• Tidak ada hasil yang ditemukan

IV. HASIL PENELITIAN. 4.1 Profil Pedagang Perantara. Suprapti lahir 24 juni 1969 di Dusun Sowanan, RT II/ Rw III,

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "IV. HASIL PENELITIAN. 4.1 Profil Pedagang Perantara. Suprapti lahir 24 juni 1969 di Dusun Sowanan, RT II/ Rw III,"

Copied!
12
0
0

Teks penuh

(1)

4.1.1 Foto Suprapti seorang pedagang perantara sayuran (pengepul sayur)

IV. HASIL PENELITIAN 4.1 Profil Pedagang Perantara

“Suprapti lahir 24 juni 1969 di Dusun Sowanan, RT II/ Rw III, Kelurahan Ngablak, Kecamatan Ngablak, Kabupaten Magelang. Dia adalah seorang pedagang perantara untuk komoditas hasil pertanian yang berupa sayuran yang berada di daerah tempat tinggalnya”.

Menjalani usaha/bisnia sayuran atau menjadi seorang pengumpul atau pengepul (istilah yang digunakan orang-orang di desa untuk menyebut pedagang perantara), buat ibu Prapti bukanlah suatu hal yang mudah, semuannya butuh proses, kerja keras dan semangat untuk tetap bertahan pada situasi dan kondisi yang mungkin tidak diharapkan. Bagi ibu dua orang anak ini, kejujuran dan kepercayaan merupakan modal yang sangat penting dalam menentukan keberhasilan menjadi seorang pedagang perantara, walaupun tidak mengesampingkan modal uang juga penting, tapi kejujuran dan kepercayaanlah yang membuat ibu Prapti bisa menjadi seperti sekarang ini. Karir ibu Prapti sebagai pedagang perantara, di mulai pada waktu dia lulus dari bangku SMP di Sowanan, tepatnya tahun 1980, setelah itu dia bekerja menjadi seorang buruh pabrik di salah satu Perusahaan Garment di wilayah Semarang. Selama 2 tahun menjadi buruh pabrik ternyata membuat ibu Prapti menjadi jenuh dan tidak betah, sehingga pada tahun 1983 dia memutuskan untuk keluar dari pabrik.

(2)

Berikut pernyataan dari ibu Prapti:

“Saya jenuh dan ingin berdikari mas”...,ingin memulai usaha sendiri yang bisa membantu orang lain mas”....ucapnya sambil tertawa...ketika diwawancari peneliti di rumahnya.

Setelah itu ibu Prapti memilih untuk membantu kakaknya yang seorang pedagang sayur yang berada di Klaten. Sejak itulah awal mula ibu Prapti mulai belajar menjadi seorang pengepul, diawali mencarikan dagangan sayuran seperti kulbis, wortel, lombok, sawi, tomat, kentang dan lain sebagainya, setelah dapat langsung menghubungi kakaknya dan barang diambil terus dibawa ke Klaten, dan tidak jarang juga dia pergi ke Klaten untuk langsung melihat bagaimana kakaknya dalam menjalankan usaha jual beli sayuran.

4.1.1 Awal mula mendapatkan pemasok dan pelanggan

Awal mula ibu Prapti mendapatkan pemasok memang di mulai ketika dia masih membantu kakaknya dalam mencarikan dagangan berupa sayuran. Hal pertama yang dilakukan dalam mengumpulkan dagangan berupa hasil pertanian sayuran adalah menjelajah atau mencari barang dagangan di wilayah dusun tempat tinggalnya karena akan mudah untuk mendapatkan dagangan karena sudah sangat mengenal daerah tersebut dan para penduduknya, dan para petani di Dusun Sowanan adalah pemasok pertama ibu Prapti. Karena kebiasaan orang desa yang sudah turun-temurun yaitu setiap hasil panen langsung dikumpulkan ke pengepul yang ada di daerahnya, membuat ibu Prapti lebih mudah dalam mendapatkan pemasok yang pertama. Pada sisi lain ibu Prapti juga mencari dagangan di luar dusun, hal ini dikarenakan kekhawatiran kalau pelanggan nanti semakin banyak dan semakin banyak permintaannya, mungkin hasil pertanian dari satu dusun tidak cukup untuk memenuhi permintaan tersebut. Karena hal tersebut ibu Prapti memutuskan untuk mencari lagi di luar dusun. Sebut saja Dusun Kragon Kulon, Dusun Sidan dan Dusun Srigading tempat di mana ibu ini mencari dagangan. Berikut adalah cerita dari ibu Prapti, saat pertama kali ibu prapti menjelajahh Dusun Kragon Kulon :

“Saat itu saya langsung bertemu dengan petaninya langsung mas, saya bertanya kepada petani : “Pinten niki kulbise pak?, si petani menjawab : ajeng tumbas nopo pripun buk!...saya menjawab : nggih pak, kulo nembe padhos kulbis...si petani menjawab : langsung kalian bu Fatimah

(3)

mawon nggih, soale niku pedagang sayur ting mriki”, (si petani langsung mengantarkan ibu Prapti ke tempat ibu Fatimah), ketika sampai di rumah ibu Fatimah ternyata dia juga satu profesi dengan saya mas... sama-sama pedagang sayur”...tuturnya saat diwawancari di sela-sela aktifitasnya di rumahnya.

Hal yang sama juga dilakukan ketika ibu Prapti mencari dagangan di Dusun Sidan dan Dusun Srigading, awalnya bertemu langsung dengan petani dan pada akhirnya bertemu dengan pedaganganya langsung. Untuk Dusun Sidan nama pengepulnya adalah pak Ngatemin dan untuk Dusun Srigading adalah pak Wajib, mereka semua yang selama ini menjadi mitra bisnis dari ibu Prapti sampai sekarang.

Pelanggan pertama adalah para bakul atau para pedagang yang berada di luar daerah Sowanan, sebut saja para bakul dari Semarang, Klaten, Klepu, Pati, Yogya dan Cepogo. Pertamanya para bakul ini hanya sekedar mencari dagangan dan tidak tetap, tetapi lama-kelaman karena terus-menerus membeli dagangan di tempat ibu Prapti dalam partai besar akhirnya para bakul ini menjadi pelanggan tetap sampai sekarang.

4.1.2 Sistem Pembelian Dan Penetapan Harga Yang Diterapkan

Untuk sistem pembelian yang dilakukan ibu Prapti dalam menjalankan usaha jual beli sayur ini, memang tidak selalu sama, dalam arti selalu berubah atau fleksibel tergantung pada harga pasaran sayur pada saat itu. Dalam menghadapi petani, biasanya petani tidak pernah menawar atau jarang sekali dalam menawar, hal ini dikarenakan rasa saling percaya yang sudah menjadi ikatan kehidupan para warga di desa tersebut. Berikut pernyataan ibu Prapti berkaitan dengan sistem pembelian dan penetapan harga yang diterapkan dan dijalankan :

“Saya hanya mencoba jujur dengan para petani mas.., misal jika pada bulan ini harga kulbis pasaranya Rp. 1.500 /Kg, ya saya menjual kepada para pembeli Rp.1.600 /Kg, dan keuntungan yang saya dapat Rp.100 /Kg”...ucapnya kepada peneliti di saat kegiatan wawancara di rumahnya.

(4)

4.1.2 Foto Girik (sebagai identitas berat sayuran)

4.1.3 Foto Buku merah (untuk menyalin data dari girik)

Berbeda untuk dagangan yang di dapat dari luar dusun, biasanya keuntungan yang di dapat bisa lebih dari Rp.100 /Kg, hal ini dikarenakan kesepakatan atau pun kesadaran dan saling pengertian di antara sesama pedagang. Berikut penuturan ibu Prapti :

“Misal harga beli dari petani Rp.1500 /Kg, dan harga jual biasanya bisa sampai Rp.1700 s/d Rp.2000 /Kg...mas,...dalam hal ini, saya juga harus membayar atau memberi komisi kepada pedagang di luar dusun toh mas...karena mereka sudah membantu mencarikan dagangan yang dicari, jadi keuntungan dibagi dua orang pedagang mas...”ucapnya pada saat wawancara dengan peneliti di kediamannya.

Bagi ibu Prapti yang mempunyai prinsip dalam berdagang “yang terpenting jangan sampai ciri/cacat di mata petani” ini, kesejahterana petani adalah yang utama, karena dari mereka lah ibu Prapti bisa seperti sekarang ini.

“Mereka (petani) harus mendapat haknya secara pantas sebagai hasil jerih payah selama menanam sampai panen”..ucapnya pada saat menutup kegiatan wawancara di kediamannya.

4.1.3 Kegiatan Perdagangan Dan Pemasaran Yang Dijalankan Kegiatan perdagangan dan pemasaran

yang diterapkan dan dijalankan memang hampir sama dengan para pedagang sayur lainnya. Petani yang selesai memanen hasil pertaniannya di ladang biasanya langsung membawanya ke TKP (Tempat Kediaman

Pengepul), hasil pertanian yang berupa

sayuran ini, biasanya di bawa sendiri oleh petani dan tidak jarang juga memakai jasa buruh, setelah sampai di timbang terlebih dahulu oleh ibu Prapti atau pun karyawan yang ada pada saat itu, sayuran yang selesai

(5)

di timbang diberikan identitas yang dinamakan girik (secarik kertas yang bertuliskan jumlah berat sayuran yang di timbang dan diikat pada sayuran yang sudah dimuat ke dalam bagor/kranjang). Setelah itu, girik disalin kemballi pada buku merah (sebuah buku catatan yang berisi : hari/tgl/tahun, jenis sayuran/berat/nama pemilik), hal ini dikarenkan agar segala data yang masuk bisa tertata dengan rapi sehingga bisa mengantisipasi segala kekeliruan yang bisa saja terjadi dan sebagai data untuk mengecek kembali pada saat para petani mencairkan uang. Setelah girik di salin ke dalam buku merah, proses yang terakhir adalah para petani di berikan girik kembali untuk di bawa pulang dan di bawa lagi pada saat mau mencairkan uang.

Untuk kegiatan pemasaran hampir sama juga dengan kegiatan perdagangan yang dilakukan ibu Prapti, setiap bakul yang mengambil dagangan dari TKP, biasanya satu hari sebelumnya sudah menghubungi terlebih dahulu untuk memesan sayuran, dan saat itu juga ibu Prapti langsung mengecek apakah persediaan di tempatnya ada atau tidak, kalau pun tidak ada, biasanya ibu Prapti langsung menghubungi para pengepul lain di luar Dusun sebagai mitra bisnisnya, baru keesokan paginya ibu Prapti langsung mengecek barang pesanannya, setelah terjadi kesepakatan, pada siang hari para bakul yang memesan sayuran datang ke TKP dan langsung menuju lokasi pengambilan barang bersama salah satu karyawan. Pada saat pengambilan barang, biasanya barang sudah berada atau disiapakan di luar rumah petani atau pun penduduk lainnya, dan tinggal di ambil saja. Untuk urusan segala macam pembayaran biasanya para bakul langsung berhubungan dengan ibu Prapti, antara pihak satu dan ketiga tidak saling tahu. Proses pembayaran oleh para bakul dilakukan satu s/d dua hari lagi setelah barang sampai dilokasi juragan dan dipasarakan kembali oleh para bakul-bakul yang lainnya baik dalam partai besar atau pun dalam partai kecil atau eceran.

4.1.4 Suka Duka Menjadi Pedagang Perantara

Suka duka memang tidak bisa dilepaskan dari kehidupan seorang pedagang, dan begitu juga yang dialami oleh ibu Prapti, selama 10 tahun lebih menjalani profesi sebagai pedagang perantara, berbagai kisah suka atau pun duka

(6)

4.1.4 Foto Marjono disela-sela aktifitas di ladang.

mengiringi perjalanan hidupnya. Berikut adalah pengakuan dari ibu Prapti berkaitan dengan suka duka sebagai pengepul:

“Biasanya ketika panen raya tiba mas...para petani berbondong-bondong datang ke rumah saya dan menyerahkan/mengumpulkan hasil pertanian berupa sayuran, sampai kadang-kadang rumah saya ini.. hampir penuh sesak dengan barang dagangan mas..dan para bakul pun datang tiap hari, yang biasanya pada waktu tidak panen raya, para bakul datang hanya dua atau tiga hari sekali, tapi pada waktu panen raya hampir datang tiap hari. Apalagi kalau harga pada saat itu sedang bagus-bagusnya, maka keuntungan yang saya dapat juga semakin banyak toh mas...”ucap ibu prapti sambil tersipu malu di sela-sela aktifitas wawancara di depan rumahnya).

Berbagai macam kisah duka atau tidak diharapkan juga pernah ibu Prapti alami selama menjadi pedagang, kerugian ratusan ribu bahkan sampai jutaan pernah terjadi, ditipu pembeli juga pernah dialami oleh ibu Prapti. Berikut adalah penuturan dia :

“Yang sering terjadi adalah resiko kerusakan atau dagangan sampai beberapa hari di rumah sehingga pada akhirnya menjadi layu dan kadang tidak laku di jual mas...,untuk barang yang layu biasanya kami harus mengupas lagi bagian sayuran yang hampir layu, untuk bisa di jual lagi, dan hal itu bisa mengurangi harga jual sayur mas...karena setelah di timbang, beratnya menyusut dan harganya juga berkurang, yang tadinya Rp.1000 /Kg bisa jadi sampai Rp.500 /Kg, dan semua itu yang menanggung adalah saya, dan tidak jarang juga, saat sedang tidak ada uang, saya juga harus mengambil uang pribadi..yah.. petani tahunya...mereka hanya menyerahkan hasil pertanian dan terima bersih saja....mas...Bagi saya, ya...semua itu saya lakukan untuk menjaga hubungan yang baik dengan para pelanggan saya, sehingga mereka bisa tetap setia kepada saya mas”....tuturnya di saat wawancara di rumahnya.

4.2 Profil Pemasok (Petani Sayur)

Profil pemasok berasal dari kalangan petani, sebut saja bapak Marjono, pria berusia 46 tahun dan berpfofesi sebagai petani ini, bertempat tinggal di Dusun Sowanan, Rt I/Rw IV, Kelurahan Ngablak, Kecamatan Ngablak, Kabupaten Magelang. Aktifitas sehari-hari dia

(7)

memang tidak bisa dilepaskan dari kegiatan bercocok tanam di ladang, ketika pagi menjelang, dia bersama sang isteri sudah berangkat ke ladang, sesampainya di sana, kegiatan seperti mencangkul, memupuk, menanam, menyempprot hama, sampai mengecek tanaman yang akan mulai panen, menjadi rutinitas sehari-hari yang dilakukan oleh bapak Marjono. ladang yang luasnya tidak lebih dari 1 ha ini, merupakan tulang punggung untuk memenuhi kebutuhan hidup keluarganya. Dari hasil ladang itu lah dia sekeluarga bisa bertahan hidup, bahkan dari hasil ladang itu juga, bapak Marjono bisa membiayai anaknya kuliah di salah satu universitas terkemuka di Salatiga. Sudah 10 tahunan lebih bapak Marjono menjadi pelanggan dari ibu Prapti, setiap kali selesai memanen hasil pertanian dari ladang yang biasa ditanami berbagai jenis sayuran seperti sawi, kulbis, wortel, kentang, lombok dan lain sebagainya dengan model tumpang sari ini, di bawa langsung ke tempat ibu Prapti, baik di bawa sendiri atau pun di buruhkan, dan sesekali berharap harga pasaran sayuran sedang bagus-bagusnya. Biasanya hasil pertanian berupa sayuran yang dibawa ke ibu Prapti setelah ditimbang biasanya 50 Kg s/d 100 Kg, bahkan tidak jarang juga mencapai 1000 Kg. Setelah ditimbang langsung mendapatkan girik untuk di bawa pulang dan beberapa hari kemudian dibawa kembali untuk mencairkan uang. Dalam hal mencairkan uang, bagi bapak Marjono sekeluraga memang disesuaikan kebutuhan atau keperluan keluarga, kalau memang ada keperluan yang benar-benar penting dan mendesak barulah dia meminta atau mencairkan uang ke tempat ibu Prapti dengan membawa girik yang diterimanya beberapa hari yang lalu.

Berikut adalah penuturan bapak Marjono berkaitan dengan keberadaan pedagang perantara di tengah-tengah kehidupannya, khusunya yang berkaitan dengan kehidupan bercocok tanam:

“Kehadiran atau adanya pedagang sayur sangat membantu sekali mas...apalagi dalam hal pemasaran hasil pertanian para petani, walaupun pasar agribisnis tidak jauh dari rumah, tetapi semua itu juga membutuhkan biaya toh mas...seperti sarana angkut dan biaya operasional, misal hasil pertanian lebih dari 100 Kg sangat terasa sekali pengeluaranya mas... berbeda kalau langsung dibawa ke tempat pengepul dan tidak harus memikirkan biaya operasional dan lain sebagainya, sehingga petani tahunya terima bersih saja. Apalagi si

(8)

pengepul adalah warga setempat yang sudah dikenal baik, akan semakin membuat petani merasa nyaman dan tidak takut seperti misalnya harus langsung membawa ke pasar dan dikejar oleh banyaknya pengepul yang ada di pasar”...ucap bapak ini ketika di wawancari di rumahnya.

Pengalaman suka dan duka selama menjadi pemasok untuk ibu Prapti, menurut bapak satu orang anak ini, lebih banyak suka dari pada dukanya, menurut dia :

“Ibu Prapti adalah pedagang yang baik, jujur dan selalu mengerti apa yang petani butuhkan dan perlukan mas... Setiap petani yang ingin meminta uang atau mencairkan uang, dia selalu ada dan tidak membuat petani kecewa, “Seperrti itulah yang membuat saya dan petani lainya suka dan terus menjadi pemasoknya”...ucapnya di sela-sela percakapan dengan peneliti di rumahnya.

4.3 Profil Pelanggan (Pedagang)

Profil pelanggan berasal dari kalangan pedagang, bapak Sutris dan Ibu Waginah adalah pedagang yang sudah 8 tahun lebih menjadi pelanggan ibu Prapti. Pasangan suami isteri ini, bisa digolongan sebagai pedagang besar, karena setiap mengambil atau membeli dagangan selalu dalam partai yang besar. Awal mula pasangan pedagang yang beralamatkan di Getak Kidul, Rt 02/Rw 07, Kelurahan Karang Anom, Kecamatan Klaten Utara, Kabupaten Klaten ini, kenal dengan ibu Prapti, diawali ketika mereka sedang mencari dagangan sayuran di Ngablak, setelah beberapa survei di beberapa dusun, bertemu banyak pedagang dan

tanya-4.1.6 Foto Sutris dan Waginah (Pedagang besar dari Klaten)

(9)

tanya di sana, sampailah di tempat ibu Prapti. Sesampainya di sana, langsung di sambut baik oleh pemilikinya dan melihat dagangan sayuran yang ada di sana, setelah melihat dan tanya, ternyata dagangan sayurannya sangat komplit, dan sayuran yang sedang di cari ada di sana, maka mereka memutuskan membelinya dan bernegosiasi tentang hal pembayaran dan pengambilan barang. Setelah negosiasi, maka terjadi kesepakatan antara mereka dan ibu Parpti bahwa pembayaran dilakukan setelah proses pengambilan barang, pembayaran akan dilakukan satu s/d dua hari berikutnya, karena menunggu barang sampai di pasar Klaten dan diambil para bakul yang ada di sana, dengan membawa girik sebagai bukti pengambilan barang dan bukti pembayaran.

Kenal dengan ibu Prapti, buat mereka bukan hanyalah hubungan sesama pedagang atau pun pembeli dan penjual, lebih dari itu. Bukan rahasia lagi, saling pengertian dan kesadaran adalah modal yang utama menjaga hubungan baik. Berikut penuturan mereka berdua saat di wawancari di rumahnya :

“Misalnya dalam hal bisnis, ada barang yang tidak sesuai dengan pesanan, komplain kami sampaikan kepada mereka dan diterima oleh ibu Prapti sebagai evaluasi untuk kedepannya dan kebalikanya juga seperti itu juga mas..., misalnya dagangan yang di pesan sedang langka, maka ibu Prapti harus mencarikan dagangan di luar Dusun, dan harganya naik atau tidak seperti biasa, kami juga menyanggupi dan memaklumi”.

Di luar hubungan bisnis, hubungan kekeluargaan pun tercipta di antara mereka, hal ini di tunjukan ketika keluarga ibu Prapti sedang pergi ke Klaten, maka menyempatkan mampir ke rumahnya, begitu juga sebaliknya.

4.1.7 Foto Rumah sutris dan waginah di Klaten

(10)

4.4 Profil Usaha Pedagang Perantara

Seperti yang sudah dipaparkan di bab 4.1, bahwa usaha yang dijalankan oleh ibu Prapti memang sudah berjalan lama sekali, terhitung mulai tahun 1983 samapai sekarang ini, dan pada bagian ini akan dijelaskan tentang alur usaha yang dijalankan oleh ibu Prapti. Ada pun alur usaha yang dijalankan oleh ibu Prapti sebagai pengepul adalah sebagai berikut :

Alur 4.4.1 Profil usaha yang dijalankan pengepul Sumber : Data primer (participant-observationa), 2011.

PETANI (Pemasok) PENGECER PENGEPUL PEDAGANG (Pelanggan) KONSUMEN Mengumpulkan , menyerahkan hasil pertanian Mencairkan / meminta uang Mengambil dan membeli hasil pertanian Mengambil dan membeli hasil pertanian Menjual hasil pertanian PENGEPUL LAIN (MITRA BISNIS) Mencari dan membeli hasil pertanian

(11)

Dari alur usaha pengepul, dapat dijelaskan bahwa alur di mulai dari petani (pemasok) menyerahkan, mengumpulkan hasil pertanian kepada pengepul, sesampai di tempat pengepul, hasil pertanian di ambil dan dibeli oleh para pedagang (pelanggan) yang sudah memesan kepada pengepul satu hari sebelumnya, dan pembayaran dilakukan oleh pedagang (pelanggan) satu s/d dua hari setelah pengambilan barang. Hal ini dikarenakan dagangan biar sampai dulu di pasar dan diambil/dibeli oleh para bakul atau pengecer yang akan menjualnya kepada konsumen. Tidak jarang juga, kalau persediaan di tempat pengepul sedang sepi atau hasil pertanian yang di pesan oleh pedagang (pelanggan) tidak ada, maka pengepul mencarikan ke tempat pengepul lain (mitra bisnis). Biasanya untuk dagangan yang di dapat dari tempat lain, biasanya langsung diantar sendiri oleh pengepul (mitra bisnis) ke tempat pengepul yang mencari dagangan tadi, dan tidak jarang juga langsung di ambil sendiri oleh pedagang yang di temani salah satu karyawan dari pengepul. Setelah dagangan di bayar oleh pedagang (pelanggan), barulah pengepul memberikan uang kepada petani (pemasok) dan pengepul lain (mitra bisnis). Dari penjelasan alur usaha pengepul tersebut, bahwa dari pandangan/persepsi negatif orang selama ini dan selalu mengkaitkan pedagang perantara dengan tengkulak, tidak benar, disini malah ada hal positif yang dilakukan oleh pedagang perantara, yaitu sebagai penolong petani dalam mengatasi masalah pemasaran yang dialami oleh petani selama ini. Dari dari penjelasan tersebut dapat di lihat status dan peran pedagang perantara dalam bidang perdagangan dan pemasaran hasil pertanian, ada pun status dan peran pedagang perantara dirangkum melalui tabel berikut ini :

(12)

Tabel 4.4.2 Status dan peran pedagang perantara dalam perdagangan dan pemasaran hasil pertanian.

STATUS PERAN

Pengepul/ pengumpul

1. Sebagai orang yang menerima, mengumpulkan, dan mencari hasil pertanian dari petani dan pengepul lain.

2. Sebagai orang yang ikut memasarkan dan mendistribusikan hasil pertanian dari produsen ke konsumen

3. Sebagai penolong bagi petani dalam mengatasi masalah pemasaran hasil pertanian

Gambar

Tabel 4.4.2 Status  dan peran pedagang  perantara  dalam  perdagangan  dan pemasaran hasil pertanian.

Referensi

Dokumen terkait

Penyusunan Tugas Perencanaan Unit Pengolahan Pangan dengan judul “Perencanaan Unit Sanitasi Pabrik Wafer Cream dengan Kapasitas Produksi 43.200 Kemasan per Hari @ 62,5

(2) Dokumen pertanggungjawaban biaya sebagaimana pada ayat (1) terdiri dari : SPPD, bukti tanda terima pembayaran lumpsum oleh Pejabat Negara, Pegawai Negeri Sipil dan Pegawai

produk yang sama baikknya dengan metode lain,yang tidak terlalu produk yang sama baikknya dengan metode lain,yang tidak terlalu banyak memerlukan biaya tambahan (bahan pembantu,

Trauma – trauma intra abdomen tumpul disebabkan oleh benturan antara orang yang mengalami trauma dan lingkungan luar tubuh dengan proses aselerasi atau deselerasi yang

Hasil analisis data SEM menunjukkan ada pengaruh positif dan signifikan antara kinerja pegawai secara langsung berpengaruh positif dan signifikan terhadap kinerja organisasi

Perpustakaan dengan koleksinya yang lengkap merupakan sumber utama dalam pelayanan informasi. Sebagai sumber informasi, koleksi perpustakaan tidak hanya dalam bentuk tercetak

Rainbow connection number dari graf terhubung G, ditulis rc(G), adalah banyak warna minimal yang diperlukan untuk membuat G bersifat rainbow connected. Suatu rainbow coloring

Masalah pokok yang terdapat dalam penelitian ini yaitu untuk mengetahui apakah ada pengaruh hubungan antara kualitas pelayanan, nilai yang dirasakan, dan kepuasan pelanggan