• Tidak ada hasil yang ditemukan

I. PENDAHULUAN. Kemiskinan merupakan isu sentral dan global. Sachs, (2005) 1. Kompas (2005) menyampaikan bahwa jumlah orang miskin di dunia mencapai

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "I. PENDAHULUAN. Kemiskinan merupakan isu sentral dan global. Sachs, (2005) 1. Kompas (2005) menyampaikan bahwa jumlah orang miskin di dunia mencapai"

Copied!
10
0
0

Teks penuh

(1)

I. PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang

Kemiskinan merupakan isu sentral dan global. Sachs, (2005)1 dalam Kompas (2005) menyampaikan bahwa jumlah orang miskin di dunia mencapai 1.100.000.000 orang. Kemiskinan ekstrim yang terjadi menyebabkan 8.000.000 hingga 11.000.000 orang meninggal setiap tahun dan hal tersebut berarti 20.000 orang meninggal setiap harinya.

Program-program dan intervensi yang dilakukan oleh Pemerintah Indonesia dalam penanggulangan kemiskinan ekstrim diantaranya Program Pembinaan dan Peningkatan Pendapatan Petani dan Nelayan Kecil (P4NK), Program Tabungan dan Kredit Usaha Kesejahteraan Rakyat (Takesra - Kukesra), Program Pengembangan Kecamatan (PPK), Program Penanggulangan Kemiskinan Perkotaan (P2KP) dan Program Pembangunan Prasarana Pendukung Desa Tertinggal (P3DT).

Sejumlah indikator kemiskinan dikembangkan berbagai sektor, departemen dan instansi dalam memperhatikan program dan intervensi tersebut. Demikian banyaknya indikator kemiskinan di satu sisi menunjukkan besarnya perhatian berbagai pihak terhadap masalah kemiskinan, tetapi di sisi lain menimbulkan berbagai kerancuan dan mengarah pada suatu ketidakselarasan antar program.

1

(2)

Akibatnya, beberapa pihak menilai antar program tersebut didalam prakteknya bukan menghasilkan sinergi, tetapi justru menimbulkan dampak saling melemahkan atau kontraproduktif (Saefuddin, 2003). Bahkan strategi pembangunan yang diterapkan tidak mempengaruhi apapun bagi kesejahteraan, sebaliknya, malah membuat masyarakat semakin sengsara (Strahm, 1999).

Terdapat beberapa pandangan yang memberikan alasan penyebab program kurang berdampak dalam mengurangi kemiskinan. Pertama, Namba (2003) berpandangan bahwa program kurang mempertimbangkan aspek ekosistem suatu wilayah. Padahal kemiskinan yang disebabkan situasi ekosistem persoalannya makin kompleks dan lebih sulit diatasi. Kedua, Soemardjo (2003) menggunakan pemenuhan kebutuhan dasar manusia sebagai pendekatan pembangunan, kemiskinan artinya sama dengan ketidaksejahteraan, dimana pada tingkat yang paling dasar kesejahteraan manusia yang beradab tersebut, paling tidak, manusia harus dapat memenuhi kebutuhan dasarnya yaitu kecukupan pangan, sandang, papan, kesehatan dan pendidikan. Apabila kebutuhan dasar tersebut terpenuhi, merupakan kondisi tingkat aman pertama dalam kesejahteraan manusia, dan belum beranjak pada tingkatan sejahtera secara keseluruhan (ADB, 1999).

Ketiga, masih lemahnya kesinambungan penyediaan dana dan pengembangan kualitas sumber daya masyarakat, sehingga masyarakat tidak berkembang keswadayaanya untuk menjadi mandiri bahkan beberapa kasus ditemukan timbulnya persepsi pada sasaran program, bahwa yang namanya program bantuan adalah sesuatu yang disamakan dengan hibah (Saefuddin, 2003). Keempat, Nasdian (2005) menambahkan bahwa di satu sisi upaya pengembangan sumber daya manusia miskin memerlukan relevansi dengan pembangunan

(3)

kelembagaannya pula. Masih dalam kondisi yang sama, faktanya perilaku manusia itu sendiri yang tenyata kurang kondusif bagi upaya mewujudkan kesejahteraan mereka bersama, baik secara individu, keluarga maupun masyarakat, sehingga menyebabkan mereka sangat beragam dalam mewujudkan tingkat kesejahteraannya.

1.2. Perumusan Masalah

Paradigma kemiskinan bergeser menjadi subject to subject (Nasdian, 2005). Artinya bahwa dalam penanganan kemiskinan perlu lebih melibatkan penduduk miskin sebagai subjek pembangunan dan diharapkan penanggulangan kemiskinan nantinya dapat dilakukan sendiri oleh masyarakat (Muchtar, 2006). Selanjutnya kesejahteraan memerlukan beberapa perhatian. Pertama ruang lingkup masyarakat adalah sebagai suatu sistem yang terintegrasi. Kedua kemandirian merupakan bentuk sistem kerjasama yang bersifat interdependen, sinergis dan bersistem.

Ketiga kemiskinan memiliki dimensi dinamis dan berkelanjutan secara mandiri. Keempat krisis ditempatkan sebagai sesuatu yang mengganggu dan merusak sendi-sendi kehidupan masyarakat dalam lingkup luasan dan waktu yang secara substansial membahayakan dan menjauhkan dari pencapaian kesejahteraan dan kelima kesejahteraan yang adil diartikan tercapainya keseimbangan antara kesempatan, kontribusi dan imbalan yang dapat diraih oleh setiap pihak dalam bermasyarakat.

(4)

Uphoff (1986) membedakan istilah ’local’ berdasarkan atas kewenangan dalam pengambilan keputusan sebagaimana pada Gambar 1. terlihat bahwa level kewenangan dalam pengambilan keputusan sebuah kelembagaan lokal pada lingkup garis putus-putus, yakni locality level, Community Level, dan Group Level.

International Level National Level

Regional (State or provincial) level District Level

Sub Distric Level

(e.g. taluk in india or thana in bangladesh Locality Level

(a set of communties having cooperative/commercial relations; This level may be the same as the sub distric level

Where the sub district center is a market town) Community Level

(a relatively self contained, socio-economic-residential unit) Group Level

(a self-identified set of persons having some common interest; May be a small residential group like a hamlet, or neighborhood, An occupational group, or some ethnic, caste, age, sex or other grouping)

Household level Individual Level LO C A L LE V E LS

Gambar 1. Level Kewenangan dalam Pengambilan Keputusan Sumber : Uphoff, 1986

Gambar 1 menunjukan urutan terdiri atas international level, national level, regional/state level (Provinsi/Kota/Kabupaten), distric level (Kecamatan), sub distric level (Desa/Kelurahan), termasuk diantaranya locals level yakni locality level (dusun), community level (rukun warga), group level (rukun tetangga) hingga household level (keluarga batih) dan tingkatan terkecil yakni individual level (individu).

Area aktivitas institusi lokal dalam suatu desa atau kelurahan di bagi ke dalam beberapa fungsi. Fungsi tersebut terdiri dari 7 (tujuh) unit fungsi yakni

(5)

infrastruktur pedesaan, manajemen sumber daya alam, manajemen sumber daya manusia, pengembangan teknologi dan pemanfaatannya, teknologi pertanian, pengembangan sektor non pertanian, dan fasilitasi kredit. Pada Gambar 2. terlihat bahwa institusi lokal dibedakan atas administrasi lokal, pemerintahan lokal, keanggotaan dalam organisasi, kelompok usaha, kelompok jasa dan perusahaan yang bergerak dalam bidang industri, barang dan atau jasa.

Rural Infrastructure Natural Resource Management Tecnology Generation / Dissemination Agricultural Improvement Non-Agricultural Improvement Credit Human Resource Development

Gambar 2. Daya Dukung Pedesaan atau Kelurahan Sumber : Uphoff, 1986

Departemen Dalam Negeri, (2003)2 membagi potensi kelurahan/desa kedalam empat lingkup, diantaranya potensi sumber daya alam, potensi sumber daya manusia, potensi kelembagaan, dan potensi sarana dan prasarana. Selanjutnya potensi kelembagaan kelurahan terbagi atas lembaga pemerintahan, lembaga kemasyarakatan, lembaga politik, lembaga ekonomi, lembaga pendidikan dan lembaga keamanan maka melalui rujukan normatif tersebut penulis mencoba

2

Departemen Dalam Negeri Republik Indonesia, Surat Edaran Menteri Dalam Negeri Republik Indonesia Nomor : 414.3/316/PMD tanggal 17 Februari 2003 tentang Sistem Pendataan Profil Desa dan Profil Kelurahan. Propinsi Jawa Barat. 2005

(6)

mengelompokannya dan mempelajari kelembagaan tersebut didalam wilayah Kelurahan Curug Mekar.

Variabel kajian pembangunan daerah meliputi definisi kemiskinan perkotaan. Salah satu instansi yang mengulas kemiskinan perkotaan adalah Departemen Pekerjaan Umum. Ditjen Cipta Karya, (2006) mengatakan bahwa ulasan mengenai penanggulangan kemiskinan perkotaan lebih menekankan pada permasalahan kebutuhan fisik dan prasarana, pengembangan sumber daya manusia dan sosial serta permasalahan ekonomi produktif.

Kemiskinan perkotaan memiliki beberapa bentuk kegiatan diantaranya penyaluran bantuan langsung masyarakat (BLM), untuk membiayai kegiatan sosial kemasyarakatan, pendayagunaan, dan pengembangan prasarana dan sarana lingkungan serta pengembangan ekonomi lokal. Selanjutnya, kemiskinan perkotaan dalam sudut pandang Kota Bogor merupakan permasalahan yang menjadi prioritas pembangunan. Kemiskinan masuk dalam empat besar permasalahan yang dihadapi Kota Bogor 2004 - 2009.

Variabel kajian pembangunan daerah mencakup lingkup Kelurahan di Kota Bogor dan Kelurahan Curug Mekar merupakan satu dari 68 Kelurahan di Kota Bogor. Kelurahan Curug Mekar merupakan kelurahan sasaran penanggulangan kemiskinan dalam konteks kewilayahan. Kelurahan Curug Mekar memiliki kontribusi 1,27% dari 41.487 kepala keluarga miskin Kota Bogor. Data kemiskinan Kota Bogor (BPS, 2006). Artinya 526 kepala keluarga miskin menempati juga 20% dari hampir 2.000 jumlah kepala keluarga Kelurahan Curug

(7)

Mekar. Indikator tersebut akan memberikan predikat ’Kelurahan Miskin’3 bagi Kelurahan Curug Mekar.

Paradigma baru studi kemiskinan sedikitnya mengusulkan empat hal yang perlu dipertimbangkan (Suharto, 2003). Pertama, kemiskinan sebaiknya dilihat tidak hanya dari karakteristik keluarga miskin secara statis, melainkan dilihat secara dinamis yang menyangkut usaha dan kemampuan keluarga miskin dalam merespon kemiskinannya. Kedua, indikator untuk mengukur kemiskinan sebaiknya tidak tunggal, melainkan indikator komposit dengan unit analisis keluarga atau rumah tangga. Ketiga, konsep kemampuan sosial (sosial capabilities) dipandang lebih lengkap daripada konsep pendapatan (income) dalam memotret kondisi sekaligus dinamika kemiskinan, keempat, pengukuran kemampuan sosial keluarga miskin dapat difokuskan pada beberapa key indicators yang mencakup kemampuan keluarga miskin dalam memperoleh mata pencaharian (livelihood capabilities), memenuhi kebutuhan dasar (basic need fulfillment), mengelola aset (asset management), menjangkau sumber-sumber (access to social capital) serta kemampuan dalam menghadapi guncangan dan tekanan (cope with shocks and stresses).

Makmun (2003), menyatakan bahwa kondisi lokalitas perlu dipahami sebagai hal yang khusus karena berkaitan dengan penyusunan kriteria kemiskinan, pendataan kemiskinan, penentuan sasaran, pemecahan masalah dan upaya – upaya penanggulangan kemiskinan secara lebih objektif dan tepat sasaran. Maka

3

Kelurahan Miskin adalah kelurahan yang persentase jumlah penduduk miskinnya mencapai lebih atau sama dengan 20 persen dari total penduduk kelurahan yang bersangkutan. Surat Edaran Menteri Dalam Negeri Republik Indonesia Nomor : 414.3/316/PMD tanggal 17 Februari 2003 tentang Sistem Pendataan Profil Desa dan Profil Kelurahan.

(8)

pertanyaan spesifik penelitian adalah bagaimanakah gambaran kemiskinan di Kelurahan Curug Mekar ?

Pada dasarnya rendahnya partisipasi masyarakat dalam pembangunan bersumber pada sistem kelembagaan sosial, terutama pada masyarakat yang memiliki sistem kelembagaan lokal dengan kontrol sosial yang ketat. Dalam situasi seperti itu pada umumnya masyarakat memperlihatkan partisipasi internal yang tinggi. Partisipasi ini menunjuk pada wujud kesetiaan terhadap norma yang berlaku dalam sistem sosial. Keadaan ini sudah tentu dapat menyebabkan rendahnya partisipasi, apabila program-program tertentu menurut pandangan mereka tidak selaras dengan sistem norma dan kelembagaan yang ada (Soekartawi, Abdurrahman dan Mustafa, 2002).

Penanganan kemiskinan perlu lebih banyak melibatkan penduduk miskin sebagai subjek pembangunan dan diharapkan kemiskinan nantinya dapat dilakukan sendiri oleh masyarakat (Muchtar, 2006). Aspek penting yang perlu dilakukan oleh dan dengan pemberdayaan kelembagaan lokal adalah dalam menentukan atau mengevaluasi ketidaksejahteraan atau kemiskinan (poverty assesments) (Saefuddin, 2003). Pertanyaan spesifik penelitian berikutnya adalah mempelajari pemberdayaan kelembagaan lokal mana sajakah yang berperan dalam penanggulangan kemiskinan di Kelurahan Curug Mekar ?

Juoro (1985) berpandangan bahwa pembangunan merupakan suatu strategi yang dirancang guna memperbaiki kehidupan sosial dan ekonomi keluarga miskin maka usaha untuk memeratakan pendapatan dituntut adanya perbaikan kelembagaan. Soekartawi (1990) mengungkapkan aspek kelembagaan sangat penting bukan saja dilihat dari segi ekonomi secara keseluruhan, tetapi juga segi

(9)

ekonomi desa/kelurahan. Berkaitan ulasan dimuka maka pertanyaan yang akan dipaparkan pada penelitian ini adalah bagaimanakah fungsi kelembagaan tersebut berjalan dan bagaimana kelembagaan tersebut mengambil peran dalam penanggulangan kemiskinan ?

Identifikasi kemiskinan merupakan aspek penting yang perlu dilakukan oleh lembaga lokal. Kelembagaan lokal juga merupakan sebuah wahana penting dalam proses belajar masyarakat. Eksistensi, fungsi dan kesiapannya merupakan salah satu tahapan dalam penanggulangan kemiskinan. Identifikasi kemiskinan, aktivitas pemeduli kelembagaan lokal, strategi dan mapping dalam Road Map merupakan persiapan kelembagaan dalam mengoperasionalisasikan tahapan penanggulangan kemiskinan. Maka yang menjadi pertanyaan pokok dalam kajian ini adalah bagaimanakah rancangan program strategi pemberdayaan masyarakat miskin perkotaan berbasis kelembagaan lokal di Kelurahan Curug Mekar, Kota Bogor ?

1.3. Tujuan dan Manfaat Kajian

Berdasarkan permasalahan yang dipaparkan sebelumnya maka beberapa hal yang menjadi tujuan dalam kajian ini adalah :

1. Mengidentifikasi apa kemiskinan di Kelurahan Curug Mekar.

2. Mempelajari pemberdayaan kelembagaan lokal yang berperan dalam penanggulangan kemiskinan di Kelurahan Curug Mekar.

3. Menelaah fungsi kelembagaan lokal yang berperan dalam penanggulangan kemiskinan di Kelurahan Curug Mekar.

(10)

Berdasarkan tujuan kajian dimuka besar harapan penulis kajian pembangunan daerah ini dapat bermanfaat bagi :

1. Pemerintah, Masyarakat dan Organisasi Non Pemerintah

Memberi masukan kepada Pemerintah, Masyarakat dan Organisasi Non Pemerintah dalam memahami masyarakat miskin.

2. Penulis :

Sebagai bentuk aktualisasi diri dan wahana akademis menerapkan ilmu yang diperoleh dan dalam memahami dinamika kehidupan kehidupan, khususnya penanggulangan kemiskinan secara swadaya.

Referensi

Dokumen terkait

Koordinator Keamanan/Komandan Regu Keamanan yang bertugas Deputi Manajer Umum & Fasilitas terkait melakukan pengecekan lapangan dan memastikan bahwa laporan

Kegiatan-kegiatan yang akan dilakukan meliputi kegiatan mengevaluasi informasi (fakta dan opini) dalam artikel opini, menyusun opini dalam bentuk artikel, menganalisis

Toisaalta vain harvoissa puheis- sa ja diskursseissa puhuttiin vahvasti esimerkiksi sellaisista lähestymistavan perusperi- aatteista kuin kaikkien maailman ihmisten

Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa ada perbedaan secara signifikan menulis karangan persuasi menggunakan teknik mind mapping dengan tidak menggunakan teknik

Penelitian ini bertujuan untuk menguji dan menganalisis pengaruh nilai laba, nilai buku, arus kas, dan profitabilitas sebelum dan setelah international financial

Sikap ibu hamil terhadap deteksi dini kehamilan beresiko di Puskesmas Jetis Kota dari 55 responden berdasarkan tiga kategori sikap ibu terbanyak pada sikap ibu

Dengan menggunakan aplikasi program pelembutan citra dengan teknik konvolusi maka gangguan derau (noise) yang sering terjadi pada citra dapat diatasi, selain itu operasi

kelainan kelamin pada pasien penderita kerancuan jenis kelamin (khuntha>) melalui foto setelah dilakukan pemeriksaan oleh dokter, gambar yang ada. dalam buku-buku