• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB I PENDAHULUAN. kemakmuran suatu bangsa. Disepakatinya World Trade Organization (WTO)

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "BAB I PENDAHULUAN. kemakmuran suatu bangsa. Disepakatinya World Trade Organization (WTO)"

Copied!
11
0
0

Teks penuh

(1)

1

BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Perdagangan internasional merupakan suatu kegiatan meningkatkan kemakmuran suatu bangsa. Disepakatinya World Trade Organization (WTO) merupakan salah satu alasan bahwa negara-negara mulai ingin berupaya meningkatkan keadaan ekonomi negaranya ke ranah yang lebih besar yaitu internasional, didasarkan pada hubungan antara negara di bidang perdagangan dan ekonomi harus dijalankan dengan tujuan untuk meningkatkan standar hidup, menjamin lapangan kerja dan meninggkatkan penghasilan dan pemenuhan kebutuhan, pemanfaatan sumber-sumber daya dunia sepenuhnya, serta memperluas produksi serta pertukaran barang.

Penulis menulis ini dilatar belakangi oleh bagaimana organisasi internasional seperti World Trade Organization (WTO) melihat pelaku usaha tambang di Indonesia yang di indikasi menghambat perdagangan internasional dan sikap pemerintah Indonesia dalam mengatasi kondisi gencarnya komoditi korporasi asing memasuki pasar domestik Indonesia dalam sektor ekspoitasi pertambangan, tidak hanya dilihat dari hal tersebut tetapi dilihat juga dari banyaknya negara-negara lain yang juga bergantung pada Indonesia dalam sektor pertambangan. Dengan melihat hal tersebut cara untuk mencapai tujuan yang seimbang dan adil diantara negara-negara tersebut adalah dengan mengadakan pengaturan timbal balik yang saling menguntungkan untuk mengurangi tarif dan

(2)

2

hambatan-hambatan perdagangan lain serta menghilangkan diskriminasi dalam perdagangan internasional.1

Perdagangan internasional merupakan salah satu aktivitas ekonomi yang sudah sangat tua dan penting sepanjang sejarah. Perdagangan internasional memainkan peranan penting dalam perekonomian negara dan perekonomian dunia. Volume perdagangan internasional berkembang sangat pesat terus meningkat dari tahun ke tahun, setidaknya bisa dilihat dari perhitungan World

Watch Institute yang menggunakan data dari IMF (International Monetary Fund)

mengenai perkembangan volume ekspor dunia dari tahun ke tahun antara 1960-2016.2 IMF memprediksi pertumbuhan ekonomi dunia dari 2015-2018. 2015 mencapai 3,4 persen dan hingga pada saat ini 2018, pertumbuhan ekonomi dunia mencapai 3,7 persen.3

Tentu saja keinginan tiap negara adalah untuk meningkatkan pertumbuhan ekonominya membuat pasar dunia dewasa ini cenderung semakin terbuka dan semakin bebas dari hambatan. Semakin berkembang dan bebasnya perdagangan merupakan sesuatu yang tidak dapat dihindari karena setiap negara yang melakukan kegiatan perdagangan internasional menghendaki pasar dunia yang terbuka bagi produk dalam negerinya untuk dapat diekspor ataupun impor guna untuk memajukan juga perekonomian dalam negeri. Oleh karena itu, untuk mempermudah laju ekspor/impor barang tersebut, salah satu cara yang dapat

1 Pembukaan GATT 1947

2 Worldwatch Institute. World Export as Percentage of Gross Product 1950-1998 and World Export as Percentage of Gross Product 1950-2016. Exports of goods and services (% of

GDP) https://data.worldbank.org/indicator/NE.EXP.GNFS.ZS. (diakses pada 30 Mei 2018)

3 World Economic Outlook, Tinjauan dari Proyeksi Prospek Ekonomi Dunia, Perbedaan didasarkan pada pembulatan angka untuk saat ini dan April 2017 Ramalan World Economic Outlook. https://www.imf.org/id/Publications/WEO/Issues/2017/07/07/world-economic-outlook-update-july-2017#Table. (diakses pada 30 Mei 2018)

(3)

3

dilakukan adalah mengupayakan sebisa mungkin agar setiap hambatan perdagangan baik tarif maupun non-tariff dapat dikurangi atau dihapuskan melalui diadakannya perjanjian bilateral, regional maupun multilateral. Pada tahun 1995, Indonesia secara resmi masuk dan menjadi anggota suatu organisasi internasional yaitu World Trade Organization dan meratifikasi seluruh perjanjian World Trade

Organization. Indonesia masuk dalam World Trade Organization dengan melalui

Undang-Undang No. 7 Tahun 1994 tentang Pengesahan Agreement Establishing

The World Trade Organization (Persetujuan Pembentukan Organisasi

Perdagangan Dunia) yang menyatakan bahwa Indonesia mengesahkan persetujuan pembentukan organisasi perdagangan dunia.4

Namun dalam perjalanan perkembangannya tidak jarang, kebijakan yang diberlakukan maupun dari peraturan perdagangan internasional ataupun nasional terkadang bertentangan dengan mekanisme pasar dan tidak sesuai dengan perdagangan bebas sehingga menghambat majunya pasar bagi pelaku bisnis negara lain. Kondisi seperti ini memicu meningkatnya persaingan perdagangan antara negara sebagai konsekuensi atas berbagai kebijakan yang dikeluarkan oleh masing-masing negara dalam rangka memperbaiki kondisi perekonomian negaranya masing-masing. Perbedaan tersebut antara lain mengenai asumsi persaingan sempurna, constant return to scale dan barang yang homogen berubah menjadi persaingan tidak sempurna, increasing return to scale dan perbedaan produk.5

4 Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1994 tentang Pengesahan Agreement Establishing The World Trade Organization (Persetujuan Pembentukan Organisasi Perdagangan Dunia).

5 Krugman, Paul R & Obstfeld, Maurice, Internasional Economics, Theory and Policy,

(4)

4

Sedangkan, hambatan perdagangan (trade barriers) adalah semua kebijakan atau praktik yang dilakukan pemerintah atau peraturan suatu negara yang menghambat perdagangan bebas (free trade), yang menghambat arus barang, jasa dan modal antar negara yang saling berkerja sama dalam ruang lingkup internasional. Hambatan tersebut biasanya cenderung dipandang sebagai tindakan yang diberlakukan pemerintahan suatu negara terhadap pasar bebas (free market) untuk jual beli barang dan jasa secara internasional. Perdagangan bebas sendiri adalah suatu kondisi perdagangan lintas negara tidak dihambat oleh bea cukai, kuota, peraturan atau hambatan lainnya untuk penggerakan barang dan jasa.6 Perdagangan bebas adalah keadaan dimana arus perdagangan yang didasarkan atas penawaran dan permintaan secara bebas dari upaya pengaturan, pengawasan atau pembinaan pemerintah dan hambatan lainnya.

Singkatnya, perdagangan bebas adalah keadaan dimana yang harusnya tidak ada campur tangan pemerintah dalam bentuk apapun terhadap arus perdagangan internasional yang bebas. Setiap tindakan yang menyimpang dari perdagangan bebas umumnya cenderung bertujuan untuk memberi perlindungan bagi keadaan dalam negeri terhadap persaingan luar negeri disebut sebagai kebijakan proteksionistis (protectionistic)7 atau tindakan dengan mengambil langkah membatasi masuknya barang impor atau masuknya barang ke dalam negeri dalam upaya melindungi hasil produksi industri dalam negeri. Hambatan perdagangan tersebut cenderung mengurangi efisiensi kegiatan perekonomian negara, karena masyarakat tidak dapat mengambil keuntungan dari produktivitas negara lain.

6 Graham Dunkley (2001) dikutip dari Rusli Pandika, Sanksi Dagang Unilateral Di Bawah Sistem Hukum WTO, Cetaka Ke-1, P.T Alumni, 2010, hlm. 139.

(5)

5

Pihak yang pasti diuntungkan dari diberlakukannya hambatan perdagangan tersebut tidak lain adalah tentunya produsen dan pemerintah. Produsen mendapatkan proteksi dari hambatan perdagangan, sementara pemerintah mendapatkan penghasilan dari bea-bea atau antara lain yaitu pajak. Dalam perdagangan internasional hubungan antar negara tidak selalu berjalan dengan lancar. Pasti ada beberapa hambatan yang akan mempengaruhi kegiatan perdagangan internasional, salah satunya adalah adanya kebijakan impor/ekspor yang dilakukan suatu negara. Dengan dilaksanakannya suatu kebijakan yang diberlakukan oleh suatu negara cenderung akan menghambat dan membatasi masuknya barang ke negara, karena secara otomatis masing-masing negara akan berusaha untuk melindungi produk dalam negerinya, seperti adanya diberlakukan pembatasan kuota impor/ekspor atau larangan impor/ekspor terhadap barang-barang tertentu contohnya seperti yang sangat marak saat ini, yaitu impor/ekspor mineral dan batu bara. Indonesia merupakan salah satu negara terbesar di dunia dalam sektor pertambangan, mengingat mineral merupakan golongan sumber daya alam yang tidak dapat diperbarui. Dari sebab itu maka timbul lah rasa ingin melindungi kepentingan negara, dan sebagaimana bisa dilihat dari amanat UUD 1945 Pasal 33 Ayat 3. Maka perlu adanya peraturan terhadap pengolahan, produksi hingga mulai diberlakukannya batasan ekspor mineral Indonesia ke negara lain. Selain itu ketersediaan mineral dapat menjaga produksi dalam negeri. Untuk melaksanakan amanat UUD 1945 tersebut pemerintah menerbitkan Undang-Undang No. 4 Tahun 2009 tentang Pertambangan Mineral dan Batubara disahkan sebagai pengganti Undang-Undang No. 11 Tahun 1967 tentang Ketentuan-Ketentuan Pokok Pertambangan.

(6)

6

Undang-undang Minerba tesebut disetujui oleh DPR pada tanggal 16 Desember 2008. Namun seiring berkembangnya dunia pertambangan, undang-undang tersebut dilihat mulai tidak sesuai dengan kondisi saat ini dan yang akan datang terutama globalisasi dan perkembangan teknologi di Indonesia. Untuk itu pemerintah berupaya menyusun undang-undang yang lebih stategis khususnya dibidang pertambangan mineral dan batubara. Undang-undang tersebut disusun sebagai landasan hukum pengelolaan hasil tambang di Indonesia. Sesuai dengan ketentuan Undang-Undang No. 4 Tahun 2009 tentang Pertambangan Mineral dan Batubara sektor pertambangan di Indonesia harus mulai menerapkan kebijakan bahwa perusahaan tambang mineral dan batubara wajib melakukan dan membangun pengolah dan pemurnian khususnya pada bahan tambang mineral. Melalui penerapan tersebut ekspor mineral mentah akan dilarang bila dilakukan tanpa pengolahan dan pemurnian terlebih dahulu. Pemerintah memberikan tenggang waktu lima (5) tahun sejak diputuskan pada 2009 yaitu untuk pembangunan pabrik pengolahan pemurnian mineral dan bahan tambang metah lainnya atau smelter.

World Trade Organization (WTO) sendiri merupakan satu-satunya badan

internasional yang secara khusus mengatur masalah perdagangan antar negara. Sistem perdagangan multilateral WTO diatur melalui suatu persetujuan yang berisi aturan-aturan dasar perdagangan internasional sebagai hasil perundingan yang telah ditandatangani oleh negara-negara anggota. Persetujuan tersebut merupakan kontrak antar negara-anggota yang mengikat pemerintah untuk mematuhinya dalam pelaksanaan kebijakan perdagangan di negaranya masing-masing. Mekanisme pasar yang semakin terbuka dan bebas itulah, hal tersebut

(7)

7

selalu diwarnai oleh persaingan perdagangan yang tinggi. Akibat dari persaingan inilah yang menimbulkan terjadinya permasalahan atau sengketa dagang antara negara-negara. Pada saat yang bersamaan, keterbukaan pasar harus disertai dengan kebijakan nasional dan internasional yang sesuai dan yang dapat memberikan kontribusi terhadap pertumbuhan dan pembangunan ekonomi sesuai dengan kebutuhan dan aspirasi setiap negara anggota. WTO sebagai pilar utama globalisasi di bidang perdagangan menunjukkan semakin dominan peranannya dalam perekonomian dunia. Dalam kondisi ini Indonesia menghadapi dilema yang cukup besar. Disatu sisi Indonesia tidak ingin terisolir dari arus perdagangan utama dunia. Namun di lain pihak jika perdagangan bebas dipaksakan diperlakukan sekarang, akan banyak memukul industri dalam negeri yang belum siap menghadapi liberalisasi perdagangan ini.

Dalam salah satu Artikel perjanjian WTO dijelaskan negara anggota WTO sama sekali tidak boleh melakukan pembatasan numerik atau berdasarkan dari jumlah barang tersebut, maupun secara menyeluruh. Walaupun sudah diratifikasikan oleh pemerintah, tujuan utamanya adalah untuk membantu para produsen barang dan jasa, eksportir dan importir dalam kegiatan perdagangan dan terbukanya pasar nasional terhadap perdagangan internasional dengan pengecualian yang patut atau fleksibilitas yang memadai, dipandang akan mendorong dan membantu pembangunan yang berkesinambungan, meningkatkan kesejahteraan, mengurangi kemiskinan, dan membangun perdamaian dan stabilitas. Meski demikian seharusnya perumusan Undang-Undang No. 4 Tahun 2009 tentang Pertambangan dan Mineral Batubara dapat diputuskan secara bijak.

(8)

8

Indonesia juga tetap memiliki kedaulatan namun dengan bergabung dalam instrumen hukum internasional seperti WTO, maka Indonesia tetap harus memiliki komitmen juga untuk secara sukarela mematuhi hukum Internsional tersebut. Menjadi pokok bahasan adalah sesuai supremasi hukum Internasional, seluruh perbuatan dalam hukum nasional, tidak dapat menjadi pembenaran pelanggaran terhadap hukum Internasional. Aturan tersebut berdampak cukup besar pada produksi pertambangan di Indonesia yang berakibat tidak dapat dijualnya barang produksi dalam negeri demikian pula sebagian dan hanya akan ditimbun begitu saja, karena dilarang untuk diekspor. Substansi undang-undang Mineral dan Batubara tersebut dinilai termasuk menentang undang-undang Internasional, karena menerapkan pembatasan dalam ekspor. Sementara dalam keikutsertaan Indonesia dalam World Trade Organisation (WTO) yang harusnya tidak dibenarkan menerapkan batasan dalam ekspor maupun impor. Bagaimana tindakan WTO mengatasi permasalahan ini dan masalah-masalah yang timbul, dapat dilihat jika ada negara-negara yang mempertanyakan kebijakan hilirisasi tersebut.

B. Rumusan Masalah

Apakah tindakan Indonesia dalam mewajibkan kebijakan smelter yang sebagaimana tertuang dalam Undang-Undang Pertambangan dan Mineral Batubara No. 4 Tahun 2009 bertentangan dengan ketentuan GATT/WTO?

(9)

9

Adapun tujuan penelitian ini untuk mengetahui dan menganalisis apakah tindakan Indonesia dalam mewajibkan kebijakan smelter yang sebagaimana tertuang dalam Undang-Undang Pertambangan dan Mineral Batubara No. 4 Tahun 2009 bertentangan dengan ketentuan GATT/WTO.

D. Manfaat Penelitian

Adapun manfaat yang didapatkan dari penelitian ini adalah sebagai berikut: 1. Untuk mengetahui apakah tindakan Indonesia dalam mewajibkan

kebijakan smelter yang sebagaimana tertuang dalam Undang-Undang Pertambangan dan Mineral Batubara No. 4 Tahun 2009 bertentangan dengan ketentuan GATT/WTO.

2. Penelitian ini juga diharapkan dapat dijadikan sebagai pedoman dalam penelitian yang sesuai dengan bidang penelitian yang penulis teliti.

E. Metodologi Penelitian

Metode yang digunakan dalam penitilian ini adalah metode Normatif. Metode Normatif adalah metode yang digunakan dalam penelitian hukum dengan cara meneliti bahan hukum itu sendiri. Penulis menggunakan pendekatan Undang-Undang. Pendekatan Undang-Undang dilakukan dengan menelaah semua Undang-Undang dan regulasi yang bersangkutpaut dengan isu hukum yang sedang ditangani.8 Tahapan pertama penelitian hukum normatif adalah penelitian yang ditujukan untuk mendapatkan hukum objektif (norma hukum), yaitu dengan

8 Peter Mahmud Marzuki, Penelitian Hukum, Edisi 1, Catakan ke-1, Kencana, Jakarta,

(10)

10

mengadakan penelitian terhadap masalah hukum. Tahapan kedua penelitian hukum normatif adalah penelitian yang ditujukan untuk mendapatkan hukum subjektif (hak dan kewajiban).

1. Statute Approach (Pendekatan Undang-Undang)

Pendekatan ini dilakukan dengan menelaah semua peraturan perundang-undangan yang bersangkut paut dengan permasalahan (isu hukum) yang sedang dihadapi. Bahan-bahan yang menjadi kajian dalam penelitian ini adalah bahan-bahan hukum. Diantaranya antara lain; bahan hukum primer, yaitu Undang-Undang Nomor 4 Tahun 2009 tentang Pertambangan Mineral dan Batubara; Peraturan Pemerintah Republik Indonesia No. 23 Tahun 2010 tentang Pelaksanaan Kegiatan Usaha Pertambangan Mineral dan Batubara; Peraturan Pemerintah Republik Indonesia No. 1 Tahun 2017 Tentang Perubahan Keempat Atas Peraturan Pemerintah Republik Indonesia No. 23 Tahun 2010 tentang Pelaksanaan Kegiatan Usaha Pertambangan Mineral dan Batubara; Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1994 tentang Pengesahan Agreement Establishing The World

Trade Organization (Persetujuan Pembentukan Organisasi Perdagangan Dunia); General Agrement on Tariffs and Trade; WTO

Analytical Index GATT 1994 Article XI General Elimination Of Quantitative Restrictions; WTO Analytical Index GATT 1994 –

Article XX General Exceptions; The Agreement on Trade-Related

(11)

11

2. Conceptual Approach (Pendekatan Konseptual)

Pendekatan merupakan jenis pendekatan dalam penelitian hukum yang memberikan sudut pandang analisa penyelesaian permasalahan dalam penelitian hukum dilihat dari aspek konsep-konsep hukum yang di latar belakanginya.

3. Deskriptif Kualitatif

Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengungkapkan kejadian atau fakta, keadaan, fenomena, variabel dan keadaan yang terjadi saat penelitian berlangsung dengan menyuguhkan apa yang sebenarnya terjadi. Penelitian ini menafsirkan dan menguraikan data yang bersangkutan dengan situasi yang sedang terjadi di Indonesia dalam lingkup pelaku usaha pertambangan dipandangan organisasi internasional atau World Trade Organization, sikap serta pandangan yang terjadi di dalam suatu masyarakat, pertentangan antara dua keadaan atau lebih, perbedaan fakta yang ada antara kedua belah pihak, serta pengaruhnya terhadap kondisi tersebut, dan sebagainya.

Referensi

Dokumen terkait

Tujuan umum penelitian ini adalah untuk mengkaji penggunaan asap cair tempurung kelapa sebagai pengawet nira yang lebih terkontrol dan lebih aman, sedangkan tujuan khususnya yaitu

Penjadwalan kerja pada perusahaan dilakukan dengan menggunakan dua metode, yaitu metode penambahan jam kerja lembur dan metode penambahan tenaga kerja (Baroto, 2002; Nasution,

merupakan salah satu bentuk aktivitas utama dalam diplomasi komersial, maka terwujudnya promosi investasi smelter bauksit oleh Indonesia ke Jepang dan China yang

Dari surat dakwaan yang disusun oleh jaksa penuntut umum menunjukkan bahwa pasal 64 KUHP ini relevansinya adalah melihat keterkaitan antara peristiwa tanggal 12 September 1984

Perbaikan, pemugaran, dan pemeliharaan bangunan gedung dan lingkungan yang harus dilindungi dan dilestarikan harus dilakukan dengan memperhatikan nilai sejarah dan keaslian

Namun sangat disayangkan dari dulu sampai saat ini belum mampu mencapai target yang harapkan karena selalu dihadapkan pada permasalahan yang sama, yaitu penempatan transmigran

Banyaknya usaha/perusahaan yang telah terdaftar berdasarkan UU No.3 Tahun 1982 di Dinas Koperasi, Perindustrian, dan Perdagangan Kabupaten Banggai Kepulauan (termasuk

Dari Tabel 5 dapat dikemukakan bahwa nilai IS famili Dipterocarpaceae antara di hutan primer dengan semua kawasan hutan bekas tebangan pada semua tingkat perkembangan