• Tidak ada hasil yang ditemukan

MAKAM ORANG BADUY Graveyard of Baduy People

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "MAKAM ORANG BADUY Graveyard of Baduy People"

Copied!
10
0
0

Teks penuh

(1)

MAKAM ORANG BADUY Graveyard of Baduy People

Oerip Brahmantyo Boedi

Balai Arkeologi Jawa Barat

Jl. Raya Cinunuk Km. 17, Cileunyi, Kabupaten Bandung Email: obboedi@yahoo.co.id

Abstraks

Orang Baduy menetap di Desa Kanekes, Leuwidamar, Kabupaten Lebak, banten. Mereka masih kukuh memegang adat dan agama yang sudah berlangsung lama. Salah satu tradisi yang hingga sekarang masih berlangsung adalah tradsisi pemkaman bagi warganya yang meninggal dunia. Keletakan dan kaitan makam dengan pandaangan hidup orang Baduy merupakan bahasan dalam kajian ini. Berdasarkan hasil pengamatan di tujuh kampung panamping dan dua kampung tangtu dilihat persamaan dan perbedaan dalam pola pemukiman dan elemen-elemennya terdapat pada kompleks makam. Selain itu, makam dan orientasi orang Baduy juga menunjukkan adanya simbol yang terkait dengan religi orang Baduy.

Kata Kunci: orang Baduy, makam, tata letak, orientasi, religi abstract

Baduy people settled in Kanekes village, Leuwidamar, Lebak Regency, Banten. They still hold a long-lasting custom and religion. One of the traditions that is still ongoing is the tradition of the decay for its citizens who passed away. The Rift and the link of the tomb with the life view of Baduy people is a discussion in this study. Based on the results of observations in seven Kampung Panamping and two Kampung Tangtu seen similarities and differences in the pattern of settlements and its elements found in the grave complex. In addition, the tomb and orientation of the Baduy people also indicate the presence of symbols related to the religion of the Baduy people.

Keywords: Baduy people, tombs, layouts, orientation, religion PENDAHULUAN

Orang Baduy merupakan suatu komunitas atau masyarakat adat yang hingga sekarang masih menjalankan kehidupan yang sudah berlangsung sejak lama. Mereka menempati tanah ulayat yang secara administratif berada dalam wilayah Desa Kanekes, Kecamatan

Leuwi Damar, Kabupaten Lebak, Banten (Permana, 2001: 9). Luas Desa Kanekes sekitar 5.101, 85 hektar. Daerah desa ini merupakan daerah berbukit yang makin ke arah selatan makin curam. Tempat tertinggi adalah puncak Pegunungan Kendeng pada ketinggian 1.200 meter dari permukaan air laut. Terdapat beberapa sungai kecil yang mengalir di daerah Kanekes yang

(2)

L. Berthe. Sementara tulisan dan kajian oleh peneliti Indonesia dalam bentuk artikel, buku, laporan penelitian, skripisi, tesis, maupun disertasi dimulai pada tahun 1970-an, misalnya Djauhari Sumintardja, Ardi Tirtariandi, Didi Suryadi, Judistira Garna, Nurendah Hamis, dan Rudy Badil. Tulisan dalam bentuk skripsi, tesis, dan disertasi mulai muncul pada tahun 1980-an. Karya berbentuk skripsi, misalnya oleh Tasdik Margantara, Elly Kartika Kashmir, Iswara W.R. Rayi, Bayu R. Raharjo, R. Ukke Rukmini, dan Aki Muryagunawan. Sementara itu, karya tesis oleh Srihartiningsih Purnomohadi, sedangkan disertasi oleh Judistira Garna (Permana, 2006: 5 – 7). Sementara itu tim peneliti dari Balai Arkeologi Bandung pada tahun 2007 dan 2008 telah mengadakan penelitian di beberapa pemukiman Baduy. Penelitian pada tahun 2007 meneliti permukiman tradisional masyarakat Baduy sebagai model pemahaman pola permukiman masyarakat megalitik (Purwitasari, 2007). Sementara itu, penelitian tahun 2008 mengenai pola pembagian tata ruang masyarakat Baduy (Purwitasari, 2008).

Salah satu bagian yang menarik untuk dikaji dari kehidupan masyarakat Baduy adalah makam bagi penguburan jasad yang sudah meninggal. Masalah yang muncul terkait dengan pemakaman orang Baduy adalah mengenai keletakannya dan variasi keletakannya dalam permukimannya. Hal ini didasari kemungkinan adanya pengaturan keletakan makam yang berbeda atau bervariasi di wilayah Baduy yang terdiri dari kampung-kampung. Hal lain yang menarik adalah adanya kemungkina keterkaitan antara letak makam dan pandangan hidup atau religi yang dianut kemudian bergabung menjadi Sungai

Ciujung dan Sungai Cidurian. Areal Desa Kanekes terdiri atas hutan, ladang, semak belukar, dan perkampungan. Desa ini dibatasi oleh Desa Cibengkung dan Desa Maragati di sebelah utara; wilayah Kecamatan Bojongmanik dan Kecamatan Malingping di sebelah barat; wilayah Kecamatan Malingping dan Kecamatan Bayah di sebelah selatan; serta wilayah Kecamatan Bayah dan Kecamatan Muncang di sebelah timur (Ekadjati, 2005: 47).

Sebagai suatu komunitas yang masih kukuh menjalankan tradisi yang berlangsung sejak lama, kehidupan orang Baduy menarik minat berbagai kalangan untuk mengadakan perjalanan wisata dan riset ilmiah. Berbagai penelitian dan kajian ilmiah telah dilaksanakan. Perhatian dan kajian ilmiah terhadap orang Baduy dimulai pada menjelang pertengahan abad ke-19. Semua kajian pada masa awal hingga paruh akhir abad ke-20 dilakukan oleh peneliti asing, misalnya Spanoghe, W.R. van Hoevel, C.L. Blume, D. Koorders, J.J. Meinsma, L. Von Ende, J.J. Meijer, T. Posewitz, A. De Quant, Jul Jacobs, A.A. Pennings, C.M. Pleyte, B. van Tricht, N.J.C. Geise, dan

(3)

oleh orang Baduy.

Sesuai dengan permasalahan yang muncul, tulisan ini membahas variasi keletakan makam pada pemukiman komunitas Baduy yang ada pada ketiga hierarki kampung (tangtu, panamping dan dangka). Adapun tujuannya adalah mengungkap variasi keletakan makam dan kaitannya dengan religi masyarakat Baduy.

Dalam upaya mencaapai tujuan kajian ini dilakukan langkah-langkah sebagai berikut. Langkah awal adalah mengumpulkan data. Data kajian berasal dari tujuh kampung Baduy yang mewakili kampung penamping dan dua kampung Baduy yang mewakili kampung tangtu. Langkah selanjutnya adalah melihat dan mengkaji variasi keletakan makam pada tiap-tiap kampong yang dijadikan objek penelitian. Langkah berikutnya adalah mengaitkan pemakaman dengan pandangan hidup atau religi orang Baduy. Terakhir adalah menarik simpulan berdasarkan kajian pada bagian sebelumnya.

KEMATIAN DAN MAKAM BAGI ORANG BADUY

Orang Baduy memeluk agama Sunda Wiwitan. Dalam agama ini dikenal adanya Tuhan yang disebut dengan Sang Hiyang Tunggal. Menurut ajaran agama Sunda Wiwitan, sukma manusia atau ruh turun ke dunia dari Mandala Hiyang. Apabila tugasnya di dunia sudah selesai, ke Mandala Hiyang pula sukma manusia mesti kembali (Jatisunda, 2004: 10). Pusat kegiatan agama orang Baduy adalah di Sasaka Domas. Di sini terdapat tinggalan-tinggalan dari tradisi megalitik. Kompleks

pusat keagamaan orang Baduy terletak di daerah paling selatan dari wilayah pemukiman orang Baduy (Djoewisno, 1987: 34).

Kematian merupakan peristiwa yang universal dalam daur hidup manusia. Dalam adat Baduy, peristiwa ini disebut dengan kaparupuhan atau kehilangan. Kehilangan yang dimaksud adalah lepas atau tidak ada lagi hubungan secara lahir antara si mati dengan keluarga, kerabat, dan lingkungan sosialnya serta antara jasad dan rohnya (Permana, 2006: 122).

Orang Baduy yang meninggal dikuburkan dalam suatu area pemakaman yang terdapat di tiap kampung. Menurut informasi dari Sarpin dan Wakil Jaro Cibeo, sebelum dan sesudah jasad dimakamkan terdapat upacara-upacara tertentu yang berlangsung hingga hari ketujuh. Acara pemakaman dan ritual yang berhubungan dengannya dipimpin oleh seorang panghulu. Bila ada orang yang meninggal, jasad kemudian dimandikan. Setelah dimandikan kemudian dibungkus dengan selembar boeh. Boeh merupakan kain kafan berwarna putih. Pada bagian atas kepala, dada, pinggang, dan kaki

Makam dengan Penanda Pohon Hanjuang di Desa Gajeboh (Dok. Balai Arkeologi

(4)

diikat dengan kain boeh. Bagian telinga, hidung, mulut, dubur, dan kemaluan ditutup dengan kapas. Jasad dibawa ke makam dengan digotong menggunakan penggotongan jenazah yang dibuat dari bambu. Alat ini disebut dengan pasarad. Penggotongan ini berupa dua batang bambu untuk dipanggul dan pelupuh dari bambu di bagian tengahnya sebagai tempat menaruh jenazah. Setelah itu dimakamkan liang lahat dengan orientasi timur-barat, kepala diletakkan di bagian barat, dimiringkan ke kanan atau ke selatan sehingga muka jenazah menghadap ke selatan. Kemudian ditimbun dengan tanah. Upacara dilanjutkan dengan pemberian salawat berupa uang koin atau logam di bagian permukaan makam. Selanjutnya pada permukaan kubur diberi dalika. Dalika berupa bambu yang disusun berdenah segi empat yang menyerupai jirat dalam tradisi agama Islam. Dengan adanya dalika, permukaan tanah makam lebih tinggi daripada permukaan tanah sekitar. Pada bagian kepala diberi tanaman, biasanya tanaman hanjuang. Selama upacara pemakaman berlangsung hingga selesai, panghulu menjalani puasa atau tidak makan dan minum.

Selamatan yang berhubungan kematian dilaksanakan pada hari pertama hingga ketujuh. Hari pertama, ketiga, dan ketujuh dilaksanakan di makam. Sedang hari kedua, keempat, kelima, dan keenam dilaksanakan di rumah yang meninggal. Waktu pelaksanaan selamatan ditentukan oleh panghulu. Secara umum tidak ada perlakuan khusus terhadap area pemakaman oleh orang Baduy. Setelah dalika rapuh dan hancur, tidak diganti dengan yang baru. Area pemakaman boleh

digunakan untuk keperluan yang lain, misalnya menanam pohon.

MAKAM-MAKAM ORANG BADUY

Orang Baduy menempati kampung-kampung yang secara hierarkis terbagi menjadi tiga bagian, yaitu tangtu, panamping, dan dangka. Tangtu merupakan kampung dengan pelaksanaan adat sangat ketat. Kampung ini juga dikenal dengan istilah Baduy Dalam. Terdapat tiga kampung yang masuk dalam golongan tangtu, yaitu Cikeusik, Cibeo, dan Cikertawana. Sedang panamping dan dangka dikenal dengan Baduy Luar. Jumlah kampung panamping dan dangka tidak tetap, cenderung meningkat jumlahnya. Menurut catatan Danasasmita dan Anis Djatisunda (1986: 118) terdapat 30 kampung. Sementara itu, pada tahun 2008 jumlah tersebut telah berkembang menjadi 40 kampung (Purwitasari, 2008: 8) Di panamping dan dangka pelaksanaan adat dalam kehidupan sehari-hari tidak seketat Baduy Dalam. Pembeda antara panamping dan dangka ialah lokasi kampung, panamping berada di wilayah Desa Kanekes, sedangkan Dangka berada di luar wilayah Desa Kanekes (Purwitasari, 1998: 4). Area pemakaman terdapat pada tiap kampung di wilayah hunian orang Baduy. Beberapa data tentang lokasi pemakaman di area pemukiman Baduy adalah sebagai berikut.

a. Kampung Cibeo

Kampung Cibeo termasuk ke dalam kampung Baduy Dalam atau tangtu. Kampung berada di sebelah timur aliran sungai Sindangmoya. Area pemukiman relatif datar. Di kampung ini

(5)

selain pemukiman warga terdapat rumah puun, bale, alun-alun, dan pos ronda. Rumah puun terdapat di bagian selatan pemukiman, bale terdapat di bagian utara pemukiman. Di antara rumah puun dan bale terdapat alun-alun. Alun-alun berupa area kosong berukuran sekitar 5 x 80 m. Di sebelah utara alun-alun terdapat bangunan terbuka yang berfungsi sebagai pos ronda. Di kampung ini terdapat rumah-rumah panggung, satu saung lisung yang terdapat di bagian utara pemukiman, sejumlah leuit yang terdapat di bagian selatan, barat, dan utara pemukiman. Area pemakaman terdapat di sebelah barat laut pemukiman.

b. Kampung Cikeusik

Kampung Cikeusik termasuk ke dalam kampung Baduy Dalam atau tangtu. Kampung berada di sebelah timur aliran sungai Ciujung. Area pemukiman relatif datar. Di kampung ini selain pemukiman warga terdapat rumah puun, bale, dan alun-alun. Rumah puun terdapat di bagian selatan pemukiman, bale terdapat di bagian utara pemukiman. Di antara

rumah puun dan bale tedapat alun-alun. Alun-alun berupa area kosong berukuran sekitar 8 x 100 m. Di kampung ini terdapat rumah-rumah panggung, satu saung lisung yang terdapat di bagian utara pemukiman, sejumlah leuit yang terdapat di bagian selatan, barat, dan utara pemukiman. Area pemakaman terdapat di sebelah barat laut pemukiman.

c. Kampung Kadujangkung

Kampung Kadujangkung terletak pada koordinat 106035’57” Bujur Timur dan 6015’54” Lintang Selatan serta berada pada ketinggian sekitar 387 m dpl. Kampung Kadujangkung digolongkan dalam kampung panamping atau Baduy Luar. Area kampung merupakan tanah yang tidak rata, bagian selatan lebih tinggi dari bagian utara. Demikian juga, sisi timur lebih tinggi dari sisi barat. Di bagian tenggara kampung terdapat pertemuan dua aliran sungai, yaitu aliran Sungai Cinangsi dan Dangdang. Aliran Sungai Cinangsi selanjutnya mengalir ke arah utara di sebelah timur kampung.

Di dalam kampung terdapat 62 rumah yang secara keseluruhan merupakan rumahpanggung, satu saung lisung, sejumlah leuit (lumbung padi) yang berada di sebelah timur, utara, dan selatan pemukiman. Di kampung ini, area pemakaman terdapat di bagian barat laut pemukiman. Tidak ada penanda material pada makam-makam yang ada.

d. Kampung Karahkal

Kampung Karahkal terletak pada koordinat 106050’98” BT dan 6028’46” LS serta berada pada ketinggian sekitar 412 m dpl. Kampung Karahkal digolongkan ke dalam kampung panamping. Area

(6)

pemukiman relatif datar. Di sebelah barat kampung terdapat aliran Sungai Cikarahkal.

Di kampung ini terdapat rumah-rumah panggung, satu saung lisung yang terdapat di bagian utara pemukiman, sejumlah leuit yang terdapat di bagian selatan, barat, dan utara pemukiman. Area pemakaman terdapat di sebelah barat laut pemukiman. Di kampung ini terdapat makam tokoh yang pada saat-saat tertentu dan pada saat ada keperluan selalu dikunjungi atau diziarahi oleh warga kampung Karahkal. Makam tersebut ditandai adanya tatanan batu-batu kali. Selain makam tersebut, makam-makam yang lainnya tidak diberi tanda material.

e. Kampung Cihulu

Kampung Cihulu terletak pada koordinat 106014’03” BT dan 6036’06” LS serta berada pada ketinggian sekitar 395 m dpl. Kampung Cihulu masuk ke dalam kampung panamping. Area pemukiman relatif datar. Bagian utara dan barat pemukiman merupakan tanah yang lebih tinggi dibandingkan dengaan pemukiman. Di sebelah timur kampung terdapat aliran Sungai Cihulu.

Di kampung ini terdapat rumah-rumah panggung, satu saung lisung yang terdapat di bagian utara pemukiman, sejumlah leuit yang terdapat di bagian selatan, barat, dan utara pemukiman. Area pemakaman terdapat di sebelah barat laut pemukiman. Tidak ada penanda material pada area pemakaman ini.

f. Kampung Marengo

Kampung Marengo terletak pada koordinat 106013’22” BT dan 6036’27”

LS serta berada pada ketinggian sekitar 265 m dpl. Kampung Marengo tergolong dalam kampung panamping. Area pemukiman bergelombang makin ke selatan makin tinggi dan pada bagian barat – timur pemukiman terdapat lembah. Area pemukiman terbagi menjadi dua bagian, barat dan timur. Bagian timur letaknya lebih tinggi dibanding dengan bagian barat merupakan pemukiman yang lama, sedangkan bagian barat merupakan pemekaran pemukiman. Di sebelah timur kampung terdapat aliran Sungai Cidangdang.

Di kampung ini terdapat rumah-rumah panggung, satu saung lisung yang terdapat di bagian utara pemukiman, sejumlah leuit yang terdapat di bagian selatan, barat, dan utara pemukiman. Area pemakaman terdapat di sebelah barat laut pemukiman

g. Kampung Gajeboh

Kampung Gajeboh terletak pada koordinat 106013’21” BT dan 6036’35” LS serta berada pada ketinggian sekitar 224 m dpl. Kampung Gajeboh digolongkan

(7)

ke dalam kampung panamping. Kampung terletak disebelah timur aliran Sungai Ciujung yang mengalir dari arah selatan kampung, berbelok di bagian barat kampung, dan selanjutnya mengalir ke arah utara. Pemukiman dikitari tanah yang lebih tinggi pada bagian utara, timur, dan selatan pemukiman. Di bagian tenggara kampung terdapat jembatan gantung dari bambu yang menghubungkan Kampung Gajeboh dengan Kampung Cikakal Muara dan daerah-daerah Baduy Dalam atau tangtu.

Di kampung ini terdapat rumah-rumah panggung, satu saung lisung yang terdapat di bagian barat laut pemukiman, sejumlah leuit yang terdapat di bagian timur, selatan, dan barat. Area pemakaman terdapat di sebelah barat laut pemukiman, di seberang aliran Sungai Ciujung. Tidak terdapat tanda khusus pada makam-makam yang terdapat di area pemakaman.

h. Kampung Cijanar

Kampung Cijanar terletak pada koordinat 106012’46” BT dan 6038’27” LS serta berada pada ketinggian sekitar 436 m dpl. Kampung Cijanar termasuk dalam golongan kampung panamping. Kampung terletak di sebelah timur aliran Sungai Cipicung yang bermata air di bagian barat daya kampung ini. Area pemukiman tidak rata dengan bagian barat lebih tinggi dibandingkan dengan bagian timur.

Di kampung ini terdapat rumah-rumah panggung, satu saung lisung yang terdapat di bagian barat laut pemukiman, sejumlah leuit yang terdapat di bagian utara pemukiman. Area pemakaman terdapat di sebelah barat laut pemukiman.

Area pemakaman terdapat di sebelah barat laut pemukiman, di seberang aliran Sungai Cipicung. Di kampung ini dijumpai aktivitas pandai besi tradisional yang menggunakan ububan dari batang kayu yang dilubangi berdiameter 20 cm setinggi satu meter.

i. Kampung Ciranji

Kampung Ciranji terletak pada koordinat 106012’55” BT dan 6038’27” LS serta berada pada ketinggian sekitar 393 m dpl. Kampung Ciranji termasuk dalam golongan kampung panamping. Pada sisi barat kampung ini terdapat aliran Sungai Ciranji. Sungai ini bermata air di sebelah barat daya kampung ini dan mengalir ke arah utara kemudian di sebelah barat laut kampung berbelok ke arah timur. Di sebelah selatan kampung terdapat mata air Sungai Cilame. Aliran sungai Cilame berada di sebelah selatan kampung mengalir ke selatan kemudian di sebelah tenggara kampung berbelok ke arah utara. Area pemukiman relatif datar dikelilingi oleh daerah yang lebih rendah di sebelah selatan, barat, utara, dan timur pemukiman.

Di kampung ini terdapat rumah-rumah panggung, satu saung lisung yang terdapat di bagian utara pemukiman, sejumlah leuit yang terdapat di bagian selatan dan utara pemukiman. Area pemakaman terdapat di sebelah barat laut pemukiman, di seberang aliran Sungai Ciranji.

TATA LETAK MAKAM ORANG BADUY

Area pemakaman terdapat di tiap kampung dan terletak di sebelah barat laut terpisah dengan pemukiman. Keletakan

(8)

ini kemungkinan berhubungan dengan adanya simbol yang diklasifikasikan dua dan tiga. Klasifikasi dua, misalnya luar-dalam dan atas-bawah. Klasifikasi tiga, misalnya membagi dunia, yang terdiri dari dunia bawah, dunia tengah, dan dunia atas. Klasifikasi tiga lainnya, yaitu tiga bagian rumah, pelapisan sosial, dan tiga pelapisan huma (Permana, 2006: 149 – 163). Dihubungkan dengan simbol klasifikasi dua, kemungkinan penempatan area makam yang terpisah dari pemukiman dan dipisahkan oleh aliran sungai adalah pemisahan dari dunia yang berbeda. Dunia tersebut adalah dunia manusia yang masih hidup dan yang telah meninggal. Penempatan yang terletak di sebelah barat laut, kemungkinan menggambarkan perjalanan waktu hidup manusia yang menyerupai perjalanan matahari yang terbit disebelah timur pada pagi hari kemudian berjalan ke arah barat hingga tenggelam di bagian barat. Sementara itu, muka jenazah diarahkan ke arah selatan menggambarkan arah ke Sasaka Domas yang merupakan tempat paling suci bagi orang Baduy. Sasaka Domas tersebut terletak di bagian paling selatan wilayah orang Baduy. Hal ini terdapat kemiripan dengan orang Islam di Indonesia yang

ketika dimakamkan, muka diarahkan ke arah barat yang merupakan arah kiblat orang Islam di Indonesia dan daerah-daerah lain yang terletak di sebelah timur Kabah.

PENUTUP

Kematian bagi orang Baduy merupakan peristiwa menandai berakhirnya tugas sebagai manusia untuk kembali ke Hiyang. Matinya seseorang diikuti dengan penguburan beserta ritual keagamaan dari hari pertama hingga hari ketujuh. Upacara tersebut dipimpin oleh seorang panghulu. Letak area pemakaman dan arah hadap jenazah kemungkinan besar berhubungan dengan pandangan hidup yang disimbolkan.

Besar kemungkinan pemakaman yang dilakukan oleh masyarakat Baduy tersebut merupakan penggambaran dari perjalanan waktu hidup manusia yang menyerupai perjalanan matahari yang terbit disebelah timur pada pagi hari kemudian berjalan ke arah barat hingga tenggelam di bagian barat. Sementara itu, arah hadap si mati ke arah selatan menggambarkan arah ke Sasaka Domas yang merupakan tempat paling suci bagi orang Baduy.

DAFTAR PUSTAKA

Djatisunda, Anis. 2004. Sunda Wiwitan Agama Orang Sunda yang Berpribadi Sunda. Makalah pada Sarasehan Penghayat Kepercayaan Tuhan Yang Maha Esa, Bandung, 26 Agustus 2004.

Djoewisno. 1987. Potret Kehidupan Masyarakat Baduy. Jakarta: Khas Studio

Ekadjati, Edi S. 2005. Kebudayaan Sunda. Suatu Pendekatan Sejarah. Bandung: Pustaka Jaya. Permana, R. Cecep. 2001. Kesetaraan Gender dalam Adat Inti Jagat Baduy. Jakarta: Wedatama

Widya Sastra.

---. 2006. Tata Ruang Masyarakat Baduy. Jakarta: Wedatama Widya Sastra.

Purwitasari, Tiwi. 1998. Kultus Arca Domas Dalam Hubungannya dengan Pelestarian Hutan. Studi tentang Kearifan Ekologis Komunitas Baduy Kompol Desa Sangkanwangi, Leuwi

(9)

Damar, Lebak, Jawa Barat. Skripsi. Jurusan Antropologi, Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik, Universitas Padjajaran, Bandung.

---. 2007. Laporan Hasil Penelitian Arkeologi. Permukiman Tradisional Masyarakat Baduy Sebagai Model Pemahaman tentang Pola Permukiman Masyarakat Megalitik.

---. 2008. Laporan Hasil Penelitian Etnoarkeologi. Pola Pembagian Tata Ruang Sebagai Model Dalam Pemahaman Bentuk Pemukiman Tradisional.

(10)

Referensi

Dokumen terkait

Untuk menyelesaikan studi di Program Studi Manajemen Sumberdaya Perairan, Fakultas Pertanian, Universitas Sumatera Utara, Penulis melaksanakan penelitian dengan judul

Pemungutan bunga cengkeh dilakukan dengan cara memetik tangkai bunga dengan tangan, kemudian dimasukkan kedalam kantong kain atau keranjang yang telah disiapkan,

%aya yang bertanda tangan di baah ini# menyatakan baha saya bersedia untuk ikut berpartisipasi dalam penelitian yang akan dilaksanakan oleh mahasisa Program %tudi 1lmu

Dari hasil penelitian yang telah dilakukan dapat ditarik kesimpulan bahwa sistem transaksi Tabungan Mudharabah di BRI Syariah Cabang Malang menggunakan akad

Tidak adanya leukosit dalam sediaan hapus pulasan Gram sampel urine bersih yang dibuat seperti di atas merupakan bukti yang baik bahwa urine tidak terinfeksi.Spesimen urine

Berdasarkan data Bloomberg nilai tukar rupiah terhadap dolar AS pada perdagangan spot kemarin ditutup di level Rp 13.441 akibat sentimen negatif dari pemaparan

Hampir semua search engine memiliki berbagai fitur untuk membantu netter dalam melakukan pencarian secara lebih fokus, karena sering kali walaupun telah menggunakan berbagai

Kerajaan Malaysia sentiasa mengingatkan syarikat Malaysia yang melabur di negara lain untuk menghormati dan mematuhi undang- undang tempatan serta mengamalkan