• Tidak ada hasil yang ditemukan

PENDAHULUAN Berdasarkan Laporan Tahunan Perusahaan 2011, PT. Indocement Tunggal Prakarsa, Tbk. merupakan perusahaan manufaktur yang menghasilkan produ

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "PENDAHULUAN Berdasarkan Laporan Tahunan Perusahaan 2011, PT. Indocement Tunggal Prakarsa, Tbk. merupakan perusahaan manufaktur yang menghasilkan produ"

Copied!
16
0
0

Teks penuh

(1)

PERENCANAAN PERBAIKAN DAN PENINGKATAN KUALITAS

DENGAN MENERAPKAN PENDEKATAN METODE KAIZEN PADA

PROSES RAW MILL PRODUK ORDINARY PORTLAND CEMENT

DI PT. INDOCEMENT TUNGGAL PRAKARSA, Tbk.

CORRECTIVE PLANNING AND QUALITY INCREASE BY APPLYING

KAIZEN'S METHOD APPROACHING ON RAW MILL PROCESSES

ORDINARY PORTLAND CEMENT PRODUCT

AT PT. INDOCEMENT TUNGGAL PRAKARSA, Tbk.

Erwin Irianto Siahaan (30408318)

Jurusan Teknik Industri, Fakultas Teknologi Industri, Universitas Gunadarma Jl. Margonda Raya No. 100 Pondok Cina, Depok 16424

erwin_mail13@yahoo.com

ABSTRAK

Konsistensi kualitas suatu produk akan mempengaruhi bertahan atau tidaknya suatu produk tersebut dalam kebutuhan pasar yang sangat beragam, sehingga diperlukan suatu upaya dalam manajemen perusahaan dengan pengendalian dan peningkatan kualitas. Kaizen merupakan salah satu cara perbaikan berkesinambungan yang melibatkan semua orang baik manajer maupun karyawan untuk mendapatkan hasil yang optimal. Tujuan dari penelitian ini adalah mengidentifikasi proses yang menyebabkan terjadinya penyimpangan persentase modulus pembentuk raw meal produk semen Portland tipe OPC. Masalah tersebut akan menjadikan dibuatnya rencana perbaikan melalui pendekatan metode Kaizen untuk meminimasi terjadinya penyimpangan proporsi modulus-modulus pembentuk produk tepung baku semen penyusun produk OPC di PT. Indocement Tunggal Prakarsa, Tbk. Penelitian yang dilakukan menunjukkan persentase tertinggi kegagalan proses terjadi pada mesin weight feeder sebesar 37% dari proses keseluruhan dan berdampak pada parameter kualitas yang menyimpang pada produk tepung baku semen (raw meal) modulus LSF sebesar 70,3%. Permasalahan disebabkan oleh 4 faktor berdasarkan metode sumbang-saran (brainstorming) 5W+1H yaitu pada manusia, mesin, metode dan lingkungan. Sehingga dilakukan beberapa perencanaan terhadap permasalahan tersebut termasuk dengan perencanaan 5S.

Kata Kunci: Kualitas, Kaizen, Modulus LSF, Perencanaan Perbaikan, 5S

ABSTRACT

Quality consistency a product will regard on the defensive or not in market requirement that really medley, then required a managements effort corporate with operation and quality increase. Kaizen is the one of the ways continues improvement’s that involves all manager and also employee to get optimal result. To the effect of observational is identify processes that cause percentage modulus deviation raw meal product compiler’s cements OPC'S type Portland. That problem will make corrective planning through approaching Kaizen’s method to reduce modulus proportion deviations on the raw meal OPC'S product compiler at PT. Indocement Tunggal Prakarsa, Tbk. The research that doing to point out bust supreme percentage process is become on machine weight feeder as big as 37% of overall process and impacted on quality parameter that deviates on default raw meal LSF'S modulus as big as 70,3%. The problem identify there are 4 factor base to brainstromings method’s 5W + 1H which is on man, machine, method and environmentally. So is done planning about the problem that comprises included 5S planning’s.

(2)

PENDAHULUAN

Berdasarkan Laporan Tahunan Perusahaan 2011, PT. Indocement Tunggal Prakarsa, Tbk. merupakan perusahaan manufaktur yang menghasilkan produk semen terbesar kedua di Indonesia setelah Semen Gresik Group, dengan total kapasitas produksi terpasang mencapai 18,6 juta ton semen per tahun. Berdasarkan data ASI (Asosiasi Semen Indonesia, 2011), penjualan semen di Indonesia pada tahun 2011 mencapai 48 juta ton naik 17,7% dibandingkan pada tahun 2010 sebanyak 40,78 juta ton. Hal tersebut membuat beberapa perusahaan produsen semen melakukan berbagai upaya untuk tetap dapat meningkatkan nilai penjualan dan menguasai pangsa pasar industri semen di Indonesia, salah satunya dengan menghasilkan produk yang memenuhi karakteristik mutu yang telah ditetapkan perusahaan.

Permasalahan tersebut membuat dilakukannya pembahasan mengenai perencanaan pengendalian kualitas dengan menerapkan pendekatan metode Kaizen untuk mencapai kepuasan pelanggan terhadap produk yang dihasilkan. Metode Kaizen merupakan salah satu metode yang terfokus pada perbaikan sistem secara berkelanjutan sehingga terciptanya standarisasi proses yang bertujuan mengurangi pemborosan proses (Imai, 1992). Salah satu produk utama yang diproduksi oleh PT. Indocement Tunggal Prakarsa, Tbk adalah produk semen tipe OPC (Ordinary Portland Cement). Pembahasan pengendalian kualitas pada penelitian ini terfokus pada produk semen tipe Portland dikarenakan produk tersebut merupakan salah satu produk dengan tingkat produksi paling besar. Pengendalian kualitas yang menjadi fokus pembahasan dilakukan pada salah satu proses yaitu pengeringan dan penggilingan bahan baku (raw mill) dengan produk yang dihasilkan berupa produk setengah jadi yaitu tepung baku semen (raw meal). Pengendalian kualitas pada proses pengeringan dan penggilingan bahan baku (raw mill) tersebut lebih banyak dipengaruhi oleh komposisi bahan baku yang akan digunakan.

Parameter acuan yang digunakan dalam menentukan kualitas produk tepung baku semen (raw meal) antara lain: LSF (Lime Saturation Factor), SM (Silica

Modulus), serta IM (Iron Modulus). Ketiga parameter kualitas tersebut dipengaruhi oleh

beberapa faktor yaitu bahan baku, proses produksi, dan pengaturan awal (set point) komposisi material. Perbandingan persentase modulus pembentuk tepung baku semen (raw meal) semen Portland berkualitas baik berdasarkan standar mutu SNI dan ASTM, yang menjadi acuan standar mutu PT. Indocement Tunggal Prakarsa, Tbk memiliki batas proporsi LSF 97%, SM 2,5% dan IM 1,6%. Persentase modulus-modulus penyusun raw meal yang dihasilkan akan memberikan sifat fisik seperti daya ikat senyawa kimia pada LSF, sifat daya tahan pengerasan pada SM, dan sifat daya tekan pada IM. Berdasarkan permasalahan tersebut, maka dilakukan pembahasan mengenai perencanaan pengendalian serta peningkatan kualitas dengan menerapkan metode Kaizen. Adapun tujuan yang ingin dicapai adalah mengidentifikasi proses yang menyebabkan terjadinya penyimpangan persentase modulus pembentuk produk, mengidentifikasi parameter modulus kimia pembentuk tepung baku semen yang menghasilkan penyimpangan proporsi persentase modulus paling besar pada proses produksi unit Raw Mill, menganalisa faktor penyebab terjadinya penyimpangan proporsi persentase modulus produk tepung baku semen (raw meal) penyusun semen tipe OPC yang dapat mengurangi kualitas produk pada proses inti, serta membuat rencana perbaikan melalui pendekatan metode Kaizen untuk meminimasi terjadinya penyimpangan proporsi modulus-modulus pembentuk produk tepung baku semen penyusun produk OPC di PT. Indocement Tunggal Prakarsa, Tbk.

(3)

METODE PENELITIAN

Tahapan-tahapan yang dilakukan untuk memecahkan masalah dalam upaya peningkatan kualitas dengan menggunakan Kaizen yang disusun dalam bentuk diagram alir seperti gambar di bawah ini.

MULAI

IDENTIFIKASI MASALAH Tinjauan Pustaka

TUJUAN PENELITIAN

1. Mengidentifikasi proses yang menyebabkan terjadinya penyimpangan (fluktuasi) persentase modulus pembentuk raw meal produk semen Portland tipe OPC.

2. Mengidentifikasi parameter modulus kimia pembentuk tepung baku semen (raw meal) yang menghasilkan penyimpangan (fluktuasi) proporsi persentase modulus paling besar pada proses produksi unit Raw Mill. 3. Menganalisa faktor penyebab terjadinya penyimpangan (fluktuasi) proporsi persentase modulus produk tepung baku semen (raw meal) penyusun semen tipe OPC yang dapat mengurangi kualitas produk pada proses inti.

4. Membuat rencana perbaikan melalui pendekatan metode Kaizen untuk meminimasi terjadinya penyimpangan proporsi modulus-modulus pembentuk produk tepung baku semen (raw meal) penyusun produk OPC di PT. Indocement Tunggal Prakarsa, Tbk.

PENGUMPULAN DATA

Data 1. Laporan Harian Data Deviasi OPC Raw Mill P 1-2 September 2011 2. Laporan Kegagalan Proses Januari s.d September 2011 Metode Pengumpulan Data 1. Pengamatan Langsung di Lapangan 2. Wawancara Pihak Terkait PENGOLAHAN DATA

1. Mengidentifikasi prioritas masalah menggunakan diagram pareto terkait dengan kegagalan proses dan deviasi modulus kimia pembentuk material tepung baku semen (raw meal) pada proses pengeringan dan pengadukan tepung baku (raw mill)

2. Mengidentifikasi permasalahan terkait dengan penyimpangan yang terjadi pada modulus pembentuk tepung baku semen (raw meal) terhadap standar proporsi yang telah ditentukan menggunakan peta kendali X dan kurva S.

3. Mengidentifikasi serta menganalisa penyebab timbulnya permasalahan dengan menerapkan pendekatan metode Kaizen 5W+1H kemudian menerapkannya dalam diagram Ishikawa 4. Membuat rencana perbaikan serta penanggulangan melalui pendekatan metode Kaizen 5W+1H.

5. Menganalisa rencana penanggulangan masalah yang dibuat dengan memperhatikan sistem yang berjalan pada perusahaan.

KESIMPULAN DAN SARAN

SELESAI

(4)

HASIL DAN PEMBAHASAN

Proses Produksi Unit Pengeringan dan Penggilingan Tepung Baku Semen

Pengamatan langsung yang dilakukan pada PT. Indocement Tunggal Prakarsa, Tbk serta wawancara dengan kepala bagian produksi, diketahui bahwa proses produksi tepung baku semen terdiri dari beberapa tahap yang dapat dilihat pada Gambar 2. di bawah ini. Drying Limestone Sandy Clay Iron Sand Silica Sand Crushing Drying WEIGHT FEEDER RAW GRINDING MILL AIR SEPARATOR BLENDING SILO (RAW MEAL) Electrostatic Precipitator SUSPENSION PRE-HEATER HOT GAS DUST

Material Tidak Sesuai (Material Kasar) Storage Impact Dryer Impact Chrusher Rotary Dryer R a w M a te ri a l H o p p er Fine

Gambar 2. Bagan Proses Produksi Tepung Baku Semen Menentukan Prioritas Permasalahan

Identifikasi masalah dilakukan dengan menggunakan diagram pareto, sehingga dapat dilihat prioritas masalah dari yang tertinggi sampai yang terendah. yaitu frekuensi data identifikasi potensial kegagalan proses raw mill periode Januari s.d September 2011.

Gambar 3. Identifikasi Kegagalan Proses Raw Mill

Berdasarkan identifikasi yang terlihat pada gambar 3, dapat diketahui bahwa kegagalan proses yang disebabkan adanya kesalahan fungsi pada sistem permesinan terdapat pada proses penimbangan komposisi bahan baku menggunakan mesin weight

feeder, dimana material mendapatkan proses sebelum dimasukkan pada tempat

penampungan. Permasalahan tersebut cukup memberikan pengaruh dalam hal proses yang dilakukan serta kualitas material bahan baku sebagai umpan material tepung baku semen raw meal yang ingin dihasilkan. Data frekuensi kejadian kesalahan fungsi yang menghambat sistem produksi selama periode Januari s.d September 2011 ada sebanyak 27 kali permasalahan atau 37% dari permasalahan secara keseluruhan.

(5)

Kegagalan proses yang terjadi akan memberikan pengaruh terhadap kualitas produk yang dihasilkan. Pembahasan dalam penulisan ini akan memberikan batasan mengenai perencanaan perbaikan yang diusulkan khususnya pada faktor ketidaksesuaian komposisi pembentuk raw meal ditinjau dari sifat kimia modulus penyusunnya. Berikut ini merupakan identifikasi permasalahan kualitas menggunakan diagram pareto berdasarkan hasil persentase modulus kimia pembentuk material setengah jadi berupa tepung baku semen selama periode Januari s.d September 2011.

Gambar 4. Identifikasi Penyimpangan Modulus

Berdasarkan gambar 4, dapat diketahui bahwa potensi ketidaksesuaian kualitas material setengah jadi tepung baku semen dari sifat kimia pembentuknya (modulus), terdapat pada modulus LSF sebesar 70,3% dari ketiga modulus yang dikendalikan. Hal tersebut menjadikan modulus LSF yang dihasilkan menjadi prioritas permasalahan kualitas material tepung baku semen.

Tahapan Pengukuran

Tahapan pengukuran proses yang dilakukan bertujuan untuk memberikan evaluasi terhadap kinerja proses produksi dalam menghasilkan produk tepung baku semen hubungannya dengan faktor modulus kimia penentu sifat suatu semen yang dihasilkan. Sifat kimia modulus LSF (Lime Saturation Factor) dipengaruhi oleh komposisi CaO, SiO2, Al2O3 dan Fe2O3 penyusunnya. Sehingga setting point pada

mesin weight feeder akan mempengaruhi komposisi material beserta proporsinya untuk menghasilkan jenis semen yang ingin dihasilkan. Pengukuran proses akan dilakukan terhadap data hasil rata-rata kandungan LSF yang diambil melalui data sampling harian bagian PCMD (Production Control and Monitoring Dept.) selama periode September 2011. Data yang digunakan merupakan sampel material sebelum dilakukannya proses homogenisasi pada blending silo. Berikut ini merupakan data pengamatan persentase rata-rata modulus LSF, SM dan IM yang diperoleh dari Unit Raw Mill.

Tabel 1. Data Modulus Rata-rata Raw Meal

LSF SM IM Deviasi LSF Deviasi SM Deviasi IM

8-Sep-11 99.79 2.69 1.40 11.47 0.14 0.23

9-Sep-11 98.49 2.76 1.54 2.82 0.06 0.11

10-Sep-11 98.07 2.73 1.61 6.18 0.05 0.05

11-Sep-11 98.10 2.60 1.64 3.10 0.06 0.04

Tanggal

(6)

Tabel 1. Data Modulus Rata-rata Raw Meal (Lanjutan) 12-Sep-11 101.30 2.58 1.65 2.26 0.02 0.02 13-Sep-11 98.78 2.54 1.67 6.21 0.07 0.03 14-Sep-11 98.07 2.51 1.67 3.00 0.03 0.03 15-Sep-11 96.89 2.49 1.68 4.75 0.06 0.04 16-Sep-11 97.75 2.42 1.66 4.37 0.03 0.03 17-Sep-11 99.87 2.43 1.65 4.57 0.02 0.02 18-Sep-11 97.34 2.47 1.64 5.49 0.05 0.03 19-Sep-11 98.97 2.51 1.59 3.54 0.07 0.05 20-Sep-11 95.97 2.49 1.63 5.91 0.07 0.06 21-Sep-11 99.83 2.50 1.66 4.47 0.02 0.03 22-Sep-11 100.79 2.64 1.69 9.11 0.06 0.07 23-Sep-11 96.97 2.66 1.65 3.97 0.07 0.06 24-Sep-11 97.25 2.54 1.55 5.09 0.05 0.03 25-Sep-11 99.50 2.53 1.55 1.32 0.02 0.02 26-Sep-11 99.14 2.55 1.58 6.76 0.08 0.07 27-Sep-11 97.64 2.62 1.64 2.47 0.04 0.04 28-Sep-11 95.48 2.59 1.68 7.40 0.03 0.02 29-Sep-11 98.24 2.63 1.67 2.75 0.05 0.03 30-Sep-11 97.12 2.58 1.66 5.05 0.05 0.02 Rata-Rata 98.32 2.57 1.62 4.87 0.05 0.05

Pengendalian kualitas modulus kimia pembentuk material tepung baku semen (raw meal) yang dilakukan oleh PCMD mengacu pada standarisasi yang telah ditentukan oleh divisi pengendalian kualitas (Quality Assurance) untuk memperoleh komposisi semen terbaik, dengan ketentuan nilai batas maksimal penyimpangan (deviasi) modulus LSF sebesar 5% dari 97% yang ditentukan, modulus SM sebesar 0,1% dari 2,7% yang ditentukan dan modulus IM sebesar 0,1% dari 1,6% yang ditentukan. Berdasarkan simpangan baku yang telah ditentukan bagian pengendalian kualitas (Quality Assurance) PT. Indocement Tunggal Prakarsa, Tbk., maka diperoleh spesifikasi standar modulus kimia yang digunakan sebagai acuan untuk menghasilkan produk tepung baku semen (raw meal) tipe OPC seperti pada Tabel 2.

Tabel 2. Spesifikasi Modulus Kimia Produk Raw Meal

No Parameter Modulus Spesifikasi (%) BKA BKB

1 Lime Saturation Factor (97±5) 102 92

2 Silica Modulus (2,7 ± 0,1) 2.8 2.6

3 Iron Modulus (1,6 ± 0,1) 1.7 1.5

Spesifikasi persentase kandungan kimia yang terdapat pada modulus-modulus pembentuk tepung baku semen (raw meal), untuk selanjutnya akan dijadikan parameter perbandingan pengendalian kualitas yang dilakukan secara proporsi untuk setiap hari pengamatan berdasarkan jumlah sampel masing-masing. Pengendalian kualitas pada penelitian ini akan lebih terfokus pada permasalahan modulus LSF yang menjadi prioritas masalah yang telah ditentukan.

(7)

Peta kendali rata-rata modulus tersebut menggambarkan bahwa terjadi penyimpangan yang cukup fluktuatif, artinya bahwa kualitas material tepung baku semen yang dihasilkan sebagai umpan material terak pada proses selanjutnya memiliki komposisi material yang tidak seragam. Deviasi yang dihasilkan dalam setiap hari produksinya, akan dimasukkan dalam peta kendali seperti pada Gambar 6 dan selanjutnya dianalisa penyimpangan yang terjadi terhadap standar penyimpangan yang ditentukan perusahaan.

Gambar 6. Peta Kendali Deviasi Modulus LSF

Berdasarkan gambar di atas, dapat dijelaskan bahwa selama periode September 2011 proses produksi tepung baku semen (raw meal) menghasilkan penyimpangan beragam dalam hal modulus kimia LSF. Nilai simpangan baku modulus LSF yang dihasilkan dalam setiap hari produksinya secara aktual juga berada diluar batas penyimpangan sebanyak 10 data pengamatan terhadap nilai simpangan baku (deviasi) maksimal yang ditentukan perusahaan sebesar 5. Permasalahan tersebut akan menjadi acuan dalam perencanaan perbaikan serta peningkatan kualitas tepung baku semen (raw

meal) pada proses penggilingan dan pengeringan bahan baku, sehingga diharapkan

penyimpangan modulus LSF diluar batas yang telah ditentukan perusahaan dalam setiap produksinya dapat dikurangi.

Pengendalian kualitas terhadap modulus kimia pembentuk material tepung baku semen (raw meal) dilakukan oleh pihak PCMD dengan cara terus memonitoring kinerja mesin penimbang proporsi (weight feeder) agar tidak terjadi kesalahan antara setting

point yang ditentukan dengan aktual pada proses penimbangan komposisi material. Setting point merupakan suatu aktivitas mengatur komposisi suatu material pada mesin weight feeder untuk menghasilkan produk semen maupun umpan yang sesuai dengan

ketentuan kualitas semen perusahaan khususnya dalam hal kandungan kimia yang dibutuhkan. Perbandingan plot data set point mesin weight feeder antara harapan dengan aktualnya dapat dijadikan evaluasi terhadap pengendalian proses yang dilakukan untuk menghasilkan produk yang sesuai. Berikut ini merupakan rekapitulasi data set point sampel yang diperoleh selama periode September 2011.

(8)

Tabel 3. Perbandingan Set Point Aktual dengan Harapan (Lanjutan)

Pembahasan mengenai perbandingan mengenai setting point pada mesin weight

feeder dilakukan hanya pada material batu kapur (limestone). Hal tersebut dikarenakan

identifikasi permasalahan terbanyak terkait dengan kualitas material tepung baku semen (raw meal) yang menjadi fokus utama pembahasan, ada pada permasalahan modulus kimia LSF (Lime Saturation Factor) dengan komposisi penyusun utamanya adalah batu kapur (limestone). Berikut ini merupakan hasil plot data perbandingan data setting point LSF pada periode September 2011.

Gambar 7. Perbandingan Set Point Batu Kapur (Limestone) Weight Feeder

Perbandingan setting point mesin weight feeder seperti pada gambar di atas, menunjukkan bahwa secara keseluruhan data setting point yang dilakukan operator pada unit kendali PCMD dengan data aktual mesin weight feeder mendekati sama walaupun terdapat sedikit penyimpangan yang tidak cukup signifikan.

Menentukan Target dan Sasaran Perbaikan

Permasalahan yang telah terdifinisi dengan berbagai analisa awal yang berdasarkan data pengamatan langsung maupun hasil pengolahan data, menjadikan permasalahan penyimpangan molus kimia LSF pembentuk material tepung baku semen (raw meal) untuk umpan material penghasil terak (clincker) sebagai fokus pembahasan. Penelitian ini ingin mencapai beberapa target perencanaan perbaikan dengan tujuan

(9)

peningkatan kualitas terkait dengan permasalahan tersebut, yaitu pengurangan biaya (cost down), standarisasi proses, dan 5 S.

KAIZEN Standarisasi Cost Down 5S Target Perbaikan Standarisasi Cheksheet Work Instruction Cost Down Improvement 5S

Gambar 8. Konsep Perencanaan Perbaikan Pendekatan Kaizen Mengidentifikasi Penyebab Timbulnya Permasalahan

Tahapan ini dilakukan untuk menentukan penyebab terjadinya ketidaksesuain material setengah jadi berupa tepung baku semen (raw meal) yang dihasilkan pada proses pengeringan dan penggilingan material (raw mill). Penelusuran terhadap masalah yang terjadi dilakukan dengan memberikan sumbang saran berupa tanya-jawab dengan 4 pihak yang terkait dalam proses produksi pada Unit Produksi Raw Mill Plant 1-2 PT. Indocement Tunggal Prakarsa, Tbk

Berdasarkan uraian pertanyaan yang telah dilakukan untuk mengidentifikasi permasalahan yang terkait dengan penyebab dihasilkannya ketidaksesuaian produk tepung baku semen, maka dibuatlah diagram tulang ikan. Diagram sebab-akibat yang dibuat berguna untuk mengetahui dengan jelas penyebab terjadinya ketidaksesuaian produk tepung baku semen terkait dengan masalah penyimpangan modulus kimia LSF pada proses produksi pengeringan dan penggilingan material. Identifikasi terhadap permasalahan tersebut diharapkan dapat digunakan sebagai acuan dalam membuat perencanaan perbaikan serta peningkatan kualitas dalam sisi produksi, sehingga produk berupa umpan terak (kiln feed) berkualitas dapat dihasilkan.

(10)

Merencanakan Tahapan Penanggulangan Masalah

Permasalahan yang telah teridentifikasi terkait dengan kualitas material tepung baku semen, khususnya pada penyimpangan modulus kimia LSF pada setiap sampel pengamatan bulan September 2011 yang menyebabkan material umpan menjadi tidak sesuai maka dilakukan upaya perencanaan untuk menanggulangi masalah tersebut. Perencanaan perbaikan tersebut dilakukan menggunakan pendekatan metode Kaizen yaitu 5W+1H (what, why, where, who dan how). Berdasarkan permasalahan yang telah terdefinisi pada diagram sebab-akibat oleh empat faktor utama yaitu manusia, mesin, metode dan lingkungan, maka akan dibuat perencanaan penanggulangan masalah pada masing-masing faktor tersebut.

a. Permasalahan utama yang terjadi pada faktor manusia adalah adanya kesalahan

setting point pada mesin weight feeder. Permasalahan pada faktor manusia tersebut,

digunakan untuk membuat perencanaan perbaikan proses dengan harapan terjadinya peningkatan kualitas, sebagai berikut.

i. Dibuatnya satuan instruksi kerja yang jelas dan dapat dipahami semua operator yang berperan dalam proses produksi, terutama dalam permasalahan setting point. ii. Dilakukannya evaluasi secara berkala terhadap kinerja operator sehingga

pengawasan secara tidak langsung dapat dilakukan.

iii. Melakukan pelatihan secara periodik terhadap operator baru maupun senior dengan tujuan standarisasi proses kerja.

iv. Melakukan pengawasan secara langsung dilingkungan kerja operator, sehingga proses monitoring pada setiap proses dapat dilakukan dengan suatu tujuan yaitu

process control.

b. Permasalahan selanjutnya adalah pada mesin yang berperan dalam proses produksi. Permasalahan paling sering ditemui berdasarkan identifikasi masalah produksi tepung baku semen adalah rusaknya mesin weight feeder dan mesin raw grinding

mill. Adapun perencanaan perbaikan yang dilakukan sebagai berikut:

i. Mesin weight feeder

Masalah yang dijumpai pada mesin weight feeder adalah sensor reader tidak melakukan fungsinya pembacaan proporsi secara tidak akurat. Hal ini disebabkan oleh material yang menutupi sensor akibat terjadinya material longsor dari penampungannya (Hopper).

Gambar 10. Weight Feeder dengan Material

Sehingga tindakan yang harus dilakukan adalah dengan melakukan pengecekan secara bertahap setiap 2 kali pengambilan sampel. Hal tersebut dilakukan untuk antisipasi material masuk dalam sensor pembaca yang menyebabkan mesin menjadi tidak akurat.

(11)

ii. Mesin Raw Grinding Mill

Masalah yang ditemui pada mesin ini adalah kurang optimalnya proses penggilingan akibat rusaknya sistem penekan berputar (Roller-Pressing System) yang berperan utama dalam proses pengadukan material. Hal tersebut disebabkan karena terjadinya kesalahan sistem seperti level material berada (1-2) cm di atas media penggiling. Kesalahan tersebut akan menyebabkan mesin berhenti bekerja karena roller mesin macet. Masalah lainnya adalah tersumbatnya katup penghubung dimana material seharusnya masuk.

Perencanaan yang dibuat untuk menangani permasalahan tersebut adalah:

1) Melakukan pemeriksaan setiap 2 jam sekali setelah pengambilan sampel. Hal tersebut dilakukan dengan tujuan memastikan semua material yang mengalami proses dapat lancar dan tidak tersumbat pada saluran penghubung.

2) Melakukan perventive maintenance secara berkala. Pelaksanaan perventive

maintenance yang diusulkan adalah dengan melakukan perhitungan rata-rata

dan simpangan baku waktu antar kerusakan untuk mesin raw grinding mill. Sehingga faktor-faktor yang menyebabkan mesin mengalami terjadinya waktu yang tidak produktif (down time) dapat dihindari.

3) Membuat skema pelaksanaan pemeliharaan secara berkala sebagai berikut.

MAINTENANCE PREVENTIVE MAINTENANCE PERIODIC MAINTENANCE PERIODIC INSPECTION PERIODIC SERVICE 10 HOURS (DAILY) 50 HOURS (WEEKLY) 250 HOURS (PERIODIC) 500 HOURS (PERIODIC) 1000 HOURS (PERIODIC) 2000 HOURS (PERIODIC)

Gambar 11. Perencanaan Pemeliharaan Berkala

c. Permasalahan ketiga terkait dengan kualitas tepung baku semen yang dihasilkan adalah masalah metode. Identifikasi permasalahan yang dilakukan menghasilkan fokus inti pembahasan pada metode penumpukan material pada gudang penyimpanan menggunaakan metode chevron. Mengubah metode penumpukan yang sebelumnya menggunakan metode chevron diganti menggunakan metode continous stockpiling. Metode penumpukan material dengan cara tersebut membuat material bahan baku menumpuk dengan tingkatan tertentu, sehingga material kasar akan jatuh pada dasar permukaan dan material kasar pada atas permukaan. Sehingga pengambilan material menggunakan penggaruk (reclaimer) memiliki proporsi yang diharapkan seragam.

(12)

Gambar 12. Perencanaan Perbaikan Metode Penumpukan Bahan Baku

d. Permasalahan dari faktor keempat yaitu lingkungan timbul dari masalah utama material tanah liat yang tidak lancar dari saluran masuk mesin rotary dryer, material longsor saat pindah gundukan, dan adanya debu dari mesin tanur putar (rotary kiln). Berikut ini merupakan upaya perencanaan yang dilakukan penulis untuk meningkatkan kualitas tepung baku semen (raw meal) dari sisi proses pada lingkungan.

i. Melakukan pemeriksaan secara berkala setiap 2 jam setelah pengambilan sampel. Hal tersebut dilakukan untuk memastikan bahwa material bahan baku yang akan diproses dapat lancar dan tidak menghambat proses. Konsep pemikiran yang dilakukan penulis adalah material tanah liat merupakan material yang juga berfungsi untuk menurunkan kadar kapur yang cukup tinggi.

Gambar 13. Perencanaan Perbaikan Aliran Material Tanah Liat

ii. Pada permasalahan debu yang memberikan pengaruh terhadap material lain, maka dibuat perencanaan yang merupakan usulan dari kepala bagian produksi dengan mengubah jalur tangkap debu (dust trap). Berikut merupakan skema perencanaan yang dibuat. Adapun dasar pemikiran penulis hasil diskusi dengan kepala bagian produksi adalah debu yang dihasilkan akibat pembakaran terak (clinker) di mesin tanur putar (rotary dryer), akan menyebabkan terjadinya penyimpangan komposisi material pembentuk produk. Jumlah debu (dust) yang masuk jalur penangkap debu (dust trap) adalah 3-4 ton/jam. Jumlah material tanah liat (clay) yang digunakan dalam proses setting point adalah 10 ton/jam. Hal tersebut akan menyebabkan setiap 13 ton/jam tanah liat yang digunakan mengandung debu sebanyak 3-4 ton/jam atau 30%-40%. Adapun akibat yang ditimbulkan adalah:

(13)

1) Pengendalian LSF akan sulit dilakukan.

2) Terjadi material longsor pada penampungan hopper karena material debu yang ukuran partikelnya sangat halus dan banyak.

3) Longsor yang terjadi menyebabkan terganggunya mesin penimbang material (weight feeder) karena material menimbun load cell dan sensor reader.

Berikut ini merupakan perencanaan perbaikan kualitas yang dibuat berdasarkan hasil identifikasi Kaizen 5W+1H.

Tab e l 4. R in gk as an R e n c an a d e n ga n P e n an ggu lan g an M as al ah M e tod e 5W+1 H

(14)

Mengevaluasi Tahapan Perencanaan

Perencanaan yang dibuat sebagai upaya untuk mengurangi penyimpangan yang terjadi pada modulus kimia LSF pembentuk material tepung baku semen, tidak dapat diterapkan langsung pada Unit Raw Mill Plant 1-2 PT. Indocement Tunggal Prakarsa dengan alasan akan mempengaruhi sistem yang sedang berjalan. Namun penerapan perbaikan kualitas dengan filosofi Kaizen adalah perbaikan yang dilakukan secara bertahap dan terus-menerus. Sehingga suatu hasil mutlak dari penerapan yang dilakukan tidak akan terlihat langsung, namun membutuhkan suatu proses. Permasalahan tersebut membuat dilakukannya pengendalian terhadap perencanaan yang ada menggunakan pendekatan PDCA (Plan-Do-Check-Action).

Menetapkan Masalah Mutu Penyimpangan Modulus LSF

Raw Meal

Manentukan Penyebab Masalah (Manusia, Mesin, Metode,

Lingkungan) Menetapkan Cara Penyelesaian Masalah Merencanakan Melaksanakan Memperbaiki Memeriksa Menilai Hasil

Menyusun Saran Tindak Lanjut

Sesuai

Tidak Sesuai

Gambar 10. Skema Evaluasi PDCA Perencanaan Perbaikan Sikap Kerja Menggunakan 5S

Berdasarkan sasaran perencanaan penanggulangan permasalahan peningkatan kualitas dengan mengurangi penyimpangan modulus LSF pada material tepung baku semen (raw meal), maka dilakukan pembahasan perencanaan 5S pada empat faktor yang menyebabkan permasalahan kualitas. 5S merupakan istilah dalam bahasa Jepang yang merupakan singkatan dari Seiri-Seiton-Seiso-Seikutse-Shitsuke atau dalam bahasa Indonesia yang berarti Ringkas-Rapi-Resik-Rawat-Rajin. Berikut ini merupakan pembahasan pada masing-masing faktor tersebut terkait dengan perbaikan sikap diri 5S.

Tabel 5. Rencana Penanggulangan Masalah Metode 5W+1H Terkait dengan 5S Metode

Seiri / Ringkas

Mengeluarkan dokumen yang tidak diperlukan selain daily operation.

Menyingkirkan dokumen selain lembar cheksheet

Mengubah Metode Penumpukan

Continous Stock Pilling

Menyingkirkan Peralatan selain Jig

Tools dari mesin Rotary Driyer.

Memisahkan Material bahan baku sesuai dengan

kandungannya. Seiton / Rapi

Membuat Standar Operasi Kerja Pada Papan

Informasi. Menambah rak penyimpanan dokumen laporan harian. Membuat jalur pengangkut material longsor. Memperbaiki keramik pelapis dinding mesin. Mengatur kinerja mesin stacker agar penumpukan seragam. Membuat rak penyimpanan Jig Tools . Mengawasi hopper penampungan.

Seiso / Resik Memberihkan sensor

reader secara teratur

Memberikan pelumas secara periodik pada

gear mesin

Mengeluarkan dokumen selain daily

operation

Membersihkan saluran masuk material secara

berkala.

Melakukan perawatan pada penampungan material agar tidak

longsor. Seiketsu / Rawat

Shitsuke / Rajin

Gemba Kaizen

Material Tanah Liat Tersumbat Material debu bercampur material Permasalahan Mesin Lingkungan Manusia

Sensor Reader Weight Feeder Rusak

Roller-Pressing System Rusak

Kesalahan Setting Point Kurang Pengawasan Teknik Penumpukan

Bahan Baku

Melakukan tahapan Seiri-Seiton-Seiso secara teratur

Melakukan tahapan Seiri-Seiton-Seiso-Seiketsu secara teratur dan terus-menerus Membersihkan area kerja dari debu material.

(15)

SIMPULAN DAN SARAN Kesimpulan

Berdasarkan hasil identifikasi terhadap proses produksi tepung baku semen (raw

meal) dengan menggunakan data periode Januari s.d September 2011 diketahui bahwa

proses penyebab kegagalan proses ada pada mesin weight feeder dengan tingkat permasalahan yang terjadi sebesar 37%.

Permasalahan kualitas yang menjadi fokus pembahasan setelah dilakukan identifikasi terhadap permasalahan yang menyebabkan terjadinya ketidaksesuaian produk tepung baku semen (raw meal) adalah pada parameter penyimpangan penyimpangan modulus LSF dengan tingkat persentase permasalahan sebesar 70,3% dari total keseluruhan permasalahan parameter kualitas.

Berdasarkan hasil wawancara yang dilakukan penulis terhadap pihak operator/karyawan PT. ITP, Tbk diketahui bahwa faktor penyebab dihasilkannya ketidaksesuaian produk tepung baku semen terhadap parameter kualitas yang ditentukan ada empat faktor, yaitu manusia, mesin, metode, dan lingkungan. Permasalahan pada faktor manusia adalah kurangnya pengawasan dan kesalahan setting point, permasalahan faktor mesin ada pada tidak optimalnya mesin weight feeder dan raw

grinding mill, permasalahan faktor metode ada pada teknik penumpukan bahan baku,

permasalahan faktor lingkungan karena tidak lancarnya material dan debu yang bercampur dengan bahan baku.

Perencanaan yang dibuat berdasarkan permasalahan pada faktor manusia adalah dibuatnya lembar pengawasan dalam bekerja dan instruksi kerja yang jelas, faktor mesin adalah dengan melakukan pemeriksaan secara berkala, faktor metode adalah mengubah menjadi menjadi metode continous stock pilling, faktor lingkungan dengan membuat jalur hubung debu menuju penampungan batu kapur. Perencanaan tersebut juga dilakukan dengan memberikan usulan dilaksanakannya prinsip 5S yaitu Seiri, Seito,

Seiso, Seiketsu, dan Shitsuke

Saran

Ada beberapa saran yang dapat disampaikan baik bagi perusahaan maupun bagi penelitian selanjutnya dalam meningkatkan kualitas produk tepung baku semen yang dihasilkan, sebagai berikut.

Sebelum melakukan penelitian pengendalian kualitas dengan menggunakan Kaizen, hendaknya menentukan perhitungan yang akan digunakan pada saat perhitungan dan melakukan pembatasan dari masalah yang akan diambil.

Penelitian sebaiknya dilakukan dengan jangka waktu yang lebih lama agar permasalahan terkait dengan standar kualitas tepung baku semen (raw meal) teridentifikasi dengan baik. Penerapan perbaikan juga memerlukan implementasi nyata untuk mengetahui hasilnya, namun baik tidaknya suatu hasil membutuhkan waktu cukup lama. Saran yang diberikan untuk melihat hasil implementasi adalah satu tahun sesuai dengan target management.

Penelitian dengan menggunakan teknik sumbang-saran (brainstorming) sebaiknya diajukan kepada banyak karyawan/operator yang ahli, sehingga tidak terdapat unsur subyektivitas peneliti.

(16)

DAFTAR PUSTAKA

Anonim. 2004. Standar Nasional Indonesia (Semen Portland). Badan Standarisai Nasional (15-2049-2004).

Ariani, D. Wahyu. 2004. Pengendalian Kualitas Statistik (Pendekatan Kuantitatif

dalam Manajemen Kualitas). Andi: Yogyakarta.

Assauri, Sofjan. 1993. Manajemen Produk dan Operasi, ed. 4. Lembaga Penerbit FEUI: Jakarta.

Austin, G., Jasjfi, E (Penterjemah). 1996. Indusrti Proses Kimia, ed. 5. Erlangga: Jakarta.

Buffa, E. & Sarin, R. 1995. Modern Production/Operation Management, 8th edition.

John Wiley & Sons. Inc: Los Angles (dalam Agus Maulana (Penterjemah). 1996. Manajemen Operasi dan Produksi Modern, ed. 8. Binarupa Akasara: Jakarta).

Darmawan, Muchtar. 2008. Pengendalian Kualitas. Universitas Pancasila: Jakarta. Duda, Walter H. 1984. Cement Data Book, International Process Engineering in the

Cement Industry, 2nd edition. Boverlag Gm Bh. Weis Baden and Berum, Mc

Donald and Evan: London (dalam Firdaus, Apriyadi. 2007. Proses Pembuatan

Semen PT. Holcim, Tbk. FT Universitas Sultan Ageng Tirtayasa: Banten).

Firdaus, Apriyadi. 2007. Proses Pembuatan Semen PT. Holcim, Tbk. FT Universitas Sultan Ageng Tirtayasa: Banten.

Gaspersz, Vincent. 2003. Metode Analisis Untuk Peningkatan Kualitas, ed. 2. Gramedia Pustaka Utama: Jakarta.

Imai, Maasaki.1992. Kaizen (Kunci Sukses Jepang Dalam Persaingan), ed. 2. PT. Pustaka Binaman Pressindo: Jakarta.

Karkoszka, T. & Honorowicz, J. 2009. ”Kaizen Philosophy a Manner of Continuous

Improvement of Processes and Product”. Journal of Achievements in Materials and Manufacturing Engineering . vol. 35 issue 2 August, p. 1-2

Kuswandi., Mutiara, E. 2004. Delapan Langkah Dan Tujuh Alat Statistik Peningkatan

Mutu Berbasis Komputer. PT. Elex Media Komputindo: Jakarta.

Schroeder, Roger g. 2007. Manajemen Operasi Jilid 2, ed. 3. Erlangga: Jakarta. (dalam Faiz Al Fakhri. 2010. Analisis Pengendalian Kualitas Produksi di PT. Masscom

Grahpy Dalam Upaya Mengendalikan Tingkat Kerusakan Produk Menggunakan Alat Bantu Statistik).

Tjiptono, F., Anastasia D. 2002. Total Quality Management, ed. 2. Andi: Yogyakarta. Urip, Ratmaya. 2003. Penggunaan Fly Ash. Scribd. http://www.scribd.com

/doc/84449599/17/Penggunaan-Fly-Ash. diakses tanggal 12 Juli 2012.

PT. Indocement Tunggal Prakarsa, Tbk. 2011. Mengimbangi Pertumbuhan Pasar Yang Signifikan (Laporan Tahunan 2011).

Gambar

Gambar 1. Bagan Metodologi Penelitian
Gambar 2. Bagan Proses Produksi Tepung Baku Semen
Gambar 4. Identifikasi Penyimpangan Modulus
Tabel 1. Data Modulus Rata-rata Raw Meal (Lanjutan)  12-Sep-11 101.30 2.58 1.65 2.26 0.02 0.02 13-Sep-11 98.78 2.54 1.67 6.21 0.07 0.03 14-Sep-11 98.07 2.51 1.67 3.00 0.03 0.03 15-Sep-11 96.89 2.49 1.68 4.75 0.06 0.04 16-Sep-11 97.75 2.42 1.66 4.37 0.03 0.
+7

Referensi

Dokumen terkait

Gejala yang klasik  yaitu terjadinya “trias malaria” secara berurutan  periode dingin ( 15  –  60 menit) yaitu penderita mulai menggigil, sering membungkus diri dengan

bahwa pasien thalassemia mayor wanita yang mendapat terapi kelasi secara teratur mengalami perkembangan payudara yang normal, serta kadar estradiol, pola menstruasi, dan ukuran

meningkatkan penjualan, harga pokok penjualan dan laba bruto induk perusahaan tapi tidak mempengaruhi pendapatan anak perusahaan sampai barang dagang tersebut dijual kembali

Unsur-unsur yang terlibat di dalam pengelolaan perpustakaan antara lain sumber daya manusia yaitu staf perpustakaan atau pustakawan, pengguna perpustakaan sebagai pihak

Berdasarkan hasil Penelitian yang dilakukan penulis mengenai pengaruh Kualitas Produk, Harga, Promosi Penjualan dan Brand Image terhadap keputusan pembelian mobil

Beeberapa hal yang kami garis bawahi dari hasil ada- lah perlu adanya monitoring jenis burung, Karena tidak menutup kemungkinan akan ada kembali jenis-jenis me-

Dari pendapat beberapa ahli dapat disimpilkan bahwa komunikasi adalah suatu proses penyampaian pesan/ informasi oleh komunikator baik secara langsung maupun tidak langsung melalui

Nilai rata-rata dari variabel ukuran perusahaan (UP) pada sektor property, real estate dan konstruksi banguna adalah 29,4192553 dengan nilai standar deviasi