• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. dipersepsikan sebagai tidak pasti dan penting.

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "BAB II TINJAUAN PUSTAKA. dipersepsikan sebagai tidak pasti dan penting."

Copied!
19
0
0

Teks penuh

(1)

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Stres Kerja

2.1.1 Pengertian Stres

Menurut Robbins (2003) stres menunjukkan suatu kondisi dinamika yang di dalamnya seorang individu dikonfrontasikan dengan suatu peluang, kendala, atau tuntutan yang dikaitkan dengan apa yang diinginkan dan yang hasilnya dipersepsikan sebagai tidak pasti dan penting.

Manuaba (dalam Tarwaka , 2004) memberikan definisi stres yaitu segala rangsangan atau aksi dari tubuh manusia baik yang berasal dari luar maupun dari dalam tubuh itu sendiri yang dapat menimbulkan berbagai macam-macam dampak yang merugikan mulai dari menurunnya kesehatan sampai kepada dideritanya suatu penyakit.

Siagian (2007) menyatakan bahwa stress merupakan kondisi ketegangan yang berpengaruh terhadap emosi, jalan pikiran, dan kondisi fisik seseorang. Stress yang tidak diatasi dengan baik biasanya berakibat pada ketidakmampuan seseorang untuk berinteraksi secara positif dengan lingkungannya, baik dalam arti lingkungan pekerjaan maupun lingkungan luar lainnya. Hal ini berarti perawat yang bersangkutan akan menghadapi berbagai gejala negatif yang akhirnya akan berpengaruh terhadap prestasi kerja perawat.

2.1.2 Sumber Stres

Sumber stres merupakan asal penyebab suatu stres yang dapat mempengaruhi sifat stresor seperti individu, keluarga, dan lingkungan. Sumber

(2)

stres yang berasal dari dalam diri individu umumnya dikarenakan konflik yang terjadi antara keinginan dan kenyataan berbeda, dalam hal ini adalah berbagai permasalahan yang terjadi yang tidak sesuai dengan dirinya dan tidak mampu diatasi maka dapat menimbulkan stres. Sumber stres dari masalah keluarga ditandai dengan adanya perselisihan masalah keluarga, masalah keuangan serta adanya tujuan yang berbeda diantara keluarga.

Permasalahan ini akan selalu menimbulkan keadaan yang dinamakan stres begitu juga dengan sumber stres dalam masyarakat dan lingkungan umumnya,yang dapat dilihat dari hubungan pekerjaan yang secara umum disebut dengan stres pekerja karena lingkungan fisik, hubungan interpersonal serta kurang adanya pengakuan di masyarakat sehingga tidak dapat berkembang (Hidayat, 2007).

2.1.3 Tanda-tanda Stres

Everly dan Girdano (dalam Munandar 2001) mengajukan daftar tanda-tanda dari adanya distress. Menurut mereka, stres akan mempunyai dampak pada suasana hati (mood), otot kerangka (musculoskeletal) dan organ-organ dalam badan (visceral).

1. Tanda-tanda suasana hati (mood): a. Menjadioverexcited b. Cemas

c. Merasa tidak pasti

d. Sulit tidur pada malam hari (somnabulisme) e. Menjadi mudah bingung dan lupa

(3)

f. Menjadi sangat tidak enak (uncomfortable) dan gelisah (ill at ease) g. Menjadi gugup (nervous)

2. Tanda-tanda otot kerangka (muscoskeletal) a. Jari-jari dan tangan gemetar

b. Tidak dapat duduk diam atau berdiri di tempat c. Mengembangkan tic (gerakan tidak sengaja) d. Kepala mulai sakit

e. Merasa otot menjadi tegang atau kaku f. Menggagap jika berbicara

g. Leher menjadi kaku

3. Tanda-tanda organ-organ dalam badan (visceral) a. Perut terganggu

b. Merasa jantung berdebar c. Banyak berkeringat d. Tangan berkeringat

e. Merasa kepala ringan atau akan pingsan f. Mengalami kedinginan (cold chillc) g. Wajah menjadi „panas‟

2.1.4 Tingkatan Stres

Potter & Perry (2005) membagi tingkatan stres menjadi tiga situasi yaitu situasi stres ringan, situasi stres sedang dan situasi stres berat. Situasi stres ringan merupakan stresor yang dihadapi setiap orang secara teratur seperti terlalu banyak tidur, kemacetan lalu lintas, kritikan dari atasan, stres ini berlangsung beberapa

(4)

menit atau jam. Sementara situasi stres sedang, berlangsung lebih lama, dari beberapa jam sampai beberapa hari, misalnya perselisihan yang tidak terselesaikan dengan rekan kerja, anak yang sakit atau ketidakhadiran yang lama dari anggota keluarga, sedangkan situasi stres berat, merupakan situasi kronis yang dapat berlangsung beberapa minggu sampai beberapa tahun, seperti perselisihan perkawinan terus-menerus, kesulitan finansial yang berkepanjangan.

2.1.5 Konsekuensi dari Stres

Menurut Muchlas (2005), stres menunjukkan gejala-gejala dalam sejumlah cara. Misalnya, seseorang yang sedang mengalami stres dengan level yang tinggi dapat berkembang menuju tekanan darah tinggi, luka lambung. Iritabilitas, sulit dalam mengambil keputusan rutin, kehilangan selera makan, kecenderungan memperoleh kecelakaan, dan lain-lain. Semua gejala-gejala ini dapat dikelompokkan dalam tiga kategori umu yaitu :

1. Gejala-gejala Fisiologis

Yang terbanyak menjadi perhatian kita perihal stres adalah gejala-gejala fisiologis. Secara menonjol disebabkan oleh kenyataan adanya berbagai topik penelitian yang dilakukan oleh para spesialis dalam ilmu-ilmu kedokteran dan kesehatan. Penelitian ini menuju pada konklusi bahwa stres dapat menciptakan perubahan-perubahan dalam metabolisme, meningkatkan angka denyut jantung dan pernafasan, menaikkan tekanan darah, dan menimbulkan sakit kepala.

(5)

2. Gejala-gejala Psikologis

Stres dapat menyebabkan ketidakpuasan. Stres yang berhubungan dengan pekerjaan dengan sendirinya dapat menyebabkan ketidakpuasan kerja. Ketidakpuasan kerja, dalam kenyataannya adalah efek psikologis dari stres yang paling sederhana dan jelas. Tetapi, stres menunjukkan dirinya dalam status psikologis tertentu, misalnya ketegangan, kecemasan, ketersinggungan, kebosanan, dan keras kepala, makin sedikit orang-orang memiliki kontrol terhadap waktu kerja mereka, makin besar pula stres dan ketidakpuasan kerjanya.

3. Gejala-gejala Perilaku

Gejala-gejala stres yang berhubungan dengan perilaku termasuk perubahan-perubahan dalam produktivitas, absensi dan pindah kerja, juga perubahan-perubahan dalam kebiasaan makan, lebih sering merokok dan bertambahnya konsumsi alkohol, bicara menjadi cepat, bertambah gelisah, dan adanya gangguan tidur.

2.1.6 Pengertian Stres Kerja

Veithzal (2004) menyatakan stress kerja adalah suatu kondisi ketegangan yang menciptakan adanya ketidakseimbangan fisik dan psikis, yang mempengaruhi emosi, proses berpikir dan kondisi seorang karyawan, dalam hal ini tekanan tersebut disebabkan oleh lingkungan pekerjaan tempat pekerja tersebut bekerja.

Smith (dalam Wijono, 2010) mengemukakan bahwa konsep stres kerja dapat ditinjau dari beberapa sudut, yaitu : pertama, stress kerja merupakan hasil

(6)

dari keadaan tempat kerja. Keadaan tempat bising dan ventilasi udara yang kurang baik. Ini akan mengurangi motivasi karyawan. Kedua stres kerja merupakan hasil dari 2 faktor organisasi yaitu keterlibatan dalam tugas dan dukungan organisasi. Ketiga, stres terjadi karena faktor “workload” juga faktor kemampuan melakukan tugas. Keempat, akibat dari waktu kerja yang berlebihan. Kelima, adalah faktor tanggung jawab kerja. Terakhir, tantangan yang muncul dari tugas.

Menurut Zamralita (2005) stress kerja bisa dipahami sebagai keadaan di mana seseorang menghadapi tugas atau pekerjaan yang tidak bisa atau belum bisa dijangkau oleh kemampuannya. Jika kemampuan seseorang baru sampai angka 5 (lima) tetapi menghadapi pekerjaan yang menuntut kemampuan dengan angka 9 (sembilan) maka sangat mungkin sekali orang itu akan terkena stress kerja.

2.1.7 Pembangkit Stres Kerja (Stressors)

Pada dasarnya, sumber stres merupakan hasil dari interaksi dan transaksi antara seseorang individu dengan lingkungannya. Menurut Munandar (2001) setiap aspek dari pekerjaan dapat menjadi pembangkit stres. Tenaga kerja yang melakukan sejauh mana situasi yang dihadapi merupakan situasi stres atau tidak. Tenaga kerja dalam interaksinya dipekerjaan, dipengaruhi pula oleh hasil interaksinya ditempat lain, dirumah, disekolah, diperkumpulan dan sebagainya. Sumber stres yang menyebabkan seseorang tidak berfungsi optimal atau yang menyebabkan seseorang jatuh sakit, tidak saja datang dari satu macam pembangkit stres saja tapi dari beberapa pembangkit stres. Sebagian dari waktu manusia adalah bekerja. Jadi lingkungan pekerjaan mempunyai pengaruh yang besar terhadap kesehatan seseorang bekerja. Pembangkit stres dipekerjaan

(7)

merupakan pembangkit stres yang besar peranannya terhadap kurang berfungsinya atau jatuh sakitnya tenaga kerja.

Munandar (2001) mengatakan faktor-faktor di pekerjaan yang dapat menimbulkan stres dapat dikelompokkan ke dalam lima kategori besar yaitu faktor-faktor intrisik dalam pekerjaan, peran dalam organisasi, pengembangan karir, hubungan dalam pekerjaan, serta struktur dan iklim organisasi. Faktor-faktor intrisik dalam pekerjaan termasuk dalam kategori ini ialah tuntutan fisik dan tututan tugas. Tuntutan fisik seperti faktor kebisingan. Sedangkan faktor-faktor tugas mencakup: kerja malam, beban kerja, dan penghayatan dari resiko dan bahaya.

1. Tuntutan fisik : kondisi fisik kerja mempunyai pengaruh terhadap feel dan psikologis diri seseorang tenaga kerja. Kondisi fisik dapat merupakan pembangkit stres. Suara bising selain dapat menimbulkan gannguan pendengaran sementara atau tetap pada pendengaran kita, juga dapat merupakan sumber stres yang menyebabkan peningkatan dari kesiagaan dan ketidakseimbangan psikologis kita. Kondisi ini memudahkan timbulnya kecelakaan. Tidak mendengar suara-suara peringatan sehingga timbul kecelakaan. Bising oleh para pekerja pabrik dinilai sebagai pembangkit stres yang membahayakan.

2. Tuntutan tugas : penelitian menunjukan bahwa shift / kerja malam merupakan sumber utama dan stres bagi pekerja pabrik. Para pekerja shift malam lebih sering mengeluh tentang kelelahan dan gangguan perut dari

(8)

pada para pekerja pagi/siang dan dampak dari kerja shift terhadap kebiasaan makan yang mungkin menyebabkan gangguan perut.

Menurut Robbins (2002) ada beberapa faktor penyebab stres kerja, antara lain : konflik antar pribadi dengan pimpinan, beban kerja yang sulit dan berlebihan, terbatasnya waktu untuk menyelesaikan pekerjaan, tekanan dan sikap kepemimpinan yang kurang adil dan tidak wajar.

Menurut Wahjono (2010) secara lengkap ada beberapa faktor yang diidentifikasi sebagai sumber stres yaitu:

1. Faktor Lingkungan.

ketidakpastian lingkungan mempengaruhi perancangan struktur organisasi, ketidakpastian juga mempengaruhi tingkat stres dikalangan para karyawan dalam sebuah organisasi. Bentuk-bentuk ketidakpastian lingkungan ini antara lain ketidakpastian ekonomi, ketidakpastian politik, ketidakpastan teknologi, dan ketidakpastian keamanan.

2. Faktor Organisasi.

Beberapa faktor organisasi yang menjadi potensi sumber stres antara lain: a. tuntutan tugas dalam hal desain pekerjaan individu, shift kerja,

kondisi kerja, dan tata letak kerja fisik.tuntutan peran yang berhubungan dengan tekanan yang diberikan pada seseorang sebagai fungsi dari peran tertentu yang dimainkan dalam sebuah organisasi.

(9)

b. tuntutan antar pribadi, yang merupakan tekanan yang diciptakan oleh karywan lain seperti kurangnya dukungan sosial dan buruknya hubungan antar pribadi para karyawan.

c. struktur organisasi yang menentukan tingkat diferensiasi dalam organisasi, tingkat aturan dan peraturan, dan dimana keputusan diambil. Aturan yang berlebihan dan kurangnya partisipasi individu dalam pengambilan keputusan merupakan potensi sumber stres.

d. kepemimpinan organisasi yang terkait dengan gaya kepemiminan atau manajerial dari eksklusif senior organisasi. Gaya kepemimpinan tertentu dapat menciptakan budaya yang menjadi potensi sumber stres.

3. Faktor Individu

Faktor individu menyangkut denga faktor-faktor dalam kehidupan pribadi individu. Faktor tersebut antara lain persoalan keluarga, masalah ekonomi, dan karakteristik kepribadian bawaan. Ketika penyebab stres ditinjau secara individu maka dapat diketahui bahwa stres merupakan fenomena yang bertumpuk-tumpuk dari beberapa faktor-faktor tersebut di atas. Dalam kenyataan setiap individu memiliki itngkat stres yang berbeda meskipun diasumsi berada dalam faktor-faktor pendorong stres yang sama. Menurut Drafke (2009) ada beberapa hal yang menyebabkan stres yaitu : a. permintaankuantitatif

(10)

c. kontrol (pengendalian) kerja d. partisipasi

e. shift kerja f. perankerja

g. faktor pendukung lainnya

2.1.8 Dampak Stres Kerja

Menurut Gitosudarmo (2000) dampak stress kerja dapat menguntungkan ataupun merugikan pekerja. Dampak yang menguntungkan diharapkan akan memacu pekerja untuk dapat menyelesaikan pekerjaan dengan bersemangat dan sebaik-baiknya, namun jika stress tidak mampu diatasi maka akan menimbulkan dampak yang merugikan pekerja.

Selain pada pekerja , Towner dalam Imatama (2006) menyebutkan kerugian finansial yang akan diterima instansi akibat stress kerja antara lain: absen karena sakit, waktu manajemen berkurang karena kehilangan peran pekerja dalam rencana manajemen, pengaruh pada pekerja lainnya yang terbebani pekerjaan pekerja yang absen, pengunduran diri dan perekrutan yang membutuhkan latihan dan pengembangan, kecelakaan dan kesalahan di tempat kerja, dan tuntutan hukum.

2.1.9 Tatacara Mengelola Stres

Menurut Wahjono (2010), dalam mengelola sebuah organisasi, stres dapat dikelola dengan baik sehingga dapat menjadi hal yang positif bagi kinerja individu maupun organisasi. Ada dua pendekatan yang dapat daigunakan untuk mengelola stres, yaitu :

(11)

1. Pendekatan Individu

Tenaga kerja dapat memikul tanggungjawab pribadi untuk mengurangi tingkat stressnya, strategi individu yang telah terbukti efektif mencakup :

a. Pelaksanaan teknik-teknik manajemen waktu yang efektif dan efisien .

b. Meningkatnya latihan non fisik kompetitif seperti joging, aerobik, berenang dan sebagainya.

c. Pelatihan pengenduran seperti meditasi, hipnotis dan biofeedback

d. Perluasan jaringan dukungan sosial seperti keluarga dan teman yang dapat diajak bicara sebagai slauran keluar bila tingkat stres menjadi berlebihan.

2. Pendekatan Organisasi

Faktor organisasi yang dikendalikan oleh manajemen seperti tuntutan tugas dan peran, struktur organisasi dapat dimodifikasi sedemikian rupa untuk menghindari tingkat stres yang tinggi. Beberapa strategi yang dapat dilakukan oleh manajemen antara lain :

a. Memperbaiki mekanisme seleksi personil dan penempatan kerja. Sehingga individu yang memiliki daya tahan yang tinggi terhadap stres dapat ditempatkan pada pekerjaan yang memiliki tingkat stres yang tinggi.

(12)

b. Penggunaan pendapatan sasaran yang realistis, sehingga individu mengetahui secara jelas sasaran yang meereka tuju, menerima umpan balik dan memotivasi mereka untuk mencapai tujuan.

c. Perancangan ulang pekerjaan yang dapat memberikan pekerja kendali yang besar dalam pekerjaan yang mereka tekuni.

d. Meningkatkan keterlibatan pekerja dalam pengambilan keputusan. Memperbaiki komunikasi organisasi yang dapat mengurangi ambiguitas peran dan konflik peran.

e. Penegakan program kesejahteraan korporasi yang memusatkan perhatian kepada keseluruhan kondisi fisik dan mental pekerja.

2.2 Prestasi Kerja

2.2.1 Pengertian Prestasi Kerja

Kelangsungan hidup suatu rumah sakit salah satunya tergantung pada prestasi perawat dalam melaksanankan pekerjaan. Oleh karena itu, perawat merupakan unsur rumah sakit yang penting yang harus mendapat perhatian dan prestasi perawat harus diperhatikan. Pengertian Prestasi kerja menurut beberapa ahli :

Menurut Hasibuan (2007) prestasi kerja adalah suatu hasil kerja yang dicapai tenaga kerja dalam melaksanakan tugas-tugas yang dibebankan kepadanya yang didasarkan atas kecakapan, pengalaman, dan kesungguhan serta waktu. Prestasi kerja merupakan gabungan dari 3 (tiga) faktor penting, yaitu kemampuan dan penerimaan atas penjelasan delegasi tugas, serta peran dan tingkat motivasi

(13)

seorang tenaga kerja. Semakin tinggi angka untuk ketiga faktor ini, semakin besar prestasi kerja tenaga kerja yang bersangkutan. Selanjutnya Hasibuan menyatakan bahwa hasil kerja perlu dinilai melalui penilaian prestasi yaitu kegiatan manajer untuk mengevaluasi prestasi kerja tenaga kerja serta menetapkan kebijakan selanjutnya.

Harianja (2002) mendefenisikan prestasi kerja merupakan hasil kerja yang dihasilkan oleh tenaga kerja atau perilaku nyata yang ditampilkan sesuai dengan peranannya dalam organisasi.

2.2.2 Faktor-Faktor Yang mempengaruhi Prestasi Kerja

Menurut Mangkunegara (2000) ada 2 (dua) faktor yang mempengaruhi pencapaian prestasi kerja yaitu:

a. Faktor Kemampuan

Secara psikologis, kemampuan (ability) pekerja terdiri dari kemampuan potensial (IQ) dan kemampuan reality (knowledge+skill). Artinya, pekerja yang memiliki IQ di atas rata- rata (110-120) dengan pendidikan yang memadai untuk jabatannya dan terampil dalam mengerjakan pekerjaan sehari- hari, maka ia akan lebih mudah mencapai kinerja yang diharapkan. Oleh karena itu, pekerja perlu di tempatkan pada pekerjaan yang sesuai dengan keahliannya (the right man in the right place, the right man on the right job).

b. Faktor Motivasi

Motivasi terbentuk dari sikap (attitude) seorang pekerja yang menghadapi situasi (situation) kerja. Motivasi merupakan kondisi yang menggerakkan diri pekerja yang terarah untuk mencapai tujuan organisasi (tujuan kerja). Sikap

(14)

mental merupakan kondisi mental yang mendorong diri pekerja untuk mencapai prestasi kerja secara maksimal. Sikap mental seorang pekerja harus sikap mental yang siap secara psikofisik (siap secara mental, fisik, tujuan, dan situasi). Artinya, seorang pekerja harus siap mental, mampu secara fisik, memahami tujuan utama dan target kerja yang akan dicapai, mampu memanfaatkan dan menciptakan situasi kerja.

2.2.3 Pengertian Penilaian Prestasi Kerja

Sikula dalam Hasibuan ( 2007) mengatakan bahwa penilaian prestasi kerja adalah evaluasi yang sistematis terhadap pekerjaan yang dilakukan karyawan yang ditujukan untuk penilaian.

Menurut Wahyudi (2002) secara umum penilaian prestasi kerja dapat diartikan sebagai suatu evaluasi yang dilakukan secara periodik dan sistematis tentang prestasi kerja atau jabatan (job specification) seorang tenaga kerja, termasuk potensi pengembangannya. Dari hasil penilaian prestasi kerja dapat diketahui kelebihan dan kekurangan dari pekerjaan yang dinilai dan hasilnya oleh manajemen akan dijadikan sebagai dasar bagi tindakan-tindakan selanjutnya seperti:

1. Mengukur prestasi kerja, yakni sampai sejauh mana seorang tenaga kerja berhasil dalam pekerjaannya.

2. Mengukur keberhasilan tenaga kerja dalam mengikuti program pelatihan dan pengembangan.

(15)

3. Mengumpulkan data yang akan digunakan dalam rangka memperbaiki dan mengembangkan kecakapan tenaga kerja, disamping untuk melakukan pengecekan secara periodik.

4. Mengumpulkan data guna pertimbangan-pertimbangan dalam program mutasi nasional.

5. Mengumpulkan data yang diperlukan guna menetapkan pemberian insentif.

2.2.4 Aspek Penilaian Prestasi Kerja

Perawat sebagai salah satu sumberdaya penting bagi rumah sakit perlu diberikan penghargaan atau reward terhadap prestasi kerja yang dilakukannya . Penilaian Prestasi Kerja tersebut ditetapkan sesuai instansi itu sendiri. Rumah sakit Vita Insani telah menetapkan aspek penilaian kinerja perawat , yaitu :

1. Pengetahuan Keterampilan yaitu kualitas kerja, tanggung jawab, dan kreativitas. Dengan adanya keterampilan yang baik dapat menghindari tingkat kesalahan dalam penyelesaian suatu pekerjaan serta produktivitas kerja yang dihasilkan dapat bermanfaat bagi kemajuan rumah sakit.

2. Penampilan, yaitu penampilan pribadi dan penampilan pekerjaan. Perawat dalam berpenampilan harus menjaga kerapian diri , keseragaman berpenampilan dan mencatat laporan pekerjaan dengan baik.

3. Sikap, yaitu kepribadian, kejujuran, sosiabilitas, HAM, kerjasama, kerohanian, ketaatan dinas, absensi, dan atensi. Dengan memiliki sikap yang telah disebutkan diatas maka itu menjadi salah satu penilaian kinerjai perawat dikategorikan berprestasi pada sebuah rumah sakit.

(16)

4. Kesehatan, yaitu menunjukkan perawat dalam menjaga kesehatannya agar tidak menjadi alasan cuti dari pekerjaannya.

Seluruh ukuran penilaian kinerja perawat ini adalah segala hal yang dapat menjadi ukuran tinggi rendahnya prestasi pekerja perawat. Hasibuan (2007) menyatakan penilaian prestasi kerja adalah menilai rasio hasil kerja nyata dengan standar kualitas maupun kuantitas yang dihasilkan setiap pekerja. Selanjutnya, Yoder dalam Hasibuan (2007) menyatakan penilaian prestasi kerja merupakan prosedur formal yang dilakukan di dalam organisasi untuk mengevaluasi pekerja. Penilaian kinerja memiliki arti penting dan terlihat dengan jelas bahwa penilaian unjuk kerja tidak sekedar menilai, yaitu mencari pada aspek apa perawat yang kurang atau lebih, tetapi lebih luas lagi yaitu membantu perawat untuk mencapai unjuk kerja yang diharapkan oleh organisasi dan berorientasi pada pengembangan perawat atau rumah sakit.

2.2.5 Tujuan Penilaian Prestasi Kerja

Veithzal (2004) menjabarkan tujuan penilaian kinerja atau prestasi kerja : 1. Pemberian imbalan yang serasi, misalnya untuk pemberian kenaikan gaji

berkala, gaji pokok, kenaikan gaji istimewa,insentif uang. 2. Mendorong pertanggungjawaban dari perawat.

3. Pembeda antara perawat yang satu dengan yang lain. 4. Pengembangan sumberdaya manusia .

5. Meningkatkan motivasi kerja. 6. Meningkatkan etos kerja.

(17)

7. Memperkuat hubungan antara perawat dengan kepala perawat melalui diskusi tentang kemajuan kerja perawat.

8. Alat untuk memperoleh umpan balik dari perawat untuk memperbaiki desain pekerjaan, lingkungan pekerjaan, dan rencana karier sebelumnya.

9. Riset seleksi sebagai kriteria keberhasilan atau efektivitas

10. Membantu menempatkan perawat dengan pekerjaan yang sesuai untuk mencapai hasil yang baik secara menyeluruh.

11. Penyaluran keluhan yang berkaitan dengan masalah pribadi maupun pekerjaan.

12. Alat untuk menjaga tingkat kinerja.

13. Alat untuk membantu dan mendorong perawat mengambil inisiatif dalam rangka memperbaiki kinerja.

14. Untuk mengetahui efektivitas kebijakan sumberdaya manusia, seperti seleksi, rekrutmen, pelatihan dan analisis pekerjaan sebagai komponen yang saling ketergantungan di antara fungsi- fungsi sumberdaya manusia.

15. Mengidentifikasi dan menghilangkan hambatan-hambatan agar kinerja menjadi baik.

(18)

2.3 Hubungan Stress Kerja dengan Prestasi Kerja Perawat

Gambar 2.1Model Hubungan Stres Dan Prestasi Kerja

Hubungan Stres Kerja dengan Prestasi Kerja seperti huruf U terbalik. Stress dapat membantu atau merusak prestasi kerja, tergantung seberapa besar tingkat stress itu. Bila tidak ada stress, tantangan kerja juga tidak ada, dan prestasi kerja cenderung menurun, sebaliknya sejalan dengan meningkatnya stress, prestasi kerja cenderung naik, karena stress membantu perawat untuk mengarahkan segala sumber daya dalam memenuhi kebutuhan kerja.

Akhirnya, stress mencapai titik stabil yang kira-kira sesuai dengan kemampuan prestasi kerja perawat. Selanjutnya, bila stress menjadi terlalu besar, prestasi kerja akan mulai menurun, karena stress mengganggu pelaksanaan pekerjaan.. Dengan demikian stress kerja memiliki pengaruh terhadap prestasi kerja. (Handoko, 2001).

(19)

2.4 Kerangka Konsep Penelitian

Berdasarkan teori yang telah dijelaskan, maka kerangka konseptual dalam penelitian ini dapat digambarkan sebagai berikut :

Gambar 2.2 Kerangka Konsep Penelitian

Gambar

Gambar  2.1Model Hubungan Stres Dan Prestasi Kerja

Referensi

Dokumen terkait

(penggarap) dalam mewujudkan program pengembangan masyarakat, strategi yang dapat dilakukan adalah penguatan kapasitas kelembagaan LMDH dan peningkatan efektivitas PHBM.

Dalam penelitian ini, penulis mengambil iterasi dari beberapa jurnal sebelumnya yang membahas mengenai studi kasus yang memiliki persamaan yaitu pada penelitian

Guna meningkatkan kenyamanan dan kemudahan penggunaan ashitaba maka diformulasikan granul effervescent, dengan tujuan penelitian untuk mengetahui pengaruh variasi

Logo dapat membedakan perusahaan yang satu dengan yang lain, produk yang satu dengan yang lain...

Bila suatu reaksi dilakukan dalam sistem terisolasi (tersekat) mengalami perubahan yang mengakibatkan terjadinya penurunan energi potensial partikel-partikelnya, maka

pembelajaran, guru harus memperhatikan langkah-langkah pembelajaran yang ada pada RPP dan dapat menerapkannya sesuai alokasi waktu yang telah ditentukan. Proses

Hasil dari Sistem Informasi Geografis Penentuan Lahan Potensial menggunakan Image Processing adalah data berupa vector, sedangkan input dan beberapa proses dari

Penelitian ini bertujuan untuk membangkitkan tegangan tinggi DC menggunakan metode flyback dari kumparan dengan teknik Pulse Width Modulation (PWM) yang dibangkitkan oleh