• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB I PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG MASALAH. Program Dana pinjaman Bergulir merupakan sebuah kebijakan dari

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "BAB I PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG MASALAH. Program Dana pinjaman Bergulir merupakan sebuah kebijakan dari"

Copied!
44
0
0

Teks penuh

(1)

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 LATAR BELAKANG MASALAH

Program Dana pinjaman Bergulir merupakan sebuah kebijakan dari pemerintah untuk menyalurkan sejumlah dana untuk menunjang masalah permodalan yang dihadapi oleh koperasi di Indonesia. Dana disalurkan melalui sejumlah perbankan yang kemudian diberikan kepada koperasi simpan pinjam dan unit simpan pinjam-koperasi. Dana tersebut kemudian nantinya harus dipertanggungjawabkan oleh koperasi yang menerima dana, dimana dana tersebut dikembalikan kepada pengelola yang ditunjuk sebelumnya untuk kemudian digulirkan kembali kepada koperasi yang belum pernah memperoleh dana tersebut.

Kementerian Koperasi dan UKM sebagai penyelenggara Program Dana Pinjaman Bergulir, pada tahun anggaran 2000 alokasi dana sebesar Rp350 miliar untuk 2.925 koperasi simpan pinjam dan unit simpan pinjam (KSP/USP) dan 1.000 lembaga keuangan mikro (LKM) terpilih di 341 kabupaten, dan untuk tahun 2001, dana yang dialokasikan sebesar Rp55 miliar untuk 1.000 LKM pada 175 kabupaten/kota, sedangkan pada tahun 2002 telah menyalurkan sebesar Rp. 90,0 milyar. Jumlah koperasi yang menerima sebanyak 784 Koperasi Simpan Pinjam (KSP) dan Unit Simpan Pinjam-Koperasi (USP-Kop), yang masing-masing terdiri dari 53 KSP dan 731 USP-Kop dengan dana masing-masing menerima Rp. 100 juta. Sedangkan tahun 2005, dana yang disalurkan sebesar Rp. 480 milyar kepada 4.490 koperasi (www.tempointeraktif.com/hg/ekbis/ 2002/ 09/12/brk,20020912-07,id.html).

(2)

Koperasi sebagai salah satu pelaku ekonomi nasional disamping BUMN dan swasta, memiliki landasan idealisme yang tinggi untuk mensejahterakan rakyat melalui para anggotanya. Hal ini terutama tersirat dalam pasal 33 UUD 1945 dimana penjelasannya menyatakan: ”dalam pasal 33 tercantum dasar demokrasi ekonomi, produksi dikerjakan

oleh semua, untuk semua di bawah pimpinan atau pemilikan anggota-anggota masyarakat. Kemakmuran masyarakatlah yang diutamakan, bukan kemakmuran orang-seorang. Sebab itu, perekonomian disusun sebagai usaha bersama berdasar atas azas kekeluargaan. Bangun perusahaan yang sesuai dengan itu adalah koperasi”. Oleh karena itu,pemerintah

merasa perlu dan memang harus untuk membantu permasalahan yang dihadapi oleh koperasi karena dengan terbantunya koperasi maka pemerintah juga secara otomatis turut serta dalam mensejahterakan masyarakat umum.

Terdapat banyak definisi dari koperasi sejalan dengan perkembangan zaman. Definisi awal umumnya menekankan bahwa koperasi adalah wadah bagi golongan ekonomi lemah, seperti definisi yang dikemukakan oleh Fay, yang menyatakan bahwa koperasi adalah suatu perserikatan dengan tujuan berusaha bersama yang terdiri atas mereka yang lemah dan diusahakan selalu dengan semangat tidak memikirkan diri sendiri sedemikian rupa, sehingga masing-masing sanggup menjalankan kewajibannya sebagai anggota dan mendapat imbalan sebanding dengan pemanfaatan mereka terhadap organisasi (Firdaus dan Susanto, 2002: 38-39). Koperasi juga adalah sebuah badan usaha yang beranggotakan orang seorang atau badan hukum koperasi dengan melandaskan kegiatannya berdasarkan prinsip koperasi sekaligus sebagai gerakan ekonomi rakyat yang berdasar atas asas kekeluargaan.

(3)

Suatu badan usaha apapun bentuknya, untuk dapat tumbuh dan berkembang maka memerlukan modal sebagai salah satu faktor produksi, tidak terkecuali juga untuk koperasi. Meskipun koperasi bukan merupakan bentuk kumpulan modal, namun sebagai suatu badan usaha maka di dalam menjalankan usahanya koperasi memerlukan modal pula. Akan tetapi, pengaruh modal dan penggunaannya dalam koperasi tidak boleh mengaburkan dan mengurangi makna koperasi, yang lebih menekankan kepentingan kemanusiaan daripada kepentingan kebendaan.

Jumlah modal yang diperlukan oleh suatu koperasi sudah harus ditentukan dalam proses pengorganisasian atau pada waktu pendiriannya dengan rincian berapa modal tetap dan berapa modal kerja yang diperlukan. Modal tetap atau disebut juga modal jangka panjang diperlukan untuk menyediakan fasilitas fisik koperasi, seperti untuk pembelian tanah, gedung, mesin dan kendaraan. Modal kerja yang disebut juga modal jangka pendek diperlukan untuk membiayai kegiatan operasional koperasi seperti gaji, pembelian bahan baku, pembayaran pajak dan premi asuransi, dan sebagainya. Jika koperasi itu, adalah koperasi simpan pinjam, maka modal ini diperlukan untuk pemberian pinjaman kepada para anggota (Firdaus dan Susanto, 2002:70).

Dilihat dari keperluan-keperluan tersebut di atas, jelaslah bahwa modal merupakan sarana untuk melaksanakan usaha-usaha koperasi. Namun kenyataannya, banyak koperasi yang terpaksa tidak beroperasi bahkan tutup dikarenakan tidak memiliki modal yang cukup untuk menjalankan usahanya. Sulitnya mendapatkan kredit bank dengan bunga murah dan banyaknya syarat yang harus dipenuhi untuk mendapatkan kredit dari bank tersebut seperti keharusan adanya agunan dan kelengkapan ijin usaha, merupakan

(4)

contoh persoalan yang umum dihadapi oleh koperasi-koperasi primer khususnya koperasi simpan pinjam.

Maka untuk mengatasi masalah permodalan tersebut, salah satu cara yang ditempuh pemerintah adalah dengan menyelenggarakan Program Dana Pinjaman Bergulir seperti yang telah dijelaskan di depan. Namun, kebijakan ini juga tidak lepas dari masalah dan kendala. Di Bandung misalnya, dana yang disalurkan telah terserap 100 persen ke masyarakat, namun bagaimana dana itu dikelola dan dampaknya belumlah dapat diketahui secara akurat dan komprehensif. Banyak timbul masalah yaitu konsultan pendamping yang hanya 7-9 bulan di lapangan dan tidak ada kader pengganti, fasilitator yang kurang profesional, kalangan pejabat di daerah yang kurang paham mekanisme Program Dana Pinjaman Bergulir, sampai kesalahan penggunaan dana yang seharusnya dipergunakan untuk usaha produktif malah dipergunakan untuk kepentingan konsumtif oleh penerima dana, dan lain sebagainya (www.bandung.go.id/images/ragaminfo/dana_bergulir.pdf).

Di Sumatera Utara sendiri, masalah yang timbul adalah kurangnya sosialisasi yang dilakukan oleh pengelola dana kepada koperasi menyebabkan timbulnya anggapan dari koperasi bahwa dana yang disalurkan adalah dana hibah karena berasal dari pemerintah dan karena itu tidak perlu dipertanggungjawabkan atau dikembalikan. Selain itu, tidak adanya kontrol pengawasan dari pengelola dana terhadap koperasi penerima dana, juga merupakan satu masalah tersendiri. Di Toba Samosir misalnya, karena kurangnya monitoring dari pengelola dana menyebabkan macetnya pengembalian dana pinjaman oleh koperasi penerima dana. Sedangkan di kabupaten lain terjadi ketidaksesuaian antara koperasi penerima dana dengan kriteria koperasi yang seharusnya mendapatkan dana pinjaman (sumber: Tim Pokja Kab. Deli Serdang).

(5)

Dari uraian permasalahan di atas, dapat disimpulkan bahwa pengelola dana memiliki peran yang sangat penting untuk terselenggaranya Program Dana Pinjaman Bergulir yang lancar, mulai dari tepat penyaluran, pemanfaatan dan pengembalian. Oleh karena itu, Penulis tertarik untuk mengkaji peranan pengelola Dana Pinjaman Bergulir, apa tugas dan tanggung jawab dari pengelola tersebut karena dengan uraian tugas dan tanggung jawab yang jelas akan menjadi landasan kuat untuk menyelesaikan dan mengatasi permasalahan yang menyangkut Program Dana Pinjaman Bergulir. Selain itu, dengan teratasinya masalah-masalah yang timbul diharapkan pada akhirnya program ini akan dapat mencapai tujuannya yaitu mengembangkan koperasi melalui perkuatan modal usaha simpan pinjam, mengembangkan usaha-usaha anggota koperasi yang bergerak pada sektor riil, dan yang utama adalah mengurangi ketergantungan anggota koperasi/ masyarakat dari jeratan rentenir karena pada dasarnya menurut Kartasapoetra, koperasi simpan pinjam bertujuan untuk mencegah para anggotanya terlibat dalam jeratan rentenir (Kartasapoetra, 2001: 133).

Adapun di Kabupaten Deli Serdang, Program Dana Pinjaman Bergulir ini dikelola oleh Dinas Penanaman Modal, Koperasi dan Pengusaha Kecil Menengah (PMK dan PKM), yang kemudian dirumuskanlah Peraturan Daerah Kabupaten Deli Serdang No. 3 Tahun 2006 tentang Pengelolaan Dana Pinjaman Bergulir Perkuatan modal KSP/ USP-Koperasi yang Bersumber Dari APBD Kabupaten Deli Serdang, sebagai pedoman bagi Dinas PMK dan PKM dalam pelaksanaan Program Dana Pinjaman Bergulir yang telah dilaksanakan mulai APBD tahun 2003, tahun 2005, tahun 2006, dan yang terbaru yang bersumber pada APBD 2007 yang digulirkan pada Januari 2008 lalu dengan total dana yang telah disalurkan adalah Rp. 4.305.000.000,-. Kewenangan tersebut didasari oleh PP

(6)

No.38 Tahun 2007 tentang Pembagian Urusan Pemerintahan antara Pemerintah, Pemerintah Daerah Propinsi dan Pemerintah Daerah Kabupaten/ Kota, dimana pada pasal 7 disebutkan bahwa salah satu urusan pemerintahan yang wajib diselenggarakan oleh Pemerintah Daerah baik Propinsi maupun Kabupaten/ Kota adalah berkenaan dengan koperasi dan usaha kecil dan menengah. Dan hal ini dikuatkan oleh Peraturan Bupati Deli Serdang No.886 Tahun 2008 tentang Tugas Pokok, Fungsi dan Rincian Tugas Jabatan Perangkat Daerah Kabupaten Deli Serdang dimana untuk urusan pemerintahan yang berkenaan dengan koperasi dan usaha kecil dan menengah menjadi tugas pokok dari Dinas PMK dan PKM.

Maka kemudian sesuai dengan perda yang disebutkan sebelumnya di atas, Dinas PMK dan PKM kemudian membentuk Tim Kelompok Kerja (Pokja) yang bertugas dan bertanggung jawab mulai dari penyaluran, pembinaan, monitoring, evaluasi sampai perguliran kembali pengembalian pokok kepada koperasi yang memenuhi persyaratan. Pembentukan Tim Pokja tersebut berdasarkan kepada Surat Keputusan Kepala Dinas PMK dan PKM Kabupaten Deli Serdang.

Maka dengan begitu judul penelitian ini adalah sebagai berikut: ”Peranan Dinas Penanaman Modal, Koperasi dan Pengusaha Kecil Menengah dalam Pengelolaan Dana Pinjaman Bergulir di Kabupaten Deli Serdang”.

1.2 PERUMUSAN MASALAH

Untuk mengarahkan penelitian dan memperlancar data dan fakta ke dalam bentuk penulisan, maka perlu dirumuskan masalah secara jelas sehingga dapat dijadikan sebagai bahan kajian dan pedoman pada penelitian yang akan dilaksanakan.

(7)

Penyelenggaraan Program Dana Pinjaman Bergulir bagi KSP/ USP- Kop mengalami banyak kendala dan masalah. Hal yang menonjol adalah kurangnya sosialisasi dari pengelola dana kepada koperasi-koperasi sehingga menimbulkan persepsi bahwa dana yang dialirkan adalah dana hibah dan bukan dana pinjaman sehingga tidak perlu dikembalikan, macetnya pengembalian pinjaman pokok oleh penerima dana yang disebabkan tidak atau kurangnya monitoring, pengawasan dari pengelola dana, bahkan terjadi kesalahan pemberian dana kepada koperasi yang tidak memenuhi persyaratan.

Karena timbulnya masalah-masalah tersebut, Penulis merasa perlu untuk melakukan penelitian dengan merumuskan permasalahan yang akan dijawab melalui penelitian ini yaitu apa sebenarnya peran dari pengelola dana khususnya di Kabupaten Deli Serdang sebagai lokasi penelitian yaitu Dinas Penanaman Modal, Koperasi dan Pengusaha Kecil Menengah, tugas dan fungsinya, serta ingin melihat kendala yang dihadapi oleh Dinas PMK dan PKM Kabupaten Deli Serdang dalam rangka penyelenggaraan Program Dana Pinjaman Bergulir tersebut.

1.3 TUJUAN PENELITIAN

Adapun tujuan yang Penulis harapkan dapat dicapai melalui penelitian ini adalah:

a. Untuk mengetahui peranan Dinas PMK dan PKM Kabupaten Deli Serdang sebagai pengelola Dana Pinjaman Bergulir dan bagaimana pelaksanaannya di lapangan. b. Untuk mengetahui masalah kendala yang dihadapi oleh Dinas PMK dan PKM

(8)

1.4 MANFAAT PENELITIAN

Manfaat dari penelitian ini adalah sebagai berikut:

a. Bagi Dinas Koperasi, Penanaman Modal dan Pengusaha Kecil Menengah Kabupaten Deli Serdang, penelitian ini diharapkan dapat dijadikan sebagai bahan masukan dalam pengelolaan Dana Pinjaman Bergulir selanjutnya.

b. Bagi Departemen Ilmu Administrasi Negara, penelitian ini akan melengkapi ragam penelitian yang telah dibuat oleh para mahasiswa dan diharapkan dapat menjadi bahan referensi bagi penelitian lain dengan objek yang sama.

c. Bagi pembaca, penelitian ini diharapkan dapat menambah pengetahuan dan wawasan tentang Ilmu Administrasi Negara khususnya kebijakan Dana Pinjaman Bergulir.

1.5 KERANGKA TEORI 1.5.1 Kebijakan Publik

1.5.1.1 Konsep Kebijakan Publik

Secara umum, istilah kebijakan atau policy dipergunakan untuk menunjuk perilaku seorang aktor (misalnya: seorang pejabat, suatu kelompok, maupun suatu lembaga pemerintah) atau sejumlah aktor dalam suatu bidang kegiatan tertentu. Pengertian kebijakan seperti ini dapat digunakan dan relatif memadai untuk keperluan pembicaraan biasa, namun menjadi kurang memadai untuk pembicaraan yang lebih bersifat ilmiah dan sistematis menyangkut analisis kebijakan publik. Oleh karena itu diperlukan batasan atau konsep kebijakan publik yang lebih tepat.

(9)

Robert Eyestone mengatakan bahwa kebijakan publik adalah hubungan suatu unit pemerintah dengan lingkungannya. Sedangkan Thomas Dye berpendapat kebijakan publik adalah pilihan pemerintah untuk melakukan atau tidak melakukan sesuatu (dikutip dari Abidin, 2002: 20). Definisi yang lebih tepat dikemukakan oleh James Anderson. Ia mengemukakan:

A purposive course of action followed by an actor or set of actors indealing with a problem or matter of concern. This concept of policy focuses attention on what is actually done as against what is proposed ar intended, and it differentiates a policy from a decision, which is a choice among competing alternatives (Anderson,1979: 4).

Menurut Anderson, kebijakan merupakan arah tindakan yang mempunyai maksud yang ditetapkan oleh seorang aktor atau sejumlah aktor dalam mengatasi suatu masalah atau suatu persoalan. Konsep kebijakan ini dianggap lebih tepat karena memusatkan perhatian pada apa yang sebenarnya dilakukan dan bukan pada apa yang diusulkan atau dimaksudkan. Selain itu, konsep ini juga membedakan kebijakan dari keputusan yang merupakan pilihan di antara berbagai alternatif yang ada.

Secara umum kebijakan adalah keputusan yang dibuat pemerintah atau lembaga berwenang untuk memecahkan masalah atau mewujudkan tujuan yang diinginkan masyarakat. Maka dari itu Program Dana Pinjaman Bergulir adalah merupakan salah satu kebijakan yang dibuat oleh pemerintah untuk mengatasi masalah permodalan yang dialami oleh koperasi-koperasi di Indonesia terutama koperasi simpan pinjam.

Ada beberapa ciri umum dari sebuah kebijakan yang dikemukakan oleh Anderson (dalam Abidin, 2002: 41). Ciri ini diperlukan untuk membedakan kebijakan dengan keputusan biasa dalam birokrasi pemerintahan. Kebijakan adalah keputusan, namun tidak semua keputusan adalah kebijakan. Ciri-ciri tersebut antara lain:

(10)

1. Setiap kebijakan harus ada tujuannya. Artinya pembuatan suatu kebijakan tidak boleh sekedar asal buat atau karena kebetulan ada kesempatan membuatnya. Bila tidak ada tujuan maka tidak perlu ada kebijakan.

2. Kebijakan tidak berdiri sendiri, terpisah dari kebijakan yang lain, tetapi berkaitan dengan berbagai kebijakan dalam masyarakat, dan berorientasi pada pelaksanaan, interpretasi dan penegakan hukum.

3. Kebijakan adalah apa yang dilakukan pemerintah, bukan apa yang ingin atau diniatkan akan dilakukan pemerintah.

4. Kebijakan dapat berbentuk negatif atau melarang dan juga dapat berupa pengarahan untuk melaksanakan atau menganjurkan.

5. Kebijakan didasarkan pada hukum, karena itu memiliki kewenangan untuk memaksa masyarakat mematuhinya.

1.5.1.2 Jenis-Jenis Kebijakan Publik

Secara tradisional, pakar ilmu politik mengategorikan kebijakan publik ke dalam kategori: 1) kebijakan substantif seperti kebijakan perburuhan, kesejahteraan sosial, hak-hak sipil, masalah luar negeri, 2) kelembagaan seperti kebijakan legislatif, judikatif, departemen, 3) kebijakan menurut kurun waktu tertentu seperti kebijakan masa Orde Baru, Reformasi dan Orde Lama. Sedangkan James Anderson mengelompokkan kebijakan publik sebagai berikut:

1. Kebijakan substantif vs kebijakan prosedural. Kebijakan substantif adalah kebijakan yang menyangkut apa yang dilakukan oleh pemerintah, seperti kebijakan subsidi BBM, kebijakan Raskin. Sedangkan kebijakan prosedural adalah bagaimana kebijakan substantif tersebut dapat dijalankan, misalnya kebijakan yang

(11)

berisi kriteria orang disebut miskin dan bagaimana prosedur untuk memperoleh raskin.

2. Kebijakan distributif vs kebijakan regulatori vs kebijakan re-distributif. Kebijakan distributif menyangkut distribusi pelayanan atau kemanfaatan pada masyarakat atau segmen masyarakat tertentu atau individu, seperti kebijakan subsidi BBM dan kebijakan obat Generik. Kebijakan regulatori adalah kebijakan yang berupa pembatasan atau pelarangan terhadap perilaku individu atau kelompok masyarakat, seperti kebijakan Ijin Mendirikan Bangunan, kebijakan pemakaian helm bagi pengendara motor. Sedangkan kebijakan re-distributif adalah kebijakan yang mengatur alokasi kekayaan, pendapatan, pemilikan atau hak-hak di antara berbagai kelompok dalam masyarakat, seperti kebijakan pajak progresif, kebijakan asuransi kesehatan gratis bagi orang miskin.

3. Kebijakan material vs kebijakan simbolis. Kebijakan material adalah kebijakan yang memberikan keuntungan sumber daya konkrit pada kelompok sasaran, misalnya kebijakan raskin. Sedangkan kebijakan simbolis adalah kebijakan yang memberikan manfaat simbolis pada kelompok sasaran, misalnya kebijakan libur hari besar agama.

4. Kebijakan yang berhubungan dengan barang umum dan barang privat. Kebijakan barang umum adalah kebijakan yang bertujuan mengatur pemberian barang atau pelayanan publik misalnya kebijakan membangun jalan, kebijakan pertahanan dan keamanan. Kebijakan barang privat adalah kebijakan yang mengatur penyediaan barang atau pelayanan untuk pasar bebas, misalnya pelayanan pos, parkir umum dan perumahan.

(12)

Dari jenis-jenis kebijakan publik yang dikemukakan oleh Anderson tersebut, maka Program Dana Pinjaman Bergulir merupakan contoh dari kebijakan substantif, kebijakan distributif dan kebijakan material. Sedangkan Peraturan Daerah yang mengatur tata cara pelaksanaan program merupakan contoh dari kebijakan prosedural.

1.5.1.3 Proses Kebijakan Publik

Proses analisis kebijakan publik adalah serangkaian aktivitas intelektual yang dilakukan dalam proses kegiatan yang bersifat politis. Aktivitas politis tersebut nampak dalam serangkaian kegiatan yang mencakup penyusunan agenda, formulasi kebijakan, adopsi kebijakan, implementasi kebijakan, dan penilaian kebijakan. Sedangkan aktivitas perumusan masalah, forecasting, rekomendasi kebijakan, monitoring dan evaluasi kebijakan adalah aktivitas yang lebih bersifat intelektual.

(13)

Evaluasi kebijakan Monitoring

kebijakan Gambar 1.1 Proses Kebijakan Publik

Penyusunan Agenda Formulasi Kebijakan Adopsi Kebijakan Implementasi Kebijakan Penilaian Kebijakan

(Sumber: Dunn, dikutip dari Subarsono, 2005: 9)

Tahap Pertama, Penyusunan Agenda

Yaitu suatu proses agar suatu masalah bisa mendapat perhatian dari pemerintah. Mengenali dan merumuskan masalah merupakan langkah yang paling fundamental dalam perumusan kebijakan. Untuk dapat merumuskan kebijakan dengan baik, maka masalah-masalah publik harus dikenali dan didefinisikan dengan baik pula.

Perumusan masalah

forecasting

Rekomendasi kebijakan

(14)

Kebijakan publik pada dasarnya dibuat untuk memecahkan masalah yang ada dalam masyarakat. Oleh karena itu, seberapa besar kontribusi yang diberikan oleh kebijakan publik dalam menyelesaikan masalah-masalah dalam masyarakat menjadi pertanyaan yang menarik dalam evaluasi kebijakan publik. Namun demikian, apakah pemecahan masalah tersebut memuaskan atau tidak bergantung pada ketepatan masalah-masalah publik tersebut dirumuskan. Namun merumuskan masalah publik yang benar dan tepat adalah tidak mudah karena sifat masalah publik yang sangat kompleks. Karena itu perlu diketahui karakteristik dari masalah publik yaitu:

1. Saling ketergantungan antara berbagai masalah. Suatu masalah publik bukanlah masalah yang berdiri sendiri, tetapi saling terkait antara satu masalah dengan masalah yang lain.

2. Subyektifitas dari masalah kebijakan. Masalah kebijakan adalah hasil pemikiran dalam konteks lingkungan tertentu. Oleh karena itu, suatu fenomena yang dianggap masalah dalam lingkungan tertentu, bisa jadi bukan masalah untuk lingkungan yang lain.

3. Artificiality masalah, yakni suatu fenomena dianggap sebagai masalah karena adanya keinginan manusia untuk mengubah situasi.

4. Dinamika masalah kebijakan. Solusi terhadap masalah selalu berubah. Masalah yang sama belum tentu dapat dipecahkan dnegan kebijakan yang sama kalau konteks lingkungannya berbeda. Demikian juga masalah yang sama belum tentu dapat dipecahkan dengan kebijakan yang sama kalau waktunya berbeda.

Kemudian agar pembuat kebijakan dapat merumuskan masalahnya dengan benar dan tepat, maka ada tujuh tahap dalam merumuskan masalah yaitu pertama pikirkan

(15)

kenapa suatu gejala dianggap sebagai masalah, kemudian tetapkan batasan masalah yang akan dipecahkan, kumpulkan fakta dan informasi yang berhubungan dengan masalah yang telah ditetapkan, rumuskan tujuan dan sasaran yang akan dicapai identifikasi variabel-variabel yang memengaruhi masalah, tunjukkan biaya dan manfaat dari masalah yang hendak diatasi, dan terakhir rumuskan masalah kebijakannya dengan baik (Patton dan Sawicki dalam Subarsono, 2005: 32).

Tahap Kedua, Formulasi Kebijakan

Yaitu proses perumusan pilihan-pilihan atau alternatif kebijakan oleh pemerintah. Pada tahap ini yang terpenting adalah proses forecasting, yaitu kegiatan untuk menentukan informasi faktual tentang situasi di masa depan atas dasar informasi yang ada sekarang. Karena dari forecasting akan diketahui seperti apa kondisi sosial, ekonomi, dan politik di masa depan, kemudian dapat dilakukan intervensi melalui kebijakan pemerintah. Karena itu para pembuat kebijakan perlu mengumpulkan dan menganalisis informasi yang berhubungan dengan masalah yang bersangkutan pada masa sekarang. Tujuan dari

forecasting adalah memberikan informasi mengenai kebijakan di masa depan dan

konsekuensinya, melakukan kontrol dan intervensi kebijakan guna memengaruhi perubahan, sehingga akan mengurangi resiko yang lebih besar.

Pada tahap ini juga dilakukan pengembangan terhadap alternatif-alternatif kebijakan dan menentukan kriteria seleksi terhadap berbagai alternatif yang ditawarkan untuk kemudian dipilih dan ditetapkan sebagai kebijakan yang selanjutnya akan dilaksanakan untuk tujuan memecahkan masalah yang bersangkutan. Dalam mengembangkan berbagai alternatif kebijakan, pembuat kebijakan dituntut untuk memiliki pengetahuan yang luas yang berhubungan dengan masalah yang sedang dihadapi.

(16)

Sedangkan kriteria seleksi untuk menetapkan satu kebijakan di antara alternatif yang ada, ada beberapa variabel yang perlu dipertimbangkan yaitu kesesuaian dengan visi dan misi organisasi karena kebijakan berfungsi sebagai instrumen untuk mencapai visi dan misi organisasi, kemudian applicable atau dapat diimplementasikan sesuai dengan sumber daya yang ada, mampu mempromosikan pemerataan dan keadilan pada masyarakat, dan mendasarkan pada kriteria penilaian yang jelas dan transparan sehingga dapat diverifikasi oleh publik.

Tahap Ketiga, Adopsi Kebijakan

Yaitu proses untuk melakukan pilihan terhadap berbagai alternatif kebijakan berdasarkan kriteria-kriteria yang telah ditetapkan sebelumnya. Proses pemilihan alternatif kebijakan membutuhkan perhatian yang cermat agar para pembuat kebijakan tidak terjebak pada pilihan yang hanya untuk kepentingan kelompok tertentu. Aspek rasionalitas dan aseptabilitas dari sebuah alternatif merupakan pertimbangan yang utama dalam memilih alternatif kebijakan di samping pertimbangan lainnya.

Tahap Keempat, Implementasi Kebijakan

Setelah dipilih satu kebijakan dari berbagai alternatif yang direkomendasikan, tahap selanjutnya adalah mengimplementasikan kebijakan tersebut dalam kehidupan nyata. Karena tanpa pelaksanaan, suatu kebijakan hanyalah sekedar sebuah dokumen yang tidak bermakna dalam kehidupan bermasyarakat. Implementasi kebijakan adalah alat administrasi hukum dimana berbagai aktor, organisasi, prosedur dan teknik bekerja bersama-sama untuk menjalankan kebijakan guna meraih dampak atau tujuan yang diinginkan. Keberhasilan implementasi kebijakan akan ditentukan oleh empat faktor utama yaitu faktor utama internal dan faktor utama eksternal. Faktor utama internal meliputi

(17)

kebijakan yang akan dilaksanakan dan faktor-faktor pendukung, sedangkan faktor utama eksternal adalah kondisi lingkungan dan pihak-pihak terkait.

Gambar 1.2

Keterkaitan Antar Faktor

(Sumber: Abidin, 2004: 192)

Kondisi kebijakan adalah faktor yang paling dominan dalam proses pelaksanaan, karena yang dilaksanakan justru kebijakan itu sendiri. Pada tingkat pertama, berhasil tidaknya pelaksanaan suatu kebijakan ditentukan oleh dua hal yaitu kualitas kebijakan dan ketepatan strategi pelaksanaan. Kemudian sumber daya yang merupakan faktor pendukung bagi kebijakan. Ada 6 faktor pendukung yaitu sumber daya manusia, keuangan, logistik, informasi, legitimasi dan partisipasi. Sedangkan faktor lingkungan meliputi kondisi sosial ekonomi masyarakat dan tingkat kemajuan teknologi, dukungan publik terhadap sebuah kebijakan, dan lain-lain. Dan pihak terkait adalah para stakeholder yang berkaitan dengan pelaksanaan kebijakan tersebut.

Kebijakan Publik Faktor-Faktor Pendukung

Kondisi Lingkungan Pihak Terkait

Faktor-Faktor Utama Eksternal Faktor-Faktor Utama Internal

(18)

Selain itu, pada tahap ini juga dilakukan monitoring agar kesalahan-kesalahan awal dapat segera diketahui dan dapat dilakukan tindakan perbaikan sehingga mengurangi resiko yang lebih besar. Adapun tujuan dari monitoring adalah menjaga agar kebijakan yang sedang diimplementasikan sesuai dengan tujuan dan sasaran, menemukan kesalahan sedini mungkin sehingga mengurangi resiko yang lebih besar dan melakukan tindakan modifikasi terhadap kebijakan apabila hasil monitoring mengharuskan untuk itu.

Tahap Kelima, Penilaian Kebijakan

Tahap terakhir dari proses kebijakan publik adalah penilaian kebijakan atau evaluasi. Evaluasi merupakan kegiatan untuk menilai tingkat kinerja suatu kebijakan, sejauhmana kebijakan tersebut mencapai sasaran dan tujuannya, juga berguna untuk memberikan input bagi kebijakan yang akan datang supaya lebih baik. Ada enam langkah yang dilakukan dalam evaluasi kebijakan yang dikemukakan oleh Suchman (dalam Winarno, 2002: 169) yaitu: mengidentifikasi tujuan program yang akan dievaluasi, analisis terhadap masalah, deskripsi dan standarisasi kegiatan, pengukuran terhadap tingkatan perubahan yang terjadi, menentukan apakah perubahan yang diamati merupakan akibat dari kegiatan tersebut atau karena penyebab yang lain, dan terakhir menetapkan beberapa indikator untuk menentukan keberadaan suatu dampak.

Adapun indikator untuk menilai keberhasilan suatu kebijakan ada 5 yang dikemukakan oleh Dunn (dalam Subarsono, 2005: 126), yaitu:

1. Efektivitas; apakah hasil yang diinginkan telah tercapai.

2. Kecukupan; seberapa jauh hasil yang telah tercapai dapat memecahkan masalah. 3. Pemerataan; apakah biaya dan manfaat didistribusikan merata kepada kelompok

(19)

4. Responsivitas; apakah hasil kebijakan memuat preferensi/ nilai kelompok dan dapat memuaskan mereka?

5. Ketepatan; apakah hasil yang dicapai bermanfaat? 1.5.1.4 Implementasi Kebijakan

Tahap implementasi sangat penting dalam setiap pengambilan kebijakan. Suatu kebijakan yang telah dipilih dan ditetapkan tidak akan ada artinya, bila tidak diimplementasikan atau dilaksanakan dalam kehidupan nyata. Selain itu juga tidak akan dapat dievaluasi apakah kebijakan tersebut sudah tepat atau belum untuk menyelesaikan masalah, karena pada dasarnya setiap kebijakan diambil untuk menyelesaikan permasalahan yang terjadi. Namun berhasil tidaknya sebuah kebijakan dalam pengimplementasiannya juga tidak terlepas dari banyak variabel yang mempengaruhinya dimana masing-masing variabel tersebut juga saling mempengaruhi satu sama lain. Ada beberapa teori dari para ahli mengenai faktor-faktor yang mempengaruhi implementasi suatu kebijakan sebagai berikut.

1. Teori George C. Edwards III (1980)

Dalam pandangan Edwards III, implementasi kebijakan dipengaruhi oleh empat variabel yaitu komunikasi, sumber daya, disposisi dan struktur birokrasi. Faktor komunikasi penting karena apa yang menjadi tujuan dan sasaran dari kebijakan harus ditransmisikan kepada kelompok sasaran sehingga akan mengurangi distorsi implementasi. Sedangkan sumber daya berfungsi dalam melaksanakan kebijakan, karena walaupun kebijakan telah dikomunikasikan, namun bila kekurangan sumber daya, implementasi tidak akan berjalan efektif. Disposisi adalah watak dan karakteristik yang dimiliki oleh implementor seperti komitmen, kejujuran atau sifat demokratis. Bila implementor memiliki

(20)

disposisi yang baik, maka dia akan dapat menjalankan kebijakan dengan baik seperti apa yang diharapkan oleh pembuat kebijakan. Untuk struktur organisasi, salah satu aspeknya yang penting adalah adanya prosedur operasi yang standar (standard operating procedurs atau SOP). SOP menjadi pedoman bagi setiap implementor dalam bertindak. Dan struktur organisasi yang terlalu panjang juga akan melemahkan pengawasan dan menimbulkan prosedur birokrasi yang rumit dan kompleks.

Gambar 1.3

Faktor Penentu Implementasi menurut Edward III

2. Teori Merilee S. Grindle (1980)

Keberhasilan implementasi menurut Merilee S. Grindle dipengaruhi oleh dua variabel besar yakni isi kebijakan dan lingkungan implementasi. Variabel isi kebijakan ini mencakup sejauh mana kepentingan kelompok sasaran termuat dalam isi kebijakan, jenis manfaat yang diterima oleh kelompok sasaran, sejauh mana perubahan yang diinginkan dari sebuah kebijakan, dan apakah letak suatu program sudah tepat, serta apakah sebuah kebijakan telah menyebutkan implementornya dengan rinci, dan terakhir apakah sebuah program didukung oleh sumber daya yang memadai. Sedangkan variabel lingkungan kebijakan mencakup seberapa besar kekuasaan, kepentingan, strategi yang dimiliki oleh

Komunikasi

Sumber Daya

Impelementasi Disposisi

(21)

para aktor yang terlibat dalam implementasi kebijakan, karakteristik institusi dan rejim yang sedang berkuasa, tingkat kepatuhan dan responsivitas kelompok sasaran.

Gambar 1.4

Implementasi sebagai Proses Politik dan Administrasi

3. Teori Daniel A. Mazmanian dan Paul A. Sabatier (1983)

Ada tiga kelompok variabel yang memengaruhi keberhasilan implementasi menurut teori ini, yaitu karakteristik dari masalah, karakteristik kebijakan, dan variabel lingkungan, yang turunannya diuraikan pada gambar berikut.

Tujuan Kebijakan

Tujuan yang dicapai

Program aksi dan proyek individu yang

didesain dan didanai

Implementasi Kebijakan dipengaruhi oleh: A.Isi Kebijakan

1.Kepentingan kelompok sasaran

2.Tipe manfaat 3.Derajad perubahan yang diinginkan

4.Letak pengambilanm keputusan

5.Pelaksaan program 6.Sumber daya yang dilibatkan

B.Lingkungan Implementasi 1.Kekuasaan, kepentingan dan strategi aktor yang terlibat 2.Karakteristik lembaga dan Program yang dilaksanakan sesuai Mengukur keberhasilan Hasil Kebijakan: 1Dampak pada masyarakat, individu dan kelompok 2.Perubahan dan penerimaan masyarakat

(22)

Gambar 1.5

Variabel-variabel yang Memengaruhi Proses Implementasi

4. Teori Donald S. Van Meter dan Carl E. Van Horn (1975)

Teori ini mengemukakan lima variabel yang memengaruhi kinerja implementasi, yakni standar dan sasaran kebijakan, sumberdaya, komunikasi antarorganisasi dan penguatan aktivitas, karakteristik agen pelaksana, dan kondisi sosial, ekonomi dan politik.

Mudah/ tidaknya masalah dikendalikan

1.Kesulitan teknis

2.Keragaman perilaku kelompok sasaran

3.Prosentase kelompok sasaran dibanding jumlah populasi 4.Ruang lingkup perubahan perilaku yang diinginkan

Kemampuan kebijaksanaan untuk menstrukturkan proses

implementasi

1.Kejelasan dan konsistensi tujuan 2.Digunakannya teori kausal yang memadai

3.Ketepatan alokasi sumber daya 4.Keterpaduan hierarki dalam dan di antara lembaga pelaksana

5.Rekruitmen pejabat pelaksana 6.Akses formal pihak luar

Variabel di luar kebijaksanaan yang mempengaruhi proses implementasi

1.Kondisi sosio-ekonomi dan teknologi

2.Dukungan publik

3.Sikap dan sumber-sumber yang dimiliki kelompok pemilih 4.Dukungan dari pejabat atasan 5.Komitmen dan ketrampilan kepemimpinan pejabat-pejabat pelaksana

Tahap-tahap dalam proses implementasi

Output kebijakan kepatuhan kelompok dampak nyata dampak output perbaikan

dari badan-badan Sasaran terhadap output kebijakan kebijakan mendasar

(23)

Standar dan sasaran kebijakan harus jelas dan terukur sehingga dapat direalisir, karena bila kabur maka akan menimbulkan multiinterpretasi dan mudah menimbulkan konflik di antara para agen implementasi.

Gambar 1.6

Model Implementasi Kebijakan menurut van Meter dan van Horn

5. Teori G. Shabbir Cheema dan Dennis A. Rondinelli (1983)

Teori Cheema dan Rondinelli digunakan untuk analisis implementasi program –program pemerintah yang bersifat desentralisis, dengan empat kelompok variabel yangdapat memengaruhi kinerja dan dampak suatu program, sebagai berikut:

a. Kondisi lingkungan; yang terdiri dari faktor tipe sistem politik, struktur pembuat kebijakan, karakteristik struktur politik lokal, kendala sumber daya, sosiokultural, derajat keterlibatan para penerima program, tersedianya infrastruktur fisik yang cukup.

b. Hubungan antarorganisasi; terdiri dari kejelasan dan konsistensi sasaran program, pembagian fungsi antarinstansi yang pantas, standardisasi prosedur perencanaan,

Komunikasi antarorganisasi dan kegiatan pelaksanaan Ukuran dan tujuan

Sumberdaya Karakteristik badan pelaksana Disposisi pelaksana Lingkungan ekonomi, sosial dan

Kinerja impleme ntasi

(24)

anggaran, implementasi dan evaluasi, ketepatan, konsistensi dan kualitas komunikasi antarinstansi, efektivitas jejaring untuk mendukung program.

c. Sumberdaya organisasi; terdiri dari kontrol terhadap sumber dana, keseimbangan antara pembagian anggarandan kegiatan program, ketepatan alokasi anggaran, pendapatan yang cukup untuk pengeluaran, dukungan pemimpin politik pusat dan lokal, komitmen birokrasi.

d. Karakteristik dan kapabilitas instansi pelaksana; terdiri dari keterampilan teknis, manajerial dan politis petugas, kemampuan untuk mengkoordinasi, mengontrol dan mengintegrasikan keputusan, dukungan dan sumberdaya politik instansi, sifat komunikasi internal, hubungan yang baik antara instansi dan kelompok sasaran, hubungan yang baik antara instansi dengan pihak diluar pembuat dan NGO, kualitas pemimpin instansi yang bersangkutan, komitmen petugas terhadap program, kedudukan instansi dalam hirarki sistem administrasi.

e. Kinerja dan dampak; yang terdiri dari tingakt sejauhmana program dapat mencapai sasaran yang telah ditetapkan, adanya perubahan kemampuan administrasi pada organisasi lokal, berbagai keluaran dan hasil yang lain.

6. Teori David L. Weimer dan Aidan R. Vining (1999)

Dalam pandangan teori ini, ada tiga kelompok variabel dasar yang dapat memengaruhi keberhasilan implementasi suatu program yakni logika kebijakan, lingkungan tempat kebijakan dioperasikan, dan kemampuan implementor kebijakan.

Logika dari suatu kebijakan dimaksudkan agar suatu kebijakan yang ditetapkan masuk akal dan mendapat dukungan teoritis. Ini berarti bahwa isi dari suatu kebijakan atau program harus mencakup berbagai aspek yang dapat memungkinkan

(25)

kebijakan atau program tersebut dapat diimplementasikan pada tataran praktis. Sedang variabel lingkungan tempat kebijakan tersebut dioperasikan akan memengaruhi keberhasilan implementasi suatu kebijakan karena di setiap tempat memiliki kondisi lingkungan yang berbeda yang mencakup kondisi sosial budaya, politik, hukum, ekonomi, hankam dan fisik atau geografis, sehingga kebijakan yang sama belum tentu menghasilkan dampak yang sama di tempat yang berbeda. Keberhasilan suatu kebijakan juga dipengaruhi oleh kemampuan implementor yaitu tingkat kompetensi dan keterampilan mereka.

1.5.2 Koperasi

1.5.2.1 Karakteristik Koperasi di Indonesia

Perkenalan bangsa Indonesia dengan koperasi di mulai pada penghujung abad ke-19, tepatnya pada tahun 16 Desember 1895. di tengah-tengah penderitaan masyarakat Indonesia, R. Aria Wiriaatmaja, seorang patih di Purwokerto, mempelopori berdirinya sebuah bank yang bertujuan menolong para pegawai agar tidak terjerat oleh lintah darat. Usaha ini mendapat dukungan penuh dari Residen Purwokerto E. Sieburg. Badan usahanya berbentuk Koperasi dan diberi nama Bank Penolong dan Tabungan (Hulp en Spaarbank) (Baswir, 2000: 26). Inilah koperasi pertama yang didirikan di Indonesia.

Ketika Jepang datang ke Indonesia tahun 1942 dan mengambil alih penjajahan dari Belanda, juga didirikanlah semacam koperasi yang disebut ”Kumiai” oleh Pemerintah Jepang. Saat Indonesia kemudian merdeka, tanggal 12 Juli 1947 diselenggarakanlah kongres gerakan koperasi se-jawa yang pertama di Tasikmalaya. Pada periode 1950-1965 koperasi mengalami kemunduran. Sehingga untuk mengatasi situasi yang tidak menggembirakan tersebut, pada tahun 1967, pemerintah mengeluarkan Undang-Undang No. 12 Tahun 1967 tentang Pokok-pokok Perkoperasian yang kemudian pada pemerintahan

(26)

Orde Baru, UU No. 12 tahun 1967 tersebut disempurnakan dan diganti menjadi UU No. 25 tahun 1992 tentang Perkoperasian.

Menurut UU No. 25 Tahun 1992 tentang Perkoperasian, koperasi adalah badan usaha yang beranggotakan orang seorang atau badan hukum koperasi, dengan melandaskan kegiatannya berdasarkan prinsip koperasi sekaligus sebagai gerakan ekonomi rakyat, yang berdasar atas azas kekeluargaan. Berdasarkan hal tersebut, Koperasi Indonesia mengandung lima unsur yaitu, koperasi sebagai badan usaha, koperasi adalah kumpulan orang-orang atau badan-badan hukum koperasi, Koperasi Indonesia adalah koperasi yang bekerja berdasarkan “prinsip-prinsip koperasi”, juga sebagai “Gerakan Ekonomi Rakyat”, dan terakhir berdasarkan azas kekeluargaan.

Definisi dari ILO menyebutkan bahwa koperasi adalah perkumpulan orang, yang biasanya memiliki kemampuan ekonomi terbatas, yang melalui suatu bentuk organisasi perusahaan yang diawasi secara demokratis, masing-masing memberikan sumbangan yang setara terhadap modal yang diperlukan, dan bersedia menanggung resiko serta menerima imbalan yang sesuai dengan usaha yang mereka lakukan (ILO, 1975 dikutip dari Sitio dan Tamba, 2001).

Sedangkan menurut Hatta (1957:1) sebagai Bapak Koperasi Indonesia mengatakan bahwa koperasi adalah:

“Co-operatives are societies in which all are working together to accomplish the same purpose. In co-operatives there is no such thing as a nonactive member.”

(Koperasi adalah suatu perkumpulan dimana semua bekerja bersama-sama untuk mencapai tujuan yang sama. Dalam koperasi tidak ada yang disebut sebagai anggota tidak aktif.)

(27)

Sebagai pedoman yang mengatur tentang perkoperasian, UU No. 25 tahun 1992 juga menetapkan landasan Koperasi Indonesia yaitu Pancasila sebagai landasan idiil dan UUD 1945 sebagai landasan strukturil. Sedangkan tujuan koperasi adalah memajukan kesejahteraan anggota pada khususnya dan masyarakat pada umumnya, serta ikut membangun tatanan perekonomian nasional, dalam rangka mewujudkan masyarakat yang maju, adil, dan makmur berdasarkan Pancasila dan UUD 1945.

Adapun fungsi dan peran koperasi antara lain membangun dan mengembangkan potensi dan kemampuan anggota khususnya dan masyarakat pada umumnya untuk meningkatkan kesejahteraan ekonomi dan sosialnya, berperan secara aktif dalam upaya mempertinggi kualitas kehidupan manusia dan masyarakat, memperkokoh perekonomian rakyat sebagai dasar kekuatan dan ketahanan perekonomian nasional dengan koperasi sebagai sokogurunya, berusaha untuk mewujudkan dan mengembangkan perekonomian nasional yang merupakan usaha bersama berdasar atas asas kekeluargaan dan demokrasi ekonomi.

1.5.2.2 Manajemen Koperasi

Menurut UURI No. 25 Tahun 1992 tentang Perkoperasian pasal 21 dinyatakan bahwa perangkat organisasi koperasi terdiri dari: rapat anggota, pengurus dan pengawas. Dalam undang-undang ini, pengelola atau manajer tidak dimasukkan dalam perangkat organisasi koperasi. Hal ini, bisa dipahami mengingat adanya unsur demokrasi koperatif yang terkandung dalam koperasi yaitu bahwa kendali dan tanggung jawab dari pengelola koperasi itu adalah berada di tangan para anggotanya, sedangkan manajer bukan anggota koperasi. Tetapi, dengan menunjuk pada asas manajer bagi keberhasilan usaha, maka wajar jika manajer itu dimasukkan sebagai salah satu komponen dari manajemen koperasi.

(28)

Sebagai salah satu dari perangkat organisasi koperasi, rapat anggota merupakan suatu kesempatan bagi pengurus untuk melaporkan kepada para anggota tentang kegiatan selama tahun yang lalu. Bersama-sama dengan anggota menelaah rencana kerja tahun mendatang untuk meningkatkan kemajuan koperasi. Sedangkan pengurus merupakan perangkat organisasi koperasi setingkat di bawah rapat anggota. Pengurus memiliki kewenangan untuk mewakili koperasi sebagai badan hukum. Pengurus dipilih dari dan oleh anggota koperasi dalam rapat anggota untuk masa jabatan paling lama 5 tahun. Anggota pengurus yang telah habis masa jabatannya dapat dipilih kembali.

Pengawas koperasi merupakan perangkat organisasi koperasi yang dipilih dari dan oleh anggota koperasi dalam rapat anggota. Pengawas bertanggungjawab kepada rapat anggota. Peranan pengawasan yang dilakukan oleh pengawas adalah memberikan bimbingan kepada pengurus, karyawan, keahlian dan keterampilan, mencegah pemborosan bahan, waktu, tenaga, dan biaya agar tercapai efisiensi perusahaan koperasi, menilai hasil kerja dengan rencana yang telah ditetapkan, mencegah terjadinya penyelewengan, menjaga tertib administrasi secara menyeluruh (Firdaus dan Susanto, 2002: 90).

Untuk manajer, peranannya dikaitkan dengan volume usaha, modal, kerja dan fasilitas yang diatur oleh pengurus. Besar kecilnya volume usaha merupakan batasan dan ukuran perlu tidaknya digunakan tenaga manajer. Bagi koperasi yang sederhana penguruslah yang sekaligus bertindak sebagai manajer. Manajer adalah karyawan yang diangkat dan diberhentikan oleh pengurus. Manajer adalah pelaksana tugas pengurus sehari-hari di bidang usaha koperasi dan bertanggung jawab kepada pengurus (Anoraga dan Widiyanti, 1993: 117).

(29)

Tugas dan kewajiban manajer antara lain memimpin kegiatan usaha yang telah digariskan oleh pengurus, mengangkat/memberhentikan karyawan koperasi atas kuasa dan/atau persetujuan pengurus, membantu pengurus dalam menyusun anggaran belanja dan pendapatan koperasi, melaporkan secara teratur kepada pengurus tentang pelaksanaan tugas yang diberikan dan jika perlu dapat memberikan saran perbaikan /peningkatan usaha yang dilakukan, dan mempertanggungjawabkan mengenai pelaksanaan tugas kepada pengurus koperasi (Firdaus dan Susanto, 2002: 92-93).

1.5.2.3 Permodalan Koperasi

Koperasi merupakan perkumpulan orang dan bukan merupakan perkumpulan modal, karenanya masih banyak yang berpendapat bahwa dalam koperasi kedudukan modal tidaklah penting. Sebagai perkumpulan yang menjalankan usaha dalam bidang perekonomian, koperasi banyak memerlukan modal, jadi modal tetap sesuatu yang vital, namun walau demikian tidak boleh diberikan arti bahwa modal lebih penting daripada orang-orang yang menjadi anggota koperasi.

Modal koperasi itu terdiri dari modal sendiri dan modal pinjaman, hal ini sesuai dengan yang tertera dalam UU No. 25 Tahun 1992 tentang Perkoperasian yaitu pada pasal 41. Modal sendiri pada koperasi bersumber dari:

a. Simpanan Pokok, yaitu sejumlah uang yang sama banyaknya yang wajib dibayarkan oleh anggota kepada koperasi pada saat masuk menjadi anggota. Simpanan pokok tidak dapat diambil kembali selama yang bersangkutan masih menjadi anggota. b. Simpanan Wajib, yaitu sejumlah simpanan tertentu yang tidak harus sama yang

(30)

Simpanan wajib tidak dapat diambil kembali selama yang bersangkutan masih menjadi anggota.

c. Dana Cadangan, adalah sejumlah uang yang diperoleh dari penyisihan sisa hasil usaha, yang dimaksudkan untuk memupuk modal sendiri dan untuk menutup kerugian koperasi bila diperlukan.

d. Hibah, yaitu suatu pemberian atau hadiah dari seseorang semasa hidupnya. Modal koperasi yang merupakan pemberian atau hibah ini adalah pemberian harta kekayaan dari seseorang yang berupa kebendaan, baik benda bergerak maupun benda tetap.

Sedangkan modal pinjaman yang digunakan untuk pengembangan usaha koperasi dengan memperhatikan kelayakan dan kelangsungan usahanya, dapat berasal dari:

a. Anggota, pinjaman yang diperoleh dari anggota, termasuk calon anggota yang memenuhi syarat.

b. Koperasi lain/ atau anggotanya, yang didasari dengan perjanjian kerja sama antarkoperasi.

c. Bank dan lembaga keuangan lainnya, yang dilakukan berdasarkan ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku.

d. Penerbitan obligasi dan surat hutang lainnya, yaitu dalam rangka mencari tambahan modal, koperasi dapat mengeluarkan obligasi yang dapat dijual ke masyarakat. Sebagai konsekuensinya, maka koperasi diharuskan membayar bunga atas pinjaman yang diterima secara tetap, baik besar maupun waktunya. Penerbitan obligasi dan surat hutang lainnya dilakukan berdasarkan ketentuan perundang-undangan yang berlaku.

(31)

e. Sumber lain yang sah, adalah pinjaman dari bukan anggota yang dilakukan tidak melalui penawaran secara hukum. Contoh, pemberian saham kepada koperasi oleh perusahaan berbadan hukum Perseroan Terbatas, atau dana dari pemerintah dalam bentuk pinjaman.

1.5.2.4 Koperasi Simpan Pinjam

Koperasi simpan pinjam merupakan salah satu jenis koperasi yang digolongkan berdasarkan aspek bidang usahanya. Koperasi simpan pinjam adalah koperasi yang anggota-anggotanya setiap orang yang mempunyai kepentingan langsung di bidang perkreditan (Firdaus dan Susanto, 2002: 68).

Sedangkan Baswir (2000: 78) mengatakan koperasi simpan pinjam atau koperasi kredit adalah koperasi yang bergerak dalam bidang pemupukan simpanan dari para anggotanya, untuk kemudian dipinjamkan kembali kepada para anggota yang memerlukan bantuan modal.

Tujuan koperasi simpan pinjam menurut Tohir (1964: 115) adalah:

1. Memenuhi kebutuhan kredit dari anggota-anggotanya dengan jalan memberikan pinjaman dengan memakai bunga uang yang sederhana.

2. Memberantas riba.

3. Memajukan kemauan untuk menabung, dasar-dasar perdagangan dan menunjukkan kebaikan dari pembentukan modal dan memberikan pengertian tentang keuntungan. 4. Meminjamkan dana hanya kepada anggota-anggotanya saja.

Pada dasarnya koperasi simpan pinjam atau koperasi kredit berusaha untuk mencegah para anggotanya terlibat dalam jeratan rentenir pada waktu mereka memerlukan sejumlah uang. Hal tersebut dilakukan dengan cara menggiatkan tabungan dan mengatur

(32)

pemberian pinjaman uang atau barang dengan bunga yang serendah-rendahnya (Kartasapoetra dkk, 2001: 133).

Pelaksanaan kegiatan usaha simpan pinjam oleh koperasi diatur dalam Peraturan Pemerintah No. 9 Tahun 1995. Berdasarkan peraturan ini, kegiatan usaha simpan pinjam adalah kegiatan yang dilakukan untuk menghimpun dana dan menyalurkannya melalui kegiatan usaha simpan pinjam dari dan untuk anggota koperasi yang bersangkutan, calon anggota koperasi yang bersangkutan, koperasi lain dan atau anggotanya. Kegiatan usaha simpan pinjam ini dilakukan oleh koperasi simpan pinjam dan unit simpan pinjam. Unit simpan pinjam adalah unit koperasi yang bergerak di bidang usaha simpan pinjam, sebagai bagian dari kegiatan usaha koperasi yang bersangkutan.

1.5.3 Program Dana Pinjaman Bergulir

Program Dana Pinjaman Bergulir diselenggarakan oleh Kementerian Koperasi dan UKM dengan tujuan utama untuk membantu koperasi terutama koperasi simpan pinjam dan unit simpan pinjam-koperasi dalam hal perkuatan modal. Dana tersebut disalurkan melalui pola bergulir dimana pinjaman pokok yang telah dikembalikan oleh penerima dana akan digulirkan atau disalurkan kembali kepada penerima lainnya yang belum pernah menikmati dana tersebut.

Penyelenggaraan Program Dana Pinjaman Bergulir ini berdasarkan kepada UU No. 25 Tahun 1992 tentang Perkoperasian dimana pada pasal 41 tentang modal koperasi, disebutkan salah satu sumber modal koperasi adalah modal pinjaman yang dapat berasal dari sumber lain yang sah yang dalam hal ini adalah pemerintah.

Tidak seperti Kementerian Koperasi dan Usaha Kecil Menengah yang melaksanakan Program Dana Pinjaman Bergulir yang bersumber dari APBN yang diatur

(33)

dalam Kepmen no. 23 tahun 2003 tentang Petunjuk Teknis Program Dana Bergulir Pengembangan Usaha Kecil dan Mikro Melalui Perkuatan Struktur Keuangan KSP/ USP-Kop, di Kabupaten Deli Serdang sendiri dana berasal dari APBD dimana tata aturan pelaksanaan program tertuang dalam Peraturan Daerah Kabupaten Deli Serdang No. 3 Tahun 2006 tentang Pengelolaan Dana Pinjaman Bergulir Perkuatan Modal KSP/ USP Koperasi yang bersumber dari APBD Kabupaten Deli Serdang yang ditetapkan pada tanggal 11 September 2006.

Dalam perda tersebut yang dimaksud dengan Dana Pinjaman Bergulir adalah dana yang disediakan oleh Pemerintah Daerah dalam bentuk pinjaman kepada KSP/ USP-Koperasi dalam rangka perkuatan modal usaha simpan pinjam. Adapun tujuan dan sasaran dari program ini adalah:

1. Mengembangkan koperasi melalui perkuatan modal usaha simpan pinjam sehingga akan berdampak pada peningkatan pelayanan koperasi kepada kebutuhan anggota/ masyarakat.

2. Mengurangi ketergantungan anggota koperasi/ masyarakat dari jeratan rentenir. 3. Membangun koperasi sebagai lembaga keuangan yang handal sehingga akan dapat

sejajar dengan lembaga keuangan lainnya.

4. Mengembangkan usaha-usaha anggota koperasi yang bergerak pada sektor riil. Dan prosedur atau tahap-tahap penyaluran dilaksanakan sebagai berikut:

1. Sosialisasi Peraturan Daerah Kabupaten Deli Serdang Nomor 3 Tahun 2006 tentang Pengelolaan Dana Pinjaman Bergulir Perkuatan Modal KSP/USP Koperasi kepada KSP/USP Koperasi kepada calon peserta program.

(34)

2. Penerimaan pengajuan permohonan/ proposal KSP/ USP Koperasi sebagai calon peserta program.

3. Seleksi penilaian atas pengajuan permohonan KSP/ USP-Kop secara administrasi dan survei lapangan dengan kriteria penilaian yang meliputi: aspek kelembagaan, organisasi dan usaha serta rencana penggunaan dana pinjaman bergulir yang akan diterima.

4. Seleksi penilaian dilaksanakan oleh Tim Pokja Dana Bergulir Kabupaten Deli Serdang yang terdiri dari unsur: Dinas PMK dan PKM Deli Serdang dan unsur Lembaga Swadaya Masyarakat yang bergerak di bidang koperasi dan UKM di Kabupaten Deli Serdang yang ditetapkan dengan surat keputusan Kepala Dinas PMK dan PKM Kabupaten Deli Serdang.

5. KSP/ USP-Kop yang lulus seleksi ditetapkan melalui rapat pembahasan berdasarkan hasil penilaian yang dilaksanakan oleh Tim Pokja terhadap pengajuan permohonan KSP/ USP-Kop yang dituangkan dalam bentuk berita acara.

6. Hasil penetapan KSP/ USP-Kop yang lulus seleksi kemudian dituangkan dalam surat keputusan Kepala Dinas PMK dan PKM Kabupaten Deli Serdang.

7. Pengumuman/ pemberitahuan kepada KSP/ USP-Kop yang lulus seleksi.

8. Penandatanganan kesepakatan bersama (MoU) antara Tim Pokja dengan KSP/ USP-Kop yang lulus seleksi yang diketahui oleh Kepala Dinas PMK dan PKM Kabupaten Deli Serdang.

9. Penyampaian nama-nama dan nomor rekening KSP/ USP-Kop yang lulus seleksi dilampiri dengan Naskah Kesepakatan Bersama (MoU) kepada Bupati Deli

(35)

Serdang melalui Sekretaris Daerah untuk tindak lanjut pencairan dana pinjaman bergulir kepada masing-masing rekening KSP/ USP-Kop yang dimaksud.

10. Pencairan dana pinjaman bergulir bagi KSP/ USP-Kop yang lulus seleksi dilaksanakan oleh Bagian Keuangan Pemkab Deli Serdang melalui transfer dana ke rekening masing-masing KSP/ USP-Kop peserta program yang terdapat pada BANK SUMUT.

Kemudian yang berhak mendapat dana bergulir ini adalah setiap KSP/USP Koperasi yang berada di Kabupaten Deli Serdang yang lulus dalam seleksi. Adapun syarat yang harus dipenuhi untuk menjadi salah satu peserta Program Dana Bergulir yaitu:

1. Merupakan Lembaga Koperasi Primer yang beranggotakan orang-orang dan sudah berbadan hukum minimal 2 tahun.

2. Memiliki anggota aktif minimal 25 orang yang telah memenuhi kewajiban membayar simpanan wajib dan telah melaksanakan kegiatan simpan pinjam untuk anggotanya.

3. Mendapat penilaian sehat atau cukup sehat dari Dinas PMK dan PKM Kabupaten Deli Serdang.

4. KSP atau Koperasi yang memiliki unit usaha simpan pinjam.

5. Menyiapkan rencana usaha pengelolaan dana bergulir yang akan diterima selama 2 tahun.

6. Telah melaksanakan Rapat Anggota Tahunan minimal Tahun Buku terakhir. 7. Melampirkan Neraca dan Rugi Laba.

(36)

9. Membuat syarat pernyataan sanggup mengadakan pengelolaan dana bergulir sejak dari penyaluran dan pengembalian sesuai dengan ketentuan yang berlaku.

10. Belum pernah mendapat bantuan kredit program dari pemerintah.

11. Mengajukan proposal atau usulan kegiatan pengembangan usaha simpan pinjam kepada Tim Pokja dan persyaratan lainnya.

Di Kabupaten Deli Serdang, Program Dana Pinjaman Bergulir ini telah dilaksanakan mulai APBD 2003 yang disalurkan di awal tahun 2004, kemudian APBD 2005, APBD 2006 dan yang terakhir yang baru mulai berjalan dari APBD 2007 yang disalurkan Januari 2008 lalu. Dana yang telah disalurkan hingga APBD 2007 adalah sebesar Rp.4.305.000.000,- dengan rincian sebagai berikut: APBD 2003 sebesar Rp. 480.000.000,- untuk 17 KSP/ USP-Kop dimana 13 koperasi maisng-masing mendapat Rp. 30.000.000,- dan 3 koperasi sebesar Rp. 25.000.000,- serta Rp. 15.000.000,- untuk 1 koperasi sisanya; APBD 2005 sebesar Rp. Rp. 150.000.000,- untuk 5 KSP/ USP-Kop yang masing-masing mendapat Rp. 30.000.000,-; untuk APBD 2006 sebanyak 26 koperasi masing-masing mendapat Rp. 75.000.000,- dengan jumlah dana disalurkan Rp. 1.950.000.000,-. Dan yang terakhir dana dari APBD 2007 sebesar Rp.75.000.000,- untuk 23 KSP/ USP-Kop dengan total dana sebesar Rp. 1.725.000.000,-.

Dana yang telah diberikan kepada KSP/USP Koperasi berbentuk dana pokok dan jasa yang wajib disetor atau dikembalikan maksimal selama 2 tahun atau 24 bulan yang dibayar setiap 1 bulan sekali. Pada pasal 3 dijelaskan besarnya pengembalian pokok pinjaman terdiri dari:

1. Selama 12 bulan tahun 1 terhitung 30 hari sejak tanggal pencairan dana bergulir KSP/USP Koperasi hanya membayar jasa pinjaman yang telah ditetapkan setiap

(37)

bulan yang dibayar ke rekening Bendahara Penerima dan Penyetor Dinas PMK dan PKM Kabupaten Deli Serdang.

2. Pada akhir bulan ke 13 atau bulan 1 tahun kedua KSP/USP Koperasi telah wajib membayar angsuran pokok minimal sebesar 1/12 bagian dari pokok pinjaman setiap bulannya yang dibayar ke rekening Bendahara Penerima dan Penyetor Dinas PMK dan PKM Kabupaten Deli Serdang. Sehingga pada akhir bulan ke 24 KSP/USP Koperasi telah melunasi seluruh pinjaman baik pokok maupun jasa pinjaman.

Bagi KSP/USP Koperasi yang lulus seleksi maka akan diberikan dana maksimal Rp. 75.000.000,- sebagai pinjaman pokok yang harus digunakan minimal 95% untuk modal kerja dan maksimum 5% untuk investasi. Sedangkan jasa pinjaman yang harus dibayarkan oleh KSP/USP Koperasi peserta program sebesar 1% perbulan dari besarnya pinjaman pokok dimana nantinya jasa pinjaman tersebut akan dibagi menjadi 3 yaitu sebesar 50% disetorkan ke rekening penerimaan jasa Pemkab Deli Serdang sebagai PAD, 25% ke rekening penampungan koperasi sebagai pemupukan modal yang dapat dicairkan oleh koperasi peserta program bila telah melunasi seluruh dana pinjaman, dan 25% disetorkan ke rekening Bendahara Penerima dan Penyetor Dinas PMK dan PKM Kabupaten Deli Serdang untuk biaya operasional program berupa monitoring, administrasi dan evaluasi (Pasal 11).

1.5.4 Dinas Penanaman Modal, Koperasi, dan Pengusaha Kecil Menengah

Peranan adalah suatu rangkaian perilaku seseorang atau kelompok atas kedudukan tertentu dalam struktur sosial tertentu dan hubungannya dengan masyarakat. Dan dalam penelitian ini, Dinas PMK dan PKM Kabupaten Deli Serdang sebagai perpanjangan tangan dari Pemerintah Pusat, berperan dalam menyelenggarakan urusan

(38)

pemerintahan yang berkenaan dengan koperasi dan usaha kecil dan menengah di Kabupaten Deli Serdang. Hal ini didasarkan pada PP No.38 tahun 2007 dan Peraturan Bupati Deli Serdang No.886 Tahun 2008.

Oleh karena itu dalam penyelenggaraan Program Dana Pinjaman Bergulir ini, sudah menjadi tugas dan tanggung jawab dari Dinas PMK dan PKM Kabupaten Deli Serdang untuk melaksanakan pengelolaan Dana Pinjaman Bergulir yang berasal dari APBD yang penyelenggaraannya berpedoman kepada Perda Nomor 3 Tahun 2006 Tentang Pengelolaan Dana Pinjaman Bergulir Perkuatan Modal KSP/ USP-Koperasi yang bersumber dari APBD Kabupaten Deli Serdang.

Dalam perda tersebut dijelaskan mengenai pembentukan Kelompok Kerja atau Tim Pokja yang merupakan suatu tim Koordinasi yang dibentuk berdasarkan Keputusan Kepala Dinas PMK dan PKM Kabupaten Deli Serdang yang bertanggung jawab dalam pengelolaan Dana Pinjaman Bergulir yang kemudian melaporkan kegiatannya kepada Kepala Dinas PMK dan PKM Kabupaten Deli Serdang. Adapun SK pembentukan Tim Pokja dikeluarkan setiap tahunnya hingga yang terbaru Keputusan Kepala Dinas Koperasi, Usaha Kecil dan Menengah Kabupaten Deli Serdang Nomor 518/ 721/ KUKM/ III/ 2008 Tentang Penunjukan Panitia Pelaksana Koordinasi Penggunaan Dana Pemerintah Bagi UMKM Dinas Koperasi, Usaha Kecil dan Menengah Kabupaten Deli Serdang Tahun Anggaran 2008.

Dalam SK tersebut juga diuraikan mengenai tugas dari Tim Pokja yang antara lain:

1. Melaksanakan sosialisasi Program Dana pinjaman bergulir Perkuatan Modal KSP/ USP-Kop di Kabupaten Deli Serdang.

(39)

2. Mengidentifikasi KSP/ USP-Kop calon peserta program. 3. Melakukan penilaian terhadap proposal dari KSP/ USP-Kop.

4. Memilih, menetapkan KSP/ USP- Kop peserta program dengan surat keputusan bersama Tim Pokja Kabupaten Deli Serdang.

5. Menerima dan meneliti kelengkapan administrasi permohonan pencairan dana bergulir bagi KSP/ USP-Kop.

6. Melaksanakan dan memantau penyaluran dana bergulir yang bersumber dari APBD Kabupaten Deli Serdang.

7. Memantau dan menindaklanjuti pengaduan dari masyarakat.

8. Melaksanakan monitoring, evaluasi dan pengendalian atas pelaksanaan Program Dana Bergulir yang bersumber dari APBD Kabupaten Deli Serdang.

9. Melaporkan kegiatan pelaksanaan program kepada Bupati Deli Serdang. 10. Melakukan koordinasi dengan pelaksana keuangan/ satuan pemegang kas.

Adapun susunan dari Tim Pokja tersebut sebagai berikut:

Ketua : Ir. Taksin Limbong

Sekretaris : Agustin

Anggota :

1. Drs. Salmon Siagian 2. Raja Muda Daulay, BA 3. Safei Simanjuntak, S.Sos 4. Sabar Bottor, SH

5. Ir. Husni 6. Binalun Silaban

7. Rosmawaty Br. Sembiring 8. Emri Herijon Nababan

(40)

9. Karyaman Purba (Dekopin D/S) 10. Folala Gea (Forda UKM D/S) Bendahara Pengeluaran : Hermayati

Bendahara Penerimaan : Sabaratun Nazrah Pelaksana Keuangan : Sahattua Silitonga, SE

1.6 DEFINISI KONSEP

Konsep adalah istilah atau definisi yang digunakan untuk menggambarkan secara abstrak kejadian, keadaan, kelompok, atau individu yang menjadi pusat perhatian ilmu sosial (Singarimbun, 1989: 33). Tujuannya adalah untuk memudahkan pemahaman dan menghindari terjadinya interpretasi ganda dari variable yang diteliti. Oleh karena itu untuk mendapatkan batasan yang jelas dari masing-masing konsep yang akan diteliti, maka penulis mengemukakan definisi konsep seperti di bawah ini, yaitu:

1. Peranan adalah suatu rangkaian perilaku seseorang atau kelompok atas kedudukan tertentu dalam struktur sosial tertentu dan hubungannya dengan masyarakat.

2. Dinas PMK dan PKM adalah Dinas Penanaman Modal, Koperasi dan Pengusaha Kecil Menengah Kabupaten Deli Serdang yang bertanggung jawab dalam pengelolaan Program Dana Pinjaman Bergulir di Kabupaten Deli Serdang.

3. Dana Pinjaman Bergulir adalah dana yang disediakan oleh Pemerintah Daerah dalam bentuk pinjaman kepada KSP/ USP-Kop dalam rangka perkuatan modal usaha simpan pinjam.

4. Pengelolaan Dana Pinjaman Bergulir adalah kegiatan yang dilakukan oleh Dinas PMK dan PKM yang meliputi penyaluran, pembinaan, monitoring dan evaluasi

(41)

serta perguliran kembali pengembalian pokok kepada KSP/ USP-Kop yang memenuhi persyaratan.

1.7 DEFINISI OPERASIONAL

Definisi operasional adalah unsur-unsur yang memberitahukan bagaimana mengukur suatu variabel sehingga dengan pengukuran tersebut dapat diketahui indikator-indikator apa saja untuk mendukung analisa dari variabel-variabel tersebut ( Singarimbun, 1989 : 46). Sedangkan indikator adalah fakta-fakta, kejadian yang digunakan untuk mengukur suatu variabel.

Adapun yang menjadi indikator dari Peranan Dinas PMK dan PKM dalam Pengelolaan Dana Pinjaman Bergulir antara lain:

1. Penyaluran, dimana indikatornya dilihat dari prosedur pemberian dana pinjaman bergulir yaitu sebagai berikut:

a. Sosialisasi Peraturan Daerah Kabupaten Deli Serdang Nomor 3 Tahun 2006 tentang Pengelolaan Dana Pinjaman Bergulir Perkuatan Modal KSP/USP Koperasi kepada KSP/USP Koperasi kepada calon peserta program.

b. Penerimaan pengajuan permohonan/ proposal KSP/ USP Koperasi sebagai calon peserta program.

c. Seleksi penilaian atas pengajuan permohonan KSP/ USP-Kop secara administrasi dan survei lapangan dengan kriteria penilaian yang meliputi: aspek kelembagaan, organisasi dan usaha serta rencana penggunaan dana pinjaman bergulir yang akan diterima.

(42)

d. Seleksi penilaian dilaksanakan oleh Tim Pokja Dana Bergulir Kabupaten Deli Serdang yang terdiri dari unsur: Dinas PMK dan PKM Deli Serdang dan unsur Lembaga Swadaya Masyarakat yang bergerak di bidang koperasi dan UKM di Kabupaten Deli Serdang yang ditetapkan dengan surat keputusan Kepala Dinas PMK dan PKM Kabupaten Deli Serdang.

e. KSP/ USP-Kop yang lulus seleksi ditetapkan melalui rapat pembahasan berdasarkan hasil penilaian yang dilaksanakan oleh Tim Pokja terhadap pengajuan permohonan KSp/ USP-Kop yang dituangkand alam bentuk berita acara.

f. Hasil penetapan KSP/ USP-Kop yang lulus seleksi kemudian dituangkan dalam surat keputusan Kepala Dinas PMK dan PKM Kabupaten Deli Serdang. g. Pengumuman/ pemberitahuan kepada KSP/ USP-Kop yang lulus seleksi. h. Penandatanganan kesepakatan bersama (MoU) antara Tim Pokja dengan KSP/

USP-Kop yang lulus seleksi yang diketahui oleh Kepala Dinas PMK dan PKM Kabupaten Deli Serdang.

i. Penyampaian nama-nama dan nomor rekening KSP/ USP-Kop yang lulus seleksi dilampiri dengan Naskah Kesepakatan Bersama (MoU)kepada Bupati Deli Serdang melalui Sekretaris Daerah untuk tindak lanjut pencairan dana pinjaman bergulir kepada masing-masing rekening KSP/ USP-Kop yang dimaksud.

j. Pencairan dana pinjaman bergulir bagi KSP/ USP-Kop yang lulus seleksi dilaksanakan oleh Bagian Keuangan Pemkab Deli Serdang melalui transfer

(43)

dana ke rekening masing-masing KSP/ USP-Kop peserta program yang terdapat pada BANK SUMUT.

2. Pembinaan, yaitu pendidikan dan pelatihan yang diberikan oleh Dinas PMK dan PKM kepada koperasi-koperasi penerima dana, yang meliputi pembinaan kelembagaan, administrasi, pengawasan fasilitas dan advokasi.

3. Monitoring, yang dilakukan seiring dengan berjalannya program. Monitoring diperlukan agar kesalahan-kesalahan awal dapat segera diketahui dan dapat dilakukan tindakan perbaikan sehingga mengurangi resiko yang lebih besar.

4. Evaluasi, yang dilakukan untuk melihat tingkat kinerja dari program yang dijalankan. Sejauh mana program tersebut mencapai sasaran dan tujuannya.

Evaluasi berguna untuk memberikan input bagi kebijakan yang akan datang supaya lebih baik. Indikatornya antara lain (Dunn, 1994 dikutip dari Subarsono, 2005:126): a. Efektivitas, yaitu apakah hasil yang diinginkan telah tercapai.

b. Kecukupan, yaitu seberapa jauh hasil yang telah tercapai dapat memecahkan masalah.

c. Pemerataan, yaitu apakah biaya dan manfaat didistribusikan merata kepada kelompok masyarakat yang berbeda.

d. Responsivitas, yaitu apakah hasil kebijakan memuat preferensi/ nilai kelompok dan dapat memuaskan mereka.

e. Ketepatan, yaitu apakah hasil yang dicapai bermanfaat.

5. Perguliran kembali pengembalian pokok kepada koperasi yang memenuhi persyaratan.

(44)

1.8 SISTEMATIKA PENULISAN BAB I PENDAHULUAN

Bab ini memuat latar belakang, perumusan masalah, tujuan penelitian, manfaat penelitian, kerangka teori, defenisi konsep, defenisi operasional, dan sistematika penulisan.

BAB II METODOLOGI PENELITIAN

Bab ini memuat bentuk penelitian, lokasi penelitian, populasi dan sampel penelitian, teknik pengumpulan data, dan teknik analisis data.

BAB III DESKRIPSI LOKASI PENELITIAN

Bab ini menguraikan tentang gambaran atau karakteristik lokasi penelitian berupa sejarah singkat, visi dan misi, serta struktur organisasi.

BAB IV PENYAJIAN DATA DAN PEMBAHASAN

Bab ini memuat data yang diperoleh dari lapangan dan dokumentasi yang akan dianalisis. Serta interpretasi dari data-data yang disajikan sebelumnya. BAB V PENUTUP

Bab ini memuat kesimpulan dan saran atas hasil penelitian yang dilakukan. DAFTAR PUSTAKA

Referensi

Dokumen terkait

Penyerapan tenaga kerja merupakan jumlah tertentu dari tenaga kerja yang digunakan dalam suatu unit usaha tertentu atau dengan kata lain penyerapan tenaga kerja

1 M.. Hal ini me nunjukkan adanya peningkatan keaktifan belajar siswa yang signifikan dibandingkan dengan siklus I. Pertukaran keanggotaan kelompok belajar

1) Bab pertama merupakan pendahuluan yang menguraikan latar belakang masalah, rumusan masalah, tujuan penelitian, manfaat penelitian, lingkup penelitian, dan sistematika

Tindak pelanggaran kode etik oleh humas Presiden AS dalam film Wag The Dog tersebut dilakukan secara berkelanjutan di media massa untuk menutupi kebohongan demi kebohongan

Penyusunan tugas akhir ini merupakan salah satu syarat yang harus ditempuh oleh setiap mahasiswa Jurusan Teknik Sipil Fakultas Teknik Universitas Diponegoro dalam

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh waktu pemaparan cuaca ( weathering ) terhadap karakteristik komposit HDPE–sampah organik berupa kekuatan bending dan

20 Tahun 2001 Tentang Pemilikan Saham Dalam Perusahaan yang Didirikan Dalam Rangka Penanaman Modal Asing yakni dalam rangka lebih mempercepat peningkatan dan perluasan kegiatan

Analisis data berisi uraian data yang diolah untuk proses pemilihan strategi permesinan (toolpath strategy), penentuan cutter yang digunakan, feedrate, spindel speed, plungerate