qwe
MAKNA TRADISI GUSJIGANG
PADA RUMAH KAUM SANTRI PEDAGANG
DI KOTA LAMA KUDUS
LAPORAN HASIL
DATA LAPANGAN
DISERTASI
Oleh:
AGUNG BUDI SARDJONO
L5B009001
PROGRAM DOKTOR TEKNIK ARSITEKTUR DAN PERKOTAAN
FAKULTAS TEKNIK UNIVERSITAS DIPONEGORO
SEMARANG
2016
v
HALAMAN PRIBADI
Apabila telah ditunaikan shalat,
Maka bertebaranlah kamu di muka bumi mencari karunia Allah, Dan ingatlah Allah banyak-banyak supaya kamu beruntung.
Qs Al Jumu’ah: 10
Kupersembahkan buku ini pada almarhum prof. Eko, pak Galih, Bapak dan Lik Ndo. Para pembimbingku di kampus dan di lapangan
Semoga arwah beliau semua diterima di sisi Allah SWT.
vi
SURAT PERNYATAAN
Dengan ini saya menyatakan bahwa dalam Disertasi ini merupakan hasil karya sendiri dan bukan merupakan hasil karya tulis tulis pihak lain yang pernah diajukan untuk memperoleh gelar kesarjanaan di suatu Perguruan Tinggi. Sepanjang pengetahuan saya, di dalam naskah disertasi ini juga tidak terdapat karya atau pendapat yang pernah ditulis, dimuat dan diterbitkan oleh pihak lain tanpa mencantumkan sumbernya sesuai kaidah penulisan karya ilmiah.
Semarang, Juni 2016
vii
ABSTRAK
Globalisasi menyebabkan krisis identitas yang mendorong upaya penggalian nilai-nilai kebudayaan lokal. Masyarakat Kudus adalah masyarakat Santri Pedagang. Kehidupan beribadah dan berdagang menjadi pola kegiatan khas masyarakat, disebut Gusjigang. Di sisi lain arsitektur rumah tradisional Kudus dan lingkungan permukimannya mempunyai bentuk dan tata ruang yang khas pula. Sayang sekali rumah-rumah tradisional tersebut makin menyusut karena berubah, rusak ataupun dijual. Karakteristik yang kuat pada kebudayaan masyarakat Kudus di satu sisi dan kekhasan arsitektur rumah tradisional Kudus di sisi lain mengarah pada pertanyaan: bagaimana kaitan antara tradisi Gusjigang pada masyarakat Santri Pedagang di Kudus dengan wujud arsitektur rumah tinggalnya?, apa makna yang terkandung di balik arsitektur rumah tradisional Kudus yang khas tersebut?. Penelitian bertujuan untuk mengungkap makna bertempat tinggal masyarakat Kudus.
Penelitian mengambil lokasi di daerah kota lama Kudus, biasa disebut Kudus kulon. Kawasan ini berpusat di masjid Menara, meliputi desa Kauman, Kerjasan, Langgar Dalem, Janggalan serta Demangan. Lingkungan permukiman relatif masih sedikit mengalami perubahan dibanding kawasan kota yang lain, rumah-rumah tradisional masih banyak dijumpai. Sampai saat ini sebagian besar masyarakat setempat masih memegang tradisi dengan kuat. Penelitian berada di bawah paradigma penelitian Naturalistik, dengan metoda Kualitatif. Pendekatan penelitian menggunakan Etnografi yang disesuaikan dengan kebutuhan bidang arsitektur. Langkah-langkah penelitian diawali dengan melakukan pengamatan menyeluruh pada kawasan kota lama Kudus. Fokus amatan kemudian diarahkan pada aktivitas keseharian pada aspek keagamaan serta perdagangan, dua aspek kehidupan yang dominan pada masyarakat. Di sisi lain pengamatan fisik dilakukan pada arsitektur rumah tinggalnya pada cakupan mikro (rumah), meso (kelompok rumah) serta makro (kawasan Kudus kulon). Pengamatan ini menghasilkan gambaran spesifik pola aktivitas masyarakat Kudus kulon serta wadahnya.
Kajian dilakukan dengan mengkaitkan antara pola aktivitas dengan wadah yang dikelompokkan dalam enam tema bahasan, yakni: Ruang Ngaji dan Dagang; Ruang Publik dan Prifat; Ruang Sakral dan Profan; Ruang Proteksi dan Interaksi; Ruang Laki-laki dan Perempuan serta Ruang Adaptasi. Lima tema awal menggambarkan nilai dualitas yang ada dalam kehidupan masyarakat Kudus, dinamakan Ruang Habluminallah dan Ruang Habluminannas. Dalam susunannya, ruang Habluminallah adalah ruang pusat atau ruang dalam yang berorientasi vertikal, sementara ruang Habluminannas adalah ruang tepi atau ruang luar yang berorientasi horisontal. Tema ruang adaptasi menggambarkan upaya menyeimbangkan dan menyelaraskan kesatuan dualitas tersebut yang dinamakan ruang Gusjigang. Batas antara dua ruang tersebut menjadi penting untuk mengatur hubungan diantara keduanya. Dari konsep tersebut dapat disusun teori bahwa bagi masyarakat Kudus, rumah adalah kesatuan dari ruang berketuhanan dan ruang berkemasyarakatan.
viii
ABSTRACT
Globalization led to an identity crisis that pushed the exploration efforts of local cultural values. Kudus society is a Santri Pedagang. Life worship and trade into a pattern of a typical community activities, called Gusjigang. On the other hand the traditional architecture of the houses of Kudus and settlement environment has the shape and layout of a typical well. Unfortunately the traditional houses are waning because change, break or sold. Characteristics of a strong cultural ties Kudus society on the one hand and the uniqueness of the Kudus traditional house architecture on the other hand leads to the question: how the relationship between Gusjigang tradition in society of Kudus Santri Pedagang with the form of their architectural houses?, what was contained behind the typical of the Kudus traditional house architecture?. The study aims to reveal the meaning of the Kudus people reside.
The study took place in the old town of the Kudus area, commonly called Kudus Kulon. This area is centered on the Menara mosque, covering the Kauman, Kerjasan, Langgar Dalem, Janggalan and Demangan villages. Housing environment has been relatively little change compared to other urban areas, traditional houses are still prevalent. Until now, most of the local community with a tradition still holds strong. Research is under Naturalistic research paradigm, with qualitative methods. Ethnographic research approach using tailored to the needs of the field of architecture. Research begins with a thorough observation on the old town of Kudus area. The focus of observation is then directed at the religious aspect of everyday activities as well as trade, the two dominant aspects of life in society. On the other hand physical observations made on the architecture of their home on the micro scope (house), meso (group house) and macro (Kudus Kulon area). These observations produce a description of the specific patterns of activity Kudus Kulon society and the case.
The analysis was conducted with the linking patterns of activity with containers that are grouped into six theme of discussion, namely: Ngaji and Dagang Space; Public and Privat space; Sacred and Profane space; Protection and Iinteraction space; Men and Women Space and Adaptation space. Five initial theme describes the value of the duality that exists in Kudus people's lives, called Habluminallah Space and Habluminannas Space. In its structure, the Habluminallah space is a center room with vertically oriented, while the Habluminannas space is an edge of space or outdoor space with horizontally oriented. The theme of Adaptation space illustrates efforts to balance and harmonize the unity of duality called Gusjigang space. The boundary between these two spaces is important to regulate the relationship between them. From the concept can be structured theory that for the Kudus people, home is the unity of space for worship and social activity.
ix
DAFTAR ISI
HALAMAN JUDUL
...
iiiLEMBAR PENGESAHAN
...
iv
HALAMAN PRIBADI ...
vSURAT PERNYATAAN
...
viABSTRAK
...
viiABSTRACT
...
viiiDAFTAR ISI ...
ix
DAFTAR GAMBAR
...
xiiGLOSARIUM
... xvKATA PENGANTAR ...
xxBAB I PENDAHULUAN
...
11.1. Latar Belakang ... ... 1
1.1.1. Globalisasi dan Penggalian Kebudayaan Lokal ... 2
1.1.2. Rumah Sebagai Cermin Kebudayaan ... 3
1.1.3. Kebudayaan Pesisir Jawa di Kudus dan Arsitektur Rumah Tinggalnya ... 4
1.2. Permasalahan ... 7
1.3. Tujuan dan Sasaran Penelitian ... 9
1.4. Manfaat Penelitian ... 10
1.5. Alur Penulisan ... 10
BAB II TINJAUAN REFERENSI
... 142.1. Kebudayaan ... 15
2.1.1. Arti Kebudayaan ... 15
2.1.2. Unsur dan Wujud Kebudayaan ... 16
2.1.3. Perubahan Kebudayaan ... 17
2.2. Arsitektur dan Kebudayaan ... 19
2.2.1. Kaitan Arsitektur, Kebudayaan dan Lingkungan ... 19
2.2.2. Arsitektur Tradisional ... 21
2.2.3. Rumah dan Lingkungan Permukiman ... 23
2.3. Kebudayaan Pesisir Jawa dan Arsitektur Rumah Tinggalnya ... 26
2.3.1. Kebudayaan Jawa ... 26
2.3.2. Kebudayaan Pesisir ... 28
2.3.3. Kebudayaan Pesisir di Kudus. Masyarakat Santri Pedagang ... 29
2.4. Penelitian-penelitian Terkait ... 34
2.5. Fokus Penelitian ... 39
BAB III METODA PENELITIAN
...
453.1. Penelitian Arsitektur dan Kebudayaan ... 45
3.2. Memilih Metoda Penelitian Kualitatif ... 47
3.3. Memilih Pendekatan Etnografi ... 49
3.4. Langkah-langkah Penelitian ... 54
BAB IV GAMBARAN KAWASAN KUDUS KULON DAN MASYARAKATNYA
624.1. Gambaran Umum Kawasan Kudus Kulon. Kota Lama Kudus ... 62
4.1.1. Sejarah Perkembangan Kota ... 64
4.1.2. Tradisi Gusjigang ... 68
4.1.2.1. Keberadaan Tradisi Gusjigang Pada Masyarakat Kudus Kulon ... 69
4.1.2.2. Keteladanan Nabi Muhammad SAW, Sunan Kudus dan Para Ulama 71 4.2. Perikehidupan Masyarakat Kudus kulon. Kaum Santri Pedagang ... 73 4.2.1. Kehidupan Ngaji. Upaya Merengkuh Kesejahteraan Kehidupan Ukhrowi 73
x
4.2.1.1. Kegiatan Ngaji di Rumah ... 74
4.2.1.2. Kegiatan Ngaji di Kelompok Rumah ... 78
4.2.1.3. Kegiatan Ngaji di Kudus Kulon ... 81
4.2.2. Kehidupan Dagang. Menggapai Kesejahteraan Kehidupan Duniawi ... 90
4.2.2.1. Kegiatan Dagang di Rumah ... 92
4.2.2.2. Kegiatan Dagang di Kelompok Rumah ... 93
4.2.2.3. Kegiatan Dagang di Kudus Kulon ... 96
4.3. Lingkungan Kudus Kulon, Kota Lama yang Masih Bertahan ... 99
4.3.1. Kasus-kasus Rumah dan Kelompok Rumah ... 100
4.3.1.1. Rumah Keluarga Pak Ma’sum di Langgar Dalem ... 100
4.3.1.2. Rumah Keluarga Ibu Kasiati di Langgar Dalem ... 102
4.3.1.3. Rumah Keluarga Pak Huda di Damaran ... 104
4.3.1.4. Rumah Keluarga Mbah Salamah di Kerjasan ... 107
4.3.1.5. Rumah-rumah Deret di Kauman ... 109
4.3.1.6. Rumah-rumah Tunggal di Langgar Dalem ... 111
4.3.2. Rumah Tradisional Kudus ... 113
4.3.2.1. Tata Ruang ... 114 4.3.2.2. Tampilan Bangunan ... 123 4.3.2.3. Konstruksi ... 127 4.3.2.4. Elemen Arsitektur ... 132 4.3.2.5. Ornamentasi ... 135 4.3.3. Kelompok Rumah ... 137 4.3.3.1. Rumah-rumah Deret ... 138 4.3.3.2. Rumah-rumah Tunggal ... 140
4.3.3.3. Halaman Dalam Konteks Lingkungan ... 143
4.3.3.4. Jalan Lingkungan ... 144
4.3.3.5. Masjid Lingkungan ... 146
4.3.3.6. Tempat Usaha ... 148
4.3.4. Kawasan Kota Lama ... 149
4.3.4.1. Masjid Menara. Pusat Lingkungan Kota Lama ... 150
4.3.4.2. Permukiman Tradisional ... 152
4.3.4.3. Jaringan Jalan. Gang, Lorong dan Jalan Pintas ... 154
4.3.4.4. Masjid dan Langgar. Tempat Ngibadah ... 155
4.3.4.5. Madrasah dan Pondok Pesantren. Tempat Ngaji ... 156
4.3.4.6. Pasar, Toko dan Tempat Usaha. Tempat Dagang ... 157
4.4. Keragaman, Perubahan dan Perkembangan ... 159
4.4.1. Keragaman ... 159
4.4.2. Perubahan ... 161
4.4.3. Perkembangan ... 163
BAB V KAJIAN PENELITIAN : KAITAN AKTIVITAS GUSJIGANG DAN RUMAH
KUDUS………
1705.1. Kajian Setting ... 171
5.1.1. Ruang-ruang Ngaji dan Dagang ... 171
5.1.1.1. Ruang-ruang Ngaji ... 171
5.1.1.2. Ruang-ruang Dagang ... 178
5.1.2. Ruang-ruang Publik dan Privat ... 184
5.1.3. Ruang-ruang Sakral dan Profan ... 191
5.1.4. Ruang-ruang Proteksi dan Interaksi ... 196
5.1.5. Ruang Gender. Ruang-ruang Laki-laki dan Perempuan... 201
5.1.6. Ruang Adaptasi ... 205
5.2. Konsep Dualitas Dalam Masyarakat Kudus kulon ... 210
5.2.1. Ruang Habluminallah ... 214
5.2.2. Ruang Habluminannas ... 218
5.2.3. Kesatuan Ruang Habluminallah dan Habluminannas. Ruang Gusjigang ... 220
5.3. Menyusun Bangunan Teori Ruang Gusjigang ... 228
5.3.1 Bangunan Teori Ruang Gusjigang ... 229 5.3.2 Dialog Teori. Ruang Gusjigang Dalam Konstelasi Teori Rumah Tradisional Jawa 231
xi
5.3.3 Ruang Gusjigang dan Masyarakat Kudus Saat Ini ... 235
BAB VI KESIMPULAN
... 2406.1. Kesimpulan ... 240
6.2. Saran ... 241
DAFTAR ACUAN
... 243xii
DAFTAR GAMBAR
Gambar I-1 Bagan Pendahuluan ... 1
Gambar I-2 Peta Kebudayaan Jawa ... 5
Gambar I-3 Gambaran Kawasan Kota Lama Kudus ... 6
Gambar I-4 Bagan Alur Penulisan ... 11
Gambar II-1 Diagram Kaitan Topik Bahasan ... 14
Gambar II-2 Bagan Tinjauan Pustaka ... 15
Gambar II-3 Diagram Unsur dan Wujud Kebudayaan ... 17
Gambar II-4 Diagram Perubahan Kebudayaan ... 18
Gambar II-5 Arsitektur Sebagai Perantara ... 19
Gambar II-6 Diagram Kaitan Arsitektur, Kebudayaan dan Lingkungan ... 20
Gambar II-7 Makna Ruang, Tempat dan Arsitektur ... 22
Gambar II-8 Kesatuan Bentuk Fisik Rumah ... 24
Gambar II-9 Kedudukan Elemen dalam Kebudayan ... 25
Gambar II-10 Peta Wilayang Kebudayaan Jawa ... 26
Gambar II-11 Ragam Bentuk Rumah Jawa Menurut Atapnya ... 27
Gambar II-12 Peta Kabupaten Kudus, Kota Kudus dan Kawasan Kudus kulon ... 29
Gambar II-13 Lingkungan Permukiman Kudus kulon ... 31
Gambar II-14 Rumah Tradisional Kudus ... 32
Gambar II-15 Penelitian Terkait, Fokus Penelitian ... 40
Gambar III-1 Bagan Metoda Penelitian ... 45
Gambar III-2 Bagan Peran Sketsa Dalam Langkah-langkah Penelitian ... 51
Gambar III-3 Contoh Gambar Sketsa Lapangan ... 52
Gambar III-4 Bagan Langkah-langkah Penelitian ... 54
Gambar IV-1 Bagan Pengamatan ... 62
Gambar IV-2 Peta dan Gambaran Kawasan Kota Lama Kudus ... 63
Gambar IV-3 Peta Perkembangan Kota Kudus Masa Awal Sampai Masa Kerajaan Mataram 64
Gambar IV-4 Peta Perkembangan Kota Kudus Masa Kolonial Sampai Dekade ‘80an 66
Gambar IV-5 Kegiatan Ngaji di Rumah ... 75
Gambar IV-6 Kegiatan Ngaji di Kelompok Rumah ... 79
Gambar IV-7 Kegiatan Ngaji di Masjid Menara ... 82
Gambar IV-8 Acara Bukak Luwur Sunan Kudus ... 85
Gambar IV-9 Acara Dandangan Menyambut Datangnya Bulan Ramadlan ... 86
Gambar IV-10 Bagan Gambaran Kegiatan Ngaji ... 89
Gambar IV-11 Kegiatan Dagang di Rumah ... 93
Gambar IV-12 Kegiatan Dagang di Kelompok Rumah ... 94
Gambar IV-13 Kegiatan Dagang di Kawasan Kudus Kulon ... 96
Gambar IV-14 Bagan Gambaran Kegiatan Dagang ... 99
Gambar IV-15 Rumah Pak H. Ma’sum ... 100
Gambar IV-16 Gambaran Rumah Pak H. Ma’sum ... 101
Gambar IV-17 Rumah Keluarga Ibu Kasiati ... 103
Gambar IV-18 Gambaran Rumah Ibu Kasiati ... 104
Gambar IV-19 Rumah Keluarga Pak Huda ... 105
Gambar IV-20 Gambaran Rumah Pak Huda ... 106
Gambar IV-21 Rumah Keluarga Mbah Salamah ... 108
Gambar IV-22 Gambaran Rumah Keluarga Mbah Salamah ... 109
Gambar IV-23 Rumah-rumah Deret di Kauman ... 110
Gambar IV-24 Gambaran Rumah-rumah Deret di Kauman ... 111
Gambar IV-25 Rumah-rumah Tunggal di Langgar Dalem ... 112
Gambar IV-26 Gambaran Rumah-rumah Tunggal di Langgar Dalem ... 113
Gambar IV-27 Dalem ... 114
Gambar IV-28 Pawon ... 116
Gambar IV-29 Jogosatru ... 117
xiii
Gambar IV-31 Sisir ... 119
Gambar IV-32 Halaman ... ... 120
Gambar IV-33 Sirkulasi dan Hirarki Kesakralan ... 122
Gambar IV-34 Tampilan Rumah Kudus ... 123
Gambar IV-35 Tampilan Rumah Dari Luar Pekarangan ... 124
Gambar IV-36 Tampilan Rumah Dari Dalam Pekarangan ... 126
Gambar IV-37 Tampilan Sisir dan Pekiwan ... 127
Gambar IV-38 Konstruksi Pondasi dan Lantai ... 128
Gambar IV-39 Konstruksi Dinding Kayu ... 129
Gambar IV-40 Konstruksi Atap Brunjung ... 130
Gambar IV-41 Konstruksi Atap Pananggap ... 131
Gambar IV-42 Konstruksi Atap Kampung Pada Pawon ... 132
Gambar IV-43 Pintu-pintu Jogosatru ... 133
Gambar IV-44 Pintu Utama Dalem ... 133
Gambar IV-45 Fariasi Bentuk Kerbil ... 134
Gambar IV-46 Ukiran Kayu ... 135
Gambar IV-47 Pola Dasar Rumah dan Konfigurasinya Pada Kelompok Rumah ... 137
Gambar IV-48 Rumah-rumah Deret di Belakang Masjid Menara ... 139
Gambar IV-49 Rumah-rumah Tunggal di Langgar Dalem ... 140
Gambar IV-50 Rumah-rumah Tunggal di Sisi Jalan Utama ... 142
Gambar IV-51 Halaman Privat dan Halaman Publik ... 143
Gambar IV-52 Pola Jalan Lingkungan ... 145
Gambar IV-53 Masjid Lingkungan di Damaran ... ... 147
Gambar IV-54 Tempat Usaha ... 148
Gambar IV-55 Denah dan Tampak Masjid Menara Kudus ... 150
Gambar IV-56 Gambaran Permukiman Tradisional ... 153
Gambar IV-57 Jalan, Gang, Lorong dan Jalan Pintas di Kudus Kulon ... 154
Gambar IV-58 Masjid dan Langgar di Kudus Kulon ... 155
Gambar IV-59 Madrasah dan Pondok Pesantren di Kudus Kulon ... 156
Gambar IV-60 Tempat Dagang di Kudus Kulon ... 158
Gambar IV-61 Keragaman Atap Rumah Tradisional Kudus ... 159
Gambar IV-62 Keragaman Bangunan Pawon dan Sisir ... 160
Gambar IV-63 Perubahan Kesakralan Dalem ... 162
Gambar IV-64 Pemecahan Tapak ... 164
Gambar V-1 Bagan Kajian Penelitian ... 170
Gambar V-2 Ruang-ruang Ngaji di Rumah ... 172
Gambar V-3 Ruang-ruang Ngaji Pada Cakupan Kelompok Rumah dan Kawasan 174 Gambar V-4 Ruang-ruang Ngaji Pada Madrasah dan Pondok Pesantren ... 175
Gambar V-5 Ruang Ngaji Pada Pusat Kawasan. Masjid Menara ... 176
Gambar V-6 Ruang Dagang di Rumah ... 178
Gambar V-7 Ruang Dagang yang Terpisah Dari Rumah ... 179
Gambar V-8 Ruang Dagang di Kawasan Kudus Kulon ... 181
Gambar V-9 Setting Ruang Dagang Pada Acara Bukak Luwur dan Dandangan 182 Gambar V-10 Ruang Publik dan Ruang Privat Pada Dalem dan Bangunan Utama 185 Gambar V-11 Halaman Sebagai Ruang Publik dan Privat ... 187
Gambar V-12 Ruang Publik dan Privat di Lingungan Permukiman ... 188
Gambar V-13 Ruang Publik dan Privat di Kawasan Kudus Kulon ... 189
Gambar V-14 Hirarki Ruang Publik dan Privat Pada Berbagai Cakupan ... 190
Gambar V-15 Ruang Sakral dan Profan Pada Dalem dan Bangunan Utama ... 191
Gambar V-16 Ruang Sakral dan Profan Pada Tapak Rumah ... 193
Gambar V-17 Ruang Sakral dan Profan Pada Kelompok Rumah ... 194
Gambar V-18 Ruang Sakral dan Profan Pada Lingkungan Permukiman ... 195
Gambar V-19 Ruang Sakral Pada Kawasan Kudus Kulon ... 196
Gambar V-20 Ruang Proteksi dan Interaksi di Rumah ... 197
Gambar V-21 Ruang Proteksi dan Interaksi di Kelompok Rumah ... 198
Gambar V-22 Ruang Proteksi dan Interaksi di Komplek Masjid Menara ... 199
Gambar V-23 Ruang Laki-laki dan Perempuan di Rumah ... 201
xiv
Gambar V-25 Ruang Laki-laki dan Perempuan di Pekarangan ... 203
Gambar V-26 Ruang Laki-laki dan Perempuan di Kelompok Rumah dan Kawasan 204 Gambar V-27 Adaptasi Ruang Pawon dan Ruang Luar ... 205
Gambar V-28 Adaptasi Ruang Terhadap Kondisi Iklim Setempat ... 207
Gambar V-29 Adaptasi Tata Ruang Kawasan Kudus Kulon ... 209
Gambar V-30 Bagan Konsep Dualitas ... 211
Gambar V-31 Ruang Habluminallah ... 214
Gambar V-32 Ruang Habluminannas ... 219
Gambar V-33 Konsep Kesatuan Ruang Habluminallah dan Habluminannas ... 224
Gambar V-34 Konsep Ruang Gusjigang ... 227
Gambar V-35 Konsep Batas Dinding Pemisah ... 228
xv
GLOSARIUM
Abangan : Penganut muslim namun mencampurnya
dengan kepercayaan nenek moyang (sinkretis)
Abon : Pembagian kerja pada industri rumah tangga di
Kudus dengan menyebarkan proses produksi ke tetangga untuk dikerjakan di rumah.
Adaptasi : Cara makhluk hidup menyesuaikan diri dengan
lingkungannya.
Akhlaq : Tingkah laku seseorang, didorong keinginan
berbuat baik.
Akulturasi : Percampuran kebudayaan.
Almanak : Kalender
Amar ma'ruf nahi munkar : Mengajak pada kebaikan dan menentang
keburukan/ kejahatan
Antropologi : Ilmu tentang manusia, melalui pengetahuan
sosial dan pengetahuan alam
Apologetis : Pembelaan iman atau keagamaan
Arkeologi : Ilmu tentang sejarah kebudayaan material.
Asimilasi : Peleburan kebudayaan.
Bancik :
Anak tangga dari kayu untuk naik ke ruang Dalem.
Bandongan :
Sistem pengajaran Kelas (bersama-sama) pada Pondok Pesantren
Bebatur : Batur. Pondasi, landasan rumah.
Berjanjen : Dari kata barzanji. Lantunan doa, pujian dan
sejarah Rasulullah SAW. Dilakukan bersama pada acara tertentu.
Berlayar : Memasarkan dagangan ke tempat-tempat yang
jauh dalam waktu lama
Borjuis : Kelas sosial pemilik modal. Orang kaya.
Brunjung : Atap bagian atas dari atap tipe Joglo.
Bukak Luwur : Tradisi upacara mengganti selimut makam
Sunan Kudus. Khol; Haul.
Cagak : Kolom, tiang.
Candi Bentar : Gerbang berbentuk sepasang bangunan
sebangun dan simetris membatasi kanan dan kiri pintu masuk.
Courtyard House : Rumah dengan halaman dalam.
Cultural Sustainable : Kebudayaan yang berkelanjutan. Tradisi
Dagang : Berdagang. Bisnis. Kegiatan berwira usaha.
Dalem : Ruang utama rumah, terletak di bagian dalam.
Dandangan : Tradisi menyambut datangnya bulan suci
Ramadhan.
Deduktif : Bahasan yang menerapkan hal yang umum
dahulu kemudian dihubungkan dengan bagian-bagian yang khusus.
Dikotomi : Pembagian atas dua kelompok yang saling
bertentangan
Dzikrullah : Semata-mata hanya karena Allah
Egaliter : Memiliki sifat sederajat. Tidak mengenal
xvi
Emik : Pengetahuan individual
Empyak : Atap
Etik : Pengetahuan universal
Etnografi : Pendekatan penelitian tentang kebudayaan
khas masyarakat pada daerah tertentu.
Extrinsik : Unsur dari luar.
Fitrah : Asal kejadian, kembali ke asal.
Focus : Pusat perhatian
Gajah Ngombe : Fariasi atap dengan memperpanjang atap
teritisan samping.
Gang : Jalan lingkungan yang lebih lebar dari lorong.
Gebyok : Dinding panil dari kayu
Gedongan : Ruang pada Dalem yang terletak di ujung
tengah. Sentong Tengah. Krobongan. Petanen.
Geladakan : Lantai kayu pada konstruksi panggung.
Ghoiru mahdhah : Ibadah umum, tidak langsung pada Allah.
Globalisasi : Proses integrasi internasional. Mendunia.
Gusjigang : Akronim dari Bagus akhlaknya, pandai mengaji
dan terampil berdagang. Idealisasi orang Kudus.
Habluminallah : Kegiatan yang berhubungan dengan Allah.
Hubungan antara manusia dengan Allah.
Habluminannas : Kegiatan yang berhubungan dengan manusia.
Hubungan antara manusia dengan manusia lain.
Hijab : Pembatas, penghalang, penutup
Ideografik : Hanya berlaku pada tempat dan waktu tertentu.
Induktif : Susunan bahasan dari
permasalahan-permasalahan khusus diakhiri dengan kesimpulan berupa pernyataan umum
Informan kunci : Responden yang menjadi rujukan utama dan
membantu jalannya penelitian.
Intangible : Tidak teraga. Tidak dapat dilihat dan disentuh.
Interpretasi : Makna, tafsir, arti.
Intrinsik : Unsur dari dalam
Islam Puritan : Islam yang menjalankan syariat secara murni,
berdasarkan Al-Qur'an dan Hadits
Islam Sinkretik : Islam yang dipengaruhi ajaran Hindu dan
kepercayaan Anismisme dan Dinamisme
Jogan : Ruang besar di Dalem yang terletak di depan
Gedongan. Jogan kadang juga digunakan untuk menyebut ruang tamu
Jogo Satru : Dari kata jogo: menjaga dan satru: musuh.
Istilah ruang tamu pada rumah tradisional Kudus.
Kasus : Topik bahasan.
Kasidah : Syair epik kesusastraan arab yang dinyanyikan.
Kauman : Daerah yang ditempati masyarakat muslim.
Biasanya terletak di sekitar masjid besar.
Kerbil : Konsol.
Kere : Tirai pembatas dari rangkaian bilah bambu.
Komunalitas : Sifat kemasyarakatan. Kualitas
xvii
Kori : Gerbang berbentuk bangunan dengan lobang
pintu.
Kosmologi : Ilmu yang mempelajari struktur dan sejarah
alam semesta.
Kiai atau Kyai : Guru agama, ulama yang memiliki jama'ah atau
pondok pesantren. Gelar sosial karena perannya dalam bidang keagamaan.
Kromo madyo : Strata bahasa Jawa di atas bahasa ngoko,
dibawah kromo inggil
Labuh : Pulang ke rumah untuk istirahat sambil
mengumpulkan barang dagangan lagi.
Langgar : Masjid kecil, masjid lingkungan yang tidak
menyelenggarakan shalat Jum'at.
Lelayu : Berita duka cita, seseorang meninggal dunia.
Local Wisdom : Kearifan lokal. Tata nilai dan perilaku kehidupan
masyarakat lokal dalam berinteraksi dan beradtasi dengan lingkungannya.
Locus : Tempat
Lorong : Jalan sempit di antara dindng pagar
pekarangan.
Lik : Kependekan dari paklik (pak cilik), paman.
Limasan : Tipe atap rumah dengan empat bidang atap dan
nok (molo) yang panjang.
Lincak : Amben pendek atau balai-balai
Mahdhah : Ibadah khusus, langsung pada Allah.
Manaqib : Kisah atau riwayat hidup orang-orang saleh.
Makna : Arti, pemahaman, maksud yang tersimpul dari
sesuatu.
Makrokosmos : Alam semesta secara keseluruhan. Jagad
besar.
Majlis Ta'lim : Kelompok pengajian
Metode : Cara. Alat untuk mencapai tujuan.
Mikrokosmos Bagian kecil alam semesta. Jagad kecil.
Modus : Cara melakukan.
Ngaji : Membaca kitab suci Qur'an. Mempelajari
al-Qur'an. Belajar.
Ngoko : Strata paling rendah dari bahasa Jawa. Kasar,
tidak mementingkan sopan santun
Nusantara : Wilayah kepulauan yang membentang dari
Sumatra sampai Papua.
Oksidental : Dunia Barat. Orang Barat. Kebaratan
Oriental : Dunia Timur. Orang Timur. Ketimuran
Ortodoks : Kolot
Pagar Kilungan : Pagar pembatas yang mengelilingi pekarangan.
Pananggap : Atap bagian bawah dari atap tipe Joglo.
Pawon : Dari kata pawuan: tempat abu, dapur. Istilah
ruang keluarga pada rumah tradisional Kudus.
Pekarangan : Tapak, kapling, batas kepemilikan tanah.
Pekiwan : MCK. Bagian servis pada rumah tradisional
Kudus. Terdiri dari sumur, bilik mandi dan pelataran cuci jemur.
Pencu : Fariasi tipe atap Joglo di Kudus dengan
xviii
Penggede : Strata sosial atas pada masyarakat Jawa.
Terdiri dari kaum bangsawan, pejabat negara dan masyarakat berpendidikan
Peradaban : Tingkat kebudayaan yang maju.
Pesisir : Dari kata pasir, pantai, sub kebudayaan Jawa
yang berada di sepanjang pantai Utara Jawa Tengah dan Jawa Timur.
Pintu Kere : Pintu geser bagian luar ruang Jogosatru dengan
jeruji kayu.
Priayi : Strata sosial masyarakat Jawa dengan
kedudukan cukup terhormat dan berpendidikan.
Purposif : Bertujuan
Qari' : Pembaca al-Qur'an dengan qiro'ahnya.
Qiro'ah Sab'ah : Tujuh bacaan. Tujuh macam cara membaca
al-Qur'an.
Rahmatan lil alamin : Rahmat (karunia) bagi seluruh alam.
Rawatib : Shalat sunnah yang dikerjakan sebelum dan
sesudah shalat wajib.
Reformis : Pembaharu
Religiositas : Sifat keagamaan. Kualitas keagamaan.
Rong-rongan : Ruang diantara 4 soko Guru di bawah atap
Brunjung.
Santri : Murid. Seseorang yang mengikuti pendidikan
agama Islam. Masyarakat muslim yang saleh.
Sema'an : Membaca kitab suci al-Qur'an dan di dengarkan
atau simak orang lain
Sisir : Bangunan tambahan di depan rumah induk.
Digunakan untuk kegiatan ekonomi.
Sketsa : Gambar cepat.
Soko Geder : Tiang tunggal, penyangga belandar besar di
Jogosatru.
Soko Guru : Kolom utama pada rumah tradisional Jawa yang
menopang atap Brunjung.
Sorogan : Sistem pengajaran individu (satu per satu) pada
Pondok Pesantren
Konstruksi Panggung : Konstruksi lantai yang diangkat dari permukaan
tanah. Terdapat rongga antara lantai dan tanah.
Tacit Knowledge : Pengetahuan tak terkatakan. Ada dalam benak
seseorang sesuai pemahaman, keahlian dan pengalaman.
Tadarus : Belajar al-Qur'an bersama-sama.
Tangible : Teraga. Dapat dilihat dan disentuh.
Taqwa : Melaksanakan perintah dan menjauhi larangan
Allah dengan penuh kesadaran
Tradisi : Kebiasaan. Kegiatan yang telah sejak lama
dila-kukan masyarakat, diwariskan lintas generasi.
Transenden : Cara berpikir yang melampaui hal-hal yang
terlihat yang dapat ditemukan di alam semesta.
Tumpang sari : Susunan balok-baok kayu diatas soko guru.
Ukhrawi : Mengenai akherat
xix
Vernakular (arsitektur) : Arsitektur yang dibangun masyarakat asli sesuai
kebutuhan dan pandangan mereka.
Westernisasi : Proses pembaratan. Masyarakat mengadopsi
budaya barat dalam berbagai bidang.
Wong Cilik : Strata sosial bawah pada masyarakat Jawa.
xx
KATA PENGANTAR
Segala puji bagi Allah seru sekalian alam dipanjatkan atas selesainya penyusunan disertasi dari penelitian berjudul : Makna Tradisi Gusjigang Pada Rumah Kaum Santri
Pedagang di Kota Lama Kudus. Adapun tujuan penelitian adalah untuk menemukan makna
ruang pada rumah tradisional Kudus. Pemahaman tentang rumah tradisional yang pada saat ini mulai luntur, justru pada masyarakat Kudus sendiri, sementara masyarakat luar begitu terpesona dengan keindahan hasil kebudayaan masyarakat Jawa Pesisir ini.
Penelitian dilakukan dengan langsung terjun ke lapangan dan melakukan pengamatan, merekam dengan foto dan sketsa serta melakukan wawancara dengan narasumber. Penelitian ini telah dirintis sejak saya menempuh pendidikan S2, dan menjadi modal untuk memperdalam pengetahuan tersebut di jenjang pendidikan S3.
Ucapan terima kasih saya ucapkan kepada :
- Prof. Dr. Ing. Ir. Gagoek Hardiman selaku Promotor dan Dr. Ir. Eddy Prianto. CES DEA selaku Co Promotor.
- Prof. Dr. Ir. Bambang Setioko, Prof. Dr. Mudjahirin Thohir, Dr. Ir. Asep Yudi Permana, Dr. Ir. Titin Woromurtini MSA dan Dr. Ir. Atik Suprapti selaku penguji.
- Almarhum Prof. Ir. Eko Budihardjo MSc dan almarhum Dr. Ir. Galih Widjil Pangarsa DEA pembimbing-pembimbing awal saya. Semoga arwahnya diterima di sisi Allah SWT - Almarhum Pa Lik Ridlo, Ibu dengan seluruh keluarganya atas ijinnya untuk bisa
melakukan pengamatan serta kesediaan meluangkan waktunya untuk wawancara. - Bapak Dekan Fakultas Teknik Universitas Diponegoro, atas kesempatan dan dana yang
diberikan untuk berlangsungnya penelitian ini.
- Ketua Jurusan Arsitektur Fakultas Teknik Universitas Diponegoro.
- Serta semua pihak yang telah membantu yang tidak dapat disebutkan satu-persatu Dan tidak lupa pula saya ucapkan terima kasih kepada istriku tercinta Nani Handayani dan anak-anakku sayang Adi Putera Pratama dan Adinda Puteri Handayani, atas segala pengertian, do’a dan dukungan moral kalian. Penelitian ini merupakan penelitian awal di Kudus yang mengkaitkan tradisi khas masyarakat dengan rumah tinggal tradisionalnya. Diharapkan penelitian ini dapat menambah pengetahuan mengenai karakter ruang sebagai wadah kegiatan yang spesifik dari suatu masyarakat, dan mejadi cermin dari tradisi yang telah berjalan bertahun-tahun. Saya berharap penelitian ini dapat terus dikembangkan dengan melihat, menggali dan menemukan nilai-nilai lain yang terkandung pada tradisi bermukim di Kudus dan di tempat-tempat lain di Nusantara. Pada akhirnya saya sadari bahwa hasil penelitian ini masih jauh dari harapan dan kesempurnaan. Oleh karena itu kritik dan saran selalu saya harapkan untuk menjadi pelajaran dan bekal pada kegiatan penelitian selanjutnya.
Semarang, 2016 Agung Budi Sardjono