• Tidak ada hasil yang ditemukan

PENAMPILAN FENOTIPIK KARAKTER PENTING PADA GENOTIPE JAGUNG TOLERAN N RENDAH DAN BERUMUR GENJAH DI LAHAN KERING BANTAENG SULAWESI SELATAN

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "PENAMPILAN FENOTIPIK KARAKTER PENTING PADA GENOTIPE JAGUNG TOLERAN N RENDAH DAN BERUMUR GENJAH DI LAHAN KERING BANTAENG SULAWESI SELATAN"

Copied!
10
0
0

Teks penuh

(1)

271 Seminar Nasional Serealia 2011

PENAMPILAN FENOTIPIK KARAKTER PENTING PADA GENOTIPE JAGUNG TOLERAN N RENDAH DAN BERUMUR GENJAH

DI LAHAN KERING BANTAENG SULAWESI SELATAN Ruchjaniningsih dan Muh.Thamrin

Balai Pengkajian Teknologi Pertanian Sulawesi Selatan Jl. Perintis Kemerdekaan Km. 17,5 Kotak Pos 1234 Makassar

E-mail bptp_sulsel@yahoo.com.id

ABSTRAK

Perakitan varietas jagung hibrida dan bersari bebas secara kontinu membantu petani dalam menyediakan varietas unggul berdaya hasil tinggi, yang disukai petani, biaya produksi rendah, dan tersedianya benih bermutu yang relatif murah dapat meningkatkan produksi jagung. Sembilan genotipe jagung yang terdiri dari lima galur hibrida berumur genjah, dua jagung komposit berumur genjah dan toleran N, satu varietas hibrida dan satu lokal telah dievaluasi di Dusun Bontocinde Kabupaten Bantaeng, Sulawesi Selatan, pada bulan Mei sampai Desember 2009, untuk melihat penampilan fenotipik karakter hasil dan komponen hasil. Percobaan ditata dalam rancangan acak kelompok pola faktorial dengan perlakuan 9 genotipe A (X01904), B (X02804), C (X02904), D (X03404), dan E (X03604), F (Bima -1), G (Lamuru), H (Gumarang), dan lokal B kuning sebagai pembanding, dan pemupukan N (dosis tinggi dan rendah) diulang tiga kali. Hasil penelitian menunjukkan bahwa respon pemupukan N 200 kg/ha berpengaruh lebih baik terhadap karakter-karakter yang diamati dari pemupukan N 400 kg/ha Kultivar yang mempunyai potensi hasil tinggi di lahan kering adalah C(13.72 t/ha) dan A (13.11 t/ha). Semua kultivar yang diuji berumur genjah (75.76 – 84 hst).

Kata kunci: Jagung, fenotipik, toleran N rendah, umur genjah, lahan kering

PENDAHULUAN

Usaha meningkatkan produksi jagung di lahan kering dengan penerapan teknologi dan merakit suatu varietas unggul jagung berdaya hasil tinggi, dan mampu beradaptasi luas pada kondisi lingkungan yang berbeda melalui program pemuliaan telah banyak dilakukan. Hasil penelitian Balitsereal (2007) telah menghasilkan beberapa varietas unggul jagung dengan daya hasil tinggi, dan tahan terhadap cekaman abiotik dan biotik.

Meningkatkan daya hasil dan adaptasi varietas dalam mendapatkan ragam hasil merupakan kelanjutan rangkaian kegiatan program pemuliaan, dengan langkah awal dimulai dari karakterisasi plasma nutfah, hibridisasi dan seleksi terhadap karakter yang diinginkan.

Pengembangan jagung umur genjah dan toleran N rendah yang

terseleksi dari pengujian multilokasi dan adaptasi dalam upaya percepatan pelepasan varietas berperan penting dalam mendukung keberlanjutan peningkatan produksi jagung. Daya adaptasi sangat penting dilakukan karena beberapa karakter kuantitatif, diantaranya hasil produksi, umur genjah dan toleran N rendah pada tanaman jagung sangat dipengaruhi oleh lingkungan tumbuh dimana tanaman tersebut ditanam. Adaptasi juga dapat digunakan untuk mengidentifikasi kemampuan daya hasil suatu varietas pada berbagai lingkungan yang berbeda.

Nitrogen merupakan salah satu unsur hara yang sangat mempengaruhi secara nyata terhadap pertumbuhan tanaman dan hasil jagung (Hairiah 2000). Nitrogen merupakan hara esensial yang berfungsi sebagai bahan penyusun asam-asam amino, protein dan khlorofil yang penting dalam proses

(2)

272 Ruchjaniningsih, dan Muh.Thamrin : Penampilan Fenotipik Karakter Penting pada Genotipe Jagung Toleran N Rendah dan Berumur Genjah di Lahan Kering Bantaeng Sulawesi Selatan

fotosintesis serta bahan penyusun komponen inti sel (Jones et al. 1991; Jones et al. 2002; Hopkins 1999). Jagung membutuhkan nitrogen sekitar 120-180 kg/ha (Halliday dan Trenkel 1992) sedangkan N yang terangkut ketanaman jagung hingga panen sekitar 129-165 kg N ha-1 dengan tingkat hasil 9,5 t/ha (Barber dan Olson 1968 dalam Halliday dan Trenkel 1992).

Salah satu komponen dalam produksi adalah pemupukan. Penggunaan pupuk secara efisien adalah upaya untuk menekan tingginya biaya pemupukan. Penggunaan N yang tidak efisien dapat menyebabkan peningkatan biaya produksi dan menurunkan pendapatan petani. Berbagai upaya perlu dilakukan dalam rangkaian untuk meningkatkan produksi jagung. Soepartini et al. (1994) menjelaskan bahwa pemberian pupuk yang berlebihan selain merupakan pemborosan dan, juga mengganggu keseimbangan hara dalam tanah, menurunkan efisiensi pemupukan, dan menimbulkan polusi yang berbahaya bagi lingkungan. Sedangkan pemupukan yang terlalu sedikit tidak dapat memenuhi kebutuhan tanaman untuk mencapai tingkat produksi yang optimal. Untuk mencari genotipe-genotipe yang unggul pada lingkungan pemberian N tertentu, dalam hal ini lingkungan pemupukan N dosis tinggi dan rendah serta berumur genjah diperlukan pengujian-pengujian terutama untuk mengetahui daya adaptasi di lingkungan tersebut. Menurut Hill (1975) genotype dengan lingkungan bersama-sama mengatur perkembangan individu secara khusus, dengan demikian dapat dikatakan bahwa ekspresi fenotipik suatu individu ditentukan oleh genotipe dan lingkungannya.

Penelitian ini ditekankan untuk mendapatkan informasi mengenai penampilan fenotipe genotipe jagung yang toleran N dan berumur genjah di lingkungan pemupukan N dosis tinggi dan rendah di lahan kering terhadap komponen hasil penting terhadap 9 genotipe jagung lahan kering Bantaeng.

Informasi yang diperoleh dari penelitian ini diharapkan dapat menunjang program perakitan kultivar jagung yang berdaya hasil tinggi di lahan kering.

BAHAN DAN METODE

Penelitian ini dilaksanakan di dusun Bontocinde (lahan kering), Kec. Bissappu, Kab. Bantaeng berlangsung pada bulan Mei sampai Desember 2009. Percobaan disusun berdasarkan Rancangan Acak Kelompok (RAK) pola faktorial yang diulang tiga kali. Faktor pertama perlakuan genotipe jagung: A (X01904), B (X02804), C(X02904), D (X03404), E (X03604), F (Bima -1), G (Lamuru), H (Gumarang), dan I (lokal B kuning) sebagai pembanding. Faktor kedua perlakuan pemupukan N (dosis tinggi 400 kg/hadan rendah 200 kg ha-1). Ukuran plot penelitian 3 m x 5 m diatas lahan yang diolah sempurna dengan jarak tanam 75 cm x 20 cm, 1-2 tanaman /lubang ditanam secara tugal (tiap plot 100 tanaman). Pengendalian hama/penyakit tanaman dilakukan sesuai kebutuhan.

Pengamatan dilakukan terhadap 10 tanaman sampel yang telah ditentukan yaitu tanaman yang ada dibagian tengah, variable yang diamati adalah: Umur berbunga jantan 50%, Umur berbunga betina 50%, umur masak, tinggi tanaman (cm), diameter batang (mm), tinggi letak tongkol (cm), jumlah tongkol/tanaman, panjang tongkol, diameter tongkol (mm), bobot tongkol (gr), bobot biji/tongkol (gr), Bobot tongkol/ha (ton), dan bobot 1000 biji.

Jika hasil F gabungan berbeda nyata maka dilanjutkan dengan uji Least significant difference (LSD) untuk pengujian lingkungan (pemberian pupuk N : 400 kg/ha dan 200 kg/ha. Untuk mengetahui apakah diantara perlakuan yang diuji terdapat perbedaan yang nyata, maka digunakan Uji-F pada taraf 5%. Apabila terdapat perbedaan yang nyata, maka pengujian dilanjutkan dengan Uji Leeast Significant Increase (LSI) untuk menentukan genotipe yang

(3)

273 Seminar Nasional Serealia 2011

berpenampilan lebih baik dari cek (Petersen 1994).

HASIL DAN PEMBAHASAN Secara umum, jagung dapat tumbuh dan berkembang dengan baik. Hal ini tampak jelas pada genotipe jagung yang ditanam dengan perlakuan pupuk N 200 kg/ha dibandingkan dengan tanaman yang diberi pupuk N 400 kg/ha.

Menurut Knight (1978) suatu genotipe yang memperlihatkan penampilan yang baik pada lingkungan tertentu, belum tentu akan memberikan penampilan yang sama baiknya dengan lingkungan yang lain. Genotipe yang diuji penampilam fenotipiknya berbeda atau bervariasi karena mempunyai latar belakang genetik yang berbeda sehingga memberikan respon yang berbeda pula.

Hasil analisa tanah menunjukkan bahwa kandungan N di dusun Bontocinde (0,12) kriteria rendah. Lahan pertanian umumnya tidak mengandung cukup N, kecuali pada lahan yang baru dibuka dari vegetasi hutan. Menurut M. Akil et al (2007) Pada tanah Latosol, Vulkanis, Mediteran, dan Podsolik, pemberian pupuk urea dengan takaran 200-400 kg/ha memberikan efisiensi pemupukan (setiap kg hasil jagung yang diperoleh dari setiap kg pupuk urea yang diberikan) 6,0-7,5. Hasil penelitian di Balitsereal Maros dengan menggunakan tiga varietas hibrida dan dua varietas komposit menunjukkan bahwa takaran pupuk urea yang optimal untuk varietas hibrida adalah 420 kg/ha sedangkan untuk varietas komposit 350 kg/ha.

Selama percobaan berlangsung, curah hujan rata-rata setiap bulannya berkisar antara 1 mm sampai 3.967 mm dengan hari hujan 1 sampai 6 hari selama penelitian. Dilihat dari rata-rata curah hujan ketersediaan air pada awal dan akhir percobaan kekurangan air, untuk mengatasi kekurangan air di dusun Bontocinde dilakukan penyiraman dengan cara pompanisasi dari sumber air terdekat dengan interval setiap dua kali seminggu. Menurut Dowswell et al. (1996) jagung tumbuh baik di wilayah tropis dari dataran rendah sampai ketinggian 3.000 m di atas permukaan laut (m dpl), dengan curah hujan tinggi, sedang, hingga rendah sekitar 500 mm per tahun. Dengan adanya penyiraman masalah kekurangan air dapat teratasi.

Berdasarkan uji F dari anova masing-masing lingkungan pemupukan (Tabel 1) untuk karakter umur berbunga jantan 50% (hst), umur masak (hst), tinggi letak tongkol (cm), jumlah tongkol/tanaman, danpanjang tongkol (cm) (Fhitung > Ftabel), dapat dilihat bahwa baik pada lingkungan pemupukan N 400 kg/ha dan 200 kg/hagenotipe-genotipe yang diuji memperlihatkan adanya perbedaan yang nyata. Sedangkan untuk karakter lainnya pada genotipe yang diuji (Fhitung < Ftabel) tidak memperlihatkan adanya perbedaan yang nyata kecuali untuk karakter diameter tongkol (mm), dan bobot 1000 biji (gr) untuk lingkungan pupuk N 400 kg/ha memperlihatkan perbedaan yang nyata. Untuk bobot tongkol (gr), dan bobot tongkol per hektar (ton) pada lingkungan pupuk N 200 kg/ha memperlihatkan perbedaan yang nyata.

(4)

274 Ruchjaniningsih, dan Muh.Thamrin : Penampilan Fenotipik Karakter Penting pada Genotipe Jagung Toleran N Rendah dan Berumur Genjah di Lahan Kering Bantaeng Sulawesi Selatan

Tabel 1. F Hitung Karakter Komponen Hasil dan Hasil pada Lingkungan Pemberian Pupuk N 400 kg/ha dan 200 kg/ha Sembilan Genotipe Jagung di Dusun Bontocinde Karakter yang Diamati N 400 kg/ha F hitung N 200 kg/ha Umur berbunga jantan 50% (hst) 10.17* 7.23* Umur berbunga betina 50% (hst) 2.33ns 0.78ns

Umur masak (hst) 4.40* 3.15*

Tinggi tanaman (cm) 1.43 ns 1.20 ns

Diameter batang (mm) 2.03 ns 1.32 ns

Tinggi letak tongkol (cm) 3.01* 6.72*

Jumlah tongkol/tanaman 3.97* 3.46*

Panjang tongkol (cm) 3.6* 2.60*

Diameter tongkol (mm) 2.94* 1.47 ns

Bobot tongkol (gr) 0.73 ns 3.29*

Bobot tongkol per hektar (ton) 1.35 ns 4.40*

Bobot biji per tongkol (gr) 1.47 ns 2.58 ns

Bobot 1000 biji (gr) 3.99* 2.35 ns

Keterangan: * berbeda nyata dalam uji F pada taraf 10% ns berbeda tidak nyata pada uij f 10% F (table) = 2.59

Dari hasil diatas menunjukkan bahwa genotipe-genotipe yang diuji memberikan penampilan yang berbeda untuk karakter tersebut pada masing-masing lingkungan pemupukan. Hal ini menunjukan lingkungan pemupukan N 400 kg/ha dan 200 kg/ha mempengaruhi karakter tanaman jagung yang diuji karena gen pada karater tersebut dikendalikan oleh banyak gen-gen. Menurut Baihaki (2000) Karakter yang dikendalikan oleh banyak gen-gen, dimana masing-masing gen berkontribusi terhadap penampilan atau ekspresi karakter tertentu secara aditif, dan masing-masing kontribusinya tidak besar, tapi dengan jumlah yang banyak dan bersifat aditif, dapat terekspresikan secara fenotipik terlihat dan dapat dibedakan dengan populasi lain.

Berdasarkan hasil uji F pada Tabel 2, interaksi genotipe x lingkungan pemupukan terjadi pada karakter-karakter tinggi tanaman (cm), tinggi letak tongkol (cm), bobot tongkol/ha (ton), bobot biji per tongkol (gr), dan bobot 1000 biji (gr) (Fhitung > Ftabel), sedangkan pada karakter-karakter lainnya tidak terdapat interaksi genotipe x lingkungan pemupukan.

Tabel 2. Hasil Analisa Interaksi Genotipe (G) x Lingkungan Pemupukan (L) Karakter Komponen Hasil dan Hasil Sembilan Genotipe Jagung di Dusun Bontocinde No Karakter yang diamati F hitung (G

xL) 1. Umur berbunga jantan

50% (hst) 1.15

ns

2. umur berbunga betina

50% (hst) 0.69

ns

3. Umur masak (hst) 0.83 ns

4. Tinggi tanaman (cm) 18.37* 5. Diameter batang (mm) 0.04 ns

6. Tinggi letak tongkol

(cm) 3.95* 7. Jumlah tongkol/tanaman 0.90 ns 8. Panjang tongkol (cm) 0.92ns 9. Diameter tongkol (mm) 0.03 ns 10. Bobot tongkol (gr) 0.35 ns

11. Bobot tongkol/ha (ton) 19.85* 12. Bobot biji per tongkol

(gr) 3.31*

13. Bobot 1000 biji (gr) 21.28*

Keterangan: * berbeda nyata dalam uji F pada taraf 10% , ns berbeda tidak nyata pada uij f 10% F (table) =

2.17

Terdapat interaksi genotipe x lingkungan pemupukan (Tabel 2) pada karakter-karakter tinggi tanaman (cm), tinggi letak tongkol (cm), bobot tongkol/ha (ton), bobot biji per tongkol (gr), dan bobot 1000 biji (gr),

(5)

Karakter-275 Seminar Nasional Serealia 2011

karakter tersebut mempunyai penampilan berbeda nyata pada lingkungan pemupuk N 400 kg/ha dan 200 kg/ha. Berarti terjadi perubahan peringkat genotipe yang memiliki penampilan terbaik di masing-masing lingkungan. Menurut Gomez dan Gomez 1985 penampilan tanaman tergantung kepada genotipe, lingkungan dimana tanaman tersebut tumbuh dan interaksi antara genotype dan lingkungan. Respon tanaman yang spesifik terhadap lingkungan yang beragam mengakibatkan adanya interaksi antara genotipe dan lingkungan (G x L), pengaruh interaksi yang besar secara langsung akan mengurangi kontribusi dari genetik dalam penampilan akhir

Untuk karakter-karakter yang memiliki interaksi nyata maka dilakukan analisis lanjutan dengan uji least

significant difference LSD untuk pengujian antar lingkungan pemupukan. Dan untuk mengetahui genotipe-genotipe mana yang mempunyai

penampilan melebihi kultivar pembanding (Lokal B kuning) dilakukan uji least significant increase (LSI).

Pada Tabel 3 di pemupukan N 400 kg/ha karakter umur berbunga jantan 50% tertinggi diraih olek kultivar D (57.33 hst), C (57.0 hst), A (57.0 hst), F (56.33 hst), dan B (55.0 hst) serta yang terendah adalah kultivar Lokal (47 hst) dimana kultivar lainnya memiliki nilai umur berbunga jantan 50% diantara kedua nilai tersebut, berdasarkan analisis terdapat variasi dan perbedaan yang nyata. Semua kultivar yang diuji mempunyai nilai umur berbunga jantan 50% melebihi kultivar pembanding (lokal). Pada pemupukan N 200 kg/ha karakter umur berbunga jantan 50% tertinggi diraih kultivar B, C, E, D, F, dan A serta terendah adalah kultivar H berdasarkan analisis terdapat variasi dan perbedaan yang nyata. Kecuali kultivar G dan H, semua mempunyai nilai umur berbunga jantan 50% melebihi kultivar pembanding (lokal).

Tabel 3. Hasil Uji Lanjut Interaksi G x L Pemupukan dan Analisis Uji Least Significant Increase (LSI) Karakter Umur berbunga jantan 50%, Umur masak, Tinggi letak tongkol (cm), dan Jumlah Tongkol di Dusun Bontocinde

KARAKTER GENOTIPE UBJ 50% (hst) 1 1 1 UM 2 1 TLT 2 1 JT 2 A 57.0 * d 54.67 * e 85.7 * g 82.7 * de 88.4 * bc 92.0 * cd 1.7 * a 1.4 abc B 55.0 * d 55.67 * e 84.3 * f 83.3 * f 101.4 * e 97.3 * def 1.4 a 1.7 * e C 57.0 * d 55.67 * e 84.3 * fg 80.0 * cd 91.7 * de 102.3 * fg 1.7 * a 1.7 * e D 57.33 * d 55.33 * e 82.3 *def 83.3 * f 88.9 *bcd 85.07 * bc 1.6 * a 1.5 bcde E 54.67 * cd 55.67 * e 81.3 * d 81.7 * d 85.3 * b 99.97* def 1.5 * a 1.9 * e F 56.33 * d 55.0 * e 80.7 * cd 82.0 * dc 80.4 * b 105.7 * fg 1.07 a 1.3 a G 49.67 * ab 49.67 b 77.3 abc 77.3 abc 82.7 b 92.6 *cde 1.1 a 1.0 a H 51.0 *abc 47 a 76.7 a 76.7 a 66.9 a 77.4 * b 1.03 a 1.2 a LOKAL 47.0 a 50.33 bcd 76.0 a 75.3 a 80.1 b 68.3 a 1.07 a 1.07 a

LOKAL+LSI 47.99 51.34 77.4 76.8 84.6 72.2 1.5 1.5

Keterangan:

Nilai rata-rata yang diikuti huruf yang sama pada satu baris menunjukkan tidak ada perbedaan yang nyata * = berbeda nyata dengan kultivar pembanding pada satu kolom menurut uji LSI

1 = pemupukan N 400 kg/ha 2 = pemupukan N 200 kg/ha

(6)

276 Ruchjaniningsih, dan Muh.Thamrin : Penampilan Fenotipik Karakter Penting pada Genotipe Jagung Toleran N Rendah dan Berumur Genjah di Lahan Kering Bantaeng Sulawesi Selatan

Pada Tabel 3 di pemupukan N 400 kg/ha karakter umur masak tertinggi diraih oleh kultivar B (84.3 hst) dan C (84.3 hst) serta yang terendah adalah kultivar lokal (76.0 hst) dan H (76.7 hst) dimana kultivar lainnya memiliki nilai umur masak pertongkol diantara kedua nilai tersebut, berdasarkan analisis terdapat variasi dan perbedaan yang nyata. Kultivar A, B, C, D, E, dan F mempunyai nilai umur masak melebihi kultivar pembanding (lokal). Pada pemupukan N 200 kg/ha karakter umur masak tertinggi diraih oleh kultivar B (83.3 hst), dan D (83.3 hst) serta nilai terendah adalah kultivar lokal (75.3 hst), dan H (76.7 hst) dimana kultivar lainnya memiliki nilai umur masak diantara kedua nilai tersebut, berdasarkan analisis terdapat variasi dan perbedaan yang nyata. Kultivar A, B, C, D, E, dan F, mempunyai nilai umur masak melebihi kultivar pembanding (lokal).

Pada Tabel 3 untuk perlakuan pemupukan N 400 kg/ha karakter tinggi

letak tongkol tertinggi diraih oleh kultivar B (101.4 cm) dan C (91.7 cm) sedangkan tinggi letak tongkol terendah adalah kultivar H (66.9 cm) kultivar lainnya memiliki tinggi letak tongkol diantara kedua nilai tersebut, berdasarkan analisis terdapat variasi dan ada perbedaan yang nyata, dan kultivar A (88.4 cm), B (101.4 cm), C (91.7 cm), D (88.9 cm) dan E (85. 07 cm) mempunyai tinggi letak tongkol melebihi kultivar pembanding (lokal). Sedangkan pemupukan N 200 kg/ha karakter tinggi letak tongkol tertinggi diraih oleh kultivar F (105.7 cm), dan C (102.3 cm), untuk tinggi letak tongkol terendah adalah Lokal (68.3 cm) dimana kultivar lainnya memiliki nilai tinggi letak tongkol diantara kedua nilai tersebut, berdasarkan analisis terdapat variasi dan perbedaan yang nyata. Untuk semua kultivar yang diuji mempunyai nilai tinggi letak tongkol yang lebih tinggi dari kultivar pembanding (lokal).

Tabel 4. Hasil Uji Lanjut Interaksi G x L Pemupukan dan Analisis Uji Least Significant Increase (LSI) Karakter Panjang Tongkol (cm), Diameter Tongkol(mm), Bobot tongkol (gr) dan Bobot Tongkol/hektar (ton) di Dusun Bontocinde

KARAKTER

GENOTIPE Panjang Tongkol (cm) Diameter Tongkol (mm) Bobot tongkol (gr) Bobot tongkol per hektar (ton)

1 1 1 2 1 2 1 2 A 17.7 *d 17.3 * d 42.22 * 43.12 * 18.33 * 21.00 * f 8.46 * 11.18 * bc B 17.9 * d 17.8 * dc 40.72 ab 41.92 15.00 * 17.67 * bc 9.42 * 9.60 * ab C 17.2 * d 15.7 ab 41.87*abcd 42.52 * 18.5 0 * 22.67 * bc 10.27 * 10.38 * abc D 15.9 * bc 17.1 * d 40.22 a 28.13 15.33 * 17.83 *bcd 9.38 * 10.82 * bc E 17.3 * d 18.2 * e 43.02 * def 42.87 * 14.33 * 22.67 * f 8.88 * 11.98 * bc F 17.6 * d 17.4 * d 44.72 * f 45.32 * 13.00 * 23.00 * f 10.64* 12.18 * bc G 15.9 * c 16.8 * cd 44.56 * f 46.97 * 12.40 * 18.00 * cde 10.11* 12.80 * c H 14.4 a 15.9 *abc 42.999*def 45.99 * 12.50* 14.50 ab 8.80 * 11.47 * bc LOKAL 14.7 ab 15.2 a 40.15 a 41.44 10.17 13.33 a 6.17 7.64 a LOKAL+LSI 15.3 15.7 41.299 42.274 12.117 14.74 8.117 9.05 Keterangan:

Nilai rata-rata yang diikuti huruf yang sama pada satu baris menunjukkan tidak ada perbedaan yang nyata * = berbeda nyata dengan kultivar pembanding pada satu kolom menurut uji LSI

(7)

277 Seminar Nasional Serealia 2011

Pada tabel 4 pemupukan N 400 kg/haKarakter panjang tongkol tertinggi diraih oleh kultivar B (17.9 cm), A (17.7 cm), G (17.6 cm), E (17.3 cm) dan C (17.2 cm), untuk karakter panjang tongkol terendah adalah kultivar H (14.4 cm), dan Lokal (14.7 cm) dimana kultivar lainnya memiliki nilai panjang tongkol diantara kedua nilai tersebut, berdasarkan analisis terdapat variasi dan perbedaan yang nyata. Selain kultivar H semua kultivar yang diuji mempunyai panjang tongkol melebihi kultivar pembanding (lokal). Untuk pemupukan N 200 kg/ha karakter panjang tongkol tertinggi diraih oleh kultivar E (18.2 cm), dan panjang tongkol terendah adalah kultivar lokal (15.2 cm) dimana kultivar lainnya memiliki nilai panjang tongkol diantara kedua nilai tersebut, berdasarkan analisis terdapat variasi dan perbedaan yang nyata. Semua kultivar mempunyai panjang tongkol melebihi pembanding (lokal) kecuali kultivar C.

Pada Tabel 4 di pemupukan N 400 kg/hakarakter diameter tongkol tertinggi di bontocinde diraih oleh kultivar F (44.72), G (44.56), E (43.02) dan H (42.999) serta yang terendah adalah kultivar Lokal (40.15), D (40.22), dan B (40.72) dimana kultivar lainnya memiliki nilail diameter tongkol diantara kedua nilai tersebut, berdasarkan analisis terdapat variasi dan perbedaan yang nyata. Kultivar A, C, E, F, G dan H mempunyai nilai diameter tongkol melebihi kultivar pembanding Lokal (40.15). Pada pemupukan N 200 kg/ha karakter diameter tongkol tidak dilanjutkan ujinya, tetapi dilihat dari uji LSI kultivar A, E, F, G, dan H mempunyai nilai diameter tongkol melebihi kultivar pembanding (Lokal).

Pada Tabel 4 di pemupukan N 400 kg/ha karakter bobot tongkol/plot tidak diuji LSD, menurut uji LSI semua kultivar

yang diuji mempunyai nilai bobot tongkol/plot melebihi kultivar pembanding (Lokal). Pada pemupukan urea 200 kg/ha karakter bobot tongkol/plot tertinggi diraih oleh kultivar E, F, dan C serta yang terendah adalah kultivar Lokal dimana kultivar lainnya memiliki nilail bobot tongkol/plot diantara kedua nilai tersebut, berdasarkan analisis terdapat variasi dan perbedaan yang nyata. Semua kultivar yang diuji memiliki nilai bobot tongkol/plot melebihi kultivar pembanding (Lokal).

Pada Tabel 4 di pemupukan N 400 kg/ha karakter bobot tongkol/ha tidak diuji LSD, menurut uji LSI semua kultivar yang diuji mempunyai nilai bobot tongkol/plot melebihi kultivar pembanding (Lokal). Pada pemupukan urea 200 kg/ha karakter bobot tongkol/ha tertinggi diraih oleh kultivar G serta yang terendah adalah kultivar Lokal dimana kultivar lainnya memiliki nilail bobot tongkol/plot diantara kedua nilai tersebut, berdasarkan analisis terdapat variasi dan perbedaan yang nyata. Semua kultivar yang diuji memiliki nilai bobot tongkol/plot melebihi kultivar pembanding (Lokal).

Pada Tabel 5 di pemupukan N 400 kg/ha karakter bobot biji/tongkol tidak diuji LSD, menurut uji LSI semua kultivar yang diuji mempunyai nilai bobot tongkol/plot melebihi kultivar pembanding (Lokal). Pada pemupukan N 200 kg/ha karakter bobot biji/tongkol tertinggi diraih oleh kultivar G, F, E dan A serta yang terendah adalah kultivar Lokal dimana kultivar lainnya memiliki nilail bobot biji/tongkol diantara kedua nilai tersebut, berdasarkan analisis terdapat variasi dan perbedaan yang nyata. Semua kultivar yang diuji memiliki nilai bobot biji/tongkol melebihi kultivar pembanding (Lokal).

(8)

278 Ruchjaniningsih, dan Muh.Thamrin : Penampilan Fenotipik Karakter Penting pada Genotipe Jagung Toleran N Rendah dan Berumur Genjah di Lahan Kering Bantaeng Sulawesi Selatan

Tabel 5. Hasil Uji Lanjut Interaksi G x L Pemupukan dan Analisis Uji Least Significant Increase (LSI) Karakter Diameter Tongkol (mm), Bobot Tongkol/plot (kg), Bobot biji/tongkol(gr) dan Bobot 1000 biji (gr) di Dusun Bontocinde

KARAKTER GENOTIPE 1 BB/tkl 2 1 B1000bj 2 A 132.0 0* 134.0 * ef 296.67 * f 303.33 * B 113.33 * 110.67 * b 290.0 * f 270.0 C 120.67 * 121.67 * c 266.67*bcd 306.67 * D 109.33 * 122.33 *cd 246.67 ab 280.0 E 140.67 * 136.0 * ef 286.67 * f 303.33 * F 114.33 * 136.67 * ef 286.67 * f 326.67 * G 117.0 * 145.67 * f 280.0 * ef 323.33 * H 107.0 * 133.67 * e 250.0 *abc 300.0 * LOKAL 94.33 92.0 a 240.0 a 276.67 LOKAL+LSI 103.599 100.397 248.742 287.325 Keterangan:

Nilai rata-rata yang diikuti huruf yang sama pada satu baris menunjukkan tidak ada perbedaan yang nyata

* = berbeda nyata dengan kultivar pembanding pada satu kolom menurut uji LSI 1 = pemupukan N 400 kg/ha

2 = pemupukan N 200 kg/ha

Bb/tkl=Bobot biji/tongkol(gr) dan B1000bj=Bobot 1000 biji Pada Tabel 5 di pemupukan N 400

kg/hakarakter bobot 1000 biji tertinggi diraih oleh kultivar A, B, E, F dan G Semua kultivar yang diuji memiliki nilai bobot 1000 biji melebihi kultivar pembanding (Lokal). Pada pemupukan N 200 kg/ha karakter bobot 1000 biji tidak diuji LSD, menurut uji LSI kultivar A, C, E, F, G dan H memiliki nilai bobot 1000 biji melebihi kultivar pembanding (Lokal).

Berdasarkan hasil yang diutarakan diatas terjadinya interaksi genotipe dengan lingkungan (pemupukan) atau terjadi perbedaan yang nyata menunjukkan bahwa genotipe-genotipe yang dianalisis mengalami perubahan peringkat pada kedua peringkat lingkungan. Artinya pada lingkungan pemupukan tinggi suatu genotipe akan memiliki penampilan yang berbeda dengan lingkungan pemupukan yang rendah. Sebaliknya pada karakter-karakter yang tidak menunjukkan interaksi genotype x lingkungan (pemupukan), menunjukkan bahwa genotipe-genotipe yang dianalisis tidak mengalami perubahan peringkat pada kedua lingkungan. Artinya pada lingkungan pemupukan rendah dan tinggi suatu genotipe akan memiliki

penampilan yang sama. Menurut Sujiprihati et al (2006); Vargas et al (1998) penampilan suatu karakter tanaman sangat dipengaruhi oleh faktor lingkungan dan interaksi lingkungan x genotype dimana lingkungan berpengaruh lebih besar.

Karakter pada genotipe-genotipe yang mendapat perlakuan lingkungan pemupukan urea rendah sebagian besar memperlihatkan penampilan yang lebih baik daripada penampilan genotipe-genotipe pada lingkungan pemupukan urea tinggi. pemberian pupuk urea dengan takaran 200-400 kg/ha memberikan efisiensi pemupukan (setiap kg hasil jagung yang diperoleh dari setiap kg pupuk urea yang diberikan). Hasil penelitian di Balitsereal Maros dengan menggunakan tiga varietas hibrida dan dua varietas komposit menunjukkan bahwa takaran pupuk urea yang optimal untuk varietas hibrida adalah 420 kg/ha sedangkan untuk varietas komposit 350 kg/ha (M. Akil dan H. A. Dahlan 2008)

(9)

279 Seminar Nasional Serealia 2011 KESIMPULAN

1. Hasil penelitian menunjukkan bahwa di lokasi Bontocinde (lahan kering) respon pemupukan N 200 kg/ha berpengaruh lebih baik terhadap karakter-karakter yang diamati dari pemupukan N 400 kg/ha.

2. Kultivar yang mempunyai potensi produksi tinggi di lahan kering adalah kultivar G (12.80 t/ha) dan F (12.18 t/ha)

3. Semua kultivar yang diuji berumur genjah (75.76 – 84 hst)

4. Genotipe A, B, C, D, E dan F unggul dalam karakter-karakter yang diamati dibandingkan dengan kultivar pembanding.

DAFTAR PUSTAKA

Balitsereal. 2007. Deskripsi Varietas Unggul Jagung. Balai Penelitian Tanaman Serealia.

Baihaki, A. 2000. Teknik Rancang dan Analisis Penelitian Pemuliaan. Fakultas Pertanian Universitas Padjadjaran. Bandung.

Dowswell, C.R. R.L.Paliwal, and R. P.Cantrell. 1996. Maize in The Third World. Westview Press. Gomez, K.A., A.A. Gomez. 1985. Statistical

Procedures for Agricultural Research. John Willey & Sons, Inc. Canada. 680 p.

Hairiah, K., Van Noordwijk M dan Cadisch G, 2000. Carbon and Nitrogen balance of three cropping systems in N. Lampung. Neth.J. Agric. Sci. 48(2000): 3-17.

Halliday, D.J. dan M.E. Trenkel. 1992. IFA World Fertilizer Use Manual. International Fertilizer Industry Association, Paris.

Hill, J. 1975. Genotype x Environment interaction a chalanges for plant breeding. J.Agric. Sci. 85:477-493. Hopkins.1999. Introduction to Plant

Physiology. Jhon Wiley and Sons, New York, NY.

Jones, J.B., B. Wolf, dan H.A. Mills. 1991. Plant Analysis Handbook. A practical sampling, preparation, analysis, and interpretation guide. Micro-Macro Publishing, Inc. Jones, D.L., dan K. Kielland. 2002. Soil

amino acid turnover dominates the nitrogen flux in permafrost-dominated taiga forest soils. Soil Biol. Biochem. 34:209–219.

M. Akil dan Hadijah A. Dahlan. 2008. Budi Daya Jagung dan Diseminasi Teknologi Balai Penelitian Tanaman Serealia, Maros

Neny Iriany dan Andi Takdir, M. 2007. Warta Penelitian dan Pengembangan Pertanian. Vol 19. No. 4 (2007)

Singh, D.P., N.S. Rana dan R.P.Singh. 2000. Growth and yield of winter maize (Zea mays L) as influenced by intercrops and nitrogen application. Indian J.Agron., 45:515-519.

Subandi, I. Manwan, and A. Blumenschein. 1988. National Coordinated Research Program: Corn. Central Research Institute for Food Crops. Bogor. p.83.

Soepartini, M., Nurjaya, A. Kasno, S. Ardjakusumah, Moersidi S., dan J. Sri Adiningsih. 1994. Status hara P dan K serta sifat-sifat tanah sebagai penduga kebutuhan pupuk padi sawah di Pulau Lombok. Pemb. Pen. Tanah dan Pupuk 12 : 23-34.

S. Sujiprihati, M. Syukur dan R. Yunianti, 2006. Analisis Stabilitas Hasil Tujuh Populasi Jagung Manis Menggunakan Metode Additive

Main Effect Multiplicative

Interaction (AMMI). Bul. Agron.

(34) (2) 93 – 97.

Vargas, M., J. Crossa, K. Sayre, M. Reynolds, M. E. Ramirez, M. Talbot. 1998. Interpreting genotype x environment interaction in wheat by Partial Least Square Regression. Crop Sci. 38 (3) : 379 – 689.

(10)

284 Ruchjaniningsih, dan Muh.Thamrin : Penampilan Fenotipik Karakter Penting pada Genotipe Jagung Toleran N Rendah dan Berumur Genjah di Lahan Kering Bantaeng Sulawesi Selatan

Gambar

Tabel 1.  F Hitung Karakter Komponen Hasil dan Hasil pada Lingkungan Pemberian Pupuk  N 400 kg/ha dan 200 kg/ha Sembilan Genotipe Jagung di Dusun Bontocinde
Tabel  3.    Hasil  Uji  Lanjut  Interaksi  G  x  L  Pemupukan  dan  Analisis  Uji  Least  Significant  Increase (LSI)  Karakter Umur berbunga jantan 50%, Umur masak, Tinggi letak  tongkol (cm), dan Jumlah Tongkol di Dusun Bontocinde
Tabel  4.    Hasil  Uji  Lanjut  Interaksi  G  x  L  Pemupukan  dan  Analisis  Uji  Least  Significant  Increase  (LSI)    Karakter Panjang  Tongkol  (cm),  Diameter  Tongkol(mm),  Bobot  tongkol (gr) dan Bobot Tongkol/hektar (ton) di Dusun Bontocinde

Referensi

Dokumen terkait

Kendala-kendala yang di hadapi selama memberikan proses pelayanan kepada masyarakat di Dinas Kependudukan dan Pencatatan Sipil Kota Kediri adalah adanya

F 0,000 pada Tabel 1 memiliki arti bahwa variabel Customer Value dan Word of Mouth secara bersama-sama memiliki pengaruh yang signifikan terhadap Keputusan Berkunjung atau

Kesimpulan: 1) Terdapat hubungan positif antara pengawasan dengan prestasi kerja. Hal ini dapat dilihat dari derajat kekuatan hubungan dalam bentuk koefision korelasi dan

Ahmad Jumari, 2015, ”Sistem Central Lock pada Toyota Kijang Type G 1TR- FE”. Program Studi Teknik Mesin Diploma III, Jurusan Teknik Mesin, Fakultas Teknik, Universitas

Sebelum angket kontrol diri remaja yang mengalami prokrastinasi akademik digunakan pada sampel penelitian yang sesungguhnya, terlebih dahulu dilakukan validasi baik secara

keterangan yang akan memodifikasi atau mengkualifikasi sebutan yang akan diberi nomor kode, agar istilah diagnosis- nya sesuai dengan apa yang dimaksud oleh dokter dalam

Untuk mengetahui bentuk partisipasi dari kelembagaan lokal yang ada dalam mengelola sumberdaya pesisir dan kelautan maka analisis kelembagaan dilakukan dengan

Bagi pemegang rekening efek PT Kustodian Sentral Efek Indonesia (“KSEI”) dalam penitipan kolektif diwajibkan memberikan Daftar Pemegang Saham Perseroan yang