• Tidak ada hasil yang ditemukan

Efektifkah Asuransi Pengangguran Diberik docx

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2018

Membagikan "Efektifkah Asuransi Pengangguran Diberik docx"

Copied!
19
0
0

Teks penuh

(1)

Efektifkah Asuransi Pengangguran Diberikan Kepada Pengangguran di Indonesia?

(Studi Kasus Meningkatnya Pengangguran di Eropa)

Disusun Oleh :

Kelompok 11

Muhammad Nizar Khalifi (25)

Sulis Andy Utama (37)

Teddy Setiawan (38)

Politenik Keuangan Negara STAN

Jurusan Akuntansi

Program Studi Diploma III Akuntansi Alih Program

(2)

Efektifkah Asuransi Pengangguran Diberikan Kepada Pengangguran di Indonesia? (Studi Kasus Meningkatnya Pengangguran di Eropa)

Oleh:

Kelompok 11 (RPS 11: Pengangguran)  Muhammad Nizar Khalifi  Sulis Andy Utama  Teddy Setiawan

1. Latar Belakang

Dalam ilmu makroekonomi, pengangguran adalah masalah yang terberat karena memengaruhi manusia secara langsung. Mayoritas masyarakat menganggap menganggur berarti ketidakmampuan dalam menghadapi kehidupan dan memberikan tekanan mental kepada mereka yang menderitanya. Itu sebabnya dalam setiap kampanye politik, calon-calon penguasa selalu menyelipkan suatu kebijakan dalam memberantas pengangguran.

Kenyataannya pengangguran bukanlah hal yang dapat ditiadakan ke titik nol persen. Setiap hari sebagian pekerja kehilangan atau keluar dari pekerjaannya, sebagian orang lagi yang menganggur diterima bekerja. Ini disebut pengangguran alamiah, yaitu pasang surut yang terjadi secara terus-menerus antara mereka yang bekerja dan mereka yang menganggur dalam suatu angkatan kerja. Tidak semua orang setelah menganggur dapat langsung bekerja, jika jumlah yang kembali bekerja lebih besar daripada yang keluar dari pekerjaan tingkat pengangguran berkurang. Sebaliknya jika jumlah mereka yang berhenti bekerja lebih besar daripada mereka yang mulai bekerja, tingkat pengangguran meningkat.

Semua kebijakan yang bertujuan menurunkan tingkat pengangguran alamiah akan menurunkan tingkat pemutusan kerja atau meningkatkan tingkat perolehan pekerjaan. Demikian pula, semua kebijakan yang memengaruhi tingkat pemutusan kerja atau perolehan pekerjaan akan mengubah tingkat pengangguran alamiah. Salah satu kebijakan yang memengaruhi tingkat pengangguran alamiah adalah Asuransi Pengangguran atau biasa juga disebut Tunjangan Menganggur.

(3)

Dalam paper ini, tim penulis akan mengkaji pengaruh asuransi pengangguran terhadap meningkatnya jumlah pengangguran di Eropa, terutama empat negara Eropa terbesar: Prancis, Jerman, Italia, dan Inggris. Pada Prancis dan Jerman pengangguran berkisar antara dua persen di tahun 1960-an dan berubah menjadi sepuluh persen pada beberapa tahun terakhir. Banyak ahli ekonomi yang percaya masalah ini terjadi salah satunya akibat interaksi kebijakan jangka panjang yaitu besarnya tunjangan menganggur yang dinikmati oleh para pengangguran.

Setelahnya tim penulis akan berusaha menghipotesa sembari menganalisis apabila kebijakan asuransi pengangguran ini diterapkan juga di Indonesia apakah yang akan terjadi? Berkaitan dengan perbedaan kultur, budaya, dan kebiasaan masyarakat Indonesia. Apakah program asuransi pengangguran dapat mengurangi tingkat pengangguran alamiah, atau sejalan dengan yang terjadi di Eropa sana yang malah membuat tingkat pengangguran semakin naik?

2. Meningkatnya Pengangguran di Eropa

Pasar tenaga kerja di Eropa dianggap kaku dan tidak fleksibel yang berujung pada tingginya angka pengangguran. Kesimpulannya, orang-orang Eropa harus melakukan sesuatu pada pasar tenaga kerja mereka atau dalam beberapa tahun ke depan mereka akan menghadapi jumlah pengangguran yang semakin besar.

Negara-negara Eropa yang berbeda memiliki pasar tenaga kerja yang berbeda pula. Hal ini sering kali dikarenakan perbedaan bahasa dan kebudayaan. Sebagai konsukuensinya jumlah pengangguran antar-negara di Eropa pun berbeda-beda seperti kita lihat dalam tabel berikut:

Tabel Tingkat Pengangguran Negara-Negara di Eropa Menurut OECD (Organization for Economic Cooperation and Development)

Finlandia 9,1 5,1 4,0 1,0 10,5 8,9 1,7

Prancis 10,4 9,8 5,4 4,4 10,4 6,5 3,9

Jerman Barat

6,2 6,8 3,7 3,1 5,4 3,2 2,2

Irlandia 15,1 16,1 6,9 9,2 14,8 5,4 9,4

Italia 7,6 6,9 3,1 3,8 8,2 2,9 5,3

Belanda 8,4 10,5 5,0 5,5 7,0 3,5 3,5

Norwegia 4,2 2,7 2,5 0,2 5,5 4,3 1,2

Portugal 6,4 7,6 3,5 4,2 5,0 3,0 2,0

Spanyol 19,7 19,6 8,3 11,3 18,9 9,1 9,7

Swedia 4,3 2,6 2,3 0,3 4,4 4,0 0,4

Swiss 1,8 0,8 0,7 0,1 2,3 1,8 0,5

(4)

Sumber: OECD Employment Outlook, U.K. Employment Trends

Tabel di atas memberikan kita informasi mengenai pengangguran dari masa resesi besar pada awal 1980-an. Kolom pertama memberikan rangkuman sementara kolom lain menyediakan data rata-rata dari dua sub-periode. Poin penting yang langsung terlihat dari variasi negara-negara di Eropa adalah jumlah pengangguran yang membentang di periode 1983 hingga 1996 dari 1,8 persen di Swiss hingga 19,7 persen di Spanyol.

Jika analisa pada tabel itu diperdalam lagi, maka akan muncul dua poin tambahan. Pertama, negara-negara Eropa dengan tingkat pengangguran yang rendah (Austria, Jerman Barat, Norwegia, Portugal, Swedia dan Swiss) tidak dianggap memiliki pasar tenaga kerja yang fleksibel. Di sisi lain, pasar tenaga kerja Inggris selalu dianggap sebagai yang paling fleksibel di Eropa dan ternyata rata-rata tingkat penganggurannya lebih besar dari sebagian besar negara-negara Eropa lain.

Kedua, fakta dari tabel tersebut terlihat bahwa variasi pada tingkat pengangguran jangka pendek secara substantif lebih kecil daripada tingkat pengangguran jangka panjang, dimana pengangguran jangka panjang biasa didefinisikan sebagai lamanya pengangguran lebih dari satu tahun. Sehingga menyikapi pengangguran jangka panjang ini berbeda dengan pengangguran jangka pendek dalam beberapa hal. Pengangguran jangka pendek dapat digunakan pemerintah untuk mengendalikan inflasi sedangkan pengangguran jangka panjang dianggap sebagai beban tambahan bagi suatu negara karena kontribusi mereka yang sangat kecil untuk menahan tingkat penghasilan pada suatu titik yang apabila diteruskan beresiko timbulnya inflasi (OECD, 1993, hal. 94). Pengangguran jangka panjang sangat jauh berada dari pasar tenaga kerja yang aktif dan kehadiran mereka hanya berimbas kecil pada kebijakan sistem penggajian. Jadi jika ditemukan suatu sistem kebijakan mikroekonomi yang tepat dapat mengeliminasi pengangguran jangka panjang, ini akan berkolerasi negatif dengan implikasinya pada ekonomi makro, yaitu dalam pengendalian inflasi tidak diperlukan peningkatan pada tingkat pengangguran jangka pendek.

3. Apa Saja Aspek-Aspek yang Membuat Pasar Tenaga Kerja Meningkatkan Jumlah Pengangguran?

Tujuan kita dalam bagian ini adalah menunjukkan secara tepat aspek-aspek apa pada pasar tenaga kerja yang menghasilkan pengangguran dan yang tidak. Lalu kita bisa mengambil fakta tersebut untuk melihat hubungan dengan tingginya jumlah pengangguran di Eropa.

Pertama-tama mari kita akan menganalisa tabel ketenagakerjaan menurut OECD dari tahun 1989 sampai 1994:

Tabel Pasar Tenaga Kerja I OECD, 1989-1994

(5)

n Asuransi

Finlandia 10 5 63 2 16,4

Prancis 14 6 57 3 8,8

Jerman Barat 15 6 63 4 25,7

Irlandia 12 4 37 4 9,1

Italia 20 7 20 0,5 10,3

Belanda 9 5 70 2 6,9

Norwegia 11 5 65 1,5 14,7

Portugal 18 4 65 0,8 18,8

Spanyol 19 7 70 3,5 4,7

Swedia 13 7 80 1,2 59,3

Swiss 6 3 70 1 8,2

Inggris 7 0 38 4 6,4

Sumber: OECD Jobs Study (1994), Bagian II, Tabel 6.7, kolom 5. OECD Employment Outlook (1994), Tabel 4.8, kolom 6.

Langkah pertama adalah dengan melihat karakteristik tiap pasar tenaga kerja di negara-negara yang berbeda. Tabel di atas memperlihatkan hubungan langsung antara kekakuan pasar tenaga kerja dengan rangkuman statistik perlakuan terhadap para pengangguran. Indeks perlindungan ketenagakerjaan pada kolom 1 disusun oleh OECD berdasarkan pantauan terhadap aturan pemerintah dalam memperkerjakan ataupun memberhentikan tenaga kerja. Setiap negara diurutkan dari 1 sampai 20 dengan 20 sebagai negara dengan peraturan paling ketat. Negara-negara dari Eropa Selatan memiliki aturan yang paling ketat dan ternyata aturan tersebut semakin melemah saat kita beranjak menuju Utara. Swiss, Denmark, dan Inggris memiliki aturan ketenagakerjaan yang paling lemah di Eropa.

Indeks standar ketenagakerjaan pada kolom 2 juga diambil berdasarkan data dari OECD dan mengacu pada seberapa besar pengaruh aturan yang diterapkan pemerintah suatu negara terhadap aspek-aspek di pasar ketenagakerjaan. Indeks ini berkisar dari 0 hingga 10, dimana suatu negara dinilai 0 apabila peraturannya hampir atau tidak ada sama sekali hingga 2 yang menandakan pasar tenaga kerja diatur sangat ketat oleh pemerintah dalam lima dimensi pengukuran: jam kerja, perjanjian kontrak, perlindungan pekerja, upah minimum dan perlindungan hukum pada tenaga kerja. Masing-masing nilai indeks kemudian dijumlahkan. Gambarannya mirip seperti kolom pertama. Inggris memiliki peraturan yang sangat lemah sementara Spanyol dan Italia banyak mempunyai aturan-aturan dan regulasi yang mengikat. Jadi tidak diragukan lagi untuk diakui apabila kita berpikir ketidakluwesan pasar tenaga kerja mengacu pada ketatnya peraturan operasi pada pasar tenaga kerja, dimana Eropa Selatan menjadi yang paling tidak fleksibel.

(6)

Beberapa negara dengan asuransi pengangguran paling besar memiliki waktu terbatas yang ketat terutama di daerah Skandinavia. Swedia misalnya, tingkat penggantian asuransi mencapai 80 persen yang diberi batas waktu selama 1,2 tahun. Kolom selanjutnya yaitu “keaktifan pasar tenaga kerja” mengacu pada pengeluaran pada aktivitas yang dilakukan pasar tenaga kerja untuk membantu para pengangguran kembali bekerja dan sebagian besar juga berusaha untuk melebarkan pangsa pasar tenaga kerja mereka ke negara-negara Eropa yang lain. Di dalamnya termasuk pelatihan tenaga kerja, asistensi dalam pencarian kerja, subsidi, dan perlakuan khusus bagi mereka yang berkebutuhan khusus. Angka-angka dalam kolom ini didapat dari perhitungan antara pengeluaran yang dikeluarkan pasar tenaga kerja untuk setiap mereka yang menganggur sebagai persentase GDP (Gross Domestic Product) untuk setiap anggota dari angkatan kerja. Nilai Swedia mendekati 60 yang berarti pengeluaran dalam kebijakan pemberantasan pengangguran mendekati 60 persen dari output nasional untuk setiap tenaga kerja potensial yang berarti dapat dikategorikan sangat tinggi. Spanyol dengan kata lain adalah suatu kombinasi antara besarnya tunjangan pengangguran yang diberikan dengan rendahnya tingkat pengeluaran untuk kebijakan dalam keaktifan pasar tenaga kerja.

Tabel Pasar Tenaga Kerja II OECD, 1989-1994 Kepadatan

Finlandia 72,0 3 2 3 25,5 65,9

Prancis 9,8 3 2 2 38,8 63,8

Sumber: Layard et al. (1991), Annex 1.4, dan OECD Employment Outlook (1994), hal. 175-85, OECD data set.

(7)

serikat tetapi upah dari lebih 70 persen dari seluruh tenaga kerja dibantu oleh kesepakatan serikat pekerja. Sehingga “indeks jangkauan serikat pekerja” menampilkan rangkuman dari para pekerja yang dijangkau oleh kesepakatan serikat pekerja, dimana 3 berarti lebih dari 70 persen terjangkau, 2 berarti antara 25-70 persen terjangkau dan 1 berarti di bawah 25 persen yang terjangkau.

Kolom selanjutnya pada tabel menunjukkan pengaruh koordinasi dalam tawar-menawar upah dari sisi serikat pekerja dan tenaga kerja. Pada setiap negara, tingkat koordinasi antara serikat pekerja dan tenaga kerja diurutkan dari paling rendah bernilai 1 dan paling tinggi bernilai 3. Dari beberapa negara itu kemudian antara serikat pekerja dan khususnya para pekerja mengkoordinasikan kegiatan penawaran upah mereka misalnya di daerah Skandinavia dan Eropa Tengah. Pada negara di daerah dimana serikat pekerja hanya melakukan peran kecil meskipun langkah yang diambil adalah kebijakan penting seperti di Inggris dan Swiss, koordinasi mengenai tawar-menawar upah ini sangat sedikit, dengan pengecualian penting seperti di Swiss dimana koordinasi para pekerjalah yang memainkan peran sangat penting.

Dua kolom terakhir pada tabel memberikan informasi mengenai beban pajak pada tenaga kerja. Pertama, kita melihat kolom tingkat pajak yang didefinisikan sebagai rasio biaya ketenagakerjaan dalam hal upah dan kemudian kita lihat total tingkat pajak dimana ini merupakan penjumlahan dari rata-rata tingkat pajak dalam hal biaya upah, pendapatan, dan konsumsi. Kolom terakhir diambil berdasarkan data agregat pajak dan pendapatan. Tingkat pajak bervariasi antar negara dengan Denmark hampir meniadakan tingkat pajak pada upah sedangkan Prancis dan Italia dengan tingkat pajak hampir mendekati 40 persen. Total tingkat pajak sebaliknya lebih sedikit memberikan variasi dan menunjukkan ukuran yang nyata terhadap selisih pajak antara biaya tenaga kerja sebenarnya dengan upah yang dibawa pulang sebenarnya. Ini layak disebut sebagai pengukuran yang tepat terhadap beban pajak pada tenaga kerja.

4. Penanganan pada Pengangguran

Ada dua aspek dalam menangani pengangguran secara individu yang bisa dikategorikan sebagai penanganan pasif dan penanganan aktif. Penanganan pasif contohnya adalah pada masalah pembayaran, yang biasanya berbentuk asuransi pengangguran yang diberikan dalam suatu periode tertentu. Penanganan aktif atau kebijakan aktif dengan pandangan lain memiliki ukuran-ukuran untuk meyakinkan para pengangguran dapat dan mau untuk mengambil pekerjaan.

(8)

tingkat penggantian pengangguran. Aspek penting lainnya dari sistem asuransi pengangguran ini adalah durasi lamanya seseorang merasa berhak mendapatkan tunjangan penganggurannya. Asuransi pengangguran jangka panjang menghasilkan pengangguran jangka panjang juga (Tabel 6, baris 3; OECD, 1991, Grafik 7.1B). Tentu saja dapat dibuat suatu pendapat bahwa negara-negara mungkin memberikan tunjangan pengangguran yang lebih besar ketika pengangguran menjadi masalah serius, jadi pada korelasi antar negara, hubungan sebab-akibat berlaku pada pengangguran dan asuransi pengangguran daripada aspek lainnya. Tetapi, bukti mikroekonomi pada dampak positif antara tunjangan pengangguran, durasi lamanya menganggur dan lamanya seseorang yang menganggur bekerja kembali (Narendranathan, Nickell and Stren, 1985; Meyer, 1990) menyarankan bahwa setidaknya observasi pada korelasi antar-negara diambil sebagai faktor nominal.

Dampak dari secara relatif besarnya sistem asuransi pengangguran mungkin bertolakbelakang dengan ukuran-ukuran aktif yang cocok untuk mendorong kembali masyarakat agar kembali bekerja. Beberapa kebijakan sepertinya dapat berjalan dengan cukup baik ketika dipasangkan dengan durasi asuransi pengangguran yang relatif cukup pendek., mengurangi pengangguran jangka panjang sembari mengurangi kesenjangan sosial yang mungkin terjadi jikalau pemberian tunjangan pengangguran dihentikan tanpa menawarkan asistensi aktif dalam mencari pekerjaan baru.

Meskipun tunjangan pengangguran memengaruhi tingkat pengangguran, dari hasil penelitian di atas sepertinya sistem asuransi pengangguran juga memberi dampak kecil terhadap penawaran tenaga kerja. Ada suatu sugesti mengenai jika besarnya asuransi pengangguran maka akan memperbesar juga tingkat pengangguran, tetapi juga memperbesar tingkat partisipasi dalam pencarian kerja karena para pengangguran ini membuat pasar tenaga kerja menjadi lebih atraktif, karena partisipasi ini pun diperlukan sebagai syarat besarnya tunjangan pengangguran dapat diberikan. Ini akan menjadi konsisten dengan pengaruh lemah asuransi pengangguran terhadap rasio pekerja atau populasi, karena tingginya tingkat pengangguran dan tingginya partisipasi pasar tenaga kerja akan membuat efek yang saling meniadakan.

5. Asuransi Pengangguran di Eropa

(9)

pengangguran bisa dijelaskan sebagai sebuah standar baru yakni subsidi mencari pekerjaan baru (Burdett, 1979), untuk meningkatkan taraf hidup dan kualitas pekerjaan baru yang sesuai dalam ruang lingkup ketenagakerjaan secara makro. Marimon dan Zilibotti (1999) menyatakan dalam suatu keadaan pencarian yang ekuilibrium, menunjukkan bahwa asuransi pengangguran memang mengurangi jumlah tenaga kerja tetapi membantu para pekerja untuk mendapatkan pekerjaan yang sesuai dengan kemampuan mereka yang berimplikasi pada kemustahilan bagi mereka untuk dipecat dari pekerjaan yang mereka jalani sekarang.

Dengan mempertimbangkan aspek-aspek positif dari tunjangan pengangguran relevan sebagai suatu kebijakan dimana suatu tantangan bagi Eropa untuk mencapai ketenagakerjaan penuh sebagai suatu target jangka panjang, yang diperlukan bukan hanya sebagai pemancing orang-orang agar semakin banyak yang masuk ke pasar tenaga kerja, tetapi juga untuk menjaga kestabilan tenaga kerja. Yang mengejutkan, tidak ada bukti empiris di level Eropa yang dapat mencocokkan kedua efek tersebut.

Dengan menginvestigasi literatur empiris mengenai efek dari asuransi pengangguran dengan tingkat pengangguran dan lamanya durasi bekerja di Eropa. Efek dari asuransi pengangguran diidentifikasikan sebagai pembanding hasil antara penerima dan yang tidak menerima. Hasil penelitian empiris menunjukkan bahwa menerima tunjangan pengangguran mengurangi secara signifikan tingkat kegagalan (hazard rate) dari meninggalkan zona pengangguran yang berarti berujung pada durasi menganggur yang lebih lama. Ini diyakini oleh prediksi teoritis dan literatur empiris lanjutan terhadap efek asuransi pengangguran pada durasi menganggur. Lebih jauh lagi, efek menerima tunjangan pengangguran pada durasi menganggur lebih besar lagi dampaknya pada negara-negara dengan jumlah asuransi pengangguran yang besar seperti Prancis dan Jerman.

(10)

Penemuan ini bersisian dengan teori yang menyatakan persamaan efek dari asuransi pengangguran dimana hal ini relevan dengan negara-negara yang secara relatif memberikan sistem asuransi pengangguran dengan jumlah lebih banyak. Dari pandangan kebijakan, hasil-hasil ini mengindikasikan bahwa proposal untuk mengubah ulang sistem asuransi pengangguran harus dilihat dari kedua sisi baik itu sisi efek langsung maupun efek tidak langsung untuk menyeimbangkan desain yang pas agar sistem asuransi pengangguran ini efisien dalam rangka menggapai tujuan meningkatnya tingkat perolehan pekerjaan di Eropa.

6. Pengangguran di Indonesia

Semasa pemerintahan orde baru, pembangunan ekonomi mampu menambahkan banyak pekerjaan baru di Indonesia, yang dengan demikian mampu mengurangi angka pengangguran nasional. Sektor-sektor yang terutama mengalami peningkatan tenaga kerja (sebagai pangsa dari jumlah total tenaga kerja di Indonesia adalah sektor industri dan jasa sementara sektor pertanian berkurang. Pada tahun 1980-an sekitar 55 persen populasi tenaga kerja Indonesia bekerja di bidang pertanian, tetapi belakangan ini angka tersebut berkurang menjadi sekitar 40 persen.

Namun krisis keuangan Asia (krisis moneter-krismon) yang terjadi pada akhir tahun 1990-an merusak pembangunan ekonomi Indonesia (untuk sementara) dan menyebabkan angka pengangguran meningkat menjadi lebih dari 20 persen dan angka tenaga kerja yang harus bekerja di bawah level kemampuannya juga meningkat. Sementara banyak yang ingin mempunyai pekerjaan full-time hanya bisa mendapatkan pekerjaan part-time.

Sebagian besar tenaga kerja yang kehilangan pekerjaan di daerah perkotaan karena krisis moneter pindah ke pedesaan dan masuk ke dalam sektor informal (terutama di bidang pertanian). Walaupun Indonesia telah mengalami pertumbuhan makroekonomi yang kuat sejak tahun 2000-an dan boleh dikatakan Indonesia sekarang telah pulih dari krisis pada akhir tahun 1990-an itu, sektor informal ini baik di kota maupun di desa sampai sekarang masih tetap berperan besar dalam perekonomian Indonesia. Walau agak sulit untuk menentukan jumlahnya secara pasti, diperkirakan bahwa sekitar 55 sampai 65 persen pekerjaan di Indonesia adalah pekerjaan informal. Saat ini sekitar 80 persen dari pekerjaan informal itu terkonsentrasi di wilayah pedesaan, terutama di sektor konstruksi dan pertanian.

(11)

Dengan jumlah total penduduk sekitar 255 juta orang, Indonesia adalah negara berpenduduk terpadat keempat di dunia setelah Republik Rakyat Tiongkok, India dan Amerika Serikat. Negara Indonesia ini juga memiliki populasi penduduk yang muda karena sekitar setengah dari total penduduk Indonesia berumur di bawah 30 tahun. Jika kedua faktor ini digabungkan indikasinya Indonesia adalah negara yang memiliki kekuatan tenaga kerja yang besar yang akan berkembang menjadi lebih besar lagi ke depan. Maka akan sangat penting penciptaan lapangan kerja di Indonesia ini dalam menyongosong perekonomian bebas dan besar di Asia Tenggara.

Tabel Tenaga Kerja Indonesia (dalam juta)

Tahun Tenaga Kerja Bekerja Menganggur

Tabel selanjutnya menunjukkan angka pengangguran di Indonesia dalam beberapa tahun terakhir. Tabel tersebut menunjukkan penurunan yang terjadi secara perlahan dan berkelanjutan, khususnya angka pengangguran wanita. Pengangguran wanita berkurang drastis bahkan mulai mendekati angka pengangguran pria. Meskipun demikian masalah persamaan gender seperti di negara-negara lain masih menjadi isu penting di Indonesia. Walau sudah ada kemajuan dalam beberapa sektor utama seperti pendidikan dan kesehatan, wanita masih cenderung bekerja di bidang informal dengan rasio dua kali lebih banyak daripada pria, mengerjakan pekerjaan tingkat rendah dan dibayar lebih rendah daripada pria yang melakukan pekerjaan yang sama.

(12)

dan menengah mengalami kesulitan menemukan pekerjaan di pasar tenaga kerja nasional. Hampir setengah dari jumlah total tenaga kerja di Indonesia hanya memiliki ijazah Sekolah Dasar saja. Semakin tinggi pendidikannya semakin rendah partisipasinya dalam kekuatan tenaga kerja di Indonesia. Meskipun demikian dalam beberapa tahun terakhir terlihat adanya perubahan tren yaitu pangsa pemegang ijazah pendidikan tinggi semakin besar dan pangsa pemegang ijazah pendidikan dasar semakin berkurang.

Tabel Pengangguran Muda di Indonesia

Tahun

Pengangguran Muda Pria (% dari Tenaga Kerja Pria Berusia 15-24

Tahun)

Pengangguran Muda Wanita (% dari Tenaga Kerja Wanita Berusia

15-24 Tahun)

Sektor pertanian tetap berada di posisi teratas dalam hal penyerapan tenaga kerja. Tabel di bawah menyajikan empat sektor terpopuler yang menyerap paling banyak tenaga kerja di tahun 2011 dan setelahnya.

Tabel Tenaga Kerja per Sektor (dalam juta)

Tahun Pertanian

Pekerjaan rentan atau tenaga kerja yang tidak dibayar dan pengusaha baik untuk pria maupun wanita angkanya lebih tinggi di Indonesia daripada di negara-negara maju atau berkembang lainnya. Dalam satu dekade terakhir ini tercatat sekitar 60 persen untuk pria Indonesia dan 70 persen untuk wanita di Indonesia. Banyak yang merupakan bagian dari pekerja rentan adalah mereka yang bekerja di sektor informal.

7. Kesimpulan

(13)

penuh (full-employment) dapat terlaksana. Tetapi negara-negara maju di benua Eropa pun mengalami masalah pelik terkait hal ini.

Asuransi pengangguran bagaikan sebuah pedang bermata dua. Di satu sisi, para penganggur dapat memiliki waktu lebih banyak dalam mencari pekerjaan agar mendapat pekerjaan yang sesuai minat dan bakatnya sehingga diharapkan pekerjaan itu akan awet dan yang bersangkutan tidak berhenti atau dipecat. Di sisi lain, adanya asuransi pengangguran bagi mereka yang pemalas mungkin akan memberatkan perusahaan yang memberikan dia tunjangan. Seperti kita tahu, asuransi pengangguran tidak semata-mata diberikan langsung bagi orang-orang yang menganggur, melainkan mereka harus bekerja dulu selama beberapa waktu dan memenuhi persyaratan tertentu dari perusahaan sebelumnya. Beberapa contoh tercantum pada tabel berikut:

Tabel Asuransi Pengangguran di Beberapa Negara Eropa

Skema Persyaratan/Kondisi Kontribusi Pekerja

Tingkat Pembayaran

Asuransi Durasi (bulan) Denmark Asuransi 52 minggu dalam 3 tahun 90% dari referensi

pendapatan 1+3 tahun

Prancis Asuransi 4 bulan dalam 18 bulan terakhir

Jerman Asuransi 12 bulan dalam 3 tahun

60% dari pendapatan

Yunani Asuransi 125 hari dalam 14 bulan atau 200 hari dalam 2 tahun Irlandia Asuransi 39 minggu dalam 1 tahun Tarif tetap (98 Euros

per minggu) 390 hari Asistensi Diuji terlebih dahulu Tarif tetap (97-98

Euros per minggu) Tak terbatas

Italia Umum 52 minggu dalam 2 tahun

30% dari rata-rata upah dalam 3 bulan

terakhir

180 hari

Spesial 43 minggu dalam 2 tahun

(14)

Mobilitas

Spanyol Asuransi 12 bulan dalam 6 tahun

70% dari pendapatan salah satu dari 2 tahun pajak

dimana klaim asuransi

Sumber: European CommissionMissoc 1994

Bagaimana jika hal ini diterapkan di Indonesia? Pertama kali yang harus ditelaah adalah sudah siapkah pemerintah dan perusahaan? Mengingat seringnya para buruh melakukan demonstrasi untuk kenaikan upah. Padahal mereka sendiri sebagian hidup lebih dari cukup. Ditakutkan hal seperti asuransi pengangguran ini akan banyak mengalami salah sasaran jika diterapkan di Indonesia.

Kita lihat saja seperti program Bantuan Langsung Tunai (BLT) yang notabene seharusnya hanya diterima oleh mereka yang betul-betul miskin. Tetapi sebagian dari mereka yang mengklaim hak atas BLT tersebut tidak bisa disebut miskin. Datang dengan menggunakan motor, merokok dan menggunakan perhiasan dari emas.

Program asuransi pengangguran memang bagus jika dilaksanakan tepat sasaran dan tepat kebijakan. Memaksakan program ini di tempat yang belum sesuai budayanya hanya akan menambah masalah baru yang lebih kompleks daripada negara-negara Eropa. Lebih baik pemerintah melakukan kebijakan ekspansif yang lain seperti kebijakan jika suatu perusahaan dibangun, pegawainya adalah masyarakat sekitar untuk mengurangi tingkat pengangguran di Indonesia.

Secara garis besar, kesimpulan yang kami temukan adalah sebagai berikut:

(15)

dan telah mencoba mencari pekerjaan selama 4 minggu terakhir serta mereka yang sedang menunggu panggilan kerja kembali dari tempat dimana mereka dipecat.

2. Tingkat pengangguran yang meningkat dapat menurunkan daya beli masyarakat. Daya beli masyarakat yang turun menyebabkan turunnya permintaan terhadap barang dan jasa. Komponen konsumsi (C) dari GDP juga turun. Yang artinya perekonomian negara juga turun.

3. Daya beli masyarakat yang berkurang akibat berkurangnya pendapatan juga berpengaruh terhadap kesempatan menabung dan berinvestasi. Pengangguran yang meningkat dapat menurunkan investasi (I) yang merupakan komponen dari GDP.

4. Selain turunnya konsumsi, tingkat pengangguran yang meningkat juga menurunkan transaksi ekonomi. Pajak pendapatan dan pajak dari transaksi ekonomi juga ikut menurun. Penerimaan pajak merupakan bagian dari GDP. Jika penerimaan pemerintah turun, maka pengeluaran pemerintah (G) juga turun, maka GDP juga ikut turun.

5. Berbagai cara dan kebijakan harus dikaji oleh Pemerintah Indonesia untuk mengatasi tingkat pengangguran yang setiap tahunnya terus bertambah. Salah satunya dengan mengkaji kebijakan jaminan sosial atau asuransi untuk pengangguran di beberapa negara Eropa.

6. Asuransi pengangguran adalah salah satu bentuk asuransi publik yang dirancang untuk menyediakan penghasilan bagi siapa pun yang telah kehilangan pekerjaan. Sistem ini memiliki tujuan untuk mencegah seseorang kesulitan mencari kerja dan mempermudah seseorang yang menganggur untuk bekerja kembali.

7. Indonesia pernah menerapkan asuransi pengangguran di lingkungan pegawai pemerintah dan sebagian BUMN. Dalam hal tertentu seperti program restrukturisasi organisasi Departemen/Non Departemen sehingga diperlukan pengurangan pegawai maka sebagian pegawai dirumahkan dengan mendapat kompensasi “tunjangan uang tunggu” maksimal 5 tahun sebesar 75% secara bertahap menurun hingga 50% dari penghasilannya per bulan. Jika dalam kurun waktu terdapat jabatan yang kosong maka mereka dapat kembali bekerja. Tapi jika telah melewati masa tunggu belum terdapat lowongan jabatan maka diberhentikan dengan hak pensiun. Namun program ini sudah tidak diterapkan lagi.

8. Program pemberian asuransi bagi pengangguran mungkin memerlukan kajian yang cukup matang karena membutuhkan dana yang besar. Ditambah lagi potensi ketidakcocokan antara program asuransi pengangguran dengan karakter social dan budaya masyarakat Indonesia yang jumlahnya termasuk lima besar di dunia.

(16)

Daftar Pustaka

Burdett, K. (1979): "Unemployment Insurance Payments as a Search Subsidy: amtheoretical analysis", Economic Inquiry, 42, hal. 333-343.

Mankiw, N. Gregory. 2006. “Makroekonomi Edisi Keenam”. Jakarta: Penerbit Erlangga

Marimon, R. and F. Zilibotti (1999): "Unemployment vs. Mismatch of Talents: reconsidering unemployment benefits", Economic Journal, 109, hal. 266-291.

Narendranathan, W., S. Nickeli, and J. Stern, "Unemployment Benefits Revisited," Economic Journal, Juni 1985, 95, 307-29.

Nickell, Stephen. 1997. “Unemployment and Labor Market Rigidities Europe versus North America”. Journal of Economic Perspectives-Volume 11, Number 3-Summer 1997-Pages 55-74

OECD, Employment Outlook. Paris: OECD, 1990. OECD, Employment Outlook. Paris: OECD, 1991.

OECD, Employment Outlook. Paris: OECD, 1993.

OECD, Jobs Study: Evidence and Explanations. Paris: OECD, 1994.

OECD, Employment Outlook. Paris: OECD, 1996.

Tatsiramos, Konstantinos. 2006. “Unemployment Insurance in Europe”. IZA Discussion Paper No. 2280 Agustus 2006

(17)

Soal Latihan:

Pilihan Ganda

1. Ibu-ibu yang mengurus rumah tangga termasuk dalam..

a. Pengangguran friksional

b. Pengangguran struktural

c. Bukan pengangguran karena bukan angkatan kerja

d. Bukan pengangguran tetapi termasuk angkatan kerja

Jawab : C

2. Tingkat pengangguran adalah persentase jumlah penganggur dibandingkan dengan..

a. Total penduduk usia kerja

b. Total angkatan kerja

c. Total penduduk

d. Tidak ada pilihan benar

Jawab : B

3. Mahasiswa D3 Akuntansi Alih Program seperti kalian ini, termasuk ke dalam..

a. Pengangguran friksional

b. Pengangguran musiman

c. Bukan angkatan kerja

d. Angkatan kerja yang bukan pengangguran

Jawab : D

4. Pengangguran yang disebabkan oleh keinginan mencari pekerjaan yang lebih baik, bukan

karena ketidakmampuan mencari kerja disebut..

a. Pengangguran struktural

b. Pengangguran friksional

c. Pengangguran siklis

d. Pengangguran musiman

Jawab : B

(18)

a. Upah riil tertahan di atas tingkat ekuilibrium

b. Upah riil tertahan di bawah tingkat ekuilibrium

c. Upah riil selalu berada pada ekuilibrium

d. Tidak ada jawaban benar

Jawab : A

6. Yang bukan penyebab dari kekakuan upah riil adalah..

a. Undang-undang upah minimum

b. Kekuatan monopoli serikat pekerja

c. Penduduk usia kerja yang bukan angkatan kerja

d. Efisiensi upah

Jawab : C

7. Serikat pekerja meningkatkan aspek-aspek berikut, kecuali..

a. Jam kerja

b. Upah

c. Kondisi kerja

d. Cuti

Jawab : D

8. Eropa memiliki tingkat pengangguran yang lebih .. daripada Amerika Serikat dan pekerja

Eropa memiliki jumlah jam kerja lebih .. daripada pekerja Amerika Serikat.

a. Tinggi, sedikit

b. Rendah, sedikit

c. Tinggi, banyak

d. Rendah, banyak

Jawab : A

Essay

(19)

Gambar

Tabel Tingkat Pengangguran Negara-Negara di Eropa Menurut OECD (Organization for Economic
Tabel 4.8, kolom 6.
Tabel Pasar Tenaga Kerja II OECD, 1989-1994
Tabel Pengangguran di Indonesia
+3

Referensi

Dokumen terkait

b. Permintaan Tindakan melengkapi persyaratan ISO 9001:2008. Ada sembilan temuan lainnya adalah saran untuk melengkapi persyaratan ISO 9001:2008.. Tupoksi masih belum

PROGRAM STUDI ARSITEKTUR FAKULTAS ARSITEKTUR DAN DESAIN UNIVERSITAS KATOLIK SOEGIJAPRANATA..

2. Keberadaan Dewa tetap ada namun terjadi de-dewanisasi , yaitu de- ngan mensejajarkan keberadaan dewa dengan manusia, Dewa diki- sahkan dapat melakukan kesalahan dan dapat

PT NH Korindo Sekuritas Indonesia, its affiliated companies, employees, and agents are held harmless form any responsibility and liability for claims, proceedings, action,

c) Telah menyelesaikan penulisan Disertasi dan dinyatakan lulus ujian Disertasi dengan nilai serendah-rendahnya B. d) Menghasilkan karya ilmiah yang dipublikasikan pada

Yaitu jika diketahui para pekerja migran dalam hal ini yaitu Tenaga Kerja Indonesia yang memiliki tanah atau rumah mereka secara signifikan bersama dengan

Pada sistem cold-mix, material jalan yang sudah dihancurkan di tem- pat, kemudian dicampur dengan semen atau aspal emulsi atau kombinasi keduanya dengan sistem

Berdasarkan Laporan Penelitian tersebut, guru kemudian menyederhanakan Laporan tersebut menjadi Artikel Ilmiah (Jurnal Ilmiah) yang berjudul “Peningkatan Kompetensi