• Tidak ada hasil yang ditemukan

Buletin Geologi Tata Lingkungan (Bulletin of Environmental Geology) Vol. 21 No. 2 Agustus 2011: 83 96

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "Buletin Geologi Tata Lingkungan (Bulletin of Environmental Geology) Vol. 21 No. 2 Agustus 2011: 83 96"

Copied!
14
0
0

Teks penuh

(1)

83

UPAYA PENINGKATAN PEROLEHAN EMAS

DENGAN METODE AMALGAMASI TIDAK LANGSUNG

(Studi Kasus: Pertambangan Rakyat Desa Waluran, Kecamatan Waluran,

Kabupaten Sukabumi) 1

Widodo,

2

Aminuddin

1Pusat Penelitian Geoteknologi – LIPI . Komplek LIPI, Jln. Sangkuriang Bandung 2

Pusat Sumber Daya Air Tanah dan Geologi Lingkungan, Badan Geologi Jln. Diponegoro No. 57 Bandung

SARI

Masalah utama yang timbul pada kegiatan penambangan emas skala kecil adalah pemborosan sumber daya mineral dan terjadinya degradasi lingkungan. Pemborosan sumber daya mineral terjadi karena hanya bijih emas kadar tinggi yang diambil untuk diolah dengan metode amalgamasi secara langsung. Perolehan emas yang rendah (<60 %) serta merkuri (Hg) dan logam-logam berat lainnya yang terbuang cukup besar, dan bijih emas kadar rendah ditimbun di sekitar lubang tambang. Salah satu upaya untuk mengurangi pemborosan sumber daya mineral emas pada penambangan skala kecil adalah dengan meningkatkan perolehan emas, yaitu dengan cara melakukan pengolahan bijih emas metode amalgamasi “secara tidak langsung”. Berdasarkan hasil penelitian di daerah Waluran, Kabupaten Sukabumi, metode amalgamasi dengan cara tidak langsung mampu meningkatkan perolehan logam emas hingga 14,580 % dan menekan tingkat kehilangan merkuri (Hg) hingga 3,933 %.

Kata kunci: bijih emas, tambang skala kecil, metode amalgamasi tidak langsung

ABSTRACT

The main problems in small-scale gold mining activities is a waste of mineral resources, and environmental degradation. Mineral resource wastage occurs happened because only high grade gold ore is taken to proceed by a direct amalgamation method, a large amount of lowgrade gold ore (<60%) as well as mercury (Hg) and other heavy metals are dumped around the pit. One of the efforts to reduce the waste of gold resources is to increase the gold gain by carrging out the process of gold ore amalgamation method indirectly. Based on the results of a research in Waluran, Sukabumi Regency. the method of indirect amalgamation is better than the direct one, and it is able to increase the gold gain up to 14.580% and decreases the loss of mercury (Hg) up to 3.933%.

Keywords: gold metal, small-scale mining, amalgamation indirect method

PENDAHULUAN

Kebutuhan dunia akan emas pada saat ini cukup meningkat seiring dengan kemajuan teknologi, kecerdasan masyarakat, dan pengalaman pengolahan bijih emas. Emas merupakan salah satu sumber daya bahan galian (mineral) yang bersifat sekali ambil akan habis (non renewable resources), dan tidak dapat diperbaharui atau dipulihkan kembali. Untuk itu diperlukan pengelolaan yang yang tepat dan terencana, serta memperhatikan konservasi mineral untuk generasi yang akan datang.

Penambangan dilakukan dengan sistem tambang bawah tanah, dengan membuat lubang bukaan mendatar berupa terowongan (tunnel) atau berupa adit dan lubang bukaan vertikal berupa sumuran (shaft) sebagai jalan masuk ke dalam tambang. Penambangan dilakukan secara selektif

untuk memilih bijih yang mengandung emas, baik yang berkadar rendah maupun yang berkadar tinggi. Hasil penambangan bijih emas yang berkadar tinggi diolah dengan metode amalgamasi, yaitu proses pengikatan logam emas dari bijih tersebut dengan menggunakan merkuri (Hg) dalam tabung yang disebut sebagai gelundung (amalgamator). Amalgamator selain berfungsi sebagai tempat proses amalgamasi juga berperan dalam mereduksi ukuran bijih emas dari yang berukuran kasar (<1 cm) hingga menjadi berbutir halus (80 - 200 mesh) dengan media gerus berupa batangan besi. Amalgamator tersebut dapat diputar dengan tenaga penggerak air sungai melalui kincir atau tenaga listrik (dinamo). Selanjutnya dilakukan pencucian dan pendulangan untuk memisahkan amalgam (perpaduan logam emas/perak dengan Hg) dari ampas (tailing). Amalgam yang diperoleh diproses melalui pembakaran (penggebosan) untuk memperoleh

(2)

84

perpaduan logam emas-perak (bullion). Selanjutnya dilakukan pemisahan antara logam emas (Au) dari logam perak (Ag) dengan menggunakan larutan perak nitrat.

Kenyataan di lapangan menunjukkan bahwa hasil proses amalgamasi pada “pertambangan rakyat” di Waluran, Kabupaten Sukabumi menimbulkan berbagai permasalahan. Di samping terjadinya pemborosan sumber daya mineral, juga menimbulkan terjadinya degradasi lingkungan. Terjadinya pemborosan sumber daya mineral karena banyak logam emas yang terbuang bersama dengan ampas (tailing) yang tercermin oleh tingkat perolehan (recovery) logam emas yang masih rendah (< 60 %), walaupun secara teoritis tingkat perolehan emas dalam amalgamasi jarang melebihi 85 % (Sevruykov et al, 1960). Akibat penggunaan metode amalgamasi cara langsung ini timbul permasalahan, yaitu perolehan emas yang rendah dan kehilangan merkuri yang cukup tinggi. Kehilangan merkuri yang cukup tinggi ini telah mencemari air Sungai Ciliunggunung (Widodo, 2008a).

Untuk itu dilakukan penelitian untuk mengupayakan meningkatkan perolehan emas dengan melakukan pengolahan bijih emas metode amalgamasi secara tidak langsung. Tujuannya adalah meningkatkan perolehan emas, sehingga kandungan emas yang ada dalam ampas (tailing) hasil pengolahan metode amalgamasi menurun, serta mengurangi adanya dampak pencemaran air raksa dan logam-logam berat lainnya.

Percobaan menggunakan bahan dan peralatan yang sama seperti yang dilakukan oleh

pertambangan rakyat di Waluran. Bahan percobaan menggunakan bijih emas berukuran <1cm dengan kadar 8,4 gr/t dan 10,32 gr/t, merkuri, kapur tohor, borax, soda abu, dan perak nitrat. Sementara peralatan amalgamasi menggunakan gelundung (amalgamtor) dengan tenaga penggerak kincir air, pendulang (pan), dan retorting.

Hasil percobaan menunjukkan bahwa perolehan emas (Au) sebesar 38,40-47,98 % untuk cara langsung dan 44,43-53,33 % untuk cara tidak langsung. Kehilangan air raksa (Hg) sebesar 6,13-8,06 % untuk cara langsung dan 4,13-5,26 % untuk cara tidak langsung. Berdasarkan hasil percobaan terlihat adanya kecenderungan kenaikan perolehan emas hingga 14,58 %, dan menurunkan kehilangan air raksa hingga 3,93 %. Hasil percobaan pengolahan bijih emas dengan metode amalgamasi tidak langsung ini diharapkan dapat diterapkan pada pertambangan rakyat maupun dalam industri pertambangan emas.

KEADAAN UMUM DAERAH KAJIAN

Lokasi kegiatan penambangan dan pengolahan bijih emas ”pertambangan skala kecil (tambang rakyat)” terletak di daerah Waluran, Kecamatan Waluran, Kabupaten Sukabumi (Gambar 1). Lokasi penelitian dapat dicapai dengan kendaraan roda empat dari Kecamatan Pelabuhan Ratu ke arah Kiaradua-Surade (Ujung Genteng). Jarak Kota Bandung - Kota Sukabumi sekitar 90 km, sedangkan Kota Sukabumi-Kecamatan Waluran diperkirakan 100 km.

(3)

85

Daerah Waluran termasuk kedalam Formasi

Jampang (Tmjv). Formasi Jampang (Gambar 2) terdiri atas tiga satuan, yaitu bagian utama sebagian besar adalah breksi gunung api berbutir halus hingga kasar, Anggota Formasi Cikarang (Tmjc) yang terdiri atas tufa dan tufa lapili, dan Anggota Cisereuh (Tmja) terdiri atas aliran andesit dan basal (Sukamto, 1990). Mineralisasi di daerah Waluran dijumpai pada lava andesit dan intrusi dasit, yang ditandai dengan munculnya ubahan klorit, karbonat, mineral lempung, dan kuarsa. Kuarsa sering dijumpai dalam bentuk veinlets maupun urat berukuran tebal antara 0,1 – 1,0 m, yang kadang-kadang mengandung mineral bijih sulfida. Jurus urat U 300o T - U 340o T dengan kemiringan 50o sampai mendekati 90o. Kuarsa veinlets mempunyai ketebalan beberapa cm dengan arah tidak teratur, yang memotong kedudukan urat kuarsa. Urat dan veinlets kuarsa ini terdapat dalam dasit yang kadang-kadang menerobos lava andesit. Mineralisasi yang terjadi disebabkan oleh pengaruh intrusi dasit yang menerobos batuan samping (lava andesit), yang dapat digolongkan kedalam jenis mineralisasi sulfida bertipe urat (Indarto drr., 1987).

Berdasarkan pengamatan mineralogi pada sayatan tipis/poles percontoan urat (Soemarto drr., 1994) diketahui bahwa bijih emas primer termasuk bijih sulfida dengan mineral-mineral penyusun di antaranya: pirit (FeS2), kalkopirit [(Cu, Fe)S2], spalerit [(Zn, Fe)S], dan kovelit (CuS). Mineral pirit berukuran 0,1 - 0,2 mm, bentuk anhedral, tersebar pada urat kuarsa (+ 15 %); kalkopirit berwarna kuning, anhedral, butir halus ukuran + 0,1 mm dan tersebar tidak merata (+ 1 %); spalerit

warna kuning keabuan ukuran < 4 mm; kovelit warna biru muda, anhedral dan jumlahnya + 1 %.

METODOLOGI

Metode yang dipakai dalam penyusunan makalah ini adalah melakukan pengumpulan dan pengolahan data sekunder yang berupa data geologi, bijih emas, dan air sungai. Selain itu juga dilakukan pengamatan dan pengukuran langsung di lapangan seperti pengambilan percontoh bijih emas, ampas (tailing), dan air.

Untuk mengetahui kondisi sebenarnya proses amalgamasi yang dilakukan pada “pertambangan rakyat” di Waluran, maka dilakukan percobaan amalgamasi dengan indikator tingkat perolehan logam emas dan tingkat kehilangan merkuri (Hg).

Bahan percobaan pengolahan metode amalgamasi yang digunakan adalah dua kelompok bijih emas berukuran <1 cm, masing-masing berkadar Y1 (8,4 gr/t) dan Y2 (10,32 gr/t). Bahan proses amalgamasi berupa merkuri (Hg), dan kapur tohor (CaO) untuk pengaturan pH. Sementara peralatan amalgamasi berupa tabung amalgamasi (amalgamator) atau penduduk setempat menyebut dengan istilah gelundung dengan tenaga penggerak dinamo, pendulang, dan retorting.

Data prosedur percobaan amalgamasi dilakukan dengan dua cara, yaitu cara langsung (Gambar 3) dan cara tidak langsung (Gambar 4) yang dijelaskan sebagai berikut (Widodo, 2008):

Gambar 2. Peta geologi daerah Waluran dan sekitarnya (Sukamto, 1975).

U

(4)

86

Gambar 3. Pengolahan bijih emas metode amalgamasi cara langsung.

Prosedur cara langsung (X1) :

Kondisi percobaan diatur sebagai berikut : berat bijih emas 20 kg, berat media giling 9,6 kg, berat merkuri 150 gr, pH pulp 9 - 10, kecepatan putar amalgamator pada penghalusan bijih adalah 55 rpm, dan rentang waktu amalgamasi 9 jam (merkuri dimasukkan bersama-sama dalam proses penggerusan).

Prosedur cara tidak langsung (X2) :

Kondisi percobaan sama dengan kondisi cara langsung, perbedaannya cara tidak langsung ini bahwa bijih emas tidak langsung dimasukkan ke amalgamator, tetapi dilakukan pencucian bijih emas terlebih dahulu atau melalui dua tahap proses (Gambar 4).

Bijih Emas Primer

Pengecilan Ukuran (<1 cm)

Amalgamator

Pendulangan

Merkuri (Hg) + Au, Ag

Ampas

Saringan (Kain Parasut)

Amalgam

Merkuri

Media gerus, kapur, air

(5)

87

Gambar 4. Pengolahan bijih emas metode amalgamasi cara tidak langsung.

Tahap pertama dilakukan penghalusan ukuran butir dalam amalgamator selama 7 jam, kemudian baru tahap kedua, yaitu amalgamasi selama 2 jam. Pada tahap amalgamasi ini, dilakukan pengurangan berat media giling 40-50 %, ditambahkan air untuk mendapatkan persentase pulp (adonan) menjadi 30 - 40 %, dimasukkan merkuri dan dilakukan pengecekan pH (9-10). Setelah persiapan pengolahan selesai, amalgamator diputar kembali dengan kecepatan putar sekitar 40 rpm. Pengurangan berat media giling dan kecepatan putar bertujuan agar proses yang terjadi hanya proses pengadukan (agitasi), bukan proses penggerusan. Hasil amalgamasi baik cara langsung maupun tidak langsung sama - sama berupa amalgam.

Selanjutnya dengan menambahkan borax, soda abu, dan nitrat kemudian dibakar dengan alat emposan (retort), didapatkan bullion. Pemisahan logam emas terhadap perak dilakukan dengan menggunakan larutan air keras (asam nitrat) dan batang tembaga sebagai elektroda, perak akan bereaksi dengan air keras, dan emas akan tertinggal.

Untuk mengetahui perkembangan tingkat pencemaran air sungai telah dilakukan pemantauan dengan cara mengambil percontoh air sungai pada titik tetap CLG.07 tahun 2007, 2008 dan 2009. Analisis percontoh air sungai meliputi unsur-unsur pH, Hg, Fe, Mn, Cu, Zn, Pb, Cr, dan As.

Bijih Emas Primer

Pengecilan Ukuran (1 cm)

Amalgamator

Pendulangan

Merkuri (Hg) + Au, Ag

Ampas

Saringan (Kain Parasut)

Amalgam

Merkuri

Tahap 1

Media Gerus, Kapur, Air

Tahap 2

(6)

88

Gambar 5. Gelundung (amalgamator) untuk proses pengolahan bijih emas (Foto diambil di Waluran, 2010).

Gambar 6. Pencucian adonan (pulp) hasil pengolahan bijih emas dengan metode amalgamasi (Foto diambil di Waluran, 2010).

(7)

89

ANALISIS PERCOBAAN

Masukkan merkuri (Hg) ke dalam amalgamator yang dilakukan secara tidak langsung (2 jam) belakangan, memperoleh hasil amalgamasi lebih baik jika dibandingkan dengan cara langsung (9 jam) bersamaan, sebagaimana yang dilakukan oleh ”

pertambangan rakyat ” di Waluran pada umumnya. Hasil percobaan amalgamasi baik dalam bentuk amalgam, bullion, logam emas, dan kehilangan merkuri disajikan dalam bentuk tabel seperti disajikan pada Tabel 1, Gambar 7, dan Gambar 8 (Widodo, 2008) sebagai berikut :

Tabel 1. Hasil Percobaan Amalgamasi

No. Variabel Percobaan

Hasil Percobaan Amalgamsi (gr)

Kehilangan Merkuri

Amalgam Bullion Emas

1 Cara Langsung X1Y1 8,100 1,666 0,0810 10,60

2 Cara Langsung X1Y1 7,590 1,610 0,0690 9,20

3 Cara Langsung X1Y2 9.610 1,480 0,0785 11,50

4 Cara Langsung X1Y2 9,080 1,724 0,0798 12,10

5 Cara Tidak Langsung X2Y1 9,620 1,760 0,0868 7,10

6 Cara Tidak Langsung X2Y1 9,740 2,075 0,0756 6,80

7 Cara Tidak Langsung X2Y2 11,650 2,532 0,0986 7,90

8 Cara Tidak Langsung X2Y2 11,480 1,886 0,1096 6,20

Keterangan: X1 = pengolahan cara langsung X2 = pengolahan cara tidak langsung Y1 = kadar bijih emas 1 (umpan 1) Y2 = kadar bijih emas 2 (umpan 2)

(8)

90

Gambar 7. Diagram tingkat perolehan logam emas hasil percobaan amalgamasi.

Gambar 8. Diagram pola kecenderungan tingkat kehilangan merkuri (Hg) hasil percobaan amalgamasi

0

2

4

6

8

10

Percobaan Ke (n)

K e hi la ng a n H g (% )

Cara langsung

7.067

6.134

7.667

8.067

Cara tidak langsung

4.734

4.534

5.267

4.134

1

2

3

4

Menurun

0

10

20

30

40

50

60

Percobaan Ke (n)

P e rol e ha n A u (% )

Cara langsung

47.98

40.88

38.4

38.65

Cara tidak langsung

50.95

44.43

47.95

53.33

1

2

3

4

(9)

91

Hasil analisis kimia air Sungai Ciliunggunung pada titik (CLG.07), unsur pH dan logam-logam berat adalah sebagai berikut (Tabel 2):

Tabel 2. Hasil Analisis pH dan Logam Berat Titik CLG.07

No. Parameter

Satuan Hasil Analisis

mg/l 2006*) 2007 2008 2009 1 pH mg/l 5,7 5,7 5,8 6,0 2 Merkuri (Hg) mg/l 0,188 0,020 0,010 0,004 3 Besi (Fe) mg/l 0,320 0,360 0,410 0,280 4 Mangan (Mn) mg/l 0,012 0,008 0,002 ttd 5 Tembaga (Cu) mg/l 0,015 0,010 0,008 0,006 6 Seng (Zn) mg/l 0,022 0,020 0,015 0,008 7 Timbal (Pb) mg/l 0,018 0,015 0,020 ttd 8 Kromium (Cr) mg/l Ttd ttd ttd ttd 9 Arsen (As) mg/l ttd 0,001 ttd ttd *).

Sebelum dilakukan perbaikan cara pengolahan bijih emas (Widodo, 2008).

PEMBAHASAN

Kegiatan pertambangan skala kecil/ pertambangan rakyat (small-scale mining) dilaksanakan dalam suatu wilayah pertambangan rakyat (WPR), baik itu pertambangan mineral logam, pertambangan mineral bukan logam, pertambangan batuan, dan pertambangan batubara. Sifat-sifat atau kondisi kegiatan pertambangan skala kecil umumnya diterapkan pada kondisi sebagai berikut: tidak melakukan kegiatan eksplorasi, potensi cadangan terbatas, teknologi penambangan dan pengolahan bersifat sederhana (manual), bahan galian yang ditambang/diolah berkadar/berkualitas tinggi, kualitas bahan galian dipengaruhi oleh pasar/konsumen, modal kegiatan penambangan/pengolahan terbatas, tidak (kurang) memperhatikan kelestarian lingkungan, kesehatan dan keselamatan kerja, prasarana pendukung kegiatan penambangan / pengolahan sedang-cukup, keahlian penambang / pengolah bahan galian dapat digolongkan ke dalam tingkat dasar sampai menengah, kegiatan penambangan /

pengolahan dilakukan secara padat karya, prokduktivitas relatif rendah, kurang memperhatikan konservasi sumber daya alam (mineral).

Pengolahan bijih emas dengan metode amalgamasi adalah cara pengolahan bijih emas yang paling sederhana dibandingkan dengan metode pengolahan emas lainnya, seperti metode flotasi maupun metode pelindian termasuk sianidasi. Di samping murah biaya operasionalnya, juga mudah dalam pemasaran produknya karena baik masih dalam bentuk amalgam, maupun bullion sudah bisa dipasarkan dengan harga standar berdasarkan kualitas produk dan harga pasar logam emas murni dunia internasional pada saat itu. Oleh karena itu, metode amalgamasi ini menjadi pilihan utama bagi pertambangan skala kecil (pertambangan rakyat) pada umumnya.

Perlakuan waktu amalgamasi sehubungan dengan cara memasukkan merkuri (Hg) ke dalam amalgamator yang dilakukan secara tidak

(10)

92

langsung (2 jam) memperoleh hasil amalgamasi lebih baik jika dibandingkan dengan cara langsung (9 jam), sebagaimana yang dilakukan oleh ”pertambangan rakyat” di Waluran pada umumnya.

Pengolahan bijih emas metode amalgamasi cara langsung memperoleh hasil 38,40-47,98 %, sehingga emas yang terbuang bersama ampas sebesar 52,02-62,60 %. Sementara pengolahan bijih emas metode amalgamasi cara tidak langsung memperoleh hasil 44,43-53,33 %, sehingga emas yang terbuang bersama ampas sebesar 46,67-55,57 %. Berdasarkan diagram pada Gambar 3, tampak bahwa kecenderungan (trend) pengaruh amalgamasi tidak langsung dapat meningkatkan perolehan logam emas (Au) rata-rata sebesar 14,580 %, jika dibandingkan dengan cara langsung. Sementara berdasarkan diagram pada Gambar 4, tampak bahwa kecenderungan (trend) pengaruh amalgamasi tidak langsung dapat menurunkan (menekan) tingkat kehilangan merkuri (Hg) rata-rata sebesar 3,933 %, jika dibandingkan dengan cara langsung.

Terjadinya degradasi lingkungan, khususnya di daerah aliran sungai, disebabkan oleh proses pencucian dan pendulangan yang dilakukan di sungai, sehingga ampas (tailing) terbuang ke dalam sungai. Sebagai akibatnya, air sungai menjadi keruh dan tercemar oleh merkuri yang terbuang bersama ampas. Hasil pemantauan Dinas Pertambangan dan Energi Kabupaten Sukabumi (tahun 2004, 2005) menyebutkan bahwa daerah aliran sungai di Kecamatan Waluran pada umumnya telah mengalami pencemaran merkuri (Hg) akibat kegiatan pertambangan emas di daerah sekitarnya. Kandungan merkuri pada bulan-bulan tertentu telah melampaui nilai ambang batas yang diperkenankan. Hasil pengukuran terhadap kualitas air pada bulan Agustus 2005 memperlihatkan nilai kandungan merkuri (Hg) cukup tinggi, yaitu mencapai sekitar 0,2180 mg/l (Wahyu drr., 2006).

Merkuri termasuk salah satu logam berat, dengan berat molekul tinggi. Dalam kadar rendah logam berat ini umumnya sudah beracun bagi tumbuhan dan hewan, termasuk manusia. Beberapa logam berat lainnya adalah mangan (Mn), timbal (Pb), tembaga (Cu), kromium (Cr), dan besi (Fe). Merkuri (Hg) diperlukan untuk pertumbuhan kehidupan biologis, tetapi dalam jumlah berlebihan akan bersifat racun. Oleh karena itu keberadaan logam berat perlu mendapat pengawasan terutama dari segi jumlah kandungannya di dalam air (Noviardi drr., 2007). Air raksa dalam temperatur kamar berbentuk zat cair, bila terjadi kontak dengan logam emas akan membentuk larutan padat (Sevruykov drr., 1960).

Larutan padat biasa disebut amalgam, yaitu merupakan paduan antara air raksa dengan beberapa logam (emas, perak, tembaga, timah, dan seng).

Perolehan emas metode amalgamasi langsung yang rendah (<60 %) ini juga menimbulkan masalah pencemaran air sungai dari merkuri dan logam-logam berat, pemborosan sumber daya mineral karena bijih emas kadar rendah tidak diolah dan ampas (tailing) sebagai sisa pengolahan umumnya masih mengandung emas. Agar dampak pengolahan yang terjadi dapat diminimalisasi (ramah lingkungan), maka perlu dilakukan usaha : (1). pengolahan tidak lagi dilakukan di sungai dengan tenaga penggerak kincir air, tetapi menggunakan genset (dinamo) yang dapat dilakukan jauh dari sungai, (2). memperkecil kandungan air raksa yang tidak dapat diambil kembali dengan cara melakukan pengolahan bijih emas metode amalgamasi tidak langsung dan meningkatkan tingkat efisiensi amalgamasi, (3). membuat kolam-kolam/bak pengendap yang kedap air secara berjenjang untuk tailing hasil pengolahan dan mencegah infiltrasi ke dalam air tanah.

Pada awalnya sungai-sungai di daerah penelitian tidak tercemar merkuri (Hg) dan logam-logam berat, setelah adanya kegiatan pengolahan bijih emas metode amalgamasi langsung oleh penduduk setempat dan sekitarnya, air sungai menjadi tercemar, khususnya merkuri.

Hasil pemantauan pencemaran merkuri dari pengolahan bijih emas di Kecamatan Waluran (Wahyu drr., 2006) yang dilakukan oleh Dinas Pertambangan dan Energi Kabupaten Sukabumi menunjukkan bahwa air sungai mengandung merkuri di atas nilai ambang batas terjadi pada bulan Juni, Juli, Oktober dan Desember 2004, sementara pada bulan Agustus dan November 2004 konsentrasi merkuri masih di bawah nilai ambang batas. Untuk percontoh sedimen sungai konsentrasi merkuri pada tengah sungai dengan konsentrasi tertinggi pada bulan November yaitu sebesar 2,5193 ppm. Pada tahun 2005 air Sungai Ciliunggunung dengan kandungan merkuri terbesar terjadi pada bulan Agustus (0,2180 mg/l), kadar maksimal sedimen tengah pada bulan September (11,022 ppm) dan sedimen pinggir pada bulan Agustus (11,1933 ppm). Kandungan merkuri terbesar pada bulan Agustus tahun 2005 pada Sungai Ciliunggunung ini terjadi karena keberhasilan penambangan bijih emas dengan kadar yang bagus, sehingga jumlah pengolahan di sungai tersebut juga meningkat dan bulan Agustus 2005 adalah musim kemarau. Hasil pengukuran kualitas/mutu air terhadap pencemaran merkuri dan logam - logam berat

(11)

93

dievaluasi sesuai dengan pemanfaatannya

berdasarkan kelas. Perairan yang mengandung merkuri untuk bahan baku air minum (kelas I) maksimum 0,001 mg/l, untuk budi daya ikan air tawar, peternakan, sarana rekereasi air (kelas II dan III) merkuri maksimum 0,002 mg/l dan untuk pengairan (kelas IV) merkuri maksimum 0,005 mg/l (Tabel 3).

Pada Agustus 2007-2009 dilakukan analisis percontoh air Sungai Ciliunggunung pada titik LG.07 untuk pH, merkuri dan logam berat lainnya, dimana pada Agustus tahun 2005 pada titik CLG.07 diketahui memiliki konsentrasi Hg yang terbesar, yaitu 0,2180 mg/l (Wahyu drr., 2006).

Tabel 3. Kriteria Mutu Air Berdasarkan Kelas (Peraturan Pemerintah Nomor 82 Tahun 2001)

Parameter

Satuan

Kelas

I

II

III

IV

pH

06-Sep

06-Sep

06-Sep

05-Sep

Besi (Fe)

mg/l

0,3

(-)

(-)

(-)

Mangan (Mn)

mg/l

0,1

(-)

(-)

(-)

Tembaga (Cu)

mg/l

0,02

0,02

0,02

0,2

Kadmium (Cd)

mg/l

0,01

0,01

0,01

0,01

Seng (Zn)

mg/l

0,05

0,05

0,05

2

Timbal (Pb)

mg/l

0,03

0,03

0,03

1

Kromium (Cr)

mg/l

0,05

0,05

0,05

1

Arsen (As)

mg/l

0,05

1

1

1

Merkuri (Hg)

mg/l

0,001

0,002

0,002

0,005

Keterangan : Kelas I = bahan baku air minum

Kelas II = sarana rekreasi air, budi daya ikan air tawar, peternakan Kelas III = budi daya ikan tawar, peternakan

(12)

94

Gambar 9. Pengolahan bijih emas menggunakan amalgamator yang digerakkan dengan kincir air (Foto diambil di Sungai Ciliunggunung Waluran, 2010).

Gambar 10. Kolam penampungan/pengendapan lumpur hasil pengolahan bijih emas metode amalgamasi dilakukan di darat (Foto diambil di Waluran, 2010).

(13)

95

Adanya penyuluhan dan pembinaan kepada

para penambang/pengolah bijih emas berdampak positif terhadap peningkatan perolehan emas menggunakan metode amalgamasi tidak langsung, dan kecenderungan penurunan pencemaran merkuri dan logam-logam berat terhadap air Sungai Ciliunggunung (Tabel 2), sehingga kualitas air sungai menjadi lebih baik dibandingkan pada tahun sebelumnya.

Berdasarkan kriteria mutu air untuk pH, percontoh air Sungai Ciliunggunung pada tahun 2006-2008 tidak memenuhi syarat untuk keperluan budi daya ikan air tawar dan peternakan (Kategori Kelas III); sarana rekreasi air, budi daya ikan air tawar dan peternakan (Kategori Kelas II); dan bahan baku air minum (Kategori Kelas I); tetapi memenuhi syarat untuk keperluan pengairan (kategori Kelas IV). Begitu juga kandungan merkuri (Hg) pada percontoh air Sungai Ciliunggunung pada tahun 2006-2008 tidak memenuhi syarat untuk keperluan dalam kategori IV, III, II, dan I, tapi pada tahun 2009 percontoh air sungai dapat digunakan untuk keperluan pengairan (Kelas IV). Sementara kandungan besi (Fe) pada percontoh Sungai Ciliunggunung pada tahun 2006-2008 tidak memenuhi syarat untuk keperluan dalam kategori I, tapi pada tahun 2009 percontoh air sungai dapat digunakan untuk semua keperluan, baik itu kategori IV, III, II dan I.

Apabila perbaikan cara penambangan dan pengolahan bijih emas terus ditingkatkan secara berkelanjutan, maka kualitas air sungai juga akan lebih baik, sehingga pencemaran merkuri dan logam-logam lainnya juga akan menurun. Peningkatan kualitas air sungai dapat berpengaruh terhadap kesehatan manusia. Merkuri biasanya masuk ke dalam tubuh manusia lewat pencernaan, baik melalui ikan maupun air itu sendiri. Merkuri dalam bentuk logam sebagian besar dapat disekresikan, sisanya akan menumpuk di ginjal dan sistem saraf yang suatu saat akan mengganggu bila akumulasinya makin banyak. Apabila Hg ini terhisap dari udara akan berdampak akut atau dapat terakumulasi dan terbawa ke organ - organ tubuh lainnya, menyebabkan bronchitis sampai rusaknya paru - paru.

Pada keracunan merkuri tingkat awal penderita akan merasa mulutnya kebal, sehingga tidak peka terhadap rasa dan suhu. Hidung tidak peka bau, mudah lelah dan sering sakit kepala. Apabila terjadi akumulasi yang lebih, dapat berakibat pada degenerasi sel - sel saraf di otak kecil yang menguasai kondisi saraf, gangguan pada luas pandang, degenerasi pada sarung selaput saraf dan bagian otak kecil. Keracunan oleh merkuri anorganik terutama mengakibatkan

terganggunya fungsi ginjal dan hati, terganggunya sistem enzim dan mekanisme sintetik apabila berupa ikatan dengan kelompok sulfur di dalam protein dan enzim. Merkuri organik jenis metil-merkuri dapat memasuki placenta dan merusak janin pada wanita hamil, mengganggu saluran darah ke otak serta menyebabkan kerusakan otak (Herman, 2006).

Pengelolaan atau kegiatan penambangan/ pengolahan bahan galian nonlogam (mineral industri) tidak terlalu rumit apabila dibandingkan dengan bahan galian logam. Karakteristik dan kondisi geologi yang berbeda pada setiap jenis bahan galian, akan memberikan cara pengelolaan dan penanganan yang berbeda pula, sehingga penanganan aspek konservasi juga akan berbeda. Bahan galian yang diusahakan pada pertambangan skala kecil umumnya merupakan komoditi pilihan yang dapat dilakukan dengan cara penambangan / pengolahan yang tidak rumit, dan hasilnya dapat segera dipasarkan. Besarnya cadangan bahan galian bagi para penambang juga bukan merupakan faktor utama dalam penentuan kegiatan, asalkan bahan galian yang ditambang/diolah dapat memberikan pendapatan untuk mencukupi kebutuhan hidup.

Bahan galian yang telah terganggu keberadaannya (ditambang, disimpan ditempat penimbunan), tetapi mempunyai kualitas/kadar yang belum mempunyai nilai ekonomis pada saat ini, harus disimpan pada lokasi tertentu dengan penanganan yang baik dan benar agar tidak turun nilai ekonominya pada masa mendatang. Apabila akan dimanfaatkan dapat dengan mudah untuk diambil (digali) kembali. Sementara untuk bahan galian in-situ yang karena dimensi (jumlah cadangan) atau kadarnya belum mempunyai nilai ekonomi pada saat ini, perlu diamankan, jangan dimanfaatkan menjadi areal penimbunan waste atau tailing untuk mencegah turunnya nilai ekonomi.

SIMPULAN DAN SARAN

Dari hasil analisis dan pembahasan dapat disimpulkan sebagai berikut:

1. Pengolahan bijih emas dengan metode amalgamasi tidak langsung dapat memperoleh hasil logam emas (Au) lebih besar dan kehilangan merkuri (Hg) lebih sedikit.

2. Proses amalgamasi tidak langsung dapat meningkatkan perolehan logam emas hingga 14,580 % dan menekan tingkat kehilangan merkuri hingga 3,933%.

(14)

96

3. Hasil pemantauan pencemaran air Sungai Ciliunggunung (2007-2009) secara umum mengalami penurunan dibandingkan tahun-tahun sebelumnya setelah pengolahan bijih emas dilakukan dengan amalgamsi tidak langsung. Hal ini ditunjukkan dengan konsentrasi logam berat: merkuri 0,004-0,020 mg/l, besi 0,028-0,410 mg/l, mangan ttd-0,008 mg/l, tembaga 0,006-0,0150mg/l, seng 0,008-0,020 mg/l, timbal ttd-0,020 mg/l dan arsen ttd-0,001 mg/l.

4. Nilai pH air di bawah ambang batas maksimum untuk kriteria air baku air minum kelas I. Untuk meningkatkan nilai pH tersebut supaya sesuai dengan syarat yang ditentukan, dapat ditambahkan kapur.

SARAN

Perlu dilakukan pengolahan kembali terhadap tailing yang mengandung emas, dan upaya konservasi terhadap tailing maupun bijih emas kadar rendah.

Ucapan Terima Kasih

Penulis mengucapkan terima kasih kepada Kepala Dinas Pertambangan dan Energi Kabupaten Sukabumi dan Kepala UPT Loka Uji Teknik Penambangan Jampang Kulon-LIPI Sukabumi yang telah memberikan kesempatan untuk terlibat dalam Sosialisasi Hasil Pemantauan Pencemaran Air Raksa Dari Pengolahan Emas Di Waluran, sehingga salah satunya menghasilkan makalah ini.

ACUAN

Herman, D.Z., 2006. Tinjauan terhadap tailing mengandung unsur pencemar Arsen (As), Merkuri (Hg), Timbal (Pb), dan Kadmium (Cd) dari sisa pengolahan bijih logam. Jurnal Geologi Indonesia, Vol. 1 Maret 2006: h. 31-36.

Indarto, S., Dharma, S.K., dan Sudaryanto, 1987. Penelitian Mineralisasi di Daerah Waluran, Kabupaten Sukabumi. Laporan Penelitian No. 11/PPPG/1987, Puslitbang Geoteknologi-LIPI, Bandung, h. 10-11.

Noviardi, R., Widodo, Astuti, N.M., 2007. Konsentrasi Logam Berat Pada Air Sungai Cigaru dan Bahaya Yang Dapat Ditimbulkan Bagi Manusia. Prosiding Lokakarya Hasil Penelitian Dan Pengembangan di Bidang Ilmu Kebumian, Tasikmalaya, 4 September 2007.

Peele R., 1956. "Mining Engineers" Handbook. Third Edition, Vol. 2, New York, John Wiley & Sons Inc., March., p. 33 :2

Peraturan Pemerintah No. 82 Tahun 2001. Tentang Pengelolaan Kualitas Air Dan Pengendalian Pencemaran Air.

Sukamto, R., 1975. Geologi Lembar Jampang Dan Balekambang, Jawa. Skala 1:100.000. Direktorat Geologi, Bandung.

Sukamto, R., 1990. Geologi Lembar Jampang Dan Balekambang, Jawa Barat. Pusat Penelitian dan pengembangan Geologi, Bandung.

Soemarto, B., Widodo, dan Pujono, 1994. Studi Mineragrafi dan batuan Ubahan Silikat di Daerah Prospek Surade, Kabupaten Sukabumi. Prosiding Hasil-Hasil Penelitian Puslitbang Geoteknologi-LIPI, Bandung.

Sevruykov, N., Kuzmin, B., dan Chelishchev, Y., 1960. General Matallurgy, Peace Publisher, Moscow, 545 pp.

Wahyu, T., Sudarsono, B., dan Zakiyadin, 2006. Sosialisasi Hasil Pemantauan Pencemaran Air Raksa Dari Pengolahan Emas Di Waluran Tahun 2006, Dinas Pertambangan dan Energi, Kabupaten Sukabumi, 23 Agustus 2006, h. 5-14.

Widodo, 2008a. Pencemaran air raksa sebagai dampak pengolahan bijih emas di sungai Ciliunggunung, Waluran, Kabupaten Sukabumi, Jurnal Geologi Indonesia, Vol. 3 No. 3 September 2008, Badan Geologi, Departemen Energi Dan Sumber Daya Mineral, Bandung, 3:139-149.

Widodo, 2008b. Pengaruh perlakuan amalgamasi terhadap tingkat perolehan emas dan kehilangan merkuri, Jurnal RISET Geologi dan Pertambangan, Jilid 18 Nomor 1 Tahun 2008, Puslit Geoteknologi-LIPI, Bandung, 18: 47-54.

Gambar

Gambar 1. Peta lokasi daerah penelitian.
Gambar 2. Peta geologi daerah Waluran dan sekitarnya (Sukamto, 1975).
Gambar 3.  Pengolahan bijih emas metode amalgamasi cara langsung.
Gambar 5. Gelundung (amalgamator) untuk proses pengolahan bijih emas  (Foto diambil di Waluran, 2010)
+6

Referensi

Dokumen terkait

Berdasarkan nilai tabel signifikan di tabel 4 yang menunjukan 0,003 yang lebih kecil dari pada alpha 0,05 ( sig &lt;α atau 0,003 &lt; 0,05) sehingga Ha

Dari tabel 8 terlihat bahwa dari perhitungan Indeks Spesialisasi Perdagangan untuk kelima sektor ekspor unggulan Kalimantan Selatan memiliki tingkat daya saing sejak

Belanja modal Pengadaan Alat Peraga/Praktek Sekolah Bidang 1.242.228.000,00 Pendidikan/Keterampilan Lain-lain.. Belanja Modal Tanah Untuk

Dalam sistem aliran berlawanan arah (counter-current) dengan pipa vertikal ada kondisi batas dimana kecepatan aliran kedua fase tidak dapat dinaikkan lagi, bila melewati

Hasil penelitian yang dilakukan oleh Colpin, DeMunter, Nys dan Vandemeulebroecke (1999) menemukan bahwa ibu dengan anak kembar yang merupakan kelahiran pertama,

Tabel 5.6 Karakteristik responden berdasarkan kecemasan pre operasi benigna prostat hiperplasia sesudah dilakukan intervensi relaksasi genggam jari di Ruang Mawar

Nilai K optimal yang digunakan pada Algoritma K-Nearest Neighbor (K-NN) untuk memprediksi klasifikasi batubara di PT Pancaran Surya Abadi dengan melakukan

Ilmu medis sebagai salah satu dari sekian banyak ilmu pengetahuan pun memiliki register, sehingga variasi bahasa yang terdapat pada bidang medis dapat disebut sebagai