HASIL DAN PEMBAHASAN
Potensi Sumberdaya Pesisir dan Lautan di Kepulauan Anambas
Kepulauan Anambas yang terdiri 140 buah pulau besar dan kecil, tersebar diantara Laut Natuna dan Laut Cina Selatan yang merupakan gugusan pulau-pulau yang memiliki potensi sumberdaya kelautan yang cukup besar seperti, terumbu karang, mangrove, sumberdaya ikan, pariwisata dan lain sebaginya. Wilayah Kepulauan Anambas yang memiliki luas daratan yang lebih kecil dibanding luas lautan, dimana 90 % merupakan wilayah lautan dan sebagiannya merupakan wilayah daratan, wilayah ini sudah barang tentu dipengaruhi oleh hukum dan yuridiksi sebagai wilayah perairan.
Secara teritorial sejauh 12 mil laut dari garis pangkal pantai kepulauan merupakan kewenangan provinsi, artinya kapal asing mempunyai hak damai untuk lewat dengan aman, dalam perairan ini tetapi dibatasi oleh alur di lautan yang sudah ditetapkan. Sedangkan berdasarkan Zona Ekonomi Eksklusif (ZEE) ditetapkan maksimum sejauh 200 mil laut dari garis pangkal pantai, didalamnya Indonesia mempunyai kekuasaan hukum terhadap eksploitasi dan pengawasan sumberdaya laut yang ada.
Kepulauan Anambas yang terdiri dari 3 (tiga) Kecamatan yang diantaranya terdiri dari Kecamatan Siantan, Kecamatan Palmatak, dan Kecamatan Jemaja, namun dalam penelitian ini Kecamatan Jemaja tidak termasuk dalam kawasan penelitian, hal ini dilakukan karena jarak Kecamatan Jemaja sangat jauh dengan dua kecamatan lainnya. Berdasarkan hasil pengumpulan data sekunder, pengamatan dan wawancara di lokasi penelitian, didapat sejumlah potensi pada masing-masing kecamatan di Kepulauan Anambas.
1. Terumbu Karang
Berdasarkan data Puslitbang P3O-LIPI (1997) dan Bakosurtanal (1997) diacu dalam Bappeda Kabupaten Natuna dan Lamtek UI (2005), terdapat 3 (tiga) jenis terumbu karang yang melingkupi wilayah Kepulauan Anambas, yaitu terumbu karang tepi (fringging reef), terumbu karang penghalang (barrier reef), dan terumbu karang cincin (atoll), dapat dilihat pada Gambar 12. Kondisi terumbu
karang di Kepulauan Anambas menunjukkan bahwa wilayah ini mempunyai terumbu karang dalam kondisi sedang sampai kondisi baik, hal ini dapat dilihat pada Tabel 18.
Menurut Dutton et al. (2001), kriteria kondisi ekosistem terumbu karang di katakan buruk apabila persentase tutupan karang hidup antara 0-25% . kondisi sedang 26 – 50%, kondisi baik 51 – 75%, dan kondisi sangat baik 76 - 100%. Kerusakan terumbu karang di Kepulauan Anambas masih terlihat di beberapa lokasi, umumnya berada di kawasan yang jauh dari pemukiman nelayan. Kerusakan terumbu karang diakibatkan dari pencemaran, penangkapan ikan dengan menggunakan bom, bahan kimia dan pengambilan karang yang berlebihan.
Tabel 18 Luas dan sebaran tebumbu karang di perairan Kepulauan Anambas
No. Lokasi Mati
(km²) % Hidup (km²) % Luas (km²)
1. Kec. Palmatak 9,5525 43,96 12,1792 56,04 21,7317 2. Kec. Siantan 18,8203 40,87 27,2339 59,13 46,0542 Sumber: Hasil interpretasi citra landsat TM7, 2002 Jurusan Perencanaan Wilayah dan Kota
Universitas Diponegoro diacu dalam Bappeda Kab. Natuna dan Lamtek UI (2006).
Gambar 12 Terumbu karang dan mangrove yang terdapat di Kepulauan Anambas
2. Mangrove
Ekosistem mangrove tersebar disemua kecamatan dalam Kepulauan Anambas, ekosistem mangrove merupakan ekosistem penopang dari ekosistem penting lainnya seperti ekosistem lamun dan ekosistem terumbu karang. Sebaran mangrove (bakau) di daerah ini mulai dari kerapatan vegetasi yang rapat sampai
vegetasi jarang. Total luas hutan mangrove hasil interpretasi dari citra satelit Landsat 7 TM adalah 42.5331 km2. Kondisi hutan mangrove di Kepulauan Anambas dapat diketahui persentase tutupannya yang disajikan pada Tabel 19. Tabel 19 Luas dan sebaran mangrove di Kepulauan Anambas
No Lokasi Rapat (km²) % Sedang (km²) % Jarang (km²) % Luas (km²) 1. Kec. Palmatak 0.7081 47.78 0.7333 49.48 0.0407 2.75 1.4821 2. Kec. Siantan 0.3913 29.98 0.7025 53.82 0.2114 16.20 1.3052 Sumber: Hasil interpretasi citra landsat TM7, 2002 Jurusan Perencanaan Wilayah dan Kota
Universitas Diponegoro diacu dalam Bappeda Kab. Natuna dan Lamtek UI (2006)
Berdasarkan data Puslitbang P3O-LIPI (1997) dan Bakosurtanal (1997) diacu dalam Bappeda Kab. Natuna dan Lamtek UI (2005). Lokasi mangrove dengan kondisi yang rapat ditemukan di Kecamatan Palmatak (47,78 %). Kondisi kerapatan mangrove yang sedang hampir sama disemua kecamatan di Kepulauan Anambas. Fungsi dari ekosistem mangrove adalah sebagai tempat bertelur bagi ikan-ikan (hatching ground), sebagai tempat pembesaran (spowning ground) dan sebagai tempat mencari makan (feeding ground), dari ketiga fungsi ekologis tadi dapat menggambarkan pentingnya ekosistem mangrove terhadap organisme-organisme yang berasosiasi di dalamnya.
Kerusakan hutan mangrove masih dijumpai beberapa kawasan, yang dulu merupakan kawasan mangrove dikonvesi menjadi kawasan pemukiman dan pelabuhan nelayan. Kerusakan lainnya juga diakibatkan pemanfaatan mangrove yang dijadikan sebagai bahan bakar (arang) dan sebagian digunakan sebagai bahan bangunan. Dampak pontensial dari aktivitas manusia pada ekosistem mangrove akan mengakibatkan regenerasi stok ikan dan udang di perairan lepas pantai dan terjadinya pendangkalan perairan pantai serta abrasi pantai.
3. Sumberdaya Ikan
Ikan merupakan salah satu biota laut yang paling banyak diminati oleh berbagai pihak pemanfaat sumberdaya, selain karena nilai ekonominya yang begitu tinggi, ikan juga relatif mudah untuk ditangkap. Jenis biota ini dapat dijumpai hampir seluruh bagian wilayah perairan di Kepulauan Anambas. Secara umum, ikan dikategorikan kedalam 2 (dua) kelompok besar berdasarkan pola
ruaya dan bentuk perilakunya, yaitu pertama, kelompok ikan demersal, merupakan jenis ikan yang hidup dan berkembang biak didasar perairan seperti terumbu karang, akar-akar mangrove dan pantai berpasir, contoh ikan kelompok ini adalah ikan Kerapu sunu, ikan Kepe-kepe, ikan Kakap, ikan Kelinci, Kepiting, Cumi-cumi dan lain sebagainya. Kedua adalah kelompok Ikan Pelagis, merupakan jenis ikan yang bermigrasi atau beruaya secara dinamis dari satu tempat ke tempat lainnya, seperti ikan Kembung, Tuna, Tenggiri, Marlin dan lain sebagainya. Kedua kelompok ikan ini cukup banyak di perairan Kepulauan Anambas, dapat dilihat pada Tabel 20 dan Gambar 13. Potensi perikanan Kepulauan Anambas menjadi sangat strategis karena merupakan kawasan laut Cina Selatan dan berada pada daerah perbatasan dimana merupakan potensi pemasaran yang baik. Berdasarkan data perikanan setempat tahun 2004, tercatat volume produksi sebesar 405,12 ton.
Potensi perikanan Kepulauan Anambas sampai saat ini belum tercatat dengan baik, salah satu faktor penyebabnya adalah banyaknya jumlah kapal dari luar Natuna yang ikut melakukan eksploitasi terhadap sumberdaya perikanan tetapi melanggar ketentuan pencatatan hasil perikanan. Faktor lain adalah pembeli ikan hidup yang berasal dari negara tetangga yang langsung melakukan transaksi didalam kantong-kantong nelayan budidaya ikan (kem) tanpa proses administrasi.
Gambar 13 Beberapa jenis ikan laut yang ditangkap oleh nelayan di Kepulauan Anambas
Tabel 20 Jenis ikan yang bernilai ekonomis di Kepulauan Anambas
No Nama Ikan Nama Latin Musim
1. Cumi-cumi Sepia spp & sepiateuthis sp Timur, Barat dan Selatan 2. Ekor Kuning Caesio spp Timur dan Barat 3. Hiu Carcharhinus spp Timur, Barat dan Selatan 4. Kembung Rastrelliger spp Timur dan Barat 5. Kerapu macan Ephinephelus fuscoguttatus Sebelum musim Utara 6. Kerapu sunu Plectopomus leopardus Sebelum musim Utara 7. Mayu/kewe Caranx spp Timur dan Barat 8. Merah Lutjanus spp Timur, Barat dan Selatan 9. Napoleon wrasse/ketipas Chelinius undulatus Sebelum musim Utara 10. Selar kuning Selaroides leptolepis Timur dan Barat 11. Sotong Sepia sp Timur, Barat dan Selatan 12. Tenggiri Scomberemorus Utara
13. Tongkol Eutynnus Sepanjang tahun
Sumber: Hasil survei lapangan (2006)
4. Pariwisata
Pemanfaatan pariwisata di Kecamatan Siantan dan Palmatak, sampai saat ini belum termanfaatkan secara optimal. Beberapa pantai dan laut dengan panorama terumbu karang dan ikan karang merupakan lokasi yang ideal untuk dikembangkan sebagai obyek wisata. Di Kecamatan Siantan dan Palmatak merupakan potensi wisata bahari dimana wisata penyelaman (diving), memancing (fishing), pengamatan ekosistem bawah laut (snorkling) juga panorama air terjun, pohon kelapa, pasir putih dan situs sejarah menjadi daya tarik utama dalam pariwisata.
Potensi Sumberdaya Teresterial di Kepulauan Anambas 1. Perkebunan
Perkebunan di Kecamatan Siantan dan Palmatak memiliki komoditi antara lain berupa cengkeh, kelapa, karet dan lada. Menurut hasil survei komodiatas yang memiliki nilai jual tertinggi saat ini adalah cengkeh yang mencapai Rp. 40.000/kg. komoditas ini mampu menjadi pengganti bagi masyarakat sebagai mata pencarian setelah perikanan. Sedangkan komoditas karet, kelapa dan lada
belum diusahakan secara maksimal baik dari segi jumlah, luas perkebunan, maupun produksinya (Tabel 21).
Tabel 21 Produksi perkebunan menurut jenis di Kepulauan Anambas
Produksi Perkebunan (Ton) Jumlah No Kecamatan
Karet Kelapa Kopi Cengkeh Lada
1. Siantan 815,0 1.265,0 0,9 108,0 0,4 925.565 2. Palmatak 169,0 776,0 1,3 32,0 0,3 978.6 Sumber: BPS Kab. Natuna (2004)
2. Industri
Sektor Industri sebenarnya memiliki potensi untuk dikembangkan karena wilayah Kepulauan Anambas khususnya Kecamatan Palmatak memiliki sumberdaya yang sangat pontensial pada bidang minyak dan gas alam, ada tiga perusahan besar migas di Kepulauan Anambas antara lain: Conoco phillips, Premier oil dan Star energy. Namun masih menjadi pertentangan alot terhadap wilayah ekploitasi yang berada pada kawasan ZEE, dimana eksplorasi dan eksploitasi sumber minyak dan gas cukup memberikan peranan bagi perkembangan dan pembangunan wilayah, dapat dilihat pada Gambar 14.
3. Pertanian dan Kehutanan
Pertanian dan Kehutanan di Kecamatan Siantan dan Palmatak sangat sedikit dimanfaatkan ini karena topografi kepulauan yang bukit dan berbatuan. Pengadaan kebutuhan pokok dan kehutanan banyak didapatkan dari luar kota, yaitu Tanjung pinang, Letung, dan Kalimatan.
Analisis Kesesuaian Lahan
Analisis kesesuian lahan dititik beratkan pada kawasan lindung dan kawasan budidaya, langkah ini dimaksudkan untuk menghindari terjadinya arahan pengembangan kegiatan di kawasan berfungsi lindung. Setiap jenis penggunaan lahan dianalisa kesesuaiannya berdasarkan kriteria dan syarat penggunaan lahan. Penggunaan lahan yang dianalisa antara lain; kawasan lindung (konservasi pantai) dan kawasan budidaya (kawasan pemukiman, kegiatan budidaya perikanan, perikanan tangkap, dan pariwisata pantai).
Semua analisis ini identifikasi secara terpisah-pisah dengan memperhatikan parameter pembatas berupa kriteria. Kriteria ini merujuk dari Departemen Kelautan dan Perikanan, FAO, Bakosurtanal, dan hasil penelitian lainnya. Kriteria yang ada pada masing-masing instansi ini mutlak harus dipergunakan Tetapi dapat dilakukan proses deliniasi, karena kawasan pulau kecil mempunyai lingkungan yang unik, tidak selalu sama dengan keadaan di daratan. Langkah selajutnya adalah melakukan klasifikasi, dimana kriteria bagi peruntukan penggunaan lahan diberi pembobotan, skoring (kelas). Sistem Informasi geografis (SIG) mempunyai kemampuan analisis keruangan (spatial analysis) maupun waktu (temporal
analysis), dengan kemampuan tersebut SIG dapat dimanfaatkan dalam
perencanaan apapun, karena pada dasarnya semua perencanaan akan terkait dengan dimensi ruang dan waktu.
Analisis kesesuian lahan Kepulauan Anambas yang terdiri dari 10 desa di 2 kecamatan di Kepulauan Anambas. Secara keseluruhan luas wilayah yang dianalisis sebesar 45.937 ha. Berdasarkan hasil analisis spasial dengan menggunakan pendekatan SIG menggunakan metode overlay diperoleh hasil analisis kesesuaian lahan untuk kawasan konservasi pantai, pemukiman, budidaya perikanan laut (keramba), perikanan tangkap, dan pariwisata pantai.
Kesesuaian Kawasan Konservasi Pantai
Pengembangan wilayah untuk berbagai peruntukan dalam pembangunan wilayah pesisir dan pulau-pulau kecil semestinya menyisakan wilayah dengan luas tertentu dengan membiarkan secara alami tanpa perlakuan yang sifatnya merusak. Konservasi pantai di Kepulauan Anambas perlu dilakukan mengingat kondisinya sudah sangat menghawatirkan, disebabkan oleh berbagai aktifitas manusia yang tidak ramah lingkungan.
Konservasi pantai salah satunya ádalah konservasi mangrove di pesisir dan laut dimana berfungsi mempertahankan dan melindungi keanekaragaman hayati, mengingat hasil perikanan, pariwisata, memberikan manfaat sosial ekonomi bagi masyarakat pesisir, serta memperluas pengetahuan dan pemahaman tentang ekosistem mangrove. Kawasan konservasi ini diharapkan salah satunya mampu mengatasi dampak permasalahan over-eksploitasi yang mengakibatkan kerusakan lingkungan.
Berdasarkan analisis SIG diperoleh total luasan untuk masing-masing kategori antara lain; Kategori sangat sesuai meliputi areal dengan persentase 4,04 % yang terdistribusi diseluruh desa yang ada di Kepulauan Anambas, dengan wilayah kesesuaian banyak terdapat di Kecamatan Palmatak. Kategori
sesuai meliputi 24,13 %, kategori sesuai bersyarat meliputi 69,20 % dan kategori tidak sesuai meliputi 2,61 % yang terdistribusi diseluruh desa di Kepulauan
Anambas. Setiap kategori disajikan pada Tabel 22.
Tabel 22 Luas kesesuaian lahan untuk kawasan konservasi di Kepulauan Anambas (ha).
No. Kecamatan Sangat sesuai Sesuai Sesuai
bersyarat Tidak sesuai 1. Siantan 476.9 4530.7 9282.8 701.9 2. Palmatak 1150.9 5182.4 18565.6 351
Jumlah 1627.8 9713.1 27848.4 1052.9
Data di atas mengambarkan, setiap kecamatan umumnya dapat dijadikan peruntukan kawasan konservasi pantai (konservasi mangrove), hal ini dikarenakan jarak dari pantai dan vegetasi mangrove merupakan salah satu kriteria utama (bobot tertinggi) dalam kriteria kesesuaian kawasan konservasi mangrove. Kondisi ekosistem mangrove di Kepulauan Anambas belum mengalami kerusakan, namun perlu langkah-langkah untuk menjaga dan mempertahankan ekosistem tersebut dari kerusakan.
Kecamatan Palmatak dari hasil analisis memperlihatkan kategori sangat
sesuai terdapat diseluruh pesisir Pulau Mubur, di Pulau Matak terdapat pada
sebagian utara pesisir Pulau Matak (Desa Ladan), dan sebagian pesisir selatan (Desa Air asuk). Kategori sesuai terdapat di sepanjang wilayah pesisir pulau di Kecamatan Palmatak yang umumnya kawasan mangrove, namun tingkat kerapatan mangrove cukup sedikit dibandingkan dengan kategori sangat sesuai. Pada Kecamatan Siantan kategori sangat sesuai terdapat disepanjang pesisir pulau Siantan, Pulau Telaga besar, Pulau Ayerabu dan Pulau Bajau. Kawasan tersebut dinilai belum dimanfaatkan secara optimal, sehingga penggunaan lahan cenderung belum mempertlihatkan tumpang tindih untuk suatu peruntukan. Setiap kategori untuk kawasan konservasi pantai dapat dilihat pada peta kesesuaian lahan Gambar 15.
Kategori sesuai bersyarat dan tidak sesuai bagi peruntukan wilayah konservasi, umumnya terdapat di sekitar wilayah pemukiman dimana kerapatan vegetasi mangrove dilihat jarang dan bahkan tidak ada, hal ini memperlihatkan, pembukaan lahan untuk kawasan pemukiman memberikan dampak terhadap ekosistem mangrove. Pemanfaatan kawasan konservasi di Kepulauan Anambas dapat dilihat pada Kecamatan Palmatak, di Pulau Pahat (Desa Mubur) saat ini dijadikan wilayah konservasi oleh masyarakat setempat, dimana terdapat perlindungan biota-biota laut seperti wilayah penangkaran penyu dan Pulau Mubur dijadikan kawasan lindung hutan mangrove dimana berfungsi sebagai daerah asuhan (nursery ground), daerah mencari makan (feeding ground) dan daerah pemijahan (spawning groud) bagi bermacam biota perairan baik yang hidup di perairan pantai maupun lepas pantai.
Secara umum, suatu kawasan konservasi dapat dikelompokan atas tiga zona, yaitu : zona inti atau perlindungan, zona penyangga dan zona pemanfaatan. Zona inti memiliki nilai konservasi yang sangat tinggi, sangat rentan terhadap gangguan atau perubahan dan hanya dapat mentolerir sangat sedikit aktifitas manusia. Zona penyangga berada di belakang zona inti, dimana zona ini bersifat terbuka, tetapi tetap dikontrol dan beberapa bentuk pemanfaatan masih diizinkan untuk dilakukan. Sedangkan zona pemanfaatan sebaiknya berada disekitar pemukiman penduduk, pemanfaatan yang direkomendasikan terbatas hanya untuk pemenuhan kebutuhan sehari-hari seperti kayu bakar dan bukan dalam skala produksi secara besar-besaran.
Kesesuaian Kawasan Pemukiman
Peran kawasan pemukiman dalam pengembangan wilayah sangatlah strategis, mengingat kawasan pemukiman merupakan pusat-pusat pertumbuhan wilayah (center of growth) sekaligus merupakan pusat koleksi distribusi produk-produk unggulan wilayah serta pusat pelayanan jasa pemerintahan dan jasa-jasa lainnya. Melalui keterkaitan yang sangat erat antar pusat pemukiman, diharapkan dapat tercipta pertumbuhan ekonomi wilayah dan pemerataan kesejahteraan masyarakat pada kawasan yang lebih luas.
Menurut Dahuri (2000), bentuk dan hakekat pemukiman khususnya di wilayah pesisir harus merupakan bagian integral dan tidak bertentangan dengan proses dan fenomena ekologi pesisir secara menyeluruh. Hal yang sangat prinsip adalah bahwa kebutuhan yang meningkat akan pemukiman, menuntut pengaturan tata ruang pemukiman di wilayah pesisir secara terpadu dan berwawasan lingkungan. Tata ruang pemukiman di wilayah pesisir yang kacau dan tidak berwawasan lingkungan akan meyebabkan terjadinya degradasi mutu lingkungan seperti erosi, sedimentasi, pencemaran, dan banjir.
Berdasarkan analisis SIG diperoleh total luasan untuk masing-masing kategori antara lain; Kategori sangat sesuai meliputi areal 7,87 % yang terdistribusi diseluruh desa yang ada di Kepulauan Anambas. Kategori sesuai meliputi 39.22 %, kategori sesuai bersyarat meliputi 38,46 % dan kategori
tidak sesuai meliputi 14,42 % yang terdistribusi diseluruh desa di Kepulauan
Anambas, yang umumnya berada pesisir pantai di Kepulauan Anambas. Setiap kategori disajikan pada Tabel 23.
Tabel 23 Luas kesesuaian lahan untuk kawasan pemukiman di Kepulauan Anambas (ha).
No Kecamatan Sangat sesuai Sesuai Sesuai
bersyarat Tidak sesuai 1. Siantan 1206.4 6006.9 5889.6 2209.3 2. Palmatak 2412.8 12013.9 1177.4 4418.7 Jumlah 3619.2 18020.8 17669 6628 Persentase (%) 7.87 39.22 38.46 14.42
Data tersebut memperlihatkan kesesuaian kawasan pemukiman di Kepulauan Anambas sangat minim, dari kategori sangat sesuai hanya 7.87 %, faktor jarak dari pantai, sumber air tawar dan ketinggian merupakan salah satu kriteria utama bagi peruntukan kawasan pemukiman. Kategori sesuai umunya berada di daerah berbukitan, dimana untuk mencapai kawasan tersebut cukup sulit, sehingga pemukiman yang ada dikawasan tersebut sangat sedikit. Setiap kategori untuk kawasan pemukiman dapat dilihat pada peta kesesuaian Gambar 16.
Pemanfaatan kawasan pemukiman di Kepulauan Anambas saat ini masih dalam kondisi normal dimana pemukiman di kawasan ini belum tumpang tindih dengan kawasan yang lainnya. Perkembangan kawasan pemukiman harus terus diperhatikan dan ditingkatkan, hal ini dikarenakan tiap tahun kebutuhan akan wilayah pemukiman akan terus meningkat sejalan dengan pertumbuhan penduduk.
Kesesuaian Kawasan Budidaya Perikanan Laut (Keramba)
Hasil analisis SIG mengambarkan peruntukan kawasan kesesuaian keramba didapati kategori sangat sesuai meliputi areal 1,72 % yang terdistribusi diseluruh desa yang ada di Kepulauan Anambas. Wilayah kesesuaian banyak terdapat di Kecamatan Palmatak. Kategori sesuai meliputi areal 3,97 %, kategori sesuai
bersyarat meliputi areal 8,29 % dan kategori tidak sesuai meliputi areal 86 %.
Setiap kategori disajikan pada Tabel 24.
Tabel 24 Luas kesesuaian kawasan budidaya perikanan laut (keramba) di Kepulauan Anambas (ha)
No Kecamatan Sangat sesuai Sesuai Sesuai
bersyarat Tidak sesuai 1. Siantan 15.6 170.9 1745.9 21865.6 2. Palmatak 632.0 1321.7 1366.9 10411.8 Jumlah 647.6 1492.6 3112.8 32277.4 Persentase (%) 1.72 3.97 8.29 86.00
Secara deskriptif dari hasil analisis digambarkan bahwa kecamatan Palmatak merupakan kecamatan yang sangat sesuai untuk peruntukan budidaya perikanan (keramba), karena keterlindungan wilayah dan dasar perairan yang umumnya adalah terumbu karang dengan berpasir halus dan kedalaman tertentu. Di Kecamatan Palmatak kategori sangat sesuai, antara lain: Desa Ladan, Desa Tebang dan Desa Air asuk yang umumnya berada di kawasan teluk yang merupakan daerah terlindung dari arus dan gelombang.
Potensi sumberdaya ikan di perairan Kepulauan Anambas sangat tinggi begitu juga kebutuhan akan ikan hidup, sehingga pengembangan budidaya perikanan (keramba) umumnya pembesaran ikan sangat baik dikembangkan. Namun saat ini pemanfaatan budidaya perikanan di Kepulauan Anambas masih banyak kendala, hal ini disebabkan oleh berbagai faktor yang cukup berpengaruh, baik dari segi budaya, ilmu dan teknologi juga sumberdaya manusianya sendiri.
Kecamatan Siantan, kategori sangat sesuai bagi peruntukan keramba adalah sebelah barat Pulau Siantan antara lain; Desa Batu belah dan Desa Nyamuk, sebagian terdapat di Pulau Ayerabu dan Pulau Telaga besar. Setiap kategori untuk kawasan budidaya perikanan laut dapat dilihat pada peta kesesuaian lahan Gambar 17.
Kesesuaian Kawasan Perikanan Tangkap
Secara fisik perairan dangkal umumnya sangat sesuai untuk daerah penangkapan ikan dengan menggunakan berbagai macam alat penangkapan ikan, seperti pancing, jaring, bubu, pukat dan lain-lain. Salah satu parameter pembatas untuk kesesuaian kawasan perikanan tangkap adalah jarak penangkapan dengan kawasan pemanfaatan lainnya seperti zona budidaya laut dan kawasan lindung.
Penetuan kawasan perairan kedalam kelas kesesuaian lahan tidak berdasarkan metode penangkapan ikan yang digunakan ataupun jenis ikan yang sesuai untuk ditangkap, tapi secara umum didasarkan pada kemampuan fisik daerah penelitian. Berdasarkan analisis SIG diperoleh total luasan untuk masing-masing kategori antara lain; Kategori sangat sesuai meliputi areal 99,45 % dan kategori tidak sesuai 0,54% dan setiap kategori disajikan pada Tabel 25.
Tabel 25 Luas kesesuaian lahan untuk kawasan perikanan tangkap di Kepulauan Anambas (ha)
No Jalur
Penagkapan Ikan Sangat sesuai Sesuai
Sesuai
bersyarat Tidak sesuai
1. Ia 307879 - - -
2. Ib 265156.1 - - -
3. IIa 475610.4 - - -
Jumlah 1048645.5 - - 5744.3
Persentase (%) 99.45 - - 0.54
Kategori sangat sesuai untuk kawasan penangkapan ikan, umumnya berada pada wilayah yang jauh dari kegiatan budidaya perikanan. Kategori sangat sesuai ini dibagi menjadi beberapa jalur penangkapan ikan yang merujuk dengan Keputusan Menteri Pertanian Republik Indonesia No. 392 tahun 1999 Tentang Jalur Penangkapan Ikan (Lampiran 4), dimana jalur penagkapan ikan (JPI) I
meliputi perairan pantai dari garis pantai sampai dengan 6 (enam) mil kearah dalam. Penerapannya dibagi menjadi perairan 0-3 mil (JPI Ia), 3-6 mil (JIP Ib) dan 6-12 mil (JIP IIa). Dapat dilihat pada peta kesesuaian pada Gambar 18.
Pada jalur penangkapan ikan JPI Ia, alat tangkap yang boleh beroperasi adalah alat tangkap ikan yang menetap serta kapal perikanan tanpa motor. Pada jalur penangkapan ikan Ib, alat tangkap yang boleh beroperasi diantaranya alat tangkap yang tidak menetap yang dimodifikasi, kapal perikanan tanpa/dengan bermotor tempel ukuran kurang dari 12 m atau kurang dari 5 GT, dengan alat tangkap pukat cincin ukuran kurang dari 150 m dan jaring insang hanyut ukuran kurang 1000 m
Kelas kesesuian kategori tidak sesuai, berada pada areal perairan yang digunakan untuk kegiatan budidaya perikanan/keramba. Luas areal yang tidak sesuai untuk penangkapan ikan 5744.3 ha. Pelarangan penangkapan di wilayah budidaya sudah merupakan tradisi lokal di Kepulauan Anambas, secara langsung dapat menggangu lalu lintas kapal juga limbah dari pembuangan air balans mesin kapal yang dapat mencemari kawasan budidaya.
Kesesuaian Kawasan Pariwisata Pantai
Berdasarkan hasil analisis pendekatan SIG dengan memasukan kriteria kesesuaian lahan untuk kawasan pariwisata didapatkan beberapa kesesuaian lahan antara lain; Kategori sangat sesuai 0,23 %, sebagian besar berada di Kecamatan Siantan berada sebelah barat Pulau Siantan kategori sesuai 1,58 %, sesuai
bersyarat 3,10 % dan tidak sesuai 95,07 %. Berdasarkan hasil survei lapangan
pada wilayah penelitian pengembangan wisata yang cocok adalah wisata pantai. Pengembangan wisata ini salah satu kriteria didasarkan pada keindahan pantai yang ada dan substrat dasar perairan. Setiap kategori disajikan pada Tabel 26. Tabel 26 Kesesuian lahan untuk kawasan pariwisata di Kepulauan Anambas (ha)
No Kecamatan Sangat sesuai Sesuai Sesuai
bersyarat Tidak sesuai 1. Siantan 140.8 897.2 1501.5 41539.7 2. Palmatak 30.4 260.8 764.7 27941.8 Jumlah 171.2 1158 2266.2 69481.5 Persentase (%) 0.23 1.58 3.10 95.07
Kecamatan Palmatak kategori sangat sesuai terdapat di Desa Air asuk, sedangkan kategori sesuai terdapat di Desa Ladan, Desa Tebang, Desa Air asuk dan Desa Mubur, sedangkan di Kecamatan Siantan kategori sangat sesuai terdapat di Kelurahan Terempa dan Desa Batu belah dan sebagian di Desa Nyamuk. Kesesuaian lahan peruntukan pariwisata pantai merupakan penyediaan basis data dan informasi yang penting bagi pengembangan sumberdaya wilayah pesisir di Kepulauan Anambas, kedepan akan memerlukan prioritas dalam pengembangan. Pembangunan pariwisata pantai yang pada hakekatnya adalah upaya mengembangkan dan memanfaatkan objek dan daya tarik wisatawan di wilayah pesisir, berupa kekayaan alam yang indah, flora dan fauna dan peninggalan bersejarah. Wilayah pesisir dan pulau-pulau kecil di Kepulauan Anambas memiliki bentuk pantai yang indah, desa-desa yang berdekatan dengan pantai memiliki kekayaan alam yang cukup berpotensi, semuanya itu menjadikan produk dalam pengembangan pariwisata pantai sebagaimana yang dijelaskan Kusumastanto (2002), bahwa yang menjadi produk-produk pariwisata pantai, wisata pesiar, wisata alam, wisata bisnis, wisata budaya dan wisata olah raga.
Lokasi Kesesuain lahan untuk pariwisata dapat dilihat pada peta kesesuaian lahan untuk pariwisata dapat dilihat pada Gambar 19.
Analisis Karateristik Tipologi Desa Pesisir Menurut Analisis Komponen Utama
Proses analisis komponen utama terhadap karakteristik tipologi desa-desa kecamatan di wilayah Kepulauan Anambas yang didasarkan pada data potensi desa (PONDES) tahun 2003 yang dikeluarkan oleh Badan Pusat Statistik (BPS), dimana menghasilkan 3 faktor utama yang merupakan kombinasi linier dengan peubah aslinya yang bersifat saling bebas. Ketiga faktor utama ini mampu menjelaskan keragaman data sebesar 85,117% dan ini merupakan nilai akar ciri (eigenvalues), hal ini merupakan suatu gambaran yang cukup baik karena nilai akar ciri berada diatas 80%. Secara jelas 3 faktor utama tersebut sebagai berikut:
1. Faktor utama 1 berkorelasi positif dengan invers jarak dari kantor desa/kelurahan ke kantor kecamatan yang membawahinya, dengan jumlah SD/100 penduduk, jumlah SLTP/100 penduduk, jumlah SLTA/100 penduduk dan rasio ladang/ kebun dengan luas desa,
2. Faktor utama 2 berkorelasi negatif dengan kepadatan penduduk, namun faktor utama 2 berkorelasi positif dengan rasio jumlah keluarga prasejahtera dan sejahtera I (keluarga) dengan jumlah keluarga (keluarga), 3. Faktor utama 3 berkorelasi positif dengan rasio perumahan dan
pemukiman dengan luas desa dan rasio jumlah keluarga yang menangkap ikan di laut dengan jumlah keluarga.
Adapun arti korelasi positif adalah faktor utama berbanding lurus dengan variabel penjelas, korelasi negatif adalah faktor utama berbanding terbalik dengan variabel penjelas. Selengkapnya hasil analisis ini dapat dilihat dari nilai
Tabel 27 Akar ciri (eigenvalue) hasil analisis komponen utama
% Total Kumulatif Kumulatif
Eigenval (Akar Ciri)
Variance
(Ragam) Akar Ciri %
F 1 4.934 49.336 4.934 49.336 F 2 2.021 20.205 6.954 69.541 F 3 1.558 15.576 8.512 85.117
Kenyataan ini mengambarkan wilayah desa dan kecamatan yang ada di Kepulauan Anambas termasuk wilayah yang sedang berkembang, dimana faktor utama 1 kedekatan variabel JRK-KK, SD, SLTP, SLTA dan LADANG mengambarkan aksesibilitas terhadap sarana pendidikan dan pusat pemerintahan baik dan dengan ketersediaan lahan yang luas. Faktor utama 2 mengambarkan kedekatan variabel PADAT dan PRASEJAH, dimana kepadatan penduduk yang tinggi dengan tingkat masyarakat prasejahtera. Sedangkan faktor utama 3 memiliki variabel RUMAH dan IKAN dimana kepadatan pemukiman yang dominasi nelayan. Secara jelas dapat dilihat pada Gambar 20 dan Tabel 28
Tabel 28 Penyederhana variabel analisis komponen utama Variabel Awal Notasi Faktor
loding
Faktor
utama Penciri
Invers Jarak dari kantor desa/kelurahan
ke kantor kecamatan yang membawahi
JRK-KK 0.9652
Jumlah SD/100 penduduk, SD 0.9447 Jumlah SLTP/100 penduduk, SLTP 0.8263 Jumlah SLTA/100 penduduk SLTA 0.9465 Rasio ladang/kebun dengan luas
desa
LADANG 0.9018 1
Asesibilitas terhadap sarana pendidikan dan pusat pemerintahan baik dengan ketersediaan lahan yang luas.
Kepadatan penduduk PADAT -0.7529 Rasio jumlah keluarga prasejahtera
dan sejahtera I (keluarga) dengan jumlah keluarga (keluarga)
PRASEJAH 0.9075 2
Kepadatan penduduk yang rendah dengan rasio jumlah keluarga prasejahteraan tinggi
Rasio perumahan dan pemukiman dengan luas desa
RUMAH 0.7158
Rasio jumlah keluarga yang menangkap ikan di laut dengan jumlah keluarga
IKAN 0.8838 3
Kawasan pemukiman dengan dominasi nelayan
Analisis Kelompok (Cluster Analysis)
Setelah didapatkan nilai komponen utama yang salah satunya berupa nilai skor, dilakukan analisis lanjutan dengan mengunakan analisis kelompok (cluster). Analisis kelompok yang dilakukan menggunakan metode K-Means. Faktor utama yang diperoleh dari analisis komponen utama didapatkan 3 kelompok besar pada desa di dua kecamatan di Kepulauan Anambas , seperti dapat dilihat pada Tabel 29.
Tabel 29 memperlihatkan perbedaan karakteristik antara ketiga kelompok desa yang mengambarkan nilai tengah dari setiap faktor utama untuk masing-masing kelompok. Nilai tengah tertinggi dan terendah untuk masing-masing-masing-masing faktor utama akan menjadi karakteristik pembeda dari masing-masing kelompok.
Tabel 29 Hasil cluster pada desa di Kepulauan Anambas
Kecamatan Desa Cluster
Palmatak Air asuk I
Ladan II
Tebang II
Mubur II
Siantan Terempa Barat I
Terempa II Nyamuk II Batu Belah II Telaga III Kiabu III
Hasil analisis gerombolan yang mengungkapkan adanya karakteristik tiga kelompok desa pada masing-masing kecamatan di Kepulauan Anambas, desa-desa yang termasuk tipologi I (cluster I) merupakan wilayah desa dengan tingkat perkembangan tinggi, tipologi II (cluster II) dan III (cluster III) merupakan desa-desa dengan tingkat perkembangan sedang dan rendah, dapat dilihat Gambar 21.
Plot of Means for Each Cluster
Variables Cluster No. 1 Cluster No. 2 Cluster No. 3 FACTOR_1 FACTOR_2 FACTOR_3
-3 -2 -1 0 1 2
Gambar 21 Garfik nilai tengah kelompok variabel cluster desa di Kepulauan Anambas
Masing – masing cluster dapat dijelaskan sebagai berikut :
Cluster 1 memiliki nilai rata-rata terendah untuk faktor utama kedua. dan
faktor utama ke satu kondisi ini menunjukan bahwa kepadatan yang tinggi, prasarana rendah dengan rasio jumlah keluarga prasejahtera rendah.
Cluster 2 memiliki nilai rata-rata tertinggi pada faktor utama kesatu dan
faktor utama ketiga, kondisi ini menunjukan bahwa kondisi aksesibilitas prasarana yang tinggi, kawasan pemukiman terbatas dan jumlah keluarga nelayan yang rendah.
Cluster 3 memiliki nilai rata-rata tertinggi pada faktor utama ketiga dan
kedua, dimana kawasan sentra pemukiman dengan kepadatan rendah didominasi nelayan prasejahtera tinggi.
Analisis Tipologi Wilayah Kecamatan Siantan
Kecamatan Siantan merupakan salah satu kecamatan yang terdapat di Kepulauan Anambas, kecamatan ini terdiri dari 5 desa dan 1 kelurahan dengan Kota Terempa merupakan ibukota kecamatan. Luas wilayah Kecamatan Siatan 19,226 km2 (97,68% adalah lautan) terdiri dari 74 buah pulau dan hanya 24 pulau yang berpenghuni. Masing-masing desa di Kecamatan Siantan memiliki tingkat keragaman wilayah. Keragaman wilayah di kecamatan dapat dilihat melalui hasil analisis karakteristik tipologi desa-desa pesisir.
Karakteristik tipologi wilayah berdasarkan analisis tipologi wilayah berbasis desa ditingkat Kecamatan Siantan teridentifikasi 3 (tiga) tipologi wilayah, yaitu wilayah dengan perkembangan maju (tipologi I), wilayah dengan tingkat perkembangan sedang (tipologi II) dan wilayah dengan tingkat tipologi rendah (tipologi III). Untuk melihat karakteristik desa di kecamatan di Kepulauan Anambas dapat dilihat pada Tabel 30 dan Gambar 22.
Tabel 30 Karakteristi tipologi desa di Kecamatan Siantan
No Desa Tipologi Kesimpulan
1. Terempa barat
I
Wilayah dengan kepadatan tinggi dan ekonomi yang baik, namun minim infrastruktur
2. Terempa 3. Batu belah 4. Nyamuk
II Wilayah dengan infratruktur yang baik, pemukiman yang rendah dan minim keluarga nelayan
5. Kiabu
6. Telaga III
Wilayah dengan kepadatan pemukiman tinggi, dan dominasi nelayan prasejahtera
Hasil analisis memperlihatkan karakteristik desa pada tipologi I dimana Desa Terempa barat merupakan wilayah dengan kepadatan yang tinggi, prasarana rendah dengan rasio jumlah keluarga prasejahtera rendah, dari hasil survei lapangan desa di Terempa barat merupakan wilayah dengan tingkat perkembangan tinggi jika dibandingkan dengan desa lainnya di Kecamatan Siantan, disisi lain Desa Terempa barat berdekatan dengan ibukota kecamatan (Kelurahan Terempa), sehingga cukup mendukung desa tersebut terhadap minimnya asesibilitas terhadap sarana pendidikan dan pusat pemerintahan yang ada.
Desa Nyamuk, Batu belah dan Kelurahan Terempa digambarkan dari hasil analisis karakteristik termasuk dalam tipologi II, wilayah ini tergolong dengan tingkat perkembangan sedang, dimana wilayah dengan infrastruktur yang baik, pemukiman yang rendah dan minim keluarga nelayan, hal ini dikarenakan kecendrungan masyarakat bermukim di luar pusat pemerintahan dan masyarakat umumnya banyak berkerja sebagai pegawai negeri, buruh dan jasa. Desa Kiabu dan Desa Telaga, termasuk dalam tipologi III, merupakan wilayah dengan kepadatan pemukiman tinggi, dan dominasi nelayan prasejahtera, sehingga desa tersebut tergolong wilayah dengan tingkat perkembangan rendah.
Analisis Tipologi Wilayah Kecamatan Palmatak
Kecamatan Palmatak merupakan hasil pemekaran dari Kecamatan Siantan dimana Kecamatan Palmatak dengan luas wilayahnya 12.890 km2 (95,73% adalah lautan) terdiri dari 66 buah pulau dan hanya 20 pulau yang berpenghuni. Hasil analisis komponen utama mengambarkan bahwa karakteristi tipologi desa di wilayah Kecamatan Palmatak terdapat dua tipologi wilayah, tipologi I dan tipologi II, dapat dilihat pada Tabel 31 berikut.
Tabel 31 Karakteristi tipologi desa di Kecamatan Palmatak
No Desa Tipologi Kesimpulan
1. Air Asuk
I
Wilayah dengan kepadatan tingg dan ekonomi yang baik, namun minim infrastruktur
2. Tebang 3. Ladan 4. Mubur
II Wilayah dengan infratruktur yang baik, pemukiman yang rendah dan minim keluarga nelayan
Desa Air asuk merupakan wilayah kepadatan yang tinggi, prasarana rendah dengan rasio jumlah keluarga prasejahtera rendah, desa ini sangat terkenal di Kepulauan Anambas sebagai desa kaya dengan pendapatannya, hal ini dikarenakan banyaknya masyarakat yang bekerja sebagai nelayan budidaya ikan hidup, dimana tingkat pendapatan masyarakat sangat baik. Desa-desa lain merupakan wilayah desa dengan tingkat perkembangan yang sedang adalah Desa Ladan, Tebang dan Desa Mubur, dimana wilayah dengan prasarana tinggi, pemukiman rendah dengan keluarga nelayan yang minim. Uraian diatas dapat digambarkan wilayah Kecamatan Palmatak cukup baik dibandingkan dengan Kecamatan Siantan. Keberadaan perusahaan pengeboran minyak yang berada di wilayah Palmatak juga mempengaruhi tingkat perkembangan suatu wilayah.
Analisis Fungsi Diskriminan (Diskriminant Fuction Analysis/DFA)
Analisis ini dilakukan setelah analisis kelompok. Pada analisis ini akan diketahui faktor-faktor yang paling mencirikan karakteristik tipologi wilayah dari analisis kelompok, artinya penciri faktor-faktor mana saja yang paling berpengaruh terhadap tipologi wilayah, masing-masing akan teridentifikasi
(Lampiran 5). Adapun tujuan adalah untuk mencari dan mengidentifikasi faktor-faktor yang paling berpengaruh pada masing-masing tipologi.
Fungsi klasifikasi menjelaskan bahwa, pada tipologi I terdapat suatu penciri kelompok yang saling berpengaruh yaitu faktor utama kedua. Tipologi wilayah ke II terdapat dua penciri yang saling berpengaruh yaitu faktor utama kesatu dan faktor utama kedua. Sedangkan untuk tipologi wilayah III terdapat dua penciri kelompok yang saling perpengaruh yaitu faktor utama kedua dan faktor utama ketiga, indikatornya dapat dilihat pada Tabel 32.
Tabel 32 Indikator penciri tipologi wilayah
G_1:1 G_2:2 G_3:3
p=.20000 p=.60000 p=.20000
F1 = Jarak kantor desa ke kecamatan, jumlah sarana pendidikan
dan rasio ladang/kebun -1.10 0.65 -0.87 F2 = Kepadatan dan jumlah keluarga prasejahtera -8.07 1.58 3.34
F3 = Rasio pemukiman dan rasio jumlah keluarga nelayan -0.87 -2.37 7.98
Constant -8.65 -1.53 -9.15
Persepsi Stakeholder Terhadap Arah Pengembangan Pemanfaatan Ruang berdasarkan AHP
Untuk mengetahui persepsi stakeholder (masyarakat, pemerintah dan swasta) terhadap prioritas arah pengembangan pemanfaatan ruang di Kepulauan Anambas, digunakan metode AHP. Melalui metode ini, dari persepsi stakeholder diketahui berdasarkan hasil kuisioner untuk masing-masing penilaian responden didua kecamatan di Kepulauan Anambas. Hasil kuisioner akan menunjukan pilihan responden terhadap alternatif-alternatif yang ada. Responden akan dapat memberikan nilai pada pilihan yang ditentukan dibandingkan terhadap pilihan lain. Nilai-nilai hasil perbandingan sesuai dengan skala nilai Saaty.
Pada hasil analisis ini terdapat lima bagian, terdiri atas tujuan dan empat level. Keempat level tersebut terdiri atas aspek (level 1), kriteria (level 2)
stakeholder (level 3) dan pengembangan (level 4). Untuk mendapatkan solusi
yang diinginkan, perlu diketahui faktor-faktor yang berpengaruh dalam pengambilan keputusan suatu kebijakan.
Analisis AHP pada Tiap Kecamatan
Penilaan AHP ini didasarkan atas dua kecamatan yang ada di Kepulauan Anambas, hal ini memperlihatkan bagaimana persepsi stakeholder terhadap prioritas pengembangan pemanfaatan ruang yang ada disetiap kecamatan. Hasil analisis yang diperoleh di Kecamatan Siantan, mengambarkan keinginan
stakeholder terhadap pengembangan pemanfaatan ruang pada level kriteria untuk
lingkungan prioritas utama pada ketersediaan lahan (0,221%) dari pada pencegahan degradasi (0,114%), untuk kriteria ekonomi lebih prioritas utama pada peningkatan pendapatan (0,183%), dan kriteria sosial prioritas utama pada pelestarian budaya (0,026%). Sedangkan arah prioritas pengembangan pemanfaatan ruang di Kecamatan Siantan, prioritas utama pada kawasan pemukiman (0,371%), kedua kawasan perikanan tangkap (0,270%), ketiga kawasan pariwisata pantai (0,119%), keempat kawasan budidaya perikanan (0,083%) dan prioritas terakhir pada pengembangan kawasan konservasi pantai (0,063%), dapat dilihat pada Tabel 33.
Tabel 33 Prioritas pengembangan pemanfaatan ruang di Kecamatan Siantan Pengembangan Pemanfaatan Ruang
Aspek Bobot Prioritas
Lingkungan 0,367 P2
Ekonomi 0,447 P1
Sosial 0,090 P3
Kriteria Lingkungan Bobot Prioritas
Pencegahan Degradasi Lingkungan 0,114 P2 Ketersediaan Lahan 0,221 P1
Kriteria Ekonomi Bobot Prioritas
Peningkatan lapangan Kerja 0,093 P2 Peningkatan Pendapartan 0,183 P1 Produktivitas pemanfaatan Sumberdaya 0,063 P3
Kriteria Sosial Bobot Prioritas
Pemerataan Pembangunan 0,019 P2 Pelestarian Budaya 0,026 P1
Kelembagan 0,018 P3
Stakeholder Bobot Prioritas
Pemerintah 0,519 P1
Masyarakat 0,259 P2
Swasta 0,174 P3
Pengembangan Bobot Prioritas
Pemukiman 0,371 P1
Pariwisata 0,119 P3
Konservasi 0,063 P5
Perikanan Tangkap 0,083 P4 Budidaya Perikanan 0,270 P2
Secara umum persepsi stakeholder terhadap pengembangan pemanfaatan ruang di Kecamatan Palmatak hampir sama dengan Kecamatan Siantan, hal ini menunjukan tingkat pemahaman yang sama atas prioritas pemanfaatan ruang di Kepulauan Anambas, namun ada perbedaan pada kriteria sosial dimana pemerataan pembangunan (0,047%) menjadi prioritas utama, prioritas kedua pada pelestarian budaya (0,018%) dan prioritas ketiga pada kelembagaan (0,013%), dapat dilihat pada Tabel 34. Perbedaan ini dapat dimengerti bahwa pembangunan di wilayah di Kecamatan Palmatak ini belum sepenuhnya terlaksana, hal ini dilihat pada dari pola administrasi pemerintahan dengan belum terbentuknya kelurahan sebagai suatu ibukota kecamatan, sebelum pemekaran kecamatan tersebut masih bergabung dengan Kecamatan Sientan. Peran kota Terempa secara historis masih berlaku di Kepulauan Anambas dimana sebagai pusat sentral perdagangan dan ekonomi.
Mengenai faktor pelestarian budaya dan kelembagaan masih sangat perlu dikembangkan di wilayah Kecamatan Palmatak, hal ini terlihat mulai lunturnya ciri khas kebudayaan di Kepulauan Anambas, dimana dulunya cukup terkenal sebagai kawasan melayu yang khas dengan keislamannya. Lunturnya nilai kebudayaan tersebut lebih diakibatkan dari masyarakat pendatang yang masuk dari berbagai etnis kebudayaan dimana Kepulauan Anambas dapat dikatakan sebagai daerah transit/persinggahan sementara, hal ini cukup memberikan pengaruh nyata terhadap perubahan adat dan kebiasan masyarakat Kepulauan Anambas dan tingginya pengaruh kemajuan zaman. Untuk itu diperlukan peningkatan pelestarian budaya dan kelembagaan guna mempertahankan dan meningkatkan pelestarian budaya dari kepunahan.
Tabel 34 Prioritas pengembangan pemanfaatan ruang di Kecamatan Palmatak Pengembangan Pemanfaatan Ruang
Aspek Bobot Prioritas
Lingkungan 0,313 P2
Ekonomi 0,447 P1
Sosial 0,094 P3
Kriteria Lingkungan Bobot Prioritas
Pencegahan Degradasi Lingkungan 0,080 P2 Ketersediaan Lahan 0,208 P1
Kriteria Ekonomi Bobot Prioritas
Peningkatan lapangan Kerja 0,101 P2 Peningkatan Pendapartan 0,197 P1 Produktivitas pemanfaatan Sumberdaya 0,060 P3
Kriteria Sosial Bobot Prioritas
Pemerataan Pembangunan 0,047 P1 Pelestarian Budaya 0,018 P2
Kelembagan 0,013 P3
Stakeholder Bobot Prioritas
Pemerintah 0,474 P1
Masyarakat 0,286 P2
Swasta 0,196 P3
Pengembangan Bobot Prioritas
Pemukiman 0,432 P1
Pariwisata 0,137 P3
Konservasi 0,071 P5
Perikanan Tangkap 0,061 P4 Budidaya Perikanan 0,288 P2
Hasil Analisis Gabungan Secara Keseluruhan Aspek Ekonomi Terhadap Level Pengembangan
Hasil analisis persepsi gabungan mengenai prioritas pengembangan pemanfaatan ruang Kepulauan Anambas berdasarkan aspek ekonomi, disajikan pada Gambar 23. Berdasarkan Gambar 24 tersebut dapat ditentukan bahwa aspek ekonomi merupakan penekanan dalam pengembangan pemanfaatan ruang pesisir Kepulauan Anambas, maka peningkatan pendapatan masyarakat menjadi prioritas utama (0,190%), diikuti peningkatan lapangan kerja (0,097 %) dan pendapatan daerah (0,062 %).
0.339 0.433 0.092 0 0.1 0.2 0.3 0.4 0.5 Lingkungan Ekonomi Sosial Aspek
Gambar 23 Nilai bobot prioritas aspek dalam pengembangan pemanfaatan ruang di Kepulauan Anambas
0.097
0.19 0.062
0 0.05 0.1 0.15 0.2
Peningkatan Lapangan kerja Peningkatan Pendapatan Masyarakat Pendapatan Daerah
Kriteria
Gambar 24 Nilai bobot prioritas kriteria aspek ekonomi dalam pengembangan pemanfaatan ruang di Kepulauan Anambas.
Sebagian besar penduduk Kepulauan Anambas bekerja pada sektor Pertanian dan Perikanan, dimana persentase jumlah penduduk yang bekerja pada sektor tersebut di Kecamatan Siantan 19,43 % dan Kecamatan Palmatak 24,57 %. Sektor lain yang cukup menyerap tenaga kerja adalah sektor perdagangan dan jasa, hal ini dapat dikatakan bahwa struktur perekonomian wilayah Kepulauan Anambas bertumpu pada sektor pertanian, perikanan dengan sektor pendukung perdagangan dan jasa.
Sektor industri sebenarnya memiliki potensi untuk dikembangkan karena pada wilayah Kepulauan Anambas khususnya Kecamatan Palmatak terdapat “Matak Base” yang merupakan kawasan operasional dari perusahaan minyak dan gas alam. Perusahaan ini mengeksplorasi dan eksploitasi sumberdaya minyak dan gas yang ada di wilayah perairan Kepulauan, dimana cukup berperan bagi perkembangan wilayah dan menciptakan lapangan kerja dimana nantinya dapat memberikan peningkatan ekonomi masyarakat setempat.
Kerjasama regional yang dilakukan Pemerintah pusat adalah kerjasama Segitiga Pertumbuhan Indonesia-Malaysia-Sinagpura (IMS-GT), yang merupakan pengembangan lebih lanjut dari segitiga pertumbuhan SIJORI (Singapura, Johor dan Riau). Perkembangan yang terjadi sampai saat ini terpusat di wilayah Kota Batam dan Pulau Bintan. Perkembangan selanjutnya diharapkan dapat terjadi pula diseluruh wilayah Kepulauan Riau termasuk Kepulauan Anambas. Adapun kendala yang dihadapi dalam mewujudkan kerjasama tersebut:
1. Keterbatasan saran dan prasarana pendukung, 2. Kurangnya akses ke wilayah Kepulauan Anambas, 3. Masih rendahnya kualitas tenaga kerja yang tersedia.
Secara umum dapat dikatakan bahwa peran Kepulauan Anambas dalam konstelasi regional belum terlihat secara jelas karena belum optimalnya pemanfaatan berbagai potensi sumberdaya alam. Pendapatan masyarakat di Kepulauan Anambas terlihat masih minim, dengan sumberdaya alam yang cukup berlimpah. Hasil wawancara dan survei lapangan, terlihat pendapatan masyarakat di Kepulauan Anambas yang umumnya bekerja dari hasil pendapatan perikanan hanya sebatas untuk satu hari saja. dan ini juga dilihat tingginya penduduk dengan tingkat prasejahtera. Sumberdaya manusia dan penerapan teknologi merupakan salah satu kendala dalam pencapaian pendapatan masyarakan di Kepulauan Anambas.
Aspek Lingkungan Terhadap Level Pengembangan
Hasil analisis persepsi gabungan mengenai prioritas pengembangan, untuk mencapai tujuan pengembangan pemanfaatan ruang pesisir Kepulauan Anambas disajikan pada Gambar 25. Berdasarkan gambar tersebut dapat ditentukan bahwa aspek lingkungan merupakan penekanan dalam pengembangan pemanfaatan ruang pesisir Kepulauan Anambas, maka ketersediaan lahan menjadi prioritas utama (0,214%), diikuti pencegahan degradasi lingkungan (0,096%).
0.096 0.241 0 0.05 0.1 0.15 0.2 0.25 0.3 Pencegahan Degradasi Lingkungan Ketersediaan lahan Kriteria
Gambar 25 Nilai bobot prioritas kriteria aspek lingkungan dalam pengembangan pemanfaatan ruang di Kepulauan Anambas
Aspek Sosial Terhadap Level Pengembangan
Hasil analisis persepsi gabungan mengenai prioritas pengembangan untuk mencapai tujuan pengembangan pemanfaatan ruang pesisir Kepulauan Anambas disajikan pada Gambar 26. Berdasarkan gambar tersebut dapat ditentukan bahwa aspek sosial merupakan penekanan dalam pengembangan pemanfaatan ruang pesisir Kepulauan Anambas, maka pemerataan pembangunan menjadi prioritas utama (0,030%),diikuti adat kebiasaan (0,022%) dan kelembagaan (0,016%).
0.03 0.022
0.016
0 0.005 0.01 0.015 0.02 0.025 0.03 0.035
Pemerataan Pembangunan Adat dan Kebiasaan Kelembagaan
Kriteria
Gambar 26 Nilai bobot prioritas kriteria aspek sosial dalam pengembangan pemanfaatan ruang di Kepulauan Anambas
Stakeholder yang Berperan dalam Pengembangan
Ditinjau dari persepsi gabungan dalam melaksanakan aspek kebijakan untuk mencapai pengembangan pemanfaatan ruang pesisir kepulauan Anambas dapat disajikan pada Gambar 27. Berdasarkan gambar tersebut dapat ditentukan bahwa aspek ekonomi yang menjadi penekanan utama dalam pengembangan pemanfaatan ruang pesisir Kepulauan Anambas, maka peran pemerintah disini
sangat diutamakan dalam pencapaiannnya (0,496%), kemudian pihak masyarakat (0.272%) dan pihak swasta (0.185%).
0.496 0.272 0.185 0 0.1 0.2 0.3 0.4 0.5 0.6 Pemerintah Masyarakat Swasta Stakeholder
Gambar 27 Nilai bobot prioritas stakeholder pengembangan pemanfaatan ruang di Kepulauan Anambas
Prioritas Pengembangan
Hasil analisis persepsi stakeholder gabungan untuk semua level dan stuktur hierarki AHP beserta setiap nilai bobotnya disajikan pada Gambar 28. Berdasarkan hasil analisis persepsi gabungan, maka secara umum dapat dikatakan prioritas pengembangan pemanfaatan ruang di Kepulauan Anambas, dimana pengembangan pemukiman merupakan prioritas utama dengan bobot 0,444%.
Arahan pengembangan sektor pemukiman ini dipengaruhi oleh aspek lingkungan, dan sosial dimana ketersediaan lahan memiliki bobot 0,214% dan pemerataan pembagunan 0,030%, merupakan hal yang paling kuat mempengaruhi pengambil keputusan. Hasil wawancara dan observasi lapangan yang dilakukan terlihat level aspek lingkungan dan aspek sosial sangat menentukan keberlanjutan pemanfaatan ruang wilayah pesisir, dan dapat menjawab ketersediaan lahan dan pemerataan pembangunan melalui optimasi pemanfaatan sumberdaya yang terarah.
Prioritas kedua dalam pengembagan pemanfaatan ruang adalah pengembangan budidaya perikanan dengan bobot 0,279%, ini merupakan hal yang wajar, dimana Kepulauan Anambas kaya akan sumberdaya ikan, jenis ikan-ikan yang bernilai ekonomis tinggi yang banyak terdapat di perairan Anambas. Prioritas ketiga dan seterusnya dalam pengembangan pemanfaatan ruang pesisir di Kepualaun Anambas berturut-turu adalah: pengembangan pariwisata dengan bobot 0,128%, pengembangan perikanan tangkap 0,071% dan pengembangan kawasan konservasi pantai dengan bobot 0,067%.
Gambar 28 Struktur hirarki pemanfaatan ruang hasil analisis gabungan AHP
Arahan Pengembangan Pemanfaatan Ruang Pesisir Kepulauan Anambas. Arahan Pengembangan Kawasan Pemukiman
Pemukiman di wilayah penelitian umunya terletak di pesisir pantai, hal ini dikarenakan sebagian besar topografi Kepulauan Anambas merupakan kawasan perbukitan batu dengan keberadaan tanah datar relatif terbatas. Pemukiman yang ada sekarang ini terlihat tidak sesuai dengan daya dukung lingkungan, hal ini tergambar dari banyaknya pemukiman yang dibangun di pesisir pantai, sehingga aksesibilitas terhadap pembangunan pemukiman terabaikan, seperti sarana air bersih, jalan dan MCK, ini dapat dilihat dari rendahnya nilai kesesuaian lahan yang hanya 7.87% untuk kawasan pemukiman, terlebih lagi kerusakan ekosistim di wilayah pesisir yang diakibatkan dari konversi lahan untuk pemukiman dan pencemaran yang bersumber dari pembuangan limbah rumah tangga yang langsung ke laut. Hasil kesesuaian lahan didapatkan kategori sesuai masih dapat dijumpai di daratan yang jauh dari pantai namun aksesibilitas dan kebudayaan pesisir masih mendominasi masyarakat di Kepulauan Anambas.
Menurut Dahuri et al (2001) Bentuk hakekat pemukiman dan perkotaan khususnya di wilayah pesisir harus merupakan bagian integral dan tidak bertentangan dengan proses dan fenomena ekologis secara menyeluruh. Hal yang prinsip adalah bahwa kebutuhan yang meningkat akan pemukiman, menuntut peraturan tata ruang pemukiman di wilayah pesisir secara terpadu yang berwawasan lingkungan. Tata ruang pemukiman di wilayah pesisir yang kacau dan tidak berwawasan lingkungan akan menyebabkan terjadinya degradasi mutu lingkungan yaitu erosi, sedimentasi, pencemaran lingkungan dan banjir.
Kondisi pemukiman saat ini di Kepulauan Anambas pada tahun 2003, umumnya masih terkosentrasi di jalur jalan, tepi pantai dan pusat-pusat pemerintahan, dapat dilihat pada Gambar 29. Kondisi bangunan pada umumnya dalam kondisi baik, dimana sekitar 72,3% dari 18.517 bangunan yang ada merupakan bangunan permanen sedangkan sisanya sebanyak 27,7% merupakan bangunan non permanen. Untuk lebih jelasnya mengenai kondisi penyebaran perumahan di dua kecamatan di Kepulauan Anambas dapat dilihat pada Tabel 35.
Tabel 35 Jumlah dan kondisi bangunan di Kepulauan Anambas tahun 2003 Kondisi Bangunan
No Kecamatan
Permanen Non Permanen Jumlah
1. Siantan 4.093 580 4.673 2. Palmatak 264 639 903
Sumber: Kimpraswil Kepulauan Anambas 2003 diacu dalam Bappeda Kabupaten Natuna dan Lemtek UI (2005)
Gambar 29 Pemukiman di Kecamatan Siantan dan Palmatak di Kepulauan Anambas
Penggunaan lahan di Kepulauan Anambas yang diperoleh mencakup perkebunan seluas 29.472 ha, permukiman dan bangunan 2052 ha, sawah 20 ha dan lain-lain 46.686 ha. Untuk Iebih jelasnya mengenai penggunaan lahan di Kepulauan Anambas dapat dilihat pada Tabel 36.
Tabel 36 Luas lahan menurut penggunaan di Kepulauan Anambas
tahun 2003
(ha
) No Kecamatan Sawah (ha) Perkebunan (ha) Pemukiman (ha) Lain-lain (ha) 1. Siantan 11 28.472 2.032 29.419 2. Palmatak 9 10.00 20 17.267 J u m l a h 20 29.472 2052 46.686Sumber: BPS Kab. Natuna (2003)
Petumbuhan penduduk di Kepulauan Anambas memperlihatkan rata-rata di Kecamatan Siatan 1.58% dan di Kecamatan Palmatak 8.75%, sehingga kebutuhan akan pemukiman juga meningkat dari tahun ke tahun. Peningkatan pengunaan lahan pemukiman di kedua kecamatan merupakan prioritas utama, sehingga pengembangan untuk kawasan pemukiman kedepan harus mempertimbangkan
kesesuaian dan daya dukung lahan, sehingga dapat terlaksana sesuai kelayakan sebuah pemukiman yang sehat dan teratur. Tingkat perkembangan dan laju pertumbuhan penduduk disetiap kecamatan di Kepulauan Anambas dapat dilihat pada Tabel 37
Tabel 37 Perkembangan dan laju pertumbuhan penduduk per-kecamatan di Kepulauan Anambas tahun 1996-2003
Tahun ( Jiwa) No Kecamatan 1996 1997 1998 1999 2000 2001 2002 2003 Rata-rata Pertum- buhan 1. Siantan 22.260 22.428 22.479 22.699 21.698 21.699 21.922 12.896 1.58 % 2. Palmatak NA NA NA NA NA NA 10.206 11.185 8.75 %
Sumber: BPS Kab. Natuna (2003)
Pengembangan ruang pusat pemukiman sebaiknya harus bercirikan lokal dan tidak menghancurkan tatanan sosial yang sudah ada. Tatanan sosial yang dimaksud adalah; (1) adat istidat dan sosial budaya, nilai-nilai yang hidup dimasyarakat, (2) potensi sumberdaya manusia yang dimiliki, termasuk didalamnya individu yang mampu membuat perencanaan tata ruang detail. Selanjutnya didalam pengembangan kawasan pemukiman masalah kependudukan perlu diperhatikan. Baik dilihat dari subyek maupun obyek pembangunan. Sebagai subyek pembangunan potensi penduduk merupakan ujung tombak untuk mempercepat peningkatan kearah kehidupan yang lebih baik. Sedangkan obyek pembangunan, kedudukan penduduk perlu mendapatkan tekanan, kerena pembangunan yang hanya bertujuan fisik saja, tanpa diiringi dengan mempersiapkan perangkat pendukungnya, akan menimbulkan kesenjangan.
Arahan Pengembangan Kawasan Budidaya Perikanan
Kegiatan budidaya perikanan di Kepulauan Anambas dilihat cukup berhasil, ini dilihat dari nilai ekonomi ikan hidup dikedua kecamatan sangat bagus, permintaan akan ikan hidup oleh negara-negara tetangga terlihat semakin tinggi, dapat dilihat dari masuknya kapal-kapal penampung ikan hidup, baik kapal lokal maupun kapal asing (dari Hongkong) yang datang ke Kepulauan Anambas. Budidaya laut yang dilakukan oleh nelayan di Kepulauan Anambas adalah
pembesaran ikan hidup yang umumnya dengan menggunakan keramba tancap (KJT) biasanya disebut kem, dapat dilihat pada Gambar 30 dan 31.
Kawasan budidaya laut banyak terdapat di kawasan teluk yang merupakan kawasan yang terlindung dari arus dan gelombang. Kawasan budidaya perikanan di Kecamatan Siantan lebih sedikit jika dibandingkan dengan Kecamatan Palmatak, hal ini dikarenakan wilayah perairan Palmatak lebih cenderung terlindung dan masih terdapat banyak terumbu karang dan perairannya tidak begitu dalam, namun sampai sejauh ini informasi mengenai budidaya perikanan yang telah dikembangkan di kedua kecamatan belum seakurat dimana dapat memprediksi pengembangan kemasa yang akan datang.
Sumber: Darwin (2005)
Gambar 30 Keramba jaring apung (KJA) dan ikan-ikan yang dibudidayakan
Budidaya perikanan laut menjadi primadona nelayan setempat karena hasil panen yang bernilai tinggi, nilai ekonomis ikan hidup di wilayah Kepulauan Anambas cukup tinggi tergantung jenis ikan yang di perlihara, untuk ikan karang jenis kerapu sunu dan macan dengan harga Rp. 50.000/kg dan napoleon Rp. 500.000/kg. Kapal kapal penampung ikan dari Hongkong masuk ke Dusun Air sena, Desa Air asuk sebagai tempat pengusaha ikan kem terbesar di Kepulauan Anambas, omset nelayan penampung ikan di kem tersebut mencapai milyaran rupiah.
Sumber: Darwin 2005
Gambar 31 Kem masyarakat (KJT) di Dusun Airsena, Desa Air asuk, Kecamatan Palmatak
Keuntungan lain dari budiaya perikanan terletak dari kondisi geografis Kepulauan Anambas yang merupakan kawasan Laut Cina Selatan yang berdekatan dengan Negara Singapura, dan Cina yang menjadi pasaran ikan hidup yang cukup tinggi. Hasil produksi perikanan tahun 2003-2004 dapat dilihat pada Tabel 38.
Tabel 38 Data dan produksi budidaya perikanan di Kepulauan Anambas menurut kecamatan, tahun 2004 Produksi (Ton) No Kecamatan Jumlah RTP Jumlah Karamba 2003 2004 1. Siantan 1.634 1.815 115,56 117,90 2. Palmatak - - - - Jumlah 1.634 1.815 115,56 117,90
Sumber: BPS Kab. Natuna (2004)
Kondisi topografi wilayah Kepualauan Anambas merupakan perairan terbuka menjadikan kawasan budidaya laut cukup sulit untuk kembangkan. Hasil analisis kesesuaian lahan memperlihatkan rendahnya persentase dimana hanya 1.72% dengan kategori sangat sesuai, dengan penerapan teknologi dimana menggunakan keramba tancap nelayan budidaya dapat mengembangkan budidaya laut dengan melihat jadwal musim.
Penjagaan mutu lingkungan juga harus dipertahankan volume dan kualitas air serta hama berpengaruh terhadap keberhasilan kegiatan usaha keramba. Dalam kegiatan budidaya perikanan, pengaruh utama yang perlu diperhatikan antara lain
adalah pengaruh yang berasal dari lingkungan sekitarnya lokasi budidaya termasuk aktivitas dilahan atas dan pengaruh kegiatan budidaya terhadap lingkungan.
Arahan Pengembangan Kawasan Pariwisata
Hampir disemua daerah Kepulauan Anambas mempunyai obyek wisata alam yang sangat menarik, terutama pada daerah pantainya dan terumbu karang di dua kecamatan, obyek wisata dengan pesona pantai yang menarik, berupa pemandangan yang indah serta pantai yang berpasir putih. Pantai-pantai tersebut adalah Pantai Terempa, Pantai Tanjung momong, Air terjun Temburun, Teluk Bayat, Pantai Semut, Pantai Mangkian, Pantai Selat, Pulau Penjalin Kecil, Pulau Tokong Belayar dan kawasan Oil Rig (Tabel 39.) Uraian mengenai kepariwisataan Kepulauan Anambas akan mencakup tinjauan tipologi, sebaran dan atraksi obyek wisata, kondisi visual obyek-obyek wisata serta aspek permintaan pariwisata.
Tipologi, Sebaran, dan Atraksi Obyek Wisata
Undang-Undang No. 09 Tahun 1990 tentang pariwisata dijelaskan bahwa atraksi wisata adalah segala perwujudan dan sajian alam dan/atau kebudayaan yang secara nyata dapat kunjungi, disaksikan, dan dinikmati di suatu kawasan wisata atau di daerah tujuan wisata. Pada dasarnya definisi tersebut terkait dengan potensi obyek wisata alam, budaya dan sejarah.
Daya tarik obyek wisata di Kepulauan Anambas terletak pada bentuk/pola yang heterogen sehingga dapat menjadi salah satu faktor penarik (pull factor) bagi kunjungan wisatawan. Pull factor adalah keunikan serta ciri khas setiap obyek yang dipadu oleh ekosistem, keanekaragaman flora dan fauna sebagai salah satu kesatuan bentang alam yang berwujud hutan, pertanian/perkebunan, lingkungan tata perkampungan/perdesaan, serta dikelilingi oleh sejumlah pulau-pulau kecil dengan karakteristik yang berbeda.
Secara umum, obyek-obyek wisata di Kepulauan Anambas dapat dikelompokan dalam 3 (tiga) tipologi yaitu:
1. Wisata Alam
Obyek wisata alam terdiri dan wisata pantai/bahari, gunung/pegunungan termasuk air terjun dan gua-gua, serta cagar alam, 2. Wisata Budaya
Obyek wisata budaya terdiri dan obyek peninggalan sejarah, dan pementasan kesenian tradisional,
3. Wisata Sejarah
Objek peninggalan penjajahan Belanda dan Jepang
Berdasarkan rencana induk pariwisata pengembangan daerah (RIPPDA) kabupaten Kepulauan Riau 1989/1999. objek wisata di Kepulauan Anambas termasuk ke dalam wilayah pengembangan pariwisata (WPP) I mempunyai 20 objek wisata potensial terdiri dari Kecamatan Jemaja, Kecamatan Palmatak dan Kecamatan Siantan dengan pusat pengembangan di Jemaja. Pemanfaatan pariwisata di Kepulauan Anambas belum dilakukan secara optimal, ini terlihat dari tingkat wisatawan yang berkunjung kesana, terlebih lagi saran dan prasarana yang menunjang seperti penginapan, trasportasi, data informasi yang masih minim. Hasil kesesuaian lahan juga mengambarkan rendanya persentase kategori
sangat sesuai (0,23%), namun dengan pemanfaatan yang optimal dan didukung
dengan sarana prasarana dan informasi pariwisata dapat menjadi andalan bagi pendapatan daerah dan masyarakat setempat.
Tabel 39 Sebaran, tipologi, jenis dan atraksi obyek wisata di Kepulauan Anambas Tahun 2005
No Sebaran/ Kecamatan Tipologi Obyek
Wisata Jenis Wisata Atraksi Wisata
Pantai :
Tarempa Rekreasi Pantai Berenang
Tanjung Momon Keindahan Alam Pantai Rekreasi Pantai Teluk Bayat Keindahan Alam Pantai
Diving, Taman Laut Langok
Semut
Keindahan Alam Pantai TamanLaut (Marine Park) Diving fhising
Pelestarian Burung Layang-layang
Penjalin kecil Pulau bawah
Keindahan dasar laut Fising dan diving Pantai dan PulauSelat Keindahan Alam Pantai
Hiking, Swimming Taman Laut Karang Egeria Terumbu Karang
Diving Kawasan PulauTelibang Terumbu Karang
Diving
Pulau Durai Cagar alam konservasi satwa laut (kura-kura) Fising
Divimg
Pulau Tokang Berlayar Keindahan Alam Pantai Taman Laut (Marline park) Diving, Fising
Pelestarian burung Layang-layang
a.Alam
Pulau Pahat Kawasan Hutan Lindung Konservasi Kura- Kura Peninggalan Sejarah :
Meriam Benteng Keramat Makam Nahkoda alang
Peninggalan Sejarah Zarah/tempat pemujaan b. Budaya Kesenian Gendang Joged Selatan Zapin Marak Siantan Hadrah
Event Budaya
Ziarah Makam Nahkoda alang
(matak)
Makam Sahid Yahya
Ziarah
Olah raga dan Rekreasi Air terjun Temurun
Panorama air terjun Panorama Pantai Hutan Wisata Outbond/Penjelajahan Oil Rig Keindahan Taman Laut
Diving dan Fising 1 Siantan dan Palmatak
c.Minat Khusus
Belanja
Handicraf Air Asuk Handicraf Air Sena
Wisata Belanja
Sumber: Dinas pariwisata dan survei lapangan Tahun 2005 diacu dalam Bappeda Natuna dan Lemtek UI, (2006) dan foto hasil survei lapangan (2006)
Arahan Pengembangan Kawasan Perikanan Tangkap
Sektor perikanan tangkap di Kepulauan Anambas masih menggunakan teknologi penangkapan ikan secara tradisional, ini merupakan suatu kemunduran mengingat sebagian besar wilayah Kepulauan Anambas adalah lautan, baik yang merupakan laut dangkal maupun perairan lepas pantai yang sangat kaya akan sumberdaya perikanan. Berdasarkan data perikanan pada tahun 2004 tercatat volume produksi sebesar 405,12 ton, tingkat produksi perikanan ini masih dapat ditingkatkan dengan penerapan teknologi yang tepat.
Stock assessment atau pendugaan stock ikan di Kepulauan Anambas telah
dilakukan oleh Suhendar, 2000 diacu dalam Bappeda Natuna dan Lemtek UI (2005), dengan menggunakan metode aplikasi echo sounder, echo integrator terhadap ikan pelagis. Hasil pendugaan menunjukkan adanya stock untuk berbagai jenis ikan pelagis. Analisis hasil penggunaan metode pendugaan stock tersebut, maka dapat diketahui identifikasi ikan dalam jumlah rata-ratanya pada Tabel 40. Tabel 40 Dugaan potensi sumbedaya ikan di Kepulauan Anambas
No Potensi (Ton/Mil²) MSY*) (Ton/Mil²)
1. < 5.46 2.18 2. 5.46 – 16.38 2.18 – 6.55
3. 16.38 – 32.76 6.55 – 6.10 4. > 32.76 > 13.10 Sumber : Bappeda Natuna dan Lemtek UI (2005)
*) Dihitung dengan menggunakan Rumus : Py = 0,5 Mbo
(1) (0 – 10) x 0.546 ton/mil² atau <5.46 ton/mil² (2) (10 – 30) x 0.546 ton/mil² atau 5.46 – 16.38 ton/mil² (3) (30 – 60) x 0.546 ton/mil² atau 16.38 – 32.76 ton/mil² (4) > 60 x 0.546 ton/mil² atau > 32.76 ton/mil²
Pengelolaan perikanan di Kepulauan Anambas umumnya masih menggunakan teknologi yang sifatnya tradisional, dengan pola pengelolaan seperti ini, dimana volume tangkap relatif kecil, areal penangkapan terbatas serta waktu jelajah yang digunakan relatif singkat, sehingga perolehan hasil produksi menjadi tidak maksimal. Meskipun secara ril, nilai potensi deposit sumberdaya perikanan di Kepulauan Anambas kecil, tetapi berdasarkan dari beberapa hasil studi mendeskripsikan, bahwa sesungguhnya volume produksi dapat diperoleh dengan
angka yang lebih besar, apabila pengelolaan sumberdaya perikanan dilakukan secara efektif. Bahkan diproyeksikan, volume produksi dapat mencapai beberapa kali lipat dari volume produksi perikanan tangkap seperti yang tertera pada Tabel 41.
Tabel 41 Volume produksi perikanan menurut kecamatan, tahun 2003 – 2004 (Ton) Volume Produksi No. Kecamatan 2003 2004 1. Siantan 17.492,5 20.579,4 2. Palmatak - - Sumber: Natuna dalam Angka (2004)
Sedangkan menurut Azis, (2000) diacu dalam Bappeda Natuna dan Lemtek UI (2005), maka sumberdaya perikanan di perairan laut Cina Selatan, yang sebagian besar wilayahnya meliputi perairan Kepulauan Anambas, disajikan pada Tabel 42.
Tabel 42 Potensi sumberdaya ikan di perairan Laut Cina Selatan No Kelompok Sumberdaya Potensi (000 Ton)
1. Ikan Pelagis Besar * 2. Ikan Pelagis Kecil 506.00 3. Ikan Demersal 655.65 4. Ikan Karang Konsumsi 21.57 5. Udang Paneid 11.20
6. Lobster 0.40
7. Cumi – Cumi 2.70
Keterangan : * = data tidak tersedia
Sumber : Pemetaan potensi sumberdaya pesisir dan pulau-pulau kecil dalam mengantisipasi kegiatan penambangan pasir laut yang dilakukan oleh Sub Pokja 1 TP4L /Program Zonasi dan Pemberdayaan Masyarakat Pesisir Direktorat Jenderal Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil Departemen Kelautan dan Perikanan, dengan Jurusan Perencanaan Wilayah dan Kota Universitas Diponegoro.
Jenis alat tangkap nelayan lokal tergambar pola penangkapan dengan menggunakan peralatan tangkap tradisional, dengan demikian hasil yang diperoleh akan jauh lebih kecil dibandingkan dengan nelayan-nelayan dari luar yang telah menggunakan peralatan yang lebih modern. Implikasi positif dari alat tangkap ini adalah terjaminnya keberlanjutan ekosistem perikanan yang ada. Namun perlu perhatian yang lebih besar dari pemerintah setempat untuk mengatur
regulasi daerah tangkapan karena nelayan-nelayan dari luar daerah akan cenderung melakukan eksploitasi besar-besaran terhadap sumberdaya perikanan yang ada, jenis alat tangkap di Kepulauan Anambas dapat dilihat pada Tabel 43. Tabel 43 Jumlah alat penangkap ikan di Kepulauan Anambas menurut kecamatan,
tahun 2004 No Kecamatan Pancing Ulur Pancing Tonda Bagan Jaring
Pantai Kelong Rawai Bubu
1. Siantan 1.056 526 5 76 35 452 1.957 2. Palmatak 1.067 31 13 25 57 43 355 Sumber: BPS Kab. Natuna (2004)
Tabel 44 dan Gambar 32, berikutnya menjelaskan bahwa armada laut (armada semut) nelayan lokal masih relatif sederhana. Dengan demikian optimalisasi dari peralatan dan zona penangkapan ikan sangat berpengaruh pada hasil perikanan tagkap daerah ini.
Tabel 44 Armada kapal/perahu penangkap ikan yang beroperasi menurut kecamatan tahun 2004
No. Kecamatan Perahu Tanpa Motor (PTM) Perahu Bermotor Diesel Perahu Tempel Jumlah 1 Siantan 421 1.429 43 1.893 2 Palmatak 44 225 - 249 Sumber: Natuna dalam Angka (2004)