/ha) Fx = takaran pupuk N,P, atau K yang digunakan (kg hara/ha) Hnpk = serapan hara pemupukan lengkap NPK (kg hara/ha)

Hox = serapan hara N, P atau K pada perlakuan tanpa N, P atau K (kg/ha)

Hasil dan Pembahasan Analisis tanah

Hasil analisis tanah meunjukan bahwa tanah tergolong vertisol dengan terkstur tanah liat, kandungan hara N dan K tergolong rendah, P sangat rendah, namun KTK dan kejenuhan basah cukup tinggi (Tabel 1). Tanah Vertisol mempunyai sifat fisik yang keras dan rekah-rekah pada musim kemarau, dan sangat lengket (stiky) pada musim hujan. Kadar P Ca yang tinggi dapat menyebabkan fiksasi fosfat pada tanah cukup besar (Puslitanak 2000).

Tabel 1. Hasil analisis tanah sebelum penelitian di Pangkep, Sulawesi Selatan.

Macam Penetapan Nilai Kriteria

Tekstur : Liat Liat (%) 70 Debu (%) 29 Pasir (%) 1 pH H2O (1 : 2.5) 5,92 Agak Masam pH KCl (1 : 2,5) 5,08 C- Organik (%) 3,18 Tinggi N-Total (%) 0,20 Rendah C/N 16 Tinggi

(5)

Macam Penetapan Nilai Kriteria

Mgdd(me/100g) 4,07 Tinggi

Nadd(me/100g) 0,52 Sedang

Aldd(me/100 g) Tu Tidak terukur

H+(me/100 g) 0,07

Kapasitas Tukar Kation (me/100 g) 62,50 Sangat Tinggi

Kejenuhan Basa (%) 73 Sangat tinggi

Tinggi Tanaman, Hasil Biji, Bobot Berangkasan, dan Indeks Panen

Pemberian pupuk secara lengkap (NPK) memberikan hasil biji 5.29t/ha lebih tinggi 33 -55% dibanding dengan jika salah satu unsur hara yang tidak diberikan, Tanpa N (PK) hanya menghasilkan 3,32 t/ha sedangkan jika tanpa P (NK) memberikan hasil biji 3,32 t/ha. dan tanpa K hanya menghasilkan 4,14 t/ha. Produktifitas jagung pada tanah Vertisol tergolong rendah, tercermin dari hasil biji dari varietas Lamuru pada pemupukan lengkap dalam penelitian ini sangat rendah dibanding dengan hasil penelitian sebelumnya seperti yang diperoleh di Bone, yaitu 8.99 t/ha (Syafruddin et al. 2006) dan pada penelitian pengelolaan hara spesifik lokasi di Maros yang juga menggunakan varietas Lamuru menghasilkan 8,90 t/ha (Saenong et al. 2005). Berdasarkan data hasil biji, maka untuk mendapatkan hasil yang memadai, tanaman harus diberi pupuk yang mengandung N, P, dan K

Pemberian pupuk secara lengkap (NPK) mempunyai nisbah bobot biji-tongkol 0,73 yang tidak berebda dibanding tanpa N (PK), tanpa P (NK)dan tanpa K (NP) dengan nisbah bobot biji-tongkol 0,70 – 0,72 dan indeks panen 0,31 – 0,38,

Indeks panen yang tinggi disertai dengan hasil biji yang tinggi menunjukkan bahwa pada semua perlakuan proses fotosintesis yang cukup baik, sehingga hasil fotosintat lebih banyak ke biji.Pada tanah vertisol di Pangkep menunjukkan bahwa indeks panen hanya dipengaruhi oleh pemberian N dan P tetapi tidak dipengaruhi oleh K, hal ini berarti bahwa N dan P menjadi faktor yang sangat penting dalam penimbunan hasil dari sumber ke sink.

Pemberian NPK memberikan bobot berangkasan yang nyata lebih tinggi dibanding dengan tanpa pemberian N (perlakuan PK) tetapi tidak berbeda nyata jika tanpa P (NK) dan atau tanpa K (NP). Pemberia NPK akan diperoleh bobot brangkasan 6,4 t/ha dan tanpa N (PK) menghasilkan bobot brangkasan 5,3 t/ha dan tanpa P (NK) dan tanpa K (NK) menghasilkan bobot brangkasan 6 – 6,2 t/ha (Tabel 2)

(6)

Tabel 2. Pengaruh pemupukan NPK terhadap tinggi tanaman saat panen, hasil biji, nisbah biji-tongkol. bobot berangkasan, dan indeks panen di Vertisol Kab. Pangkep, Sulawesi Selatan. Peralakuan Tinggi tanaman saat Panen (cm) Hasil biji* (t/ha) Nisbah bobot biji-tongkol Bobot berangkasan kering (t/ha) Indeks panen NPK (lengkap) 199,3 a 5.29 0,73tn 6.47 0.45 PK (tanpa N) 165,1 b 2.37 0,70 4.30 0.36 NK (tanpa P) 189,4 ab 3.23 0,70 4.00 0.45 NP (tanpa K) 189,0 a 5.14 0,72a 6.28 0.45 KK (%) 15 12 5 18 12 Keterangan: * Kadar air 14%

Angka yang diikuti oleh huruf yang sama dalam satu kolom pada setiap kombinasi pemupukan tidak berbeda nyata berdasarkan uji Duncan 5%

Serapan N, P, dan K dalam berangkasan dan Biji

Pada pemberian pupuk lengkap (NPK), serapan N,P, dan K dalam berangkasan lebih tinggi dibanding tanpa N (PK), tanpa P (NK), tanpa K (NP). Tanpa pemberian N (PK) serapan N dalam berangkasan 28.9 kg /ha, tanpa P (NK) serapan P dalam berangkasan 5.8 kg /ha, dan tanpa K (NP) serapan K dalam berangkasan 44,7 kg /ha. Sedangkan serapan hara pada pemupukan lengkap (NPK) adalah 39,8 kg N/ha, 7,4 kg P/ha, dan 74,3 74,3 kg K/ha (Tabel 3).

Berbeda dengan serapan hara berangkasan, tampaknya serapan hara biji pada pemberian pupuk lengkap (NPK) hanya nyata pengaruhnya terhadap serapan N dan K, dan tidak berbeda pengaruhnya terhadap serapan P pada tanpa N (PK) untuk serapan hara N, tanpa K (NP) untuk serapan K, dan tanpa P untuk serapan P (NK). Tanpa pemberian N, serapan N dalam biji 32 – 38,98 kg /ha, dan tanpa K serapan K dalam biji 36,4 – 50,4 kg/ha, dan tanpa P serapan P dalam biji 29,9 – 50,2 kg P/ha, sedangkan serapan hara dalam biji pada pemupukan lengkap (NPK) adalah 88,2 – 99,7 kg N/ha, 51,3 – 70,0 kg K/ha, dan 41,1 – 54,2 kg P/ha (Tabel 3). Menurut Olson and Sander 1988, untuk menghasilkan 9,5 t/ha, tanaman jagung menyerap 129 kg N , 31 kg P, dan 39 kg K per ha dalm biji, dan 62 kg N, 8 kg , dan 157 kg K/ha dalam berangkasan.

Tabel 3. Serapan N, P, dan K dalam berangkasan dan biji di Vertisol Pangkep Sulawesi Selatan.

Pemupukan

Serapan berangkasan (kg/ha) Serapan biji (kg/ha)

N P K N P K

NPK (lengkap) 41,8 7,8 78,0 64,0 29,8 37,2

PK (tanpa N) 26,3 5,5 42,8 27,4 13,4 14,2

NK (tanpa P) 26,3 3,5 40,5 37,6 15,5 21,4

(7)

Efisiensi penggunaan hara dan takaran pupuk N,P, dan K

Efisiensi penggunaan hara oleh Mosier et al., 2004 , dan Witt et al., 1999) dapat diekspresikan antara lain berupa efisiensi agronomik (AE, kg peningkatan hasil per kg hara yang diberikan, internal efisiensi (IE, hasil per kg hara yang diserap, efisiensi rekovery (RE, kg peningkatan hara yang diserap per kg hara yang diberikan).

Rata-rata efisiensi agronomis setiap hara adalah 19.47 kg biji/kg pupuk N, 89.01kg biji/kg pupuk P, dan 40.59 kg bij/kg pupuk K. Efisiensi agronomik dapat ditingkatkan melalui pengelolaan tanaman dan tanah yang baik. Efisiensi internal (IE) adalah 33.12 kg biji/kg hara N, 105.23 kg biji/kg hara P, dan 13.27 kg biji/kg K yang diserap. Efisiensi rekoveri (RE) setiap hara adalah 0,20 kg hara N/kg pupuk N; 0,90 kg hara P/kg pupuk P, dan 1,44 kg hara K/kg pupuk K (Tabel 4). Efisiensi rekoveri dipengaruhi oleh metode pemupukan (jumlah pupuk, waktu pemberian, penempatan pupuk dan bentuk pupuk) dan pengelolaan tanaman (Witt 2005). Efisiensi rekoveri dalam penelitiaan ini untuk N yang rendah dan efeisiensi P dan K cukup tinggi, ditingkat petani efisiensi rekoveri N pada tanaman jagung adalah 37%, efisiensi rekoveri P 30%, dan efisiensi rekoveri K 20 – 60% (Cassman et al., 2002 dan Roberts 2006). Di tingkat penelitian dengan pengelolaan yang baik dan lingkungan yang optimal efisiensi rekoveri N dapat mencapai 80% (Cassman et al., 2002). Efisiensi rekoveri K lebih tinggi dibanding N ataupun dengan P oleh karena N adalah mobil di dalam tanah dan adanya kehilangan karena penguapan, sedangkan P karena adanya fiksasi (Roberts 2006).

Tabel 4. Efisiensi Agronomik (AE), Efisiensi Internal (IE), dan Efisiensi Rekovery (RE) setiap kombinasi pemupukan di Vertisol, Pangkep, Sulawesi selatan.

Hara

Efisiensi Rekomendasi

pupuk berdasarkan

target 6 t/ha Agronomik (AE) Internal (IE) Rekoveri (RE)

N 19.47 33.12 0.20 186

P 89.01 105.23 0.90 31

K 40.59 13.27 1.44 46

Berdasarkan hasil penelitian ini, secara umum hara N dan P menjadi faktor pembatas yang paling dominan pengaruhnya terhadap pertumbuhan, hasil jagung, dan serapan hara, pada tanah Vertisol, Kabupaten Pangkep. Setelah itu disusul hara K. Respon hara N>>P>K pada tanaman jagung di Indonesia (Witt et al. 2008) Karena itu pemberian N, P dan K mutlak dilakukan untuk mendapatkan hasil yang memadai (minimal 6 t/ha)

Berdasarkan target hasil jagung pada tanah Vertisol, Kabupaten Pangkep yaitu 6 t biji/ha, maka takaran pupuk yang dianjurkan adalah 186 kg N; 31 kg P dan 46 kg K /ha Tabel 4 . Efektifitas pemupukan sangat dipengaruhi oleh waktu dan cara pemberian. Waktu pemberian pupuk pada tanaman jagung untuk hara N harus diaplikasikan secara bertahap, yaitu 1/3 pada awal sampai dengan 1 minggu setelah tanam, 2/3 pada umur 35 hst. P diaplikasi pada awal tanam bersamaan dengan pemberian N, karena P sukar larut. Sedangkan pemberian K pada 35 hst bersamaan dengan pemupukan kedua N, karena pengaruhnya terhadap berangkasan dan tinggi

(8)

Kesimpulan

1. Hara N dan P menjadi faktor pembatas yang paling dominan pengaruhnya terhadap pertumbuhan, hasil jagung, dan serapan hara pada tanah Vertisol

2. Untuk mendapatkan hasil jagung komposit >6 t/ha pada tanah Vertisol diperlukan pupuk 186 N, 31 P2O5, dan 46 K2O kg/ha.

Daftar Pustaka

Aqil, M., Constance R dan Zubactiroddin 2012. Deskripsi varietas unggul jagung. Pusat Penelitian Tanaman Pangan. Badan Litbang Pertanian. Kementerian Pertanian.

Attanandana, T., and R.S. Yost. 2003. A Site-specific nutrient management approach for maize. Better Crops International 17(1): 3-7.

BPS Indonesia, 2015. www.bps.com

Cassman, K.G., A. Dobermann, and T. walters. 2002. Agroecosystems, nitrogen-use efficiency, and nitrogen management. Ambio 31:132-140.

Dobermann, A., T. Arkebauer, K.G. Cassman, R.A. Drijber, J.L. Lindquist, J.E. Specht, D.T. Walters, H. Yang, D. Miller, D.L. Binder, G. Teichmeier, R.B. Ferguson and C.S. Wortmann. 2003. Understanding corn yield potential in different environments. P. 67-82. In L.S. Murphy (ed.) Fluid focus: the third decade. Proceedings of the 2003 Fluid Forum, Vol. 20. Fluid Fertilizer Foundation, Manhattan, KS.

Ferguson RB, GW Hergert, JS Schepers, CA Gotway, JEFerguson RB, GW Hergert, JS Schepers, CA Gotway, JE. Cahoon and TA Peterson. 2002. Site-specific nitrogen management of irrigated maize: Yield and Soil residual nitrate effect. Soil Sci Soc Am J 66: 544-552. Grzebisz, W., A. Baer, P .Bar óg, W. Szczepaniak, J. Potarzycki . 2014 .Effect of Nitrogen and

Potassium fertilizing system on maize grain yield. University of Life Sciences, Pozna , Poland. Agency for Restructuring and Modernization of Agriculture, County Center in Wolsztyn, Poland. 12 p. ( http://www.inea_00fcr.user.icpnet.plf)

Liu, X., A. Mosier, A. Halvorson, and F. Zhang. 2006. The impact of nitrogen placement and tillage on NO, N2O, CH4 and CO2 fluxes from a clay loam soil. Plant Soil 280 (1): 177– 188.

Mosier, R.A. Olsen, and D.H. Sanches. 2004. Corn produkction. In: Monogrph agronomy corn and corn improvement. Wisconsin.p. 639-686.

Murni, A.M., J.M. Pasuquin, adn C. Witt. 2010. Site Specific Nutrient Management for Maize on Ultisols Lampung. J Trop Soils 15(1): 49-54.

Olson, R.A. and D.H. Sander. 1988. Corn production. In Monograph Agronomy Corn and Corn Improvement. Wisconsin. p.639-686.

Pasuquin J.M., C.Witt, M. Pampolino. 2011. A new site-specific nutrient management approach for maize in the favorable tropical environments of Southeast Asia. In Prociding “19th World Congress of Soil Science, Soil Solutions for a Changing World “ Brisbane,

(9)

Puslittanak. 2000 Sumber Daya Lahan Indnesia dan Pengelolaannya. Pusat Penelitian Tanah dan Agroklimat. 266 hlm.

Roberts. T.L. 2008. Improving nutrient use efficiency. Turk J Agric Forest. 32: 177–182

Qiao, Y., S. Miao, X. Han, M. Youa, X. Zhu, and W. R. Horwath. 2014. The effect of fertilizer practices on N balance and global warming potential of maize–soybean–wheat rotations in North eastern China Field Crops Research 161: 98–106.

Sehy, U., R. Ruser, and J.C. Munch. 2003. Nitrous oxide fluxes from maize fields: relationship to yield site–specific fertilization and soil conditions. Agriculture, Ecosystem and Environment 99: 97–111.

Singh, U., J.K. Ladha, E.G. Castilo, G Punzalan, A Tiro;-Padre, M. Duqueza. 1998. Genotype variation in nitrogen use efficiency in medium and long duration rice. Field crops Research. 58:35-53.

Saenong, S., Syafruddin, dan Subandi. 2005. Penggunaan LCC untuk pemupukan N pada tanaman jagung. Laporan Pengelolaan Hara Spesifik Lokasi (PHSL) Kerjasama Balitereal dengan Potash & Phosphate Institute (PPI), Potash and Phosphate Institute of Canada (PPIC). (belum dipublikasi) .

Syafruddin, M. Rauf, R, Y, Arvan, dan M. Akil. 2006. Kebutuhan pupuk N, P, dan K tanaman jagung pada tanah Inceptisol Haplustepts. Penelitian pertanian 25:1 -9

Witt, C. 2005. The development of site-specific nutrient management for maize in Asia. Makalah pada ‘Seminar dan Lokakarya Pengelolaan Hara Spesifik Lokasi untuk Tanaman Jagung”. Medan.

Witt, C., J.M. Pasuquin, A. Dobermann. 2008. Environments of Asia Site-Specific Nutrient Management for Maize in Favorable Tropical. www.intlcss.org/files/icss/congress-proceedings/2008-papers/cs1-s7/cs1-s7-o2-christian-witt.pdf. 4.p.

Satyanarayana,T., K. Majumdar, D.P. Biradar. 2011. New approaches and tools for site-specific nutrient management with reference to potassium. Karnataka J. Agric. Sci.,24 (1) : 86-90

Referensi

Dokumen terkait

Mekanika Fluida adalah cabang dari ilmu fisika yang mempelajari mengenai zat fluida (cair, gas dan plasma) dan gaya yang bekerja padanya. Mekanika fluida dapat

Penelitian Brown, Weinstein, & Creswell (2012) menunjukkan bahwa individu dengan skor mindfulness yang tinggi menunjukkan respon kortisol yang lebih kecil pada

Selain itu untuk mengetahui pengaruh dan dampak apa saja yang ditimbulkan dari pembangunan kawasan Solo Baru terhadap transformasi sosial ekonomi masyarakatnya, kemudian

[r]

Hal tersebut cukup menunjukkan ketidakkonsistenan dari kinerja ekspor dan juga daya saing dari komoditi furniture rotan Indonesia yang memang dipengaruhi oleh adanya

Tujuan dilakukan penelitian ini untuk mengetahui adanyan hubungan antara obesitas sebagai faktor risiko osteoarthritis lutut dengan aktivitas

Manfaat yang ingin dicapai dalam penelitian ini adalah hasil penelitian memberikan alternatif metode dan format penilaian PB mahasiswa sehingga dapat lebih

Sementara Peran Pengawas Pendidikan Agama Islam (PPAI) adalah seorang Pegawai Negeri Sipil (PNS) dilingkungan Kementrian Agama yang diberi tugas, wewenang dan