• Tidak ada hasil yang ditemukan

PEMULIAAN ANGGREK BERBASIS TEKNIK MOLEKULER

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "PEMULIAAN ANGGREK BERBASIS TEKNIK MOLEKULER"

Copied!
5
0
0

Teks penuh

(1)

Pemuliaan tanaman hias di Indonesia sudah saatnya memanfaatkan teknologi berbasis molekuler. Pemanfaatan teknologi ini sudah mendunia dan seharusnya membuka mata kita dengan hasil-hasil yang telah dicapainya. Selama ini pemuliaan konvensional memang telah memberi kontribusi yang besar pada hibrida baru setiap tahun. Namun, terobosan baru sangat diperlukan untuk memenuhi tuntutan pasar tanaman hias di era sekarang. Khususnya pada anggrek, bioteknologi atau teknik biologi molekuler dapat memainkan peranan penting bagi peningkatan sifat komersial hibrida anggrek bila dikombinasikan dengan sistem kultur jaringan. Dengan isolasi dan karakterisasi gen yang mengatur pertumbuhan dan perkembangan tanaman anggrek akan membantu memahami fungsinya. Bila semua dapat terlaksana, tidak mustahil pemanfaatan teknik molekuler dapat meningkatkan optimisme bahwa hibrida anggrek dengan ciri-ciri novel dapat dinikmati melalui pemuliaan molekuler di Indonesia.

Anggrek sangat diminati masyarakat karena keindahan dan keragaman bunganya. Keluarga terbesar tanaman berbunga ini banyak di antaranya memiliki nilai komersial, sebagai bunga potong atau bunga pot (Griesbach 2002).

Konsumsi dan pengembangan anggrek di dunia sangat luar biasa dan sudah sangat maju di luar negeri. Metode pemuliaan konvensional dengan cara penyilangan dan seleksi yang telah dilakukan terus menerus, membuka jalan bagi para pemulia untuk menciptakan varietas baru yang memiliki sifat-sifat yang diinginkan yaitu bentuk, warna, aroma, arsitektur tanaman, lama kesegaran maupun ketahanan terhadap hama dan penyakit. Namun demikian, semua karakter positif tidak mungkin berada dalam satu rangkaian genom spesies tunggal saja. Pendekatan molekuler telah membuka cara baru untuk transformasi genetik tanaman dengan tujuan merangkai sifat-sifat baru, seperti bentuk tanaman, bunga, dan arsitektur pembungaan, aroma, dan lain-lain. Aplikasi potensi teknologi ini sedang gencar-gencarnya diusahakan oleh banyak institusi di luar negeri. Semua teknologi yang digunakan semata-mata adalah untuk mencapai perakitan kultivar novelty yang telah menjadi faktor penting dalam pasar dan produksi anggrek komersial, yang tentunya merupakan sasaran utama pengembangan varietas baru di dalam industri tanaman hias. Modifikasi genetik molekuler dapat diadopsi pemulia untuk memunculkan tanaman dengan sifat estetika baru atau novelty tersebut. Beberapa penelitian

PEMULIAAN ANGGREK

(2)

tentang transformasi Phalaenopsis, Oncidium, Cymbidium, dan Dendrobium telah banyak yang berhasil dan telah banyak dilaporkan meskipun dalam prosesnya masih banyak hambatan. Gen - Gen Target yang Telah Dimodifikasi Secara Molekuler

Gen modifikasi postur tanaman

Di kalangan industri anggrek, bentuk-bentuk tanaman kerdil mulai diminati konsumen. Berbagai usaha dilakukan untuk membentuk tanaman menjadi kerdil antara lain melalui pemberian zat penghambat seperti paclobutrazol, atau melalui kultur in vitro menggunakan thidiazuron, yang sedang populer dilakukan adalah menggunakan gen dwarf. Gen dwarf sudah dikenal sejak tahun 1980-an yang ditemukan pada jagung, berikutnya pada padi. Pada Arabidopsis ditemukan Arabidopsis gai gene yang menyebabkan kekerdilan tanaman pada krisan, dengan cara melemahkan respons terhadap GA. Beberapa gen telah diintroduksikan seperti gen AtGA2ox7 dan AtGA2ox8 menyebabkan fenotip kerdil pada tembakau. Gen AtGA2ox7 dan AtGA2ox8 bekerja dengan cara mendegradasi C19-giberelin (GA3) yang dilakukan oleh dioxygenase melalui 2β-hydroxilase yang menghasilkan produk GA3 yang tidak aktif (Rajesh et al. 2008). Pada anggrek masih jarang dilakukan penelitian untuk mendapatkan tanaman kerdil, hal ini memberikan inspirasi pada pemulia anggrek di Indonesia untuk mengembangkan tanaman anggrek mini. Salah satu cara dengan menyeleksi sumber gen dwarf dari tanaman hasil silangan anggrek yang berkarakter mini. Gen modifikasi warna

Warna bunga merupakan hal yang paling menarik untuk dimanipulasi secara genetik, terbukti telah banyak hasil yang dipublikasikan di luar negeri. Modifikasi warna bunga ini dapat dilakukan dengan cara memodifikasi mekanisme peningkatan produksi pigmen, termasuk di antaranya pada flavonoid, karotenoid, dan betalains. Flavonoids berkontribusi spektrum yang luas dari warna pada tanaman, termasuk merah, biru, pigmen kuning, dan ungu. Enam subgroup dari flavonoid pada tanaman, di antaranya adalah flavon, flavonol, flavandiol, chalcone, anthocyanin, dan tanin terkondensasi (atau proanthocyanidin). Biosintesis pigmen

antosianin dan copigmen flavonol membuat bunga mencolok. Modifikasi langsung dari produksi antosianin telah dicapai dalam beberapa spesies tanaman, seperti petunia dan anyelir. Tanaman liar anyelir telah dimodifikasi untuk menghasilkan warna biru setelah diintroduksi dengan gen flavonoid heterolog 3’, 5’-hidroksilase (F3’5’H) (Fukui et al. 2003). APOC 11 di Okinawa Jepang tahun 2013 menghadirkan anggrek Phalaenopsis berwarna biru hasil rekayasa genetik karya Prof. Mii dari Universitas Chiba di Jepang. Gen yang diintroduksikan tersebut merupakan F3’5’H yang diisolasi dari Commelina communis dengan mekanisme insersi F3’5’H untuk membelokkan biosintesis Coumaroyl-CoA + 3 х Malonyl-CoA menjadi Dihidrokaemferol yang seharusnya menjadi Pelargonium pada tanaman secara umum (Gambar 1), dengan adanya enzim flavanoid 3, hydroxylase akan menjadi dihydro quercetin, dengan enzim 3, 5, hydroxylase menjadi dihydro myricetin, selanjutnya dengan enzim dihydro flafonol-4-reductase (DFR) menjadi delphinidin. Delphinidin dengan GT, AT menjadi delphinidin-based anthocyanin yang berwarna biru.

Anyelir transgenik dengan nuansa warna yang dipilih ini telah diperkenalkan di pasar Jepang. Bunga cyclamen telah dimodifikasi dari warna purple menjadi merah atau pink, gentiana jepang biru menjadi putih, Lotus japonicus kuning menjadi oranye, Phalaenopsis, Torenia, dan Krisan (Nakamura et al. 2010). Ini menunjukkan kemungkinan melakukan modifikasi warna bunga melalui teknologi gen dalam tanaman non - pangan. Contoh lain, pada tanaman morning glory (Ipomoea tricolor cv. Biru Surgawi), pergeseran warna dari merah keunguan menjadi biru saat bunga mekar pada kelopak biru disebabkan oleh peningkatan pH vakuola 6,6–7,7 dalam sel lapisan epidermis. Peningkatan pH vakuola di kelopak bunga saat mekar adalah karena transpor aktif Na+ dan/atau K+ dari sitosol ke vakuola oleh pengubah Na+ / H+ (Tanaka et al. 2009). Manipulasi pergeseran warna biru mungkin memiliki potensi aplikasi dalam modifikasi warna bunga Phalaenopsis dengan menggunakan penukar Na+/H+ dari bunga morning glory, Doritis pulcherrima (biru bunga), atau jenis tanaman lain dengan menggunakan teknologi transformasi genetik. Hal ini dapat membuka alternatif pilihan bagi Phalaenopsis biru transgenik.

(3)

Gen untuk memodifikasi arsitektur pembungaan

Percabangan malai (inflorescence) bunga merupakan sifat penting pada bunga potong seperti Oncidium. Standard internasional bunga potong Oncidium, kurang lebih enam percabangan. Kondisi ini sangat dipengaruhi oleh musim. Musim panas dan lembab pada daerah subtropis, percabangan terhambat hingga hanya mencapai satu cabang saja. Namun, pada musim dingin dan musim semi percabangan meningkat. Mekanisme kontrol arsitektur pembungaan selama ini belum diketahui, namun demikian dapat dipelajari pemahaman kita tentang percabangan tunas melalui pengamatan dan penelitian pada tanaman lain. Beberapa gen yang telah diamati yang memiliki peran penting dalam percabangan antara lain: gen yang mengkode kelompok protein poliena dioxygenase, gen CCD (carotenoid cleavage dioxygenase) (Dad1/ PhCCD8) yang diidentifikasi dari tunas dan akar petunia, enzim CCD menghambat percabangan Gen untuk memperpanjang vase life

Masalah memperpanjang vase life (lama kesegaran) sangat populer di negara-negara pengekspor bunga potong, karena biasanya vase life yang lebih panjang diperlukan untuk mengatasi jarak tempuh pengiriman di luar daerah. Upaya-upaya cepat telah dilakukan dan teknologi telah berkembang dan bergeser ke arah

Gambar 1. Jalur biosintesis anthosianin (Tanaka et al. 2009)

teknologi molekuler. Anggrek Oncidium dan Odontoglossum telah berhasil diintroduksi dengan gen etr1 (Bovy et al. 1995) dari Arabidopsis untuk menurunkan sensitivitas etilen eksogen. Di Thailand telah dimulai penelitian dengan tujuan yang sama pada anggrek Dendrobium potong, namun dengan cara berbeda yaitu menggunakan gen antisense yang memblokir pembentukan etilen. Baru - baru ini diperoleh gen reseptor etilen yang termutasi, gen ipt yang mampu menunda penuaan (Sogo et al. 2012 ).

Gen yang manipulasi aroma

Salah satu daya pikat bunga anggrek pada konsumen adalah aroma. Beberapa anggrek asli Indonesia memiliki aroma yang bermacam-macam dan harum. Spesies-spesies Phalaenopsis beraroma wangi seperti Phalaenopsis amboinensis, Phalaenopsis violacea atau bellina, dan Phalaenopsis schilleriana. Beberapa spesies lain juga beraroma wangi antara lain adalah Dendrobium crumenatum (anggrek merpati), Dendrobium anosmum, Vanda tricolor, dan Vanda limbata. Komponen utama yang ada dalam tanaman Phalaenopsis violacea adalah linalool dan geraniol yang produksinya dikendalikan oleh gen linalool sintase. Gen yang mengkode linalool sintase juga ada pada tanaman lain seperti artemisia dan kemangi, bahkan gen ini telah diisolasi dan dikarakterisasi. Gen sintase geraniol juga telah diisolasi dari tanaman basil. Gen

(4)

sintase monoterpen dari lemon juga sudah pernah diisolasi dan bahkan sudah pernah disisipkan ke tanaman tembakau sehingga aroma meningkat pada bunga tembakau. Hal ini memberikan inspirasi potensi penggunaan gen heterolog untuk diintroduksikan ke genom anggrek untuk membuat anggrek lebih wangi.

Gen yang mengontrol pembungaan

Anggrek memiliki perilaku pembungaan berbeda-beda. Beberapa anggrek spesies berkarakter merespons terhadap fotoperiodik dan zat pengatur tumbuh. Pada Phalaenopsis, dalam waktu 4 minggu dengan suhu malam hari sekitar 15o–20°C dan suhu siang hari sekitar 25°C akan mendorong pembungaan. Intensitas cahaya selama periode induksi suhu rendah dapat memengaruhi pembentukan tangkai bunga. Hal ini telah menjadi standar untuk mengontrol pembungaan pada anggrek Phalaenopsis yang bermanfaat untuk mengatur jadwal produksi. Regulasi ekspresi gen yang mampu merangsang dan memberhentikan pembungaan telah dipelajari pada tanaman Arabidopsis dan tanaman monokotil. Hasilnya menunjukkan bahwa konservasi gen serupa ada pada spesies tanaman lain yang berbeda. Salah satu gen terkait yang mengkode fase perubahan dari vegetatif ke tahap reproduksi adalah gen (LFY) LEAFYb (Benloch et al. 2007). Gen tersebut sudah pernah dikloning dari Phalaenopsis hibrida.

Gen untuk induksi jantan mandul

Tidak kalah pentingnya, gen untuk menginduksi male sterility (jantan mandul). Jantan mandul merupakan suatu keadaan tanaman yang tidak memiliki polen fungsional. Jantan mandul akan bermanfaat untuk pembuatan benih hibrida dan biasanya digunakan dalam skala komersial. Hibrida seringkali menampilkan fenotip yang vigor, yang biasanya memiliki karakter lebih superior dibandingkan dengan kedua tetuanya. Gen PsEND1 menyebabkan penundaan degradasi tapetum dari dinding anthera dan mereduksi butir polen (Sogo et al. 2012). Tanaman yang diintroduksi dengan gen tersebut tidak akan memiliki polen yang sempurna sehingga menjadi tanaman yang polennya steril. Apabila pada anggrek dapat dilakukan teknik jantan mandul, akan sangat mudah mengendalikan pasar dan jenis-jenis anggrek yang telah dikembangkan selama ini tidak akan mudah hilang.

Gen untuk ketahanan hama dan penyakit Di era sekarang, tanaman yang sehat merupakan tuntutan yang tidak kalah penting agar berdaya saing tinggi. Tanaman yang tahan terhadap hama dan penyakit sangat dibutuhkan untuk mengurangi penggunaan pestisida dan insektisida dalam suatu budidaya anggrek. Gen ketahanan terhadap penyakit telah banyak diteliti dan diaplikasikan pada anggrek. Gen wasabi yang telah diintroduksikan pada tanaman anggrek Phalaenopsis untuk menahan serangan mikroba Erwinia carotovora yang dapat menyebabkan penyakit busuk lunak (Sjahril et al. 2006). Teknologi Transformasi Genetik pada Anggrek

Teknologi introduksi gen dikenal sebagai teknologi transformasi genetik. Pada anggrek, teknologi transfer gen sudah banyak dilakukan baik menggunakan particle gun (particle bombardment) maupun melalui mediasi Agrobacterium tumefascient. Namun, kunci keberhasilan transfer gen ke suatu tanaman adalah pada regenerasi tanamannya. Transformasi genetik pada anggrek sudah banyak dipublikasikan termasuk pada Dendrobium, Oncidium, Cymbidium, & Phalaenopsis (Julkifle et al. 2010, Subramaniam & Rahman 2010). Meskipun demikian, tidak mudah menggunakan protokol yang telah diperoleh sebelumnya tersebut, untuk melakukan transformasi genetik pada tanaman yang diinginkan saat ini. Hal ini disebabkan protokol regenerasi pada masing-masing spesies berbeda-beda, selain itu untuk menghindari variasi somaklonal dalam tanaman transgenik sangat sulit apabila sistem regenerasinya tidak handal.

Perkembangan Pemuliaan Tanaman Hias Berbasis Molekuler di Indonesia

Pemanfaatan teknologi berbasis molekuler yang diterapkan pada tanaman hias terutama anggrek di Indonesia masih sangat jarang sehingga tidak banyak ditemukan laporan mengenai introduksi gen pada tanaman anggrek. Keterlibatan kalangan akademisi lebih menonjol dalam penggunaan teknologi molekuler untuk anggrek dibandingkan dengan institusi yang diberi mandat khusus pada tanaman hias seperti Balai Penelitian Tanaman Hias. Institut Pertanian Bogor, UGM maupun Universitas Hasanudin merupakan institusi yang telah mengawali

(5)

aplikasi gen untuk anggrek melalui teknik rekayasa genetik.

Beberapa tahun yang lalu di IPB telah dilaporkan penggunaan teknik rekayasa genetika yang masih bersifat awal yaitu aplikasi gen gus pada anggrek Dendrobium. Selanjutnya beberapa gen diaplikasikan pada tanaman anggrek antara lain gen wasabi defensin yang digunakan untuk meningkatkan ketahanan terhadap penyakit busuk lunak yang disebabkan oleh Erwinia carotovora pada Phalaenopsis, dan aplikasi ini dikerjakan oleh seorang akademisi Universitas Hasanudin di Jepang. Peneliti dari Biologi UGM yaitu Endang Semiarti telah beberapa kali melakukan introduksi gen KNAT1, pada anggrek Phalaenopsis amabilis, dan Coleogyne pandurata. Ekspresi gen KNAT1 ini bermanfaat untuk pengaturan SAM (shoot apical meristem) dan berefek pada kecepatan pertumbuhan tunas. Gen-gen yang diaplikasikan umumnya bukan merupakan hasil isolasi dari sumber daya genetik yang berasal dari Indonesia namun berasal dari negara Jepang karena adanya kerjasama di bidang pendidikan.

Keberhasilan yang telah diawali oleh beberapa akademisi, diharapkan dapat mendorong dan membuka wawasan pemulia anggrek yang lain untuk melakukan aplikasi teknik molekuler untuk tujuan mengatasi masalah yang lebih penting yang dihadapi pada saat ini. Kegiatan tersebut dapat dilakukan melalui kerjasama baik internasional seperti Jepang, Thailand, Singapura, Malaysia, Korea Selatan maupun nasional seperti IPB, ITB, UGM maupun universitas yang lainnya.

DAFTAR PUSTAKA

1. Benlloch, R, Berbel, A, Mislata, AS & Madueno, F 2007, ‘Floral initiation and inflorescence architecture: A comparative view’, Ann. Bot., vol. 100, no. 3, pp. 659-76.

2. Bovy, AG, Van Altvorst, AC, Angenent, GC & Dons, JJM, ‘Genetic modification of the vase-life of Carnation’, Acta Hort. (ISHS), no. 405, pp. 179-89.

3. Fukui, Y, Tanaka, Y, Kusumi, T, Iwashita, T & Nomoto, K 2003, ‘A rationale for the shift in colour towards blue in transgenic carnation flowers expressing the flavonoid 3’,5’-hydroxylase gene’, Phytochemistry, vol. 63, no. 1, pp. 15-23.

4. Julkifle, AL, Rathinam, X, Siniah, UR & Subramaniam, S 2010, ‘Optimization of transient green fluorescent protein (GFP) gene expression in Phalaenopsis violacea orchid mediated by Agro

bacterium tumefaciens-mediated transformation

System’, Australian Journal of Basic and Applied

Sciences, vol. 4. no. 8, pp. 3424-32.

5. Griesbach, RJ 2002, ‘Development of

Phalaenopsis orchids for the mass-market’, in

Janick, J & Whipkey, A (eds.), Trends in new

crops and new uses, ASHS Press, Alexandria,

VA, pp. 458-65.

6. Nakamura, N, Mizutani, MF, Fukui, Y, Ishiguro, K, Suzuki, K, Suzuki, H, Okazaki, K, Shibita, D & Tanaka, Y 2010, ‘Generation of pink flower varieties from blue Torenia hybrid by redirecting the flavonoid biosynthetic pathway from delphinidin to pelargonidin’, Plant

Biotechnology, no. 27, pp. 375-83.

7. Rajesh, KD, Singh, S, Sidhu, GS & Dubey, M 2008, Genetic engineering in ornamental plants’, in. Barth, D (eds.), OMIC’S application in crops

science, CRC Press, pp. 409-38.

8. Sjahril, R, Chin, DP, Khan, RS, Yamamura, S, Nakamura, I, Amemiya, Y & Mii, M 2006, ‘Transgenic Phalaenopsis plants with resistance to Erwinia carotovora produced by introducing wasabi defensin gene using Agrobacterium method’, Plant Biotechnology, no. 23, pp. 191-4.

9. Subramaniam, S & Rahman, ZA 2010, ‘Early GFP gene assessments influencing Agrobacterium

tumefaciens-mediated transformation system in Phalaenopsis violacea orchid’, Emir. J. Food Agric., vol. 22, no. 2, pp. 103-16.

10. Tanaka, Y, Brugliera, F & Chandler, S 2009, ‘Recent progress of flower colour modification by Biotechnology’, Int. J. Mol. Sci., vol. 10, no. 12, pp. 5350-69.

Rianawati, S Balai Penelitian Tanaman Hias Jln. Raya Ciherang-Segunung, Pacet Cianjur, Jawa Barat 43253 E-mail: s.rianawati@yahoo.com

Gambar

Gambar 1.  Jalur biosintesis anthosianin (Tanaka et al. 2009)

Referensi

Dokumen terkait

1) Kualitas Kerja ( Quality of work ) adalah kualitas kerja yang dicapai berdasarkan syarat-syarat kesesuaian dan kesiapannya yang tinggi pada gilirannya akan

GDSDW GLVLPSXONDQ EDKZD ELOD WLGDN DGD SHQJLQGXNVL RNVLGDVL PDND 1D)H('7$ PDXSXQ )H62 4 tidak memicu oksidasi komponen minyak maupun asam amino. Adanya penginduksi oksidasi,

Dari pembahasan, dapat disimpulkan bahwa probabilitas ketahanan pasien kanker payudara pada tahun 2014-2016 di Rumah Sakit Panti Rapih Yogyakarta yang mengikuti

Tes akhir tindakan siklus II ini, dengan menggunakan instrumen penilaian berupa soal dari bacaan (lampiran 10) dengan jumlah soal 7 nomor. Banyaknya siswa yang tuntas

Berdasarkan hasil penelitian diperoleh bahwa kesulitan yang dialami mahasiswa terletak pada (1) pengetahuan faktual, yang terdiri dari mengingat fakta, memahami fakta,

Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui persepsi birokrasi terhadap kepemimpinan bupati Ahmad Marzuqi di kabupaten Jepara, dengan indikator; 1) persepsi birokrasi

Hasil percobaan menunjukkan bahwa kombinasi perlakuan pemangkasan pucuk dan dosis pupuk kalium berpengaruh terhadap produksi dan kualitas benih mentimun yaitu pada

Tetapi ketika berjumpa dengan orang lain, maka tidaklah perlu untuk menjadi agama sebagai bagian yang harus dijadikan sebagai pembeda justru itu dipergunakan untuk