• Tidak ada hasil yang ditemukan

Ringkasan Eksekutif. MEMELIHARA MOMENTUM PERUBAHAN Evaluasi Lima Tahun Pelaksanaan RPJMN

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "Ringkasan Eksekutif. MEMELIHARA MOMENTUM PERUBAHAN Evaluasi Lima Tahun Pelaksanaan RPJMN"

Copied!
90
0
0

Teks penuh

(1)
(2)

Ringkasan Eksekutif

MEMELIHARA MOMENTUM PERUBAHAN

Evaluasi Lima Tahun Pelaksanaan

RPJMN 2004-2009

Kementerian Perencanaan Pembangunan Nasional/

Badan Perencanaan Pembangunan Nasional

(3)

ii

Kata Pengantar

Pelaksanaan Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional (RPJMN)

2004-2009 telah berakhir. Secara umum RPJMN 2004-2009 telah berhasil

dilaksanakan dengan baik. Pencapaian ketiga agenda pembangunan yaitu: (1)

Agenda Mewujudkan Indonesia yang Aman dan Damai, (2) Agenda

Mewujudkan Indonesia yang Adil dan Demokratis, serta (3) Agenda

Meningkatkan Kesejahteraan Rakyat telah menunjukkan kemajuan yang

berarti. Meskipun peningkatan hasil pembangunan telah terjadi di seluruh

bidang pembangunan, namun terdapat beberapa sasaran pembangunan yang

masih perlu mendapat perhatian lebih lanjut.

Buku Ringkasan Eksekutif ini diharapkan dapat memberi gambaran singkat

tentang keseluruhan isi Buku MEMELIHARA MOMENTUM PERUBAHAN

Evaluasi Lima Tahun Pelaksanaan RPJMN 2004-2009 yang disusun oleh

seluruh pihak terkait di Bappenas. Oleh karena itu, ringkasan eksekutif ini

dikemas dalam dua bagian. Bagian pertama menguraikan keberhasilan

masing-masing prioritas pembangunan. Bagian kedua disajikan dalam bentuk

matriks yang memuat capaian sasaran masing-masing prioritas pembangunan.

Kami mengucapkan terimakasih dan penghargaan yang setinggi-tingginya

kepada semua pihak di Kementerian PPN/Bappenas yang telah mendukung,

menyusun, memungkinkan dan mewujudkan terbitnya buku laporan dan buku

ringkasan ini.

Diharapkan Buku Ringkasan Ekskutif ini dapat bermanfaat bagi kita semua

khususnya para pelaku pembangunan.

Jakarta, April 2010

Plt. Deputi Bidang Evaluasi Kinerja Pembangunan

Bappenas

(4)

iii

DAFTAR ISI

Halaman Judul ...

i

Kata Pengantar ...

ii

Daftar Isi ...

iii

Ringkasan Eksekutif Keberhasilan MEMELIHARA MOMENTUM

PERUBAHAN Evaluasi Lima Tahun Pelaksanaan RPJMN 2004-2009 ...

1

Agenda I Mewujudkan Indonesia yang Aman dan Damai ...

1

Agenda II Mewujudkan Indonesia yang Adil dan Demokratis ...

5

Agenda III Meningkatkan Kesejahteraan Rakyat ...

10

Matriks Ringkasan Capaian MEMELIHARA MOMENTUM PERUBAHAN

Evaluasi5 Tahun Pelaksanaan RPJMN 2004-2009...

26

Agenda I Mewujudkan Indonesia yang Aman dan Damai ...

26

Agenda II Mewujudkan Indonesia yang Adil dan Demokratis ...

35

(5)

1

Ringkasan Eksekutif

Keberhasilan MEMELIHARA MOMENTUM PERUBAHAN

Evaluasi Lima Tahun Pelaksanaan RPJMN 2004-2009

Pelaksanaan RPJMN 2004—2009 secara umum telah terlaksana dengan baik

dan berhasil mencapai kemajuan yang berarti bagi pembangunan Indonesia.

Hal ini cukup nyata terlihat pada beberapa capaian seperti penurunan jumlah

penduduk miskin, penurunan jumlah pengangguran terbuka, dan beberapa

capaian lainnya. Namun demikian, masih terdapat beberapa hal yang perlu

mendapat perhatian, yaitu berbagai kemajuan yang belum sepenuhnya

mencapai target yang telah ditetapkan. Upaya yang lebih besar dan mencakup

komitmen dan kerjasama seluruh pihak terkait sangat dibutuhkan dalam

pencapaian pembangunan pada waktu mendatang.

Pencapaian pembangunan diwujudkan berdasarkan tiga agenda

pembangunan, yaitu (1) Agenda Mewujudkan Indonesia yang Aman dan

Damai; (2) Mewujudkan Indonesia Yang Adil dan Demokratis; (3) Agenda

Meningkatkan Kesejahteraan Rakyat.

Agenda I Mewujudkan Indonesia yang Aman dan Damai

Pencapaian sasaran-sasaran dari Agenda Mewujudkan Indonesia yang Aman

dan Damai menunjukkan hasil yang cukup baik. Situasi aman dan damai dapat

terwujud berkat kemajuan dalam penyelesaian berbagai konflik di daerah

maupun konflik antarkelompok warga masyarakat serta penanggulangan

berbagai bentuk kriminalitas. Semakin kokohnya NKRI didukung oleh

keberhasilan pemerintah dengan dukungan masyarakat dalam pencegahan

dan penanggulangan separatisme dan terorisme serta peningkatan

kemampuan pertahanan negara yang antara lain tercermin dari

pengembangan tingkat kesiapan alutsista. Peran Indonesia dalam

menciptakan perdamaian dunia semakin meningkat antara lain peran

Indonesia di PBB, penyelesaian masalah Palestina, dan diadopsinya prakarsa

Indonesia dalam pembentukan Komunitas ASEAN.

Sasaran pertama dari Agenda Mewujudkan Indonesia yang Aman dan Damai

adalah meningkatnya rasa aman dan damai. Dalam rentang waktu 2004—

2009, pencapaian sasaran ini menunjukkan hasil yang cukup baik. Situasi yang

(6)

2

aman dan damai dapat terwujud melalui berbagai kemajuan yang dicapai dari

penyelesaian berbagai konflik di daerah, seperti Nanggroe Aceh Darussalam

(NAD), Papua dan Maluku maupun konflik antarkelompok warga masyarakat;

serta penanggulangan berbagai bentuk kriminalitas, termasuk kejahatan

konvensional, transnasional dan peredaran gelap narkoba. Sasaran ini dicapai

melalui penetapan Prioritas Peningkatan Rasa Saling Percaya dan Harmonisasi

Antarkelompok Masyarakat, Prioritas Pengembangan Kebudayaan yang

Berlandaskan Pada Nilai-nilai Luhur, serta Prioritas Peningkatan Keamanan,

Ketertiban, dan Penanggulangan Kriminalitas.

Prioritas Peningkatan Rasa Saling Percaya dan Harmonisasi Antarkelompok

Masyarakat. Pencapaian situasi harmonis di kalangan masyarakat merupakan

kontribusi nyata dari peran masyarakat bersama pemerintah. Ini terlihat dari

hasil pemulihan wilayah pasca konflik dan peningkatan komitmen persatuan

dan kesatuan nasional, khususnya di Papua, Maluku, Maluku Utara, Poso

Sulawesi Tengah, Nusa Tenggara Barat, Jatim, Aceh dan Kalimantan Barat,

memperlihatkan hasil yang cukup baik. Berbagai capaian khususnya dalam

menjaga stabilitas sosial dan politik merupakan kontribusi dari pelaksanaan

program-program yang dilaksanakan selama lima tahun, terutama dukungan

pelaksanaan Program Pemulihan Wilayah Pasca Konflik dan Program

Peningkatan Komitmen Persatuan dan Kesatuan.

Prioritas Pengembangan Kebudayaan yang Berlandaskan Pada Nilai-nilai

Luhur. Pengembangan kebudayaan yang diarahkan untuk memperkuat jati

diri dan karakter bangsa dalam periode RPJMN 2004—2009 telah

memberikan kemajuan yang cukup berarti semakin berkembangnya

pemahaman terhadap pentingnya kesadaran akan keragaman budaya yang

ditandai oleh menurunnya eskalasi konflik/perkelahian antarkelompok warga

di tingkat desa, yaitu dari 2.583 desa pada tahun 2003 menjadi 1.235 desa

pada tahun 2008 (BPS, 2008; Podes). Program Pengelolaan Keragaman

Budaya telah mendorong terciptanya situasi yang lebih kondusif di kalangan

masyarakat yang tercermin dari terlaksananya dialog antarbudaya yang

terbuka dan demokratis untuk mengatasi berbagai persoalan bangsa

khususnya dalam rangka kebersamaan dan integrasi serta terlaksananya

kampanye hidup rukun dalam keragaman budaya/multikultur.

Prioritas Peningkatan Keamanan, Ketertiban, dan Penanggulangan

Kriminalitas. Pelaksanaan RPJMN 2004—2009 untuk prioritas ini secara

umum menunjukkan kemajuan. Namun tidak dapat dipungkiri bahwa

berbagai tindak kriminal seperti kejahatan konvensional maupun

(7)

3

transnasional, konflik horizontal dan vertikal, penyalahgunaan dan peredaran

gelap narkoba, serta berbagai bentuk kriminalitas yang lainnya, baik secara

kuantitas maupun kualitas, masih menunjukkan angka yang cukup tinggi. Hal

ini diduga bukan disebabkan oleh kurangnya jumlah dan pelayanan polisi,

tetapi lebih disebabkan oleh meningkatnya faktor korelatif kriminogen,

seperti meningkatnya jumlah pengangguran dan kemiskinan, serta tingginya

peluang dan kesempatan untuk melakukan tindakan kriminalitas. Dalam

memelihara keamanan dan ketertiban masyarakat, kontribusi Program

Pemeliharaan Keamanan dan Ketertiban Masyarakat (Kamtibmas) cukup

menonjol yang dicirikan dengan tidak adanya konflik horizontal maupun

vertikal yang berakibat terganggunya keamanan dalam negeri, aktivitas

masyarakat, maupun dunia usaha.

Sasaran kedua adalah semakin kokohnya NKRI berdasarkan Pancasila, UUD

1945, dan Bhinneka Tunggal Ika. Penurunan konflik dan pulihnya kondisi

keamanan dan ketertiban masyarakat di daerah pasca konflik separatisme,

seperti NAD dan Papua, menunjukkan keberhasilan pemerintah bersama

masyarakat dalam menjaga kekokohan NKRI. Selain itu upaya pencegahan dan

penindakan aksi terorisme yang dapat dilaksanakan dalam waktu relatif

singkat terbukti telah menimbulkan rasa aman di kalangan masyarakat.

Sasaran ini diwujudkan melalui penetapan Prioritas Pencegahan dan

Penanggulangan Separatisme; Pencegahan dan Penanggulangan Gerakan

Terorisme; serta Peningkatan Kemampuan Pertahanan Negara.

Prioritas Pencegahan dan Penanggulangan Separatisme. Dalam upaya

pencegahan dan penanggulangan separatisme, Pemerintah berhasil

menuntaskan konflik separatisme di NAD dan mengurangi intensitas konflik

separatisme di Papua. Dampak positif dari semakin kondusifnya

perkembangan politik adalah terciptanya kondisi yang aman bagi kehidupan

masyarakat umum yang diikuti oleh terselenggaranya proses pembangunan di

segala bidang. Kebijakan otonomi khusus untuk provinsi tertentu dan otonomi

daerah untuk daerah lainnya dapat dilaksanakan sesuai dengan

pentahapannya. Keberhasilan pemerintah dalam pencegahan dan

penanggulangan separatisme dalam kurun waktu lima tahun tercermin dari

terlaksananya berbagai kegiatan Program Pemantapan Keamanan Dalam

Negeri.

Prioritas Pencegahan dan Penanggulangan Gerakan Terorisme. Upaya

pencegahan dan penanggulangan terorisme yang dilakukan sampai dengan

tahun 2008 telah menunjukkan keberhasilan. Namun, terjadinya peristiwa

(8)

4

peledakan bom di Hotel JW Marriot dan Ritz Carlton pada pertengahan tahun

2009 menunjukkan bahwa aksi terorisme harus terus diwaspadai. Sejumlah

keberhasilan aparat bersama masyarakat dalam mencegah dan menindak

aksi-aksi terorisme membuktikan bahwa daya cegah dan tangkal negara

terhadap ancaman terorisme secara keseluruhan telah meningkat. Aparat

keamanan mampu mengurai dan menghubungkan kasus-kasus terorisme

dengan jaringan-jaringan terorisme yang ada di Indonesia dan keterkaitannya

dengan jaringan terorisme internasional. Kemampuan dalam mencegah dan

menindak aksi-aksi terorisme tersebut terlaksana berkat dukungan sarana dan

prasarana pencegahan dan penanggulangan terorisme yang semakin

memadai. Secara simultan, seluruh kegiatan Program Pemantapan Keamanan

Dalam Negeri telah berhasil dengan baik dalam pelaksanaan penanggulangan

aksi terorisme. Hal itu terlihat dari perubahan peran Desk Terorisme, yang

meningkat menjadi Badan Penanggulangan Terorisme. Dokumen perubahan

tersebut dalam waktu dekat akan ditandatangani oleh Presiden RI sebagai

tindak lanjut Program 100 Hari Pemerintahan SBY-Boediono.

Prioritas Peningkatan Kemampuan Pertahanan Negara. Kemajuan

pembangunan pertahanan negara dalam kurun waktu RPJMN 2004—2009

antara lain ditunjukan oleh peningkatan kesiapan personel dan alutsista, serta

terselenggaranya latihan matra dan gabungan TNI sesuai rencana secara

berkelanjutan. Profesionalisme TNI terus ditingkatkan melalui pengembangan

kekuatan terpusat, kewilayahan, satuan tempur, satuan bantuan tempur dan

satuan pendukung, serta pelaksanaan latihan perorangan hingga latihan

gabungan TNI. Jumlah personel TNI dalam kurun waktu lima tahun meningkat

dari 382.326 personel menjadi 402.595 personel atau bertambah sebanyak

20.359 personel. Keberhasilan capaian sasaran peningkatan kemampuan

pertahanan negara terwujud melalui pelaksanaan Program Pengembangan

Pertahanan (lintasmatra darat, laut, dan udara). Keberhasilan yang cukup

menonjol pada akhir tahun 2009 adalah meningkatnya tingkat kesiapan

alutsista yang mencapai rata-rata sekitar 60 persen, yang disumbangkan oleh

matra darat sekitar 81 persen, matra laut sekitar 46 persen dan matra udara

59 persen.

Sasaran ketiga adalah semakin berperannya Indonesia dalam menciptakan

perdamaian dunia. Sasaran ini dinilai berhasil dari berbagai capaian yang

diraih oleh Pemerintah Indonesia dalam memperjuangkan kepentingan

nasional di berbagai forum internasional. Sasaran ini diwujudkan melalui

penetapan prioritas Pemantapan Politik Luar Negeri dan Peningkatan

Kerjasama Internasional.

(9)

5

Prioritas Pemantapan Politik Luar Negeri dan Peningkatan Kerjasama

Internasional. Kiprah diplomasi Indonesia selama periode 2004—2009 terus

menguat sejalan dengan peran aktif yang dimainkan oleh Indonesia dalam

percaturan diplomasi internasional, baik dalam kerangka bilateral, regional

maupun multilateral. Indonesia menjadi tuan rumah dalam perhelatan

internasional untuk mengatasi masalah perubahan iklim atau dikenal dengan

UNFCC (United Nation Framework on Climate Changes) dan menghasilkan Bali

Roadmap. Porsi pencapaian terbesar pada lingkup ASEAN adalah diadopsinya

prakarsa Indonesia terkait dengan pembentukan Komunitas ASEAN. Berkaitan

dengan pemulihan citra Indonesia, ‘Indonesia yang moderat dan demokratis’

merupakan citra baru yang dibangun dan disebarluaskan ke seluruh dunia.

Penyebarluasan ide dan gagasan melalui pembangunan citra telah

memantapkan posisi Indonesia sebagai pemain aktif dalam pergaulan

internasional yang pada gilirannya akan membantu mempercepat tercapainya

tujuan pembangunan nasional. Pelaksanaan Program Penegasan Komitmen

Perdamaian Dunia dinilai paling memberikan dampak bagi pencapaian

sasaran RPJMN 2004—2009, terutama capaian yang diraih terkait dengan

peran Indonesia di PBB, penyelesaian masalah Palestina, dan peningkatan

upaya penanggulangan kejahatan lintasnegara seperti terorisme, money

laundering, penyalahgunaan narkoba, trafficking, dan lain-lain.

Agenda II Mewujudkan Indonesia Yang Adil dan Demokratis

Berkaitan dengan pencapaian sasaran-sasaran pada Agenda Mewujudkan

Indonesia yang Adil dan Demokratis, kemajuan pencapaian yang cukup baik

diantaranya ditunjukkan oleh meningkatnya pelayanan birokrasi masyarakat

yang tercermin dari penurunan praktik korupsi, menurunnya kesenjangan

pencapaian pembangunan antara perempuan dan laki-laki yang tercermin

dari peningkatan angka IPG dan IDG, terkendalinya pembentukan daerah

otonom baru sebagai hasil pelaksanaan revitalisasi proses desentralisasi dan

otonomi daerah, dan meningkatnya penataan perundang-undangan termasuk

dukungan yang positif dan keterlibatan pemerintah dalam penyusunan

perubahan terhadap peraturan perundangan bidang politik bagi

berkembangnya proses demokratisasi Indonesia. Selain berbagai kemajuan di

atas, terdapat beberapa pencapaian yang masih membutuhkan upaya dan

komitmen yang lebih besar, salah satunya adalah pelaksanaan penegakan

hukum atas hak asasi manusia.

(10)

6

Sasaran pertama dari Agenda Mewujudkan Indonesia yang Adil dan

Demokratis adalah meningkatnya keadilan dan penegakan hukum.

Perwujudan peningkatan keadilan terlihat dari berbagai penyusunan

perundang-undangan yang tidak diskriminatif. Namun, dalam hal penegakan

hukum masih ditemukan berbagai pelanggaran terhadap hak asasi manusia,

sehingga masih diperlukan upaya dan komitmen yang lebih intensif. Sasaran

ini diwujudkan melalui prioritas Pembenahan Sistem dan Politik Hukum; serta

Penghormatan, Pengakuan, dan Penegakan atas Hukum dan Pengakuan atas

Hak Asasi Manusia (HAM).

Prioritas Pembenahan Sistem dan Politik Hukum. Pencapaian sasaran

penataan hukum dilaksanakan melalui peninjauan dan penataan kembali

peraturan perundang-undangan. Selama lima tahun pelaksanaan RPJMN

2004—2009 Pemerintah telah menetapkan sebanyak 284 Rancangan

Undang-Undang (RUU) yang tercantum dalam Program Legislasi Nasional (Prolegnas).

Dari jumlah tersebut sebanyak 87 buah UU merupakan RUU yang tercantum

dalam Prolegnas. Salah satu faktor penghambat dalam proses perencanaan

dan pembentukan hukum adalah masih belum dipatuhinya Program Legislasi

Nasional (Prolegnas) secara konsisten. Program yang mendukung pencapaian

sasaran pembangunan sistem dan politik hukum adalah Program

Pembentukan Hukum. Keberhasilan pelaksanaan program ini ditentukan oleh

peraturan perundang-undangan yang dihasilkan, salah satunya adalah pada

bidang pemberantasan korupsi, yaitu dengan disahkannya UU Nomor 7 Tahun

2006 tentang Pengesahan United Nation Convention Against Corruption 2003

(Konvensi Perserikatan Bangsa Bangsa Anti Korupsi) dan UU Nomor 46 Tahun

2009 tentang Pengadilan Tindak Pidana Korupsi.

Prioritas Penghapusan Diskriminasi dalam Berbagai Bentuk. Pencapaian

penghapusan diskriminasi dalam berbagai bentuk dilaksanakan antara lain

melalui peraturan perundang-undangan yang tidak mengandung unsur

diskriminatif; perbaikan pelayanan, khususnya di bidang hukum termasuk

HaKI, keimigrasian, dan administrasi hukum umum; serta pelaksanaan

bantuan hukum bagi masyarakat miskin dan terpinggirkan. Kesadaran dan

peran aktif masyarakat dalam menciptakan kondisi yang kondusif dalam

penyelenggaraan Pemilu dengan aman dan tertib terlihat dari pelaksanaan

Pemilu Legislatif dan Pemilu Presiden pada tahun 2009. Program Pelayanan

dan Bantuan Hukum merupakan satu-satunya program yang menjadi andalan

dalam mewujudkan pencapaian prioritas pembangunan ini.

(11)

7

Prioritas Penghormatan, Pengakuan dan Penegakan atas Hukum dan Hak

Asasi Manusia. Pencapaian penanganan korupsi di Indonesia telah

memperlihatkan hasil yang cukup baik, dengan meningkatnya Indeks Persepsi

Korupsi (IPK) Indonesia dari 1,9 pada tahun 2004 menjadi 2,8 pada tahun

2009. Pencapaian tersebut tidak terlepas dari kerja keras Pemerintah untuk

terus meningkatkan upaya pemberantasan korupsi di berbagai bidang.

Namun, pelaksanaan penegakan hukum atas hak asasi manusia di Indonesia

secara keseluruhan belum menunjukkan hasil yang menggembirakan.

Berbagai pelanggaran terhadap hak asasi manusia masih terjadi seperti pada

kasus-kasus penggusuran, kelaparan, dan pemutusan hubungan kerja secara

massal. Terkait dengan penegakan dan perlindungan HAM, sampai saat ini

juga terus dilakukan berbagai Rencana Aksi Nasional HAM (RAN-HAM).

Rencana aksi ini tertuang dalam Keppres Nomor 40 Tahun 2004 tentang

RANHAM 2004—2009 disertai dengan kegiatan monitoring dan evaluasi

pelaksanaannya.

Sasaran kedua adalah terjaminnya keadilan gender untuk meningkatkan

peran perempuan dalam berbagai bidang pembangunan. Pencapaian indeks

pembangunan gender (IPG)/Gender-related Development Index(GDI) dan

indeks pemberdayaan gender (IDG)/(Gender Empowerment Measure/GEM)

menunjukkan peningkatan, artinya telah terjadi kemajuan dalam upaya

peningkatan keadilan gender. Sasaran ini diwujudkan melalui prioritas

Peningkatan Kualitas Kehidupan dan Peran Perempuan serta Kesejahteraan

dan Perlindungan Anak

Prioritas Peningkatan Kualitas Kehidupan dan Peran Perempuan serta

Kesejahteraan dan Perlindungan Anak. Kesenjangan pencapaian

pembangunan bagi perempuan dan laki-laki mengalami penurunan, walaupun

masih perlu diturunkan lagi. Hal ini terlihat dari peningkatan angka IPG, yaitu

dari 0,721 pada tahun 2005 menjadi 0,726 pada tahun 2007 (Human

Development Report/HDR). Selain itu IDG Indonesia, juga menunjukkan

peningkatan, yaitu dari 0,613 pada tahun 2005 menjadi 0,621 pada tahun

2007 (BPS-KNPP). Namun demikian, kecilnya peningkatan nilai IDG tersebut

mengindikasikan bahwa peningkatan kesetaraan gender di bidang

ketenagakerjaan, ekonomi, dan politik, masih belum memadai. Untuk

kesejahteraan dan perlindungan anak kemajuan terlihat terutama di bidang

pendidikan, kesehatan, dan perlindungan anak. Di bidang pendidikan

ditunjukkan dengan meningkatnya angka partisipasi kasar (APK) pendidikan

anak usia dini dan angka partisipasi sekolah (APS) usia 7-12, 13-15, dan 16-18

tahun. Di bidang kesehatan, ditandai dengan menurunnya angka kematian

(12)

8

bayi, balita, dan neonatal. Sedangkan di bidang ketenagakerjaan ditunjukkan

dengan menurunnya persentase pekerja anak usia 10-14 tahun.

Sasaran ketiga adalah meningkatnya pelayanan kepada masyarakat dengan

menyelenggarakan otonomi daerah dan kepemerintahan daerah yang baik,

menjamin konsistensi seluruh peraturan pusat dan daerah, serta tidak

bertentangan dengan peraturan dan perundangan yang lebih tinggi.

Perwujudan dari peningkatan pelayanan kepada masyarakat dengan

menyelenggarakan otonomi daerah dan kepemerintahan yang baik terlihat

dari perkembangan daerah otonomi baru yang tertata cukup baik dan

peningkatan dan perkembangan kapasitas keuangan Pemerintah Daerah

dengan adanya peningkatan transfer keuangan dari Pemerintah Pusat kepada

Pemerintah daerah lebih dari 100 persen. Sasaran ini diwujudkan melalui

prioritas Revitalisasi Proses Desentralisasi dan Otonomi Daerah.

Prioritas Revitalisasi Proses Desentralisasi dan Otonomi Daerah. Pada kurun

waktu 2004—2009 perkembangan daerah otonomi baru (DOB) tertata cukup

baik. Hal ini tercermin dari terkendalinya pembentukan DOB, yaitu berupa

penurunan jumlah DOB yang terbentuk dari sebanyak 104 daerah pada kurun

waktu 2000-2004 menjadi 57 daerah pada kurun waktu 2004—2009.

Berdasarkan peningkatan dan perkembangan kapasitas keuangan Pemerintah

Daerah dalam rangka peningkatan pelayanan masyarakat, penyelenggaraan

otonomi daerah, dan penciptaan pemerintahan daerah yang baik, telah

terjadi peningkatan transfer keuangan dari Pemerintah kepada Pemerintah

Daerah dari Rp150,46 Triliun pada tahun 2005 menjadi Rp309,57 Triliun pada

tahun 2009. Selain itu, proporsi Pendapatan Asli Daerah (PAD) terhadap total

pendapatan daerah terutama pada daerah kabupaten/kota juga meningkat

dari tahun 2007 sebesar 6,1 persen menjadi sebesar 7,1 persen di tahun 2009

Sasaran keempat adalah meningkatnya pelayanan birokrasi kepada

masyarakat. Sasaran ini dicerminkan dengan berkurangnya secara nyata

praktik korupsi di birokrasi, yang dimulai dari tataran (jajaran) pejabat yang

paling atas, terciptanya sistem pemerintahan dan birokrasi yang bersih,

akuntabel, transparan, efisien dan berwibawa. Untuk mencapai sasaran ini

diwujudkan melalui penetapan prioritas yang diletakkan pada Penciptaan Tata

Pemerintahan yang Bersih dan Berwibawa.

Prioritas Penciptaan Tata Pemerintahan yang Bersih dan Berwibawa. Pada

RPJMN 2004—2009, pembangunan aparatur negara diarahkan untuk

menciptakan tata pemerintahan yang bersih dan berwibawa dengan sasaran

(13)

9

berkurangnya secara nyata praktik korupsi di birokrasi, meningkatnya kualitas

pelayanan publik, dan terciptanya sistem kelembagaan dan ketatalaksanaan

pemerintahan yang efisien, efektif, transparan, profesional, dan akuntabel.

Praktik korupsi telah menurun secara nyata sesuai dengan meningkatnya IPK

Indonesia, meningkatnya opini wajar tanpa pengecualian (WTP) hasil audit

BPK atas Laporan Keuangan Kementerian/Lembaga (LKKL) dan Laporan

Keuangan Pemerintah Daerah (LKPD), serta meningkatnya jumlah instansi

pemerintah (pusat, daerah) yang melaksanakan dan melaporkan pelaksanaan

Inpres Nomor 5 Tahun 2004 tentang Percepatan Pemberantasan Korupsi.

Keberhasilan pembangunan aparatur negara antara lain ditunjukkan oleh

capaian Program Peningkatan Pengawasan dan Akuntabilitas Aparatur

Negara, Program Peningkatan Kualitas Pelayanan Publik, dan Program

Penataan Kelembagaan dan Ketatalaksanaan.

Sasaran kelima adalah terlaksananya Pemilihan Umum (Pemilu) 2009 secara

demokratis, jujur, dan adil dengan menjaga momentum konsolidasi demokrasi

yang sudah terbentuk berdasarkan hasil Pemilu secara langsung tahun 2004.

Perwujudan sasaran ini ditunjukkan dengan dukungan yang positif dan

keterlibatan pemerintah dalam penyusunan perubahan/revisi terhadap

peraturan perundangan bidang politik bagi berkembangnya proses

demokratisasi Indonesia. Sasaran ini diwujudkan melalui prioritas Perwujudan

Lembaga Demokrasi yang Makin Kokoh.

Prioritas Perwujudan Lembaga Demokrasi yang Makin Kokoh. Penguatan

kelembagaan demokrasi difokuskan pada penguatan yang bersifat prosedural

dan substansial. Hal ini ditunjukkan dengan dijaminnya proses checks and

balances atau prinsip-prinsip pengawasan antarkekuasaan secara timbal balik

dan berimbang, serta adanya pengakuan hak asasi manusia. Dalam masa

2004—2009, proses konsolidasi demokrasi dititikberatkan pada: (1) upaya

untuk meningkatkan peran dan fungsi lembaga penyelenggara negara dan

lembaga kemasyarakatan sesuai konstitusi dan peraturan perundangan yang

berlaku; (2) peningkatan partisipasi masyarakat dalam proses pengambilan

keputusan kebijakan publik; serta (3) upaya untuk dapat menyelenggarakan

pemilihan umum yang demokratis, jujur dan adil. Tuntutan masyarakat

sekaligus kepemimpinan lembaga Mahkamah Konstitusi (MK) dan Komisi

Pemberantasan Korupsi (KPK) yang memberikan perhatian agar demokrasi

dapat berjalan dengan baik telah mendorong lembaga-lembaga pemerintah

untuk menunjukkan upaya perbaikan kinerja dan menghasilkan keluaran yang

diharapkan oleh rakyat. Dampak dari kinerja parpol yang belum optimal

adalah lemahnya kepercayaan publik terhadap partai politik. Prioritas

(14)

10

pembangunan perwujudan lembaga demokrasi yang makin kokoh dicapai

melalui beberapa program dan kegiatan pokok, yang salah satunya adalah

Program Penyempurnaan dan Penguatan Kelembagaan Demokrasi.

Keberhasilan pelaksanaan program ini terlihat dengan adanya dukungan yang

positif dan keterlibatan pemerintah dalam penyusunan perubahan/revisi

terhadap peraturan perundangan bidang politik bagi berkembangnya proses

demokratisasi Indonesia, seperti UU Nomor 22 Tahun 2007 tentang

Penyelenggara Pemilu, UU Nomor 2 Tahun 2008 tentang Partai Politik dan UU

Nomor 10 Tahun 2008 tentang Pemilihan Umum Anggota DPR, DPD, dan

DPRD serta UU Nomor 42 Tahun 2008 tentang Pemilu Presiden dan Wakil

Presiden.

Agenda III Meningkatkan Kesejahteraan Rakyat

Pada Agenda Meningkatkan Kesejahteraan Rakyat, hasil pencapaian

sasaran-sasarannya belum sepenuhnya dapat terwujud dengan baik. Pencapaian

sasaran penurunan jumlah penduduk miskin menjadi 8,2 persen tahun 2009

serta penciptaan lapangan kerja yang mampu mengurangi pengangguran

terbuka menjadi 5,1 persen tahun 2009 dengan didukung oleh stabilitas

ekonomi yang tetap terjaga masih menemui kendala. Kendala yang dihadapi

adalah goncangan ekonomi global dan bencana alam yang berdampak pada

perekonomian domestik. Namun, terdapat juga berbagai kemajuan yang

cukup berarti, antara lain meningkatnya kontribusi kawasan perdesaan

terhadap pertumbuhan nasional, berkurangnya jumlah kabupaten dengan

status daerah tertinggal; meningkatnya umur harapan hidup, menurunnya AKI

dan AKB; menurunnya TFR; dan meningkatnya perbaikan mutu lingkungan

hidup dan pengelolaan sumberdaya alam; serta perbaikan infrastruktur yang

ditunjukkan dengan peningkatan kuantitas dan kualitas berbagai sarana

penunjang pembangunan.

Sasaran pertama Agenda Meningkatkan Kesejahteraan Rakyat adalah

menurunnya jumlah penduduk miskin menjadi 8,2 persen tahun 2009 serta

terciptanya lapangan kerja yang mampu mengurangi pengangguran terbuka

menjadi 5,1 persen tahun 2009 dengan didukung oleh stabilitas ekonomi yang

tetap terjaga. Pencapaian sasaran ini menunjukkan hasil yang cukup baik.

Selama kurun waktu 2004—2009, tingkat kemiskinan secara umum semakin

menurun yaitu menjadi 14,15 persen. Tingkat pengangguran terbuka telah

berhasil diturunkan sampai dengan 7,87 persen pada Agustus 2009.

Perwujudan pencapaian sasaran ini dilaksanakan melalui prioritas: (1)

Penanggulangan Kemiskinan; (2) Peningkatan Investasi dan Ekspor Non-migas;

(15)

11

(3) Peningkatan Daya Saing Industri Manufaktur; (4) Revitalisasi Pertanian; (5)

Pemberdayaan Koperasi dan Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah (UMKM); (6)

Peningkatan Pengelolaan Badan Usaha Milik Negara (BUMN); (7) Peningkatan

Kemampuan Ilmu Pengetahuan dan Teknologi (Iptek); (8) Perbaikan Iklim

Ketenagakerjaan; dan (9) Pemantapan Stabilitas Ekonomi Makro.

Prioritas Penanggulangan Kemiskinan. Pemerintah pada periode tahun

2004—2009 menetapkan penanggulangan kemiskinan sebagai prioritas utama

pembangunan. Selama kurun waktu 2004—2009, tingkat kemiskinan secara

umum semakin menurun yaitu menjadi 14,15 persen. Penurunan ini

merupakan hasil kerja keras di tengah goncangan ekonomi global yang

menuntut naiknya harga BBM secara tajam dan berdampak pada

perekonomian domestik. Selain itu, bencana alam yang melanda sejumlah

daerah selama periode tersebut turut menahan perbaikan kondisi

perekonomian domestik. Pemerintah telah melakukan upaya-upaya untuk

menurunkan jumlah penduduk miskin diantaranya melalui Program Keluarga

Harapan (PKH) dan Program Nasional Pemberdayaan Masyarakat (PNPM)

Mandiri.

Prioritas Peningkatan Investasi dan Ekspor Non Migas. Kegiatan investasi dan

ekspor dapat mendorong pertumbuhan ekonomi yang lebih

berkesinambungan. Pada periode tahun 2004—2009, Pemerintah telah

menerbitkan berbagai peraturan dan deregulasi peraturan Pemerintah di

pusat dan daerah untuk mewujudkan iklim investasi yang sehat. Dari sisi

ekspor, pertumbuhan ekspor non-migas yang cukup tinggi terjadi selama

periode 2005—2008 dengan rata-rata sebesar 17,9 persen. Namun sepanjang

tahun 2009 ekspor non-migas terkena dampak negatif dari krisis ekonomi

global sehingga nilainya terkontraksi dengan pertumbuhan sebesar -9,7

persen. Penurunan ekspor non-migas ini disebabkan oleh penurunan

permintaan dunia dan penurunan harga komoditas/produk ekspor. Indonesia

telah berhasil menurunkan ketergantungan terhadap ekspor tradisional, pada

tahun 2005 pangsa pasar ekspor tradisional sebesar 54,7 persen dan

kemudian menjadi sebesar 45,1 persen pada tahun 2009. Selain itu, Indonesia

telah mampu diversifikasi pasar tujuan ekspor. Adapun, upaya yang telah

dilakukan oleh Pemerintah diantaranya melalui Program Peningkatan dan

Pengembangan Ekspor.

Prioritas Peningkatan Daya Saing Industri Manufaktur. RPJMN 2004—2009

menekankan pentingnya peningkatan daya saing industri manufaktur, karena

hal tersebut merupakan strategi untuk menjawab tantangan globalisasi dan

(16)

12

liberalisasi ekonomi dunia. Industri manufaktur dalam kurun waktu 2005-2009

menunjukkan peningkatan rata-rata sebesar 3,9 persen per tahun. Pencapaian

ini masih di bawah laju rata-rata sasaran RPJMN 2004—2009 sebesar 8,56

persen per tahun. Industri manufaktur Indonesia masih dapat dikatakan baik

ditengah gejolak ekonomi global. Industri manufaktur pada negara-negara

berkembang lainnya mengalami perlambatan, namun industri manufaktur

Indonesia tetap mengalami pertumbuhan. Pemerintah terus berupaya

meningkatkan daya saing industri maufaktur. Kebijakan diarahkan pada

perkuatan struktur dan daya saing manufaktur yang meliputi tiga program

yaitu: (1) Program Penguatan Struktur Industri, (2) Program Pengembangan

Industri Kecil dan Menengah, dan (3) Program Peningkatan Kemampuan

Teknologi Industri.

Prioritas Revitalisasi Pertanian. Dalam kurun waktu 2004—2009, revitalisasi

pertanian telah mencapai beberapa perkembangan yang baik. Dalam

pencapaian sasaran utama revitalisasi pertanian didapatkan pertumbuhan

PDB sektor pertanian mencapai rata-rata 3,6 persen per tahun dengan

pertumbuhan PDB subsektor tanaman bahan makanan mencapai 3,7 persen,

tanaman perkebunan 3,6 persen, peternakan dan hasilnya 2,9 persen, serta

perikanan 5,6 persen. Penyerapan tenaga kerja sektor pertanian juga

meningkat rata-rata sebesar 1,2 persen per tahun yang diimbangi dengan

peningkatan kesejahteraan petani dan nelayan yang ditunjukkan dengan

perkembangan Nilai Tukar Petani (NTP). NTP pada tahun 2009 telah mencapai

110,2 atau naik dari 102,9 pada tahun 2004. Dalam pencapaian sasaran antara

peningkatan ketahanan pangan, kemampuan untuk meningkatkan produksi

beras dalam negeri telah menunjukkan hasil yang baik dimana dalam kurun

waktu 2004—2009, produksi padi/beras meningkat rata-rata sebesar 3,4

persen per tahun. Pada tahun 2008, Indonesia telah mampu mencapai

swasembada beras yang berarti produksi padi nasional telah mampu

memenuhi kebutuhan dalam negeri. Pada tahun tersebut produksi padi

nasional mencapai 60,3 juta ton gabah kering giling (GKG) atau setara dengan

38,0 juta ton beras. Jumlah produksi beras nasional tersebut telah melebihi

total kebutuhan konsumsi penduduk yang diperkirakan mencapai 32 juta ton.

Keberhasilan tersebut berlanjut pada tahun 2009. Pada tahun tersebut

produksi padi nasional mencapai 64,3 juta ton GKG atau setara dengan 40,5

juta ton beras.

Pencapaian-pencapaian penting berhasil diwujudkan terutama

melalui pelaksanaan Program Peningkatan Ketahanan Pangan dan Program

Pengembangan Sumber daya Perikanan.

(17)

13

Prioritas Pemberdayaan Koperasi dan Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah.

Pemberdayaan koperasi dan usaha mikro, kecil dan menengah telah berhasil

dalam meningkatkan produktivitas UMKM dengan laju pertumbuhan yang

lebih tinggi dari laju pertumbuhan produktivitas nasional. Pada tahun 2008

produktivitas UMKM per unit usaha mencapai 22,73 juta/unit usaha dengan

rata-rata laju pertumbuhan hampir 2,5 persen setiap tahunnya. Sedangkan

produktivitas UMKM per tenaga kerja pada tahun 2008 adalah sebesar 12,72

juta/tenaga kerja dengan laju pertumbuhan rata-rata hampir sebesar tiga

persen setiap tahunnya yang jauh lebih tinggi dari produktivitas nasional yang

laju pertumbuhannya tidak sampai dengan dua persen. Namun, terdapat

beberapa hal yang perlu mendapat perhatian yaitu penurunan kualitas

koperasi yang ditunjukkan oleh penurunan jumlah koperasi aktif yang

melakukan Rapat Anggota Tahunan (RAT) dan kepemilikan manajer dalam

koperasi, serta penurunan daya saing produk UMKM dalam pasar ekspor

rata-rata sebesar 0,17 persen selama periode 2005—2008.

Prioritas Peningkatan Pengelolaan BUMN. Peningkatan kinerja dan daya

saing BUMN dalam rangka memperbaiki pelayanan kepada masyarakat dan

memberikan sumbangan terhadap keuangan negara merupakan capaian

penting yang terus diupayakan peningkatannya, diantaranya melalui

Pemetaan fungsi BUMN yang ada ke dalam kelompok BUMN public service

obligation (PSO) dan kelompok BUMN komersial (business oriented).

Pelaksanaan PSO oleh BUMN meliputi lima prinsip tepat yaitu: tepat sasaran,

tepat kualitas, tepat kuantitas, tepat waktu, dan tepat harga. Berdasarkan

pemantauan terhadap pelaksanaan PSO oleh BUMN pada tahun 2008,

hasilnya secara umum adalah telah dilaksanakan peningkatan kualitas

pelayanan kepada masyarakat dengan baik dan tepat, walaupun masih

muncul berbagai kendala di lapangan. Berkaitan dengan revitalisasi BUMN,

selama kurun waktu 2005—2009 telah dilakukan berbagai upaya memperkuat

landasan hukum antara lain dengan diterbitkannya empat PP pelaksana UU

Nomor 19 Tahun 2003 tentang BUMN dan lima Peraturan Menteri Negara

BUMN sebagai pelaksanaan UU Nomor 19 Tahun 2003. Selain itu,

Kementerian BUMN juga terus melanjutkan upaya pembinaan pelaksanaan

tata kelola perusahaan yang baik, Good Corporate Governance (GCG).

Kementerian BUMN terus memantau dan menilai pelaksanaan GCG, antara

lain melalui assessment yang sampai dengan tahun 2009 telah dilakukan

terhadap 109 BUMN dan review yang sampai dengan tahun 2009 telah

dilakukan terhadap 47 BUMN. Berbagai langkah kebijakan tersebut telah

memberikan hasil yang positif selama periode 2005—2008, dari sebanyak 139

BUMN yang dikuasai Pemerintah, jumlah BUMN yang merugi semakin sedikit,

(18)

14

yaitu 36 BUMN pada tahun 2005, menjadi 23 BUMN pada tahun 2008.

Besarnya keuntungan yang diraih BUMN juga meningkat dari sebesar Rp42,33

triliun pada akhir tahun 2005 menjadi Rp74,00 triliun pada tahun 2009.

Prioritas Peningkatan Kemampuan Ilmu Pengetahuan dan Teknologi.

Peningkatan kemampuan iptek merupakan syarat peningkatan daya saing

bangsa. Dalam kurun waktu 2005—2009, capaian paling penting yang berhasil

diwujudkan adalah meningkatnya jumlah publikasi ilmiah dan paten yang

didaftarkan di dalam negeri (Direktorat Jenderal Hak Kekayaan Intelektual,

Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia). Paten yang terdaftar di dalam

negeri yang berkaitan dengan bidang pangan sebesar 17,5 persen, energi 7,4

persen, transportasi 7,4 persen, teknologi informasi dan komunikasi 4,8

persen, teknologi pertahanan dan keamanan 0,6 persen, serta kesehatan dan

obat 7,8 persen. Pencapaian tersebut menggambarkan bahwa sasaran

peningkatan kemampuan iptek yang terdiri dari empat sasaran, secara umum

telah tercapai dengan baik. Adapun program yang paling mendukung

terwujudnya capaian-capaian sasaran dalam peningkatan kemampuan Iptek

ini adalah Program Penelitian dan Pengembangan Iptek, Program Difusi dan

Pemanfaatan Iptek dan Program Penguatan Kelembagaan Iptek.

Prioritas Perbaikan Iklim Ketenagakerjaan. Taraf kehidupan yang lebih baik

dapat dicapai dengan pemenuhan hak untuk memperoleh pekerjaan. Sasaran

pembangunan ketenagakerjaan pada akhir 2009 seperti dituangkan dalam

RPJMN 2004—2009 berupa tingkat pengangguran terbuka (TPT) sebesar 5,1

persen. Sasaran ini dapat tercapai apabila pertumbuhan ekonomi 6,6 persen.

Secara umum, TPT telah berhasil diturunkan namun sebagian besar lapangan

kerja yang tercipta masih didominasi oleh lapangan kerja informal. Sampai

Agustus 2009, TPT masih sebesar 7,87 persen, dengan rata-rata pertumbuhan

ekonomi hanya sebesar 5,3 persen. Pemerintah melakukan upaya-upaya

perbaikan iklim ketenagakerjaan diantaranya melalui Program Perluasan dan

Pengembangan Kesempatan Kerja.

Prioritas Pemantapan Stabilitas Ekonomi Makro. Indonesia tetap

mengupayakan pertumbuhan ekonomi yang tinggi dan berkelanjutan dengan

tetap menjaga stabilitas ekonomi selama periode RPJMN 2004—2009.

Pertumbuhan ekonomi Indonesia tahun 2009 secara keseluruhan sebesar 4,5

persen, lebih rendah dibandingkan pertumbuhan ekonomi pada tahun 2008

dan target RPJM 2004—2009 masing-masing sebesar 6,1 persen dan 6,4

persen. Kondisi ini merupakan dampak dari masih lesunya perekonomian

global yang berimbas pada perekonomian domestik. Namun demikian,

(19)

15

Pemerintah terus mengupayakan untuk tetap menjaga ketahanan fiskal yang

berkesinambungan serta memberikan stimulus fiskal untuk pertumbuhan

ekonomi. Peningkatan penerimaan perpajakan menunjukkan kinerja yang

baik, hal ini ditempuh melalui perbaikan dan reformasi administrasi

perpajakan yang berkelanjutan, seperti moderninasi administrasi perpajakan.

Sasaran kedua adalah berkurangnya kesenjangan antarwilayah melalui

penetapan prioritas pembangunan yang mengarah pada pembangunan

perdesaan dan pengurangan ketimpangan pembangunan wilayah. Pencapaian

pembangunan perdesaan dapat dilihat dari meningkatnya kontribusi kawasan

perdesaan pada sektor pertanian maupun non pertanian terhadap

pertumbuhan nasional, meningkatnya kesejahteraan masyarakat desa yang

ditandai dengan berkurangnya jumlah penduduk miskin, dan perluasan

kesempatan kerja yang berdampak pada menurunnya pengangguran dan

kemiskinan, serta meningkatnya produktivitas dan pendapatan masyarakat

desa. Perwujudan pengurangan ketimpangan pembangunan wilayah dapat

dilihat dari berkurangnya jumlah daerah tertinggal. Sasaran ini diwujudkan

melalui prioritas Pembangunan Perdesaan, dan prioritas Pengurangan

Ketimpangan Wilayah.

Prioritas Pembangunan Perdesaan. Kawasan perdesaan memiliki kontribusi

dan peran yang besar sebagai basis pertumbuhan nasional. Sektor pertanian

turut memberikan kontribusi yang semakin besar dalam meningkatkan produk

domestik bruto dilihat dari semakin meningkatnya rasio PDB sektor pertanian

terhadap PDB nasional, yaitu dari 13,13 persen pada tahun 2005 menjadi

15,85 persen pada tahun 2009. Kontribusi kawasan perdesaan terhadap

pertumbuhan nasional dari sektor non pertanian (terutama upaya

pemberdayaan UMKM) juga cukup nyata yang ditunjukkan dengan

peningkatan produktifitas ekonomi kawasan perdesaan. PDB sektor pertanian

UKM dari tahun 2005 hingga 2008 terus mengalami peningkatan. Pada tahun

2005 capaian PDB sektor pertanian UKM sebesar Rp347,41 triliun dan pada

2008 menjadi Rp679,45 triliun. Kesejahteraan masyarakat perdesaan semakin

meningkat ditandai dengan berkurangnya jumlah penduduk miskin, yaitu 22,7

juta jiwa tahun 2005 menjadi 20,62 juta jiwa tahun 2009. Perluasan

kesempatan kerja di perdesaan, terutama lapangan kerja baru di bidang

kegiatan agribisnis off-farm dan industri serta jasa berskala kecil dan

menengah, telah berdampak pada berkurangnya angka pengangguran dan

kemiskinan serta meningkatnya produktivitas dan pendapatan masyarakat

perdesaan.

(20)

16

Prioritas Pengurangan Ketimpangan Pembangunan Wilayah. Pelaksanaan

program-program pengembangan wilayah secara sinergis telah berhasil

mengurangi ketimpangan pembangunan wilayah. Salah satu indikator

keberhasilan tersebut adalah berkurangnya jumlah daerah tertinggal. Evaluasi

atas pelaksanaan pembangunan daerah tertinggal selama lima tahun

menunjukkan bahwa sebanyak 50 kabupaten dari 199 kabupaten yang pada

awal pelaksanaan RPJMN 2004—2009 dikategorikan sebagai daerah tertinggal

telah lepas dari status tertinggal menjadi daerah yang relatif maju dalam skala

nasional secara bertahap, yaitu 28 kabupaten di tahun 2007, 12 kabupaten di

tahun 2008, dan 10 kabupaten di tahun 2009.

Sasaran ketiga adalah meningkatnya kualitas manusia. Selama kurun waktu

2004—2009 peningkatan kualitas manusia yang dicapai antara lain: (1)

meningkatnya akses dan kesempatan masyarakat untuk memperoleh

pendidikan; (2) meningkatnya angka harapan hidup penduduk Indonesia

menjadi 70.7 tahun pada tahun 2009; (3) menurunnya angka kelahiran total

(TFR) menjadi 2.3 kelahiran per wanita; dan (4) meningkatnya kualitas dan

partisipasi pemuda di berbagai bidang pembangunan. Sasaran ini diwujudkan

melalui penetapan prioritas: (1) Peningkatan Akses Masyarakat terhadap

Pendidikan yang Berkualitas; (2) Peningkatan Akses Masyarakat terhadap

Layanan Kesehatan yang Lebih Berkualitas; (3) Peningkatan Perlindungan dan

Kesejahteraan Sosial; (4) Pembangunan Kependudukan, dan Keluarga Kecil

Berkualitas serta Pemuda dan Olahraga; serta (5) Peningkatan Kualitas

Kehidupan Beragama.

Prioritas Peningkatan Akses Masyarakat terhadap Pendidikan yang

Berkualitas. Pembangunan pendidikan nasional selama periode RPJMN

2004—2009 telah berhasil meningkatkan akses dan kesempatan masyarakat

untuk memperoleh pendidikan. Hal ini ditunjukkan dengan meningkatnya

rata-rata lama sekolah penduduk usia 15 tahun ke atas dari 7,27 tahun pada

tahun 2005 menjadi 7,50 tahun pada tahun 2008 dan menurunnya persentase

angka buta aksara penduduk usia 15 tahun ke atas dari 9,55 persen pada

tahun 2005 menjadi 5,97 pada tahun 2008 (BPS, 2008; hasil Susenas).

Pencapaian tersebut semakin diperkuat dengan adanya peningkatan angka

partisipasi pendidikan pada semua jenjang pendidikan.

Prioritas Peningkatan Akses Masyarakat terhadap Kesehatan yang

Berkualitas. Pembangunan kesehatan telah berhasil meningkatkan Umur

Harapan Hidup (UHH) penduduk Indonesia. Berdasarkan data BPS (2008), usia

harapan hidup pada tahun 2009 adalah 70,7 tahun, diatas sasaran RPJMN

(21)

17

2004—2009 yaitu 70,6 tahun. Angka kematian ibu (AKI) selama empat tahun

terakhir telah menurun secara nyata. Berdasarkan hasil Survei Demografi

Kesehatan Indonesia (SDKI) tahun 2007, AKI menurun dari 307 per 100.000

kelahiran hidup menjadi 228 per 100.000 kelahiran hidup pada tahun 2007.

Angka ini telah mendekati sasaran dalam RPJMN 2004—2009 yakni 226 per

100.000 kelahiran hidup. Prevalensi kekurangan gizi pada anak balita adalah

sebesar 18,4 persen terdiri dari gizi-kurang 13,0 persen dan gizi-buruk 5,4

persen (Depkes, 2007, Riset Kesehatan Dasar/Riskesdas). Angka tersebut telah

melampaui target RPJMN 2004—2009 sebesar 20,0 persen. Meskipun secara

prevalensi menurun dari tahun 2005 (25,8 persen), namun jika dilihat dari

jumlah penduduk dan proporsi balita pada tahun yang sama, beban masalah

yang dihadapi masih cukup besar.

Prioritas Peningkatan Perlindungan dan Kesejahteraan Sosial. Keberhasilan

pelaksanaan RPJMN 2004—2009 pembangunan bidang perlindungan dan

kesejahteraan sosial antara lain melalui pelayanan dan rehabilitasi

kesejahteraan sosial bagi anak, lanjut usia dan penyandang cacat telantar,

pemberian bantuan bagi fakir miskin dan PMKS lainnya, serta pemberdayaan

masyarakat miskin agar mampu memenuhi kebutuhannya secara mandiri.

Berkaitan dengan Bantuan Langsung Tunai (BLT) didapatkan bahwa program

BLT merupakan program yang 90,51 persen tepat sasaran, 97,14 persen tepat

jumlah dan 89,10 persen tepat waktu. Sementara itu, bantuan sosial untuk

rumah tangga sangat miskin (RTSM) dalam bentuk bantuan tunai bersyarat

melalui PKH, pada tahun 2007 menjangkau 387.947 KK di 48 kabupaten di 7

provinsi. Sedangkan pada tahun 2009, cakupan PKH diperluas hingga

menjangkau 726.376 KK di 70 Kabupaten, dengan tambahan 6 provinsi.

Prioritas Pembangunan Kependudukan dan Keluarga Kecil Berkualitas serta

Pemuda dan Olahraga. Pembangunan kependudukan yang didukung oleh

program keluarga berencana telah berhasil menurunkan angka kelahiran total

(total fertility rate/TFR) dari 2,4 kelahiran per wanita (SDKI 2002/2003)

menjadi 2,3 kelahiran per wanita (SDKI 2007). Hasil ini belum memenuhi

target TFR RPJMN 2004—2009 sebanyak 2,2 kelahiran per wanita. Kualitas

dan partisipasi pemuda di berbagai bidang pembangunan mengalami

peningkatan. Peningkatan ini antara lain ditunjukkan oleh meningkatnya APS

pemuda dan tingkat partisipasi angkatan kerja (TPAK) pemuda. APS penduduk

usia 16-18 tahun meningkat dari 53,86 persen pada 2005 menjadi 54,70 pada

2008; APS penduduk usia 19-24 tahun, meningkat dari 12,23 persen pada

2005 menjadi 12,43 pada 2008 (Susenas, 2008). Sementara itu TPAK pemuda

(22)

18

juga mengalami peningkatan yaitu dari 62,47 persen pada tahun 2006

menjadi 63,31 pada tahun 2008.

Prioritas Peningkatan Kualitas Kehidupan Beragama. Sejumlah kemajuan di

bidang kerukunan umat beragama telah menampakkan bentuknya yang

diperlihatkan dengan intensitas dan semangat kerjasama lintasagama dan

terbentuknya Forum Kerukunan Umat Beragama (FKUB) di berbagai provinsi,

kabupaten/kota bahkan di tingkat kecamatan. Selama periode 2004—2009,

pemerintah terus berupaya memberikan pelayanan dan fasilitasi kepada umat

beragama agar bisa menjalankan ajaran agamanya dengan mudah, aman,

bebas dan leluasa. Untuk sarana peribadatan, sebanyak 1.093 gedung tempat

ibadah telah dibangun dan sebanyak 5.151 gedung tempat ibadah

direhabilitasi. Bantuan kitab suci dan tafsir kitab suci juga terus dilaksanakan,

dalam periode yang sama telah disalurkan sebanyak hampir 400 ribu

eksemplar. Bahkan, untuk menguatkan status hukum dari tanah-tanah hibah

keagamaan, baik itu tanah wakaf, tanah gereja dan sejenisnya, agar lebih

bermanfaat untuk kepentingan umat telah diupayakan bantuan sertifikasi

hampir untuk 20 ribu petak tanah hibah.

Sasaran keempat adalah membaiknya mutu lingkungan hidup dan

pengelolaan sumberdaya alam yang mengarah pada pengarusutamaan

(mainstreaming) prinsip pembangunan berkelanjutan di seluruh sektor dan

bidang pembangunan. Perbaikan pengelolaan sumber daya alam telah

menghasilkan beberapa indikator positif dalam penerapan dan penegakan

peraturan perundang-undangan, perbaikan kapasitas dan sistem pengelolaan

dan juga kualitas lingkungan hidup. Sasaran ini diwujudkan melalui prioritas

Perbaikan Pengelolaan Sumber Daya Alam dan Pelestarian Fungsi Lingkungan

Hidup.

Prioritas Perbaikan Pengelolaan Sumber Daya Alam dan Pelestarian Fungsi

Lingkungan Hidup. Secara umum upaya perbaikan pengelolaan sumber daya

alam telah menghasilkan beberapa indikator positif dalam penerapan dan

penegakan peraturan perundang-undangan, perbaikan kapasitas dan sistem

pengelolaan, dan juga kualitas lingkungan hidup. Pada sektor kehutanan,

berbagai pencapaian yang berhasil diwujudkan, antara lain: (1) menurunnya

kasus kejahatan di bidang kehutanan dan terselamatkannya kekayaan negara

sekitar Rp25 triliun setiap tahun sebagai hasil upaya pencegahan dan

pemberantasan pembalakan liar (illegal logging); (2) menurunnya laju

deforestasi dan degradasi hingga 0,9 juta hektar per tahun akibat adanya

upaya rehabilitasi; (3) investasi baru hutan tanaman sekitar 1,12 juta hektar

(23)

19

hutan tanaman industri (HTI) dengan nilai investasi sebesar Rp62,29 triliun;

membaiknya harga hasil hutan di pasar internasional; (4) adanya kepastian

hukum dan bantuan permodalan dalam usaha kehutanan bagi masyarakat; (5)

meningkatnya usaha di bidang pariwisata alam; (6) diatasinya kebakaran

hutan secara nyata; serta (7) terserapnya tenaga kerja dari pembangunan

kehutanan yang mencapai sekitar 2,5 juta orang. Pada sektor kelautan,

berbagai capaian yang berhasil diwujudkan antara lain: (1) menurunnya

jumlah pelanggaran serta perusakan sumber daya pesisir dan laut; (2)

terlaksananya uji coba pengelolaan ekosistem pesisir, laut, dan pulau-pulau

kecil secara lestari, terpadu, serta berbasis masyarakat di beberapa lokasi,

terutama di ekosistem terumbu karang, mangrove, dan padang lamun; serta

(3) diterbitkannya UU Nomor 27 Tahun 2007 tentang Pengelolaan Wilayah

Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil (PWP-PPK). Pada sektor Pertambangan dan

Energi, dalam periode 2004—2009 upaya untuk meningkatkan nilai tambah

dengan membangun industri pengolahan hasil tambang telah meningkat

meskipun masih sangat kecil. Pada sektor lingkungan hidup, berbagai capaian

yang berhasil diwujudkan antara lain: (1) terlaksananya pengendalian

pencemaran lingkungan; (2) terlaksananya pengendalian kerusakan

lingkungan; (3) terlaksananya pemantauan kualitas lingkungan; (4)

meningkatnya pengelolaan bahan beracun dan berbahaya (B3) dan limbah B3;

serta (5) upaya penanganan bencana alam dalam bentuk pembangunan

sarana dan pengembangan informasi meteorologi, klimatologi, kualitas udara

dan geofisika secara komprehensif. Pencapaian-pencapaian penting berhasil

diwujudkan terutama melalui pelaksanaan Program Pengembangan dan

Pengelolaan Sumber Daya Hutan, Program Pengembangan dan Pengelolaan

Sumber Daya Kelautan serta Program Pengendalian Pencemaran dan

Perusakan Lingkungan Hidup.

Sasaran kelima adalah membaiknya infrastruktur yang ditunjukkan oleh

meningkatnya kuantitas dan kualitas berbagai sarana penunjang pembangunan.

Perwujudan peningkatan kuantitas dan kualitas berbagai sarana penunjang

pembangunan dicerminkan dengan pencapaian beberapa kegiatan yang sesuai

atau bahkan melebihi target yang direncanakan di bidang sumberdaya air,

transportasi, energi dan kelistrikan, pos dan telekomunikasi, serta perumahan

dan permukiman. Sasaran ini diwujudkan dengan prioritas Percepatan

Pembangunan Infrastruktur.

Prioritas Percepatan Pembangunan Infrastruktur. Program percepatan

pembangunan infrastruktur pada RPJMN 2004—2009 difokuskan pada

perbaikan pelayanan dan penyediaan infrastruktur di bidang sumberdaya air,

(24)

20

transportasi, energi dan kelistrikan, pos dan telekomunikasi, serta

perumahan, air minum, limbah, persampahan, dan drainase guna mendorong

pertumbuhan ekonomi. Di samping itu, difokuskan pula pada percepatan

pembangunan infrastruktur yang didorong melalui peningkatan peran swasta

dengan meletakkan dasar-dasar kebijakan dan regulasi serta reformasi dan

restrukturisasi kelembagaan.

Bidang Sumberdaya Air, pencapaian dari pembangunan infrastruktur sumber

daya air sampai tahun 2009 antara lain: (1) dalam upaya menjaga kelestarian,

meningkatkan fungsi dan ketersediaan air, serta meningkatkan daya tampung

air, telah dilakukan pembangunan 11 waduk yaitu: Waduk Keuliling di

Nanggroe Aceh Darusalam, Telaga Tunjung dan Benel di Bali, Ponre-ponre di

Sulawesi Selatan, Panohan dan Lodan di Jawa Tengah, Kedung Brubus, Nipah,

dan Gonggang di Jawa Timur, serta Bilal dan Binalatung di Kalimantan Timur,

selain itu, juga telah dilakukan pembangunan 443 embung; (2) untuk

mendukung ketahanan pangan nasional, telah dilakukan peningkatan luas

layanan jaringan irigasi seluas 527,06 ribu hektar, rehabilitasi jaringan irigasi

seluas 1,93 juta hektar, dan operasi dan pemeliharaan jaringan irigasi yang

menjadi kewenangan pemerintah pusat seluas 2,1 juta hektar per tahun.

Selain itu, juga telah dilakukan peningkatan/rehabilitasi jaringan rawa seluas

923,57 ribu hektar serta operasi dan pemeliharaan jaringan rawa seluas

451,29 ribu hektar per tahun; (3) dalam upaya meningkatkan pemenuhan

kebutuhan air baku bagi rumah tangga, industri, dan perkotaan, telah

dibangun saluran pembawa air baku dengan kapasitas layanan lebih kurang

12,52 m

3

/det.; (4) dalam rangka mengendalikan dan mengurangi dampak

bencana akibat banjir, telah dibangun prasarana pengendali banjir sepanjang

1.013 km untuk mengamankan kawasan seluas 12,8 ribu hektar dan telah

dipasang serta dioperasikan flood forecasting and warning system di sepuluh

wilayah sungai sebagai langkah antisipasi terhadap banjir; (5) sebagai

landasan hukum dan operasional pelaksanaan pengelolaan sumber daya air

secara optimal, telah diterbitkan beberapa Peraturan Pemerintah (PP) sebagai

implementasi dan pengaturan lebih lanjut atas UU Nomor 7 Tahun 2004

tentang Sumber Daya Air; dan (6) upaya untuk meningkatkan kapasitas dan

partisipasi masyarakat, telah dilakukan berbagai upaya pembinaan, pelatihan

dan kegiatan pengelolaan sumber daya air partisipatif yang dilakukan melalui

Perkumpulan Petani Pemakai Air (P3A), Gerakan Nasional Kemitraan

Penyelamatan Air (GNKPA), dan pemberdayaan masyarakat di sekitar waduk.

Pencapaian beberapa kegiatan telah sesuai atau bahkan melebihi target yang

telah direncanakan, yaitu dalam hal: (1) pelaksanaan pembangunan waduk

dan embung; pengelolaan dan konservasi sungai, danau, dan sumber air

(25)

21

lainnya; (2) peningkatan/rehabilitasi jaringan rawa dan jaringan pengairan

lainnya; dan (3) pembangunan saluran air baku.

Bidang Transportasi, beberapa capaian yang berhasil diwujudkan pada tahun

2009 antara lain:

Pembangunan transportasi jalan, meliputi: pemeliharaan jalan nasional

sepanjang 136.127 km, pemeliharaan jembatan sepanjang 161.054 meter,

peningkatan kapasitas dan struktur jalan nasional sepanjang 15.702 km dan

jembatan sepanjang 45.231 meter terutama pada lintas Timur Sumatera,

Pantura Jawa, lintas Selatan Kalimantan, lintas Barat Sulawesi dan lintas-lintas

lainnya; pembangunan jalan di kawasan perbatasan hingga mencapai 670,2

km; pembangunan jalan di pulau terpencil/terdepan hingga mencapai 571,8

km; pembangunan jembatan Suramadu; serta pengadaan lahan untuk

pembangunan jalan tol.

Pembangunan sarana lalu lintas angkutan jalan, berupa: (a) pengadaan

fasilitas keselamatan, seperti marka jalan sepanjang 2.829.555 m dan pagar

pengaman jalan 118.424 m; (b) pengadaan bus ukuran sedang dan besar

untuk Bus Rapid Transit (BRT) mencapai 40 unit, pengadaan 78 unit bus

perintis, 60 unit bus sedang non AC, 45 unit bus sedang AC dan 30 unit bus

besar untuk angkutan perintis, kota/pelajar/mahasiswa serta pelayanan

subsidi bus perintis untuk 111 trayek/lintasan perintis pada 21 provinsi; dan

(c) pembangunan baru dan lanjutan pembangunan terminal di tujuh lokasi:

terminal Batas Antar-Negara Sei. Ambawang-Pontianak (lanjutan), terminal

Matoain (NTT), terminal Kuningan (Jawa Barat), terminal Wonosari (DIY),

terminal Palangkaraya (Kalteng), terminal Badung (Bali), terminal Aceh Timur

(NAD), serta lanjutan rehabilitasi terminal di Provinsi Maluku dalam rangka

pelaksanaan Inpres Nomor 6 tahun 2003 tentang Percepatan Pemulihan

Pembangunan Provinsi Maluku dan Provinsi Maluku Utara Pasca konflik.

Pembangunan transportasi sungai, danau, dan penyeberangan, antara lain:

(a) pengadaan rambu penyeberangan sebanyak 29 buah, rambu sungai dan

danau mencapai 2.530 buah; (b) pengerukan alur kolam pelabuhan 2.225.000

m

3

; (c) pembangunan dermaga penyeberangan sebanyak 151 unit (baru dan

lanjutan), dan pembangunan dermaga danau 36 unit (baru dan lanjutan); (d)

pembangunan kapal penyeberangan perintis 30 unit (baru dan lanjutan),

pembangunan bus air 28 unit, dan speed boat sepuluh unit; dan (e)

pengoperasian kapal penyeberangan perintis pada 76 lintas dalam provinsi

dan delapan lintas antarprovinsi.

(26)

22

Pembangunan transportasi perkeretaapian, adalah: (a) peningkatan jalan rel

sepanjang 1.849,62 km dan pembangunan jalur KA baru sepanjang 244,80 km,

antara lain di NAD, lintas Simpang-Indralaya (Kampus Unsri), partial double

track lintas Tulungbuyut-Blambangan Umpu, jalur ganda Tanah

Abang-Serpong, jalur ganda lintas Cikampek-Cirebon, Yogyakarta-Kutoarjo,

Tegal-Pekalongan, dan lintas Cirebon-Kroya; (b) peningkatan jembatan KA 161 unit;

(c) modernisasi dan peningkatan persinyalan, telekomunikasi dan listrik

(sintelis) 96 paket; (d) pengadaan rel mencapai 142.311 ton; (e) pengadaan

wesel 100 unit; (f) rehabilitasi jalan KA lintas Bogor-Sukabumi sepanjang 57

km; (g) pembangunan Depo Depok; (h) engineering service MRT Jakarta; (i)

pembangunan double double track Manggarai-Cikarang; (j) pengadaan kereta

kelas ekonomi (K3) 168 unit, KRD/KRDI 46 unit, KRL 108 unit, kereta kedinasan

2 unit, railbus (tahap 1) tiga unit, serta public service obligation (PSO) untuk

angkutan kereta api kelas ekonomi.

Pembangunan transportasi laut (pada kurun waktu 2004—2009), yang telah

dilaksanakan adalah: (a) pembangunan 15 pelabuhan peti kemas (antara lain

Pelabuhan Tanjung Priok, Tanjung Perak, Belawan, Tanjung Emas, Panjang,

Makasar, Banjarmasin, Pontianak, Bitung, Samarinda, dan Palembang), 17

pelabuhan yang memiliki terminal penumpang dan 142 pelabuhan untuk

pelayaran non-perintis/perintis/rakyat (antara lain Tanjung Buton dan Dumai

di Riau, Labuhan Amuk di Bali, Bitung di Sulawesi Utara, Arar Manokwari di

Papua, Tarempa, Malarko di Kepri, Teluk Tapang di Sumbar, Tanjung Batu

(Manggar) di Belitung); (b) pembangunan kapal perintis sebanyak 18 unit; (c)

pembangunan fasilitas sistem telekomunikasi pelayaran, antara lain persiapan

Indonesia Ship Reporting System (INDOSREP) di Selat Sunda dan Selat Lombok,

pembangunan Vessel Traffic Services (VTS) di wilayah Selat Malaka,

pembangunan vessel traffic information System (VTIS) di Teluk Bintuni, Papua

Barat, serta pemasangan automatic identification ship (AIS) di lima lokasi

pelabuhan: Belawan, Jakarta, Semarang, Surabaya, dan Makassar; (d)

pembangunan sarana bantu navigasi pelayaran (SBNP) meliputi 42 unit

menara suar, 123 unit rambu suar, dan 100 unit pelampung suar; (e)

pengerukan alur/kolam pelabuhan mencapai 17,17 juta m

3

; dan (f) pengadaan

empat unit kapal navigasi.

Pembangunan transportasi udara, antara lain: (a) pengembangan 14 bandar

udara pada daerah rawan bencana dan daerah perbatasan agar mampu

melayani pesawat udara sejenis F-27 atau Hercules C-130; (b) rehabilitasi dan

pemeliharaan fasilitas landasan 2.881.925 m

2

, fasilitas terminal 17.842 m

2

,

fasilitas bangunan 124.083 m

2

, dan fasilitas keselamatan penerbangan 77

(27)

23

paket; (c) pembangunan 15 bandara yang melayani penerbangan umum,

diantaranya bandara Dobo, Saumlaki Baru, Seram Bagian Timur, Namniwel,

Sam Ratulangi-Manado, Pengganti Dumatubun-Langgur, Waghete Baru dan

Muara Bungo, Bandara Internasional Minangkabau, Abdurahman

Saleh-Malang, Blimbingsari-Banyuwangi, Seko, Rampi, dan Hadinotonegoro Jember;

(d) pembangunan bandara Medan Baru, Hasanuddin Makassar, Lombok Baru,

serta terminal tiga Bandara Soekarno Hatta; (e) pembangunan dan

peningkatan bandara di daerah perbatasan, terpencil, dan rawan bencana

sebanyak 12 lokasi di Rembele, Silangit, Sibolga, Enggano, Rote, Ende, Naha,

Manokwari, Sorong, Melongguane, Nunukan, dan Haliwen; serta (f)

pemberian subsidi operasi angkutan udara perintis untuk 96 rute di 15

provinsi.

Bidang Energi dan Ketenagalistrikan, pasokan energi primer nasional dari

tahun ke tahun mengalami kenaikan. Dari neraca energi tahun 2008,

Indonesia harus mengimpor energi primer sebesar 242.662 BOE dimana

impor minyak mentah dan BBM sekitar 238.649 BOE. Di sisi ekspor, tahun

2008 Indonesia telah mengekspor 1.057.757 BOE dimana ekspor minyak

mentah sekitar 134.872 BOE, gas bumi (dan LNG) sekitar 250.886 BOE, dan

batubara sekitar 672.000 BOE. Pengembangan dan pemanfaatan energi

alternatif yaitu energi baru terbarukan (EBT) juga mengalami peningkatan.

Pemanfaatan panas bumi (geothermal), surya, biomasa, bayu dan mikrohidro

untuk pembangkit listrik mengalami peningkatan walaupun belum optimal.

Kapasitas pembangkit listrik mengalami tren peningkatan, dibandingkan tahun

2005 terjadi peningkatan sebesar 5.830 MW sampai dengan tahun 2009.

Demikian pula dalam jangkauan pelayanan ketenagalistrikan, jumlah rumah

tangga berlistrik meningkat sebesar 4.539 rumah tangga dan jumlah desa

berlistrik meningkat sebesar 11.307 desa pada periode 2005-2009. Walaupun

mengalami tren yang meningkat, pencapaian pembangunan ketenagalistrikan

masih di bawah target yang direncanakan dalam RPJMN 2004—2009.

Penyebabnya antara lain adalah keterbatasan sumber pendanaan dan sulitnya

mencari sumber pendanaan baik dari dalam negeri maupun luar negeri,

permasalahan sosial menyangkut pembebasan tanah, gejolak global yang

mengakibatkan kenaikan harga bahan baku, berbagai kendala untuk

memperoleh perijinan dan masih sulitnya mencari sumber energi primer yang

siap dipergunakan terutama gas dan energi baru terbarukan (EBT).

Bidang Pos dan Telematika, beberapa capaian yang berhasil diwujudkan

adalah tercapainya teledensitas sambungan tetap sebesar 13 persen dan

telepon bergerak 20 persen, terselesaikannya pembangunan fasilitas

(28)

24

telekomunikasi perdesaan sekurang-kurangnya 43 ribu sambungan baru di 43

ribu desa dan meningkatnya kualitas dan jangkauan layanan penyiaran televisi

dan radio yang masing-masing mencakup 88 persen dan 85 persen penduduk

Indonesia.

Bidang Perumahan dan Permukiman, realisasi pencapaian kinerja sasaran

pembangunan rusunawa tahun 2004—2009 hanya mencapai 62,85 persen

dari sasaran RPJMN 2004—2009 yang disebabkan oleh terbatasnya anggaran

pemerintah pusat dan daerah (APBN dan APBD). Sedangkan realisasi

pencapaian pembangunan rusunami hanya mencapai 26,86 persen dari

sasaran RPJMN 2004—2009 karena program pembangunan rusunami baru

dijalankan setelah terbitnya Keppres 22 Tahun 2006 dan dicanangkannya

program percepatan pembangunan rumah susun di kawasan perkotaan pada

tanggal 5 April 2007 (1000 tower/menara rusuna).

Selain kelima sasaran tersebut di atas, terdapat prioritas tambahan yaitu

Penanggulangan dan Pengurangan Resiko Bencana. Prioritas ini tidak

terdapat pada RPJMN 2004—2009, tetapi karena didasari oleh perkembangan

situasi Indonesia yang mengalami beberapa bencana alam besar maka

dianggap penting untuk menambahkan prioritas tersebut dalam penyusunan

rencana pembangunan tahunan. Adapun keberhasilan upaya pengurangan

risiko bencana selama periode 2004—2009 antara lain:

Penanggulangan Pascabencana di Provinsi NAD dan Kepulauan Nias Provinsi

Sumatera Utara, terlihat pada sektor kesehatan, pendidikan, perdagangan

dan pertanian. Capaian dari keempat sektor tersebut telah sesuai ataupun

melebihi target dari Rencana Induk. Pada sektor kesehatan, dalam rangka

memulihkan kondisi mental para korban yang trauma akibat bencana, maka

telah dilaksanakan kegiatan Trauma Conseling yang tersebar di 16 kabupaten

di Provinsi NAD dan Kepulauan Nias. Selanjutnya pada sektor pendidikan,

dikarenakan kebutuhan masyarakat untuk memperoleh pendidikan yang

semakin meningkat dan adanya penambahan jumlah tenaga pengajar, maka

jumlah sekolah yang dibangun telah sesuai dengan target dari rencana induk,

bahkan melebihi.

Penanggulangan Pascabencana di Provinsi DI Yogyakarta dan Jawa Tengah,

merupakan pengalaman pertama kali yang melibatkan secara penuh

pemerintah daerah, provinsi dan kabupaten/kota dalam siklus

penanggulangan bencana. Sejak tahun 2007 pelaksanaan rehabilitasi

perumahan di wilayah Provinsi DI Yogyakarta dan Provinsi Jawa Tengah, baik

(29)

25

yang rusak berat, sedang dan ringan telah melebihi target Rencana Aksi. Posisi

keberhasilan pencapaian pemulihan sarana prasarana publik terdapat pada

pemulihan prasarana infrastruktur dan prasarana pemerintahan. Sedangkan

untuk pemulihan pariwisata dan perdagangan, pada tahun 2008 rehabilitasi

prasarana pendukung pariwisata telah mencapai 12 unit, dan rehabilitasi

kerusakan kios, los dan loket telah berhasil sebagaimana diamanatkan dalam

Rencana Aksi.

Penanganan Semburan Lumpur Panas Sidoarjo, sepanjang tahun 2007

hingga

2009, terdapat beberapa catatan penting yang telah dihasilkan Bapel BPLS,

antara lain: berhasil mempertahankan tidak meluasnya Peta Area Terdampak

(PAT), dan menangani masalah sosial kemasyarakatan di luar PAT melalui

pembayaran tahap 30 persen, sesuai Perpres nomor 40 tahun 2009, yang

dapat dituntaskan sesuai jadual.

Upaya Pengurangan Risiko Bencana, keberhasilan yang paling nyata selama

periode 2004—2009 adalah diterbitkannya UU Nomor 24 Tahun 2007 tentang

Penanggulangan Bencana sebagai landasan hukum dalam pelaksanaan

penanggulangan bencana, serta Perpres Nomor 8 Tahun 2008 tentang

Pembentukan Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB). Selain itu

ditunjukkan pula dengan terbentuknya kelembagaan penanggulangan

bencana dalam dua tahun terakhir ini, yaitu Badan Penanggulangan Bencana

Daerah (BPBD) di 23 provinsi dan 64 kabupaten/kota, serta pengarusutamaan

pengurangan risiko bencana dalam dokumen perencanaan pembangunan

daerah.

Capaian pelaksanaan pembangunan berdasarkan sasaran masing-masing

prioritas pembangunan dapat dilihat dalam matriks berikut.

(30)

Matriks Ringkasan Capaian

MEMELIHARA MOMENTUM PERUBAHAN

Evaluasi 5 Tahun Pelaksanaan RPJMN 2004-2009

Referensi

Dokumen terkait

Pengukuran capaian kinerja Kantor Layanan Pengadaan Barang dan Jasa Kabupaten Bogor tahun 2015 dapat dibandingkan dengan pencapaian indikator sasaran.. Untuk indikator

Dengan demikian, untuk dapat menyelenggarakan pendidikan berbasis komputer di Indonesia kita masih harus memikirkan banyak hal agar pemanfaatan teknologi informasi ini tidak

Pembelajaran matematika dalam penelitian ini adalah suatu proses pemerolehan keterampilan menalar dan melogika melalui berhitung dasar pada aspek pengurangan

Hasil penelitian menunjukkan bahwa pengetahuan responden mengenai kesehatan gigi dan mulut dalam kategori kurang baik sebesar 52,3% dengan status periodontal yaitu

Untuk menghindari agar pembahasan dalam skripsi ini tidak keluar atau melenceng dari pokok permasalahan, maka diperlukan adanya batasan-batasan terhadap permasalahan

KI-2: Kemampuan menguasai pengetahuan faktual, konseptual, dan prosedural tentang cara meningkatkan peran dan fungsi dalam kehidupan di masyarakat dengan memanfaatkan

Karya ilmiah ini ditulis 1) untuk mengetahui apakah silabus dalam pelaksanaan Pendekatan Multiple Intelligence di LazuardiKamilaGIS Surakarta; 2) untuk mengetahui

Tindakan Uesugi Kenshin membatalkan rencana perangnya terhadap klan Takeda di provinsi Kai dan klan Hojo di Odawara setelah mendengar berita kematian Nagao Masakage meskipun